Proposal Dipa 2011

download Proposal Dipa 2011

of 28

Transcript of Proposal Dipa 2011

Bab 1. PendahuluanLimbah hasil pengolahan minyak bumi berupa produce water mengandung senyawa fenol. Produce water sering dibuang ke lingkungan perairan laut. Kehadiran fenol di lingkungan dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Fenol merupakan senyawa hidrokarbon yang bisa didegradasi oleh mikroorganisme. Namun senyawa fenol sering terakumulasi dalam lingkungan perairan, tanah dan sedimen. Hal ini disebabkan karena jumlah dan kemampuan mikroorganisme pengurai fenol jumlahnya terbatas karena sifatnya toksik bagi mikroorganisme. Fenol terdiri dari rantai dasar benzene aromatik dengan satu atau lebih kelompok hidroksil. Fenol murni tidak bewarna, berasa manis dan pahit. Tingkat toksisitas fenol beragam tergantung dari jumlah atom atau molekul yang melekat pada rantai benzene-nya. Untuk fenol terklorinasi, semakin banyak atom klorin yang diikat rantai benzen maka semakin toksik fenol tersebut. Klorofenol lebih bersifat toksik pada biota air, seperti akumulasi dan lebih persisten dibanding dengan fenol yang sederhana. Dampak fenol terhadap lingkungan dapat menurun kadar oksigen, kematian komunitas biotik dalam air seperti ikan, tumbuhan air maupun mikroorganisme. Efek fenol bagi manusia dapat berupa iritasi mata, telinga, hidung dan tenggorokan serta dapat menyebabkan kerusakan sistemik sistem syaraf kulit, mulut dan pernapasan (Priatna et al 1994 dalam Watson et al). Fenol sederhana seperti phenol, cresol dan xylenol mudah larut dalam air dan lebih mudah didegradasi. Degradasi fenol secara aerobik merubah frenol menjadi air dan karbon dioksida. Degradasi fenol dan homolognya bisa dilakukan oleh berbagai mikroorganisme berupa bakteri, jamur, kupang dan ganggang (Semple dan Cain, 1996). Kemampuan degradasi mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis mikroba, konsentrasi fenol dan kondisi lingkungan. Proses biologis melalui biodegradasi berpotensi untuk pengolahan limbah minyak bumi. Pengoptimalisasian proses biodegradasi ini dapat dilakukan dengan pengkondisian faktor lingkungan, seperti pemberian nutrisi, pemberian aerasi, serta bakteri yang dapat mendegradasi hidrokarbon minyak bumi, sehingga dapat

dilihat kemampuan dari bakteri pendegradasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya uji coba skala laboratorium untuk melihat degradasi senyawa fenol dengan bantuan bakteri pendegradasi senyawa fenol yang ada pada perairan laut.

Bab 2. Perumusan MasalahLimbah hasil pengolahan minyak bumi sering dibuang ke lingkungan perairan. Penelitian ini akan membahas degradasi senyawa fenol dalam air laut serta jenis bakteri yang berperan dalam menguraikan senyawa fenol dalam air laut. Ruang lingkup penelitian meliputi degradasi senyawa fenol di dalam reaktor batch aerob dalam skala laboratorium. Menggunakan air laut sebagai media pertumbuhan bakteri dan bakteri berasal dari air laut tempat pembuangan limbah minyak bumi. Parameter yang diamati: Suhu, Dissolved Oksigen (DO), BOD, VSS (Volatile Suspended Solid), senyawa fenol. pH, salinitas dan penurunan konsentrasi

Bab 3. Tinjauan PustakaLimbah cair atau air buangan didefinisikan sebagai air yang telah terpakai yang berasal dari rumah tangga, institusi, komersil maupun industri yang telah bercampur dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan (Metcalf dan Eddy, 2003). Limbah cair pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang dibuang ke sungai, baik limbah padat maupun cair. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak mencemari lingkungan (Mardana, 2002). Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah.

3.1 Dampak Limbah Cair Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai gangguan diantaranya (Sugiharto, 1987) : a. Gangguan Terhadap Kesehatan Air buangan sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia, mengingat banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air buangan. Air buangan berfungsi sebagai media pembawa penyakit dan kuman penyakit. Selain itu air buangan juga mengandung bahan-bahan beracun penyebab iritasi, bau dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar seperti Hg, timbal hitam, Cr6+, dan sianida. b. Gangguan Terhadap Kehidupan Biotik Semakin banyak zat pencemar dalam air buangan, akan menyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut dalam air buangan, sehingga akan mengganggu kehidupan mikroorganisme dan menghambat perkembangannya. Berkurangnya oksigen dalam badan perairan dapat disebabkan adanya zat beracun yang menyebabkan kerusakan pada tumbuhan air dan matinya bakteri-bakteri, proses self purification badan perairan akan terganggu akibat sulitnya penguraian terhadap zat pencemar yang ada. c. Gangguan Terhadap Keindahan Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang oleh kegiatan industri dan domestik yang menghasilkan bahan organik seperti protein dan karbohidrat, maka warna air limbah akan menjadi kotor dan akan menimbulkan gangguan estetika. Keadaan yang demikian akan lebih parah lagi, apabila pengotoran ini dapat mencapai daerah pantai dimana daerah tersebut merupakan daerah tempat rekreasi bagi masyarakat sekitarnya. d. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda Apabila air buangan mengandung CO2 agresif akan mempercepat proses korosi pada benda yang terbuat dari logam dan besi. Selain CO2 agresif, pH air buangan yang rendah juga akan mempercepat proses korosi.

3.2 Proses Pengolahan Minyak Bumi Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Minyak bumi diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak mentah (cude oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang hampir sama. Secara umum Proses Pengolahan Minyak Bumi digambarkan sebagai berikut: 1. Destilasi Destilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam hal ini adalah destilasi fraksinasi. Mula-mula minyak mentah dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace sampai dengan suhu 370C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi). Minyak mentah yang menguap pada proses destilasi ini naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut sungkup gelembung. Makin ke atas, suhu yang terdapat dalam kolom fraksionasi tersebut makin rendah, sehingga setiap kali komponen dengan titik didih lebih tinggi akan terpisah, sedangkan

komponen yang titik didihnya lebih rendah naik ke bagian yang lebih atas lagi. Demikian selanjutnya sehingga komponen yang mencapai puncak adalah komponen yang pada suhu kamar berupa gas. Komponen yang berupa gas ini disebut gas petroleum, kemudian dicairkan dan disebut LPG (Liquified Petroleum Gas). Jumlah atom karbon dalam rantai hidrokarbon bervariasi. Untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bakar maka dikelompokkan menjadi beberapa fraksi atau tingkatan dengan urutan sederhana sebagai berikut (Wikipedia, 2010): 1. Gas Rentang rantai karbon : C1 sampai C5 Trayek didih : 0 sampai 50C Peruntukan : Gas tabung, BBG, umpan proses petrokomia. 2. Gasolin (Bensin) Rentang rantai karbon : C6 sampai C11 Trayek didih : 50 sampai 85C Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin piston, umpan proses petrokomia 3. Kerosin (Minyak Tanah) Rentang rantai karbon : C12 sampai C20 Trayek didih : 85 sampai 105C Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin jet, bahan bakar rumah tangga, bahan bakar industri, umpan proses petrokimia 4. Solar Rentang rantai karbon : C21 sampai C30 Trayek didih : 105 sampai 135C Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar industri 5. Minyak Berat Rentang rantai karbon dari C31 sampai C40 Trayek didih dari 130 sampai 300C Peruntukan : Minyak pelumas, lilin, umpan proses petrokimia

6. Residu Rentang rantai karbon diatas C40 Trayek didih diatas 300C Peruntukan : Bahan bakar boiler (mesin pembangkit uap panas), aspal, bahan pelapis anti bocor. 2. Cracking Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking ini adalah pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin. Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat anti knock (ketukan) yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan (2,2,4-trimetil pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang buruk. Gasolin yang diuji akan dibandingkan dengan campuran isooktana dan n-heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa struktur molekul hidrokarbon. 3. Reforming Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk strukturnya yang berbeda. Oleh karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan. Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini digunakan katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atau platina. 1. Alkilasi Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam kuat Lewis).

2.

Treating

Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotorpengotornya. Cara-cara proses treating adalah sebagai berikut: a. Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan pengotor yang dapat menimbulkan bau yang tidak sedap; b. Acid treatment yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna; c. Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n parafin) dengan berat molekul tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk menghasillkan minyak pelumas dengan pour point yang rendah; d. Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu proses penghilangan unsur belerang; e. Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas. 6. Blending Proses blending adalah penambahan bahan-bahan aditif kedalam fraksi minyak bumi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Bensin yang memiliki berbagai persyaratan kualitas merupakan contoh hasil minyak bumi yang paling banyak digunakan di barbagai negara dengan berbagai variasi cuaca. Untuk memenuhi kualitas bensin yang baik, terdapat sekitar 22 bahan pencampur yang dapat ditambahkan pada proses pengolahannya. Diantara bahan-bahan pencampur yang terkenal adalah tetra ethyl lead (TEL). TEL berfungsi menaikkan bilangan oktan bensin. Selain itu proses pengolahan minyak bumi bisa dibedakan menjadi (Wikipedia, 2010): a. Proses Primer Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi (kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu 350C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga

suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi). Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponenkomponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing. (Jonathan, 2008) Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masingmasing produk tersebut.

b. Proses Sekunder Untuk pengolahan minyak berat jenis ini maka bisa dipastikan produk yang dihasilkan akan lebih banyak fraksi beratnya daripada fraksi ringannya. Teknologi yang banyak digunakan adalah dengan cara melakukan cracking (perengkahan atau pemutusan) terhadap hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon rantai pendek, sehingga bisa menjadi fraksi ringan juga. Misal, dengan cara merengkah sebuah molekul hidrokarbon C30 yang merupakan produk dari fraksi solar atau minyak berat menjadi dua buah molekul hidrokarbon C15 yang merupakan produk dari fraksi minyak tanah atau kerosin, atau menjadi sebuah molekul hidrokarbon C10 yang merupakan produk dari fraksi bensin dan sebuah molekul hidrokarbon C20 yang merupakan produk dari fraksi solar. Proses perengkahan ini sendiri ada dua dua cara, yaitu dengan cara menggunakan katalis (catalytic cracking) dan cara tanpa menggunakan katalis atau dengan cara pemanasan tinggi menggunakan suhu diatas 350C (thermal cracking).

3.3 Limbah Cair Industri Pengolahan Minyak Bumi Limbah yang dihasilkan dari kilang minyak berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah lumpur minyak bumi berpengaruh pada ekosistem pesisir baik terumbu karang, mangrove maupun biota air, baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal. Hal ini karena adanya senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi memiliki komponen senyawa kompleks seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena (BTEX). Senyawa aromatik jumlahnya kecil dalam hidrokarbon namun pengaruhnya sangat besar terhadap pencemaran perairan (Lasari, 2010). 3.4 Parameter Limbah Cair Pengolahan Minyak Bumi Parameter pencemar yang terkandung pada limbah cair industri pengolahan minyak bumi ini sesuai dengan Kep-42/MENLH/10/1996 lampiran I tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan minyak dan gas serta panas bumi seperti terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak BumiParameter BOD COD Minyak dan Lemak pH Amonia Fenol TemperaturSumber: Kep-42/MENLH/10/1996

Kadar Maksimum (mg/l) 80 300 35 6,0-9,0 10 2 45oC

1.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik secara biokimia dalam keadaan aerob di dalam air (Metcalf, 2003). Semakin tinggi nilai BOD, menunjukkan semakin besar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

untuk merombak material organik, dan semakin besar pula kandungan bahan organik di dalam air tersebut. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi. Penetapan BOD dilakukan berdasarkan pengukuran selisih oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Inkubasi ditetapkan pada kondisi temperatur 20C selama 5 hari. Kondisi ini dipilih karena bahan organik yang mengalami degradasi diperkirakan 60-70%. Agar degradasi bahan organik mencapai 9599% diperlukan waktu selama 21 hari (Tchobanouglous & Burton, 2004). Gangguan yang mungkin timbul dalam penetapan BOD antara lain, adanya zatzat yang mengganggu pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi khusus dimana air sedikit mengandung mikroorganisme, disebabkan oleh (Kristanto, 2000) :

pH sangat asam atau sangat basa Temperatur yang cukup tinggi Mengandung bahan pengoksidasi tinggi seperti klor Mengandung salinitas yang tinggi (air laut).

2.

COD (Chemical Oxygen Demand) COD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimia. Pengujian dilakukan dengan kalium dikromat (Cr2O72-) dan katalisator perak sulfat. Gangguan, keuntungan, dan kekurangan tes COD (Tchobanouglous & Burton, 2004) adalah: a. Gangguan Kadar klorida yang tinggi dalam sampel dapat mengganggu kerja katalisator dan pada keadaan tertentu ikut teroksidasi oleh dikhromat. b. Keuntungan tes COD dibandingkan tes BOD Analisa COD hanya memakan waktu 3 jam, sedangkan analisa BOD memerlukan waktu 5 hari.

c. Kekurangan Tes COD tidak memberikan informasi berapa bagian air limbah yang dapat dioksidasi oleh bakteri atau berapa kecepatan oksidasi biologis berlangsung. 3. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Netti, 2002). Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar (Netti, 2002). Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti triester dari gliserol. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang (Netti, 2002). 4. pH pH adalah tingkat keasaman atau kebasaan air, nilai pH bisa diketahui dari aktivitas ion hidrogen di dalam air (Sawyer, 1989). Nilai pH air yang normal adalah sekitar 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar berbeda-beda tergantung jenis limbahnya. Perubahan keasaman pada air limbah, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun), akan sangat mengganggu

kehidupan hewan air. Selain itu, air limbah yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering mengakibatkan pipa besi menjadi berkarat (Kristanto, 2000).5. Ammonia

Ammonia adalah bahan kimia dengan formula kimia NH3. Molekul ammonia mempunyai bentuk segitiga. Ammonia terdapat di atmosfer dalam jumlah yang kecil akibat bahan organik. Ammonia juga terdapat di dalam tanah dan di sekitar gunung berapi. Pada suhu dan tekanan normal, ammonia adalah gas yang tidak mempunyai warna (transparan) dan lebih ringan daripada udara. Titik lebur Ammonia adalah -75 C dan titik didihnya adalah -33,7 C. 10% larutan ammonia dalam air mempunyai pH 12. Ammonia cair terkenal dengan sifat keterlarutannya. Ammonia dapat melarutkan logam alkali dengan mudah untuk membentuk larutan yang berwarna dan dapat menghantarkan listrik dengan baik. 6. Fenol Salah satu bahan pencemar yang sering menimbulkan masalah adalah hidrokarbon aromatis. Hidrokarbon yang sering dijumpai adalah fenol dan sumbernya dari karbonisasi batubara, bahan kimia sintetik, dan industri minyak (Semple and Cain, 1996). Senyawa fenolik ini merupakan polutan berbahaya (Dong et al, 1992). Fenol alami dapat dijumpai di berbagai tanaman. Tanin merupakan suatu kelompok senyawa polifenolik yang biasanya merupakan komponen tumbuhan dan terdiri dari 2 kelas utama, yaitu yang terkondensasi dan hidrolisat. Disamping itu tumbuhan menghasilkan lignin yang merupakan kelompok polifenol sekerabat dengan tanin yang sangat sulit didegradasi oleh bakteri (Gamble et al, 1996). Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.

Gambar 2.2 Struktur Kimia Fenol(Sumber: Hamonangan, 2009)

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Fenol memiliki sifat fisika seperti mudah terbakar, beracun, korosif, dan berbentuk cair. Selain itu fenol juga memiliki sifat kimia yaitu titik beku 42oC, titik didih 182oC, berat molekul 94,11 gr/mol, dan berat jenis 1,057 gr/ml. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O yang dapat dilarutkan dalam air. Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya. Di lingkungan industri migas, fenol banyak ditemukan di dalam air buangan kilang. Pengamatan pada kegiatan produksi serta di lingkungan sumur minyak menunjukkan bahwa senyawa ini juga ditemukan di dalam air terproduksinya. Di dalam Buku Mutu Limbah Cair (BMLC) bagi Kegiatan Minyak dan gas serta Panas Bumi, Nomor Kep.42/MENLH/10/1906, disebutkan bahwa kandungan fenol total di dalam limbah cair bagi kegiatan eksplorasi dan produksi dibatasi hingga 2 mg/l untuk pembuangan di pantai, sementara untuk pembuangan di lepas pantai tidak ada ketentuannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS" terhadap kandungan fenol di dalam air terproduksi dari beberapa kegiatan produksi migas di Indonesia menunjukkan bahwa

kandungan fenol melampaui batas yang disebutkan di atas. Hasil penelitian oleh LEMIGAS tersebut menunjukkan bahwa kandungan fenol di dalam air terproduksi berkisar 20,50 mg/l, terdiri atas beberapa jenis senyawa diantaranya adalah fenol, kresol, sinlenol, 2- isopropil fenol dan 2,3,5 trimetil fenol. Hasil penelitian menyebutkan juga bahwa sifat toksik dari masingmasing senyawa fenol standar yang dinyatakan sebagai harga LC- 50-nya adalah cukup rendah, yaitu sekitar 0,1-0,4 mg/l. Hasil pengujian terhadap percontoh air terproduksi yang disimpan secara statis selama 3 hari, menunjukkan terjadinya penurunan kandungan senyawa fenol sebesar 34,7%. Degradasi akan meningkat lagi setelah air terproduksi mencapai perairan di tempat keluaran, yaitu sebesar 42,2%. Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O yang dapat dilarutkan dalam air. 3.5 Degradasi3.5.1 Umum

Degradasi yaitu pemecahan cemaran organik yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik dari senyawa kompleks menjadi lebih sederhana. Umumnya terjadi karena senyawa tersebut dimanfaatan sebagai sumber makanan (substrat). Degradasi yang lengkap disebut juga sebagai mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa karbondioksida dan air. Proses ini dipakai dalam pengolahan limbah untuk menjadi CO2 dan air. Kebanyakan proses degradasi sering melibatkan aktifitas mikroorganisme di dalamnya yang biasa dikenal dengan biodegradasi. Ko-metabolisma (co-metabolism) yaitu kemampuan mikroba dalam mengoksidasi atau metabolisasi suatu senyawa tetapi energi yang dihasilkan tidak

dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Keadaan ini terjadi jika mikroba secara kebetulan menghasilkan suatu enzim yang mampu mendegradasi senyawa tertentu, sehingga dikatakan enzim tersebut tidak spesifik.3.5.2 Degradasi Fenol pada Perairan Laut

Pada perairan laut fenol dapat mengalami degradasi secara alami contohnya dengan bantuan cahaya matahari namun berjalan lambat sehingga laju akumulasi fenol lebih tinggi daripada laju degradasinya(Heipieper et al, 1992). Akhirnya konsentrasi fenol akan terus meningkat sampai akhirnya melewati batas ambang yang diizinkan. Proses degradasi fenol pada dasarnya dapat dipercepat dengan adanya fotokatalis TiO2, CuO, ZnO, CdO, dan Fe2O3 (Heipieper et al, 1992). Reaksi degradasi fenol pada perairan laut menguraikan fenol menjadi CO2 dan H2O yang aman bagi lingkungan. Selain itu, ion-ion logam seperti Fe(III) pada perairan laut dapat meningkatkan proses degradasi fenol (Heipieper et al, 1992). 3.5.3 Biodegradasi Fenol

Biodegradasi merupakan suatu proses yang penting bagi rehabilitasi lingkungan yang tercemar minyak bumi ataupun produk-produknya, dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan pencemar tersebut menjadi bentuk yang lebih sederhana, tidak berbahaya dan memberikan nilai tambah bagi lingkungan (Leahy dan Rita, 1990). Biodegradasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, pertama dengan memanfaatkan mikroorganisme alamiah setempat untuk merombak polutan dengan cara memperbaiki kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bersangkutan. Pendekatan kedua merupakan inokulasi ke daerah terkontaminasi, menggunakan inokulum mikroorganisme perombak polutan yang telah diisolasi dan dibiakkan di laboratorium (Gunalan, 1993). Bertrand (1983) cit Yojana (1995), mengatakan bahwa bioremediasi in situ dan ex situ dengan menggunakan inokulum mikroorganisme perombak polutan organik telah diterapkan untuk tnembersihkan tanah dan air yang tercetnar oleh minyak butni. Seiama proses biodegradasi berlangsung, potutan tanah dan perairan terpolusi dapat dilenyapkan, lokasi yang telah ditangani dapat dipergunakan kembali sesuai dengan fungsi semula secara atnan.

Biodegradasi menjanjikan teknologi penanggulangan pencemaran oleh minyak bumi dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan metoda fisika dan kimia. Metoda ini ditunjang oleh hasil kerja peneliti di laboratorium untuk : mendapatkan mikroorganisme perombak polutan organik. mempelajari fenomena biodegradasi senyawa organik pencemar. menetapkan strategi penerapan biodegradasi di lapangan (Gunalan, 1993).

Biodegradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan senyawa hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih disebabkan karena senyawa ini telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh lebih baik dibandingkan dengan degradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan fenol dan mineralisasi dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis fenol. Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin (ring-dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol) dihasilkan dari senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto dengan enzim katekol 2,3- dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3dioksigenase, senyawa katekol diubah menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan pemecahan lain. Hasil metabolit ini dapat masuk ke siklus TCA. Beberapa homolog fenol juga mempunyai jalur reaksi yang sama sebelum masuk siklus TCA. Kemampuan degradasi mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mikroba, proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap senyawa toksik. Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi fenol dengan baik. Ganggang eukaryot, Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon. Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol melalui pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15% tetap dalam medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain, 1996). Jamur Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu mendegradasi senyawa tannin (Gamble et al, 1996).

Senyawa toksik berupa logam berat juga mengganggu mikroba pendegradasi. Kontaminasi logam berat secara alami (erosi, kebakaran, pencucian, aktifitas gunung api, dan transformasi mikroba) dan oleh kegiatan manusia (limbah industri, pembuangan sampah, dan pembakaran bahan bakar fosil) menyebabkan akumulasi logam dalam relung lingkungan yang anaerobik (Kuo and Genthner, 1996). Keadaan ini membuat perlunya diketahui kemampuan mikroba untuk mendegradasi senyawa aromatik di daerah yang juga tercemar logam berat. Pertumbuhan bersama antara pereduksi Cr(VI), Escherichia coli ATCC 33456, dan pendegradasi fenol, Pseudomonas putida DMP-1, secara simultan mereduksi Cr(VI) dan mendegradasi fenol (Shen and Wang, 1995). Penambahan Cr(VI) sebanyak 0,01 ppm meningkatkan biodegradasi fenol sampai 179% dan benzoat sampai 169%, sedang penambahan Cd(II) dan Cu(II) sebanyak 0,01 ppm meningkatkan laju biodegradasi benzoat sampai 185% dan 2-klorofenol sampai 168%. Untuk Hg(II) 1,0-2,0 ppm, 2-klorofenol dan 3- klorobenzoat terdegradasi 133-154% lebih cepat daripada kontrol setelah periode aklimatisasinya diperpanjang (Kuo and Genthner, 1996). Peningkatan toleransi sel melawan substrat beracun dapat meningkatkan kemampuan degradasi bahan pencemar oleh mikroba terkait. Perubahan komposisi lemak membran dari cis menjadi trans menyebabkan peningkatan derajat saturasi lemak membran. Modifikasi ini berhubungan dengan peningkatan toleransi membran terhadap senyawa toksik, seperti fenol dan klorofenol (Heipieper et al, 1992). Beberapa derivat aromatis atau homolog fenol juga mampu didegradasi oleh mikroba. Strain bakteri MVI, suatu kelompok bakteri Gram-negatif dan basilus aerobik, yang diisolasi dari lumpur yang diperkaya yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik plastik memperlihatkan kemampuan mendegradasi bisfenol A. Sebanyak 60% bisfenol A termineralisasi menjadi CO2, dan 20% menjadi bagian sel. Bisfenol dipecah menjadi 4-hidroksibenzoat dan 4hidroksiasetofenon untuk kemudian dimineralisasi dan diasimilasi menjadi karbon dalam sel. Dua puluh persen lainnya dihidroksilasi membentuk 2,2-bis(4hidroksifenil)-1-propanol, kemudian ditransformasi menjadi 2,3-bis(4hidroksifenil)-1,2-propanediol. Sel yang ditumbuhkan pada bisfenol A ternyata mampu mendegradasi juga bisfenol alkana, asam benzoat terhidroksilasi, dan

asetofenon terhidroksilasi. Selama degradasi difenil eter yang dilakukan oleh bakteri Sphingomonas sp strain SS3 terbentuk intermediet fenol dan katekol yang kemudian menuju jalur 3-oksoadipat. Bakteri ini juga mampu menggunakan derivat 4-floro, 4-kloro, dan sedikit 4-bromo dari difenil eter sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Langkah inisiasi degradasi mengikuti mekanisme 1,2dioksigenase yang menghasilkan fenolat hemiasetal yang tidak stabil dari struktur difenil. Rhodobacter capsulatus E1F1, bakteri non sulfur ungu fototrofik yang mampu memfotoasimilasi nitrat atau nitrit, tumbuh secara fototrofik pada medium dengan mono dan dinitrofenol dengan asetat sebagai sumber karbon. Pertumbuhan terbesar diperoleh pada kondisi mikroaerobik (Blasco and Castillo,1992). Pada kasus biodegradasi senyawa aromatik seringkali terbentuk intermediet yang lebih toksik dari senyawa asli. Karena tingkat kelarutan yang tinggi menyebabkan senyawa ini mudah menyebar. Oleh sebab itu, proses mineralisasi harus merupakan tujuan akhir dari degradasi senyawa aromatis, bukan hanya sekedar telah terjadi konversi senyawa ini (Blasco et al, 1997). Pada senyawa kloroaromatis, mineralisasi biasanya dilakukan oleh enzim melalui jalur klorokatekol. Sayangnya hanya sedikit bakteri yang mampu mentransformasi klorofenol menjadi klorokatekol untuk kemudian menuju proses mineralisasi (Blasco et al, 1997). Reduksi dehalogenasi kelihatannya merupakan langkah inisiasi dalam degradasi anaerobik seluruh klorofenol. Reduksi ini memiliki nilai penting terhadap lingkungan karena produk metabolik yang lebih sedikit mengandung klorin umumnya kurang beracun dan lebih mudah didegradasi oleh bakteri aerob dibandingkan dengan senyawa induk yang memiliki klorin lebih banyak (Nicholson et al, 1992). Nicholson et al (1992) juga mencatat bahwa reduksi deklorinasi terjadi pada lumpur buangan anaerobik yang tidak diaklimatisasi dan yang diaklimatisasi, sedimen, tanah yang ditambah dengan lumpur buangan, dan lingkungan perairan. Jalur lain dalam degradasi homolog fenol selain jalur klorokatekol dapat saja terjadi melalui pembelahan meta dan 3-oksoadipat yang menghasilkan protoanemonin, suatu intermediet yang lebih toksik daripada senyawa induk. Protoanemonin merupakan suatu senyawa antibiotik spektrum luas yang biasanya

dihasilkan oleh tumbuhan keluarga Ranunculaceae (Blasco et al, 1997). Pembentukan protoanemonin ini dibuktikan dengan percobaan menggunakan tanah disterilisasi dan tanah yang tidak disterilisasi. Pemberian katekol, 4klorokatekol, dan 4-klorobenzoat pada tanah disterilisasi tidak mempengaruhi pertumbuhan Pseudomonas sp strain LB400, bakteri yang mampu memetabolisme klorobifenil. Benzoat dan bifenil dirombak tanpa akumulasi intermediet, atau mengalami mineralisasi. Pada tanah yang tidak disterilisasi, pemberian senyawa tersebut menyebabkan penurunan viabilitas bakteri LB400. Penurunan ini dapat terjadi karena pengaruh kompetisi terbatas dan/atau predasi, namun penurunan yang lebih besar dapat terjadi karena adanya akumulasi senyawa toksik berupa protoanemonin yang dibentuk oleh mikroorganisme indigenous (Blasco et al, 1997). 3.6 Bakteri Pendegradasi Fenol Mikroorganisme terdapat di lingkungan perairan, tanah maupun udara. Masingmasing tnikroorganisme akan beradaptasi dan tumbuh sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berdasarkan sifat tersebut, maka mikroorganisme pada umumnya dapat hidup dan berkembang diberbagai lingkungan (Dwidjoseputro, 1990). Berdasarkan laporan titn studi "LEMIGAS" (1994), hasil pengamatan di lapangan maupun di laboratorium, ternyata mikroorganisme dapat hidup dan tumbuh di lingkungan munyak bumi rnaupun dalasn produk-produk hasil pengolahannya. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan populasi, dalam hal ini akan terjadi pula peningkatan aktivitasnya. Adanya kegiatan tersebut akan menimbulkan perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Leahy dan Rita (1990), menyatakan bahwa kemampuan tumbuh dari mikroorganisme yang mendegradasi minyak bumi berbeda-beda tergantung adaptasi mikroorganisme tersebut terhadap lingkungannya. Menurut Higgins dan Gilbert (1994), bahwa pada lingkungan yang tercemar oleh minyak bumi, tingkat pertumbuhannya akan lebih cepat dan jumlahnya akan lebih banyak bila dibandingkan dengan lingkungan yang tidak tercemar.

Bab 4. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui degradasi senyawa fenol dalam dalam air laut serta faktor yang mempengaruhinya, mengetahui nasib (fate) senyawa fenol di perairan laut serta mengetahui jenis mikroorganisme yang dapat membantu proses degradasi fenol pada perairan laut.

Bab 5. Metodologi PenelitianPenelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Penelitian ini mengarah pada degradasi senyawa fenol di air laut dalam kondisi statis. Reaktor yang digunakan adalah reaktor batch aerob menggunakan media artificial dengan air laut sebagai media pertumbuhan bakteri, sedangkan bakteri diambil dari air laut tempat pembuangan limbah minyak bumi teluk kabung. 5.1 Umum Penelitian ini akan dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar fenol limbah pengolahan minyak bumi pada perairan laut. Tahapan penelitian meliputi studi literatur, studi pendahuluan, persiapan percobaan penelitian, dan uji penurunan fenol dengan menggunakan larutan artifisial serta pengolahan data dan pembahasan. 5.2 Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Lingkungan Universitas Andalas Padang pada April 2011, sedangkan pengambilan sampel limbah dilakukan di PT. XXX. 5.3 Uraian Pekerjaan Pekerjaan dimulai dengan studi literatur yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penelitian yang akan dilakukan. Setelah teori dan bahan literatur didapat maka dilakukan persiapan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian sesuai dengan kebutuhan. Pengambilan sampel limbah minyak bumi dilakukan untuk mendapatkan data primer. Setelah itu proses aklimatisasi bakteri dilakukan dalam reaktor batch yang telah disediakan. Kemudian dilakukan

analisa parameter-parameter seperti suhu, salinitas, COD, VSS, pH, dan kadar fenol terhadap sampel yang diambil dari masing-masing reaktor. Dari data yang didapat dilakukan analisa berdasarkan metode yang telah ditentukan. Data primer pada penelitian ini didapat dari pengukuran karakteristik limbah cair industri minyak bumi yang meliputi pengukuran salinitas, COD, VSS , suhu, fenol dan pH. Tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir uraian pekerjaan pada Gambar berikut.Mulai

Studi Literatur

Tahap Persiapan Penelitian Pengambilan sampel Analisa kadar fenol limbah cair PT.XXX Persiapan reaktor batch Aklimatisasi Bakteri

Percobaan Analisis parameter : Suhu VSS pH COD Penurunan kadar fenol salinitas

Waktu yang dibutuhkan fenol tergradasi seluruhnya Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi Nasib senyawa fenol dalam perairan laut Jenis bakteri pendegradasi fenol

Analisis Data dan Pembahasan Penelitian

Selesai

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor batch sebanyak 3 buah; reaktor batch dengan diameter 20 cm dan tinggi 45 cm sebagai wadah uji pendahuluan dan uji penurunan kadar fenol. Reaktor berbentuk silinder yang terbuat dari fiber glass dilengkapi dengan tiga outlet untuk pengambilan sampel; gayung plastik; perlengkapan untuk analisis karakteristik limbah minyak bumi; gelas ukur 1000 ml; beacker glass serta botol plastik yang tertutup untuk menyimpan sampel limbah yang akan diuji. 5.5 Pemilihan Bakteri Bakteri yang akan digunakan berasal dari air laut yang berada di sekitar effluent limbah PT.XXX.5.6 Uji Penurunan Kadar Fenol

Uji penurunan kadar fenol dilakukan dengan menggunakan 3 reaktor batch. Pada masing-masing reaktor dimasukkan larutan fenol sebanyak 15 mg/l dengan volume 10 L tiap-tiap reaktor. Perlakuan untuk reaktor pertama dan kedua sama yaitu dengan melakukan pengkondisian terhadap bakteri. Sedangkan pada reaktor ketiga, uji penurunan kadar fenol dilakukan tanpa pengkondisian terhadap bakteri sehingga pada reaktor ketiga uji penurunan kadar fenol dilakukan secara alami. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan penurunan kadar fenol antara uji penurunan fenol dengan menggunakan bakteri dengan tanpa bakteri (kontrol). Pada tiap-tiap reaktor diberi supply oksigen dengan menggunakan aerator yang juga berfungsi sebagai pengadukan dalam reaktor. Sampling dilakukan setelah aklimatisasi bakteri selama 24 jam dimana bakteri uji telah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pengambilan sampel dari tiap-tiap reaktor dilakukan setiap hari dan untuk hari pertama sampel diambil setiap 2 jam sekali. Hal ini dilakukan dengan melihat referensi yang ada yaitu kadar fenol dalam air terproduksi yang telah sampai ke perairan akan terdegradasi sebanyak 42,2 % (LEMIGAS). Analisa dan pengambilan sampel pada tiap-tiap reaktor dilakukan hingga kadar fenol telah mencapai 0 mg/l. Pengukuran kadar fenol dilakukan dengan metode spektrofotometri. Pada penelitian ini juga diukur beberapa parameter lain yang dapat mempengaruhi proses biodegradasi fenol seperti COD, VSS, salinitas, suhu dan pH. Metode

dalam pengukuran COD yaitu dengan metode titrasi sedangkan untuk mengukur suhu menggunakan termometer. Untuk pengukuran salinitas dan pH dapat menggunakan alat water quality checker. 5.7 Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk mengestimasi penurunan kadar fenol yaitu Hasil penelitian yang diperoleh dianalisa dengan metode deskriptif yaitu dengan membandingkan antara konsentrasi fenol persatuan waktu sehingga dapat dianalisa penurunan fenol perhari. Kemudian data-data yang di dapat diplot dalam sistem koordinat. Hasil plotting tersebut dapat berupa sekumpulan titiktitik penyebaran. Dari diagram ini ditentukan bentuk kurva yang paling menentukan dari data data yang ada. Bentuk kurva seperti ini dinamakan kurva pendekatan dan variabel variabel yang berhubungan dinyatakan sebagai variabel x dan y. Pada penelitian ini akan dilihat perbandingan antara grafik pertumbuhan bakteri (gambar 2.3) dan grafik penurunan kadar fenol setiap satuan waktu. Pada grafik penurunan kadar fenol, sumbu x menunjukkan waktu fenol terdegradasi sedangkan sumbu y menunjukkan kadar fenol. Pada grafik pertumbuhan bakteri, sumbu x akan menunjukkan waktu pertumbuhan bakteri dan sumbu y jumlah populasi bakteri dalam satuan mg/l. Untuk parameter-parameter lain seperti COD, salinitas, suhu dan pH diplotkan pada grafik dengan sumbu x menunjukkan waktu sedangkan sumbu y mewakilkan nilai masing-masing parameter sehingga dapat dilihat perubahan parameter setiap waktunya.

Bab 6. Jadwal PelaksanaanKegiatan ini akan dilaksanakan dalam waktu 3 bulan dengan perincian sebagai berikut: Tabel 6.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Bulan ke-1 Studi Literatur Pengambilan sampel asli dan identifikasi Pemeriksaan sample artifisial Analisa Data dan Pelaksanaan Bulan ke-2 Bulan ke-3

Pembahasan

Bab 7. Personalia Pelaksanaan1. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Fakultas/Jurusan h. Waktu Penelitian 2. Anggota Peneliti Nama Lengkap : Reri Afrianita, MT Fano Fadilah Iman 3. Pembimbing 1. Nama lengkap dan gelar 2. Gol./Pangkat/NIP 3. Jabatan Fungsional 1. Jabatan Struktural : Yenni Ruslinda, MT : IIIc /Penata / 197001031994122002 : Lektor Kepala :: Yommi Dewilda, MT : Perempuan : 197905052003122002 : Pengolahan Air Limbah : Penata Muda/IIIb : Teknik/Teknik Lingkungan : 12 jam/minggu

2. Fakultas/Jurusan 3. Perguruan Tinggi 4. Bidang Keahlian

: Teknik/ Teknik Lingkungan : Universitas Andalas : Pengelolaan Buangan Padat Pencemaran Udara

Bab 8. Perkiraan Biaya PenelitianDalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan biaya sebesar Rp 7.500.000 (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dengan perincian pada tabel 8.1 Tabel 8.1. Perkiraan Biaya PenelitianPekerjaan Vol. Satuan Harga Satuan (Rp) Total (Rp) 1.Bahan dan Peralatan Penelitian : Bahan Kimia Pemakaian Spektrofotometer Kertas Label Dirigen Subtotal Transportasi: survey lokasi sampling sampling limbah Subtotal 1 3 Ls Ls 50.000 75.000 300 100 5 2 mg sampel buah buah 15.000 5.000 5.000 50.000 4.500.000 500.000 25.000 100.000 5.125.000 50.000 75.000 125.000

N

2.

3. 4. 5.

Honor Analis Subtotal Pembelian ATK Subtotal Laporan Penelitian : Penggandaan laporan Subtotal

2 1 15

Orang LS buah

500.000 500.000 50.000

1.000.000 1.000.000 500.000 500.000 750.000 750.000 7.500.000

Total

Daftar Pustaka

Alaerts, G. 1984. Metodologi Penelitian Air.Usaha Nasional Indonesia: Jakarta. Bapedal. 1995. KEP MENLH No. 51/MENLH/10/1995, Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Blasco and Castillo. 1992. Killing through phenol injection. Johannes Kepler University, Linz, Austria. Dong et al. 1992. Biodegradation of Toxic Organic Components from Industrial Phenol Production Waste. Proc. Biochem. KEP MENLH No. 42/MENLH/10/1996, Baku Mutu Limbah Cair Minyak Bumi. Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2006,Pengolahan bahan dan limbah berbahaya dan beracun. Ketchum, A.P, (1988), Microbiology,Concept and Application, John A Wiley and Sons, Inc., NY Metcalf & Eddy, Inc, 2003. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. McGraw-Hill, Inc: USA. Sugiharto. 1987. Pengolahan Limbah Cair Industri. ITS : SurabayaKETUA PENELITI I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. IDENTIFIKASI PRIBADI Nama Lengkap NIP Fakultas Jurusan Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Bidang Ilmu/Spesifikasi Pangkat/ Golongan Alamat Rumah Telp/Fax HP YOMMI DEDWILDA, MT 197905052003122002 Teknik Teknik Lingkungan Padang Panjang / 5 Mei 1979 Perempuan Teknik Lingkungan/ Pengolahan Air Buangan Penata Muda /IIIb Perumahan Palm Raya Blok C7 kel. Ambacang 0751-8507244 081363498135

e-mail 10 Alamat Kantor . Telp/Fax II. N O 1. 2. PENDIDIKAN TINGKAT SMU Sarjana

[email protected] Jurusan Teknik Lingkungan Unand Kampus Limau manis Padang 0751-7862901

NAMA LEMBAGA PENDIDIKAN SMA 1 Baso Universitas Andalas

JURUSAN IPA Teknik Lingkunga n Teknik Lingkunga n

IJAZAH TH 1998 2003

TEMPAT Baso Padang

3.

Pasca Sarjana (S2)

Institut Teknologi Bandung

2007

Bandung

2.2.

Mata kuliah yang diasuh (S1/S2/S3) sks Yeggi Darnas, MT Yeggi Darnas, MT ANGGOTA TIM S1 S1 S1 JENJANG (S1/S2/S3)

Semester Genap NO MATA KULIAH 1. 2. 3. Pengelolaan Buangan 2 Berbahaya dan Beracun Teknik Lahan Urug 2 Sampah Satuan Proses 3

Semester Ganjil NO MATA KULIAH 1. 2.

Sks

ANGGOTA TIM Yenni, MSi Yenni Ruslinda, MT S1 S1

JENJANG (S1/S2/S3)

Bangunan Pengolahan 3 Air Buangan Pengolahan Buangan 2 Industri

Kursus/Pelatihan NO NAMA KURSUS/ PELATIHAN Pelatihan Prajabatan Pelatihan Pekerti Pelatihan Penyempurnaan GBPP dan SAP (RPKPS) TAHUN IJAZAH/TANDA LULUS/SURAT KETERANGAN Sertifikat Sertifikat Sertifikat TEMPAT

1. 2. 3.

2004 2008 2009

Padang Padang Unand

III. PENGALAMAN PROFESIONAL Riwayat Pekerjaan NO 1 2 INSTITUSI Fakultas Teknik Universitas Andalas Jurusan Teknik Lingkungan Unand JABATAN Dosen tetap Koordinator Tugas Akhir PERIODE KERJA 2004 sekarang 2011

Padang, 22 Februari 2011

Yommi Dewilda, MT