Proposal Finial Air Terminal Dan Grounding
-
Upload
arrester97 -
Category
Documents
-
view
400 -
download
4
Transcript of Proposal Finial Air Terminal Dan Grounding
PROPOSAL PERBAIKAN PROTEKSI PETIRLINE 150 KV PANGKEP - PARE
USING FINIAL AIR ANDGROUNDING IMPROVEMENT
Disusun oleh :
Ricky Cahya Andrian, ST, MM
AREA PENYALURAN DAN PENGATURAN BEBAN (AP2B)PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SULSEL DAN SULTRA
2 0 0 4
Latar Belakang
Penggunaan LSA (Line Surge Arrester) yang memakan biaya yang lumayan besar dan lamanya waktu procurement (produksi) and shipping (pengiriman) karena faktor teknis karena membutuhkan desain khusus, membuat penulis mengajukan alternatif pemecahan masalah proteksi petir di tower line 150 kV Pangkep – Pare dengan menggunakan finial air terminal dan improvement grounding tower yang lebih cepat dan mudah dalam instalasinya.
Pembahasan
Konsep proteksi terhadap sambaran petir adalah sebagai berikut :1. Capture (tangkap) the Lightning Strike at a known and preferred point2. Convey (alirkan) the lightning energy safely to the ground3. Dissipate into a low impedance grounding system
CAPTURE THE LIGHTNING STRIKE
Ada 2 jenis finial air yang digunakan untuk menangkap sambaran petir ini, yaitu
Pasif
Seperti konsep franklin rod. Jenis ini sangat konvensional dan sangat lama. Tetapi karena harganya lebih murah, masih sering digunakan.
Gambar 1. Franklin Rod
Aktif
Jenis air terminal menggunakan teknologi baru, yaitu menghasilkan upward streamer, sehingga dengan cepat menangkap downward leader dari petir itu sendiri.
Gambar 2. Dynasphere
Gambar 3. Interceptor
CONVEY THE ENERGY LIGHTNING SAFELY TO THE GROUND
Kunci dari tahap ini adalah bagaimana menggunakan downconductor yang memiliki harga L (induktansi) yang rendah. Hal ini disebabkan karena terjadinya BFO, disebabkan karena harga L (induktansi) yang besar dibandingkan dengan harga R (resistansi) yang besar.
……………………………………………...
(1)
L di/dt >> R I maupun harga kV sistem. Hal ini disebabkan karena harga di/dt yang besar. di/dt adalah kecuraman dari impuls petir itu sendiri. Oleh karena itu untuk mendapatkan harga L di/dt yang rendah, jenis downconductor yang digunakan harus mempunyai harga L yang rendah, karena L tower tidak bisa dimanipulatif karena besarnya sudah fixed (tetap). Down conductor inilah yang akan diparalel atau dibonding dengan tower.
Gambar 4. Proses terjadinya BFO (Back Flash Over)
Gambar 5. Insulated conductor cable
Accessories untuk down conductor
- Down conductor diikat ke tiang tower oleh saddle, hanger atau kabel ties yan terbuat dari stainless steel setiap 900 mm.- Lightning Event Counter (LEC) dibutuhkan untuk melihat jumlah sambaran yang terjadi.
VL
L
RE
Is
Vm
Is = arus sambaran petirVL = CFO (Critical Flash Over) isolatorVm = tegangan BFOL = induktansi towerRE = resistansi pentanahan tower
36 mm
DISSIPATE INTO A LOW IMPEDANCE GROUNDING
Untuk memperbaiki harga resistansi pentanahan, penulis mengusulkan untuk mengubah bentuk grounding kaki tower atau memperbanyak pentanahan bantu. Pada dasarnya, besarnya harga R (resistansi pentanahan) tidak mempengaruhi suatu tower tersambar petir atau tidak, tetapi bagaimana arus petir tersebut dapat dialirkan dengan cepat ke dalam tanah sehingga tidak terjadi BFO atau pantulan dari tanah ke isolator.
Gambar 6. Vertikal Rod
Gambar 7. Counterpoises
Semen beton
Besi atau tembaga ukuran diameter ¾ inch, panjang 10 feet atau 3 m
35 cm
1 m
Gambar 8. Konfigurasi Grounding di Kaki Tower
Gambar 9. Grounding sistem
Tower
Kaki Tower
Tahanan bantubentuk vertikal rod, counterpoises atau pelat
Gambar 10. Disipasi energi pada saat terjadi sambaran petir
Jika kita ingin mendesain suatu sistem grounding yang baik, yang harus kita mengerti adalah karakteristik dari grounding itu sendiri pada saat terjadi impulse petir. Impedansi yang rendah berbeda dengan resistansi yang rendah. Impuls petir itu terdiri dari komponen frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Frekuensi yang tinggi itu identik dengan kecuraman fast rising front (tipikal < 10 µs to peak current). Sedangkan komponen frekuensi yang rendah adalah gelombang ekor, mempunyai energi yang tinggi, “tail” atau following current. Sistem grounding yang dialiri impuls petir ini diidentikkan dengan transmisi line dimana teori travelling wave berlaku juga di sistem grounding ini.
Pengukuran ground resistance pada frekuensi rendah tidak efektif terutama pada saat kondisi lightning discharge. Oleh karena itu dibutuhkan Ground System analyzer, dimana fast pulse diinjeksikan ke ground test point untuk mensimulasikan performance under kondisi lightning discharge (tidak sama jika menggunakan Earth Tester yang biasa digunakan untuk mengukur tower resistance).
Gambar 11. Disipasi energi petir di vertikal rod
Gambar 12. Disipasi energi petir di counterpoise
TAHANAN BANTU
Kondisi Eksisting
Gambar 13. Konfigurasi grounding eksisting
Pada gambar 13 di atas, energi petir yang didisipasikan hanya pada 4 grounding rod jenis counterpoise, artinya luas permukaan sentuh dengan tanah lebih kecil dibandingkan dengan usulan penulis untuk menambah tahanan bantu ini (gambar 10). Sedangkan equipotensial bonding digunakan untuk menyamakan tegangan saja.
Tower
Kaki Tower
Counterpoises
Equipotensial bonding
FINAL DESAIN
2 m
Down conductor dibonding dengan tower
tower footing ring earth(eksisting)
bonding
Ground Wire
Fasa R
Fasa S
Fasa T
Gambar 14. Proteksi tower terhadap sambaran petirBagaimana dengan Penggunaan PMT Recloser ?
PMT recloser dapat digunakan untuk gangguan temporer termasuk petir, kecuali jika isolator pecah akibat petir ini apakah itu direct hit (sambaran langsung) atau karena BFO (Back Flash Over) akibat pemanasan. Jika isolator pecah, maka PMT akan trip terus tidak bisa reloser seperti yang diharapkan. Perlu diketahui, bahwa petir itu memiliki 4 parameter yaitu : puncak arus petir (I), kecuraman (di/dt), Energi (W) dan i2 (kuadrat arus). Yang menyebabkan pemanasan di isolator bahkan isolator itu bisa pecah adalah dari harga W (energi) petir itu sendiri. Semakin besar harga I petir, maka harga W yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini harus dipertimbangkan benar-benar untuk mendesain suatu proteksi petir, apalagi menggunakan recloser sebagai solusi. Di samping itu, masalah kestabilan juga harus dipertimbangkan. Beban terbesar ada di Makassar, artinya MW dan Ampere yang mengalir di line Pangkep – Pare sangat besar dan sangat riskan untuk direclose seperti halnya di Jawa yang sudah sangat stabil. Apakah reclose ini juga tidak akan mempengaruhi kerja dari generator? Saya berkeyakinan bahwa jika reclose difungsikan, maka salah satu pembangkit akan trip terutama pembangkit yang sangat sensitif terhadap perubahan beban yang sangat mendadak sekitar 5 – 10 detik yaitu Sengkang dengan kapasitas 135 MW.
Bagaimana halnya jika terjadi multiple strike di line Pangkep – Pare ini? Multiple strike adalah petir ikutan yang terjadi setelah sambaran petir pertama. Jika setelah sambaran petir pertama, maka PMT membuka selama 5 – 10 detik, jika terjadi sambaran berikutnya, maka di GI Pangkep dan Pare akan terjadi pantulan balik (reflection waves) yang lebih besar dari impuls datang, yang akan membahayakan GI Barru yang hanya ditip saja di tower. Pantulan balik ini memang akan dipotong oleh arrester di GI, tetapi akan loncat melalui isolator di tower lainnya, sehingga isolator akan tetap pecah. Inilah yang akan membuat PMT akan tetap trip dan tidak bisa reclose kembali.
Gambar 15. Kondisi sebelum sambaran
Gambar 16. Kondisi saat sambaran
TWR 263 TWR 264GI PARE GI PANGKEP
GI BARRU
TWR 263 TWR 264GI PARE GI PANGKEP
GI BARRU
Line 1
Line 2
Line 1
Line 2
Gambar 17. Kondisi setelah gangguan yang diharapkan
Gambar 18. Pantulan balik akibat PMT open dari multiple stroke
Alasan di atas saya kemukakan karena impuls petir bergerak dalam kecepatan cahaya yaitu 3 x 105 km, artinya jika dead time yang diperlukan untuk reclose itu 5 detik, maka impuls petir ini sudah berjalan sekitar s = c . t, yaitu s = 3 . 105 x 5 = 1,500,000 km. Artinya jika jarak antara TWR 264 – GI Pangkep sekitar 100 km, maka impuls itu sudah bergerak bolak-balik sebanyak 1,500,000 : 200 = 7500 kali. Artinya, besarnya tinggi impuls akibat posisi PMT dalam kondisi open di GI Pangkep (selama 5 – 10 detik). Saya berkeyakinan setelah 3 kali pantulan, salah satu isolator di tower line Pangkep – Pare sudah pecah akibat energi petir (W) sehingga PMT akan terus trip dan tidak reclose.
TWR 263 TWR 264GI PARE GI PANGKEP
GI BARRU
Reclose dengan dead time 5 – 10 detik
TWR 263 TWR 264GI PARE GI PANGKEP
GI BARRU
Sambaran kedua (multiple stroke)
Posisi open
Impuls datang
Impuls pantul
Apakah perlu dikorbankan satu line dengan melepas arcing horn ?
Fungsi arcing horn adalah untuk mencegah kerusakan isolator, bukan untuk menghindari terjadinya BFO. Sehingga BFO akan tetap terjadi walaupun arcing horn dilepas.
Gambar 19. Isolator with arcing horn
Koordinasi isolasi adalah membuat proteksi isolasi peralatan terhadap bahaya tegangan lebih sedemikian rupa sehingga BIL peralatan tidak terlampaui oleh tegangan lebih dengan memperhitungkan biaya ekonomis dan kehandalan. Artinya jika kita harus mengorbankan salah satu line dengan asumsi oleh melakukan Recloser, saya tidak sepenuhnya setuju.
Arcing Horn
Isolator
Kawat Fasa
Lengan Tower
Adanya arcing horn tidak mempengaruhi besarnya impuls petir yang mengalir melewatinya dibandingkan dengan isolator yang tidak memiliki arcing horn. Prinsip travelling wave petir adalah mengalir ke semua bagian transmisi line termasuk bagian tower. Seperti dilihat pada gambar 20 di bawah ini
Gambar 20. Aliran impuls petir
Dari gambar 20 di atas terlihat bahwa impuls petir tetap mengalir ke semua bagian dari tower, termasuk isolator yang memiliki arcing horn ataupun yang tidak. Artinya, arcing horn tidak berpengaruh terhadap terjadinya BFO. BFO tetap terjadi meskipun menggunakan arcing horn.
Arcing horn
Ground wire
Kawat fasa
Tetap terjadi BFO