Proposal Unggulan

download Proposal Unggulan

of 31

description

Komoditas unggulan Aceh masih bertumpu pada sektor pertanian dan olehan hasil pertanian. Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah, dan topografi, akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan

Transcript of Proposal Unggulan

18

KAJIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERKEBUNAN DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang PenelitianPembangunan pertanian merupakan kebijakan yang strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat bagi negara-negara yang berbasis pertanian. Pembangunan pertanian dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan menurunkan tingkat jumlah penduduk miskin. Sektor pertanian merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang sangat efektif sehingga menjadi sumber utama pertumbuhan bagi negara-negara sedang berkembang. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya dan penyerapan tenaga kerja juga terbanyak di sektor pertanian (Tambunan, 2003).

Pembangunan pertanian di Indonesia ke depan menurut Sudaryanto dan Syafaat (2002), harus selalu diarahkan agar mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya wilayah secara berkelanjutan. Oleh karena itu kebijaksanaan pembangunan pertanian mesti dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam konteks ekonomi wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Hal ini berarti bahwa pemerintah pusat hanya berperan dalam merancang perencanaan yang bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai dengan kondisi wilayah. Dalam perspektif kebijaksanaan yang demikian, pemerintah daerah dituntut benar-benar mampu memanfaatkan secara maksimal pengelolaan sumberdaya yang bersifat spesifik lokasi.Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun dernikian, ketersediaan berbagai sumberdaya hayati yang banyak tidak menjamin kondisi ekonomi masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan tersebut dapat dikelola secara professional, berkelanjutan dan amanah, sehingga keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang menghasilkan nilai tambah (value added) yang lebih besar. Pembangunan sektor pertanian perlu dilakukan secara terpadu, keterpaduan tersebut dapat dilakukan berdasarkan pada pendekatan pola pembangunan pertanian yang meliputi kebijakan: (1) usahatani terpadu, (2) komoditas Unggulan dan (3) komoditas wilayah terpadu (Dillon dan Aryo, 2010).Pembangnnan sektor pertanian meliputi pembangunan beberapa sub sektor yaitu pertanian tanarnan pangan, perkebunan. peternakan dan perikanan. Pengernbangan sub sektor perkebunan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta mengisi dan memperluas pasar. baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal inilah yang mendasari peletakkan sub sektor perkebunan sebagai satu-satunya prioritas utama dalam pembangunan nasional. Peningkatan produktivitas perkebunan merupakan salah satu strategi dasar dalam, rangka memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.Sebagai bahan dalam perencanaan pembangunan di tingkat Propinsi/kabupaten diperlukan analisis potensi wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Dalam rangka memanfaatkan potensi tersebut peran serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong dan dikembangkan. Dengan adanya dukungan data dan informasi yang akurat seperti tersebut diatas diharapkan dua fokus kebijaksanaan pembangunan pertanian yang ditempuh Pemerintah dalam periode lima tahun ke depan yaitu mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal; dan mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan membangun keunggulan kompetitif produk daerah berdasarkan kompetensi dan keunggulan komparatif sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah yang bersangkutan dapat tercapai.Peranan sektor pertanian di Provinsi Aceh masih sangat dominan. Salah satu indikator dominasi ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Aceh. Untuk mengetahui besarnya sumbangan dari sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Non Migas) Tahun 2009-2011

NoLapangan Usaha (Sektor)PDRB Aceh (Juta Rupiah)

2009201020111Pertanian8.433.957,908.857.389,659.348.967,322Pertambangan dan Penggalian408.650,34432.895,38457.867,333Industri Pengolahan1.539.909,391.639.501,711.734.647,794Listrik dan Air Minum104.092,03121.754,53132.193,095Bangunan / Kontruksi2.229.792,492.343.693,952.489.441,956Perdagangan, Hotel dan Restoran6.213.658,596.609.054,887.059.809,117Pengangkutan dan Komunikasi2.280.601,822.430.513,052.624.174,178Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan588.136,87620.705,18660.994,039Jasa Jasa5.777.995,456.033.842,896.293.581,67

Total27.576.794,8829.089.351,2230.801.676,46

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, 2012

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 Sektor Pertanian menghasilkan PDRB untuk Provinsi Aceh dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan sektor lainnya. Sektor Pertanian merupakan salah satu indikasi bahwa selama tiga tahun terakhir peranan sektor pertanian untuk Provinsi Aceh masih sangat dominan. Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Aceh yang memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari besarnya sumbangan PDRB dari sektor pertanian. Untuk mengetahui besarnya sumbangan dari sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Barat Daya Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2011

NoLapangan Usaha (Sektor)PDRB Kabupaten Aceh Barat Daya (Juta Rupiah)

2009201020111Pertanian263.956,80271.131,63280.412,972Pertambangan dan Penggalian4.044,424.189,614.332,123Industri Pengolahan26.112,0627.046,7527.931,654Listrik dan Air Minum1.374,521.454,661.543,595Bangunan / Kontruksi67.983,9472.681,6377.852,176Perdagangan, Hotel dan Restoran139.534,22150.856,74161.552,227Pengangkutan dan Komunikasi26.241,1427.374,8428.584,408Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan8.843,669.207,139.667,179Jasa Jasa96.912,16102.272,03108.179,93

Total635.002,92666.215,02700.056,22

Sumber : BPS Aceh Barat Daya, 2012

Dari tabel 1.2. dilihat mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 Sektor Pertanian menghasilkan PDRB untuk Kabupaten Aceh Barat Daya dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan sektor lainnya. Sektor perkebunan yang ada di kabupaten Aceh Barat Daya mempunyai peranan cukup penting dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Aceh Barat Daya, Pengembangan sub sektor perkebunan di daerah ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha dan peluang pasar yang tersedia luas serta menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup potensial. Dengan Kondisi saat ini yang ada berkaitan dengan pengembangan sektor perkebunan dapat dilakukan melalui penentuan komoditas unggulan. Secara umum terdapat 10 komoditas yang banyak dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Barat Daya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.3 berikut ini. Tabel 1.3 Luas Areal, Produksi, Produktivitas, dan Jumlah Pekebun Komoditas Perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya, Tahun 2011

NoKomoditasLuas Area (Ha)Produksi (Ton)Produktivitas (Ton/Ha)Pekebun (KK)1Karet5911350,6759002Kelapa Dalam2.1621.3440,7215.6223Kelapa Sawit17.045126.35715,4009.4544Kopi5002800,6001.2505Cengkeh224470,7013286Pala4.6691.1960,6145.3007Pinang8744310,7081.8398Kakao4.6422.7460,7506.4599Sagu5511750,6181.00010Nilam14980,0960Jumlah31.407132.71920,88432.152

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Barat Daya, 2012Dari kondisi yang ada (eksisting), luas lahan kelapa sawit terluas, kelapa sawit di Kabupaten Aceh Barat Daya mulai ditanam pada tahun 2006, sejalan dengan berkembangnya masyarakat mulai tertarik untuk membudidayakan tanaman ini. Selain itu, ada beberapa komoditi yang bisa dijadikan komoditas unggulan berdasrkan luas lahan yaitu Pala, Kakao, dan kelapa dalam. Perencanaan pembangunan dengan pendekatan ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan (Hendayana, 2002).Dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Serta berlakunya Undang-Undang No 11 Tahun 1998 tentang Otonomi Daerah, memberikan kewenangan yang sangat luas kepada Pernerintah Daerah untuk menangani dan mengelola pembangunan di daerah masing-masing. Pemerintah daerah hendaknya memberikan perhatian utama terhadap sektor perkebunan, sehingga sebagai basis ekonomi pengembangan daerah, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sektor agribisnis harus direncanakan secara terpadu dari hulu sampai hilir dan memadukannya dengan pembangunan wilayah berdasarkan potensi yang dimiliki. Penetapan suatu komoditas sektor perkebunan sebagai komoditas Unggulan merupakan suatu upaya untuk mencapai produktifitas hasil perkebunan yang lebih baik dengan didasarkan potensi sumberdaya alam (karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah, topografi dan sifat fisik lingkungan lainnya) dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Di samping itu, penetapan komoditas unggulan juga harus mempertimbangkan kontribusi strata komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan pembangunan pada suatu daerah.Dalam konteks era otonomi daerah, pembangunan wilayah dimaksudkan sebagai pembangunan daerah (local development) diharuskan memperhatikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah dengan memprioritaskan pembangunan wilayah pada pengembangan sektor unggulan. Prioritas pembangunan ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Memahami prioritas perencanaan pengembangan sektor perkebunan yang diarahkan pada pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya, maka identifikasi terhadap komoditas unggulan perkebunan merupakan hal penting untuk dilakukan. Berdasakan fenomena-fenomena inilah penulis merasa perlu untuk mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat, yang penulis coba tuangkan kedalam penelitian yang berbentuk skripsi yang berjudul Kajian Pengembangan Komoditi Unggulan Di Kabupaten Aceh Barat Daya .

Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

a.Komoditas sektor perkebunan apa yang merupakan komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya?

b.Bagaimana langkah-langkah pengembangan komoditas unggulan perkebunan tersebut?

Tujuan PenelitianAdapun tujuan dari penelitian diantaranya adalah

a.Mengidentifikasi Komoditas sektor perkebunan apa yang merupakan komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya.

b.Menyusun langkah-langkah pengembangan komoditas unggulan perkebunan tersebut.

Kegunaan PenelitianAdapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

Dari sisi Akademisi, hasil penelitian ini di harapkan menjadi salah satu referensi bagi penelitian selanjutnya, terutama yang mengkaji topik yang sama.Dari sisi Praktisi, hasil penelitian ini di harapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah mulai dari tingkat propinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam menyusun kebijakan terutama kebijakan yang berkaitan kebijakan pengembangan sektor komoditas unggulan perkebunan.

Kerangka PemikiranKomoditas UnggulanSecara umum komoditas unggulan Aceh masih bertumpu pada sektor pertanian dan olehan hasil pertanian. Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan agroklimat tanaman, yang mencakup iklim, tanah, dan topografi, akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan.

Pendekatan pewilayahan komoditas perkebunan akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan jenis komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan, maka konversi tata guna lahan harus dilakukan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat propinsi ataupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang peruntukkan sebagai kawasan budi daya perkebunan sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan/atau daya dukung lahan (Subagyo et al., 2000a).Konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan locational advantages. Sedangkan dilihat dari sisi permintaan, komoditas unggulan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Berdasarkan pengertian tersebut maka komoditas andalan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena adanya pergeseran permintaan konsumen (Syafa'at dan Priyatno 2000).Menurut Prakosa (1999), ada beberapa langkah yang menjadi strategi diterapkan dalam usaha pengembangan sektor perkebunan pada khususnya dan agribisnis pada umumnya adalah:Mengembangkan komoditas perkebunan sebagai komoditas andalan di suatu wilayah.Menumbuh kembangkan kawasan industri pertanian di sentra pengembangan agribisnis.Menumbuhkembangkan wirausahawan dalam kegiatan agribisnis.Menumbuhkembangkan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan.Menumbuhkembangkan industri-industri pendukung agribisnis.

Menurut Handewi Rachman, (2003) yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas. Disisi lain pada era pasar bebas saat ini baik ditingkat pasar lokal, nasional maupun global hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah lain.Secara lebih sederhana yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologi, layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya komoditas tersebut menguntungkan. Komoditas unggulan dapatdikelompokkan menjadi beberapa keunggulan antaralain: Komoditas unggulan komparatif : komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya alarn, di mana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Atau pula, komoditas hasil olahan yang memiliki dukungan bahan baku yang tersedia pada lokasi usaha tersebut.Komoditas unggulan kompetitif : komoditas yang diproduksi dengan cara yang efisien dan efektif. Komoditas tersebut telah memiliki niiai tambah dan daya saing usaha, bask dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dan harga.Komoditas unggulan spesifik : komoditas yang dihasilkan dari hasil inovasi dan kompetensi pengusaha. Produk yang dihasilkan memiliki ke unggulan karena karaktcr spesifiknya.Komoditas unggulan strategis : komoditas yang unggul karena memilikiperan penting dalam kegiatan sosial dan ekonomi.

Menentukan Komoditas Unggulan Sektor PerkebunanPewilayahan pengembangan komoditas diperlukan untuk menentukan tanaman apa yang cocok ditanam di suatu wilayah yang didasarkan pada keuntungan komparatif, khususnya untuk komoditas perkebunan. Menurut Budiharsono, 1989 pengembangan wilayah agroekonomi bertumpu pada pengem-bangan produksi tanaman pertanian secara terpadu dan serasi dengan skala ekonomi dan keterkaitannya dengan industrialisasi. Sistem pewilayahan pembangunan melalui pendekatan zona agroekosistem dilaksanakan dengan memperhatikan potensi sumberdaya, prasarana, dan hubungan antar wilayah yang saling menguntungkan.

Penentuan komoditas unggulan yang didasarkan pada manfaat sosil dan ekonomi yang diperoleh dari upaya pengembangan komoditas tersebut. Komoditas unggulan mensyaratkan pemanfaatan muatan local yang maksimum, sehingga nilai tambah yang diperoleh sebagian besar terdistribusi di wilayah tersebut. Penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan pengusaha dan kontribusi terhadap pendapatan daerah.Djaenuddin, dkk. (2002), mengemukakan penentuan kawasan komoditas unggulan perkebunan sesuai dengan konsep pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan. Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk ditentukan oleh kondisi fisik lingkungan, yang mencakup iklim, tanah, dan terrain ("landform" dan topografi). Secara konseptual, yang menyangkut hal-hal tersebut diatas perlu pemahaman sebagai berikut: Pengertian dasar tentang komoditas unggulan utama adalah komoditas dari subsektor yang sudah berkembang ditunjang dengan komoditas dari subsistem hilirnya yang didukung kemampuan teknologi denga indikator nilai LQ yang paling tinggi dalam suatu wilayah/kawasan. Komoditas andalan memiliki ranking yang paling tinggi sebagai komoditas yang memiliki luas eksisting terbesar, produksi tertinggi dan komposisis masyrakat yang dominan mengandalkan matapencaharian pada system produksi dan agroindustrinya. Adapun komoditas unggulan adalah komoditas dari sektor/subsektor yang sudah berkembang ditunjang dengan subsistem hilirnya dan memiliki nilai LQ > 1 atau koefisien eugen value tekecil. Produk potensial adalah produk dari sektor/subsektor yang baru berkembang ditunjang dengan sektor dari subsistem hilirnya yang potensial untuk dikembangkan sesuai dengan market driven. Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi. Sektor unggulan merupakan tulang punggung dan penggerak perekonomian sehingga dapat disebut sebagai sektor kunci perekonomian.

Sedangkan menurut Baehrein (2003), mengatakan bahwa penetapan komoditas ungulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keandalan komparafif dan kompetitif. Selain itu, kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi alam dan iklim di wilayah tcrtentu juga sangat terbatas.Teori basis ekonomi murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksif jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri (Tarigan. 2007). Sedangkan menurut (Sjafrizal, 2008), Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggtmg perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries.Perencanaan pembangunan dengan pendekatan ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan (Hendayana, 2002).Ada beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan, diantaranya (Alkadri dan Djajadiningrat, 2000) :Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian, yaitu komoditas tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya.Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain, baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku.Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan.Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah dengan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan suatu pendekatan tidak langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis.Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas i pada tingkat kecamatan terhadap total produksi di kecamatan tersebut dengan pangsa relatif produksi komoditas i pada tingkat kabupaten terhadap total produksi di tingkat kabupaten. Berikut alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ). Secara lebih sederhana perhitungan LQ menurut Hendayana. R (2003) dapat diformulasikan sebagai berikut :Hendayana. R, 2003

Dimana :LQ = besarnya koefisien lokasi komoditas perkebunanpi = Produksi komoditas i pada tingkat kabupaten atau kotapt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupatenPi = Produksi komoditas i pada tingkat ProvinsiPt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat Provinsi Kriteria :LQ > 1: Sektor basis artinya komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatifLQ = 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiriLQ < 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi Analisis ini bertujuan mengidentifikasi komoditas basis dan bukan komoditas basis subsektor perkebunan pada suatu daerah. Pada prinsipnya, parameter ini membandingkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu komoditas dengan daerah lain yang merupakan penghasil komoditas yang sama.

Langkah-langkah Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Perkebunan

Pengembangan komoditas unggulan sektor perkebunan dapat dilakukan dengan berbagai langkah-langkah. Untuk menentukan langkah-langkah maka digunakan analisis SWOT, Menurut Rangkuti (2001) proses perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis data dan (3) tahap pengambilan keputusan. Tahap pengumpulan data pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis.

Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu (1) matriks faktor strategi eksternal, (2) matriks faktor strategi internal dan (3) matriks profil kompetitif. Tahap analisis setelah semua informasi yang berpengaruh dikumpulkan, ada beberapa model yang dapat digunakan yaitu (1) matriks SWOT atau TOWS, (2) matriks BCG, (3) matriks internal eksternal, (4) matriks SPACE, dan (5) matriks Grand Strategy.Rangkuti (2001) menyatakan bahwa matriks SWOT dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dan disesuaikan dengan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu (1) strategi S-O, (2) strategi W-O, (3) strategi S-T dan (4) strategi W-T. Analisis SWOT mampu mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Penelitian Terdahulu

Penggunanan Analisis LQ telah banyak digunakan untuk penelitian yang berkaitan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah karena banyak maafaat yang dihasilkan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian berbasis sumberdaya lokal. Ismatul Hidayah (2010), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Prioritas Komoditas Unggulan Perkebunan Daerah Kabupaten Buru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 komoditas perkebunan di kabupaten Buru yang termasuk dalam sektor basis artinya komoditas tersebut di propinsi Maluku memiliki keunggulan komparatif (LQ > 1) yaitu Kakao (LQ = 5,80) , Jambu Mete (LQ = 5,27), Cengkeh (LQ = 3,48), Pala (LQ = 1,87 ), dan Kopi (LQ = 1,74). Berdasarkan analisis trend terhadap beberapa parameter terpilih menunjukkan bahwa ternyata komoditas kakao memiliki kecenderungan yang lebih baik nomor dua setelah Pala dibanding komoditas perkebunan lainnya, namun kakao lebih direkomendasikan untuk pengembangan.

Selanjutnya Puji Fitri Andi (2006) Melakukan penelitian yang berjudul Arahan perwilayahan komoditas unggulan Di kabupaten kotawaringin timur. Dari penelitian didapatkan hasil Kelas Kemampuan lahan I sampai IV sebesar 91,74%cocok untuk budidaya pertanian. Potensi lahan dengan kesesuaian sangat sesuai dan cukup sesuai memiliki luasan yang besar untuk pengembangan komoditas pertanian. Dilihat dari produksi dan pemasarannya komdotas dengan tujuan ekspor ke luar negeri adalah karet sedangkan untuk ekspor antar propinsi karet,,kelapa sawit dan kelapa. Dari hasil analisis LQ didapatkan Kecamatan Antang Kalang memiliki komoditas unggulan yaitu komoditas dengan nilai LQ>1sebanyak 20 komoditas. Dilihat dari skala prioritas komoditas unggulan masing-masing. kecamatan memiliki komoditas yang berbeda-beda di mana komoditas padi (padi ladang dan padi sawah) merupakan komoditas tanaman bahan makanan dengan skala prioritas paling tinggi yang terdapat di semua kecamatan.Romano, dkk (2009) telah melakukan penelitian wilayah pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Provinsi Aceh. Penelitian ini telah mengkaji pewilayahan produksi berbasis agroklimat dan potensi wilayah di 18 Kabupaten sentra produksi pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting pertanaman, produksi dan produktivitas tanaman pangan di Provinsi Aceh masih belum sesuai dengan potensi wilayah dan kondisi agroklimatnya. Oleh karena itu direkomendasikan menyusun suatu peraturan atau sejenisnya untuk menata sistem pendanaan program pengembangan tanaman pangan berbasis potensi wilayah.Dede Rosdiana (2011), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Dan Strategi Pengembangannya Di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, dari hasil penelitian dapat dirumuskan strategi pengembangan untuk masing-masing komoditas unggulan pertanian terpilih sebagai berikut:a. Strategi Pengembangan komoditas padi:Mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras, membangun usaha agribisnis padi berpola kemitraan, menerapkan pola pemupukan berimbang antara pupuk organik dan anorganik serta pengelolaan lahan dan penanganan hama terpadu ramah ramah lingkungan, menetapkan kawasan lumbung padi, penyuluhan dan pembianaan kepada masyarakat petani, peningkatan pengetahuan petugas pertanian, mendorong terciptanya inovasi pengolahan hasil guna memperoleh nilai tambah (added value), mendorong terciptanya kawasan/sentra komoditas unggulan tanaman pangan, dan meningkatkan akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar.b. Strategi Pengembangan komoditas ayam ras pedaging:Memfasilitasi kemudahan mengakses modal bagi poultry shop maupun breeding farm untuk meningkatkan kapasitas produksinya, membuka peluang berkembangnya usaha-usaha peternakan dengan memudahkan perizinan, memperkuat permodalan perusahaan lokal (management dan pengendalian perizinan), memberikan pelayanan dan jaminan kepada masyarakat mengenai kesehatan hewan dan peternakan, memfasilitasi berkembangnya rumah potong hewan, secara bertahap mengembangkan sarana produksi secara mandiri berbasis sumberdaya lokal, dan membentuk lokasi sentra peternakan ayam ras pedaging.c. Strategi Pengembangan komoditas sapi:Menambah jumlah ternak sapi sampai batas maksimal daya tampung dengan pemberian bantuan bergulir bibit sapi dan inseminasi pada ternak yang sudah ada, kemudian peningkatan ilmu pengetahuan para peternak baik management maupun teknik pengelolaan ternak, memberikan bimbingan teknis dan pelayanan kesehatan bidang peternakan serta pembinaan dan penguatan kelembagaan peternak.

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian dan landasan teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:a.Kelapa sawit, pala, kakao dan kelapa dalam merupakan Komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya.

b.Terdapat beberapa langkah-langkah pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya.

BAB IIMETODE PENELITIAN

2.1. Lokasi, Objek dan Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Barat Daya Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) dengan pertimbangan hahwa kelapa sawit, pala, kakao dan kelapa dalam merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya.Objek penelitian adalah semua pihak yang telibat dalam pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Ruang lingkup penelitian terbatas pada penetapan komoditas unggulan daerah di Kabupaten Aceh Barat Daya dan langkah-langkah dalam pengernbangan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya.

2.2. Metode Penentuan SampelMetode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probabilily sampling atau menggunakan metode purposive sampling. Responden dipilih secara sengaja dengan pertimbangan respoden tersebut merupakan pihak-pihak yang memiliki kontribusi besar dalam perumusan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Pihak-pihak yang dimaksudkan dalam penelitian ini terdiri dari:1.Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat Daya, dengan pertimbangan sebagai pihak yang lebih mengetahui hal terkait kondisi perkembangan sektor perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya dan sebagai penyusun dan yang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan sektor perkebunan di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya.

2.Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Barat Daya diwakili oleh Kepala Bidang Data Statistik dengan pertimbangan sebagai pihak yang mempunyai hak dalam merencanakan dan menyusun kegiatan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat Daya secara umum dan khususnya arahan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan komoditas unggulan Kabupaten Aceh Barat Daya.

3.Pedangang pengumpul komoditas unggulan dan koperasi-koperasi, dengan pertimbangan sebagai pihak yang terlibat dalam pembentukan kondisi suasana iklim industri dalam pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pidie Jaya.

4.Petani-petani di Kabupaten Aceh Barat Daya, dengan pertimbangan sebagai pihak yang secara langsung terlibat dalam proses produksi komoditas unggulan Kabupaten Aceh Barat Daya.

2.3. Metode Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancam langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Wawancara tersebut berisi antara lain identifikasi komoditas unggulan daerah dan langkah-langkah apa saja yang perlu guna pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Sedangkan, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari perpustakaan media massa, lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dengan penelitian

2.4. Konsep dan Batasan VariabelKonsep dan batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :Petani adalah petani yang mengusahakan tanaman perkebunan sebagai sumber pendapatan utamanya dan merupakan pekerjaan utamanya.Perkehunan rakyat adalah usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual dengan areal pengusahaanya dalam skala yang terbatas luasnya.Komoditas unggulan daerah adalah komoditas perkebunan yang sesuai dengan agroekologi setempat, disamping itu juga mempunyai daya saing, baik di pasar daerah sendiri, di daerah lain, maupun di pasar nasional atqupun internasional.Langkah-langkah pengembangan adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya pengembangan komoditas unggulan pada daerah penelitian.Luas lahan adalah lahan yang digarap petani sebagai tempat untuk berusaha tani komoditas unggulan (Ha).Produksi merupakan jumlah hasil produksi dalam bentuk fisik dari proses hasil produksi yang diusahakan oleh petani kemiri (kg/tahun/ha).Nilai produksi adalah penerimaan kotor yang diperoleh dari perkalian hasil produksi yang dihasilkan dengan harga yang berlaku pada saat penelitian (Rp/tahun/ha).Pendapatan yaitu selisih antara nilai hasil produksi dengan total biaya produksi (Rp/tahun/ha).

2.5. Metode AnalisisSetelah data diperoleh melalui wawancara serta observasi di lapangan, selanjutnaya ditabulasikan terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan alat uji yang sesuai. Model analisis yang digunakan sesuai dengan hipotesis yang diturunkan pada penelitian ini. Untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:Pengujian Hipotesis 1

Untuk tahapan ini, alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) yang dihitung dengan formula sebagai berikut:

Dimana :

LQ = besarnya koefisien lokasi komoditas perkebunanpi = Produksi komoditas i pada tingkat kabupaten atau kotapt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupatenPi = Produksi komoditas i pada tingkat ProvinsiPt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat ProvinsiAngka LQ memberikan indikasi sebagai berikut:LQ < 1: Indikasi komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya masih relatif lebih kecil dari rata-rata di Provinsi Aceh dan komoditas tersebut bukan merupakan komoditas unggulan daerah.LQ = 1: Indikasi komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya masih relatif sama dengan rata-rata di Provinsi Aceh dan komoditas tersebut berpotensi menjadi komoditas unggulan daerah.LQ > 1 : Indikasi komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya relatif lebih besar dari rata-rata di Provinsi Aceh dan komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah.Analisis LQ ini didasarkan pada jumlah produksi masing-masing komoditas. Produksi komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Barat Daya kemudian dibandingkan secara relatif dengan produksi komoditas yang sama di Provinsi Aceh yaitu daerah yang ruang lingkupnya lebih luas. Pengujian Hipotesis 2

Untuk tahapan ini, alat analisis yang digunakan adalah analisis SWOT. Proses tersebut dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data (input stage), analisis (matcing stage), pengambilan keputusan (decision stage). Model yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats). Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membentuk dalam mengembangkan empat macam strategi. Tabel 2.1. Matrik SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) InternalEksternalStrengths (S)Weaknesses (W)Opportunies (O)Strategi S - OStrategi W OTreaths (T)Strategi S - TStrategi W T

Matrik SWOT pada Tabel 2.1 menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya yang dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelamahan yang dimiliki Kabupaten Aceh Barat Daya. Adapun kemungkinan alternatif strategi dari matrik SWOT yaitu:Strategi S O, strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemda setempat, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk melakukan dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya.Strategi S T, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki Pemda setempat untuk mengatasi ancaman.

Strategi W O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimumkan kelemahan yang ada. Strategi W T, strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Andi, Fitri, P. 2006. Arahan Perwilayahan Komoditas Unggulan Di Kabupaten Kotawaringin Timur. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.

Anonymousa, 2012. Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. Banda Aceh

Anonymousb, 2012. Aceh Barat Daya Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat Daya. Aceh Barat Daya

Anonymousc, 2012. Luas Tanam Dan Produksi Tanaman Perkebunan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh. Banda Aceh

Anonymousd, 2012. Luas Tanam Dan Produksi Tanaman Perkebunan. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat Daya. Aceh Barat Daya.

Alkadri dan Djajadiningrat HM. 2002. Bagaimana menganalisis potensi daerah? Konsep dan contoh aplikasi. Dalam: Ambardi UM, Prihawantoro S, [Editor]. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah, Kajian Konsep dan Pengembangan. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT.

Bachrein S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Provinsi. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor

Budiharsono, S. 1989. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (Teori, Model, Perencanaan dan Penerapan). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. 398 hal.

Bustanul A dan Didik J, 2005. Pembangunan Pertanian. Grasindo. Jakarta. 191 halaman.

Djaenudin, Y. Sulaeman, dan A. Abdurachman, 2002. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian Menurut Pedo-agroklimat di Kawasan Timur Indonesia, Jurnal Litbang Pertanian Vol. 21 No.1 Hal. 87-89

Jayadinata, T. Johara. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. ITB, Bandung

Handewi Rachman. 2003. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Tingkat Provinsi. Makalah Lokakarya Sintesis Komoditas Unggulan Nasional. Bogor. Hendayana Rahmah, Aplikasi Metode Location Quotient ( LQ ) dalam Penentuan Andalan Nasional, Jurnal Informatika Pertanian Edisi Desember 2003 Bogor. Hal. 112-115

Hidayah, Ismatul, 2010. Analisis Prioritas Komoditas Unggulan Perkebunan Daerah Kabupaten Buru. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku. Maluku.

Prakosa. 1999. Reformasi Pertanian Dalam Menyongsong Pasar Bebas . Makalah ini disampaikan dalam Seminar Nasional Menteri Pertanian Republik Indonesia. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.27 November 1999

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT-Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta

Romano, Fajri, Agussabti, dan Indra, 2009. Wilayah Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Berbasis Potensi Wilayah dan Agroklimat di Provinsi Aceh, Jurnal AGRISEP Volume 10 No. 2. Hal. 48-52

Rosdiana, Dede, 2011. Analisis Komoditas Unggulan Pertanian Dan Strategi Pengembangannya Di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat, Tesis, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor

Subagyo, D. Djaenudin, dan A. Adi. 2000a. Perubahan tata guna lahan dalam kaitannya dengan ketahanan pangan. Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 10 Oktober 2000.

Syafaat N, Priyatno, 2003. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja Dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Perikanan Di Wilayah Sulawesi: pendekatan Input-Output. Ekonomi dan Keuangan Indonesia XLVIII (4): 369-394

Tambunan,Tulus T.H,2003, Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Ghalia Indonesia Jakarta.

Tarigan RMRP, 2007. Perencanaann Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta

Undang-Undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Penerbit Sejahtera Mandiri. Jakarta.