Proposal Karya Ilmiah Samuel

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan jaman dan perkembangan globalisasi yang harus dihadapi terutama persaingan ekonomi yang semakin ketat dan tuntutan dunia kerja yang juga berkembang semakin tinggi, maka tidak ada jalan lain selain meningkatkan mutu pendidikan. Karena pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antipasi kepentingan masa depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan yang terus menerus dilakukan. Mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi banyak faktor antara lain: kurikulum, tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana prasarana, media pembelajaran, manajemen sekolah, dan lingkungan (iklim) kerja. Perkembangan dan perubahan dunia pendidikan pada sekolah menengah kejuruan (SMK), yang memang tamatannya harus dipersiapkan masuk dunia kerja maka selain 1

Transcript of Proposal Karya Ilmiah Samuel

Page 1: Proposal Karya Ilmiah Samuel

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuntutan jaman dan perkembangan globalisasi yang harus dihadapi

terutama persaingan ekonomi yang semakin ketat dan tuntutan dunia kerja yang

juga berkembang semakin tinggi, maka tidak ada jalan lain selain meningkatkan

mutu pendidikan. Karena pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan

kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Perubahan atau

perkembangan pendidikan adalah hal yang memang harus terjadi sejalan dengan

perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada

semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antipasi kepentingan masa

depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau

perbaikan pendidikan untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan

yang terus menerus dilakukan. Mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan

proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi banyak faktor antara lain:

kurikulum, tenaga kependidikan, proses pembelajaran, sarana prasarana, media

pembelajaran, manajemen sekolah, dan lingkungan (iklim) kerja.

Perkembangan dan perubahan dunia pendidikan pada sekolah menengah

kejuruan (SMK), yang memang tamatannya harus dipersiapkan masuk dunia kerja

maka selain komponen di atas ditambah dengan kerjasama industri. Dengan

begitu perkembangan dan perubahannya harus diselaraskan dengan perkembangan

kebutuhan dunia industri dan dunia usaha, perkembangan dunia kerja, serta

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan meningkatkan mutu

pendidikan maka kualitas sumber daya manusia tamatan sekolah menengah

kejuruan (SMK) yang akan masuk dunia kerja akan meningkat pula.

Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional, diperlukan sebuah

kurikulum sebagai perangkat guna mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu Doll

(dalam Sukamto, 1988) menjelaskan kurikulum adalah isi dan proses formal dan

informal dimana anak didik memperoleh pengetahuan dan pemahaman,

mengembangkan keterampilan, mengubah sikap, apresiasi dan nilai-nilai di bawah

tanggung jawab sekolah. Beane (1986) menyatakan: (1) kurikulum sebagai

1

Page 2: Proposal Karya Ilmiah Samuel

produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai belajar yang

direncanakan, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman anak didik.

Bahwa kurikulum adalah sejumlah kegiatan dan pengalaman belajar yang

telah didesain untuk diberikan kepada anak didik dalam rangka memperoleh

pengetahuan, pemahaman, pengembangan keterampilan, mengubah sikap,

apresiasi dan nilai-nilai sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut di bawah

tanggung jawab sekolah. Selanjutnya kegiatan dan pengalaman belajar yang

didesain ini harus relevan dengan kebutuhan, sehingga dapat bermanfaat bagi

siswa apabila ia sudah lulus dan bekerja nanti. Sejalan dengan pendapat Larson

(1982), tujuan kurikulum harus memberi kepada siswa sesuatu pengalaman

belajar yang relevan, artinya kegiatan-kegiatan yang terorganisir di dalam

kurikulum akan membentuk pengalaman belajar yang relefan dengan tugas-tugas

jabatan siswa di dunia kerja.

Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Teknik Mekanik

Otomotif, yang mencetak tenaga mekanik tingkat menengah, mekanik dalam

bahasa Inggris disebut ”mechanic” berarti montir, sedangkan montir adalah

tukang yang memasang atau memperbaiki motor atau mesin (Poerwadarminta,

1976). Tugas mekanik meliputi memeriksa, membongkar, memasang kembali dan

mengganti suku cadang atau bagian-bagian yang rusak, menyetel mesin, rem,

kemudi dan bagian lain dari kendaraan bermotor (Depnaker, 1987). Artinya

penggunaan istilah montir mekanik maknanya akan sama karena subtansi

pekerjaan yang dilakukan meliputi kegiatan perawatan, penyetelan, diagnosa dan

perbaikan kerusakan pada bidang otomotif. Sebagai mekanik otomotif dalam

memeriksa kendaraan untuk memastikan sifat, besar kecilnya lokasi kerusakan,

merencanakan pekerjaan, menggunakan manual atau pedoman-pedoman teknis

membongkar mesin, bagian-bagian yang memerlukan perhatian, memperbaiki

atau mengganti bagian-bagian seperti piston, transmisi, gasket dan perlengkapan

seperti busi dan menyetel rem, dan melakukan perbaikan lainnya, menyetel motor

dengan menyesuaikan pembakaran karburator katup-katup dan mengetes

kendaraan yang telah diperbaiki di bengkel atau di jalanan (Depnaker, 1987).

Maka seorang mekanik otomotif diartikan sebagai seseorang yang mampu

melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk memperbaiki dan menservis kendaraan

2

Page 3: Proposal Karya Ilmiah Samuel

mobil bensin dan diesel baik motor dua langkah atau empat langkah. Kualifikasi

mekanik dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan menyangkut mobil, sepeda motor, dalam

menganalisa kerusakan, memperbaiki komponen yang rusak dan menyetel/servis.

Terkait dengan pekerjaan otomotif, maka mekanik dapat dikualifikasikan

menjadi empat tingkat, yaitu: (1) tukang, seseorang yang dapat mengerjakan

pekerjaan dengan mengikuti instruksi lisan/bimbingan, dengan bantuan chart atau

manual tulis, (2) teknisi terampil, adalah seseorang yang dapat mengerjakan

sendiri pekerjaan dengan berpedoman kepada hanya bantuan chart atau manual

servis, (3) teknisi ahli, yaitu seseorang yang mendiagnosis pekerjaan dan mampu

memperbaiki sendiri kerusakannya, dan (4) profesional, yaitu seseorang yang

mampu mengembangkan usahanya dalam bidang otomotif lebih profesional,

yaitu dapat menghitung untung ruginya sesuatu pekerjaan bila dilakukannya,

misalnya apakah kerusakan diperbaiki atau lebih baik peralatan yang rusak saja

diganti. Perhitungan yang dilakukan meliputi kesulitan pekerjaan, waktu yang

digunakan, harga dan kegunaannya.

Kurikulum Program Keahlian Tenik Mekanik Otomotif SMK tahun 2004

terdiri 3 kelompok yaitu: (1) program normatif, (2) program adaptif, dan (3)

program produktif. Dalam program produktif dikelompokkan dalam kompetensi

mesin (engine), kelistrikan (electrical), casis (chasis), dan pemindah tenaga

(power train). Pada kelompok kompetensi kelistrikan (electrical) dibagi menjadi

kompetensi-kompetensi yang salah satunya terdapat mata diklat pemasangan,

pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring dengan kode OPKR 50-

007 B.

Angkatan kerja dari lulusan SMK jumlahnya mencapai 7,12 juta orang,

namun masih 60 persen yang terserap lapangan kerja ([email protected]), hal ini

disebabkan bahwa lulusan sekolah menengah kejuruan dipandang kurang mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan maupun perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sulit untuk bisa dilatih kembali, dan kurang bisa mengembangkan

diri. Temuan tersebut tampaknya mengindikasikan bahwa pembelajaran di SMK

belum banyak menyentuh atau mengembangkan kemampuan adaptasi peserta

didik. Dari data tersebut diperoleh gambaran bahwa sebagian lulusan SMK tidak

3

Page 4: Proposal Karya Ilmiah Samuel

bisa diserap di lapangan kerja, karena kompetensi yang mereka miliki belum

sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Pada proses belajar mengajar di sekolah bahwa hasil belajar seseorang

ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang

ada di luar individu untuk tersedianya media pembelajaran yang memberi

kemudahan bagi individu untuk mempelajarinya, sehingga menghasilkan belajar

yang lebih baik. Dari beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa media

belajar mempengaruhi kompetensi siswa, hasil penelitian-penelitian tersebut

antara lain adalah: (1) Endang Prihatiningsih (1998:28) hasil penelitiannya

menyatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara sarana belajar dengan

prestasi siswa, (2) Jamaludin (2002:41) hasil penelitiannya menyatakan adanya

korelasi positif antara belajar dan fasilitas belajar siswa dengan mutu lulusan, dan

(3) Eko Cahyono (2005:13) adanya perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa

didasarkan pada penggunaan media yang berbeda dalam pembelajaran.

Proses belajar mengajar pada Program Keahlian Mekanik Otomotif

sebagian besar sudah menggunakan bagian-bagian komponen mobil sebenarnya

seperti contoh sistem starter, sistem pengisian, transmisi, mesin, differential dan

lain yang sekiranya bagian komponen tersebut benar-benar mewakili komponen

mobil. Sehingga jika siswa menghadapi mobil sebenarnya sudah tidak asing lagi

dan pernah melakukan pembongkaran, pengujian dan perbaikan komponen serta

sistem yang sama pada saat latihan atau praktik di bengkel.

Akan tetapi lain halnya dengan proses belajar mengajar kompetensi

pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring (kode

OPKR 50-007B) terutama kompetensi troubleshooting, selama ini sepanjang

pengamatan dan pengalaman pada SMK yang mempunyai Program Keahlian

Mekanik Otomotif terutama pada kompetensi troubleshooting sistem penerangan

hanya menggunakan trainer/simulator/alat peraga sistem penerangan dan wiring,

jarang sekali yang menggunakan media pembelajaran mobil training maupun

mobil real.

Tujuan digunakannya simulator tersebut adalah dalam pembelajaran

praktek agar siswa mampu menganalisa memperbaiki dan menguji sistem

penerangan dan wiring mudah dilakukan. Demikian pula dengan sistem evaluasi

4

Page 5: Proposal Karya Ilmiah Samuel

yang dilakukan pada kompetensi sistem kelistrikan penerangan dan wiring serta

kompetensi troubleshooting sistem penerangan tidak dilakukan pada mobil

training maupun mobil real melainkan tetap pada simulator/alat peraga sistem

penerangan dan wiring, sehingga kemampuan troubleshooting sistem penerangan

siswa pada mobil sebenarnya tidak terukur dengan baik. Kondisi yang demikian

juga terjadi pada siswa Program Keahlian Mekanik Otomotif di SMK Negeri 5

Surabaya , SMK negeri dan swasta Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif

lainnya di kota Surabaya.

Sebagai salah satu materi diklat yang masuk kelompok produktif, yaitu

kompetensi pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring.

Hal ini merupakan materi diklat yang sangat membutuhkan media dalam proses

pembelajaran. Pemanfaatan media pembelajaran terkait dengan pembelajaran

kompetensi pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring,

baik yang diperoleh dari pemerintah (melalui proyek), maupun dibeli dan dibuat

sendiri oleh sekolah. Demikian pula pada SMKN 5 Surabaya sebagai sekolah

negeri yang baru berdiri penggunaan media untuk pembelajaran praktek sistem

penerangan, menggunakan trainer sistem penerangan. Penggunaan media trainer

sistem penerangan dengan tujuan untuk memudahkan proses pemelajaran, bentuk

yang sederhana juga memudahkan proses merangkai wiring.

Bentuk dari trainer pada bagian letak komponen, model wiring/rangkaian

yang tidak standar dan konstruksi komponen yang kurang sesuai atau tidak sesuai

dengan keadaan pada mobil real, merupakan kendala tersendiri ketika siswa harus

dapat menganalisa (troubleshooting) dan perbaikan kerusakan sistem penerangan

mobil. Setelah melakukan praktek menggunakan trainer sistem penerangan,

siswa seharusnya diarahkan untuk mengaplikasikan kemampuan pemahaman

kelistrikan dan kompetensi troubleshooting sistem penerangan pada media mobil

training, sebab media mobil training memiliki wiring, letak dan konstruksi

komponen yang sama dengan mobil sebenarnya. Dengan wiring, letak dan

konstruksi komponen yang mendekati atau sama dengan mobil sebenarnya

diharapkan kemampuan troubleshooting sistem penerangan dapat dikuasi dan

ditingkatkan, sebab kemampuan ini merupakan tujuan dari proses pemelajaran

5

Page 6: Proposal Karya Ilmiah Samuel

sistem penerangan sebelum melakukan perbaikan maupun pengantian komponen

dan wiring.

Pembelajaran troubleshooting sistem penerangan yang diterapkan pada

praktek siswa menggunakan trainer kelistrikan body dan tidak dilakukan pada

mobil training. Hal ini akan menyebabkan siswa akan mendapatkan kendala-

kendala dalam menentukan troubleshooting sistem penerangan dari kerusakan

yang ada, disebabkan adanya perbedaan antara media trainer kelistrikan body

dengan sistem penerangan mobil training untuk nantinya menghadapai mobil

real.

Dengan demikian penggunaan media pembelajaran untuk kompetensi

pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring tidak hanya

menggunakan trainer sistem penerangan akan tetapi harus diaplikasikan

penggunaan mobil training yang memiliki konstruksi, model wiring dan bentuk

komponen yang standar. Dengan tujuan meningkatkan kompetensi dan

kemampuan troubleshooting sistem penerangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kompetensi troubleshooting sistem penerangan siswa

SMKN 5 Surabaya yang diajarkan dengan media trainner?

2. Bagaimanakah kompetensi troubleshooting sistem penerangan siswa SMKN 5

Surabya yang diajarkan dengan media real?

3. Adakah perbedaan yang signifikan kompetensi troubleshooting sistem

penerangan antara kelompok siswa yang diajar dengan media trainner dan

kelompok siswa yang diajar dengan media real ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui kompetensi troubleshooting sistem penerangan siswa

SMKN 5 Surabaya yang diajarkan dengan media trainner.

6

Page 7: Proposal Karya Ilmiah Samuel

2. Untuk mengetahui kompetensi troubleshooting sistem penerangan siswa

SMKN 5 Surabaya yang diajarkan dengan media real.

3. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kompetensi troubleshooting

sistem penerangan antara kelompok siswa yang diajar dengan media trainner

dan kelompok siswa yang diajar dengan media real.

D. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan yang signifikan kompetensi dalam troubleshooting sistem

penerangan antara kelompok siswa yang diajar dengan media trainner dan

kelompok siswa yang diajar media real.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil kegiatan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran

yang dapat digunakan oleh guru.

2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan peneliti lainnya sebagai bahan referensi

atau acuan dalam melakukan penelitian yang sama atau berbeda.

3. Bagi Dunia Akademis

Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan informasi bagi

pihak yang berkepentingan.

4. Bagi Sekolah

Dapat dijadikan bahan masukan untuk membantu guru dalam memberikan

kelengkapan fasilitas praktik di bengkel sekolah terutama pentingnya dalam

pengadaan alat sesuai dengan pembelajaran troubleshooting sistem

penerangan.

5. Bagi Peneliti

Sebagai saran untuk menambah wawasan peneliti dalam memecahkan

masalah terutama yang berkaitan dengan bidang kajian yang diketahui dalam

7

Page 8: Proposal Karya Ilmiah Samuel

perkuliahan dan dapat dijadikan pengalaman yang nantinya bisa digunakan

pada saat mengajar.

F. Asumsi Penelitian

Kajian permasalahan dalam penelitian ini didasarkan asumsi bahwa:

1. Proses belajar mengajar kompetensi pemasangan, pengujian dan perbaikan

sistem penerangan dan wiring menggunakan trainer kelistrikan bodi telah

dilaksanakan.

2. Kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi dasar sistem penerangan

adalah sama.

3. Kemampuan siswa dalam menguasai trainer kelistrikan bodi diasumsikan

kompeten sesuai level kompetensi yang ditetapkan.

4. Rangkaian/wiring pada media trainner dan media real diasumsikan sama.

G. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian hanya terbatas pada kompetensi pemasangan, pengujian, dan

perbaikan sistem penerangan dan wiring.

2. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian quasi experimen yang dilakukan

dalam lingkungan kelas XI semester 3 Program Keahlian Teknik Mekanik

Otomotif SMKN 5 Surabaya. Kelas yang digunakan adalah kelas yang sudah

ada, tanpa dilakukan randomisasi terhadap siswa.

H. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan tafsir terhadap pengertian dari beberapa

variabel penelitian dan untuk memudahkan dalam pengukurannya, maka dibuat

definisi operasional sebagaimana tertera di bawah ini:

1. Media trainner adalah media pembelajaran yang berbentuk mobil yang terdiri

dari rangka (frame), chasis (chasis), pemindah tenaga (power train), mesin

(engine), dan sistem kelistrikan (electrical) dengan spesifikasi tipe Toyota

Kijang KF10 RDRKF.

2. Media real adalah mobil yang memiliki kreteria: (a) tidak dilakukan

modifikasi sesuai dengan bentuk aslinya (standar), (b) dapat dioperasionalkan

8

Page 9: Proposal Karya Ilmiah Samuel

di jalan raya, dan (c) jenis mobil kijang dengan spesifikasi tipe KF10 RDRKF

pick-up. Adapun kerusakan untuk troubleshooting yang terjadi pada mobil

adalah hasil rekayasa peneliti.

3. Kompetensi troubleshooting sistem penerangan adalah kemampuan yang

dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran kelistrikan sistem

penerangan untuk menganalisa dan menentukan kerusakan/kesalahan pada

komponen dan wiring sistem penerangan.

4. Kompetensi praktik pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan

dan wiring pada trainer. Penguasaan kompetensi praktik pemasangan,

pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring pada trainer adalah

suatu kemampuan siswa dalam mata diklat pemasangan, pengujian, dan

perbaikan sistem penerangan dan wiring pada trainer dan dibuktikan dengan

tindakan maupun berfikir dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yaitu dengan

tes unjuk kerja, yang akan dinilai oleh guru mata diklat.

9

Page 10: Proposal Karya Ilmiah Samuel

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan permasalahan yang akan di teliti, berikut ini akan dibahas

secara teoritis mengenai: kompetensi, kompetensi praktik sistem penerangan dan

wiring, kompetensi troubleshooting sistem penerangan pada mobil training,

Standar Operasional Prosedur (SOP) troubleshooting sistem penerangan, dan

media pembelajaran praktek media mobil training dan mobil real.

A. Kompetensi

1. Pengertian Kompetensi

Ada beberapa penafsiran tentang kompetensi dan itu sangat beragam.

Kompetensi merupakan kemampuan yang mutlak dimiliki oleh para pencari kerja

atau alumni SMK agar dapat mencari kerja yang sesuai dan dapat melaksanakan

tugasnya sebagai pekerja dengan baik sesuai bidang keahliannya. Agar memiliki

pemahaman yang jelas tentang kompetensi perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu

kompetensi, sebelum melangkah pada uraian lainnya.

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni “competence” yang berarti

kecakapan, kemampuan. Menurut kamus besar bahas Indonesia, kompetensi

adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Kalau

kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan, maka hal ini berarti erat

kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan

seseorang untu melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian, tidaklah berbeda

dengan pengertian kompetensi yang dikemukakan oleh W. Robert Houston seperti

dikutip Abdul Kadir Munsyir yang mengatakan bahwa “competence” ordinarily is

defined as “adequacy for a task” or as “possession of require knowledge, skill

and abilities”. Di sini dapat diartikan, bahwa kompetensi sebagai suatu tugas

yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang

dituntut oleh jabatan sesorang. Berdasarkan pada definisi bahwa kompetensi

merupakan pemilikan nilai dan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan (Sudrajat, H. 2004:25).

10

Page 11: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar

yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Nurhadi, 2004:15).

Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus

memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Menurut Finch &

Crunkilton (dalam Nurhadi, 2004:17), kompetensi sebagai penguasaan terhadap

suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang

keberhasilan.

Berdasar pada arti estimologi standar kompetensi terbentuk dari dua kosa

kata, yaitu: standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai ukuran atau

patokan yang disepakati sedangkan kompetensi diartikan sebagai kemampuan

yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi

oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sehingga dapatlah dirumuskan

bahwa kompetesi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi

mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan sesuatu

pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performan yang ditetapkan (SKN,

2004:2).

11

Page 12: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Uraian kompetensi yang telah diberikan di atas dapat ditarik suatu

pengertian tentang kompetensi bahwa kompetensi berkenaan dengan kemampuan

siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; kompetensi menjelaskan

pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; kompetensi

merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang

dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran. Sehingga siswa yang

kompeten memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan

sesuatu.

2. Standar Kompetensi Tamatan

Kompetensi-kompetensi yang diperlukan dan yang akan diberikan kepada

peserta didik itu harus ada standarnya. Standar kompetensi lulusan digunakan

sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan

pendidikan meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok

mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah. Standar kompetensi

lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai

dengan kejuruannya (PP 19, 2005:11).

Maka tujuan pendidikan dapat dinyatakan sebagai pemberdayaan potensi

peserta didik menjadi kompetensi, dalam arti memiliki nilai dan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan untuk menyelasaikan suatu tugas dalam kehidupan

sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Ada beberapa batasan mengenai standar kompetensi. Standar kompetensi

adalah pernyataan tentang keterampilan dan pengetahuan serta sikap yang harus

dimiliki oleh seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas sesuai

dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan (Dikmenjur, 2000:6).

Standar kompetensi adalah ukuran, batasan, atau spesifikasi kemampuan

yang dibakukan, disusun berdasarkan kesepakatan semua pihak terkait dengan

memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan dunia

kerja di pasar domestik, regional dan internasional (Direktorat Penmas, Dirjen

PLS dan Pemuda Depdiknas, 2003:3).

12

Page 13: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Jadi Standar kompetensi adalah suatu standar yang menggambarkan

pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang disyaratkan dalam pekerjaan di

industri, yang dibuat oleh industri, merupakan pedoman dasar pelatihan, untuk

menentukan kualifikasi maupun penilaian, serta merupakan pedoman bagi pelatih

maupun evaluator terhadap penyelenggaraan dan penilaian pelatihan.

Ruang lingkup keahlian dalam standar kompetensi meliputi:

(1) keterampilan melaksanakan pekerjaan (taskskill), (2) keterampilan mengelola

pekerjaan (task management skill), keterampilan mengantisipasi kemungkinan

(contingency management skill), (3) keterampilan mengelola lingkungan kerja

(job/role environment skill), dan (4) keterampilan beradaptasi (transfer skills).

Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi

membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai standar

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Dalam hal SKKNI belum ada,

maka digunakan standar kompetensi yang disepakati oleh forum yang dianggap

mewakili dunia usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif bersifat

melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh dunia

usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif diajarkan secara spesifik

sesuai dengan kebutuhan tiap program keahlian. Dengan mempertimbangkan

keluasan dan jumlah kompetensi yang harus dipelajari, jika SKKNI menuntut

masa pendidikan lebih dari tiga tahun, maka masa pendidikan dapat diperpanjang

paling banyak 2 (dua) semester atau sampai dengan 4 (empat) tahun.

Dengan adanya standar kompetensi pada setiap bidang profesi dan level

kualifikasi, maka pengembangan kurikulum dan materi pembelajaran di setiap

jenis dan jenjang pendidikan dan pelatihan akan lebih mudah disusun dan jelas

arahnya. Hal ini akan menjadikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan lebih

efektif dan effisien sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Pada prinsipnya penetapan kompetensi tamatan SMK mengacu kepada

standar kompetensi yang dituntut dunia usaha dan industri sesuai dengan bidang

keahlian masing-masing. Penetapan program pembelajaran yang harus ditempuh

oleh peserta diklat atau siswa, ditetapkan berdasarkan kompetensi-kompetensi

tersebut.

13

Page 14: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Acuan penyusunan program pembelajaran bukan hanya tuntutan

kompetensi satu industri atau perusahaan, tetapi mempertimbangkan sejumlah

DU/DI dalam bidang keahlian sejenis dengan berbagai karakteristik dan kondisi

yang sangat beragam (Dikmenjur, 2001:34). Untuk itu perlu ditetapkan suatu

standar kompetensi yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan. Dalam hal ini

diperlukan suatu standar kompetensi yang berlaku secara umum dan mewakili

tuntutan utama berbagai DU/DI dengan karakteristik dan kategori variasinya,

yang kemudian menjadi Standar Kompetensi Nasional (SKN).

Standar kompetensi sangat dibutuhkan oleh pihak pendidikan formal atau

sekolah dan pihak dunia usaha atau industri yang keduanya berperan dalam

penilaian uji kompetensi. Dengan kata lain bahwa standar kompetensi dapat kita

artikan sebagai kemampuan seseorang yang menurut Standar Kompetensi

Nasional (SKN) tentang:

1) Bagaimana mengerjakan sesuatu,

2) Bagaimana mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan,

3) Apa yang dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan

rencana semula,

4) Bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan

masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.

Isi SKN adalah seluruh kompetensi lengkap yang dituntut untuk suatu

bidang pekerjaan, mulai dari tingkat yang paling bawah/dasar sampai tingkat

paling tinggi. Tamatan SMK disiapkan untuk menjadi tenaga kerja pada keahlian

dan level pekerjaan tertentu. Tuntutan kompetensi tenaga kerja pada umumnya

tidak hanya menuntuk kemampuan melaksanakan kemampuan teknis bekerja

semata seperti yang tertuang dalam SKN, tetapi masih dituntut kemampuan lain

yang bersifat non teknis yang merupakan persyaratan kepribadian (personality).

Kemampuan non teknis itu mencakup dua hal yaitu kemampuan berprilaku

normatif sebagai mahluk pribadi dan sosial maupun sebagai mahluk Tuhan.

Kedua, kemampuan pengembangan diri dalam peningkatan prestasi kerja

dilingkungannya.

14

Page 15: Proposal Karya Ilmiah Samuel

B. Kompetensi Praktik Sistem Penerangan dan Wiring

Menurut Bloom (1979) klasifikasi tujuan pengajaran ranah kognitif

(cognitive domain) adalah mantra yang mencakup tujuan-tujuan pengajaran yang

meliputi kemampuan atau tugas-tugas intelektual. Selanjutnya ranah kognitif

dibagi dalam enam kategori. Ke enam kategori disusun dalam hirarkhi dari

sederhana menuju kompleks yaitu (a) knowledge, (b) comprehension,

(c) aplication, (d) analysis, (e) synthesis dan (f) evaluation.

Pengetahuan ialah mengingat kembali bagian-bagian informasi khusus dan

umum, serta informasi tentang metode-metode. Secara khusus pengetahuan

menurut Bloom (1979) menyatakan ”knowledge of the ways of organizing,

studying, judging, and criticzing ideals and phenomena. Sedangkan pemahaman

adalah pengenalan bagian informasi bagian informasi untuk membangun ikatan

informasi dengan pengertian lengkap. Selanjutnya aplikasi ialah penerapan prinsip

informasi atau pengetahuan terapan dalam situasi yang berbeda. Analisis

memecahkan atau membagi unit informasi kedalam elemen-elemen yang lebih

kecil dengan maksud untuk lebih memperjelas maknanya, sedangkan sintesis ialah

menyatukan atau memadukan elemen-elemen informasi ke dalam unit-unit

informasi yang berkaitan sehingga mengandung arti lebih jelas. Evaluasi adalah

melakukan pertimbangan dan mengambil keputusan tentang nilai informasi,

bahan-bahan dan metode-metode.

Kemampuan penguasan teori otomotif adalah bagian dari ranah kognitif.

Oleh karena itu, untuk mendalami kaidah-kaidah dasar serta azas-azas otomotif

pada sistem penerangan dan wiring diperlukan kemampuan pengetahuan teori-

teori dasar sistem penerangan dan wiring mulai dari peringkat sederhana sampai

kepada yang kompleks. Kemampuan seseorang dalam menguasai teori tertentu

akan mempengaruhi orang tersebut dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Setiap pekerjaan pada dasarnya menuntut penguasaan teori yang bersifat dasar

dan spesifik. Teori dasar merupakan konsep-konsep yang diperlukan untuk dapat

menguasai teori yang lebih spesifik. Sementara teori spesifik itu sendiri dapat

dijadikan sebagai teori terapan dalam memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan bidangnya atau dengan kata lain teori spesifik berhubungan

langsung dunia empirik atau berhubungan dengan praktik kerja/keterampilan

15

Page 16: Proposal Karya Ilmiah Samuel

dilapangan. Dalam terapannya, teori spesifik akan membantu secara cepat

mengkaitkan fungsi komponen satu dengan komponen yang lainnya sehingga

menjadi fungsi dari suatu sistem.

Definisi praktik atau keterampilan disebutkan dalam kamus Besar Bahasa

Indonesia (1989) diistilahkan sebagai suatu kemampuan menggunakan

pengetahuan seseorang secara efektif, dalam pekerjaan. Istilah lain tentang

keterampilan menurut Terry dan Marshall (1985) mengatakan bahwa

keterampilan merupakan pola mental sistematis dan terkoordinasi dan aktivitis

fisik, biasanya memperlihatkan perasaan dan otot. Winkel (1987) menyebutkan

bahwa orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu

rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan

koordinasi antara gerak-gerik barbagai anggota bahan secara terpadu.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan

adalah adanya koordinasi yang serasi antara perasaan dan otot dalam

melaksanakan suatu kegiatan. Dengan kata lain, bahwa keterampilan adalah

kemampuan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas secara tepat sehingga

dapat tercapai tujuan yang diharapkan. Kemampuan praktik atau keterampilan

praktik termasuk ke dalam ranah psikomotor (psychomotor domine). Dalam istilah

psikologi kata motor diartikan keadaan, kegiatan yang melibatkan otot-otot

beserta gerakan-gerakannya. Di sisi lain ranah psikomotor adalah suatu

kemampuan atau keterampilan untuk melakukan perbuatan dengan tangan, mata,

kaki, dan sebagainya.

Simpson (dalam Harrow, 1972: 27) membagi ranah psikomotor dalam

tujuh kategori yakni: (1) perception (interpreting), (2) sel (preparing), (3) guide

response (learning),(4) mechanism (habitating), (5) complex ove rt response

(performing), (6) adaptation (modifying), dan (7) origination (creating).

Di samping itu, Bloom (1979) membagi kawasan psikomotor atas lima tingkatan

yaitu: (1) meniru, (2) manipulasi, (3) kecermatan berbuat, (4) nilai-nilai, dan

(5) kewajaran perbuatan. Keterampilan melalui kecermatan berbuat hanya akan

dapat diperoleh melalui latihan yang didukung oleh kemampuan meniru atau

memanipulasi. Hal tersebut yang lebih spesifik dikemukakan oleh Nolker dan

Schoenfeldt (1983) yang menyatakan keterampilan psikomotor menekankan pada

16

Page 17: Proposal Karya Ilmiah Samuel

gerakan otot serta koordinasi dalam mengoperasikan mesin dan peralatan yang

menyertainya.

Moss (dalam Evans dan David, 1971) menyatakan bahwa "technical skill",

yaitu keterampilan yang menggambarkan kemampuan kognitif dan psikomotor

seseorang untuk melakukan pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan. Technical

skills are provide them with the ability to apply specialized knowledge or

expertise (Hunsaker, 2001). Keterampilan dapat juga diartikan sebagai "keahlian

menggunakan pengetahuan dan keahlian melakukan pekerjaan (Nolker dan

Schoenfeldt, 1983: 82). Menurut Legge (1970) keterampilan adalah kemampuan

seseorang melakukan kerja tukang yang melibatkan pengetahuan, pendapatan,

ketelitian, kecepatan manual yang diperoleh dari latihan. Keterampilan pada

prinsipnya mempunyai sifat yaitu: (1) keterampilan pada dasarnya terdiri atas

aktivitas yang terkoordinasi dan berhubungan dengan obyek (situasi) yang

melibatkan semua indra, (2) keterampilan dipelajari sedemikian rupa sehingga

pengertian suatu obyek dan bentuk perbuatan dibangun sedikit demi sedikit di

dalam suatu program latihan yang berulang-ulang yang mengakibatkan seseorang

dapat terampil, dan (3) keterampilan adalah suatu rangkaian di mana pada seluruh

pola keterampilan terdapat banyak proses atau perbuatan tersusun dan terkoordinir

dalam suatu urutan waktu latihan yang didukung oleh kemampuan meniru atau

memanipulasi.

Beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan

adalah kecakapan seseorang melakukan kerja dengan melibatkan indra, yang

dilatih secara, berulang-ulang dalam bentuk perbuatan yang tersusun dan

terkoordinir menurut urutan waktu. Kegiatan praktikum/praktik troubleshooting

sistem penerangan dan wiring adalah kegiatan keterampilan meliputi keterampilan

memeriksa, mendiagnosa, menyetel, mengukur dan merakit terhadap komponen-

komponen kelistrikan bodi seperti pada sistem penerangan dan wiring. Usaha

pembentukan keterampilan psikomotor ditandai dengan adanya kegiatan praktik

di lab/ bengkel. Oleh karena itu, guru dalam mengajarkan praktik, keterampilan

selain mengajarkan fungsi komponen, cara menyetel memeriksa dan mengukur

tapi juga mengajarkan kemampuan berpikir kritis dengan memadukan konsep dan

operasional.

17

Page 18: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Berpikir kritis adalah "critical thinking is generally agreed to include the

evaluation of the worth accuracy, or authenticity of various propositions, leading

to a supportable decision or direction for action" (Jones, 1996:4). Dari aktivitas

praktik ini, siswa akan mampu melakukan servis sistem penerangan dan wiring,

merangkai kelistrikan mobil dan keterampilan lainnya sebagai hasil dari prestasi

praktiknya. Melalui proses dan latihan keterampilan praktik yang cukup dan

prosedur yang berulang-ulang akan diperoleh kemampuan prestasi keterampilan

(Gagne, 1977).

Pelaksanaan kegiatan praktik harus mengacu kepada pencapaian

kompetensi dengan bantuan lembar kerja siswa akan tahu bagaimana langkah-

langkah membongkar dan merakit komponen tersebut dengan benar dan hasil dari

belajar praktik merupakan cerminan keterampilan yang telah dikuasai saat praktik

dilaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa praktik sistem penerangan dan wiring

khususnya praktik sistem penerangan dan wiring siswa di lab/bengkel dalam

menggunakan trainer kelistrikan adalah keterampilan simulasi (simulation skill)

akan membantu siswa melakukan praktik keterampilan sebenarnya (real skill)

pada mobil real di lain waktu dan dapat diukur dengan tes unjuk kerja.

Gronlund (1982) lebih lanjut menyatakan tes unjuk kerja dapat

dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu: unjuk kerja ”kertas dan pensil” (paper

and pencil), tes identifikasi (identification test), unjuk kerja simulasi (simulated

performance) dan sampel kerja (work sample). Tes unjuk kerja ”kertas dan pensil”

menekankan pada pemakaian pengetahuan dan keterampilan dalam kondisi

simulasi. Sebagai contoh, dalam tes ini peserta peserta didik diminta membuat

suatu diagram kelistrikan atau rancangan melakukan eksperimen.

Tes identifikasi mencakup berbagai situasi tes yang menunjukkan berbagai

tingkatan. Dalam beberapa kasus, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi

suatu peralatan dan menyebutkan fungsi-fungsinya. Tes identifikasi yang lebih

kompleks mengarah kepada mengidentifikasi peralatan dan prosedur untuk

melaksanakan perbaikan. Tes identifikasi terkadang digunakan alat ukur tidak

langsung untuk mengetahui unjuk kerja (performance). Unjuk kerja simulasi

menekankan pada prosedur, peserta didik diharapkan dapat mengerjakan suatu

tugas/pekerjaan tetapi dalam kondisi simulasi. Di dalam pendidikan kejuruan,

18

Page 19: Proposal Karya Ilmiah Samuel

tugas-tugas di bengkel sekolah sering dirancang untuk mensimulasikan unjuk

kerja pada pekerjaan sebenarnya (real job). Selanjutnya tes unjuk kerja

merupakan tes unjuk kerja dimana peserta didik diminta mengerjakan tugas-tugas

nyata yang merupakan perwujudan dari unjuk kerja yang hendak diukur.

Kriteria unjuk kerja oleh Popham (dalam Djemari Mardapi, 2000) ada

tujuh kriteria yang dapat digunakan untuk menilai tugas tes unjuk kerja, yaitu:

(1) generalizability, sejauh mana unjuk kerja peserta didik pada tugas sejenisnya,

(2) authenticity, yaitu apakah tugas yang dikerjakan peserta didik sama atau

sepadan dengan tugas yang ada didunia dikerjakan berlaku untuk tugas sejenisnya,

(3) multiple foct, yaitu apakah tugas yang diberikan mengukur hasil pembelajaran

yang banyak, (4) teachability, yaitu apakah potensi atau keterampilan peserta

didik meningkat sebagai akibat dari usaha guru/instruktur dalam melaksanakan

proses pembelajaran, (5) fairness, yaitu apakah tugas yang diberikan kepada

semua peserta didik cukup adil, tidak bias gender, etnik, status sosial ekonomi, (6)

feasibility, yaitu apakah tugas yang dikerjakan peserta didik realistik ditinjau dari

waktu , ruang, dan peralatan yang ada, dan (7) scorability, yaitu apakah tugas

yang diberikan akan memberikan hasil yang handal dan akurat. Oleh sebab itu

dalam mengukur unjuk kerja atau kinerja perlu ditetapkan kriteria keberhasilan

penilaian.

Jo Anne Wangsatorntanakhun (dalam Zainul, 2001) mengatakan dalam

mengukur kerja siswa saat praktik hal yang perlu diperhatikan adalah:

(1) assesmen kinerja didasarkan pada partisipasi aktif siswa, (2) tugas-tugas yang

diberikan atau yang dikerjakan siswa yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, (3) assesmen tidak hanya untuk

mengetahui posisi siswa pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih

dari itu, assesmen juga dimaksud untuk memperbaiki proses pembelajaran itu

sendiri, dan (4) dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan

untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajaran, maka siswa akan

secara terbuka pengukuran akan diperoleh gambaran nyata mengenai materi yang

telah dikuasai atau belum.

Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan beberapa

indikator yang digunakan dalam penelitian ini yakni: (1) tahapan persiapan, yaitu

19

Page 20: Proposal Karya Ilmiah Samuel

keterampilan ini menggunakan alat dan bahan dalam praktik, (2) proses atau

langkah kerja yang meliputi memeriksa, mengukur, menyetel, dan merakit, dan

(3) produk/jasa yang meliputi kesesuaian dengan hasil pekerjaan alokasi waktu,

kerapian, keteraturan, dan keselamatan kerja.

C. Kompetensi Troubleshooting Sistem Penerangan pada Mobil Training

Masalah menurut Mills (1973) merupakan situasi saat seseorang

termotivasi untuk mencapai tujuan tetapi perolehan tujuan tersebut dihalangi oleh

suatu atau beberapa hambatan. Pemecahan masalah menurut Stewart (dalam

Hermawan, 1993) adalah menemukan penyebab dari suatu situasi, sehingga

pengalaman ini dapat digunakan untuk memutuskan bagaimana cara

mengatasinya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk dapat

menemukan jawaban atas masalah tersebut, yaitu menemukan cara untuk

mengatasi hambatan. Misalnya, kegiatan bengkel mobil adalah kegiatan

menangani perawatan dan perbaikan mobil.

Kegiatan yang dilakukan oleh mekanik adalah proses menemukan

sumber/letak gangguan dan kerusakan. Kompetensi troubleshooting atau

kompetensi menganalisa kerusakan adalah hal yang berkaitan dengan bagaimana

cara mendiagnosis gangguan dan menentukan bagian yang nanti harus dilakukan

pengantian atau perbaikan. Menurut Leighbody dan kidd (1996) menyatakan

dalam mendiagnosis gangguan dengan efektif, seorang mekanik tidak hanya

sekedar mengandalkan pengalamannya, tetapi juga harus pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa sebagai calon juru teknisi otomotif

harus memiliki kemampuan pemecahan masalah secara sistematis sehingga dan

menemukan sumber atau letak kerusakan atau gangguan dan punya kapabilitas

bagaimana cara mendiagnosis gangguan serta apa yang harus dilakukan untuk

mengatasinya. Proses melakukan pemecahan masalah akan efektif dan efisiensi

dalam menganalisa gangguan (troubleshooting) jika didukung oleh adanya proses

mengingat kembali proses bagaimana menerapkan pengetahuan, pengalaman,

serta aturan-aturan yang pernah diperoleh. Menurut Shymansky (1983), ranah

kognitif dalam Bloom seperti analisis, sintesis dan evaluasi dan dikelompokkan

20

Page 21: Proposal Karya Ilmiah Samuel

secara kolektif sebagai kemampuan paling tinggi dalam melakukan kemampuan

menganalisa masalah.

Beberapa langkah atau tahapan dalam proses pemecahan masalah supaya

tujuan dapat tercapai, diantaranya dengan mengubah bentuk situasi yang ada

kedalam situasi baru yang diinginkan dengan mengikuti aturan-aturan tertentu.

Proses kegiatan tersebut melibatkan struktur kognitif. Pemecahan masalah

menurut Ausubel, Novak, dan Hanesian (1978) menjelaskan bahwa jawaban-

jawaban dari masalah yang timbul akan melibatkan pengorganisasian kembali

pengetahuan-pengetahuan/pengalaman-pengalaman lalu yang sesuai dengan

masalah yang dipecahkan. Serangkaian pengetahuan dan pengalaman akan

memberikan makna pada suatu konsep yang dapat membantu dalam

mengklasifikasikan, menerapkan, menghubungkan, dan menganalisa masalah

yang akan dipecahkan. Dalam pemecahan suatu masalah adalah penemuan dalam

tingkat yang lebih tinggi (Gagne, 1997).

D. Standar Operasional Prosedur (SOP) Troubleshooting Sistem Penerangan

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah standar prosedur dalam

menganalisa gangguan (troubleshooting) pada sistem penerangan sesuai

aturan/standar dari industri atau bengkel resmi. Setiap pekerjaan perawatan,

perbaikan, dan troubleshooting pada semua bagian mobil memiliki SOP. Berikut

Standar Operasional Prosedur (SOP) troubleshooting sistem penerangan (Toyota

Astra, 1998):

Standar Operasional Prosedur (SOP) Troubleshooring Sistem Penerangan

Gangguan Kemungkinan Sebab Cara Mengatasi

Hanya satu

lampu

tidak menyala

(lampu luar)

Bola lampu putus,

soket, rangkaian kabel atau masa

rusak.

Ganti bola lampu

Perbaikan seperlunya

Lampu besar

Tidak menyala

Sekring ”HEAD” putus

Relay kontrol lampu besar rusak,

Swit kontrol lampu besar rusak,

Ganti sekring dan periksa

hubungan singkat.

Periksa relay

21

Page 22: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Rangkaian kabel atau masa rusak. Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu besar

jauh atau kilatan

lampu besar

tidak menyala

Swit kontrol lampu rusak,

Rangkaian kabel atau masa rusak.

Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu belakang

lampu parkir dan

lampu plat

nomor

tidak menyala

Sekring ”TAIL” putus,

Relay kontrol lampu kecil rusak,

Swit kontrol lampu rusak,

Rangkaian kabel atau masa rusak.

Ganti sekring dan periksa

hubungan singkat

Periksa relay

Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu rem tidak

Menyala

Sekring ”STOP” putus,

Swit lampu rem rusak,

Rangkaian kabel atau masa rusak.

Ganti sekering dan periksa

hubungan singkat

Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu rem tetap

Menyala

Swit lampu rem rusak Setel atau ganti swit

Lampu

instrumen

tidak menyala

(lampu belakang

menyala)

Rangkaian kabel atau masa rusak Perbaiki seperlunya

Salah satu arah

lampu tanda

belok

tidak berkedip

Swit lampu tanda belok rusak,

Rangkaian kabel atau masa putus

Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu tanda

belok

Tidak bekerja

Sekring ”ENGINE” putus,

Flasher rusak,

Swit lampu tanda belok rusak,

Rangkaian kabel atau masa rusak

Ganti sekering dan periksa

hubungan singkat

Periksa flasher

Periksa swit

Perbaiki seperlunya

Lampu

peringatan

darurat tidak

bekerja

Sekring ”HAZARD” putus,

Swit lampu peringatan darurat rusak,

Flasher rusak,

Rangkaian kabel atau masa rusak

Ganti sekring dan periksa

hubungan singkat

Periksa swit

Periksa flasher

Perbaiki sperlunya

22

Page 23: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Standar Operasional Prosedur (SOP) digunakan seoarang mekanik sebagai

acuan dalam menganalisa gangguan (troubleshooting) pada saat melakukan

perbaikan bagian-bagian mobil, termasuk sistem penerangan.

E. Media Pembelajaran Praktek Mobil Taining dan Mobil Real

Media pendidikan adalah segala alat dan bahan selain buku teks, yang

dapat dipakai untuk menyampaikan informasi dalam suatu situasi belajar-

mengajar (Wilkinson, 1984). Media mengajar segala macam bentuk perangsang

dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas

menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk

perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai

bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti

pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi, dan komputer (Nana

Syaodih, 1997:108).

Rowntree (1974: 104-133) dalam Nana Syaodih (1997), mengelompokkan

media mengajar menjadi lima macam dan disebut modes, yaitu salah satunya

realita. Realia/realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orangan,

binatang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa. Dalam

interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang, sedangkan dalam

realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamatan, objek studi siswa.

Media benda asli atau alat peraga langsung yang bentuk media

pembelajaran yang termasuk dalam kategori tiga dimensi adalah benda-benda asli,

atau wujud kenyataan kondisi yang sebenarnya, menurut Punaji dan Sihkabuden

(2005). Dari segi efektifitas pengajaran, penngunaan benda sebenarnya sebagai

media pembelajaran dapat memberikan urunan yang cukup berarti, terutama dari

perolehan pengalaman yang bersifat langsung dan kongkrit.

Dari beberapa uraian media mobil training adalah termasuk media

sebenarnya yang memiliki konstruksi dan bentuk yang sebenarnya. Dengan

bentuk dan konstruksi yang sebenarnya dapat memberikan perolehan pengalaman

belajar yang bersifat langsung dan kongkrit. Karena segala peristiwa yang

terungkap di dalam jalinan interaksi dengan media sebenarnya tersebut, cukuplah

untuk mendapatkan pengalaman laangsung, lengkap dan kesan yang mendalam

23

Page 24: Proposal Karya Ilmiah Samuel

dari apa yang dipelajari, sehingga kompetensi troubleshooting sistem penerangan

harus dilakukan pada media mobil training untuk mendapatkan pengalaman yang

bersifat langsung dan kongkrit. Penggunaan media mobil training apabila

diperhatikan dari konstruksinya sudah mewakili dari mobil real, dengan demikian

pembelajaran traubleshooting sistem penerangan dapat dilakukan pada media

mobil training, karena akan lebih memudahkan siswa dalam memperoleh

pengalaman belajar yang kongkrit.

Efektifitas penggunaan media pembelajaran sangat tergantung pada derajat

kesesuainya dengan materi yang diajarkan. Disamping itu tergantung juga pada

keahlian guru dalam menggunakan media tersebut. Dalam hal ini Dick & Carey

(dalam Lamudji, 2005) menyatakan bahwa salah satu keputusan untuk

penyampian pesan-pesan pembelajaran.

Menurut Miarso (1984) media yang dirancang dengan baik dalam batas

tertentu dapat merangsang timbulnya ”dialog internal” dalam diri siswa yang

belajar. Dengan perkataan lain terjadi komunikasi antara siswa dengan media atau

secara tidak langsung antara siswa dengan sumber pesan atau guru. Media

berhasil membawakan pesan belajar bila kemudian terjadi perubahan kualitas

dalam diri siswa.

Proses pembelajaran merupakan aktifitas yang terdiri atas komponen-

komponen yang bersifat sistemis. Artinya komponen-komponen dalam proses

pembelajaran itu satu dengan yang lain selalu berkaitan secara fungsional dan

secara bersama-sama menentukan optimalisasi proses dan hasil pembelajaran.

Komponen-komponen pembelajaran tersebut menurut Mudhofir (1999), adalah

terdiri dari tujuan pembelajaran, kondisi awal, prosedur didaktik, pengelompokan

siswa, materi, media, dan penilaian.

Mutu pendidikan yang tinggi, baru dapat dicapai jika proses pembelajaran

yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan fungsional bagi pencapaian

kompetensi yang dimaksud. Oleh karena itu pencapaian mutu pendidikan

dilakukan melalui usaha memperbaiki proses pembelajaran dan ketepatan dalam

pemilihan media pembelajaran praktik.

Dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran agar benar-benar efektif

dan fungsional, maka fungsi media pembelajaran sangat penting. Pemakaian

24

Page 25: Proposal Karya Ilmiah Samuel

media dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk mempertinggi daya cerna

siswa terhadap informasi atau materi pembelajaran yang diberikan, terutama pada

pembelajaran praktik yang membutuhkan pengalaman yang kongkrit dan sesuai

dengan pekerjaan-pekerjaan di DU/DI ataupun berwirausaha.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini hendak dikaji perbedaan kompetensi

troubleshooting sistem penerangan antara media trainner dan media real.

Penelitian ini akan dilakukan di SMKN 5 Surabaya pada kelas XI semester 3

untuk Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan..

Untuk mempermudah dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai

berikut:

25

Prates KelompokEksperimen

Pembelajaran pada Media

Training/Real

UjiUnjuk Kerja

Troubleshooting

HasilUji Unjuk KerjaTroubleshooting

X1

HasilUji Unjuk KerjaTroubleshooting

X2

X1 : X2

Page 26: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena itu perlu

mempertimbangkan penentuan subyek secara random kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Namun dalam penelitian pendidikan tidak dapat dilakukan

sebab siswa yang berada didalam satu kelas tidak mungkin dikenai perlakuan

yang berbeda. Maka dalam penelitian ini menggunakan disain penelitian ”quasi

experimental design” sebagai berikut:

Kelompok Pra-tes Perlakuan Pasca-tes K. Media Trainner O X. Media Trainner OK. Medil Real O X. Media Real O

Subyek penelitian dibagi atas kelompok media media trainner dan

kelompok media real. Dilakukan pra-tes dalam bentuk uji unjuk kerja untuk

kelompok meria tranner pada media trainner, sedangkan pra-tes pada kelompok

mmedia real juga dilakukuan pada media real. Setelah melakukan pra-tes pada

kelompok media real dan mobil trainner adalah memberikan perlakuan

pembelajaran kompetensi troubleshooting sistem penerangan dengan media

trainner pada kelompok media trainner, untuk kelompok media real

pembelajaran kompetensi troubleshooting pada media media real. Tahapan

berikutnya adalah melakukan uji unjuk kerja (pos-tes) troubleshooting sistem

penerangan dengan menggunakan media trainner pada kelompok media trainer

dan kelompok media real pada media real. Dari hasil uji unjuk kerja (pasca-tes)

tersebut mendapatkan nilai hasil uji unjuk kerja (pasca-tes) kompetensi

troubleshooting sistem penerangan, untuk menganalisa hasil tersebut

menggunakan analisis uji-t.

B. Subyek Penelitian

26

Prates KelompokKontrol

Pembelajaran pada Media

Real/Training

Page 27: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Populasi sekaligus sampel penelitian adalah siswa kelas XI pada semester

3 Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan di SMKN 5 Surabaya kelas XI T

TKR 3 yang berjumlah 32 siswa. Mengingat jumlah populasi sangat terbatas,

maka semua anggota populasi dijadikan subyek penelitian. Dengan demikian,

penelitian ini termasuk penelitian populasi.

C. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah:

(1) variabel bebas yaitu media pembelajaran mobil training dan mobil real;

(2) variabel terikat yaitu kompetensi troubleshooting; dan (3) variabel kontrol,

yang diduga ikut memberi pengaruh terhadap variabel terikat tetapi diupayakan

konstan, dan tidak ikut dianalisa. Variabel-variabel lain yang tidak dimanipulasi

tetapi diduga ikut mempengaruhi kesahihan internal eksperimen ini diusahakan

tetap (konstan).

Variabel kontrol yang teridentifikasi dalam kelompok ini adalah:

(a) kemampuan dasar kompetensi sistem penerangan dikontrol dengan

menggunakan pra-tes, sehingga dapat diketahui kemampuan dasar dari subyek

penelitian, (b) media trainner dan media real yang digunakan sama tipe dan

konstruksinya baik yang digunakan antara kelompok Media trainner dan

kelompok media real, dan (c) kondisi pelaksanaan perlakuan, pengajar yang

melaksanakan pembelajaran kompetensi troubleshooting, waktu perlakuan,

tempat perlakuan, dan keadaan kelas diperlakukan sama untuk tiap-tiap kelompok.

D. Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen Penelitian

Jenis instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2000).

Berdasarkan variebel-variabel yang ada, maka instrumen yang digunakan sebagai

berikut:

a) Pra-tes; bentuk tes unjuk kerja kompetensi troubleshooting digunakan untuk

mengetahui kemampuan dasar sistem penerangan.

27

Page 28: Proposal Karya Ilmiah Samuel

b) Tes unjuk kerja; digunakan mengukur kompetensi troubleshooting sistem

penerangan pada media trainner dan media real.

2. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian sebagai alat penggali data yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini sangat penting

untuk memperoleh informasi dengan tepat dan hasil yang relevan, maka

dikembangkan alat ukur yaitu; instrumen pra-tes kemampuan dasar sistem

penerangan dan instrumen uji unjuk kerja troubleshooting sistem penerangan pada

media trainner dan media real.

Proses penyusunan instrumen uji unjuk kerja untuk pra-tes dan pos-tes

tidak hanya mengacu pada kualitas kemampuan praktik siswa tetapi juga pada

pengetahuan dan sikap, namun dalam instrumen kompetensi troubleshooting

sistem penerangan indikatornya ditekankan pada: (1) kemampuan diagnosa

kerusakan meliputi a) kerusakan komponen, b) kerusakan wiring, c) sumber dan

letak kerusakan, (2) pemeriksaan (a) kemampuan mengukur, dan (b) memeriksa

komponen dan wiring. Tahapan berikutnya adalah: (1) pembuatan kisi-kisi, (2)

pembuatan butir-butir soal, dan (3) kreteria penilaian uji unjuk kerja

troubleshooting sistem penerangan.

3. Uji Coba Instrumen Penelitian

Tujuan uji coba instrumen penelitian adalah untuk mengetahui kesahihan

dan keterandalan penelitian. Pada tahap uji coba instrumen dari siswa SMKN 5

Surabaya dengan karakteristik sama dengan subyek penelitian karena

menggunakan kurikulum dan fasilitas yang digunakan sama.

a. Validitas Instrumen

Validitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen

tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono,

2002). Suharsimi (1991) membagi 2 mengenai validitas yaitu, (1) validitas logis

yang meliputi validitas isi dan konstrak, (2) validitas empiris yang meliputi

validitas yang ada sekarang dan validitas prediksi. Uji validitas instrumen

penelitian ini dilakukan dengan validitas isi. Validitas isi suatu instrumen adalah

28

Page 29: Proposal Karya Ilmiah Samuel

untuk mendapatkan penilaian butir-butir secara tepat menggambarkan indikator-

indikator variabel yang dimaksud.

Pengesahan kesahihan berdasarkan pertimbangan rasional dari ahli atau

expert judgment Furchan (dalam Azwar, 2001). kesahihan butir tes tulis motivasi

belajar dan tes unjuk kerja praktik sistem penerangan pada mobil sebenarnya

sebagai aspek kognitif ditentukan berdasarkan (a) indeks kesukaran butir, (b)

indeks daya beda, dan (c) indeks kesahihan butir. Setelah ditabulasikan maka

pengujian validitas dilakukan dengan rumus korelasi product moment.

b. Reliabilitas Instrumen

Instrumen harus teruji maka pengumpulan data memerlukan alat yang

reliabel. Gay (1981) menjelaskan bahwa instrumen memiliki reliabilitas sempurna

apabila nilai koefisiennya mendekati 1. Dengan kata lain, semakin tingi

koefisiennya reliabilitasnya maka semakin tinggi reliabilitas. Guna mengetahui

tingkat koefisien reliabilitas instrumen uji unjuk kerja kompetensi troubelshooting

sistem penerangan pada mobil training dan mobil real dihitung dengan

mengunakan rumus koefisien alpha dari Cronbach (Fernandes, 1984). Pengujian

reliabilitas dengan teknik Alfa Cronbach dilakukan untuk jenis data interval/essay.

Hal yang sama dilakukan juga terhadap reliabilitas instrumen uji unjuk

kerja kompetensi troubleshooting sistem penerangan menggunakan teknik

keterandalan antar penilai (inter rater reliabity), karena masing-masing penilai

memiliki unsur subyektifitas terhadap obyek yang dinilai. Formula yang

digunakan untuk menghitung keterandalan uji antar penilai ini adalah statistik

korelasi Ebel (Azwar, 1986).

c. Analisis Butir Instrumen

Tingkat kesukaran butir (P) dari tes unjuk kerja dapat dipandang dari

kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab terkait penentuan proporsi

dan kreteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar dicari dengan rumus

yang dikembangkan Gronlund (1976:258), Gay (1985:252), Hopkin dan Stanley

(1981:271) dan Subino (1987:96) dalam pengorganisasian isi pembelajaran tipe

prosedural (Mukhadis, 2003:72) sebagai berikut:

29

Page 30: Proposal Karya Ilmiah Samuel

Keterangan:

P: tingkat kesulitan butir instrumen

R: jumlah sampel yang menjawab benar dari kelompok mobil training dan

kelompok mobil real

T: jumlah sampel kelompok mobil training dan kelompok mobil real

Kreteria tingkat kesukaran butir tes untuk tes unjuk kerja ditetapkan

berdasarkan acuan yang dibuat Arikunto (1986:200) sebagai berikut:

P ≤ 0,19 = sangat sukar

0,20 - 0,30 = sukar

0,31 - 0,70 = sedang

P > 0,70 = mudah

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan dan masing-masing

tahapan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. Tahapan pertama

adalah melakukan dokumentasi nilai meliputi penilaian: (a) persiapan kerja,

(b) proses dan hasil kerja, dan (c) sikap kerja dan waktu penyelesaian untuk mata

diklat pemasangan, pengujian, dan perbaikan sistem penerangan dan wiring

dengan kode OPKR 50-007B, yang dilakukan pada media trainer kelistrikan.

Tahapan ke dua melakukan pra-tes yaitu tes uji unjuk kerja kompetensi

troubleshooting sistem penerangan pada media mobil training dan mobil real

untuk mengetahui kemampuan dasar dari subyek penelitian, sebelum subyek

penelitian diberi perlakuan dan pos-tes yaitu tes uji unjuk kerja kompetensi

troubleshooting sistem penerangan pada media mobil training dan mobil real.

Data yang diperoleh dari pra-tes dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan

strategi pembelajaran kompetensi troubleshooting sistem penerangan pada media

mobil training dan mobil real.

Tahapan ketiga adalah pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen

dan kontrol dengan pembelajaran kompetensi troubleshooting sistem penerangan

30

Page 31: Proposal Karya Ilmiah Samuel

pada media trainner dan media real sesuai dengan Standar Operasional Prosedur

(SOP), menggunakan metode teori dan praktik dengan 2 kali pertemuan masing-

masing 45 menit. Dan tahapan yang keempat adalah uji unjuk kerja

troubleshooting sistem penerangan pada mobil training dan mobil real pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan melakukan pengambilan nilai

dengan lembar penilaian meliputi: (a) persiapan kerja, (b) proses dan hasil kerja,

dan (c) sikap kerja dan waktu penyelesaian, sehingga mendapatkan data primer.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran penyebaran

data penelitian masing-masing variabel. Data mentah yang telah dikumpulkan

perlu diolah dan diringkas agar dapat dideskripsikan dan mudah dipahami.

Sehingga perlu adanya penyajian data dalam bentuk tabel biasa, tabel distribusi

frekuensi, grafik, diagram dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, pendeskripsian data tentang variabel-variabel

menggunakan norma absolut, yaitu norma yang ditetapkan secara mutlak oleh

pembuat instrumen masing-masing item serta prosentase pilihan yang disyaratkan

(Nurkancana dan Sumartana, 1996). Dengan demikian skor standar yang

diperoleh responden yang didasarkan atas konversi norma absolut akan

mencerminkan kategori variabel.

2. Analisis Data

Untuk menguji hipotesis, digunakan teknik analisis uji-t, dengan asumsi

distribusi variabel dalam populasi adalah normal, dan memiliki varian yang sama.

Sebab tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan, maka menggunakan

analisis uji-t, dengan taraf signifikansi = 0,05. Untuk memudahkan analisis data

dilakukan dengan program SPSS 12 for windows.

31