Proposal Supriani 2014

download Proposal Supriani 2014

If you can't read please download the document

Transcript of Proposal Supriani 2014

A321BAB IPENDAHULUANLatar Belakang MasalahOlahraga merupakan suatu proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong pengembangan dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan, pertandingan dan prestasi puncak dalam ranngka pembentukan manusia yang seutuhnya yang berkualitas berdasarkan pancasila. Selain dari pada itu olahraga juga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur tubuh yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan di tunjukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Berdasarkan referensi yang membahas tentang olahraga, menurut Bompa (1994:6) menyatakan: Olahraga harus bergerak dari konsep, games dan sport. Dalam ruang lingkup games mempunyai karakteristik berdasarkan kompetisi hasil yang di tentukan oleh ketrampilan fisik, strategi, dan kesempatan. Untuk mencapai suatu prestasi baik itu dalam cabang olahraga tolak peluru maupun cabang olahraga lainnya. Soegianto (1990:34) bahwa: Tolak peluru merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencapai lemparan atau tolak yang sejauh-jauhnya. Peluru yang digunakan terbuat dari besi yang berbentuk oval dengan berat 3 kg, 4 kg, 5 kg, 7,25 kg. Dengan ruang lingkaran lebar 5x3 meter, yang terpenting dari tolak peluru adalah peluru harus didorong ke depan dengan kecepatan maksmal, dengan sudut kira-kira 40 derajat. Posisi untuk menolak harus ditekankan pada kaki karena kaki adalah bagian yang terkuat dari badan.Tujuan utama tolak peluru adalah mencapai hasil tolakan yang sejauh-jauhnya. Dalam usaha memperoleh hasil tolakan yang jauh, komponen fisik yang perlu diperhatikan adalah kekuatan. Dalam hal ini Soemosardjuno (1990:66) menambahkan bahwa: Untuk dapat mencapai prestasi yang baik dalam nomor lempar ada empat komponen pokok yang harus diperhatikan yaitu ; kekuatan, kecepatan, tenaga (power) serta teknik menyangkut dengan keempat komponen tersebut merupakan langkah yang harus diperhatikan dalam mengembangkan latihan yang efektif ". Kemampuan dasar tolak peuluru sangatlah penting dalam cabang ini dalam meningkatkan prestasi yang telah di targetkan sebelumnya.Cara memegang peluru harus terletak pada akar jari-jari tangan. Jari pertama, kedua dan ketiga (telunjuk, jari tengah dan kelingking) merupakan titik-titik utama untuk membantu melontar. Jari-jari berdekatan. Jari kelingking dan ibu jari menjaga agar peluru tidak tergeser ke samping. Peluru harus tetap berada dibawah rahang, latihan yang pertama, gerakan menolak dari lengan. Peluru harus didorong dari tempatnya bertopang dileher. Pada waktu menolak siku harus setinggi mungkin dan mengikuti terus dibelakang peluru, ketika peluru sudah dilepaskan, jangan sekali-kali membiarkan lengan tertuju dibawah peluru atau terburu-buru di tarik. Kedua, kaki sejajar berdampingan menghadap ke arah sasaran lemparan dan jarak antara kaki lebih lebar sedikit dari lebar pinggul.Perkembangan atletik pada cabang olahraga tolak peluru di Kabupaten Aceh Besar belum maksimal, tentunya ini terbukti pada saat mengikuti kejuaraan yang dipertandingkan baik itu di tingkat Daerah dan Nasional seperti Kejurda, Popda, dan Porda maupun kejuaraan lainnya tim dari Kabupaten Aceh Besar belum bisa meraih medali seperti yang diharapkan.Minimnya prestasi cabang olahraga tolak peluru dikarenakan kurangnya pembinaan yang berkelanjutan dari para pengurus olahraga baik yang berada dibawah naungan pemda Simeulue maupun pembinaan di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Kabupaten Aceh Besar. Negeri 2 Seulimeum adalah salah satu SMA Negeri yang berada di Kabupaten Aceh Besar. Minat siswa dalam berolahraga sangat tinggi namun karena kurangnya perhatian dan pembinaan dari pemerintah daerah setempat berdampak pada prestasi yang dicapai, salah satu cabang olahraga yang kurang prestasinya di Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar adalah pada cabang olahraga tolak peluru. Pembinaan cabang olahraga ini tidak berkembang dari tahun ke tahun, sehingga perlu diadakan sebuah penelitian untuk menilai kemampuan dasar siswa Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar.Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan cabang tolak peluru dan mengangkat sebuah judul yaitu: Evaluasi Kemampuan Tolak Peluru Pada Siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014.Rumusan MasalahAdapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah kemampuan tolak peluru pada siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran 2014?Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah adalah untuk mengetahui kemampuan tolak peluru pada siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran 2014.Manfaat PenelitianManfaat dalam penelitian ini adalah sebagai sumbangan informasi yang dapat dijadikan sebagai pegangan bagi pelatih tolak peluru dalam upaya meningkatkan kemampuan tolak peluru. Sebagai bahan perbandingan untuk dijadikan permasalahan penelitian selanjutnya guna peningkatan prestasi di nomor tolak peluru. Masukan wacana, bahan dan literatur tantang cabang atletik, dan sebagai bahan kajian untuk guru penjaskesrek di lingkungan Kabupaten Aceh Besar khususnya.Hipotesis PenelitianHipotesis adalah dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan tolak peluru pada siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran 2014 adalah berada pada kategori Baik.Definisi IstilahBerkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, ada istilah-istilah yang perlu diperjelas untuk menghindari kesalahan dalam menanggapi permasalahan tersebut. Istilah-istilah yang dianggap penting untuk dikemukakan penjelasannya yaitu sebagai berikut:Tolak PeluruMenurut Carr, (2003:203) Tolak peluru diadakan sebagai nomor terpisah untuk putra dan putri dan juga sebagai bagian dari dasa lomba dan sapta lomba. Selama ber-tahun-tahun, nomor ini telah didominasi oleh atlet yang bertubuh besar dan kuat. Kemajuan terbesar dalam teknik tolak peluru terjadi pada tahun 1950, ketika Parry 0 Brien memulai tolakannya meng-hadap bagian belakang ring. Metode ini, yang dikenali sebagai teknik 0 Brien atau lebih dikenal dengan teknik meluncur, digunakan oleh mayoritas atlet tolak peluru.Pendidikan JasmaniMenurut Amir (2005:5) Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di sekolah, yaitu sebagai mata pelajaran pokok yang harus diikuti oleh seluruh murid. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, yaitu dengan menggunakan aktivitas fisik sebagai sarana/media dalam mendidik murid. Mutohir (1992:34) Pendidikan Jasmani adalah fase dan program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak.BAB IILANDASAN TEORITISPendidikan Jasmani Undang-undang No. 4 tahun 1950 kemudian menjadi Undang-undang No.12 tahun 1954 dikutip Amir (2005:2), memberikan landasan yang kuat terhadap kegiatan Pendidikan Jasmani di sekolah. Dalam Bab VI pasal 9 tercantum bahwa Pendidikan Jasmani yang menuju kepada kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dengan perkembangan jiwa, merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa yang sehat, kuat lahir batih yang diberikan pada semua jenis pendidikan.Amir (2005:5) Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di sekolah, yaitu sebagai mata pelajaran pokok yang harus diikuti oleh seluruh murid. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, yaitu dengan menggunakan aktivitas fisik sebagai sarana/media dalam mendidik murid. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani sebagai media untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan perencanaan yang sistematik, agar mampu meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional (Depdiknas; 2003a). 6Pendidikan jasmani memiliki tujuan: (a) meletakkan landasan karakter moral, (b) membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi, (c) menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, (d) mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis, mengembangkan kemampuan gerak dan keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga, (e) mengembangkan keterampilan mengelola diri dalam pemeliharaan kebugaran (Depdiknas:2003b). Pendidikan jasmani yang disajikan di sekolah memiliki fungsi antara mengembangkan aspek: (a) organik, (b) neuro muskuler, (c) perseptual, (d) sosial, dan (e) emosional (Depdiknas:2003b). Dari beberapa pendapat di atas tentang Pendidikan Jasmani dapat di simpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah bagian integral dari pendidikan, membuat anak Bangsa Indonesia sehat, kuat lahir dan batin. Berdasarkan pendapat-pendapat juga dapat dikemukakan mengenai konsep-konsep pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dalam pelaksanaannya memiliki tujuan dan fungsi menumbuh kembangkan murid dari aspek organik, neoromuskular, kognitif, emosional, perseptual, fisik dan merupakan suatu proses gerak manusia yang menuju pada pengembangan pola-pola perilaku manusia.Pendidikan jasmani merupakan bagian dan pendidikan secara umum. Merupakan salah satu dari subsistem-subsistem pendidikan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk pendidikan melalui gerak fisik, dimana pendidikan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit tentang anti pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi. Mutohir (1992:34) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dan program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif dan afektif PJKR (1996:43). Pengertian di atas sesuai dengan pendapat Mutohir (1992:2) yang mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dan pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional. Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght), pengembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health), dan penampilan fisik (physical appearance).Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau pikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia. Nixon and Cozens dalam Mutohir (1992:51) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dan seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.Bucher, dalam Sumardjono (2002:45) mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dan suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional.Berdasarkan kutipan di atas dapat didefinisikan Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap murid.Kurikulum Pendidikan JasmaniWardani (2005:14) Kurikulum pendidikan dasar disusun dalam rangka mencapai 'tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan atau potensi individu sehingga dapat hidup secara optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan berbagal pedoman hidupnya. Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat.Kurikulum terjadi di dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu setiap kegiatan siswa dan guru di dalam proses belajar mengajar tidak boleh menyimpang dari kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Selain mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan dasar harus memperhatikan tahap perkembangan siswa. Jadi kurikulum pendidikan dasar harus berpijak kepada kenyataan perkembangan siswa. Kurikulum untuk siswa kelas rendah harus berbeda dengan kurikulum untuk siswa kelas tinggi (Wardani dkk, 2005:15). Pendidikan terjadi melalui interaksi insani, tanpa batasan ruang dan waktu. Pendidikan dimulai dari lingkungan keluarga, dilanjutkan dan ditempatkan dalam lingkungan sekolah, diperkaya dalam lingkungan masyarakat dan hasil-hasilnya digunakan dalam membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya.Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para siswa sedinilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan (Syaifuddin, 1990:34)Dalam kaitan ini menurut Wijaya (1991:32) Fungsi dan peran seorang guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar yang mengtransfer sejumlah ilmu kepada siswanya, melainkan juga sebagai pendidik, motivator, director dan evaluator bagi anak didik.. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksikan kepada para siswa sendirian bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka terima sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga parass guru dalam mengajar bukannya menguliahi, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan ke para siswa tetapi menciptakan situasi bagi para siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan oleh teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang sangat ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain (Wijaya, 1991:34).Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan makhluk hidup belajar Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandalan atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalanian. Dakir (2004:56). Sependapat dengan pernyataan tersebut (Depdiknas, 2003:34) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Wingkel, 2005:120).Secara sederhana guru-guru pada umumnya mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana, pengaturan isi dan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam hal tersebut, kurikulum minimal menyangkut tiga hal yaitu: a) Persoalan rencana atau program pendidikan dan pengajaran. b) Persoalan pengaturan isi dan bahan ajar pada setiap jenjang pendidikan. c) Pedoman atau cara dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Alexander yang dikutip oleh Gagne (2003:10), kurikulum meliputi segala pengalaman yang disajikan oleh sekolah agar anak mencapai tujuan yang ditentukan oleh guru. Tujuan ini akan dicapai melalui berbagai pengalaman, baik pengalaman disekolah maupun diluar sekolah.Menurut Gagne (2003:20), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dan suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sedangkan menurut (Depdikbud, 2004:17) kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekspresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.Kurikulum 2004 adalah kurikulum yang diberlakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada Tahun 2004 yaitu kurikulum yang menggantikan kurikulum 1994. Kurikulum 2004 dikembangkan berdasarkan konsep kompetensi. Oleh karena itu, pada awalnya dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak dilakukan secara terus-menerus dan konsisten melalui proses pembelajaran yang memungkinkan seseorang menjadi kompeten. Dalam anti orang tersebut telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Depdikbud, 2004:19). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Kurikulum 2004 adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan sekolah.Perubahan kurikulum yang berlangsung saat ini adalah kurikulum yang berbasis kompetensi yang diadopsi secara inklusif dalam kurikulum 2004, sebagaimana Pendapat Mulyasa (2007:62) bahwa: Berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi (competency based curiculum) yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan. Dalam kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) terdapat rumusan kompetensi. Kompetensi merupakan pemyataan yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan oleh siswa pada setiap kelas dan tingkat sekolah. Selain itu kompetensi tersebut merupakan gambaran kemajuan siswa selama mengikuti pembelajaran yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan sehingga menjadi kompeten. Menurut Mohammad (2004:8), kurikulum adalah sejumlah pengalaman belajar yang dirancang di bawah tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Sudrajat (2007:54), kurikulum adalah suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis, dan kurikulum itu akan menghasilkan suatu proses yang akan terjadi seluruhnya di sekolah. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang pada berbagai jenjang sekolah, termasuk dalam hal ini di Sekolah Menengah Atas. Penyusunan mata pelajaran ini berdasarkan atas kebutuhan kurikulum nasional yang berorientasi pada kepentingan bangsa dimana semua siswa sebagai warga negara perlu dibangun jiwa raganya supaya sehat jasmaninya dalam menghadapi kehidupannya. Perubahan kurikulum yang berlangsung saat ini adalah kurikulum yang berbasis kompetensi yang diadopsi secara inklusif dalam kurikulum 2004 (Harsuki:2002:34).Selanjutnya (Depdiknas, 2003:1) menjelaskan bahwa kurikulum 2004 menyajikan sepuluh prinsip pembelajaran dan dua belas motivasi belajar yang dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi siswa secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, kebutuhan siswa, keadaan sekolah dan tuntutan kehidupan pada masa depan. Prinsip pembelajaran dan motivasi belajar tersebut diharapkan dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan gagasan tentang strategi mengajar dan menyusun perencanaan pembelajaran.Dalam kurikulum tahun 2004, mata pelajaran pendidikan jasmani memiliki tujuan sebagai berikut:1. Mampu mempertahankan dan meningkatkan tingkat kebugaran jasmani yang baik, serta mampu mendesain program latihan kebugaran yang aman sesuai dengan kaidah latihan.2. Menunjukkan kompetensi untuk melakukan gerakan efesien, memiliki keterampilan teknis dan taktis serta pengetahuan yang memadai untuk melakukan berbagai jenis aktivitas olahraga.3. Mendemontrasikan gaya hidup aktif dan gemar melakukan aktivitas jasmani secara reguler.4. Menghormati hubungan dengan orang lain karena berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, menghargai kegiatan olahraga yang mengarah pada pemahaman universal dan multi budaya dan memiliki kegembiraan karena beraktivitas jasmani secara regular (Depdiknas, 2004:34).Tujuan PembelajaranSalah satu sumbangan terbesar dan aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Mulyasa (2007:35).Merujuk pada tulisan Uno berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington dalam Hamalik (2005:57) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Hamalik (2005:58) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan agar tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, menurut standar proses pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran agar mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar mengajar dan hasil akhir belajar pada suatu kompetensi dasar.Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal mi mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan). Mulyasa (2007:45).Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Hamalik (2005:78) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dan tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No.41 tahun 2007 tentang standar proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Sementara itu, menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektivitas belajar siswa. Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang didalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran (Mulyasa, 2007:89).Efektivitas PembelajaranEfektivitas merupakan definisi dari kata efektif yang dalam bahasa Inggris effective didefinisikan producing a desired or intended result (Concise Oxford Dictionary, 2001) atau producing the result that is wanted or intended dan definisi sederhananya coming into use (Oxford Learners Pocket Dictionary, 2003 : 138). (KBBI, 2002:584) mendefinisikan efektif dengan ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan) dan efektivitas diartikan keadaan berpengaruh; hal berkesan atau keberhasilan (usaha, tindakan).Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasaan pengguna/client. Steers (1985:176) menyatakan sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan.Pernyataan Steers diatas menunjukkan bahwa efektivitas tidak hanya berorientasi pada tujuan melainkan berorientasi juga pada proses dalam mencapai tujuan. Definisi ini diterapkan dalam pembelajaran, efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik.Dalam ranah kajian perilaku organisasi, Neil (2007:98) mengemukakan tiga pendekatan dalam memahami efektivitas. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan tujuan (the goal optimization approach), pendekatan sistem (sistem theory approach), dan pendekatan kepuasan partisipasi (participant satisfaction model).1. Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai. Dengan kata lain, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas (Neil, 2007:98).2. Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.3. Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Selain itu, motif individu dalam suatu organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas partisipasi. Sehingga, kepuasan individu menjadi hal yang penting dalam mengukur efektivitas organisasi. Neil (2007:99)Tiga pendekatan dalam menilai efektivitas organisasi di atas, bisa ditarik kesimpulan berkenaan dengan efektivitas pembelajaran bahwa efektivitas suatu program pembelajaran berkenaan dengan masalah pencapaian tujuan pembelajaran, fungsi dan unsur-unsur pembelajaran, serta tingkat kepuasan dan individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran.Perencanaan PembelajaranLandasan RPP adalah PP No 19 Tahun 2005 pasal 20: Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang membuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.Suatu kegiatan awal untuk mengajar adalah mampu menyusun Rancangan pembelajaran (instructional design). Ada beberapa petunjuk yang dapat diketahui dari rancangan pembelajaran (instructional design) diantaranya ialah: Penguasaan materi pembelajaran, Analisis materi pelajaran, menunjukkan Program tahunan dan caturwulan, Program satuan pelajaran/persiapan mengajar, dan Rencana pembelajaran. Rancangan pembelajaran ini dirumuskan ke dalam suatu format perencanaan yang disebut dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disingkat dengan RPP.Pengertian RPP menurut Usman (2007:67) adalah persiapan guru mengajar untuk tiap pertemuan. Adapun Komponen utama dalam menyusun RPP adalah: Tujuan pembelajaran (kompetensi dasar dan standar kompetensi), Materi pelajaran, Kegiatan pembelajaran, dan Alat penilaian proses. Menurut Surya (2004:45) guru sebagai perancang pembelajaran dituntut berperan aktif dalam merencanakan PBM dengan memperhatikan berbagai komponen dalam sistem pembelajaran yang meliputi:Membuat dan merumuskan indikator pembelajaranMenyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan siswa, komprehensif, sistematis, dan fungsional efektif.Merancang metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa.Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran.Media, dalam hal ini guru berperan sebagai mediator dengan memperhatikan relevansi (seperti juga materi), efektif dan efisien, kesesuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis.RPP sebagai landasan untuk menuntun guru melaksanakan pembelajaran mengharuskan guru merumuskannya sebelum pembelajaran dimulai. Pembelajaran olahraga yang menekankan pada gerak dan praktek sederhana membuat RPP olahraga sedikit berbeda. RPP Penjas menunjukkan suatu tahapan kegiatan yang tidak terlepas dari apa yang akan dilakukan siswa dalam memahami pembelajaran olahraga. Kegiatan pembelajaran Olahraga seperti melakukan warming up, melakukan teknik-teknik sederhana, dimana hal ini dapat membantu siswa untuk belajar mandiri.Rencana yang merumuskan kegiatan pembelajaran Olahraga menunjukkan persiapan guru untuk membimbing dan memfasilitasi siswa dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, rencana pembelajaran Olahraga harus memunculkan aspek Psikomotoris sebagai landasan dalam mempelajari konsep-konsep Olahraga. Konsep olahraga harus dipahami siswa sebagai suatu kegiatan melalui proses dan tahapan dalam pembelajarannya Usman (2007:68).Pengertian Tolak PeluruTolak peluru diadakan sebagai nomor terpisah untuk putra dan putri dan juga sebagai bagian dari dasar lomba dan saptalomba. Selama bertahun-tahun nomor ini telah didominasi oleh atlet yang bertubuh besar dan kuat. Menurut Delite (2009:04). Kemajuan terbesar dalam teknik tolak peluru terjadi pada tahun 1950, ketika Parry OBrien memulai tolakannya menghadap bagian belakang ring. Metode ini yang kemudian dikenal sebagai teknik OBrien atau lebih dikenal dengan teknik meluncur, yang digunakan oleh mayoritas atlet tolak peluru.Teknik yang mendapat popularitas adalah teknik berputar, yang menggunakan putaran seperti lempar cakram melintasi ring tolak peluru, bukan bergerak ke belakang atau meluncur yang mencirikan teknik OBrien. Kedua teknik ini sama-sama mencapai keberhasilan. Teknik berputar lebih sulit untuk dikuasai daripada teknik meluncur karena teknik ini harus dilakukan dalam batasan ring tolak peluru (dengan diameter 2.135 meter atau 7 kaki) dan karena gerakan berputar membuat control peluru menjadi lebih sulit (Delite, 2009:05). Tolak peluru adalah salah satu nomor lempar pada cabang olahraga atletik. Sesuai dengan namanya maka peluru tidak dilempar akan tetapi ditolak atau didorong, yaitu berupa dorongan dari bahu yang kuat disertai dengan gerak merentangkan tangan, pergelangan tangan tangan jari-jari yang terarah dengan tujuan agar didapat tolakan yang maksimal. Cara melakukan tolak peluru dengan didorong keluar dengan kecepatan maksimal dengan susut kira-kira 40 derajat. Jadi tekanannya adalah pada kecepatan gerak. Dan karena kaki adalah bahagian yang terkuat dari badan maka posisi untuk menolak harus menekan pada kaki (Depdiknas, 1985:4). Menurut Syarifudin (1992:144), Tolak peluru sebenarnya bukan di lempar dalam cabang olahraga atletik. Sesuai dengan peraturannya bahwa peluru itu harus di dorong atau di tolak dari bahu dengan satu tangan. Sedangkan menurut kosasih (1985:45) tolak peluru sebenarnya bukan di lempar tetapi di tolak, peluru yang di letakkan pada bahu agak dekat kemuka itu di tolak kedepan atas sampai tangan lurus dengan bantuan dari seluruh badan. Jadi pengertian tolak peluru adalah suatau bentuk gerakan menolak atau mendorong suatu alat yang berbentuk bulat. Bola yang terbuat dari logam (besi, tembaga dan kuningan) atau kulit serba bahan metal yang keras dan di isi dengan tanah atau bahan lainnya, yang dilakukan dari bahu dengan satu lengan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya.Tolak peluru diadakan sebagai nomor terpisah untuk putra dan putri dan juga sebagai bagian dari dasa lomba dan sapta lomba. Selama ber-tahun-tahun, nomor ini telah didominasi oleh atlet yang bertubuh besar dan kuat. Kemajuan terbesar dalam teknik tolak peluru terjadi pada tahun 1950, ketika Parry 0 Brien memulai tolakannya meng-hadap bagian belakang ring. Metode ini, yang dikenali sebagai teknik 0 Brien atau lebih dikenal dengan teknik meluncur, digunakan oleh mayoritas atlet tolak peluru (Carr, 2003:203).Teknik yang mendapat popularitas adalah teknik berputar, yang menggunakan putaran seperti lempar cakram melintasi ring tolak peluru, bukan bergerak ke belakang atau meluncur yang mencirikan teknik 0 Brien. Kedua teknik sama-sama mencapai keberhasilan. Teknik berputar lebih sulit untuk dikuasai daripada teknik meluncur, karena teknik berputar harus dilakukan dalam batasan ring tolak peluru (dengan diameter 2.135 meter^atau 7 kaki) dan karena gerakan berputar membuat kontrol peluru menjadi lebih sulit (Carr, 2003:203). Pertama ajarkan teknik meluncur pada pemula. Setelah atlet remaja secara serius melatih teknik ini dan dapat melakukan footwork untuk lempar cakram, atlet dapat mencoba teknik berputar. Teknik Tolak PeluruTeknik tolak peluru adalah sutau metode tolak (dorong atau serong) dengan satu tangan, ada terdapat beberapa teknik dalam tolak peluru diantaranya cara memegang peluru, meluncur dan menolak. Seperti telah dikemukakan, bahwa dalan melakukan tolak peluru gaya menyamping. Pada waktu mengambil awalan akan melakukan suatu tolakan. Gaya menyamping adalah suatu caramelakukan gerakan menolak, mulai dari sikap permulaan sampai dengan gerakan kedepan untuk menolak peluru keaan badan menyamping arah tolakan. Gaya tolakan tersebut adalah gaya yang pertama kali dipergunakan oleh atlet dalam perlombaan tolak peluru. Namun sampai sekarang pun masih ada yang mempergukan, terutama para atlet pemula. Oleh karena itu gaya tersebut sering dikatakan dengan gaya zaman dulu atau kuno (Ortodok).a) Cara memengang peluru : Jari-jari di renggangkan sementara jari kelingking agak ditekuk dan berada di samping peluru, sedangkan ibu jari dalam sikap sewajarnya. Jari-jari merapat di belakang peluru dan ibu jari agak di buka ke samping dan jari kelingking di samping belakang peluru. Seperti cara di atas, hanya saja sikap jari-jari lebih direnggangkan lagi, sedangkan letak jari kelingking juga berada di belakang peluru.b) Cara meletakkan peluru di leher. Cara meletakkan peluru di leher. Ambil peluru dan peganglah dengan memilih salah satu jenis pegangan. Letakkan di leher bahagian samping-kanan depan dengan telapak tangan menghadap keatas, untuk meyakinkan letakkan ibu jari di atas tulang selangka, angkat siku sejajar dengan bahu, miringkan kepala kearah peluru, sikap ini membantu mengokohkan posisi peluru di leher. Suherman (2001 : 190).c) Cara meluncur (Glide), Terdapat dua gaya meluncur dalam tolak peluru, di antaranya : meluncur dengan gerakan menggeser kaki ke samping atau di kenak dengan gaya menyamping (Orthodox), dan meluncur dengan gerakan menggeser kaki ke belakang arah lemparan. Suherman (2001 : 191)2.7.1 Teknik tolak peluru gaya menyamping (Orthodox)Fase permulaan adalah atlet mengambil posisi dengan badan menyamping kearah kanan daerah lemparan, kedua tungkai di buka selebar bahu, peluru di pegang dengan tangan kanan dan berada di arah belakang lemparan, berat badan di arah tungkai kanan. Tekuklah tungkai kanan perlahan sehingga badan turun merendah, sambil tungkai kiri dilipat dan ditarik mendekat kearah kaki kanan, kaki kiri berada mengantung di belakang tungkai kanan dengan ujung jari kaki menghadap ke bawah. Sekarang kedua tungkai dalam keadaan tertekuk dan badan menjadi lebih rendah. Meluncur adalah tungkai kanan mulai diluruskan melalui hentakan yang kuat pada telapak kaki, sambil tungkai kiri di tendangkan kearah balok stop. Kaki kanan meninggalkan lantai dan dengan cepat di tarik ke posisi bawah badan di titik pusat lingkaran sambil kaki kiri hampir dengan serentak menjangkau lantai di dekat ke balok stop dan sedikit kearah kearah kaki kiri lemparan. Kedua kaki mendarat dengan telapak kaki, badan membungkuk dan kedua bahu menghadap serong kanan belakang dan berat badan di pusatkan di tungkai kanan. Fase akhir adalah di mulai dengan pemutaran kaki kanan dan lutut kedepan di lanjutkan dengan pelurusan kedua tungkai, pinggul di geser menyamping, berat badan berada di antara kedua kaki. Bahu kiri di buka kedepan sedangkan bahu kanan di angkat dan di putar kekanan : badan di bawa keatas sedikit membusur, gerakan itu didahului oleh gerakan putaran bahagian bawah badan. Tolakan adalah bahu dan lengan kanan mendorong peluru kedepan dan bahu kekiri meneruskan gerakannya kedepan sejauh mungkin (tidak digerakan terus kebelakang). Tolakan diselesaikan ketika bertumpu di tungkai kiri yang dalam keadaan lurus sambil lengan member dorongan terakhir pada peluru. Di sini kemudian segera yang bersangkutan menghentikan lajunya badan kedepan melalui gerakan kaki, yakni tungkai kiri bergerak kebelakang dan tungkai kanan bergerak kedepan, sementara berat badan di pindahkan ketungkai kanan dan badan diturunkan, tolak peluru yang baik adalah berkisar 400 - 430 (Suherman, 2001:192).2.7.2 Teknik tolak peluru gaya membelakangi arah lemparan (obrien)Fase permulaan adalah atlet mengambil posisi dengan punggung membelakangi arah daerah lemparan dan berat badan berada diatas tungkai kanan. Sambil meredahkan badan, angkatlah tumit dari tungkai penompang, sementara tungkai belakang di angkat sedikit kebelakang atas. Selanjutnya, tekuklah segera tungkai penompang hingga kedua tungkai tertekuk dan posisi badan menjadi lebih rendah dan membungkuk kedepan.Meluncur adalah luruskan tungkai kanan dengan cara menokan atau mehentakkan telapak kaki dan tumit kelantai, dan bersamaan dengan gerakan ini, tungkai kiri ditendang dengan kuat kearah balok stop : pergerakan persendian diatas dapat mempertahankan suatu keseimbangan tubuh, yang menandai suatu luncuran. Kaki kanan meninggalkan lantai, seraya dengan cepat ditarik keposisi bawah badan, tepat dititik pusat lingkaran, sambil tungkai kiri hampir serentak menjangkau lantai dekat kearah balok stop, dan sedikit kearah kiri garis lemparan. Kedua kaki mendarat dengan telapak kaki, sementara badan tetap membungkuk, sambil kedua bahu dan kepala tetap menghadap kedepan, atau membelakangi arah sektor lemparan. Sementara itu, titik berat badan dipusatkan ditungkai kanan.Fase akhir adalah di mulai dengan pemutaran kaki kanan lutut kedepan, dan dilanjutkan dengan pelurusan kedua tiungkai. Pinggul digeser menyamping, berat badan berada diantara kedua kaki. Bahu kiri dibuka kedepan dan bahu kanan diangkat dan diputar kekiri badan dibawa keatas sedikit membusur, dan gerakan ini didahului oleh gerakan putaran bahagian bawah badan.Tolakan sementara itu bahu dan lengan kanan mendorong peluru ke depan dan bahu kiri meneruskan gerakannya ke depan sejauh mungkin (tidak digerakan terus kebelakang). Tolakan diselesaikan ketika bertumpu di tungkai kiri yang dalam keadaan lurus sambil lengan memberi dorongan terakhir pada peluru : pada saat ini kemudian segera pelempar menghentikan lajunya badan kedepan melalui pergantian kaki, tungkai kiri bergerak ke belakang dan tungkai kanan bergerak ke depan, berat badan dipindahkan ke tungkai kanan dan bahu di turunkan kearah bawah, tolak peluru yang baik adalah berkisar 400 430 (Suherman, 2001:194).BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianSuatu penelitian yang tertuju pada masalah yang timbul pada masa sekarang ini dinamakan penelitian deskriptif, Arikunto (2010:126) mengatakan Penelitian diskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Penelitian ini untuk mengetahui adanya sebab akibat yang ditimbulkan melalui pengumpulan data dan pengolahan data yang didasarkan oleh hasil tes yang dilakukan. Jadi jelas bahwa penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif artinya penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan tolak peluru pada siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014.3.2 Rancangan Penelitian28Berdasarkan prosedur penelitian dan untuk lebih sistematisnya dalam penentuan langkah-langkah penelitian sehingga memudahkan dalam memahami bagaimana penelitian ini dilaksanakan, maka perlu dibuat suatu rancangan penelitian yang dapat memberikan gambaran tentang pelaksanaan penelitian. Dalam hal ini Arikunto (2010:41) mengatakan bahwa: Rancangan penelitian atau desain penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancer-ancer kegiatan yang dilaksanakan. Dilihat dari tingkat eksplanasinya penelitian yang dirancang tergolong penelitian deskriptif yaitu suatu metode yang ingin mengungkapkan, mengembangkan dan menafsirkan data, peristiwa, kejadian-kejadian dan gejala-gejala fenomena-fenomena yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014.3.3 Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:115) yaitu Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014 yang berjumlah 156 orang.Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian, hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1996:117) bahwa: Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 31 orang siswa diambil dari 20% jumlah populasi. Proses pengambilan data dilakukan dengan cara Random Sampling.Teknik Pengumpulan DataProses Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa test lapangan. Adapun tehnik pengumpulan data di lapangan adalah tes kemampuan tolak peluru pada siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014. Untuk memperoleh data yang sesuai dan akurat. Sampel di berikan kesempatan untuk melakukan tolak peluru sebanyak 3 kali tolakan, dan tolakan yang terjauh yang di ambil untuk data.Teknik Analisis DataUntuk mengetahui kemampuan tolak peluru siswa SMA Negeri 2 Seulimeum Kabupaten Aceh Besar Tahun Ajaran 2014, maka data yang diperoleh dari hasil pengukuran diolah dengan menggunakan rumus statistik. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah :3.5.1 Perhitungan Nilai Rata-rataTeknik pengolahan data dalam penelitian ini dengan mencari nilai rata-rata (mean) dengan mempergunakan rumus Nurhasan (2006:4.6) sebagai berikut :Keterangan: = Mean atau rata-rata yang dicari X = Jumlah score X N= Jumlah Sampel 3.5.2 Perhitungan Persentase dengan menggunakan rumus persentase oleh Hadi (1982:65) sebagai berikut:Keterangan P= PersentaseF= FrekuensiN= Jumlah100%= Bilangan tetapDAFTAR PUSTAKAAmir, Nyak. 2005. Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, Konsep Praktik. Banda Aceh: Syiah Kuala.Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : PT. Rineka Cipta, .......... 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rinneka Cipta.Bompa, Tudor. 1994. Theory and Methodology of Training, The Key to Atletic Performance. Kendall/ Hant: Departement of Phisycal Education York University. Canada: Ontario.Depdikbud. 2004. Teori Pelatih Mengajar Olahraga. Jakarta : P2LPTK.Depdiknas. 2003. Undang-Undang R.I Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.Car, Gerry A. 2003. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hadi, S. 1982. Metodelogi Research. Yogyakarta : Fakultas Fisiologi UGM.Hamalik, Oemar. 2005. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung : Tarsito.Harsuki. 2002. Perkembangan Olahraga Terkini Kajian Para Pakar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.Jerver, J. 1986. Belajar dan Berlatih Atletik untuk Coach Atlet, Guru Olahraga dan Umum. Bandung : Pioner Jaya.Kosasih. 1985. Olahraga Terkini dan Program Latihan, Yogyakarta : Akademika Prssindo.Mohammad. 2004. Belajar Belatih Gerak-Gerak Dasar Atletik dalam Bermain. Jakarta : Raja Grafindo Persada.Mulyasa. 2007. Kurikulum KTSP. Bandung : Rinneka Cipta Mutohir, Toho Cholik. 1992. Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Jasmani. Bandung : Remaja Rosdakarya.Nurhasan. 2006. Penilaian Pembelajaran Penjaskes. Jakarta : Universitas Terbuka31Soegianto. 1991. Pendidikan Atletik. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Sudrajat, Ahkmad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.Suherman dkk. 2001. Pendekatan dan Permainan. Jakaeta : PT Aksara. Sumosardjuno, Sadoso. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta: PT. Gramedia.Surya. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.Usman, Moh Uzer. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosada Karya.Wardani dkk. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Universitas Terbuka.Wijaya, Cece. 1991. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.Wingkel, WS. 2005. Psikologi Pengajaran, Yogyakarta : Gramedia