Proposal Lengkap
-
Upload
fytta-azhyra-ulfatunissa -
Category
Documents
-
view
254 -
download
5
Transcript of Proposal Lengkap
PENGARUH PENDIDIKAN GURU TERHADAP PROFESIONALISME
DALAM MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 21
KECAMATAN MANDALAJATI KOTA BANDUNG
TAHUN AJARAN 2012-2013
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Penelitian Pendidikan (GD401)
Dosen Dr. H. Y. Suyitno, M.Pd. (0465)
Ira Rengganis, M.Sn. (2616)
Disusun oleh :
Nama : ULFAH
NIM : 1003269
Kelas : 3 Matematika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
1
A. Judul Penelitian
“Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Profesionalisme dalam Mengajar di
Sekolah Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran
2012-2013”.
B. Latar Belakang Masalah
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang
sangat menentukan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan adalah
investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis
bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua
negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama
dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia
menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara.
Pendidikan yang bermutu pada dasarnya menghasilkan sumber daya
manusia yang bermutu pula. Sumber daya manusia yang bermutu itu dipupuk
sesuai dengan perkembangan potensi peserta didik semenjak pendidikan dasar,
menengah, maupun tinggi. Mereka yang mendapatkan layanan pendidikan itu
kemudian menjadi manusia dewasa yang memiliki indikator kualifikasi ahli,
terampil, kreatif, inovatif, serta memiliki sifat dan perilaku yang positif.
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam
konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini yang
disebabkan gurulah yang berada dalam barisan terdepan pelaksanaan pendidikan.
Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses
2
belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang
berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan
moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang
siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru
yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya.
Guru mempunyai tugas dan misi yang berat, namun mulia dalam
mengantarkan tunas-tunas bangsa ke puncak cita-cita. Oleh karena itu, sudah
selayaknya guru mempunyai berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas
dan tanggung jawabnya. Dengan kompetensi tersebut, maka akan menjadi guru
yang profesional, baik secara akademis maupun nonakademis.
Apalagi dalam perubahan kurikulum yang menekankan kompetensi, guru
memegang peranan penting terhadap implementasi KTSP, karena gurulah yang
pada akhirnya akan melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Guru adalah
kurikulum berjalan. Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad
Hasan, sebaik apapun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung
oleh mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia (Kompas, 15
April 2004). Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan
pembenahan di bidang kurikulum saja, tetapi harus juga diikuti dengan
peningkatan mutu guru di jenjang tingkat dasar dan menengah. Tanpa upaya
meningkatkan mutu guru, semangat tersebut tidak akan mencapai harapan yang
diinginkan.
Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih
rendah. Saat ini banyak terdapat guru-guru yang mengajar bukan dari lulusan
kependidikan. Guru-guru tersebut banyak yang tidak profesional. Berbeda dengan
lulusan kependidikan, ketika kuliah mereka belajar tentang pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan profesionalisme. Mata kuliah
inilah yang mampu meningkatkan kualitas guru. Jelas berbeda dengan sarjana
nonkependidikan yang tidak belajar tentang hal-hal tersebut, sehingga ketika
mengajar guru menjadi tidak profesional.
3
Dalam banyak kasus di lapangan, banyak sekali ditemukan guru yang
“salah kamar” (missmatch), banyak guru di suatu sekolah memegang suatu mata
pelajaran yang bukan vaks-nya, yakni seorang guru non-keguruan yang minus
metodologi pembelajaran.
Berpijak pada uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Profesionalisme dalam Mengajar di Sekolah
Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-
2013”.
C. Batasan Masalah
Uraian latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya secara
aktual membatasi penelitian ini pada pengaruh pendidikan guru, seperti
perbedaan guru yang lulusan sarjana kependidikan dengan non kependidikan dan
guru-guru yang belum sarjana atau hanya lulus SMA/D1, D2, atau D3. Disini
akan terlihat apakah pendidikan akan berpengaruh atau tidak. Selain itu, aspek
profesionalismenya dilihat dari cara mengajar guru. Selanjutnya batasan masalah
ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, “Bagaimana pengaruh pendidikan guru
terhadap profesionalisme dalam mengajar di Sekolah Dasar se-Gugus 21
Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,
secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah “Bagaimana pengaruh
pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam mengajar di Sekolah Dasar se-
Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?”
Masalah tersebut dijabarkan kedalam rumusan masalah yang lebih khusus
yaitu berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengajar guru yang non sarjana di kelas?
2. Bagaimana cara mengajar guru yang lulusan non kependidikan di kelas?
4
3. Bagaimana cara mengajar guru yang lulusan kependidikan di kelas?
4. Bagaimana pengaruh pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam
mengajar di kelas?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui:
1. Cara mengajar guru non sarjana di kelas.
2. Cara mengajar guru yang lulusan non kependidikan di kelas.
3. Cara mengajar guru yang lulusan kependidikan di kelas.
4. Terdapat pengaruh atau tidak pendidikan guru terhadap profesionalisme
dalam mengajar di kelas.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Bagi guru :
a. Memberikan informasi bahwa profesionalisme guru merupakan hal yang
sangat penting dalam pendidikan.
b. Memberi wacana baru untuk terus meningkatkan profesionalisme guru dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
c. Memberikan informasi bahwa guru yang berpendidikan sangat diperlukan
untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Bagi sekolah :
a. Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga kependidikan agar lebih
meningkatkan profesionalismenya.
b. Sebagai informasi untuk menjadikan profesionalisme sebagai aspek yang
sangat diperlukan untuk menjadi guru di sekolah tersebut.
5
c. Sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas profesionalisme di sekolah
sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.
G. Kajian Teori
1. Pengertian Profesionalisme Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya)
tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi; (2) memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya; dan (3) mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya. Jadi, dalam pekerjaan profesional digunakan
teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga
dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain.
Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau mensyaratkan
pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis
yang intensif (Webstar, 1989). Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan
yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang
disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan
persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Oxford Dictonary menjelaskan profesional adalah orang yang melakukan
sesuatu dengan memperoleh pembayaran, sedangkan yang lain tanpa pembayaran.
Artinya profesionalisme adalah suatu terminologi yang menjelaskan bahwa setiap
pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seorang yang mempunyai keahlian dalam
bidangnya atau profesinya. Seseorang akan menjadi profesional bila ia memiliki
pengethuan dan keterampilan bekerja dalam bidangnya. Hakekat profesi memiliki
fungsi yang penting dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Setiap
profesi mengklaim bahwa ia memiliki ilmudan kemampuan yang “mumpuni”
yang sangat berperan bagi perkembangan masyarakat. Kecakapan atau keahlian
6
seorang profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang
terkondisi. Tetapi perlu didasari wawasan yang mantap, memiliki wawasan yang
luas, bermotivasi dan berusaha untuk berkarya.
Kata profesional menunjukkan kepada seseorang yang memenuhi
persyaratan untuk memangku jabatan profesi dan atas dasar itu ia memperoleh
imbalan atau bayaran atas kinerja pelaksanaan tugas-tugas jabatannya itu. Ia juga
dipandang sebagai pakar (expert) karena telah menguasai suatu cabang bidang
keilmuan dan perangkat “kemahiran praksis” tertentu. Bagi guru yang telah
memadai persyaratan dan melaksanakan tugas jabatan profesi serta memperoleh
imbalan yang layak atas pelaksanaan tugas jabatannya maka dapat diakui sebagai
guru yang profesional.
Profesionalisasi menunjukkan kepada suatu proses usaha, baik yang
dilakukan seseorang secara individual maupun sekelompok orang, untuk menuju
dan mencapai tingkat kualifikasi dan atau sertifikasi dalam bidang keprofesian
tertentu. Berbagai jalan menuju pencapaian profesi itu dapat ditempuh melalui
pendidikan formal atau nonformal, berperan serta dalam kegiatan organisasi
asosiasi profesi, dan atau secara mendiri mengembangkan kemampuan
profesionalnya sebagaimana yang tengah ditempuh guru-guru di Indonesia.
Profesionalitas menunjukkan ukuran standar mutu kinerja yang telah
dicapai seorang profesional. Dengan kata lain, seberapa jauh tingkat kinerja yang
dipersyaratkan profesi seseorang telah terpenuhi dengan memperoleh pengakuan,
kepercayaan, dan penghargaan sebagaimana layaknya. Dalam jabatan profesi guru
dapat dilihat dan ditunjukkan dengan jabatan fungsional yang diraihnya.
Maka, profesionalisme dapat dimaknai sebagai paham atau pandangan
yang mengandung pengakuan, penghayatan atau penyikapan, penghargaan dan
pencitraan serta komitmen bahwa suatu bidang pekerjaan tertentu –termasuk
kependidikan atau kegurun– itu layak disebut sebagai suatu profesi. Dengan
demikian, profesionalisme guru merupakan paham yang memandang bahwa
pekerjaan guru itu harus menempuh proses profesionalisasi agar ia memperoleh
status sebagai profesional, yang kinerjanya dapat memadai standar mutu
7
profesionalitas dengan memperoleh kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan
yang layak dari para pihak yang berkepentingan.
Sesungguhnya kebijakan pemerintah yang bertalian dengan
profesionalisme guru telah diamanatkan dan digariskan dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 39 ayat 2),
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1-44), dan
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Pasal 28-41). Esesnsi kebijakan itu bertujuan meningkatkan kualitas kinerja tata
pamong penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, yang menyangkut kepentingan sebagian besar
hak dan hajat hidup warga masyarakat. Kebijakan itu juga dimaksudkan untuk
meletakkan landasan yang kokoh bagi jenjang pendidikan selanjutnya, dengan
jalan di satu sisi menetapkan persyaratan dan prinsip dasar kompetensi profesional
yang harus dimiliki oleh para guru untuk diizinkan menyelenggarakan pelayanan
keahlian di lapangan, dan di sisi lain menyediakan imbalan yang layak kepada
para guru. Dengan demikian, diharapkan jabatan guru itu menjadi lebih menarik
bagi putera-puteri bangsa terbaik, disamping lebih membetahkan mereka yang
tengah mengabdikan dirinya sebagai guru dan tidak menjadikan pendidikan hanya
sebagai teminal atau batu loncatan ke bidang lain yang dipandang lebih
menjanjikan bagi kehidupannya.
Menurut Surya (2005), guru yang profesional akan tercermin dalam
pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam
materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya
dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya
mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta
didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional
mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual.
Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya,
mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta
mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi
guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
8
lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung
jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya.
Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai
makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-
norma agama dan moral.
Berikut beberapa ciri guru yang profesional yang mungkin dapat jadi
patokan bagi para guru untuk mengembangkan diri sehingga benar-benar
profesional.
Selalu mempunyai energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan
atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuan
mendengar dengan seksama.
Mempunyai tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran
dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
Mempunyai keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga
bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
Mempunyai keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik
dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik. Saat siswa belajar dan
bekerja sama secara efektif, guru membiasakan menanamkan rasa hormat
kepada seluruh komponen di dalam kelas.
Dapat berkomunikasi baik dengan orang tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan
membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang terjadi di dalam
kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya.
9
Mempunyai harapan yang tinggi pada siswanya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi pada siswa dan
mendorong semua siswa di kelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan
potensi terbaik mereka.
Pengetahuan tentang kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum
sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga
memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru
yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk
subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan
menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan
bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak.
Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan
memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan
siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
Mempunyai hubungan yang berkualitas dengan siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling
hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat
dipercaya.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Guru sebagai pekerjaan profesi, secara holistik adalah berada pada
tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional. Karena guru dalam
melaksanakan tugas profesionalnya memiliki otonomi yang kuat. Adapun tugas
guru sangat banyak, baik yang terkait dengan kedinasan dan profesinya di
sekolah. Seperti mengajar dan membimbing para muridnya, memberikan
penilaian hasil belajar peserta didiknya, mempersiapkan administrasi
10
pembelajaran yang diperlukan, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan
pembelajaran. Di samping itu, guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan
dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan
zaman, ataupun di luar kedinasan yang terkait dengan tugas kemanusiaan dan
kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.
Dalam melaksanakan perannya sebagai pengajar, hal-hal yang harus
dilakukan guru adalah: pertama, mampu menyusun program pengajaran selama
kurun waktu tertentu secara berkelanjutan. Kedua, membuat persiapan mengajar
dan rencana kegiatan belajar mengajar untuk tiap bahan kajian yang akan
diajarkan berkaitan dengan penggunaan metode tertentu. Ketiga, menyiapkan alat
peraga yang dapat membantu terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang
efektif. Keempat, merencanakan dan menyiapkan alat evaluasi belajar dengan
tepat. Kelima, menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran yang
merupakan program sekolah. Misalnya, program pengajaran perbaikan dan
pengajaran pengayaan serta ekstrakurikuler. Keenam, mengatur ruangan kelas
yang kondusif bagi proses belajar mengajar. Ketujuh, mengatur tempat duduk
siswa sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik serta daya tangkap siswa
terhadap pelajaran.
Dalam menjalankan tugasnya seorang guru setidaknya harus memiliki
kemampuan dan sikap sebagai berikut: pertama, menguasai kurikulum. Guru
harus tahu batas-batas materi yang harus disajikan dalam kegiatan belajar
mengajar, baik keluasan materi, konsep, maupun tingkat kesulitannya sesuai
dengan yang digariskan dalam kurikulum. Kedua, menguasai substansi materi
yang diajarkannya. Guru tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan bahan
pelajaran yang telah ditetapkan, tetapi guru juga harus menguasai dan menghayati
secara mendalam semua materi yang akan diajarkan. Ketiga, menguasai metode
dan evaluasi belajar. Keempat, tanggung jawab terhadap tugas. Kelima, disiplin
dalam arti luas.
Kemampuan dan keterampilan mengajar merupakan suatu hal yang dapat
dipelajari serta diterapkan atau dipraktikkan oleh setiap guru. Mutu pengajaran
akan meningkat apabila seorang guru dapat mempergunakannya secara tepat.
11
Guru yang bermutu atau berkualitas ada lima komponen, yakni: pertama, bekerja
dengan siswa secara individual. Kedua, persiapan dan perencanaan mengajar.
Ketiga, pendayagunaan alat pelajaran. Keempat, melibatkan siswa dalam berbagai
pengalaman. Kelima, kepemimpinan aktif dari guru (Piet A. Sahertian dan Ida
Alaida Sahertian, 1990). Kemampuan pribadi guru dalam proses belajar mengajar
meliputi: (1) kemantapan dan integritas pribadi, yaitu dapat bekerja teratur,
konsisten, dan kreatif; (2) peka terhadap perubahan dan pembaharuan; (3) berpikir
alternatif; (4) adil, jujur, dan kreatif; (5) berdisiplin dalam melaksanakan tugas;
(6) ulet dan tekun bekerja; (7) berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-
baiknya; (8) simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam
bertindak; (9) bersifat terbuka; (10) berwibawa.
Sementara itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat menggambarkan
bahwa guru yang baik adalah dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Guru yang baik adalah guru yang waspada secara profesiobal. Ia terus
berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling
baik bagi anak-anak muda.
2. Mereka yakin akan nilai atau manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha
memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya.
3. Mereka tidak lekas tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya
dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk
menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang
sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir.
4. Mereka memiliki seni dalam hubungan manusiawi yang diperolehnya dari
pengamatannya tentang bekerjanya psikologi, biologi, dan antropologi
kultural di dalam kelas
5. Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. Mereka sadar bahwa dibawah
pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya (Hamalik,
2002).
Seorang pendidik berkewajiban membimbing, mengarahkan,
mengantarkan, dan mengembangkan potensi anak didik seoptimal mungkin. Tentu
saja, pekerjaan ini tidaklah mudah bagi seorang pendidik, sebab ia harus mampu
12
menggali atau mengungkap potensi peserta didik yang masih tersembunyi (hidden
talent) menjadi potensi yang tumbuh dan berkembang ke permukaan. Sebuah
layanan yang bukan saja membutuhkan waktu, akan tetapi membutuhkan pula
proses layanan pendidikan yang tepat dan benar.
Dengan dasar di atas, seorang pendidik perlu pandangan yang luas,
sehingga memiliki pemahaman yang mendalam terkait dengan beragam konsep
pendidikan. Peristiwa memilah, memilih, dan menerapkan beragam teori
pendidikan menjadi bagian yang kerap dilakukan oleh seorang pendidik. Selain
itu, mengkaji dan menentukan keberpihakan pada beragam aliran dari beberapa
tokoh pendahulu juga merupakan bagian yang senantiasa dilakukan oleh seorang
pendidik yang berkeinginan memberikan layanan yang terbaik bagi peserta
didiknya.
3. Standar Profesional Guru di Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar berarti sesuatu yang
dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan timbangan.
Standar juga dapat dipahami sebagai kriteria minimal yang harus dipenuhi. Jadi,
standar profesional guru mempunyai kriteria minimal berpendidikan sarjana atau
diploma empat serta dilengkapi dengan sertifikasi profesi. Dalam kasus dunia
pendidikan di Indonesia, seringkali standar bagi pemula atau guru baru belum
dapat dipenuhi. Namun setelah mereka aktif sebagai guru, kemudian ada
langkah-langkah memenuhi standar tersebut. Misalnya para guru yang under-
standard tadi melakukan upaya secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan
kualitas diri, baik dengan cara melanjutkan studi atau kegiatan lain yang semisal.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru yang baik, pemerintah
Indonesia bersama berbagai lembaga terkait telah merumuskan dan menyusun
butir penting yang harus dipenuhi oleh para guru. Namun, mengingat tingkatan
guru juga beberapa jenjang, yakni tingkat pra-sekolah, taman kanak-kanak,
sekolah dasar, sekolah menengah umum atau kejuruan, dan selanjutnya, maka
persoalan ini menjadi kompleks.
13
Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi
yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika
di dalam maupun di luar kelas. Di samping tugas mengajar sebagai tugas pokok
seorang guru, ada juga beberapa persoalan atau tugas prinsip yang semua guru
harus mengetahui dan menguasainya sebagai bagian dari tugas seorang guru yang
profesional. Yakni tugas administrasi kurikulum dan pengembangannya,
pengelolaan peserta didik, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan
khusus, dan hubungan sekolah-masyarakat. Memang dilihat dari segi
pembebanan, jelas persoalan di atas merupakan yang dapat memberatkan tugas
guru karena tidak terkait langsung dengan tugas mengajarnya. Akan tetapi, jika
dicermati ternyata tugas-tugas tersebut ada kaitannya dengan ketertiban,
kerapihan tugas guru, dan profesionalisme guru.
Umumnya, kata pendidik seringkali diwakiili oleh istilah “guru”. Guru,
sebagaimana diurai Hadari Nawawi (1989), adalah orang yang pekerjaannya
mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Secara lebih
khusus, guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan
masing-masing. Guru dalam pengetian tersebut, bukan hanya sekadar orang yang
berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran)
tertentu, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa
bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk
menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih
rendah. Karena saat ini banyak terdapat guru-guru yang mengajar bukan dari
lulusan kependidikan. Guru-guru tersebut banyak yang tidak profesional.
Berbeda dengan lulusan kependidikan, ketika kuliah mereka belajar tentang
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan profesionalisme.
Mata kuliah inilah yang mampu meningkatkan kualitas guru. Jelas berbeda
dengan sarjana nonkependidikan yang tidak belajar tentang hal-hal tersebut,
sehingga ketika mengajar guru menjadi tidak profesional. Berikut ini akan
dipaparkan tabel mengenai jumlah guru di Indonesia menurut ijazah tertinggi.
14
Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2002/2003 (dalam %)
No. Jenjang Jumlah Guru SMA/D1 D2 D3 S1 S2/S3
1. TK 137.069 90,57 5,55 - 3,88 -
2. SLB 8.304 47,58 - 5,62 46,35 0,45
3. SD 1.234.927 49,33 40,14 2,17 8,30 0,05
4. SMP 466.748 11,23 21,33 25,10 42,03 0,31
5. SMA 230.114 1,10 1,89 23,92 72,75 0,33
6. SMK 147.559 3,54 1,79 30,18 64,16 0,33
7. PT 236.286 - - - 56,54 43,46
Sumber: Balitbang Depdiknas
Seperti yang terlihat di tabel diatas, saat ini profesi guru SD hampir 50%
persen diisi oleh guru yang hanya lulusan SMA atau D1, sedangkan 40,14% diisi
oleh guru lulusan D2, 2,17% oleh D3, dan hanya 8,30% diisi oleh guru lulusan
S1 atau sarjana. Sedangkan untuk lulusan S2/S3 hanya 0,05%. Hal ini tentu
sangat memperihatinkan, mengingat profesionalisme guru sangat diperlukan.
Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru.
Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya
manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui
proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang
berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan
moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan
yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok
guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam
menjalankan tugas profesionalnya.
Realitas menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia dinilai masih
memperihatinkan. Input guru di Indonesia sangat rendah. Selain tabel yang
diatas, Data Balitbang Depdiknas (1999) menunjukkan dari peserta tes calon guru
PNS setelah dilakukan tes bidang studi ternyata rata-rata skor tes seleksinya
sangat rendah. Dari 6.164 calon guru Biologi ketika dites Biologi rata-rata
skornya hanya 44,96; dari 396 calon guru Kimia ketika dites Kimia rata-rata
15
skornya hanya 43,55; dari 7.558 calon guru Bahasa Inggris rata-rata skornya
hanya 37,57; dari 7.863 calon guru Matematika ketika dites Matematika rata-rata
skornya hanya 27,67; dan dari 1.164 calon guru Fisika ketika dites Fisika rata-
rata skornya hanya 27,35. Data Balitbang Depdiknas tahun 2001 juga
menunjukkan guru SD (negeri dan swasta) yang dinilai layak mengajar hanya
38% dari 1.141.168 guru se-Indonesia. Begitu pula untuk jenjang menengah,
julmah guru yang dinilai layak mengajar masih dibawah 70% (Kompas, 25
Januari 2004).
Profesi guru masih dihadapkan kepada banyak permasalahan, karena
profesi guru merupakan suatu profesi yang sedang tumbuh. Semua
permasalahannya masih relevan untuk dibicarakan, salah satu diantaranya profesi
harus melalui pendidikan tinggi keguruan. Hal ini sejalan dengan UU No. 14
Tahun 2005 Pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian Pasal 9
menyatakan kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma
empat. Penegasan dari UU ini menyatakan secara jelas bahwa kualifikasi guru
setidak-tidaknya berpendidikan sarjana atau program diploma empat.
Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 ini juga
menggariskan prinsip profesional dengan memberikan batasan pekerjaan guru
sebagai profesi yang memerlukan keahlian, kearifan, dan keteladanan yang
mempunyai kekhususan dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan
watak peserta didik serta pembangunan peradaban bangsa yang bermartabat dan
melalui waktu yang panjang. Disebutkan secara eksplisit dalam UU ini bahwa
guru yang profesional harus memenuhi syarat, yakni:
a. Memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang
profesinya.
b. Memperoleh kehormatan dan penghargaan dari masyarakat atas jasa
pengabdian pada bidang profesinya.
16
c. Menjadi anggota organisasi profesi yang memperoleh pengakuan secara
nasional maupun internasional.
d. Melaksanakan tugas berdasarkan kode etik profesi guru.
e. Memperoleh penghasilan layak yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru yang profesional,
termasuk kesejahteraan, jaminan sosial, dan perlindungan hukum dalam
menjalankan profesinya.
Selain itu, Undang-Undang juga menegaskan bahwa pemberdayaan
profesi guru hendaknya diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, kemajemukan bangsa, dan nilai profesionalisme.
4. Kompetensi Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 dan dijelaskan pula dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pada Bab VI Pasal 28 Ayat (3), ada empat kompetensi guru yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman terhadap peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik
dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional
berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan
mendalam yang mencakup substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di
17
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta
secara terus menerus menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Selanjutnya adalah kompetensi sosial yakni berkenaan dengan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
H. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap masalah yang diteliti, maka
ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan yaitu sebagai berikut.
1. Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang atau
benda).
2. Profesionalisme guru adalah paham yang memandang bahwa pekerjaan guru
itu harus menempuh proses profesionalisasi agar ia memperoleh status
sebagai profesional, yang kinerjanya dapat memadai standar mutu
profesionalitas dengan memperoleh kepercayaan, pengakuan, dan
penghargaan yang layak dari para pihak yang berkepentingan.
3. Mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa seperangkat
pengetahuan, nilai, dan/atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau
sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya
sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia
dapat mengembangkan atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual.
I. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
karena metode ini menitikberatkan pada proses penyusunan dan pengumpulan
data, analisis, dan interpretasi data, serta memusatkan diri pada pemecahan
masalah yang sedang berlangsung saat ini. Menurut Surakhmad (2002 : 140),
18
“Metode deskriptif adalah metode yang mempunyai ciri memusatkan diri pada
pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-
masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan
kemudian dianalisis”. Dari segi pendekatan analisis dan pengumpulan data
digunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena ada
proses pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan studi dokumentasi
yang analisis datanya juga menggunakan analisis data kualitatif.
2. Instrumen Penelitian
a. Instrumen Pengumpulan Data
Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada
orang lain yang bersedia memberikan respons (responden) sesuai
dengan permintaan pengguna. Jenis angket yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu angket tertutup.
Wawancara
Wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal antara
peneliti dengan guru bidang studi, semacam percakapan untuk
memperoleh informasi. Pada penelitian ini dilakukan secara bebas
tanpa terikat oleh pertanyaan tertulis agar dapat berlangsung luwes
dengan arah yang terbuka.
Pengamatan (Observasi)
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke
objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.
Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan ketika guru mengajar.
Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi foto-
foto, video guru mengajar, dan data-data yang relevan lainnya.
19
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah guru Sekolah Dasar se-Gugus 21
Kecamatan Mandalajati Kota Bandung. Sampelnya adalah guru Sekolah Dasar
Komplek Jatihandap, Cicabe, dan Cikadut.
Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik non-probability sampling
yaitu teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap
anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Kemudian digunakan teknik
sampling sistematis. Peneliti menginginkan jumlah sampel sebanyak 15 guru dari
jumlah populasi sebanyak 90 guru.
4. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif
merupakan pengolahan data yang dilakukan melalui penggunaan kata-kata atau
kalimat. Kegiatan utama dalam pengolahan data kualitatif yaitu reduksi data, data
yang terkumpul melalui berbagai teknik pengumpulan data (kualitatif) diseleksi,
dirangkum, dan diikhtisarkan sesuai dengan fokus penelitian. Pendekatan
kualitatif digunakan karena analisis ini bertalian dengan uraian deskriptif
mengenai profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar. Teknik tersebut
mencakup kegiatan mengungkap kelebihan dan kelemahan kinerja guru dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan
sebagai dasar untuk pengumpulan data.
J. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dilaporkan dalam wujud skripsi. Skripsi yang
dimaksud disusun atas lima bab. Bab I Pendahuluhan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II Kajian Teoritik yang meliputi
20
konsep pendidikan guru, profesionalisme guru, cara mengajar dan beberapa
penelitian terdahulu.
Bab III Metode Penelitian mencakup definisi operasional variabel,
populasi dan sampel penelitian, persiapan pelaksanaan dan analisis data
penelitian. Sedangkab Bab IV tentang hasil dan pembahasan penelitian mencakup
deskripsi dan uraian bahasan hasil penelitian. Bab V Penutup meliputi
kesimpulan dan rekomendasi.
K. Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari Bulan Januari
2013 sampai bulan April 2013.
No. Kegiatan Bulan
Januari Februari Maret April
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
3. Penyusunan
L. Daftar Pustaka
Barizi, Ahmad & Muhammad Idris. 2009. Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Chaedar, A. Alwasilah, dkk. 2008. Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi.
Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur
Negara.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.
21
Sagala, Syaiful. 2008. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta.
Sukardjo & Ukim Komarudin. 2012. Landasan Pendidikan Konsep dan
Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional – Suatu Tinjauan Kritis.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sampurno, Agus. 2009. Sepuluh Ciri Guru Profesional. [Online]. Tersedia:
http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/ (6
Januari 2012)