Proposal Hipetensi

35
UNIVERSITAS INDONESIA PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN “MENGHADAPI ANSIETAS KARENA HIPERTENSI” DI MASYARAKAT RW 09 KELURAHAN SUKADAMAI KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR Oleh: Nano Supriatna 1106129985 Yanuri Setiadi 1106130274 Linda Ernawati 1106129921 Yuyun Setiawati 1106130305 Reni Febriani 0906629611 Hesi Oktamiati 0906629391 Mentari Puspa Y 0906629460 Okti Sirait 0906629561 Mustafidz 0906629473 Oktorilla Fiskasianita 0906564183 PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN JIWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Transcript of Proposal Hipetensi

UNIVERSITAS INDONESIA

PROPOSAL KEGIATAN

PENYULUHAN “MENGHADAPI ANSIETAS KARENA

HIPERTENSI” DI MASYARAKAT RW 09 KELURAHAN

SUKADAMAI KECAMATAN TANAH SAREAL KOTA BOGOR

Oleh:

Nano Supriatna 1106129985

Yanuri Setiadi 1106130274

Linda Ernawati 1106129921

Yuyun Setiawati 1106130305

Reni Febriani 0906629611

Hesi Oktamiati 0906629391

Mentari Puspa Y 0906629460

Okti Sirait 0906629561

Mustafidz 0906629473

Oktorilla Fiskasianita 0906564183

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN JIWA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2013

PROPOSAL PENYULUHAN MASYARAKAT

MENGHADAPI ANSIETAS KARENA HIPERTENSI

I. PENDAHULUAN

Ansietas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu/kelompok

mengalami perasaan sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam

berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik (Carpenito, 2010).

Menurut Stuart (2009), ansietas adalah keadaan emosi dan pengalaman

subjektif individu tanpa objek yang spesifik karena ketidaktahuan semua

pengalaman yang baru seperti masuk sekolah, pekerjaan baru, atau melahirkan

anak. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini dialami secara obyektif dan dikomunikasikan dalam

hubungan interpersonal. Ansietas sangat berbeda dengan rasa takut. Takut

merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan

obyeknya jelas, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap

penilaian.

Tanda dan gejala ansietas dimanifestasikan oleh tiga kategori yaitu fisiologis,

emosional dan kognitif (Carpenito, 2010). Gejala bervariasi sesuai dengan

tingkat ansietas (ringan, sedang, berat dan panik). Secara umum tanda

fisiologis dapat ditunjukkan dengan peningkatan frekuensi jantung, tekanan

darah, dan frekuensi pernapasan, insomnia, diaforesis, keletihan/kelemahan,

pucat, mulut kering, sakit dan nyeri tubuh, gelisah, diare, sering berkemih,

berdebar-debar, pusing, parestesia, rasa panas/dingin, anoreksia, dan dilatasi

pupil. Gejala emosional dapat ditunjukkan oleh pernyataan individu akan

ketakutan, ketidakberdayaan, gugup, kurang percaya diri, ketegangan,

kehilangan kontrol, tidak dapat rileks dan antisipasi kegagalan. Selain itu

dapat juga individu memperlihatkan tidak sabar, marah berlebihan, menangis,

cenderung menyalahkan orang lain, reaksi kaku, menarik diri, kurang inisiatif,

mencela diri dan kontak mata buruk. Tanda dan gejala secara kognitif

ditunjukkan oleh tidak dapat berkonsentrasi, kurang kesadaran tentang sekitar,

mudah lupa, konfusi, blok pikiran, terlalu perhatian, penurunan kemampuan

belajar serta lebih berorientasi pada masa lalu daripada masa kini atau masa

depan.

Akibat dari ansietas seseorang dapat mengalami gangguan secara fisik dan

emosional. Pola tidur individu dapat menjadi terganggu dan individu akan

cenderung menarik diri dan kurang inisiatif terhadap lingkungan (Carpenito,

2010).

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, menunjukan bahwa penyakit

terbesar yang diderita oleh warga RW 09 adalah hipertensi. Berdasarkan hasil

wawancara dengan perwakilan dari penderita hipertensi didapatkan hasil

bahwa sebagian penderita merasa cemas dengan penyakit yang di derita.

Selain karena takut akan komplikasi yang mungkin terjadi, masyarakat juga

cemas ketika keluhan-keluhan atau gejala hipertensi seperti nyeri pada

tengkuk, pusing, jantung berdebar-debar, dan sulit tidur sendiri muncul. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk

membantu penderita hipertensi untuk mengatasi rasa cemas yang dialami.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan teknik napas dalam dan

teknik hipnosis lima jari.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa:

Diharapkan mahasiswa mampu menyelenggarakan penyuluhan kesehatan

tentang pentingnya pengetahuan tentang penanganan kecemasan

menghadapi penyakit hipertensi di masyarakat RW 09 Kelurahan

Sukadamai, Kecamatan Sareal, Kota bogor.

Peserta:

Peserta mampu mengidentifikasi rasa cemas yang dialami dan

mempraktikan cara yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa cemas yang

dialami.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa:

a. Mengidentifikasi tanda-tanda kecemasan yang muncul pada penderita

masyarakat yang menderita hipertensi beserta teknik untuk mengatasinya

b. Mempersiapkan media dan alat bantu penyuluhan

c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan jiwa tentang ansietas pada

penderita hipertensi.

d. Mendokumentasikan proses dan hasil penyuluhan kesehatan jiwa tentang

Ansietas pada penderita Hipertensi.

Peserta:

a. Peserta mampu menjelaskan tanda dan gejala ansietas yang dialami.

b. Peserta mampu menjelaskan cara untuk mengatasi ansietas yang dialami

c. Peserta mampu mendemontrasikan cara mengatasi anseitas yangdialami.

III. RANCANGAN KEGIATAN PENYULUHAN

1. Tujuan Penyuluhan

Setelah mengikuti penyuluhan tenntang ansietas yang dialami penderita

Hipertensi, diharapkan peserta penyuluhan mampu:

Peserta mampu menjelaskan tanda dan gejala ansietas yang dialami.

Peserta mampu menjelaskan cara untuk mengatasi ansietas yang dialami

Peserta mampu mendemontrasikan cara mengatsi anseitas yang dialami.

Topik : Menghadapi Ansietas karena Hipertensi

Sasaran/target : Masyarakat di RW 09 Kelurahan Sukadamai.

Hari/Tanggal : Jumat/ 1 November 2012

Waktu : 09.00 s/d 11.00

Tempat : Kediaman Kader Sehat Jiwa RT 01 RW09, Kelurahan

Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

2. Strategi, waktu, metode dan media penyuluhan.

Strategi Kegiatan Waktu Metode Media/Alat

1. FASE ORIENTASI

Salam Terapeutik

Menyampaikan

maksud dan tujuan

kegiatan

Membuat kesepakatan

waktu kegiatan

10

menit

Pemaparan

moderator

Susunan

acara,

pengeras

suara

2. FASE KERJA

Menyampaikan materi

maengenali ansietas

menghadapi penyakit

yang dialami

Menjelaskan cara yang

bisa digunakan untuk

mengurangi ansietas

yang dialami

Mempraktikan cara

yang bisa digunakan

untuk mengurangi

ansietas yang dialami

Diskusi dan tanya

jawab

40

menit

Ceramah

Focus group

discussion

Tanya jawab

Flipchart,

pengeras

suara

3. FASE TERMINASI

Evaluasi subjektif dan

objektif

Menjelaskan RTL dan

membagikan leaflet

Menutup kegiatan

10

menit

Ceramah Reward,

leaflet

3. Pengorganisasian Kelompok

a. Penanggung jawab: Okti Sirait

Uraian tugas :

Bertanggung jawab mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi dari

seluruh kegiatan penyuluhan.

Mengkoordinir anggota kelompok dan menjelaskan tugas dan peran

masing-masing anggota.

b. Moderator :

Uraian tugas: Reni Febriani

Membuka dan menutup kegiatan.

Memandu jalannya diskusi dan tanya jawab.

Mengevaluasi hasil evaluasi pada peserta penyuluhan

Menyimpulkan hasil diskusi.

c. Penyampai materi:

Uraian tugas : Nano Supriatna

Mempersiapkan materi yang akan disampaikan

Menyampaikan materi penyuluhan

d. Fasilitator dan Perlengkapan:

Uraian tugas : Hesi Oktamiati, Mentari Puspa, Linda Ernawati, Oktorilla

Fiskasianita, Mustafidz, dan Yuyun Setiawati

Memfasilitasi dan memotivasi peserta selama diskusi dan tanya jawab

Melakukan demonstrasi teknik mengatasi ansietas

Memberikan reward kepada peserta penyuluhan

e. Observer dan Notulen: Yanuri Setiadi

Mengamati jalannya acara

Mencatat hasil dari diskusi dan tanya jawab

Mencatat seluruh proses dan hasil dari kegiatan secara keseluruhan

selama pertemuan berlangsung.

4. Evaluasi

a. Struktur:

- Proposal dan materi telah dibuat dan dikonsultasikan

- Media penyuluhan telah disiapkan

- Kader telah diinformasikan tentang kegiatan penyuluhan

- Menyiapkan tempat penyuluhan

- Menyiapkan sarana dan prasarana penyuluhan

- Menyiapkan diri

b. Proses

- 50 % warga RW 09 yang mengalami hipertensi menghadiri penyuluhan

- 75 % peserta penyuluhan aktif dalam diskusi

- Seluruh materi dapat tersampaikan.

- Kegiatan penyuluhan terlaksana sesuai rencana yang dibuat

c. Hasil:

- 75% peserta penyuluhan dapat mengenali ansietas yang dialami

- 75% peserta penyuluhan mampu mempraktikkan cara mengatasi ansietas

yang dialami

- Tersusunnya laporan kegiatan penyuluhan

Lampiran 1

A. Konsep Tekanan Darah dan Hipertensi

Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi merupakan

masalah kesehatan global saat ini. Tekanan darah tinggi merupakan suatu

kondisi klinis ketika tekanan darah arteri melebihi 140 mmHg/90 mmHg

(A.D.A.M Medical Encyclopedia, 2011). Keadaan ini dapat memicu berbagai

macam penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke.

Saat ini satu dari tiga orang dewasa di dunia memiliki tekanan darah tinggi. Darah

tinggi atau hipertensi juga merupakan penyebab lebih dari setengah total kematian

akibat penyakit kardiovaskular dan stroke (AHA, 2011).

Prevalensi hipertensi paling tinggi terdapat pada negara berpendapatan nasional

rendah seperti Asia dan Afrika. Saat ini setidaknya 40 % orang dewasa di Afrika

tercatat mengalami hipertensi (Chockalingam, Arun, Campbell, Norman, Fodor,

dan George, 2006). Menurut survei WHO (2004) tentang penyebaran penyakit

tidak menular di Asia Pasifik, hipertensi dan komplikasinya merupakan 26 %

penyebab kematian di Indonesia. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di

Indonesia memang cukup tinggi dan meningkat setiap tahunnya. Hal ini didukung

oleh data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang menunjukan

bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7 %.

Gambar 1.1 Distribusi Masalah Kesehatan Global

(Sumber: WHO, 2012)

1. Pengertian Tekanan Darah

Tekananan darah merupakan salah satu tanda-tanda vital yang menjadi komponen

penting dalam sistem sirkulasi. Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang

dialami oleh darah pada pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung

ke seluruh tubuh. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran yaitu

tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik mengacu pada tekanan

kepada pembuluh arteri akibat denyutan jantung. Sedangkan tekanan darah

sistolik menunjukan tekanan saat jantung beristirahat (Smeltzer dan Bare, 2002).

Sebagai contoh, tekanan darah normal pada pasien dewasa adalah 120/80 mmHg,

angka 120 merupakan tekanan darah sistolik sedangkan angka 80 merupakan

tekanan diastoliknya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung,

ketegangan arteri, volume, serta laju kekentalan (viskositas darah). Curah jantung

adalah sejumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satuan waktu Curah

jantung pada orang dewasa normal adalah sekitar 5L/menit namun sangat

bervariasi tergantung kepada kebutuhan metabolisme tubuh (McCance dan

Hueter, 1990). Curah jantung sangat bergantung pada frekuensi jantung. Oleh

karena itu, peningkatan denyut jantung dapat meningkatkan peningkatan curah

jantung dan diikuti oleh peningkatan tekanan darah (Sherwood, 2010).

Tekanan darah juga sangat dipengaruhi oleh ketegangan arteri yang juga dikenal

dengan istilah tahanan vaskular sistemik. Tahanan vaskuler sangat dipengaruhi

oleh diameter arteri dan tonus otot vaskuler. Semakin kecil lumen pembuluh darah

(diameter arteri) maka semakin tinggi tahanan vaskuler terhadap aliran darah

maka tekanan darah juga akan semakin tinggi. Lumen arteri dapat menyempit

pada berbagai keadaan seperti arterosklerosis, vasokonstriksi pembuluh darah, dan

perubahan akibat usia. Oleh karena itu, semakin tua usia seseorang tekanan

darahnya cenderung semakin tinggi pula (Black dan Hawks, 2010)

Viskositas darah juga merupakan salah satu faktor penentu tekanan darah.

Semakin tinggi viskositas darah maka tekanan yang diberikan pada dinding

vaskuler akan semakin tinggi juga. Viskositas darah dapat meningkat karena

adanya penumpukan sisa metabolisme di dalam darah seperti glukosa, lipid,

protein, dan sebagainya (Black dan Hawks, 2010).

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi adalah

keadaan ketika terjadi kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg atau

lebih dan tekanan darah diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih (Black dan Hawks,

2005). Tekanan darah adalah pengukuran terhadap kekuatan yang diberikan

kepada dinding arteri ketika jantung memompa sejumlah darah keseluruh tubuh.

Oleh karena itu, tekanan darah tinggi biasanya mengacu kepada hipertensi arterial

(A.D.A.M Medical Encyclopedia, 2011).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 2.2

dibawah ini:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan

Darah

Sistolik

(mm Hg)

Diastolik

(mm Hg)

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥100

(Sumber: JNC 7, 2003)

Jadi, berdasarkan klasifikasi tekanan darah pada tabel 2.2 dapat disimpulkan

bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan klinis ketika terjadi peningkatan

darah arteri secara persisten yang ditandai dengan trekanan darah sistolik ≥ 140

mm Hg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mm Hg.

2. Penyebab Hipertensi

Hipertensi disebabkan peningkatan cardiac output, peningkatan resistensi perifer,

atau kombinasi dari keduanya. Cardiac output bisa meningkat oleh berbagai

kondisi yang dapat memperbesar frekuensi denyut jantung atau stroke volume.

Stroke volume yaitu sejumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam satu

denyut. Sedangkan tahanan/resistensi perifer meningkat karena berbagai faktor

yang dapat meningkatkan viskositas/kekentalan darah dan mengecilkan diameter

pembuluh darah (vasokonstriksi) terutama pembuluh darah arteri (Black dan

Hawks, 2010)

3. Hipertensi Primer

Studi epidemiologi membagi hipertensi menjadi dua kategori besar berdasarkan

penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer

yang juga dikenal dengan hipertensi idiopatik merupakan hipertensi yang paling

banyak terjadi . Hipertensi primer merupakan lebih dari 90% kasus hipertensi

yang terjadi di seluruh dunia. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan

hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi. Hipertensi sekunder biasanya

diawali oleh penyakit penyerta seperti gagal ginjal, hipertensi maligna , yang

apabila penyakit primer penyertanya teratasi maka hipertensi nya akan hilang

juga. Akan tetapi hipertensi sekunder ini hanya kurang dari 5-8 % kasus

(Sherwood, 2010).

4. Faktor risiko Hipertensi Primer

Faktor-faktor risiko merupakan karakteristik, tanda, dan gejala penyakit yang

terdapat pada individu dan kelompok masyarakat, yang secara statistik

berhubungan dengan peningkatan insiden dari suatu penyakit. Hipertensi primer

merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Hipertensi

primer tidak disebabkan oleh satu penyebab yang jelas oleh karena itu hipertensi

primer disebut juga hipertensi idiopatik. Faktor risiko hipertensi primer

digolongkan menjadi dua kategori yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor

risiko yang dapat diubah (Price dan Wilson, 2003). Faktor-faktor risiko hipertensi

hipertensi primer dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Faktor Risiko Hipertensi Primer

Faktor Risiko yang Dapat

Diubah

Faktor Risiko yang Tidak Dapat

Diubah

Riwayat Keluarga / Hereditas Stress

Usia Obesitas

Jenis Kelamin Nutrisi

Etnis Penyalahgunaan zat (Obat-Obatan,

rokok,dan alkohol)

(Sumber: Black & Hawks, 2010)

2.3.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor-faktor risiko yang tidak dapat

dikendalikan atau dikontrol. Faktor risiko yang tidak dapat diubah pada hipertensi

yaitu faktor hereditas, usia, jenis kelamin, dan etnis (Price dan Wilson, 2003).

a) Riwayat Keluarga

Hipertensi merupakan penyakit poligenik multifaktorial. Apabila ada anggota

keluarga yang menderita hipertensi, maka ada kemungkinan gen yang akan

diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Gen ini kemudian akan berinteraksi

dengan faktor lingkungan dan berpotensi meningkatkan tekanan darah dari

waktu ke waktu. Faktor keturunan ini hanyalah merupakan faktor predisposisi

yang tidak akan otomatis menyebabkan hipertensi tanpa adanya faktor –faktor

lain seperti lingkungan atau gaya hidup.

Faktor genetik ini menyebabkan orang-orang yang berasal dari keluarga yang

menderita hipertensi menjadi lebih rentan terkena hipertensi di usia yang lebih

muda dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi di

keluarga. Kecenderungan ini kemungkinan berhubungan dengan peningkatan

level sodium intaseluler dan penurunan rasio kalsium-sodium.

b). Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Insiden hipertensi

meningkat seiring dengan usia. 50 %- 60 % klien berusia lebih dari 60 tahun

memiliki tekanan darah di atas 140/90 mm Hg.

c). Jenis kelamin

Secara keseluruhan, insiden hipertensi lebih tinggi pada pria daripada wanita

sampai pada usia 55 tahun. Antara usia 55-74 tahun risiko antara pria dan

wanita hampir sama, sedangkan pada usia di atas 74 tahun wanita memiliki

risiko lebih besar. Hal ini dipercaya berhubungan dengan penurunan kadar

hormon esterogen dan progesteron setelah masa menopause pada wanita.

d) Etnis

Data statistik menunjukan bahwa mortalitas hipertensi terendah pada wanita

berkulit putih adalah 4, 7 %, mortalitas pria berkulit putih adalah 6, 3 %,

sedangkan mortalitas terendah pria berkulit hitam adalah 22,5 %, dan

mortalitas wanita berkulit hitam adalah 29, 3 %. Dari data di atas dapat

disimpulkan bahwa ras berkulit hitam memiliki mortalitas yang lebih besar

pada kasus hipertensi dibandingkan ras kulit putih. Penyebab hal ini belum

terdidentifikasi secara jelas, akan tetapi peningkatan ini dipercayai

berhubungan dengan level rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih

besar terhadap vasopressin, intake garam yang lebih tinggi, dan stressor

lingkungan yang lebih besar.

5. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

Faktor risiko yang dapat diubah merupakan faktor risiko yang dapat dikontrol.

Faktor-faktor risiko ini biasanya berkaitan dengan gaya hidup seperti stress,

obesitas, nutrisi dan konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang

(Sherwood, 2010).

a). Stress

Stress meningkatkan resistensi vaskular perifer dan cardiac output serta

menstimulus aktivitas sistem saraf simpatis yang dapat memicu hipertensi.

Kronik stress akan memperparah instabilitas fisik dan emosi.

b). Obesitas

Obesitas khususnya kegemukan pada bagian atas tubuh (Apple Shape Body) ,

dengan peningkatan jumlah lemak pada pinggang dan perut berhubungan

dengan perkembangan hipertensi. Sementara itu orang-orang kelebihan berat

badan akan tetapi volume lemaknya terkonsentrasi pada bokong, (Peer Shape

Body) memiliki risiko hipertensi lebih rendah.

C). Nutrisi

Konsumsi natrium merupakan faktor yang penting untuk perkembangan

hipertensi primer. Diet tinggi garam dapat menginduksi pelepasan hormon

natriuretik yang dapat secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah.

Natrium juga dapat menstimulus mekanisme vasopressor di dalam sistem saraf

pusat. Studi juga menunjukan bahwa intake kalsium, kalium, dan magnesium

yang rendah dapat juga memicu perkembangan hipertensi.

d). Penyalahgunaan Zat

Merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat-obatan tertentu merupakan

faktor risiko untuk hipertensi. Nikotin pada rokok dan obat-obatan seperti

cocain dapat meningkatkan tekanan darah secara langsung. Statistik juga

menunjukan bahwa insiden hipertensi juga lebih tinggi pada orang-orang yang

mengkonsumsi alkohol lebih dari 3 ons per hari.Selain itu, Kafein juga dapat

meningkatkan tekanan darah akan tetapi tidak menimbulkan efek

berkepanjangan.

6. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi.

5-10 % kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder

biasanya diawali dengan penyakit-penyakit atau kelainan seperti pada gambar 2.4.

Oleh karena penyebabnya bermacam-macam, perjalanan penyakit hipertensi

sekunder juga beragam tergantung penyebabnya. Hipertensi sekunder biasanya

akan sembuh atau hilang apabila penyakit atau kelainan penyertanya disembuhkan

terlebih dahulu (Yusuf, 2008). Oleh karena itu, penanganan hipertensi sekunder

berfokus kepada penanganan kelainan penyebabnya.

Gambar 2.4 Penyebab Hipertensi Sekunder

(Sumber: Ilmu Penyakit Dalam RSCM, 2008)

Lampiran 2 : Ansietas

1. Pengertian

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.

Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin

memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa

emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi

sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan

internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. 

Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek

positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju

perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut

perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.

Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang

berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan

tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya

dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial.

Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi

sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian

besar kehidupan individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan

disabilitas emosional. Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan

ketika individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang

nyata, merasa gelisah, lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama

sekurang-kurangnya enam bulan terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan

ansietas yang menyebabkan ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang

mengganggu kehidupan sehari-hari individu.

2. Penyebab

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas

(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :

1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 

3. Tingkatan Ansietas

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspekmembahayakan,

yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa

baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam,

Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu

ringan, sedang, berat dan panik.

Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan

membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu

individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,

bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008),

respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :

a.       Respons fisik

- Ketegangan otot ringan

- Sadar akan lingkungan

- Rileks atau sedikit gelisah

- Penuh perhatian

- Rajin

b.      Respon kognitif

- Lapang persepsi luas

- Terlihat tenang, percaya diri

- Perasaan gagal sedikit

- Waspada dan memperhatikan banyak hal

- Mempertimbangkan informasi

- Tingkat pembelajaran optimal

c.       Respons emosional

- Perilaku otomatis

- Sedikit tidak sadar

- Aktivitas menyendiri

- Terstimulasi

- Tenang

 Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang

benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck

(2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :

a.       Respon fisik :

- Ketegangan otot sedang

- Tanda-tanda vital meningkat

- Pupil dilatasi, mulai berkeringat

- Sering mondar-mandir, memukul tangan

- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b.      Respons kognitif

- Lapang persepsi menurun

- Tidak perhatian secara selektif

- Fokus terhadap stimulus meningkat

- Rentang perhatian menurun

- Penyelesaian masalah menurun

- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

c.       Respons emosional

- Tidak nyaman

- Mudah tersinggung

- Kepercayaan diri goyah

- Tidak sabar

- Gembira

 Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,

memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons

dari ansietas berat adalah sebagai berikut :

a.       Respons fisik

- Ketegangan otot berat

- Hiperventilasi

- Kontak mata buruk

- Pengeluaran keringat meningkat

- Bicara cepat, nada suara tinggi

- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

- Rahang menegang, mengertakan gigi

- Mondar-mandir, berteriak

- Meremas tangan, gemetar

b.      Respons kognitif

- Lapang persepsi terbatas

- Proses berpikir terpecah-pecah

- Sulit berpikir

- Penyelesaian masalah buruk

- Tidak mampu mempertimbangkan informasi

- Hanya memerhatikan ancaman

- Preokupasi dengan pikiran sendiri

- Egosentris

c.       Respons emosional

- Sangat cemas

- Agitasi

- Takut

- Bingung

- Merasa tidak adekuat

- Menarik diri

- Penyangkalan

- Ingin bebas

 Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya

kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :

a.       Respons fisik

- Flight, fight, atau freeze

- Ketegangan otot sangat berat

- Agitasi motorik kasar

- Pupil dilatasi

- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

- Tidak dapat tidur

- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

- Wajah menyeringai, mulut ternganga

b.      Respons kognitif

- Persepsi sangat sempit

- Pikiran tidak logis, terganggu

- Kepribadian kacau

- Tidak dapat menyelesaikan masalah

- Fokus pada pikiran sendiri

- Tidak rasional

- Sulit memahami stimulus eksternal

- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

c.       Respon emosional

- Merasa terbebani

- Merasa tidak mampu, tidak berdaya

- Lepas kendali

- Mengamuk, putus asa

- Marah, sangat takut

- Mengharapkan hasil yang buruk

- Kaget, takut

- Lelah

Gambar berikut adalah rentang respon ansietas:

4. Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam

kehidupan tersebut dapat berupa:

1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan

dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau

situasional.

2) Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan

baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan

dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu

berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri

individu.

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress

akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang

dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam

keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi

respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi

kecemasannya.

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan

yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan

kecemasan.

5. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi

kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas

fisik yang meliputi :

a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem

imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :

hamil).

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak

adekuatnya tempat tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di

rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.

Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam

harga diri.

b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,

perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

6. Sumber Koping dan Mekanisme Koping

Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau

mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan

interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan

memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi

sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang

efektif (Suliswati, 2005).

7. Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan

faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu

sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau

meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan

ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur,

makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata

dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme

koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak

energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada

dua jenis, yaitu :

a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan

yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu

mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara

objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan

memenuhi kebutuhan.

b. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi

hambatan pemenuhan kebutuhan.

c. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik

untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.

d. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang

mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek

kebutuhan personal seseorang. 

e. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini

tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini

seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut

mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak

membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai

penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak

adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :

f. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme

pertahanan klien.

g. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa

pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.

h. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan

kesehatan klien.

i. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.