Proposal Putry Miranty

120
1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SETTING KOOPERATIF (RESIK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTSN DANGUNG-DANGUNG PROPOSAL Diajukan untuk memenuhi tugas MP3M Oleh: MIRANTI PUTRI NIM: 2411.012 PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BUKITTINGGI 2013

Transcript of Proposal Putry Miranty

Page 1: Proposal Putry Miranty

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SETTING KOOPERATIF (RESIK) DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA DI MTSN DANGUNG-DANGUNG

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi tugas MP3M

Oleh:MIRANTI PUTRINIM: 2411.012

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)BUKITTINGGI

2013

Page 2: Proposal Putry Miranty

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu dasar dalam pendidikan dan telah

dijadikan sebagai mata pelajaran wajib sejak bangku sekolah dasar sampai

menengah. Untuk dapat menjalani pendidikan dengan baik dan lancar selama

di bangku sekolah, penguasaan matematika yang baik bagi peserta didik

adalah sesuatu yang semestinya dilakukan.

Cornelius dalam Mulyono Abdurrahman mengemukakan bahwa, ada

lima alasan perlunya belajar matematika, karena matematika merupakan:

1. Sarana berpikir yang jelas dan logis2. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman4. Sarana untuk mengembangkan kreatifitas5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pekembangan

budaya.1

Mengingat pentingnya matematika di sekolah, maka pemerintah telah

melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu dan sistem pengajaran

matematika, diantaranya meningkatkan kualitas guru, melengkapi sarana dan

prasarana pendidikan matematika serta menyempurnakan kurikulum.

Upaya pemerintah dalam penyempurnaan dan pengembangan

kurikulum salah satunya adalah diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh

1 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 253

1

Page 3: Proposal Putry Miranty

3

pemerintah agar membawa perbaikan di dunia pendidikan. Seperti halnya

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dalam KTSP kegiatan pembelajaran

merupakan kegiatan aktif bagi peserta didik dalam membangun makna atau

pemahaman suatu konsep, sehingga dalam proses pembelajaran tersebut

peserta didik merupakan pusat kegiatan atau pelaku utama sedangkan guru

hanya sebagai fasilitator atau motivator.

Pembelajaran matematika seperti pada fenomena di atas masih belum

dapat melibatkan siswa secara aktif di dalam menemukan konsep-konsep

matematika itu sendiri. Hudoyo mengatakan bahwa: “Belajar matematika

berarti belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat

dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep

dan struktur-struktur tersebut”.2 Oleh karena itu, pembelajaran matematika

yang diberikan harus lebih bermakna agar siswa tidak kesulitan memahami

konsep-konsep matematika dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata

siswa.

Selama ini dalam proses pembelajaran, sebagian besar pengetahuan

yang diperoleh dari guru hanya diterima secara pasif oleh siswa, sehingga

menjadikan matematika tidak bermakna bagi mereka. Dengan demikian,

dalam proses pembelajaran siswa diharapkan harus aktif menggali

pengetahuannya. Siswa harus aktif berkreasi (untuk mendapatkan)

pengetahuan yang ingin dimilikinya. Disamping itu, peran guru selain

mentransfer ilmu pengetahuan, juga diharapkan dapat menciptakan kondisi

2 Herman Hudoyo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Malang: UNM, 2003), h. 123

Page 4: Proposal Putry Miranty

4

belajar yang kondusif serta merencanakan jalannya proses pembelajaran

yang representatif secara realistik bagi siswa dalam memperoleh pengalaman-

pengalaman belajar yang optimal.

Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi

siswa apabila dalam penyampaian materi, guru menghadirkan masalah-

masalah yang kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah yang sudah

dikenal dan dekat dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa. Masalah

kontekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika

dalam membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap konsep yang

dipelajari. Masalah kontekstual ini dapat digali dari situasi personal siswa,

dan situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, serta situasi

yang berkaitan dengan sekolah dan masyarakat.

Kesulitan dalam memahami matematika dewasa ini terutama

disebabkan oleh karena matematika banyak menggunakan sesuatu yang

abstrak, metode dan strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran

kurang bervariasi, serta materi yang disajikan hanya berdasarkan teori yang

ada di dalam buku saja. Hal ini mengakibatkan motivasi siswa untuk belajar

rendah, sehingga pada akhirnya berimbas pada rendahnya hasil belajar

matematika yang diperoleh siswa.

Fenomena di atas, juga peneliti jumpai pada MTsN Dangung-dangung

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan salah seorang

guru matematika yang mengajar di kelas VIII MTsN Dangung-dangung,

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang berlangsung di

Page 5: Proposal Putry Miranty

5

MTsN Dangung-dangung telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), tetapi dalam pelaksanaannya tujuan KTSP itu belum

tercapai sebagaimana mestinya.

Berdasarkan hasil observasi tersebut, dalam proses pembelajaran

peran guru masih dominan atau disebut juga proses pembelajaran berpusat

pada guru, sementara siswa hanya mendengar, memperhatikan, mencatat dan

mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan guru. Selain itu, siswa lebih

suka menunggu pelajaran atau konsep yang diberikan oleh guru dari pada

menemukan sendiri konsep tersebut. Siswa juga lebih suka menghafal

rumus-rumus yang diberikan karena siswa tidak terbiasa menemukan rumus-

rumus yang diberikan oleh guru. Hal tersebut terjadi disebabkan karena dalam

proses pembelajaran guru kurang mengaitkan materi pelajaran dengan

masalah-masalah kontekstual yang erat dengan kehidupan nyata siswa,

sehingga matematika bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa.

Fenomena di atas menyebabkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar

matematika yang diperoleh oleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian

Mid semester genap matematika siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung

yang masih banyak mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan

Minimun (KKM) yang ditetapkan yaitu 65, sebagaimana yang terlihat pada

Tabel 1:

Tabel 1. Persentase Nilai Ujian Mid Semester Genap Matematika Siswa Kelas VIII Tahun Pelajaran 2013/2014

No KelasJumlah Siswa

Penyebaran Nilai Siswa (%)< 65 ≥ 65

1 VIII.1 26 22 84.62 4 15.382 VIII.2 28 20 71.43 8 28.57

Page 6: Proposal Putry Miranty

6

3 VIII.3 28 18 64.29 10 35.714 VIII.4 29 22 75.86 7 24.14

Sumber : Guru Matematika MTsN Dangung-dangung

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase siswa yang tuntas lebih

kecil dibandingkan dengan yang tidak tuntas pada tiap kelasnya. Untuk

mengatasi masalah di atas dan mewujudkan tujuan KTSP, maka perlu

dilakukan inovasi agar siswa lebih banyak menemukan dan membangun

konsep-konsep sehingga tidak mudah lupa akan pelajaran matematika. Guru

diharapkan mampu mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan

imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran

divergen, orisinal, serta rasa ingin tahu pada siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengaktifkan siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa adalah model

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil yang berjumlah 4 sampai 5 orang secara kolaboratif sehingga dapat

merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.3

Model pembelajaran kooperatif bukan hanya untuk meningkatkan

hasil belajar siswa, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

dan keterampilan sosial. Hal ini sesuai dengan yang disarankan Marpaung

bahwa perlu dikembangkan model pembelajaran matematika berdasarkan

konstruksi psikologis dan konstruksi sosiologis.4 Untuk itu model

3 Isjoni, Cooperatif Learning - Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 15

4 Marpaung, “Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah..” Makalah. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di USD Yogyakarta, Yogyakarta, 27-28 Maret 2003.

Page 7: Proposal Putry Miranty

7

pembelajaran kooperatif yang dikolaborasikan dengan pendekatan

pembelajaran matematika realistik yang dapat disingkat menjadi RESIK

(Realistik Setting Kooperatif) adalah suatu model pembelajaran yang

sepantasnya untuk diterapkan. Model pembelajaran RESIK disamping dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi dan keterampilan sosial siswa, namun

juga dapat melatih siswa mencari solusi dari permasalahan kontekstual

matematika yang diberikan.

Dari uraian latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang menggunakan model RESIK dalam pembelajaran

matematika pada MTsN Dangung-dangung dengan judul ”Penerapan Model

pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif (RESIK) dalam

Pembelajaran Matematika di MTsN Dangung-dangung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan cenderung terpusat kepada guru

(teacher oriented) sehingga aktivitas siswa kurang.

2. Strategi pembelajaran yang digunakan guru cenderung monoton

sehingga minat dan motivasi siswa dalam belajar matematika rendah.

3. Guru kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan masalah-masalah

kontekstual.

Page 8: Proposal Putry Miranty

8

4. Siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep

matematika sehingga hasil belajar matematika siswa masih rendah dan

belum mencapai KKM.

C. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, biaya serta referensi yang

mendukung, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal

berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan cenderung terpusat kepada guru

(teacher oriented) sehingga aktivitas siswa kurang.

2. Siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep

matematika sehingga hasil belajar matematika siswa relatif rendah atau

belum mencapai KKM.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana aktivitas siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung dalam

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

RESIK?

2. Apakah hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model

pembelajaran RESIK lebih baik dari hasil belajar matematika siswa

Page 9: Proposal Putry Miranty

9

dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII MTsN Dangung-

dangung?

E. Asumsi

Ada beberapa asumsi dasar yang menjadi landasan pemikiran dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Siswa memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti proses

pembelajaran

2. Guru mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan model RESIK

3. Hasil tes yang dilaksanakan pada akhir penelitian merupakan gambaran

tentang hasil belajar matematika siswa.

F. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran RESIK lebih

baik dari pada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas VIII MTsN

Dangung-dangung.

G. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang peneliti utarakan adalah bagaimana

aktivitas siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung selama dalam proses

pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran RESIK?

Page 10: Proposal Putry Miranty

10

H. Definisi Operasional

Judul penelitian ini adalah ”Penerapan Model pembelajaran

Matematika Realistik Setting Kooperatif (RESIK) dalam Pembelajaran

Matematika Siswa Kelas VIII di MTsN Dangung-dangung”. Untuk

menghindari kesalahan dalam memahami variabel ini maka peneliti mencoba

menjelaskan istilah-istilah berikut:

Model Pembelajaran RESIK adalah model pembelajaran yang

menekankan pada masalah-masalah yang kontekstual atau erat dengan realita

kehidupan siswa dan dalam membangun pengetahuannya siswa dapat bekerja

sama dengan siswa yang lain secara berkelompok.

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berorientasi

pada guru dimana siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru

tanpa ada usaha untuk mencari dan menggali informasi tersebut.

Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu rangkaian

kegiatan pembelajaran yang dimulai dengan orientasi dan penyajian materi

dengan menggunakan metode ekspositori, dilanjutkan dengan pemberian

contoh soal yang diberikan oleh guru, kemudian diadakan tanya jawab, dan

terakhir guru memberikan latihan dan tugas terkait dengan materi pelajaran.

Aktivitas pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan seseorang

selama proses pembelajaran. Aktivitas yang dimaksud adalah kegiatan yang

dilakukan siswa atau peserta didik secara individu atau kelompok untuk

Page 11: Proposal Putry Miranty

11

menyelesaikan serta mendiskusikan suatu permasalahan matematika atau

untuk menemukan konsep matematika yang mencakup keterampilan dasar.

Hasil belajar adalah gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi

suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”.5

Hasil belajar yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah nilai yang

diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang menggunakan

model pembelajaran RESIK dan nilai tersebut diperoleh melalui tes akhir.

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran isinya yang mencakup

materi dalam bentuk isian yang tidak lengkap dan contoh-contoh soal yang

disajikan dalam bentuk tugas dan pertanyaan yang harus diselesaikan siswa

dengan kelompoknya. LKS yang dimaksud dalam dalam model pembelajaran

RESIK ini adalah LKS yang berisikan masalah-masalah kontekstual yang

harus diselesaikan oleh siswa sehingga siswa lebih mudah dalam memahami

konsep pelajaran matematika.

I. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa selama proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RESIK.

2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dengan

penerapan model pembelajaran RESIK lebih baik dari hasil belajar

5 Wina Sanjaya, Srtategi Pembalajaran Berorientasi Proses Pendidikan, (Jakatra: Rineka Cipta, 2008), h. 27

Page 12: Proposal Putry Miranty

12

matematika siswa dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII

MTsN Dangung-dangung.

J. Manfaat Penelitian

Dari penelitian diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan

aktifitas siswa dalam proses pembelajaran, sehingga diperoleh hasil

belajar yang baik.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan bagi guru dalam upaya untuk

meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran

matematika.

3. Bagi Sekolah

Hasil yang dicapai dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran

dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan

matematika di sekolah pada masa yang akan datang.

4. Bagi Peneliti

Sebagai pengetahuan dan wawasan bagi peneliti sebagai calon

guru matematika yang nantinya dapat menerapkan dan

mengembangkan model pembelajaran ini setelah berada di lapangan.

Page 13: Proposal Putry Miranty

13

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Pembelajaran Matematika

Jika dilihat dari istilah pembelajaran matematika, maka terdapat

dua suku kata yang berbeda, yakni pembelajaran dan matematika.

Pembelajaran berasal dari kata belajar. Banyak diantara

para ahli yang berpendapat bahwa belajar merupakan

suatu proses perubahan, dimana perubahan tersebut

merupakan hasil dari pengalaman. Dengan pengembangan

teknologi informasi, belajar tidak hanya diartikan sebagai

suatu tindakan terpisah dari kehidupan manusia. Banyak

ilmuwan yang mengartikan belajar menurut sudut pandang

mereka. Beberapa definisi belajar sebagai suatu perubahan

menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

a. Nasution menyatakan bahwa, belajar adalah

”Perubahan-perubahan dalam sistem urat syaraf”.

Hilgard mengatakan bahwa, belajar adalah ”Proses

yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan

melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium

atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari

perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak

13

Page 14: Proposal Putry Miranty

14

termasuk latihan, misalnya perubahan karena

mabuk, minuman keras, ganja dan sebagainya bukan

termasuk hasil belajar”.6

b. Wittiq menyatakan bahwa, belajar adalah

”Perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam

segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu

organisme sebagai hasil pengalaman.” Skinner

mengartikan bahwa, belajar merupakan ”Suatu

proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang

berlangsung secara progresif.”7

Dari pendapat-pendapat ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan

tingkah laku pada diri orang yang belajar karena

pengalaman. Selain itu, dalam belajar ada proses

perubahan ke arah yang lebih baik, yang dapat ditunjukkan

dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,

penalaran, kecakapan, kebiasaan, serta aspek-aspek lain

yang ada pada diri individu yang sedang belajar, sebagai

contohnya adalah dari tidak dapat menjadi dapat, dari

tidak tahu menjadi tahu dan sebagainya begitu juga dalam

hal belajar matematika. Lebih lanjut, perubahan tersebut

relatif permanen, dalam arti tidak mudah hilang, dan

6 Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 34-357 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 64-65

Page 15: Proposal Putry Miranty

15

terjadi bukan semata-mata karena kematangan atau

pertumbuhan.

Schoenfeld dalam Hamzah mendefinisikan bahwa ”Belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Belajar matematika adalah suatu kegiatan yang berkenaan dengan penyeleksian himpunan-himpunan dari unsur matematika yang sederhana dan merupakan himpunan-himpunan baru, yang selanjutnya membentuk himpunan-himpunan baru yang lebih rumit. Demikian seterusnya, sehingga dalam belajar matematika harus dilakukan secara hierarkis. Dengan kata lain, belajar matematika pada tahap yang lebih tinggi, harus didasarkan pada tahap belajar yang lebih rendah”.8

Berdasarkan kutipan mengenai pengertian belajar matematika di

atas, dapat dipahami bahwa belajar matematika merupakan suatu tindakan

dalam membuat keputusan untuk memecahkan suatu permasalahan

matematika. Dimana, untuk memecahkan masalah dalam matematika

harus secara hierarkis, yaitu berdasarkan tahapan belajar.

Selain itu, Jerome Bruner mengatakan bahwa ”Belajar matematika

akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-

konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang

diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan

struktur-struktur.”9 Jadi, dapat dipahami bahwa siswa akan lebih mudah

memahami dan menguasai materi yang dipelajari dengan cara mengenal

konsep dan struktur yang dipelajari.

Selain belajar, juga dikenal istilah tentang pembelajaran. Menurut

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

8 Hamzah B Uno, Model Pembelajaran, (Gorontalo: Bumi Aksara, 2007), h.1309 Erman Suherman, Op. Cit, h. 43

Page 16: Proposal Putry Miranty

16

lingkungan belajar. Sedangkan menurut Ahmadi, pembelajaran adalah

“Proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan pelatihan, yang

artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku yang

menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap

aspek kehidupan.”10

Dalam proses pembelajaran siswa belajar sebagai peserta didik dan

guru bertindak sebagai tenaga pengajar yang mengelola sumber belajar,

guna memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Dalam interaksi yang

terjadi pada proses pembelajaran, siswalah yang dituntut untuk lebih aktif

bukanlah guru. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator,

sehingga pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran yang bisa

meningkatkan aktivitas siswa.

Agar proses pembelajaran dapat terwujud seperti apa yang

diinginkan maka pembelajaran harus lebih ditekankan pada upaya guru

untuk mendorong dan memfasilitasi siswa belajar. Dalam pembelajaran

siswa diharapkan lebih banyak berperan dalam mengkontruksi

pengetahuan bagi dirinya, begitu juga dalam pembelajaran matematika.

Menurut Erman Suherman, ”matematika hanyalah sebagai alat untuk

berpikir, fokus utama belajar matematika adalah memberdayakan siswa

untuk berpikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah

ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.”11

10 Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), h. 17 11Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 78

Page 17: Proposal Putry Miranty

17

Jadi dalam pembelajaran matematika terlihat bahwa siswa lebih

banyak berperan untuk membangun pengetahuannya. Guru hanya sebagai

motivator dan fasilitator bagi siswa dalam belajar. Agar interaksi siswa

dalam pembelajaran matematika dapat tercipta dan siswa dapat

mengkontruksi pengetahuan, guru perlu menerapkan model pembelajaran

yang tepat. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model

pembelajaran matematika realistik setting (RESIK).

2. Pentingnya Pembelajaran Matematika

Secara etimologi, matematika merupakan sebuah ilmu pengetahuan

yang diperoleh dengan nalar. Hal ini dimaksudkan bahwa matematika

lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan ilmu

lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen di samping

penalaran.

Kemudian Erman Suherman, dkk mengatakan bahwa matematika

merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat penting sekali untuk

kemajuan seseorang di dalam menjalani kehidupannya. Hal tersebut

disebabkan karena ilmu matematika memiliki peran sebagai berikut:

a. Ilmu deduktif,

b. Ilmu terstruktur,

c. Ratu dan pelayan ilmu.12

12 Erman Suherman, Strategi pembelajaran matematika kontemporer, (Bandung: Universitas Pendididikan Indonesia, 2003), h. 18-26

Page 18: Proposal Putry Miranty

18

Adapun penjelasan dari peran ilmu matematika tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Matematika sebagai ilmu deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, maka proses

pengerjaan matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak

menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi

harus berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun demikian untuk

membantu pemikiran, pada tahap-tahap permulaan seringkali

seseorang memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi

geometris.

Dalam matematika baik isi maupun metode mencari kebenaran

berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umum

lainnya. Metode mencari kebenaran yang dipakai oleh matematika

adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam adalah

metode induktif atau eksperimen. Namun dalam matematika mencari

kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi selanjutnya

generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan

secara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori, atau

dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan

secara deduktif.

b. Matematika sebagai ilmu terstruktur

Matematika mempelajari tentang keteraturan dan struktur yang

terorganisasikan. Hal itu dimulai dari unsur-unsur yang tidak

Page 19: Proposal Putry Miranty

19

terdefenisi ke aksioma atau postulat. Pada akhirnya teorema konsep

matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis dan sistematis

mulai dari paling yang sederhana sampai pada konsep yang paling

kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat

sebagai dasar untuk memahami konsep atau topik selanjutnya.

c. Matematika sebagai ratu dan pelayan

Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa

matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Dengan

perkataan lain banyak ilmu-ilmu yang penemuannya dan

pengembangannya bergantung dari matematika. Sebagai contoh

banyak teori-teori atau cabang-cabang ilmu lain seperti fisika dan

kimia yang dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya

tentang persamaan diferensial..

Dalam kedudukannya sebagai ratu ilmu pengetahuan, maka

tersirat bahwa matematika itu sebagai ilmu yang berfungsi untuk

melayani ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, matematika tumbuh

dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu serta dalam

waktu yang sama juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan

dalam pengembangan dan operasionalnya.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa matematika merupakan

sebuah ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dan dipelajari oleh

semua manusia dalam mengikuti perkembangan dan kemajuan dunia.

Mengingat pentingnya belajar matematika, maka mata pelajaran ini

Page 20: Proposal Putry Miranty

20

sudah diajarkan sejak tahap awal pendidikan, bahkan sebelum masuk

ke jenjang pendidikan, seperti Taman Kanak-kanak.

3. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem

pembelajaran. Tujuan matematika di sekolah mengacu kepada fungsi

matematika serta tujuan pendidikan nasional. Tujuan umum pembelajaran

matematika menurut Erman adalah “memberikan penekanan pada

penataan nalar dan pembentukan sikap serta memberikan penekanan pada

keterampilan dalam penerapan matematika”, sedangkan tujuan khusus

pembelajaran matematika dalam KTSP antara lain:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah.

d. Merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

e. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

f. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.13

Tujuan khusus dan umum pembelajaran matematika diatas

merupakan realisasi dari fungsi matematika baik sebagai alat, sebagai pola

13Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 2

Page 21: Proposal Putry Miranty

21

pikir, maupun sebagai ilmu. Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses

pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan sasaran yang ingin

dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika tersebut.

Karenanya sasaran pembelajaran matematika tersebut dianggap tercapai

bila siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan dibidang

matematika yang dipelajari.

B. Pembelajaran Matematika Realistik

1. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pertama kali diterapkan

di Belanda pada tahun 1971 dengan nama Realistic Mathematics

Education (RME). PMR adalah pembelajaran yang harus dimulai dengan

sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran

secara bermakna.14 Dalam PMR matematika dianggap sebagai aktivitas

insani (mathematics as human activities) dan harus dikaitkan dengan

realitas agar siswa dapat memahami matematika dengan mudah tanpa

harus menghafal angka-angka, rumus-rumus, dan teorema. Ini berarti

bahwa matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan

kehidupan realistis. Dengan dikaitkannnya pembelajaran dengan realita

atau lingkungan maka siswa akan mudah memahami pelajaran matematika

sehingga tujuan pembelajaran matematika tersebut tercapai.

14Sutarto Hadi, Pendidikan Matematika Realistik, (Banjarmasin: Tulip Banjarmasin, 2005), h.37

Page 22: Proposal Putry Miranty

22

Siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif akan tetapi harus

diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika

di bawah bimbingan guru.

2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Pada PMR siswa tidak dianggap sebagai gelas kosong yang harus

diisi dengan air. Melainkan siswa dipandang sebagai manusia yang

memiliki seperangkat pengetahuan pengalaman yang diperoleh melalui

interaksi dengan lingkungannya. Dalam PMR siswa dituntut aktif pada

proses pembelajaran, sebagaimana pribahasa Cina “saya dengar, maka

saya lupa, saya lihat, maka saya ingat, saya lakukan, maka saya mengerti”.

Oleh karena itu, guru harus menghindari pembelajaran dengan metode

ceramah tetapi guru harus dapat mendorong aktivitas siswa.

Treffers mengemukakan prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR) yang merupakan karakteristik pendidikan matematika

realistik itu sendiri adalah sebagai berikut:15

a. Prinsip kegiatan

Siswa harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam proses

pengembangan seluruh perangkat perkakas dan wawasan matematis

sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada masalah yang

memungkinkan ia membentuk bagian-bagian masalah tersebut dan

mengembangkan secara bertahap algoritma, misalnya cara mengalikan

dan membagi berdasarkan cara kerja nonformal.

15 Treffers, 1987, Pembelajaran Matematika Realistik, (Online), tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/MRE.pdf. Diakses: 9 november 2010.

Page 23: Proposal Putry Miranty

23

b. Prinsip nyata

Matematika realistik harus memungkinkan siswa dapat

menerapkan pemahaman matematika dan perkakas matematikanya

untuk memecahkan masalah. Siswa harus mempelajari matematika

sedemikian hingga bermanfaat dan dapat diterapkan untuk

memecahkan masalah sesungguhnya dalam kehidupan.

c. Prinsip bertahap

Belajar matematika artinya siswa harus melalui berbagai tahap

pemahaman, yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan informal

yang berhubungan dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap

melalui hubungan langsung dan pembuatan bagan. Kondisi untuk

sampai pada tahap berikutnya tercermin pada kemampuan yang

ditunjukkan pada kegiatan yang dilakukan. Kekuatan prinsip tahap ini

dapat membimbing pertumbuhan pemahaman matematika siswa dan

mengarahkan hubungan longitudinal dalam kurikulum matematika.

d. Prinsip saling menjalin

Prinsip saling menjalin ini ditemukan pada setiap jalur

matematika, misalnya antar topik-topik seperti kesadaran akan

bilangan, mental aritmatika, perkiraan (estimasi), dan algoritma.

e. Prinsip interaksi

Dalam matematika realistik belajar matematik dipandang

sebagai kegiatan sosial. Pendidikan harus dapat memberikan

kesempatan bagi para peserta didik untuk saling berbagi strategi.

Page 24: Proposal Putry Miranty

24

Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain dan

mendiskusikan temuan ini, siswa mendapatkan ide untuk memperbaiki

strateginya. Interaksi dipercaya dapat menghasilkan refleksi yang

memungkinkan siswa meraih tahap pemahaman yang lebih tinggi.

f. Prinsip bimbingan

Guru maupun program pendidikan mempunyai peranan

terpenting dalam mengarahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan.

Mereka mengendalikan proses pembelajaran yang lentur untuk

menunjukkan yang seharusnya dipelajari siswa, serta untuk

menghindari pemahaman semu melalui proses hafalan. Siswa

memerlukan kesempatan untuk membentuk wawasan dan perkakas

matematisnya sendiri, karena itu pengajar harus memberikan

lingkungan pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses

tersebut. Artinya mereka harus dapat meramalkan bila dan bagaimana

mereka dapat mengantisipasi pemahaman dan keterampilan siswa

untuk mengarahkannya mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

perbedaan kemampuan siswa harus diperhatikan, sehingga setiap

siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan

pengetahuannya dengan cara yang paling sesuai untuk mereka

masing-masing.

Sedangkan menurut Gravemeijer dalam Febriani prinsip-

prinsip PMR adalah sebagai berikut:

a. Guide Reinvetion/Progressive Mathematizing: melalui topik matematika yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan

Page 25: Proposal Putry Miranty

25

untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika. Hal ini dilakukan dengan cara: memasukkan sejarah matematika, memberikan soal-soal kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi (soal divergen), dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecahan yang sama, serta perancang rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri.

b. Didactical phenomenology: topik-topik yang diajarkan berasal dari fenomena sehari-hari. Topik ini dipilih dengan dua pertimbangan : (a) aplikasinya, (b) kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut.

c. Self-Development Models: siswa mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan masalah soal-soal konstekstual. Pada awalnya siswa akan menggunakan model pemecahan informal. Setelah terjadi interaksi dan diskusi di kelas, salah satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal.

Tiga prinsip di atas dapat dijabarkan menjadi lima karakteristik

pembelajaran matematika. Menurut Soedjadi PMR mempunyai

beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Menggunakan konteks “dunia nyata”, artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

b. Menggunakan model, artinya istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models), baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

c. Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

d. Interaktif, artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

e. Intertwin, artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Menurut PMR

Page 26: Proposal Putry Miranty

26

Apabila dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang telah dijelaskan di

atas maka langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah:

a. Bagaimana “guru” menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting point pembelajaran?

b. Bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing, dan menfasilitasi agar prosedur, algoritma, symbol, skema, dan model, yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal?

c. Bagaimana “guru” memberi, atau mengarahkan kelas, kelompok, maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal atau menginterpretasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai macam pendekatan, atau metode penyelesaian atau algoritma?

d. Bagaimana “guru” membuat kelas bekerja secara interaktif sehingga interaksi di antara mereka antara siswa dengan siswa dalam kelompok kecil, dan antara anggota-anggota kelompok dalam presentasi umum, serta antara siswa dan guru?

e. Bagaimana “guru” membuat jalinan antara topik dengan topik lain, antara konsep dengan konsep lain, antara satu simbol dengan simbol lain di dalam rangkaian topik matematika?16

Penjelasan kelima langkah tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a. Langkah pertama: Guru memberikan masalah kontekstual yang

dekat dengan kehidupan siswa dan meminta siswa untuk

memahaminya. Pada tahap ini “karakteristik” pembelajaran

matematika dengan pendekatan realistik adalah menggunakan

masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal.

b. Langkah kedua: Guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal

dengan cara memberikan petunjuk atau saran-saran yang bersifat

terbatas terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami

siswa. Hal ini berarti guru memberikan penjelasan masalah

kontekstual yang diberikan di awal pertemuan agar dapat

16 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), h. 151

Page 27: Proposal Putry Miranty

27

mempermudah siswa. PMR yang muncul pada langkah ini yaitu

karakteristik kedua menggunakan model.

c. Langkah ketiga: Siswa secara individual menyelesaikan masalah

kontekstual dengan cara mereka sendiri. Peran guru di sini adalah

memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara

mereka sendiri. Tahap ini siswa dibimbing untuk “reinvention”

(menemukan) sendiri tentang ide/konsep dari soal matematika

secara progesif.

d. Langkah keempat: Guru meminta siswa membentuk kelompok

secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama

mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah

diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan

berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa dan

memberi bantuan jika dibutuhkan.

Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi

waktu. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk

wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide

penyelesaian dan alasan dari jawabannya. Kemudian guru sebagai

fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi,

membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan

konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi,

abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.

Page 28: Proposal Putry Miranty

28

e. Langkah kelima: Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan

siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep atau

prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul

pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

4. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan PMR

Beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR) adalah sebagai berikut:

a. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan

sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada

umumnya bagi manusia.

b. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang

dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.

c. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus

tunggal dan tidak harus sama antara satu orang dengan yang lainnya.

Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri,

asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau

masalah tersebut.

d. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu

dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara

Page 29: Proposal Putry Miranty

29

penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian

soal atau masalah tersebut.

e. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa dalam mempelajari matematika. Proses pembelajaran

merupakan sesuatu yang utama dan harus dijalani untuk menemukan

sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang

sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani

sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan

terjadi.

Sedangkan beberapa kerumitan dalam penerapan pendekatan PMR

adalah sebagai berikut:

a. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan

pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak

mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan

peranan soal kontekstual.

b. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang

dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika

yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut

harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

c. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk

menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang

guru.

Page 30: Proposal Putry Miranty

30

d. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal

kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan vertikal juga

bukan merupakan sesuatu yang sederhana. Proses dan mekanisme,

berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu

siswa dalam melakukan penemuan kembali konsep-konsep

matematika tertentu.

C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan

strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang

tingkat kemampuannya berbeda dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling

bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Sesuai dengan pendapat Davids dan Kroll (dalam Nur Asma)17 dan Wina

Sanjaya18 ” bahwa belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di

lingkungan belajar siswa dalam kelompok atau tim kecil yang saling berbagi

ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah

yang ada dalam tugas akademik mereka.”

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa

untuk memperoleh pengetahuan bukan hanya dari guru saja tetapi juga dari

17 Nur Asma, Model Pembelajaran Kooperatif, (Padang: UNP Press, 2008), h. 218Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan (Jakarta: Rineka

Cipta, 2008), h. 240

Page 31: Proposal Putry Miranty

31

siswa lainnya. Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan saling

bekerjasama dan saling membantu antar anggota kelompok.

Hal di atas senada dengan pernyataan Slavin bahwa belajar

kooperatif adalah ” Cooperative learning methods share the ide that

students work together to learn and are responsible for their teammates

learning as well as their own”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa

dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan

pemikiran dan saling bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar

baik secara individual maupun secara kelompok.19 Sehingga dalam proses

pembelajaran akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan

siswa dan siswa dengan guru.

Jadi dapat dipahami bahwa belajar kooperatif berdasarkan suatu ide

bahwa setiap siswa bekerja sama dalam kelompok dan sekaligus

bertanggung jawab pada aktivitas belajar kelompoknya. Sehingga seluruh

anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Pada

dasarnya dalam pembelajaran kooperatif guru berfungsi sebagai fasilitator

dan pengayom. Diharapkan agar siswa benar-benar menerima ilmu dari

pengalaman belajar bersama-sama dengan rekan-rekannya.

Arends dalam Armizoni mengemukakan ciri-ciri dari pembelajaran

kooperatif adalah:

1. Siswa bekerja di dalam tim untuk menguasai pelajaran.2. Tim dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan

rendah.3. Tim dibentuk dari gabungan ras dan jenis kelamin.

19 Op.cit, h. 1

Page 32: Proposal Putry Miranty

32

4. Sistem penilaian lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.Dari ciri-ciri di atas dapat diketahui bahwa di dalam pembelajaran

kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama.

Kelompok yang memperoleh nilai yang paling tinggi akan diberikan

penghargaan oleh guru yang ditujukan keseluruh anggota kelompok bukan

perindividu.

Dalam pembelajaran kooperatif pembentukan kelompok tidak hanya

melihat siswa dari kemampuan akademik saja, tetapi juga dipertimbangkan

suku, budaya, jenis kelamin, dan ekonomi. Hal ini dapat menghindari

ketidakadilan dan sesuatu yang lazim dapat terjadi dalam pembagian

kelompok. Pada pembagian kelompok biasa guru cenderung

mengelompokkan siswa berdasarkan urutan nama atau kepandaian siswa

saja. Pengelompokkan yang didasarkan pada beberapa aspek tersebut

menyebabkan anggota kelompok sangat heterogen.

Dengan adanya kelompok heterogen, siswa yang pintar bisa berbagi

ilmu dengan teman kelompoknya yang lain sehingga siswa yang memiliki

kemampuan rendah tidak merasa rendah. Pengelompokkan heterogenitas

selain memudahkan guru untuk mengelola kelas, pengelompokkan ini juga

membantu siswa untuk berinteraksi satu sama lainnya. Siswa dilatih untuk

memiliki rasa tanggung jawab dengan masalah yang ada serta juga dituntut

keaktifan dalam berdiskusi dengan kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif juga akan menghilangkan rasa

persaingan dan pengucilan yang sering terjadi antar siswa pada

Page 33: Proposal Putry Miranty

33

pembelajaran matematika. Dalam hal ini tiga konsep utama yang menjadi

karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: a). Penghargaan kelompok, b).

Pertanggungjawaban individu, dan c). Kesempatan yang sama untuk

berhasil.20

1. Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk

memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok akan

diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.

2. Pertanggungjawaban individual

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran setiap anggota

kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktifitas

anggota kelompok yang saling mendukung, saling membantu dan saling

peduli.

3. Kesempatan yang sama untuk berhasil

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode penskoran untuk

menentukan nilai perkembangan individu. Nilai perkembangan ini

berdasarkan pada peningkatan skor tes yang diperoleh siswa dari tes

sebelumnya. Dengan menggunakan metode ini setiap siswa baik yang

berprestasi rendah, sedang ataupun tinggi sama-sama memperoleh

kesempatan untuk berhasil dan berbuat sesuatu yang terbaik bagi

kelompoknya.

Dalam proses kooperatif yang efektif terdapat segi-segi reaksi,

interaksi, partisipasi, kontribusi dan dinamika. Bennet dalam Isjoni

20 Robert E Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 10

Page 34: Proposal Putry Miranty

34

menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran

kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu: a). Positif Interdepedence, b).

Interaction Face to face, c). Adanya tanggungjawab pribadi mengenai

materi pelajaran dalam anggota kelompok, d). Membutuhkan keluwesan,

dan e). Meningkatkan keterampilan kerjasama dalam memecahkan masalah

(proses kelompok).21

1. Positif Interdepedence

Positif Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang

didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara

anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan

keberhasilam yang lain pula atau sebaliknya. Positif Interdepedence

menandakan bahwa usaha setiap anggota mempengaruhi keberhasilan

kelompok dan setiap anggota kelompok bertanggungjawab

memberikan kontribusi bagi usaha dan keberhasilan kelompok.

2. Interaction Face to face

Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi

antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan

individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat

verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan

timbal balik secara positif sehingga dapat mempengaruhi hasil

pendidikan dan pengajaran.

21 Isjoni, Cooperative Learning-Efektifitas Pembelajaran Kelompok. (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 41- 43

Page 35: Proposal Putry Miranty

35

D. Pembelajaran RESIK

Model pembelajaran RESIK merupakan kolaborasi antara

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan model pembelajaran

kooperatif. Salah satu ciri pembelajaran matematika dengan menggunakan

model RESIK adalah menggunakan masalah kontekstual sebagai tolak awal

untuk menanamkan konsep dalam pembelajaran kepada siswa. Masalah

kontekstual disini yaitu masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan nyata

siswa, sehingga mereka lebih mudah memahami konsep matematika.

Dalam pembelajaran RESIK guru memberikan masalah kontekstual

pada siswa. Untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut,

maka guru meminta siswa bekerjasama dengan siswa yang lain secara

kooperatif. Dengan adanya kerjasama secara kooperatif dalam kelompok-

kelompok kecil, maka mereka bisa saling membantu dalam memahami dan

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Guru berperan membantu

jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan memecahkan masalah

yang diberikan.

Dalam model pembelajaran RESIK, siswa diharapkan dapat

memahami sendiri suatu konsep, tanpa dijelaskan terlebih dahulu oleh guru.

Jadi, prinsip konstruksi pengetahuan oleh siswa, menjadi perhatian utama

dalam model pembelajaran RESIK. Selain itu, model pembelajaran RESIK

dirancang untuk menyediakan kondisi yang memungkinkan dapat

meningkatkan dan memperluas pegetahuan siswa. Untuk tercapainya hal ini,

Page 36: Proposal Putry Miranty

36

sangat dibutuhkan perencanaan aktifitas atau pemecahan masalah secara baik

dan sesuai.

Prinsip dasar dalam model pembelajaran RESIK adalah bahwa suatu

pengetahuan semestinya dipahami sendiri oleh siswa melalui aktifitas atau

pemecahan masalah yang dilakukannya. Pengetahuan tersebut bukan hasil

transfer dari guru melainkan melalui aktifitas atau pengalaman siswa dalam

memecahkan masalah bersama dengan kelompoknya.

Suradi mengemukakan bahwa komponen penting yang harus

disiapkan oleh guru dalam model pembelajaran RESIK ini yaitu perangkat

pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS).22 Selain menyiapkan perangkat

pembelajaran, guru juga perlu menyiapkan media pembelajaran yang relevan

dengan pokok bahasan yang sedang dipelajari. Media yang digunakan harus

bersifat kontekstual sehingga menunjang siswa dalam belajar. Misalnya, agar

siswa dapat menemukan rumus volume balok, guru dapat menggunakan

sebuah kotak pensil atau kotak sepatu yang berbentuk balok. Kemudian

Suradi juga mengemukakan bahwa “Ada lima komponen dalam model

pembelajaran RESIK, yaitu sintak model pembelajaran RESIK, sistem sosial,

prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional, dan dampak

pengiring”.23 Berikut akan diuraikan kelima komponen tersebut, yaitu:

1. Sintaks Model Pembelajaran RESIK

22 Suradi, Model Pembelajaran Resik Sebagai Strategi, 2006, http://puslitjaknov.org/data/file/2008, h. 12

23 Ibid, h.15

Page 37: Proposal Putry Miranty

37

Sintaks menunjukkan keseluruhan alur atau urutan kegiatan

pembelajaran. Sintaks model pembelajaran RESIK terdiri dari enam

fase, yaitu:

a. Memotivasi siswa

Guru memotivasi siswa agar aktif dalam proses pembelajaran

b. Menyajikan informasi dan melibatkan siswa dalam memahami

masalah kontekstual

Dalam hal ini guru memberikan masalah kontekstual dan

meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika siswa

mengalami kesulitan dalam memahami masalah tersebut, maka

guru memberikan penjelasan mengenai bagian yang tidak dipahami

siswa.

c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar dan

memberikan tugas kelompok

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara

heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang. Kemudian

masing-masing kelompok diberi Lembaran Kerja Siswa (LKS).

d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Siswa mendiskusikan soal-soal yang terdapat dalam LKS.

Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa dan memberikan

bantuan bagi siswa yang memerlukan.

e. Diskusi dan negosiasi

Page 38: Proposal Putry Miranty

38

Guru memilih kelompok tertentu untuk mempresentasikan

hasil kerja dan diskusi kelompoknya di depan kelas. Kemudian

meminta kelompok lain untuk menanggapinya.

f. Evaluasi dan penghargaan

Guru memberikan kuis untuk melihat pemahaman masing-

masing siswa serta memberikan penghargaan pada penampilan

kelompok terbaik pada pertemuan itu.

2. Sistem Sosial

Dalam model pembelajaran RESIK, dikembangkan suasana proses

pembelajaran yang demokratis. Interaksi antar siswa dalam melakukan

aktivitas belajar melalui pendekatan realistik pada kelompok masing-

masing menjadi perhatian penting, demikian juga halnya dengan

interaksi antar siswa pada fase diskusi dan negosiai. Dalam hal ini guru

berfungsi memfasilitasi agar interaksi antar siswa dapat berjalan dengan

baik.

Menurut Suradi prinsip-prinsip yang dikandung dalam model

pembelajaran RESIK adalah “a.kerjasama, b.kebebasan menyampaikan

pendapat, c. tanggungjawab pada diri sendiri dan kelompok, d.

kesamaan derajat”.24 Setiap prinsip tersebut juga mengandung norma-

norma tertentu, seperti saling membantu, saling menghargai dan

sebagainya.

3. Prinsip Reaksi

24 Ibid, h.19

Page 39: Proposal Putry Miranty

39

Prinsip ini berkaitan dengan cara guru mempehatikan dan

mempelakukan siswa, termasuk bagaimana guru memberikan respon

terhadap pertanyaan, jawaban dan tanggapan serta aktivitas yang

dilakukang siswa. Pada model pembelajaran RESIK, guru berperan

sebagai fasilitator dan moderator. Sebagai fasilitator maksudnya adalah

guru menyediakan sumber-sumber belajar, mendorong siswa untuk

belajar, memberikan bantuan bagi siswa untuk dapat belajar dan

mengkonstruksi pengetahuannya secara optimal. Sedangkan peran

sebagai moderator maksudnya adalah guru sebagai pemimpin diskusi

kelas, mengatus mekanisme sehingga diskusi kelas berjalan lancar dan

mengarahkan diskusi sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai.

4. Sistem Pendukung

Sistem pendukung suatu model pembelajaran merupakan semua

sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk menerapkan model

tersebut. Dalam pembelajaran dengan menggunkan model RESIK

diperlukan sejumlah bahasn dan media pembelajaran yang sesuai untuk

mendukung proses pembelajaran. Untuk setiap pokok bahanasan yang

akan dibahas, guru perlu menyiapkan perangkat pembelajaran bahan

ajar yang realistik dengan siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), perangkat

evaluasi dan media pembelajaran yang relevan.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Page 40: Proposal Putry Miranty

40

Setiap model pembelajaran selalu diharapkan menghasilkan

dampak instruksional dan dampak pengiring. Menurut Ratumanan

dalam Suradi dampak instruksional adalah:

“Hasil belajar yang dicapai langsung dan mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan, misalnya penguasaan terhadap materi A. sedangkan dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar, sebagai akibat tercapainya suasana belajar yang dialami langsung oleh siswa tanpa pengarahan langsung dari guru, contohnya kemampuan komunikasi matematika”. 25

Berdasarkan hal di atas, maka pada model RESIK siswa

diharapkan untuk dapat memahami sendiri suatu konsep tanpa terlebih

dahulu dijelaskan oleh guru. Pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki

siswa tidak diperoleh dari penjelasan guru, tetapi pengetahuan itu

diperoleh siswa melalui aktivitas dan pemecahan masalah bersama

teman sekelompoknya. Selain itu, model RESIK dirancang untuk

memfasilitasi suatu kondisi yang memungkinkan siswa untuk

membangun dan memperluas pengetahuannya.

E. Pembelajaran Konvensional

Berdasarkan kamus besar Indonesia, konvensional berarti tradisional,

jadi pembelajaran konvensional juga dapat disebut dengan pembelajaran yang

dilaksanakan secara tradisional. Dave Meier (1999) mengatakan bahwa:

Pembelajaran tradisional di era industri cenderung menekankan fungsi reftil: belajar menghafal, meniru, guru sebagai pusat kekuasaan, pembelajar sebagai pelajar yang patuh dan pasif, mengikuti rutin dan contoh yang tetapkan oleh hierarki, sistem yang

25 Suradi, Op.cit, h.22

Page 41: Proposal Putry Miranty

41

digerakkan oleh semangat mempertahankan diri (takut akan kegagalan), tanpa perhatian pada perasaan dan ikatan sosial dilingkungan pendidikan, tanpa usaha untuk mengajar murid cara berkreasi, memecahkan masalah dan berfikir sendiri.26

Dari kutipan di atas dapat jelas bahwa pembelajaran konvensional

adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru dimana siswa hanya

menerima apa yang dikatakan guru tanpa berusaha sendiri atau mandiri.

Menurut Nasution, ciri-ciri pembelajaran kovensional adalah:

1. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diamati dan diukur

2. Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan murid secara individual

3. Bahan pelajaran kebanyakan berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lainnya menurut pertimbangan guru.

4. Berorientasi kepada kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar

5. Murid-murid kebanyakan bersikaf “pasif”, karena terutama harus mendengarkan uraian guru.

6. Murid semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

7. Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakan ulangan atau ujian.

8. Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai guru secara subjektif9. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan

pelajaran sepenuhnya sebagain lagi akan menguasai untuk sebagian saja dan ada lagi yang akan gagal

10. Pengajaran terutama berfungsi sebagai penyebar, penyalur pengetahuan.

11. Siswa biasanya menempuh beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang telah dipelajari dan berdasarkan beberapa angka itu ditentukan angka rapor untuk semester itu.27

Dari ciri-ciri di atas terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang

berlangsung antara guru dengan siswa hanya satu arah. Siswa cenderung

26 Dave Meier, The Accelerated Learning (Hand Book, (Bandung : Kaifa, 1999), h. 8427Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2005), h. 209-212

Page 42: Proposal Putry Miranty

42

mengikuti semua yang diajarkan oleh guru yang pada akhirnya ia merasa

tergantung dengan materi yang diberikan oleh guru.

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang dimulai dengan orientasi dan

penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari

dengan menggunakan metode ekspositori, dilanjutkan dengan pemberian

contoh soal yang diberikan oleh guru. Setelah itu diadakan tanya jawab

sampai akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkan dapat

dimengerti oleh peserta didik atau siswa. Pada tahap akhir guru memberikan

tugas untuk dikerjakan di rumah.

F. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Prinsip belajar pada dasarnya adalah melakukan aktivitas, sebagai

mana yang di kemukakan oleh Sardiman. A. M bahwa “Setiap orang yang

belajar harus aktif, tanpa aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi.28 Jadi,

aktivitas merupakan hal yang penting dalam belajar matematika. Aktivitas

yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan siswa atau peserta didik

secara individu atau kelompok untuk menyelesaikan serta mendiskusikan

suatu permasalahan matematika atau untuk menemukan konsep matematika

yang mencakup keterampilan dasar.

Conny Semiawan (dalam Ilmadi) menyatakan bahwa kemampuan-

kemampuan atau keterampilan dasar tersebut antara lain:

28Sardiman A.M, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2001), h. 95

Page 43: Proposal Putry Miranty

43

Mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang atau waktu, membuat hipotesis, merencanakan, menafsir data, menyusun kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan.

Untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan di atas, siswa

diharapkan mampu bekerja secara individu atau kelompok untuk

mengembangkan konsep dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di

dalam matematika sehingga keterampilan tersebut dapat menumbuhkan

aktivitas siswa.

Selain aktivitas membaca, mendengar, serta mengerjakan soal-soal

masih banyak lagi aktivitas yang dilakukan siswa seperti:

a. Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi percobaan, pekerjaan orang lain.

b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.

c. Listening activities, seperti: Mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

d. Writing activities, seperti: menulis cerita karangan, laporan, angket, menyalin.

e. Drawing activities, seperti: menggambar, membuat grafik, membuat peta, dan membuat diagram.

f. Motor activities, seperti: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model meresapi, bermain, berkebun, beternak.

g. Mental activities, seperti: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emosional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.29

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang peneliti miliki,

maka aktivitas siswa yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Menyelesaikan masalah-masalah realistik

29 Sardiman, Op. Cit, h. 99

Page 44: Proposal Putry Miranty

44

b. Berdiskusi dalam kelompok kooperatif untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan oleh guru.

c. Mengisi LKS dengan lengkap.

d. Mengemukakan pendapat terhadap penyelesaian masalah-masalah

realistik dalam kelompok atau kelas.

e. Menjawab pertanyaan realistik yang diberikan oleh guru.

f. Mengajukan pertanyaan kepada guru

G. Hasil Belajar Matematika siswa

Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang berisi serangkaian

kegiatan pendidikan dengan maksud akan adanya perubahan dalam diri siswa.

Untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran tersebut, dapat dilihat

dari hasil belajarnya. Agar kita mudah menganalisis keberhasilan siswa dalam

belajar, maka kita harus memahami terlebih dahulu pengertian hasil belajar.

Menurut Wina Sanjaya “hasil belajar merupakan gambaran

kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman

belajar dalam satu kompetensi dasar”.30 Menurut Bloom (dalam Sudjana)

“hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu tipe hasil belajar

bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”.31 Untuk kurikulum yang berlaku

saat ini, ketiga tipe hasil belajar sudah digunakan. Agar lebih jelasnya ketiga

tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

30 Wina Sanjaya, Op.Cit, h. 2731 Nana Sudjana, Op. cit, h. 50

Page 45: Proposal Putry Miranty

45

1. Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental

(otak).32 Dalam ranah kognitif ini ada enam tingkatan:

a. Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang

nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa

mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan

atau ingatan ini adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.

b. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan

diingat. Pemahaman merupakan kemampuan berfikir yang setingkat

lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

c. Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang

untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tatacara ataupun

metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan

sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkrit.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau

menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang

lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian

atau faktor-faktor yang satu dengan yang lainnya. Analisis ini adalah

merupakan proser berfikir setingkat lebih tinggi dari pada aplikasi.

32 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), h. 49

Page 46: Proposal Putry Miranty

46

e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan

kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis ini merupakan proses

berfikir setingkat lebih tinggi dari pada analisis.

f. Penilaian atau penghargaan atau evaluasi (evaluation) adalah

kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu

situasi, nilai atau ide. Penilaian ini merupakan proses berfikir paling

tinggi dalam ranah kognitif.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Dalam ranah afektif ini terdiri dari lima jenjang:

a. Menerima atau memperhatikan (receiving atau attending) adalah

kepekaan seseorang dalam menerima ransangan (stimulus) dari luar

yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan

lain-lain.

b. Menanggapi (responding) adalah kemampuan dimiliki oleh seseorang

untuk mengikut-sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu

dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

c. Menilai atau menghargai (valuing) adalah memberikan nilai atau

memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek.

d. Mengatur atau mengorganisasikan (organization) adalah

mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang

lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum.

Page 47: Proposal Putry Miranty

47

e. Karakterisasi melalui suatu nilai adalah keterpaduan semua nilai yang

telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan

tingkah lakunya.

3. Ranah psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan

(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman

belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil

belajar kognitif dan hasil belajar afektif.33

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor

dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau

faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama

kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali

pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor

kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi

belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial

ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dalam diri siswa,

merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat pembelajaran adalah

perubahan tingkah laku individu yang diingini dan disadarinya. Siswa

harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus

berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya.

Gagne mengemukakan ada lima kemampuan yang merupakan hasil

belajar yang ingin dicapai.

33Ibid, h. 50-58

Page 48: Proposal Putry Miranty

48

a. Kemampuan intelektual, yang merupakan hasil belajar yang terpenting dari sistem persekolahan.

b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam artian yang seluas-seluasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.

c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.d. Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah antara lain

keterampilan menulis, membaca, menggunakan jangka, dan sebagainya.

e. Sikap dan nilai yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang sebagaimana dapat disimpulkan dari kecendrungannya bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian.34

Jadi berdasarkan uraian di atas, penulis bahwa hasil belajar dapat

digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai dan

memahami pelajaran yang diterimanya. Tipe hasil belajar yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah tipe hasil belajar aspek kognitif

yang berupa tes hasil belajar, jadi jenis tes yang akan digunakan adalah tes

essay atau uraian.

H. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Sumber belajar adalah merupakan bahan/materi untuk menambah

ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Ardiwinata

(dalam Djamarah) berpendapat bahwa sumber-sumber belajar itu dapat

berasal dari manusia, buku atau perpustakaan, media massa, alam lingkungan

dan media pendidikan.35 Dengan demikian, Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat

34 Muhammad Azhar, Proses Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), h. 14-15

35Djamarah Sayaiful Bahri dan A. Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 49

Page 49: Proposal Putry Miranty

49

dikategorikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat digunakan oleh

siswa.

Berdasarkan penjelasant diatas dapat dikatakan bahwa LKS

merupakan salah satu sumber belajar yang berbentuk lembaran yang berisikan

materi secara singkat, tujuan pembelajaran, petunjuk mengerjakan pertanyan-

pertanyaan dan sejumlah pertanyaan dan soal-soal yang harus diselesaikan

oleh siswa.

Langkah-langkah menyusun LKS menurut Abdi dan Hartono (dalam

Fitra Mayasari) adalah sebagai berikut :

1. Analisis kurikulum pada materi yang akan dibuatkan LKS2. Menyusun peta kebutuhan LKS3. Menentukan judul-judul LKS4. Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman

khusus pengembangan silabus5. Menentukan alat penilaian6. Menyusun materi yang sesuai.

Dalam membuat LKS yang baik, ada beberapa petunjuk yang harus

diperhatikan oleh guru. Jones (dalam Andayani) menyatakan LKS yang baik

untuk diberikan kepada peserta didik, haruslah:

1. Dapat menampung keragaman kemampuan siswa di kelas2. Bahasanya cukup dimengerti (Tidak terlalu sulit)3. Format dan gambar harus jelas (mudah dipahami)4. Mempunyai tujuan yang jelas5. Memiliki isi yang memerlukan pemikiran dan pemprosesan infromasi,

seperti ringkasan materi, contoh soal, dan soal-soal latihan6. Tetap memiliki gambaran umum tentang materi.

LKS memiliki keunggulan, seperti yang dikatakan oleh Hartati (dalam

Fitra Mayasari) sebagai berikut:

Page 50: Proposal Putry Miranty

50

1. Membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau

individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal di dalam jiwa tersebut

3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa4. Mampu mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih memiliki

motivasi yang kuat untuk belajar giat5. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan

maju sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, jika LKS

disusun dengan baik seperti langkah-langkah diatas maka dalam

penggunaannya LKS dapat membuat pembelajaran yang dilakukan berhasil

karena LKS dapat mengarahkan siswa untuk menemukan dan

mengembangkan konsep sendiri dengan atau tanpa bantuan guru dan juga

membangkitkan minat belajar siswa. Dengan adanya LKS dalam proses

pembelajaran akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka penyusunan LKS dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis kurikulum pada materi yang akan dimuat dalam

LKS

2. Menentukan judul-judul LKS

3. Rumusan Kompetensi Dasar (KD) LKS diturunkan dari buku pedoman

khusus pengembangan silabus mata pelajaran MTsN Dangung-dangung

4. Materi pelajaran dalam LKS disusun berdasarkan silabus mata pelajaran

MTsN Dangung-dangung

5. Tiap LKS diperuntukkan untuk satu pokok bahasan materi dalam

penelitian

Page 51: Proposal Putry Miranty

51

6. LKS memuat materi, contoh soal, serta soal-soal yang harus dipecahkan

atau diselesaikan oleh siswa dalam kelompoknya.

7. Menentukan alat penilaian.

Dalam model pembelajaran realistik setting kooperatif (RESIK) ini,

LKS dipersiapkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran yang mencakup

materi dalam bentuk isian yang tidak lengkap dan contoh-contoh soal yang

disajikan dalam bentuk tugas dan pertanyaan yang harus diselesaikan siswa

dengan kelompoknya. Penyusunan LKS bertujuan agar siswa dapat dengan

mudah memahami materi pelajaran dan soal-soal yang berhubungan dengan

materi tersebut.

I. Kerangka Konseptual

Dalam pembelajaran matematika banyak sekali faktor yang dapat

mempengaruhi hasil belajar. Namun, hasil belajar matematika siswa masih

belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebahagian siswa beranggapan

matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan, pelajaran yang kurang

diminati dan juga pelajaran yang paling sulit. Hal ini terjadi karena

pembelajaran matematika selama ini cendrung hanya berupa kegiatan

menghitung angka-angka, seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan

peningkatan kemampuan berfikir untuk memecahkan berbagai persoalan.

Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas dari peran guru serta

kemampuan dan minat diri siswa sendiri. Guru dituntut dapat menciptakan

kondisi belajar yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif menggali dan

Page 52: Proposal Putry Miranty

52

mengkonstruk, dan berpartisipasi dalam belajar sehingga dapat meningkatkan

kemampuan belajar secara optimal.

Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat

menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan meningkatkan

aktivitas siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang

dapat diterapkan adalah model pembelajaran RESIK. Dengan menerapkan

model pembelajaran RESIK diharapkan siswa lebih aktif menggali dan

menemukan konsep matematika sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi

kehidupan siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat skema kerangka

konseptual sebagai berikut:

Gambar. 1 Skema kerangka konseptual penelitian

Siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung

Penentuan Kelas Penelitian

Kelas kontrolKelas eksperimen

Proses pembelajarankonvensional

Proses pembelajaran dengan model RESIK

Aktivitas siswa

Analisis tes akhir

Hasil belajar

dibandingkan

Analisis tes akhir

Hasil belajar

Page 53: Proposal Putry Miranty

53

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis

penelitian ini adalah gabungan penelitian eksperimen semu (Quasi

Experiment) dan penelitian deskriptif. Penelitian eksperimen semu adalah

penelitian eksperimen yang tidak berhasil mengusahakan atau mewujudkan

hal-hal yang dipersyaratkan pada penelitian eksperimen murni (True

Experiment), yaitu kondisi-kondisi di sekitar yang tidak dapat dikontrol

secara ketat sehingga memungkinkan dapat mempengaruhi hasil akhir seperti

keadaan ekonomi, psikologi, letak, waktu, status dan lain-lain36. Penelitian

eksperimen semu adalah penelitian eksperimen yang penyamaan kelompok

kontrol dengan kelompok eksperimen hanya dalam satu karakter saja dan

minimal dilakukan dengan cara menjodohkan atau matching anggota

kelompok.37 Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara memberikan

perlakuan (treatmen) pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran

Realistik setting Kooperatif (RESIK) dan memberikan perlakuan belajar biasa

(konvensional) pada kelas kontrol, kemudian membandingkan hasil

belajarnya. Data yang diolah adalah data setelah diberikan perlakuan tersebut.

Sedangkan penelitian deskriptif bertujuan untuk melihat gambaran

mengenai situasi atau kejadian. Situasi yang diperhatikan pada penelitian ini

36 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 20937 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitani Pendidikan, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya. 2009), h. 316

57

Page 54: Proposal Putry Miranty

54

adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran RESIK. Data diperoleh dari lembar observasi aktivitas

belajar siswa yang diberikan pada kelas eksprimen dan hasilnya

dideskripsikan tanpa adanya pengujian hipotesis secara statistik.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

statistik dua kelompok (Randomized control group only design). Dalam

penelitian ini beberapa subjek yang diambil dari populasi dikelompokkan

menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Perlakuan yang diberikan pada eksperimen adalah dengan model

pembelajaran realistik setting kooperatif (RESIK) sedangkan pada kelas

kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Pada akhir

penelitian ini kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi tes akhir untuk

melihat hasil belajar. Menurut Suryabrata rancangan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Rancangan penelitian

Kelompok Perlakuan TestKelompok eksperimen X TKelompok control O T

Keterangan:X = Perlakuan dengan model pembelajaran realistik setting kooperatif

(RESIK).O = Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensionalT = Test akhir38

38 Sumadi Suryabrata, Metode penelitian pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 104

Page 55: Proposal Putry Miranty

55

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa

kelas VIII MTsN Dangung-dangung yang berjumlah empat lokal yang

terdaftar pada Tahun Ajaran 2013/2014. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada

Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Jumlah Siswa Kelas VIII MTsN Dangung-dangung Tahun Ajaran 2013/2014

No Kelas Jumlah siswa1 VIII. 1 26 orang2 VIII. 2 28 orang3 VIII. 3 28 orang4 VIII. 4 29 orang

(Sumber: Guru Bidang Studi Matematika Kelas VIII MTsN Dangung-

dangung)

2. Sampel

Sesuai dengan masalah yang diteliti dan metode penelitian yang

digunakan, maka dibutuhkan 2 kelas sebagai sampel yang diambil dari

populasi sebanyak 4 kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan teknik

simple random sampling. Agar sampel yang diambil representatif artinya

benar-benar mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan nilai Mid semester genap matematika siswa kelas

VIII MTsN Dangung-dangung.

Page 56: Proposal Putry Miranty

56

b. Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai Mid semester genap

matematika kelas VIII. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah

populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang

diajukan adalah:

H0 : Populasi berdistribusi normal

H1 : Populasi tidak berdistribusi normal

Langkah-langkah dalam menentukan uji normalitas ini yaitu: 1) Menyusun skor hasil belajar siswa dalam suatu tabel skor,

disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar.2) Skor yang telah disusun dijadikan bilangan baku Zi dengan

rumus sebagai berikut:

zi=

x i−x

sKeterangan : s = Simpangan Bakux= Skor rata-rataxi = Skor dari tiap siswa

3) Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang :

F ( zi )=P( z≤zi )

4) Menghitung jumlah proporsi skor baku z1 , z2 , .. . .. zn , yang

lebih kecil atau sama zi,

yang dinyatakan dengan S(zi ) dengan

menggunakan rumus :

S( zi )=banyaknya z1 , z2 ,. . . zn yang≤zi

n

5) Menghitung selisih antara F(zi ) dengan S(zi ), kemudian tentukan harga mutlaknya.

6) Ambil harga mutlak yang terbesar dan harga mutlak selisih

diberi simbol L0 , L0 = Maks F(zi ) – S(zi )

7) Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis L yang diperoleh dan daftar nilai kritis untuk uji Liliefors pada taraf α yang dipilih, yang ada pada tabel pada taraf nyata yang dipilih.

Kriteria pengujiannya :

Page 57: Proposal Putry Miranty

57

(1) Jika L0 < Ltabel berarti populasi berdistribusi normal.

(2)Jika L0 > Ltabel

berarti populasi tidak berdistribusi normal.39

Uji normalitas dilakukan dengan cara Uji Liliefors, setelah

dilakukan uji ini diperoleh hasil dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4. Uji Normalitas Data Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Populasi

Kelas populasi

x̄ n L0 Ltabel

VIII.1 51.46154 26 0.1488 0.1706VIII.2 53.23214 28 0.0764 0.1682VIII.3 59.75 28 0.1349 0.1682VIII.4 57.13793 29 0.1464 0.1634

Dari Tabel 4 terlihat bahwa seluruh populasi berdistribusi

normal dengan taraf nyata )05,0( . Melakukan uji homogenitas

variansi dengan uji Bartlett. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah

populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Uji Bartlett

dilakukan karena variansi populasinya lebih dari dua. Dengan

pengujiannya sebagai berikut:

Hipotesis yang diajukan yakni:

H0 :σ 1

2 =σ 22 =σ 3

2 =σ 42

H1 : Paling kurang ada satu pasang var iansi yang tidak sama

Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa

langkah:

39 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito Bandung, 2005), h. 466

Page 58: Proposal Putry Miranty

58

1) Hitung k buah ragam contoh s1, s2, …sk dari contoh-contoh berukuran n1, n2, ...nk dengan

N=∑i=1

k

ni

2) Gabungkan semua ragam contoh sehingga menghasilkan dugaan gabungan:

sp2=

∑ ¿i=1

k(ni−1 )s

i2

N−k¿

3) Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran Bartlett:

b=[( si

2)n i−1

.( s22 )

n2−1.. .( sk2 )

nk−1 ]1

N−k

s p2

b≤bk (α ; n1 , n2 . .. . .nk )

bk (α ;n1 , n2 . .. . .nk )=[n1 bk (α ;n 1 )+.n2 bk (α ; n2 )+ .. .. . .. ..nk bk (α ;nk ) ]

NDengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Jika b ≥ bk (α ;n) , H0 diterima berarti data homogen

Jika b < bk (α ;n), H0 ditolak berati data tidak homogen.40

Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi yang telah dilakukan

dengan cara uji Bartlett, dari kelima kelas populasi diperoleh hasil

analisisnya bahwa b ≥ bk (α ; n) atau 0,94 > 0,92. Dengan demikian

hipotesis nolnya diterima dengan kesimpulan bahwa populasi bersifat

homogen (sama).

4). Melakukan analisis variansi untuk melihat kesamaan rata-rata

populasi. Analisis ini bertujuan untuk melihat apakah populasi

mempunyai kesamaan rata-rata atau tidak. Uji ini menggunakan teknik

anava satu arah dengan langkah sebagai berikut yaitu:

Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:

40 Ronald, E. Walpole. Pengantar Statistika, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1993), h. 391 Edisi Ketiga

Page 59: Proposal Putry Miranty

59

1) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan

H0 = μ1=μ2=μ3=μ4

H1= Paling kurang ada satu pasang var iansi yang tidak sama

2) Tentukan taraf nyatanya (α )

3) Tentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus:

f >f α [ k−1 , N−k ]4) Tentukan perhitungan dengan bantuan tabel yaitu:

Tabel 5. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi

Populasi1 2 3 KX11

X12

......X1n

X21

X22

......X2n

X31

X32

......X3n

Xk1

Xk2

......Xkn

Total T1 T2 T3 Tk T......

Nilai tengah

x̄1 x̄2 x̄3 x̄k x̄ . ..

Perhitungannya dengan mengunakan rumus:

Jumlah Kuadrat Total (JKT) =∑i=1

k

∑j=1

ni

X i , j2 −

T. .. .2

N

Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah kolom (JKK) =∑i=1

k T i2

n−

T . . .. .2

N

Jumlah Kuadrat galat (JKG) = JKT – JKK

Hasil perhitungannya masukan datanya dalam tabel berikut:

Tabel 6 . Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi

Sumber

keragamanJumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat tengah

f hitung

Page 60: Proposal Putry Miranty

60

Nilai tengah kolom

Galat

JKK

JKG

k−1

N−k

s12= JKK

k−1

s22= JKG

N−k

s12

s22

Total JKT N−1

5)Keputusannya:

Diterima H0 jika f <f α (k−1 , N−k )

Tolak H0 jika f >f α (k−1 , N−k ) 41

Analisis variansi dilakukan dengan cara teknik anava satu

arah dengan f <f α (k−1 , N−k ) , diperoleh kesimpulan bahwa

2,573 < 2,704, artinya keempat kelas populasi memiliki rata-rata

yang sama atau hipotesis nolnya diterima.

c. Setelah didapatkan keempat populasi berdistribusi normal,

mempunyai variansi yang homogen serta mempunyai kesamaan rata-

rata, maka diambil sampel dua kelas secara lotting. Kelas yang

terambil pertama adalah kelas yang ditetapkan sebagai kelas

eksperimen yaitu kelas VIII2, dan kelas yang terambil kedua adalah

kelas yang ditetapkan sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII1.

D. Variabel dan Data

1. Variabel

Variabel variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas yaitu model pembelajaran RESIK

41 Ibid, h.383-391

Page 61: Proposal Putry Miranty

61

b. Variabel terikat yaitu aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran matematika setelah tindakan diberikan.

2. Data

a. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer yaitu data dari lembar observasi dan data hasil

belajar siswa pada ke dua kelas yang menjadi sampel yang

diperoleh dari tes hasil belajar

2) Data sekunder merupakan data tentang nilai ujian Mid semester

genap matematika siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung

yang terdaftar pada tahun 2013/2014.

b. Sumber data

1) Siswa kelas VIII MTsN Dangung-dangung tahun ajaran

2013/2014 untuk mendapatkan data primer

2) Guru bidang studi matematika MTsN Dangung-dangung untuk

mendapatkan data sekunder.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

Page 62: Proposal Putry Miranty

62

Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan.

b. Mengajukan surat permohonan penelitian.

c. Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan.

d. Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian.

e. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar

Kerja Siswa (LKS) sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.

f. Merancang instrumen lembar observasi untuk melihat aktivitas

siswa.

g. Menyusun kisi-kisi soal tes akhir hasil belajar.

h. Menetapkan kelas sampel yaitu kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen

dan VIII1 kelas kontrol.

i. Merancang soal tes akhir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

j. Menvalidasikan semua instrumen kepada dosen dan guru

matematika.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan perlakuan diantaranya

dengan menerapkan model pembelajaran RESIK untuk kelas eksperimen,

dan menerapkan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol, dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 8. Kegiatan yang dilakukan pada kelas sampel No Pembelajaran dengan Model RESIK Pembelajran konvensional

Page 63: Proposal Putry Miranty

63

1 Kegiatan pendahuluana. Guru mengabsen siswa dan

mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar.

b. Guru menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu.

c. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari.(Komponen pemberian motivasi)

d. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran.

e. Guru menyampaikan kepada siswa apa yang akan mereka lakukan dalam kerja kelompok menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS.

Kegiatan pendahuluana. Guru mengabsen siswa dan

mempersiapkan kondisi kelas untuk belajar.

b. Guru menyampaikan apersepsi kepada siswa untuk membangkitkan ingatan siswa tentang materi terdahulu.

c. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari.

d. Guru menyampaikan pokok bahasan dan tujuan pembelajaran.

2 Kegiatan intiEksplorasia. Guru menyajikan informasi tentang

materi yang akan dipelajari siswa dengan cara menggunakan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa. (Komponen penyajian informasi dan melibatkan siswa memahami masalah kontekstual)

b. Guru meminta siswa memahami masalah kontektual yang diberikan dan memberikan kesempatan untuk bertanya

c. Guru meminta siswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. (Komponen pengorganisasian siswa dalam kelompok)

d. Guru membagikan LKS yang akan diselesaikan siswa dengan masing-masing kelompok

Elaborasi e. Siswa melakukan aktivitas yang

telah ditentukan guru (mempelajari

Kegiatan intia. Guru menjelaskan dan

memberikan inti pelajaran

b. Guru memberikan contoh -contoh soal

c. Guru memberikan latihan.

d. Siswa diminta menyelesaikan soal yang diberikan.

e. Guru menjelaskan apa yang tidak dipahami siswa

Page 64: Proposal Putry Miranty

64

materi, memecahkan dan menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS) dalam kelompoknya secara kooperatif.

f. Guru mengawasi aktivitas siswa, membimbing siswa dan memberikan bantuan berupa penjelasan secukupnya (tanpa memberikan jawaban terhadap masalah yang sedang dipehkan siswa), dapat pula memberikan pertanyaan yang meransang siswa berpikir dan mengarahkan siswa memahami masalah yang sebenarnya dan mengarahkan siswa kepada pemecahan masalah yang dihadapi. (Komponen membimbing kelompok belajar)

g. Setiap kelompok diminta untuk memeriksa hasil kerja mereka sebelum menuliskan jawaban kelompok didalam LKS.

Konfirmasih. Guru memberikan penekanan,

bahwa setiap anggota kelompok harus saling membantu agar materi yang dipelajari dipahami oleh semua anggota kelompoknya.

i. Siswa melaporkan hasil penyelesaian masalah atau hasil dari aktivitas kelompoknya

j. Guru menentukan kelompok tertentu untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya (komponen diskusi)

k. Guru meninta kelompok lain menanggapi hasil yang dipresentasikan temannya sehingga terjadinya diskusi dan negosiasi antar kelompok yang dipimpin oleh guru. (komponen negosiasi)

l. Guru mengajukan pertanyaan yang akan mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan.

Page 65: Proposal Putry Miranty

65

3 Kegiatan penutupa. Guru dan siswa bersama-sama

menyimpulkan pelajaranb. Guru melakukan evaluasi dengan

memberikan kuis kecil (komponen evaluasi)

c. Guru memberikan reward kepada kelompok yang kerja samanya baik dan semua anggotanya mampu menjawab pertanyaan guru (komponen penghargaan)

d. Guru memberikan tugas rumah.

Kegiatan penutupa. Guru menyimpulkan

pelajaranb. Guru melakukan evaluasic. Guru memberikan tugas

rumah

3. Tahap Akhir

Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa pada kedua

kelas sampel, guru memberikan tes akhir pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

1. Lembar Observasi

Penggunaan lembar observasi dimaksudkan untuk melihat sejauh

mana peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Lembar

observasi ini diisi oleh seorang observer. Lembar observasi disusun

berdasarkan aktivitas yang dilihat pada penelitian ini. Hal-hal yang

diperhatikan dari aktivitas yang dilakukan siswa antara lain:

a. Memahami dan menyelesaikan masalah-masalah realistik

b. Berdiskusi dalam kelompok kooperatif untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan oleh guru.

c. Mengisi LKS dengan lengkap.

Page 66: Proposal Putry Miranty

66

d. Mengemukakan pendapat terhadap penyelesaian masalah-masalah

realistik dalam kelompok atau kelas.

e. Menjawab pertanyaan-pertanyaan realistik yang diberikan oleh guru.

f. Mengajukan pertanyaan kepada guru.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a. Menyusun format lembar observasi

b. Menvalidasi lembar observasi kepada dosen dan guru matematika

c. Mengisi lembar observasi pada saat observasi

2. Tes Hasil Belajar

Materi yang diujikan adalah materi yang diberikan pada saat

penelitian. Tes hasil belajar ini dilaksanakan untuk melihat sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Dalam

penelitian ini hal-hal yang dilakukan untuk memperoleh hasil tes yang

baik adalah sebagai berikut:

a. Menyusun tes

Langkah-langkah dalam menyusun tes adalah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan

hasil belajar siswa.

2) Membuat batasan terhadap bahan pelajaran yang akan diujikan.

3) Menyusun kisi-kisi tes hasil belajar. Kisi-kisi soal tes uji coba.

4) Menyusun butir-butir soal tes yang akan diujikan.

5) Butir soal yang diujikan dalam bentuk soal essay.

Page 67: Proposal Putry Miranty

67

b. Validitas tes

Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat mengukur

apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini validitas yang

digunakan adalah validitas isi. Hal ini berarti isi tes tersebut telah

sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan materi

yang diajarkan. Validitas ini ditentukan dengan meminta

pertimbangan para ahli yaitu validator dalam hal ini divalidasi oleh

dosen dan guru matematika

c. Melakukan uji coba tes

Agar soal yang disusun memiliki kriteria soal yang baik, maka

soal tersebut perlu diujicobakan terlebih dahulu dan kemudian

dianalisis untuk mendapatkan mana soal yang memenuhi kriteria.

Dalam penelitian ini soal diujicobakan ke kelas VIII3. Alasan peneliti

mengambil kelas ini sebagai kelas uji coba karena kelas tersebut

memiliki kriteria yang relatif sama dengan kelas sampel.

d. Analisis Butir Soal

Analisis ini dilakukan untuk melihat dan mengindentifikasi

soal-soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik sama sekali.

Analisis ini mencakup perhitungan terhadap daya pembeda, indeks

kesukaran dan reliabilitas soal.

1) Daya pembeda soal

Page 68: Proposal Putry Miranty

68

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan

tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan

siswa yang tergolong mampu dengan siswa yang tergolong

kurang mampu atau lemah prestasinya.42 Daya pembeda soal

ditentukan dengan mencari indeks pembeda soal. Untuk

menghitung daya pembeda soal essay, dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a) Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah.b) Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai

tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.c) Hitung “degress of freedom” (df) dengan rumus:

df = (nt -1) + (nr -1)

nt = n r = 27% N = nd) Cari indeks pembeda soal dengan rumus :

Ip =

M t−M r

√∑ Xt2+∑ X

r2

n .(n−1 )

Keterangan:

I p = Indeks pembeda soal

Mt = Rata-rata skor kelompok tinggi

Mr = Rata-rata skor kelompok rendah

∑ X2t= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi

rX 2

= Jumlah kuadrat deviasi skor kelompok rendahn = 27% NN = Banyak peserta tes

42 Ibid, h. 119

Page 69: Proposal Putry Miranty

69

Suatu soal mempunyai daya pembeda soal yang berarti

(signifikan) jika I p hitung ¿ Ip tabel pada df yang telah

ditentukan.43

Setelah dilakukan uji coba dengan df =14 dan I p tabel=

2,14 didapat daya pembeda soal pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji Coba

No Ip Keterangan1 2,61 Signifikan2 2,299 Signifikan3 4,573 Signifikan4 4,749 Signifikan5 2,567 Signifikan

Dari Tabel 9 dapat dilihat semua daya pembeda soal tes

signifikan. Untuk lebih jelasnya perhitungan daya pembeda soal uji

coba soal tes dapat dilihat pada Lampiran XII.

2) Indeks kesukaran soal

Untuk mengetahui indeks kesukaran soal dapat

digunakan rumus berikut ini:

%1002

mn

DDI rt

k

Keterangan : Ik = Indeks Kesukaran soal Dt = Jumlah skor kelompok tinggi Dr = Jumlah skor kelompok rendah m = Skor setiap soal benar n = 27 % x N N = Banyak peserta tes

43Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK, 1985), h.11-12

Page 70: Proposal Putry Miranty

70

Kriteria: Ik < 27% Soal Sulit 27% Ik ¿ 73% Soal Sedang Ik > 73 % Soal mudah44

Setelah dilakukan uji coba tes dan dilakukan perhitungan

maka didapatkan indeks kesukaran soal pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah DilakukanUji Coba

No Ik Keterangan1 86,25% Mudah2 75,63% Mudah3 59,06% Sedang4 49,06% Sedang 5 47,50% Sedang

Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa semua soal tes yang

terdiri dari 5 item tersebut memiliki tingkat kesukaran sedang dan

mudah. Untuk lebih jelasnya perhitungan indeks kesukaran soal

dapat dilihat pada Lampiran XI.

3) Klasifikasi Soal

Setelah dilakukan perhitungan indeks daya pembeda (Ip)

dan indeks kesukaran soal (Ik) maka ditentukan soal yang akan

digunakan. Klasifikasi soal uraian menurut Pratiknyo adalah:

a) Item tetap dipakai jika Ip signifikan 0% < Ik < 100%b) Item diperbaiki jika:

Ip signifikan dan Ik = 0% atau Ik = 100%

Ip tidak signifikan dan 0%< Ik <100%

c) Item diganti jika Ip tidak signifikan dan Ik = 0% atau I

k =100%.45

44Ibid, h. 1145 Ibid, h. 16

Page 71: Proposal Putry Miranty

71

Berdasarkan hasil analisis soal uji coba terlihat bahwa

semua soal memiliki daya pembeda yang signifikan dan indeks

kesukaran soal yaitu 3 soal kategori sedang dan 2 soal kategori

mudah, sehingga seluruh butir soal tersebut dapat dipakai.

4) Reliabilitas tes

Reliabel artinya dapat dipercaya. Tes bisa dikatakan reliabel

apabila tes tersebut memberikan hasil yang tetap apabila diujikan

berulang-ulang kali.46 Untuk menentukan reliabilitas ini dapat

digunakan rumus Metode Alpha yaitu sebagai berikut:

r11 = ( k

k−1 )[1 −∑ Si

S i]

Keterangan:

r11 = Nilai reliabilitas

∑ S i = Jumlah variansi skor tiap-tiap item

St = Variansi total

k = Jumlah item.

Adapun langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan

metode Alpha adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Menghitung variansi skor tiap-tiap item dengan rumus:

Si =∑ X i

2 −(∑ X i)

2

NN

Dimana:

46 Asnelly Ilyas, Op.Cit, h. 67

Page 72: Proposal Putry Miranty

72

Si = Variansi skor tiap-tiap item

∑ X i2 = Jumlah kuadrat item Xi

(∑ X i )2

= Jumlah item Xi dikuadratkan N = Jumlah responden

Langkah 2: Kemudian menjumlahkan variansi semua item dengan rumus:

∑ S i = S1 + S2 + S3 + . .. + S ¿ ¿

Dimana:

∑ S i= Jumlah variansi semua item

S1, S2, S3, …Sn = Variansi item ke –1, 2, 3, … n

Langkah 3: Menghitung varians total dengan rumus:

St =∑ X t

2 −(∑ X t)

2

NN

Dimana:St = Variansi total

∑ X t2

= Jumlah kuadrat X total

2 tX= Jumlah X total dikuadratkan

N = Jumlah responden

Langkah 4: Masukkan nilai Alpha dengan rumus:

r11 = ( kk−1 )[1 −

∑ Si

S i]47

Klasifikasi reliabilitas yaitu:48

Tabel 11. Kriteria Reliabilitas Soal

Nilai r11 Kriteria

0,90 ¿ r11¿ 1,00 Reliabilitas tinggi sekali

0,70 ¿ r11¿ 0,90 Reliabilitas tinggi

0,40 ¿ r11¿ 0,70 Reliabilitas cukup

47 Riduwan, Op.Cit, h. 115-11648 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta.2002), h. 178

Page 73: Proposal Putry Miranty

73

0,20 ¿ r11¿ 0,40 Reliabilitas rendah

0,00 ¿ r11¿ 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan hasil uji coba soal, diperoleh perhitungan

reliabilitas tes sebesar r11 = 0,59.

G. Teknik Analisis Data

Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji

kebenaran hipotesis yang ditujukan dalam penelitian. Teknik analisis data

dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar Observasi

Data aktivitas yang diperoleh melalui lembar observasi dapat

dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P =

FN X 100%

Keterangan:

P = Persentase masing aktivitas setiap pertemuan

F = Frekuensi aktivitas yang dilakukan

N = Jumlah siswa

Penilaian aktivitas dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut49:

1% - 25% : Rendah sekali 26% - 50% : Rendah 51% - 75% : Tinggi 76% - 99% : Tinggi sekali

49Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), h. 115

Page 74: Proposal Putry Miranty

74

2. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar dianalisis dengan menggunakan uji-t. Sebelum

melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel

berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Dalam penelitian

ini uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefor karena

datanya berupa hasil belajar.

Hipotesis yang diajukan adalah:Ho : Sampel berdistribusi normalH1 : Sampel berdistribusi tidak normal

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Data x1, x2 , x3 , . .. .. . . , xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.

2) Data dijadikan bilangan baku z1, z2 , z3 ,. .. . .. . , zn dengan menggunakan rumus:

S

XXZ i

i

Dimana:S = Simpangan bakuX = Skor rata-rataX i = Skor dari tiap soal

3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung

peluang F (Z i )=P (Z≤Z i )4) Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau

sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi ) dengan menggunakan rumus:

S (Z i )=Banyaknya Z1 , Z2. . .. .. . .. , Zn yang ≤Z i

n

Page 75: Proposal Putry Miranty

75

5) Menghitung selisih antara F(Zi ) dengan S(Zi ) kemudian tentukan harga mutlaknya.

6) Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih

itu diberi simbol L0 , , L0=maks |F (Z i )−S (Z i )|

7) Kemudian bandingkan L0 dengan nilai kritis yang diperoleh

dari daftar nilai kritis untuk uji lilifor pada taraf a=0 ,05 . Kriterianya adalah terima H0 bahwa data hasil belajar

berdistribusi normal jika L0¿ Ltabel .50

b. Uji Kesamaan Dua Variansi (Homogenitas)

Uji kesamaan dua variansi dilakukan untuk melihat apakah

kedua data homogen atau tidak, uji ini dilakukan dengan cara uji

dua variansi yang dikenal dengan uji kesamaan dua variansi atau

uji f. uji f ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tulis H1 dan H0 yang diajukan

H0 : σ12=σ2

2

H1 :σ 12≠σ2

2

2) Tentukan nilai sebaran f dengan v1=n1−1 , dan v2=n2−1

3) Tetapkan taraf nyata α

4) Tentukan wilayah kritiknya jika H1 :σ 12≠σ2

2

maka wilayah kritiknya adalah:

f <f

1−α2

(v1 , v2 ) , dan

f >f α2

(v1 , v2)

5) Tentukan nilai f bagi pengujian H0 : σ12=σ2

2

f =

s1

s2

Keputusannya:

H0 diterima jika:f

1−α2

(v1 , v2 )<

f <f α2

(v1 , v2).Berarti datanya homogen.

50 Sudjana, Op.Cit, h. 466

Page 76: Proposal Putry Miranty

76

H0 ditolak jika:f <f

1−α2

(v1 , v2 ) ,atau

f >f α2

(v1 , v2), datanya tidak homogen51

c. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas,

selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk

menentukan apakah hasil belajar matematika siswa kedua kelas

sampel berbeda secara uji satu arah, dengan hipotesis statistik

H1 : μ1>μ2 dengan uraian yaitu:

H0 : μ1=μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran RESIK

sama dengan hasil belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

konvensional.

H1 : μ1>μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran RESIK

lebih baik dari hasil belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas variansi

maka rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis, adalah skor

51 Ronald, E. Walpole. Op Cit, h. 314- 315

Page 77: Proposal Putry Miranty

77

hasil belajar siswa berdistribusi normal dan data berasal dari

sampel yang bervariansi homogen, maka rumusnya:

1) Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : μ

1=μ

2

H1 : μ1>μ

2

2) Tetapkan taraf nyatanya (α )

3) Tentukan wilayah kritiknya yaitu: t >tα

4) Tentukan rumus uji hipotesisnya yaitu:

t=x1−x2

SP √ 1n1

+1n2 dengan sp

2=

(n1−1 )s12+(n2−1 )s2

2

n1+n2−2

Dimana:x1 : Nilai rata-rata kelompok eksperimen

x2 : Nilai rata-rata kelompok kontrol

n1 : Jumlah siswa kelompok eksperimenn2 : Jumlah siswa kelompok kontrol

s12 : Variansi hasil belajar kelompok eksperimen

s22 : Variansi hasil belajar kelompok kontrol

5) Kriteria:

Terima H0 jika t <t1−α , dengan dk=n1+n2−2 selain itu H0

ditolak.52

52 Ibid, h. 239

Page 78: Proposal Putry Miranty

78

Daftar Pustaka

Abdurrahman Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:

Rineka

Hudoyo Herman, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,

(Malang: UNM, 2003), h. 123

Isjoni, Cooperatif Learning - Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung:

Alfabeta, 2009), h. 15

Sanjaya Wina, Srtategi Pembalajaran Berorientasi Proses Pendidikan, (Jakatra:

Rineka Cipta, 2008), h. 27

Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 34-35

Syah Muhibbin, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.

64-65

B Uno Hamzah, Model Pembelajaran, (Gorontalo: Bumi Aksara, 2007), h.130

Ahmadi Abu, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), h.

17

Page 79: Proposal Putry Miranty

79

Suherman Erman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

UPI, 2003), h. 151

Sutarto Hadi, Pendidikan Matematika Realistik, (Banjarmasin: Tulip

Banjarmasin, 2005), h.37

Treffers, 1987, Pembelajaran Matematika Realistik, (Online), tersedia:

http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/MRE.pdf. Diakses: 9 november

2013

Asma Nur, Model Pembelajaran Kooperatif, (Padang: UNP Press, 2008), h. 2

Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan (Jakarta:

Rineka Cipta, 2008), h. 240

Isjoni, Cooperative Learning-Efektifitas Pembelajaran Kelompok. (Bandung:

Alfabeta, 2009), h. 41- 43

Suradi, Model Pembelajaran Resik Sebagai Strategi, 2006,

Meier Dave, The Accelerated Learning (Hand Book, (Bandung : Kaifa, 1999), h.

84

Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 209-212Sardiman, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Raja grafindo

Persada, 2001), h. 95

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 1995), h. 49

Azhar Muhammad, Proses Belajar Mengajar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993),

h. 14-15

Bahri Djamarah Sayaiful , Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1995), h. 49

Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h.

209

Dinata Sukma Nana Syaodih, Metode Penelitani Pendidikan, (Bandung : PT

Remaja Rosdakarya. 2009), h. 316

Suryabrata Sumadi, Metode penelitian pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003), h. 104

Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito Bandung, 2005), h. 466

Page 80: Proposal Putry Miranty

80

Walpole Ronald, Pengantar Statistika, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1993), h.

391 Edisi Ketiga

Prawironegoro Pratiknyo, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang

Studi Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P2I. PTK, 1985), h.11-12

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta.2002), h. 178

Dimyati , Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), h. 115