Proposal Dini

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan akan minyak sawit Indonesia di pasar internasional semakin meningkat setiap tahunnya. Laju permintaan konsumsi dan ekspor kelapa sawit untuk menghasilkan minyak sawit naik hingga tahun 2007 mencapai 4,105 dan 12,65 juta ton (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2008). Tingginya kebutuhan minyak sawit Indonesia mendorong pihak produsen untuk meningkatkan produksi industri minyak sawit seoptimal mungkin. Pengembangan industri minyak kelapa sawit ini menyerap banyak tenaga kerja, namun disisi lain menimbulkan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Setiap ton minyak sawit yang dihasilkan akan mengeluarkan limbah cair sebanyak 2,5 m 3 , berarti untuk mencapai produksi minyak sawit sebesar 17,1 juta ton akan menghasilkan 42,75 juta m 3 limbah cair. Data ini menunjukkan betapa besarnya beban yang ditanggung oleh lingkungan akibat pencemaran lingkungan karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD (Chemical Oxygen Demand) yang sangat tinggi berkisar 47.165-49.765 mg/L (Firmansyah & Saputra, 2001). Sementara itu baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah RI melalui KEPMEN LH No.51 tahun 1995 adalah nilai COD sebesar 350 mg/L dan BOD 5 100 mg/L. Namun, sampai saat ini pengolahan limbah, terutama 1

description

proposal

Transcript of Proposal Dini

Page 1: Proposal Dini

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permintaan akan minyak sawit Indonesia di pasar internasional semakin meningkat

setiap tahunnya. Laju permintaan konsumsi dan ekspor kelapa sawit untuk

menghasilkan minyak sawit naik hingga tahun 2007 mencapai 4,105 dan 12,65 juta ton

(Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2008). Tingginya kebutuhan minyak sawit Indonesia

mendorong pihak produsen untuk meningkatkan produksi industri minyak sawit

seoptimal mungkin. Pengembangan industri minyak kelapa sawit ini menyerap banyak

tenaga kerja, namun disisi lain menimbulkan limbah cair yang berbahaya bagi

lingkungan. Setiap ton minyak sawit yang dihasilkan akan mengeluarkan limbah cair

sebanyak 2,5 m3, berarti untuk mencapai produksi minyak sawit sebesar 17,1 juta ton

akan menghasilkan 42,75 juta m3 limbah cair. Data ini menunjukkan betapa besarnya

beban yang ditanggung oleh lingkungan akibat pencemaran lingkungan karena

karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD (Chemical Oxygen Demand) yang

sangat tinggi berkisar 47.165-49.765 mg/L (Firmansyah & Saputra, 2001). Sementara

itu baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah RI melalui KEPMEN LH No.51 tahun

1995 adalah nilai COD sebesar 350 mg/L dan BOD5 100 mg/L. Namun, sampai saat ini

pengolahan limbah, terutama limbah cair kelapa sawit masih sangat kurang dalam segi

pemanfaatannya.

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari limbah rumah tangga, kotoran hewan, kotoran

manusia, sampah organik, industri makanan dan sebagainya, yang mengalami proses

penguraian atau fermentasi oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen

(anaerobic). Biogas mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1970 (Wahyuni, S.,

2011). Potensi biogas dapat dilihat dari hasil analisa penurunan COD. Konsentrasi COD

erat kaitannya dengan pembentukan metan (CH4) dan total asam volatil. Sehingga,

limbah cair kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang berpotensi dijadikan sumber

biogas karena mengandung bahan-bahan organik yang tinggi.

1

Page 2: Proposal Dini

Demi upaya pemanfaatan limbah cair kelapa sawit tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian untuk melihat hasil biogas yang terbentuk dengan menggunakan bioreaktor

up-flow anaerobic sludge blanked (UASB).

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah bagaimana potensi biogas pada

limbah cair kelapa sawit?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar biogas

yang dapat dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit?

1.4 Batasan Masalah

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada :

1. Limbah yang digunakan adalah limbah cair kelapa sawit.

2. Parameter yang akan diuji adalah COD removal.

3. Penelitian ini bersifat skala laboratorium.

4. Reaktor yang digunakan adalah reaktor dengan sistem up-flow anaerobic sludge

blanket.

5. Parameter yang akan diteliti adalah potensi biogas yang dihasilkan dalam waktu 60

hari penelitian atau saat biogas yang dihasilkan didapatkan hasil yang optimal.

2

Page 3: Proposal Dini

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biogas

Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti

kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur)

difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Menurut Wahyuni (2009) biogas

merupakan campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada

material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Menurut

Widodo et al (2006), teknologi biogas di Indonesia telah berkembang sejak lama namun

aplikasi penggunaannya sebagai sumber energi alternatif belum berkembang secara

luas. Beberapa kendalanya yaitu kekurangan technical expertise, reaktor biogas tidak

berfungsi akibat bocor atau kesalahan konstruksi, desain tidak user friendly,

penanganan masih secara manual, dan biaya konstruksi yang mahal. Kendala tersebut

dapat disikapi dengan cara merawat unit instalasi biogas, diantaranya:

1. Mengaduk campuran kotoran dan air yang terdapat pada digester setiap hari dengan

menggunakan bambu panjang agar kerak yang terdapat pada permukaan campuran

tidak menghambat produksi gas.

2. Agar digester dapat terus menghasilkan gas secara optimal, maka secara periodik

digester perlu dikuras/dibersihkan. Pembersihan digester dapat dilakukan setiap 5

atau 6 tahun sekali. Pembersihan digester dilakukan dengan terlebih dahulu

membuang gas metan dalam digester. Setelah tutup bagian atas dibuka, digester

dikuras, kemudian ditutup kembali dan kotoran dapat dimasukkan kembali (Anonim

2009).

2.2 Bahan baku Biogas

Menurut Hambali et al., bahwa ada tiga jenis bahan baku yang prospektif untuk

dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya kotoran hewan dan manusia,

sampah organik dan limbah cair.

3

Page 4: Proposal Dini

a. Kotoran Hewan dan Manusia

Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan mengatasi

beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila dibandingkan limbah

lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang menumpuk akan

mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk kedalam tanah atau

sungai. Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah.

Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun

dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan hasil

estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg,

seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi dewasa

menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang pernah ada

diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter

biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter biogas.

b. Sampah Organik Padat

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik, organik dan

khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang

diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, kegiatan rumah

tangga, industri dan kegiatan lainnya. Sampah organik ini dengan mudah dapat

diuraikan dalam proses alami. Potensi sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya

untuk rumah tangga, jumlah yang dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan

meningkat 5 kali lipat. Diprediksi peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan

penduduk, tetapi juga karena meningkatnya timbunan sampah perkapita yang

disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Berdasarkan hasil

penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik menghasilkan biogas dengan

komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO2 41,82 – 48,67% campuran sampah

organik tersebut dengan kotoran dapat meningkatkan komposisi metan dalam biogas.

c. Limbah Organik Cair

Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang sudah

tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai penghasil limbah cair

antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian. Saat ini kegiatan

4

Page 5: Proposal Dini

rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase sekitar 40 % dan

diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya limbah rumah sakit, pertanian, peternakan,

atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air (99%) sisanya yaitu bahan

padat yang bergantung pada asal buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat

digunakan sebagai bahan baku biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah

cair rumah tangga, dan limbah cair industriseperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem

dan rumah potong hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan

mengumpulkan limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media

penyangga yang berfungsi sebagai tempat hidup bakteri anaerob.

2.3 Limbah cair Kelapa sawit

Pabrik kelapa sawit adalah pabrik yang mengelola bahan baku berupa kelapa sawit

hingga menghasilkan CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit sebagai hasil

utama dan inti sawit (palm kernel) sebagai hasil sampingan. Untuk menghasilkan CPO

dan inti sawit terdapat tujuh stasiun kerja yang terkait, yaitu : stasiun penerimaan buah,

stasiun perebusan, stasiun penebah, stasiun kempa, stasiun klarifikasi, stasiun pabrik biji

dan stasiun penunjang yang mendukung kegiatan produksi seperti stasiun pembangkit

tenaga, stasiun water treatment, laboratorium, dan pengolahan limbah.

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah yang berasal dari stasiun-stasiun

pengolahan. Limbah tersebut dapat dibedakan menjadi limbah padat dan limbah cair.

Limbah padat yang berasal dari stasiun penebahan berupa tandan sawit kosong. Limbah

padat yang berasal dari stasiun kempa berupa serat buah, sedangkan limbah padat yang

berasal dari stasiun biji berupa cangkang inti sawit. Sebagian besar limbah-limbah

tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi yang dibakar langsung. Limbah padat

yang berasal dari stasiun klarifikasi berupa lumpur akan diolah bersama dengan limbah

cair dan dialirkan ke kolam penampungan limbah.

Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan limbah terbesar dari proses pengolahan

kelapa sawit.Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit berasal dari

5

Page 6: Proposal Dini

air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone

(claybath) dan air pencucian pabrik.

Menurut Eckenfelder (1980), parameter-parameter yang digunakan sebagai tolak ukur

penilaian kualitas air, yaitu: biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen

demand (COD), total organik carbon (TOC), padatan tersuspensi dan teruapkan

(suspended dan volatile solids), kandungan padatan keseluruhan, pH alkalinitas dan

keasaman, kandungan nitrogen dan fosfor, dan kandungan logam berat.

Berdasarkan Kepmen LH Nomor 51/MEN LH/10/1995, standar baku mutu

pembuangan limbah cair pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.1 Standar baku mutu limbah cair pengolahan kelapa sawit

Parameter Baku Mutu Limbah

pH 6-9

BOD (g/l) 110

COD (g/l) 250

TSS (g/l) 100

Kandungan Nitrogen Total (g/l) 20

Oil and grease (g/l) 30

Sumber : Kepmen LH Nomor 51/MEN LH/10/1995

2.3 Proses Pembentukan Biogas

Secara umum proses pembentukan biogas yaitu fermentasi bahan organik kompleks

menjadi gas oleh mikroorganisme anaerob. Berdasarkan aliran bahan baku, reaktor

biogas (biodigester) dibedakan menjadi:

1. Bak (batch)

Pada tipe ini, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal

hingga selesainya proses digesti. Umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk

mengetahui potensi gas dari limbah organik.

6

Page 7: Proposal Dini

2. Mengalir (continuous)

Untuk tipe ini, aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu.

Lama bahan baku selama dalam reaktor disebut waktu retensi hidrolik (hydraulic

retention time/HRT).

Bapat et al., (2006), menambahkan satu jenis fermentasi yaitu feed batch. Fermentasi

feed batch merupakan proses fermentasi dengan penambahan nutrien pada interval

waktu tertentu dan tak ada media yang dipindahkan, berbeda dengan fermentasi

kontinyu yang dilakukan penambahan feed secara terus-menerus serta produknya

dipindahkan secara bersamaan. Penguraian bahan-bahan organik menjadi biogas dibagi

menjadi 4 tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis yang

berlangsung terus secara berantai sampai pada suatu keadaan dimana tidak ada lagi

bahan organik yang dapat dihidrolisa.

1. Hidrolisis

Grup mikroorganisme hydrolytic mengurai senyawa organik kompleks menjadi

molekul-molekul sederhana dengan rantai pendek. Senyawa tersebut diantaranya adalah

glukosa, asam amino, asam organik, etanol, karbon dioksida, dan hidrokarbon yang

dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi bagi bakteri untuk melakukan

fermentasi. Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan bakteri seperti

selullase, protease, dan lipase. Bakteri selulotik memecah atau memotong molekul

selulosa yang merupakan molekul dengan berat yang tinggi menjadi selulobiose

(glukosa-glukosa) dan menjadi glukosa bebas (free glucose). Glukosa kemudian

difermentasi secara anaerob menghasilkan bermacam-macam produk fermentasi seperti

asetat, propionat, butirat, H2, dan CO2.

Protein dan lemak juga dapat mengalami proses fermentasi anaerob yang menghasilkan

metana. Meskipun kandungan protein dan lemak lebih sedikit daripada karbohidrat,

tetapi metana yang dihasilkan dari fermentasi protein dan lemak dapat menambah

jumlah metana yang digunakan untuk biogas. Semakin banyak kandungan 59 bahan

organik yang terdapat dalam slurry maka mikroorganisme dapat tumbuh dan

7

Page 8: Proposal Dini

berkembang dengan baik serta semakin banyak bahan organik yang dapat diubah

menjadi metana.

2. Asidogenesis

Tahap hidrolisis segera dilanjutkan oleh pembentukan asam pada proses asidogenesis.

Pada proses ini bakteri acidogenesis mengubah hasil dari tahap hidrolisis menjadi bahan

organik sederhana (kebanyakan dari rantai pendek, keton, dan alkohol).

3. Asetogenesis (Tahap Pembentukan Asam)

Pada tahap ini terjadi pembentukan senyawa asetat, CO2, dan hidrogen dari molekul-

molekul sederhana yang tersedia oleh bakteri aseton penghasil hidrogen. Bakteri

pembentuk asam antara lain Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan

Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Asam lemak

yang teruapkan dari hasil asidogenesis akan digunakan sebagai energi oleh beberapa

bakteri obligat anaerobik. Tetapi bakteribakteri tersebut hanya mampu mendegradasi

asam lemak menjadi asam asetat. Salah satunya adalah degradasi asam propionate oleh

Synthophobacter wolinii (Weismann 1991).

4. Metanogenesis (Tahap Pembentukan Metan)

Tahapan metanogenesis merupakan tahapan konversi anaerobik terakhir dan paling

menentukan, yaitu dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk

menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air,

dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya. Bakteri yang terlibat pada proses ini yaitu

bakteri metanogenik dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang terdiri atas

Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus. Pada proses di dalam reaktor,

pertumbuhan bakteri ini bergantung pada temperatur, keasaman, serta jumlah material

organik yang akan dicerna. Pada tahap awal pertumbuhannya, bakteri metanogenik

bergantung pada ketersediaan nitrogen dalam bentuk ammonia dan jumlah substrat yang

digunakan. Bakteri metanogenik mensintesis senyawa dengan berat molekul rendah

menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi, misalnya bakteri ini menggunakan

hidrogen, CO2, dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2 (Amaru 2004). Haq

dan Soedjono (2009) menyebutkan bahwa bakteri ini memiliki pertumbuhan yang lebih

8

Page 9: Proposal Dini

lambat dibandingkan dengan bakteri yang ada pada tahap satu dan dua. Bakteri

methanogen sangat tergantung pada bakteri lainnya yang terdapat pada tahap

sebelumnya untuk menghasilkan nutrien dalam bentuk yang sesuai. Bakteri methanogen

secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut,

sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan

Akhir).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses terbentuknya Biogas

Menurut Wahyuni (2009), proses fermentasi mengacu pada berbagai reaksi dan

interaksi yang terjadi diantara bakteri metanogen dan non-metanogen serta bahan yang

diumpankan ke dalam digester sebagai input. Hal ini adalah phisiko-kimia yang

kompleks dan proses biologis yang melibatkan berbagai faktor dan tahapan bentuk dan

dinamakan sebagai faktor abiotis. Faktor-faktor yang memengaruhi proses fermentasi

bahan organik menjadi biogas meliputi:

1. Starter

Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses

fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain :

Starter alami, yaitu lumpur aktif sebagai lumpur kolam ikan, air comberan atau

cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik.

Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.

Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratoriun dengan media

buatan.

2. Komposisi nutrien

Menurut Hartono (2009), parameter penting pada proses anaerobik adalah total bahan

organik yang merupakan ukuran suatu material seperti karbohidrat, protein, dan lemak.

Seluruh substrat itu dapat dikonversi menjadi asam-asam teruapkan dan metan.

Ketersediaan nutrisi yang cukup berpengaruh pada gas metan yang akan dihasilkan.

9

Page 10: Proposal Dini

3. Ukuran Bahan

Laju produksi biogas dapat ditingkatkan melalui pemberian pretreatmentsubstrat.

Maksudnya yaitu menghancurkan struktur organik kompleks menjadi molekul

sederhana sehingga mikroorganisme lebih mudah mendegradasi bahan tersebut. Bahan

dengan ukuran lebih kecil akan lebih cepat terdekomposisi daripada bahan dengan

ukuran yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan bahan dengan ukuran lebih kecil

memiliki luas kontak permukaan yang lebih besar dibandingkan bahan berukuran besar.

Menguatkan bahwa degradasi dan potensi produksi biogas dari limbah berserat dapat

secara signifikan meningkat dengan perlakuan awal yaitu memperkecil ukuran partikel.

4. Rasio C/N

Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik

dinyatakan dalam rasio karbon/nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat tinggi,

nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan

protein dan tidak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan karbon pada bahan.

Sebagai akibatnya produksi metan akan menjadi rendah, sebaliknya apabila rasio C/N

sangat rendah, nitrogen akan bebas dan akan terakumulasi dalam bentuk amonia (NH4)

yang berdampak pada meningkatnya pH pada digester. Syarat ideal C/N untuk proses

digesti sebesar 25–30. Oleh karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi,

maka penambangan bahan yang 61 mengandung karbon (C) seperti jerami atau N

(misalnya urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N tersebut.

2.5 Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket

UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket) merupakan salah jenis reaktor anaerobik

yang paling banyak diterapkan untuk pengolahan berbagai Jenis limbah cair. Berbeda

dengan proses aerobik, dimana bahan organik dikonversi menjadi produk akhir berupa

karbon dioksida dan air, pada proses anaerobik sebagai produk adalah gas metana dan

karbon dioksida.

Perbedaan lain antara proses aerobik dan anerobik terletak pada karakteristik biomassa

yang menentukan jalannya proses perombakan. Pada proses aerobik, biomassa terdiri

atas berbagai jenis mikroorganisme, tetapi masing-masing merombak bahan organik

10

Page 11: Proposal Dini

untuk keperluannya masing-masing. Pada proses anaerobik, sebenamya biomassa juga

terdiri atas berbagai jenis mikroorganisme, tetapi merombak bahan organik satu setelah

yang lain dafi bahan organik hingga biogas. Dengan demikian, proses berlangsung

sempurna hingga menghasilkan produk akhir, hanya jika proses pertukaran massa pada

setiap mikroorganisme yang terlibat berlangsung dengan kecepatan sama. Karena

alasan tersebut, proses anaerobik lebih sensitif terhadap pengaruh bahan toksik, pH,

dan temperatur dibanding dengan proses aerobik.

Berbagai jenis reaktor anaerobik telah dikembangkan, antara lain reaktor teraduk

sempurna fixed bed reactor, fluidized bed reactor, dan up-flow anaerobic sludge blanket

(UASB). Salah satu jenis reaktor anaerobik yang piling banyak diterapkan untuk

pengolahan limbah cair pada skala teknis adalah UASB. Reakator UASB merupakan

reaktor anaerobik, dimana influen dialirkan dari bawah menuju ke atas, Akibat

pertumbuhan mikroorganisme, pada bagian bawah reaktor terbentuk lapisan biomassa

(sludge). Pendukan media terjadi akibat aliran influen dan aliran gas yang terbentuk.

Sistem UASB dilengkapi dengan fasilitas pengeluaran gas, yang sekaligus berfungsi

sebagai unit pemisahan biomassa.

Kelebihan reaktor UASB adalah konstruksi sederhana, tanpa bahan untuk pertumbuhan

mikroorganisme, paling banyak diterapkan pada skala teknis sehingga banyak

pengalaman praktis. Kekurangan reaktor UASB antara lain adalah sangat sensitif

terhadap perubahan beban Hidrolik dan beban organik laju perombakan relatif rendah

dibanding dengan reaktor anaerobik lainnya, seperti reaktor fluidized bed. Kadar bahan

organik dalam efluen UASB umumnya masih tinggi, sehingga memerlukan

pengolahan tambahan, misalnya dengan proses aerobik.

11

Page 12: Proposal Dini

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda (Baristand

Industri Samarinda)  pada bulan Mei 2013 s.d. bulan Juli 2013. Adapun limbah yang

digunakan adalah limbah cair dari industri kelapa sawit.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut ;

1. Bak penampung limbah

2. unit Reaktor up-flow anaerobic sludge blanket

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;

1. Limbah cair Kelapa sawit

2. Aquades dan air

3. Kotoran Sapi sebagai starter

3.3 Tahap pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data-

data yang dapat menunjang penelitian sehingga memudahkan perancangan. Adapun

data-data yang dikumpulkan meliputi :

a. Data primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penelitian

di lapangan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data-data pendukung dalam penelitian ini, seperti

pengumpulan data berdasarkan penelitian sebelumnya dan buku-buku terkait dengan

12

Page 13: Proposal Dini

bahasan penelitian. Dimana data-data tersebut berupa gambar, grafik, tabel, dan data

pendukung lainnya.

3.4 Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian ini terdiri dari variable terikat dan variabel bebas.

a. Variabel terikat penelitian ini terdiri dari varibel terikat dan variabel bebas.

i. Limbah cair kelapa sawit yang digunakan

ii. Reaktor Up-Flow anaerobic Sludge Blanket

iii. Parameter yang diuji berupa COD awal dan akhir

iv. Kotoran sapi sebagai starter

b. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :

i. pH yang berkisar antara 6.0 – 9.0

ii. Pengkondisian suhu

3.5 Metode Penelitian

Sumber biogas yang dipakai dalam penelitian ini adalah limbah cair kelapa sawit

dengan penambahan starter.

3.6 Prosedur Penelitian

Dalam teknik pengumpulan data yang akan digunakan untuk memperoleh data primer

dan data sekunder, penelitian akan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

3.6.1 Tahap Persiapan

- Studi pustaka, dilakukan untuk mendapatkan literatur-literatur yang ada

hubungannya dengan penelitian baik buku-buku pustaka maupun hasil penelitian

terdahulu.

- Penyiapan bahan dan alat penelitian.

3.6.2 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair kelapa sawit dan kotoran

sapi sebagai stater.

13

Page 14: Proposal Dini

3.6.3 Pengoperasian Alat

Kotoran hewan yang telah diambil sebagai sampel untuk starter dimasukkan kedalam

unit reaktor. Kemudian memasukkan limbah cair kelapa sawit yang sebelumnya telah

diukur kadar COD awalnya.

3.6.3 Analisis Data

Pengambilan sampel limbah cair kelapa sawit untuk diuji kadar COD awal dan COD

akhir dari limbah cair kelapa sawit tersebut. Analisa COD limbah cair kelapa sawit ini

bertujuan untuk melihat COD removal yang diperoleh dari reaktor yang digunakan.

Kemudian menghitung produksi biogas limbah cair kelapa sawit yang dihasilkan dari

reaktor up-flow anaerobic sludge blanket (UASB) pada waktu tinggal tertentu yang

paling optimal.

Gambar 3.1 Skema peralatan bioreaktor UASB dalam skala laboratorium

14

Page 15: Proposal Dini

3.7 Bagan Alur

Gambar 3.2 Bagan Alur

(sumber : Data Primer, 2013)

15

Ide studi pengolahan limbah kelapa sawit menjadi biogas dengan menggunakan bioreaktor up-flow anaerobic sludge (UASB)

Studi literatur

Perumusan masalah

Pengumpulan data Persiapan alat Persiapan bahan

Data sekunder- Jurnal- Penelitian sebelumnya- Buku yang terkait

bahasan

Data primer- Pengamatan dan

penelitian di laboratorium

- Pembuatan starter- Pengambilan limbah

cair kelapa sawit

Analisis data hasil penelitian- Produksi biogas- Nilai COD awal dan COD akhir limbah cair kelapa

sawit

Kesimpulan dan Saran