Project Working Paper Series No -...

64
Project Working Paper Series No. 02 Mengembangkan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Tanggap Gender Penulis: Siti Amanah Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-IPB Bekerjasama dengan Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia

Transcript of Project Working Paper Series No -...

Project Working Paper Series No. 02

Mengembangkan Komunikasi Administrasi Efektifdalam Tata Kelola Pemerintahan Desa

yang Tanggap Gender

Penulis:

Siti Amanah

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-IPB

Bekerjasama dengan

Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia

Mengembangkan Komunikasi Administrasi Efektifdalam Tata Kelola Pemerintahan Desa

yang Tanggap Gender

Penulis:

Siti Amanah

Layout dan Design Sampul :

Dyah Ita M. dan Husain As’adi

Diterbitkan pertama kali, Juni 2006

Oleh

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-LPPM IPB

Bekerjasama dengan

Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia-UNDPKampus IPB Baranangsiang

Gedung Utama, Bagian Selatan, Lt. Dasar

Jl. Raya Pajajaran Bogor 16151

Telp. 62-251-328105/345724

Fax. 62-251-344113

Email. [email protected]

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ISBN: 979-8637-39-9

ii

KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan negara kesatuan yang sangat plural dari latar belakangsosio, budaya, ekonomi, politik, dan agamanya. Kondisi ini tercermin padaberagam situasi di wilayah kepulauan Indonesia yang dihuni oleh lebih dari 300etnik dengan beraneka ragam bahasa, budaya, dan adat istiadat. Hampir 60persen penduduk berdomisili di desa, dan sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip desentralisasi, setiap desa diharapkan berkembang ke arah yang mampumengorganisasikan sumber daya alam dan manusia yang dimiliki menujukehidupan yang lebih berkualitas. Untuk mendorong terwujudnya tata kelolapemerintahan desa yang didasarkan pada entitas lokal dan mampumengembangkan masyarakat melalui kemitraan, maka studi aksi ini dilakukan dilima provinsi yang memiliki latar belakang sosio budaya yang berbeda terutamaadanya kelembagaan di desa yang terpola oleh adat dan atau religi. Kelimaprovinsi tersebut adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (disingkat NAD),Sumatera Barat (Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Bali, dan Papua. Studi dilakukanselama enam bulan dengan tahapan aktivitas yaitu (i) pemahaman akan situasilokasi studi melalui survai dan diskusi kelompok terfokus; (ii) mendiskusikantemuan awal dengan para pakar dan praktisi tentang pemerintahan desa dalamseminar di tingkat provinsi; (iii) lokakarya di tiap desa studi untukmengakomodasi berbagai kebutuhan, menentukan prioritas kebutuhan, danrencana aksi; (iv) pelatihan sesuai kebutuhan masyarakat dan pemerintahan desadi lokasi studi dengan metode pembelajaran orang dewasa dengan berbagaivariasinya seperti curah pendapat, simulasi, kunjungan lapang, praktek, dansebagainya; (v) tindak lanjut pelatihan melalui aksi nyata yang didampingi olehfasilitator di tiap lokasi studi disertai monitoring; (vi) lokakarya di masing-masinglokasi untuk menilai perkembangan sebelum dan sesudah studi terkait denganlangkah-langkah konstruktif pengelolaan pemerintahan desa, dan upayapemberdayaan masyarakat desa dalam usaha ekonomi produktif, hal iniditindaklanjuti dengan membahas studi aksi melalui workshop di kabupaten; dan(vii) hasil studi aksi diseminarkan dalam forum yang lebih luas di provinsi. Salahsatu aspek yang dikaji dalam studi aksi ini adalah aspek komunikasi administrasidan aspek gender dalam tata kelola pemerintahan desa.

Komunikasi, sebuah kata yang melekat dalam kehidupan manusia, termasukdalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Sulit dibayangkan pemerintahandesa dapat berfungsi secara optimal tanpa adanya proses komunikasi yangberlangsung secara internal maupun eksternal. Secara internal, hubunganinteraktif antar pimpinan dengan perangkat desa, dan dengan BadanPemberdayaan Masyarakat Desa diperlukan untuk mensinergikan langkah dalammenyediakan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Secara eksternal interaksipemerintah desa dengan berbagai pihak baik diperlukan untuk penyelenggaraanaktivitas kepemerintahan yang secara langsung maupun tidak, mendorongdiwujudkannya tatanan kehidupan masyarakat desa yang lebih bekualitas.

iii

Desentralisasi kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang peraturannyatertuang dalam Undang-undang Nomor 32/2004 dan Peraturan PemerintahNomor 72/2005 tentang desa, menuntut kesiapan seluruh jajaran pemerintahmulai dari pusat hingga desa. Kendala yang sering dihadapi antara lain belumdimilikinya pemahaman akan prinsip tata kelola pemerintahan desa yangbermutu (good rural governance), keterbatasan kapasitas sumber daya manusia(SDM) pemerintah desa, kompleksitas sosio-ekonomi politik dan budayamasyarakat, serta keterbatasan dana pembangunan. Untuk itu, keterpaduanlangkah berbagai kelembagaan di desa dan supra desa dituntut melalui proses-proses yang akomodatif.

Fungsi utama pemerintahan desa adalah menyelenggarakan kegiatan untukmemenuhi kebutuhan masyarakatnya tanpa membedakan latar belakang sosio,ekonomi, agama, budaya, dan jenis kelamin. Di sisi lain, keberhasilanpembangunan di desa sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat padakeseluruhan proses, yakni sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hinggamerasakan manfaat pembangunan secara adil dan merata. Kondisi di lapanganmenunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender, terutama pada masihbelum optimalnya peran baik laki-laki maupun perempuan dalam siklusmanajemen pemerintahan desa. Pelibatan hanya salah satu pihak (laki-laki atauperempuan) dalam progam pemerintahan desa berdampak pada tidakterakomodasikannya kebutuhan seluruh masyarakat. Pada gilirannya hal iniberakibat pada in-efisiensi pembiayaan pembangunan dan semakin terpuruknyakehidupan sebagian masyarakat desa. Secara umum hal yang ditemui di lokasistudi adalah mulai tumbuhnya kesadaran akan pentingnya memperhatikan perangender, meskipun gejala bias gender masih tampak pada lebih diprioritaskannya“kepentingan laki-laki” ketimbang “perempuan”. Kesadaran akan upayamewujudkan keadilan dan kesetaraan gender diperlukan bagi peningkatankualitas hidup masyarakat sekaligus menjamin partisipasi baik perempuanmaupun laki-laki dalam keseluruhan tata kelola pemerintahan desa. Di sini,komunikasi antar berbagai elemen masyarakat sangat penting gunameningkatkan pemahaman konsep gender secara benar. Untuk itulah, makaworking paper mengulas komunikasi administrasi dan urgensi pengarusutamaangender dalam tata kelola pemerintahan desa.

Tulisan dibagi menjadi enam bagian, yakni bagian satu merupakan bagianpembuka yang terdiri atas pendahuluan yang di dalamnya dicakup latar belakang,tujuan, dan kegunaan penulisan. Bagian dua adalah metodologi, bagian inimenjelaskan lokasi studi, jenis dan sumber data, serta teknik analisis data. Padabagian tiga disajikan konsep Komunikasi Humanistik dan Konsep Gender danPembangunan sebagai landasan analisis proses komunikasi administrasi danimplementasi pemerintahan desa yang tanggap gender. Bagian empatmerupakan deskripsi tentang penyelenggaraan pemerintahan desa di lokasi studi.Bagian lima mendiskusikan komunikasi administrasi efektif dan pemerintahandesa yang tanggap gender, dan bagian enam merupakan kesimpulan dan saran.

iv

Working paper ini dapat diselesaikan atas dukungan berbagai pihak, untuk terimakasih disampaikan kepada (i) Partnership for Govenance Reform in Indonesia dan PusatStudi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor; (ii)Pemerintah dan masyarakat desa di seluruh lokasi studi yaitu di Desa CotGeundreut dan Babah Jurong, Kabupaten Banda Aceh, Provinsi NAD; NagariSimanau dan Paninggahan, Kabupaten Solok, Provinsi Sumbar; Desa Nasol danGunungsari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jabar; Desa Samsam dan Selanbawak,Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali; dan Kampung Sabronsari dan Tablasupa,Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua; (iii) pendamping, pemuka adat, tokohmasyarakat, kolega peneliti, asisten peneliti, serta Informan di lokasi studi; dan(iv) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terlepas dari semuakesilafan dalam penulisan, penulis berharap working paper ini bermanfaat sebagaibahan masukan bagi pelaksanaan komunikasi administratif yang efektif danimplementasi pemerintahan desa yang tanggap gender sebagai salah satu wujudtata kelola pemerintahan desa yang bermutu.

Bogor, Juni 2006

Siti Amanah

DAFTAR ISI

HalamanKata Pengantar……………………..............……………………………………...Daftar Isi……………….................…………………………………………………Daftar Tabel ..........................................................................................Daftar Gambar ......................................................................................1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ......................................................................1.2. Tujuan Studi ...........................................................................1.3. Kegunaan Studi .......................................................................

2. METODOLOGI2.1. Lokasi Studi ............................................................................2.2. Jenis dan Sumber Data ...........................................................2.3 Analisis Data ..........................................................................

3. KONSEP KOMUNIKASI HUMANISTIK DAN KONSEPGENDER DAN PEMBANGUNAN3.1. Konsep Komunikasi Humanistik ..........................................3.2. Konsep Gender dan Pembangunan ........................................

4. TINJAUAN UMUM PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN DESA DI LOKASI STUDI4.1. Anatomi Kewenangan Pemerintahan ....................................4.2. Gambaran Umum Pemerintahan Desa di Lima Lokasi Studi

5. TATANAN KOMUNIKASI ADMINISTRASI YANGEFEKTIF DAN PEMERINTAHAN DESA YANG TANGGAPGENDER5.1. Perbandingan Komunikasi Administrasi dalam Pemerintahan

Desa di Lokasi Studi .......................................5.2. Komunikasi Administrasi yang Efektif .................................5.3. Analisis Gender dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa5.4. Rumusan Model Komunikasi Administrasi Pemerintahan Desa

yang Tanggap Gender ..................................................6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan .............................................................................6.2. Saran .......................................................................................

Daftar Pustaka ............................................................................... .......

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

6

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Hal.1. Lokasi Studi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan Desa ..........2. Kekhasan Kelembagaan Desa di Masing-masing Lokasi Studi .....3. Data yang Digunakan dalam Studi .............................................4. Pendekatan dan saluran komunikasi ..........................................5. Pendekatan Kebijakan Pemerintah Terhadap Perempuan di Negara

Berkembang ..................................................................6. Perbandingan Komunikasi Administrasi Tata Kelola Pemerintahan

Desa yang Tanggap Gender ................................7. Perbandingan Pencapaian Indikator KKG dalam Tata Kelola

Pemerintahan Desa .....................................................................8. Beberapa Aspek yang Perlu dikembangkan untuk Penerapan PUG ..

.........................................................................................

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal.1. Proses komunikasi humanistik: Manusia sebagai pengolah informasi2. Peta Johari Window ....................................................................3. Anatomi Urusan Pemerintahan .................................................4. Model Komunikasi Dua Tahap ..................................................5. Dikotomi Organisasi Berdasarkan Ciri Dinamikanya ...............6. Keterkaitan antar Lembaga dan Masyarakat dengan Pemerintahan

Desa ....................................................................7. Mekanisme Transformasi Perilaku melalui Pemasaran Sosial ....8. Sistem Komunikasi Administrasi dalam Manajemen Pemerintahan

Desa yang Tanggap Gender .................................

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

7

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTerselenggaranya pemerintahan desa yang mampu membawa anggotamasyarakat kepada kehidupan yang berkualitas dapat terwujud melaluikomunikasi yang efektif antar pemangku kepentingan. Komunikasi tersebutdapat berlangsung melalui proses formal dan informal, baik secara verbalmaupun non verbal. Pola-pola komunikasi tercermin dalam berbagai bentukhubungan antara desa dengan pihak lain baik secara horisontal, lateral, maupunvertikal. Sejalan dengan tuntutan menyelenggarakan pemerintahan desa yangberorientasi pada kebutuhan masyarakat desa, maka diperlukan pemahamanakan kebutuhan anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan.

Implementasi Undang-undang Nomor 22/1999 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membawaberbagai perubahan baik dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan politikdalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemahaman terhadap undang-undang tentang pemerintahan daerah oleh masyarakat sangat bervariasi.Penerjemahan akan prinsip desentralisasi dari pusat ke daerah terutama untukmemberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, melalui pendayagunaansumber daya lokal secara efisien dan efektif belum terinternalisasikan secaramenyeluruh pada segenap unsur pemerintahan di daerah. Akhirnya, yangmencuat adalah euphoria otonomi terutama dalam hal keleluasaan mengaturrumah tangga pemerintahan daerah secara penuh, di sisi lain penerapan prinsippelayanan yang bermutu bagi publik menjadi terlupakan atau ”kurang diminati”.Dapat dikemukakan bahwa belum semua wilayah di Indonesia siap untukmenerima limpahan wewenang kekuasaan sepenuhnya dari pemerintah pusat(atas) ke pemerintah daerah (bawah). Terlebih lagi bahwa makna desentralisasisesungguhnya bukan semata terletak pada penguasaan sumber daya alam bagipenduduk lokal, tetapi lebih pada kemampuan pemerintah setempat mengelolasumber daya yang dimiliki untuk memajukan masyarakat secara adil danbermartabat melalui penerapan prinsip-prinsip governance secara tepat.

Di sisi lain, tolok ukur kesuksesan pemerintah daerah yang terlalumengedepankan growth yang tercermin pada indikator pencapaian PendapatanAsli Daerah (PAD), dan melupakan terpenuhinya kebutuhan dasar manusiamenyebabkan munculnya berbagai problema sosial. Angka PAD yang tinggibelum mencerminkan mutu sumber daya manusia yang ditunjukkan olehpendidikan yang layak, keterjaminan kesehatan, dan kuatnya pilar-pilarperekonomian rakyat yang tumbuh dan berkembang. Pelaksanaan goodgovernance pada semua level pemerintahan salah satunya ditunjukkan olehpelayanan publik yang prima. Untuk mewujudkan hal tersebut, perangkatpemerintah (pemerintah desa hingga pusat) diharapkan mampu memahami

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

8

kebutuhan warganya. Pemahaman akan kebutuhan masyarakat akan semakinmeningkat jika terjalin komunikasi yang interaktif antara pemerintah desadengan warga, antara pemerintah desa dengan lembaga terkait di desa, seiringditerapkannya prinsip pemerintahan yang responsif gender.

Persoalan lemahnya kualitas komunikasi antar lembaga pemerintahan formaltampak pada fakta kurangnya koordinasi dalam pengambilan keputusan yangmenyangkut berbagai kepentingan. Sebagai contoh, di tingkat desa, untukmenentukan warga yang berhak memperoleh dana Santunan Langsung Tunai(SLT dulu BLT) sebagai kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak(BBM), pihak yang melakukan pendataan tidak berkoordinasi dengan jajaranperangkat desa dan pengambilan keputusan dilakukan sepihak terutama dalammenetapkan indikator ”miskin.” Kenyataan ini terjadi, selain disebabkan olehkurang jelasnya visi yang hendak diwujudkan oleh pemerintah, minimnyaprogram pembangunan yang dirancang terpadu dengan kerangka kerja yangjelas, hingga minimnya kualitas komunikasi antar lembaga merupakan pemicupersoalan. Komunikasi yang secara harfiah berarti menjadikan sesuatu menjadimilik bersama, memerlukan proses tertentu agar terjadi pemahaman yang”konvergen.”

Selain persoalan komunikasi, belum diterapkannya prinsip pengarusutamaangender dalam program pembangunan merupakan salah satu penyebab in-efisiensi pelaksanaan pembangunan di desa. Kesenjangan gender masih dapatditemui di pedesaan terutama terkait dengan beban ganda yang dipikul olehperempuan, yakni tuntutan akan melaksanakan peran dan fungsi reproduktif,produktif, dan sosial. Pada pemerintahan desa di lima provinsi kajian yakni diProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam (disingkat NAD), Sumatera Barat(Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Bali, dan Papua ditemui fakta bahwa aksesperempuan dalam pelaksanaan pemerintahan desa mulai meningkat, begitu pundengan peran serta perempuan dalam pemerintahan. Hal yang terlemah adalahpada aspek mengontrol penggunaan sumber daya dan belum dirasakannyamanfaat yang adil atas keterlibatan oleh kedua belah pihak dalam pemerintahandesa.

Keunikan desa-desa studi di masing-masing provinsi adalah terdapat duakelembagaan yaitu desa (yang dibentuk pemerintah) dan desa adat (tumbuh darikeinginan masyarakat sejak dulu guna membantu warga melaksanakan tuntutanadat dan budaya setempat). Masing-masing kelembagaan tersebut memilikifungsi dan peran tersendiri, dan setiap daerah memiliki sebutan yang berbedabagi desa yang dibentuk pemerintah dan desa adat. Proses untuk mewujudkanmasyarakat desa yang mampu mengembangkan diri melalui berbagai usahaproduktif berbasis potensi sumber daya alam setempat memerlukan kerja sama(baca: kemitraan) dengan berbagai pihak. Kemitraan dapat berlangsungkontinyu jika masyarakat mampu mengorganisasi diri dalam mengelola usahadalam bentuk kelompok usaha bersama yang didasari kepentingan yang sama,yakni peningkatan kualitas hidup. Dengan kualitas hidup yang semakin

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

9

meningkat, masyarakat akan lebih berdaya untuk mengakses layanan publikmeliputi kesehatan, pendidikan, dan dukungan ekonomi. Sejalan dengan hal ini,maka ukuran keberhasilan pemerintahan desa hendaknya tidak semata diukurdari sisi fisik atau materi, tapi juga dari sisi kemampuan pemerintahan desaberkomunikasi dan menggalang kerja sama strategis dengan berbagai pihak gunamewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas.

1.2 Tujuan StudiBerdasarkan latar belakang tersebut, maka studi tentang tata kelola pemerintahandesa berbasis kemitraan salah satu dimensinya adalah proses-proses komunikasiadministratif dalam pengelolaan pemerintahan daerah yang responsif gender.Tujuan penulisan working paper ini adalah:

(1) Menjelaskan dinamika proses komunikasi yang terjalin antara pemerintahdesa dengan berbagai lembaga;

(2) Mengungkap berbagai fakta tentang implementasi pengarusutamaangender dalam pemerintahan desa di lokasi studi; dan

(3) Memberikan rumusan tentang model komunikasi antar lembaga terkaitdengan pemerintahan desa yang berperspektif gender.

1.3 Kegunaan StudiDiharapkan studi yang didokumentasikan dalam naskah akademik ini dapatmenjelaskan berbagai persoalan komunikasi dan gender yang berkembang dijajaran pemerintahan desa sebagai garda terdepan dari pemerintah. Secaraspesifik working paper berguna sebagai:

(1) Sumber informasi primer dalam menyusun rekomendasi penyelenggaraanpemerintahan desa khususnya bagi pemerintah daerah yang memilikikeunikan dalam hubungan antara desa formal yang memiliki ada dalamstruktur hirarki pemerintahan dengan desa adat dengan sifat otonom dantelah melekat dalam kehidupan masyarakat desa sejak berabad-abad

(2) Upaya mengkomunikasikan informasi dan pembelajaran masyarakat,terutama perangkat desa tentang penyelenggaraan prinsip pengarusutamaangender dalam pemerintahan desa sebagai upaya efisiensi penyelenggaraanpemerintahan desa.

(3) Naskah akademik tentang pengembangan model komunikasi yang efektifantar lembaga dalam pemerintahan desa yang responsif gender.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

10

2 METODOLOGI

Terdapat empat jalan untuk memperoleh pengetahuan yaitu melalui (1)kegigihan atau keuletan (tenacity), (2) otoritas (kewenangan), (3) keyakinan kukuh(a priori), dan (4) metode ilmu pengetahuan (Kerlinger, 2003). Metode keempatditerapkan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, penetapan tujuan,kajian teori, dan penelusuran pustaka terkait dengan topik penelitian,pengumpulan dan analisis data, serta mempresentasikan temuan-temuannya.Studi ini dilakukan pada dua desa terpilih di masing-masing provinsi dari limaprovinsi yang dipilih secara purposive untuk menggambarkan ciri spasial,geografis-ekologis, sosio-politis, keterisolasian, ekonomi, karakter komunitas,dan karakteristik budaya setiap lokasi studi. Penelitian dilakukan denganmenggunakan pendekatan kaji tindak (action research), memadukan penelitian dantindak bersama-sama masyarakat untuk memperbaiki situasi sesuai masalah yangdihadapi di tingkat pemerintah dan masyarakat desa. Beberapa langkah yangdilakukan dalam penelitian kaji tindak ini meliputi:

(1) Pengenalan peneliti kepada sistem sosial masyarakat (entry to community);(2) Identifikasi masalah pada level rumah tangga dengan teknik wawancara

tidak terstruktur;(3) Diskusi kelompok terfokus (focused-group discussion, disingkat FGD) dengan

informan kunci yakni Kepala Desa, perangkat desa, BadanPermusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM), kelompok wanita di desa, Tokoh Masyarakat, PKK, KaderPosyandu, dan wakil masyarakat desa. Diskusi dimaksudkan untukmemetakan persoalan di tingkat pemerintahan dan masyarakat desa,sebagai platform menyusun aksi dalam koridor tata kelola pemerintahandesa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa sebagai pelangganprimer dari layanan pemerintahan desa;

(4) Seminar pertama dan lokakarya, seminar dilakukan di tingkat provinsi danlokakarya dilakukan di desa studi. Seminar ditujukan untukmenyampaikan fakta awal tentang tata kelola pemerintahan desa di lokasistudi dan memperoleh masukan tentang tata kelola pemerintahan desadalam berbagai perspektif, sekaligus untuk memperoleh masukan bagiperbaikan pelaksanaan studi ke depan. Lokakarya di tingkat desadilakukan untuk mendiskusikan tentang langkah-langkah perbaikan situasiyang akan dilakukan (situation improvement) oleh masyarakat desa bersama-sama perangkat desa, dan peneliti melalui pelatihan dan pendampingan;

(5) Pelatihan dengan metode partisipatif dilakukan sesuai kebutuhanmasyarakat di masing-masing lokasi. Dua jenis pelatihan yang dilakukanmeliputi (a) peningkatan kapasitas sumber daya manusia khususnyaperangkat desa dan (b) peningkatan kapasitas kelembagaan pedesaan;

(6) Pendampingan oleh fasilitator sebagai tindak lanjut pelatihan, sehinggaperangkat desa mampu melaksanakan perbaikan dalam pengelolaan

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

11

pemerintah desa. Masyarakat desa dengan potensi sumber daya yangdimiliki dapat mengembangkan usaha ekonomi produktif, sekaligusmengembangkan kelompok usaha bersama yang memiliki jaringandistribusi hasil produksi;

(7) Lokakarya di desa. Lokakarya dimaksudkan untuk memonitor perubahanyang terjadi dan menindaklanjuti dengan tindakan yang diharapkan;

(8) Workshop dan seminar. Workshop dilakukan di Kabupaten sebagaimedia untuk mengklarifikasi hasil studi dengan pihak terkait di kabupaten,sekaligus untuk memperoleh berbagai masukan bagi penyempurnaan hasilstudi;

(9) Seminar kedua dan tindak lanjut studi. Seminar dilakukan di Provinsisebagai upaya memublikasikan hasil sementara studi sekaligus untukmemperoleh masukan bagi para pakar dan pemerhati masalahpemerintahan desa. Sebagai tindak lanjut, di level desa diharapkanperangkat desa dapat menyelenggarakan kegiatan administrasi desa yanglebih baik desa, dan memonitor perkembangan yang terjadi. Dari sisimasyarakat, perkembangan usaha produktif oleh masyarakat berlanjutdengan dikelolanya potensi sumber daya alam secara optimal.

2.1. Lokasi StudiStudi dilakukan pada lima provinsi sebagaimana tampak pada Tabel 1. Kelimaprovinsi tersebut memiliki keunikan yaitu terdapat kelembagaan desa formal danadanya mekanisme pengaturan masyarakat desa yang dikelola oleh lembaga adat.

Tabel 1. Lokasi Studi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan DesaNo. Provinsi Kabupaten Desa

1 Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Besar Babah Jurong dan Cot Geundreud2 Sumatera Barat Solok Nagari Paninggahan dan Simanau3 Jawa Barat Ciamis Nasol dan Gunung Sari4 Bali Tabanan Sam Sam dan Salen Bawak5 Papua Jayapura Sabron Sari dan Tabla Supa

Desa lokasi studi memiliki pengertian desa yang dimaksud pada Bab 1 Pasal 1Peraturan Pemerintah Nomor 72/2005 yakni: “Desa adalah kesatuanmasyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usuldan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem PemerintahanNegara Kesatuan Republik Indonesia.” Selain itu, pada setiap desa studiterdapat peran nilai-nilai lokal berupa adat istiadat yang kuat dengan kewenangankhusus terhadap warganya. Sebutan lembaga adat atau lokal pada tiap lokasistudi dirangkum pada Tabel 2.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

12

Tabel 2. Kekhasan Kelembagaan Desa di Masing-masing Lokasi Studi

No. Kabupaten –Provinsi Desa Studi Sebutan

Lembaga Adat Aspek Kewenangan

1 Aceh Besar -NAD

Babah Jurong danCot Geundreud

Mukim Hubungan dengan aktivitaskeagamaan dan masyarakat

2 Solok -Sumatera

Barat

Nagari Paninggahandan Simanau

Nagari Sejalan dengan hak asal usulNagari, tugas dan pembantuandari pemerintah

3 Ciamis - JawaBarat

Nasol dan GunungSari

- Serupa dengan desa formalmenurut UU 32/2004, yakniaspek administrasi dankependudukan

4 Tabanan –Bali

Samsam danSalenbawak

Pakraman Terkait hubungan antarmanusia, hubungan manusiadengan alam, dan dengan Tuhan(Tri Hita Karana)

5 Jayapura –Papua

Sabron Sari danTabla Supa

Kampung Berkaitan dengan pengelolaansumber daya alam khususnyatanah dan ritual suku

2.2. Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data teks, image, dannumerik. Data teks diperoleh dari berbagai dokumen terkait denganpemerintahan desa dinas maupun desa adat pada tiap lokasi studi. Data tersebutmeliputi monografi desa, dan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa. Dataimage meliputi informasi dalam bentuk gambar atau dokumentasi peristiwamengenai aktivitas pemerintah desa dan masyarakat. Berdasarkan sumbernya,data diperoleh dari sumber primer yaitu kepala desa dan perangkatnya, BPD,LPM, tokoh perempuan di desa, tokoh adat, pengurus kelembagaan di desa, danpimpinan dan staf berbagai lembaga pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten,dan provinsi. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dimasing-masing Provinsi dan Kabupaten studi.

Data yang diperlukan untuk menganalisis aspek komunikasi antar pihak dalampemerintahan desa terdiri atas komunikasi formal, komunikasi informal, polahubungan antara pemerintahan desa, hubungan kerja antara pemerintah desadengan berbagai organisasi kemasyarakatan di desa, kesetaraan dan keadilangender dalam pemerintahan desa, dan upaya pemerintah desa menyelenggarakanpemerintahan yang responsif gender. Secara garis besar data-data beserta teknikpengumpulannya disajikan pada Tabel 3.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

13

Tabel 3. Data yang Digunakan dalam StudiData Sumber Data Teknik Pengumpulan

Data1. Komunikasi formal (proses,

hirarki pemerintahan,komunikasi internal daneksternal)

Sumber primer:Perangkat desa, wakilmasyarakat desa, tokohmasyarakat meliputi tokohadat, pengurus organisasikemasyarakatan di desa, kaderPKK dan Posyandu,wirausahawan, dan guru

Sumber sekunder:Dokumentasi kegiatan bersamayang dilakukan olehpemerintah desa danmasyarakat desa

Wawancara semiterstruktur

Diskusi kelompokterfokus

Observasiberpartisipasi

Penelusuran datasekunder

2. Komunikasi informal (saluraninformasi, jenis pesan, beritaselentingan, teknik penyampaian)

3. Hubungan antara pemerintahdengan masyarakat Penyaluran aspirasi warga

dan respon pemerintahdesa

Kendala komunikasi danupaya mengatasinya

Penggalangan kerjasamadengan masyarakat

4. Hubungan kerja antarapemerintah desa denganlembaga/organisasikemasyarakatan (orkemas) didesa Pola hubungan Media/sarana komunikasi Efektifitas hubungan

5. Kesetaraan gender dalampemerintahan desaAkses Kemudahan menyalurkan

aspirasi dalam pembangunandesa

Kemudahan memperolehinformasi dan layanan publikdari pemerintahan desa

Pengambilan keputusanPeran Cakupan bidang keahlian Kendala dan solusiManfaat Fisik dan non fisikKontrol Kesempatan mengontrol Tindak lanjut atas MONEV

Sumber primer:Perangkat desa, tokohperempuan di desa wakilmasyarakat desa

Sumber sekunder:Informasi atau laporan tentangimpelementasipengarusutamaan gender padaBagian PemberdayaanPerempuan di masing-masinglokasi

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

14

2.3. Analisis DataSesuai dengan ciri penelitian dengan pendekatan kaji tindak, data dapat dianalisisdi lapangan bersama-sama masyarakat. Data tentang permasalahan yangdihadapi oleh perangkat desa dan masyarakat, alternatif penyelesaiannyadianalisis melalui FGD dan lokakarya. Di sisi lain, data primer hasil survaidianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat berbagai pola komunikasiyang terbentuk antar berbagai lembaga di desa kajian. Selain itu, data dianalisispula dengan menggunakan (1) bagan hubungan antar lembaga dan pendekatankomunikasi administrasi yang digunakan Pemerintah Desa dalam menggalanghubungan dengan lembaga lain; dan (2) analisis gender dengan menggunakanmodel analisis moser.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

15

3 KONSEP KOMUNIKASI HUMANISTIK DANKONSEP GENDER DAN PEMBANGUNAN

3.1. Konsep Komunikasi HumanistikKomunikasi memiliki pengertian yang sangat luas, ada yang mengartikannyadengan hubungan, transportasi, penyampaian pesan, hubungan listrik, hinggamengaitkannya dengan berbagi pengalaman. Mulyana (2001) mengartikankomunikasi sebagai ”proses pembentukan makna di antara dua orang ataulebih.” Batasan komunikasi yang digunakan dalam tulisan ini sejalan denganyang dikemukakan oleh Barata (2004) yaitu proses pengiriman dan penerimaanpesan antara dua orang atau lebih melalui cara tertentu, agar pesan tersebutdapat dipahami. Secara praktis, dikenal formula Lasswell tentang proseskomunikasi yakni siapa mengemukakan apa kepada siapa melalui cara apa untukmemperoleh respon yang bagaimana. Formula Laswell tersebut jikaditerjemahkan berdasarkan unsur komunikasi merupakan gambaran adanyaketerlibatan komunikator, pesan, saluran, komunikan, dan umpan balik. Hampir75 persen waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi, begitu pula yangdilakukan oleh perangkat desa. Dimensi komunikasi yang dimaksud adalahkomunikasi administratif yang dilakukan oleh Kepala Desa besertaperangkatnya, komunikasi pemerintahan desa dengan lembaga lain baik secarahorisontal maupun vertikal terkait hirarki pemerintahan di atasnya (supra desa).

Komunikasi administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan desa syaratmutlak bagi terwujudnya good governance. Komunikasi efektif antar berbagai pihakdicapai ketika yang simbol-simbol yang dipertukarkan, dapat dipahami bersama.Sebagai pengolah informasi, setiap individu memiliki indera penerima yangmenerima pesan dan meneruskannya kepada pengolah yakni otak sebagaipenyimpan (Davis, 1995). Hasil olahan merupakan respon proses komunikasiyang dicitrakan dalam bentuk verbal dan non verbal. Secara sederhana proseskomunikasi dapat digambarkan sebagaimana tampak pada Gambar 1. Pesanditerima oleh penerima pesan melalui indera penerima, lalu penerima memfilterpesan dan meneruskannya ke mesin pengolah dan disimpan dalam memori.Respon muncul sebagai reaksi atas pesan yang diterima. Proses komunikasiyang disajikan pada Gambar 1 adalah mekanistis dan cenderung linier, padakenyataannya terdapat berbagai kondisi yang menyebabkan komunikasi tidakberjalan semestinya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitaskomunikasi antara lain meliputi prasangka, stereotip, pengalaman masa lalu,pengetahuan, kebutuhan, dan perbedaan sosial budaya. Pendekatan komunikasiSumber - Pesan - Media - Penerima yang dikemukakan Aristoteles sudahmengalami transformasi ke arah proses yang lebih dinamik dan kompleks sejalandengan kompleksitas masalah yang dihadapi umat manusia.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

16

Gambar 1. Proses Komunikasi Humanistik: Manusia sebagai Pengolah Informasi(Davis, 1995)

Keterkaitan komunikasi dengan berbagai upaya peningkatan kualitas hidupmanusia melalui pembangunan dikemukakan oleh beberapa peneliti pada era1960-an hingga 1980-an diantaranya oleh Pye, Schramam, dan Rogers padatahun 1960-an; oleh Lerner, Tehranian pada tahun 1970-an, dan olehDissayanake pada tahun 1980-an. Studi Lerner yang didokumentasikan dalambuku The Passing of Traditional Society mengungkap bahwa modernisasi suatubangsa didorong oleh adanya interaksi antara sistem sosial masyarakat dengandunia luar. Dikemukakan oleh Lerner bahwa proses urbanisasi dapatmempercepat modernisasi melalui peningkatan kemampuan membaca olehmasyarakat yang didukung oleh meningkatnya terpaan dan penggunaan mediamassa hingga partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakanpemerintah semakin meningkat. Perkembangan aspek komunikasi pada suatusistem sosial masyarakat, dapat dibedakan menjadi dua yaitu (a) sistemkomunikasi tradisional dan (b) sistem komunikasi dengan menggunakan media.Sistem komunikasi tradisional masih dianut oleh sebagian besar masyarakatpedesaan, dan diterapkan oleh pemerintah desa. Ciri khas sistem komunikasitradisional ini adalah bersifat personal, khalayak relatif homogen, dan cenderunghirarkikal. Sistem komunikasi modern dicirikan oleh penggunaan media untuksiaran, khalayak relatif heterogen, mengedepankan keahlian, dan pesan yangdisampaikan berupa penjelasan.

Pelaksanaan proses-proses komunikasi dalam penyelenggaraan administrasipemerintahan desa dapat dilihat dari pandangan klasik tentang tiga peran utamakomunikasi seperti dikemukakan Schramm (1964) yaitu:

(1) Penyampaian informasi tentang pembangunan kepada masyarakat,memperhatikan kebutuhan masyarakat serta perubahan atau penyesuaianyang diperlukan.

(2) Memberikan peluang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam prosespembuatan keputusan, mengembangkan dialog yang interaktif antarapemimpin dengan masyarakat, dan melancarkan informasi dari dari berbagaiarah.

(3) Sebagai proses pembelajaran bagi masyarakat untuk mengembangkan diri.

Pemerintah desa sebagai lembaga formal pemerintah terdepan perlumenerapkan ketiga peran di atas melalui penyelenggaraan administrasipemerintahan desa melalui proses komunikasi. Diperlukan dukungan perangkat

SUMBER PESAN SALURAN SALURANPENGOLAHANoleh PENERIMA

RESPON

MEMORI

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

17

desa yang mampu berperan sebagai komunikator handal dan dukungan saranafisik komunikasi.

Terdapat beberapa dukungan komunikasi dalam penyelenggaran programpembangunan. Peran-peran tersebut relevan pula dengan penyelenggaraanpemerintahan desa. Dukungan tersebut menurut Perret meliputi empat halutama (Nasution, 2002), yaitu (i) memudahkan perubahan pada pelaksanaprogram pembangunan melalui fungsi partisipasi, akses informasi, pendidikan,pembiayaan, pemanfaatan dan distribusi manfaat; (ii) membantu terwujudnyalembaga pelaksana yang handal melalui pelatihan, pengelolaan program,pengembangan SDM, dan peningkatan produktivitas staf; (iii) membantumengatasi sikap dan perilaku negatif; dan (iv) membantu mencegah dampaknegatif pembangunan.

Permasalahan komunikasi administrasi dipicu oleh berbagai penyebab sepertirendahnya kemampuan perangkat desa untuk menggalang hubungan denganberbagai pihak, kurangnya koordinasi antar pihak baik internal pemerintah desamaupun antara pemerintah desa dengan lembaga lain, pertukaran simbol yangtidak mencapai pemaknaan yang diharapkan, kurangnya keterbukaan, rendahnyadaya empati, dan minimnya toleransi. Beragam pendekatan komunikasi yaknipendekatan antarpersona, kelompok, organisasional, dan publik sebagaimanadirangkum pada Tabel 4 dapat dimanfaatkan guna membangun hubungandengan komunitas (Williams, 1989). Media rakyat seperti wayang orang, dramagong, berbalas pantun merupakan alternatif media yang efektif dalam proses-proses komunikasi dengan masyarakat ( Oepen, 1989).

Tabel 4. Pendekatan dan saluran komunikasiPendekatan Saluran konvensional Penggunaan teknologi informasi

Massa Surat kabar, buku, radio, televisi,film

TV kabel, TV satelit, internet, website,sistem informasi digital

Organisasi Tatap muka, telepon, rapat,interkom, pertemuan

Teleconference, email, faksimili, sisteminformasi manajemen

Kelompok Tatap muka, surat Aplikasi komputer untuk komunikasi,teleconference

Antarpersona Tatap muka, surat, telepon Telepon, email, mailing listSumber: Diadaptasi dari Williams (1989)

Komunikasi administrasi antar hirarki pemerintahan dapat berlangsung denganefektif ketika setiap lembaga pemerintahan saling mengetahui dan memahamibaik jati diri masing-masing dan lembaga lainnya, yaitu dari sisi visi, misi, tujuan,hingga program yang dimiliki. Jika komunikasi administrasi pemerintahan desadicitrakan sebagai hubungan antar persona dengan meminjam konsep diri dariJohari Window (Adler dan Rodman, 1994) yang dikemukakan oleh Joseph Luftdan Harry Ingham, maka setiap lembaga akan dapat mengetahui posisi masing-

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

18

masing dalam Johari Window tersebut. Area terbuka maupun tertutup GambarJohari Window bersifat dinamis, sehingga masing-masing lembaga dapatmenggalang hubungan dengan pihak lain sesuai kebutuhan.

Komunikasi administrasi merujuk pada hubungan antar komponen dalampemerintahan desa. Konsekuensinya, perangkat desa perlu memahamikomponen sistem yakni keterkaitan antara input – proses – output dalampenyelenggaraan pemerintahan desa. ”Input” terdiri atas sumber daya manusiadan alam, nilai sosial budaya, sedangkan ”proses” meliputi pengelolaan sumberdaya tersebut dengan melalui kebijakan tertentu, proses komunikasi, danpengambilan keputusan, dan ”output” dapat berupa penyelenggaraanpemerintahan desa yang handal, mampu memberikan layanan prima bagimasyarakat, dan keberdayaan masyarakat. Fungsi komunikasi dalam organisasi(Myers dan Myers, 1987) meliputi tiga fungsi utama yaitu (1) fungsi produksi danpengaturan; (2) fungsi sosialisasi; dan (3) jaringan komunikasi (networking).Pemerintah desa sebagai sebuah organisasi hendaknya dapat menjalankan ketigafungsi tersebut, sehingga penyelenggaraan pemerintahan desa menjadi hidup dandinamis. Agar fungsi tersebut dapat dijalankan, diperlukan peran individu dalamorganisasi, struktur organisasi yang jelas, dan informasi.

Error!

Gambar 2. Peta Johari Window (Diadaptasi dari Adler dan Rodman, 1994)

3.2. Konsep Gender dan PembangunanHak-Hak Asasi Manusia yang dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB) pada 10 Desember 1948 menyiratkan bahwa hak-hak laki-laki maupunperempuan diakui sebagai manusia merdeka sehingga keduanya perlu

terbuka buta

tidakdiketahuitersembunyi

Diketahui olehlembaga lain

Tidak diketahuioleh lembaga lain

Mengetahuidiri/lembaga itu

sendiri

Lembaga tidakmengetahui jati diri

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

19

diperlakukan secara adil dan beradab. Perjuangan menuju kehidupan yangberadab dan bermartabat baik bagi laki-laki maupun perempuan merupakanpersoalan yang ditemui baik dalam skala makro maupun mikro. Berbagaiparadigma pembangunan telah diimplementasikan yakni pendekatan yangberorientasi pada produksi hingga pembangunan yang berpusat pada manusia.Pendekatan produksi mengibaratkan manusia sebagai mesin yang mampumenghasilkan sesuatu, sehingga tolok ukur keberhasilan diukur dengan carakonvensional berupa produktivitas semata. Pendekatan ini memacupertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, akan tetapi pertumbuhan ekonomitersebut belum dinikmati secara adil oleh semua pihak. Pemanfaatterkonsentrasi pada beberapa segmen masyarakat yang memiliki kekuasaan danpengaruh, yang umumnya dicirikan oleh golongan the haves (lapisan atas padastratifikasi sosial). Belajar dari kelemahan pendekatan tersebut, makaberkembanglah pendekatan pembangunan berpusat pada manusia, denganbeberapa pakar pengemuka konsep ini seperti Korten (1984), Chambers (1992),dan Whyte (1991). Sebelum menguraikan pentingnya perspektif gender dalampenyelenggaraan pemerintahan desa, maka berikut dikemukakan teori dankonsep gender, dan pendekatan gender dan pembangunan.

Terdapat dua aliran teori yang terkait dengan permasalahan gender dalamkonteks kehidupan bermasyarakat, yaitu teori nurture dan teori nature. Teorinurture mengemukakan bahwa perbedaan perempuan dan laki-laki adalah akibatdari hasil konstruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan fungsi dan peran yangberbeda. Pada akhirnya kaum perempuan selalu tertinggal, terabaikan, danterlupakan dalam program pembangunan. Teori nurture memberikansumbangan yang besar pada berkembangnya konsep kesamaan antaraperempuan dan laki-laki. Konsep sosial konflik yang menjelaskan konflik peranantara perempuan dan laki-laki diturunkan dari teori ini. Implementasi teorisecara nyata cukup sulit karena terkendala oleh aspek sosial, budaya, dantantangan dari kaum pria itu sendiri. Di sisi lain, teori nature mengemukakanbahwa antara perempuan dan laki-laki adalah berbeda secara kodrati atauanugerah Tuhan. Perbedaan tersebut berimplikasi pada perbedaan peran dantugas yang berbeda. Terdapat peran dan tugas yang tidak dapat dipertukarkan,dan ada pula yang dapat dipertukarkan. Implikasi teori ini adalah antara sesamamanusia, laki-laki maupun perempuan diperlukan kerja sama baik secarastruktural maupun fungsional.

Selain kedua teori di atas, berkembang pula teori keseimbangan, teori adaptasiawal, teori struktural, teori struktural fungsionalis, dan teori konflik sosial. Padaprinsipnya, teori keseimbangan mengemukakan bahwa setiap kebijakan danstrategi pembangunan perlu memperhitungkan kebutuhan dan peran laki-lakidan perempuan secara seimbang (Kementerian Negara PemberdayaanPerempuan, 2005). Teori struktual berasumsi bahwa ketertinggalan dansubordinasi perempuan merupakan aspek budaya dan struktur sosial. Teoriadaptasi awal dan teori konflik sosial cenderung menyoroti perbedaan antaralaki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi kepentingan dan kekuasaan. Teori

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

20

adaptasi awal mengaitkan relasi perempuan dan laki-laki dihubungkan denganperkembangan peradaban manusia dimana kaum perempuan terlibat dalamaspek reproduktif dan laki-laki pada aspek produktif. Teori strukturalfungsionalis melihat relasi gender berdasarkan kondisi situasional budaya, dankeduanya dapat berbagi peran melalui pelembagaan norma-norma yang sudahdikenal luas.

Penyelenggaraan pemerintahan desa berbasiskan pengelolaan sumber-sumberdaya secara optimal diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup, dankehidupan rakyat, yang secara sederhana dapat diukur dengan indikatorperbaikan kondisi ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan dan peningkatankualitas kesehatan. Pada kenyataannya, hasil pembangunan belum dapatdinikmati secara adil dan merata bagi laki-laki dan perempuan. Pembangunanyang semula diarahkan untuk kemaslahatan orang banyak secara sama, ternyatadapat berdampak pada timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender(KKG). Bentuk-bentuk KKG dikenal dengan istilah kesenjangan gender (gendergap) yang pada gilirannya menimbulkan permasalahan gender (gender issues).Indikator kesenjangan gender yang paling nyata misalnya adalah GenderEmpowerment Measurement (GEM) dan Gender-related Development Index (GDI) yangmenjadi bagian dari Human Development Index (HDI). Human Development Report2004 melaporkan bahwa ranking HDI Indonesia adalah 111 dari 177 negarayang diukur, dengan urutan ke 90 pada GDI.

Beberapa kesenjangan gender dalam pembangunan meliputi masih rendahnyapeluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha, rendahnya aksesperempuan terhadap sumber daya ekonomi, seperti teknologi, informasi, pasar,kredit dan modal kerja; ketimpangan dalam pembagian kerja antara pria danwanita, dan penghasilan perempuan diapresiasi kontribusinya dalam pendapatanrumah tangga. Peran aktif kaum perempuan dalam proses pengambilankeputusan kebijakan publik yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga legislatif,eksekutif, dan yudikatif masih terbatas. Perempuan yang duduk dalam lembagalegislatif hanya 6,7 persen (HDR, 2004), dan yang menjadi pejabat strukturaleselon I, II, dan III dalam lembaga eksekutif hanya 7 persen. Memasukkanpengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan laki-laki dan perempuandalam program pembangunan dapat meningkatkan produktivitas sekaligusefisiensi dalam penggunaan sumber daya.

Permasalahan gender menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan(2005) dapat dilihat dari empat aspek yaitu (i) sosial budaya, (ii) agama, (iii)ekonomi, dan (iv) aspek hukum dan peraturan perundang-undangan. Dalamtulisan ini aspek gender difokuskan pembahasannya berdasarkan aspek sosialbudaya yang terkait dengan aspek komunikasi dalam penyelenggaraanpemerintahan desa. Implementasi pengarusutamaan gender (PUG) di seluruhlevel pemerintah merupakan kebutuhan dan keharusan. Makna PUG adalahdijadikannya kepentingan gender yakni kebutuhan perempuan dan laki-lakidalam menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan guna

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

21

tercapainya kualitas kehidupan manusia yang lebih baik melalui keadilan dankesetaraan gender. Landasan hukum penyelenggaraan PUG (KementerianNegara Pemberdayaan Perempuan, 2005) adalah:

(1) UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yaitu tentang kesamaan kedudukan warga negaradi dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum danpemerintahan itu.

(2) TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004 bidang sosialdan budaya, kedudukan dan peranan perempuan yang pada intinyamengemukakan tentang meningkatnya kedudukan dan peran peranperempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kesetaraandan keadilan gender; dan meningkatkan kualitas dan kemandirian organisasiperempuan, nilai historis perjuangan perempuan dalam rangkapemberdayaan perempuan, serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

(3) Undang-undang Nomor 7/1984 tentang Penghapusan Segala BentukDiskriminasi dan kekerasan terhadap Perempuan sebagai komitmenIndonesia atas pelaksanaan hasil Convention on the Elimination of All Forms ofDiscrimination Against Women (CEDAW) yang disetujui oleh PBB padatanggal 18 Desember 1979. Dalam ketenagakerjaan, dikeluarkanlahUndang-undang Nomor 21/1999 tentang Pengesahan Konsvensi ILOmengenai penghapusan Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan; UUNomor 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Nomor23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

(4) Undang-undang Nomor 10/1992 Pasal 5 ayat (1) tentang perkembangankependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.

(5) Undang-undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.(6) Undang-undang Nomor 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional

yakni pada Pasal 2 Ayat (4) butir (d) yang menyebutkan bahwa sistemperencanaan pembangunan nasional bertujutan untuk mengoptimalkanpartisipasi masyarakat.

(7) Keputusan Presiden Nomor 181/1998 tentang Komisi Nasional AntiKekerasan terhadap Perempuan.

(8) Instruksi Presiden RI Nomor 9/2000 tentang Pengarusutamaan Genderdalam Pembangunan Nasional.

Kebijakan pembangunan yang responsif gender berupaya mendayagunakanpotensi yang dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan agar dapat berpartisipasidalam perencanaan pembangunan, memperoleh hak dan peluang yang samadalam memanfaatkan dan mengontrol sumber daya pembangunan. Pemerintahharus dapat menjawab kebutuhan praktis gender dan strategis (practical andstrategic gender needs). Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan perempuanterkait dengan relasi gender, terbentuk karena kebutuhan kehidupan yang kurangmenguntungkan, dan peran yang diterima masyarakat. Contohnya dalampermasalahan air bersih, kesehatan, dan pekerjaan. Kebutuhan strategis gendermuncul karena posisinya yang kurang menguntungkan dalam relasi gender. Halini meliputi pembagian kerja, kekuasaan, dan kontrol, isu-isu terkait hak-hak

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

22

manusia seperti kekerasan, upah yang adil, dan kontrol atas entitas diriperempuan dan laki-laki. Dengan demikian, kebutuhan gender strategisberkaitan dengan pertukaran peran laki-laki dan perempuan sehinggamempertanyakan posisi subordinasi perempuan (Moser, 1993). Terdapat limapendekatan kebijakan bagi perempuan di negara berkembang yaitu pendekatankesejahteraan, kesetaraan, anti-kemiskinan, efisiensi, dan pemberdayaan (Moser,1993). Perbandingan kelima pendekatan tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pendekatan Kebijakan Pemerintah Terhadap Perempuan di Negara BerkembangUraian Kesejahteraan Keadilan Anti-Kemiskinan Efisiensi Pemberdayaan

Asal-usul Pendekatan palingawal:- model

kesejahteraansosialpeninggalanpemerintahpenjajahan

- modernisasi/modelpembangunanekonomi untukmempercepatpertumbuhan

Merupakanpendekatan WIDawal:- Kegagalan

kebijakanpembangunanmodernisasi

- Pengaruh studiBoserup padaAmandemenPercy dariDekade PPuntuk Wanita

Pendekatan WIDkedua:- pendekatan

keadilan menyurut- terkait dengan

distribusi antarapertumbuhandengan kebutuhandasar

Pendekatan WIDketiga:- Ekonomi

Duniamemburuk

- Kebijakanstabilisasiekonomi danpenyesuaianberbasis padakontribusiekonomiwanita dalampembangunan

Pendekatanterkini- Berkembang

karenakegagalanpendekatankeadilan

- Tumbuhnyatulisanfeminis duniaketiga danLSM

Penggunaandi era

1950-1970; hinggakini masihdigunakan secaraluas

1975-1985;diadopsi selamadekade wanita

1970-an; hingga kinimasih populer secaraterbatas

Sesudah 1980-an;sangat populerhinggapertengahan1990-an

Pasca 1975 –hingga kini,banyakdigunakan pada1980-an, masihterbataskepopulerannya

Tujuan Melibatkan wanitadalampembangunan,menjadi ibu yanglebih baik, dilihatsebagai peranterpenting dalampembangunan

Memperolehkeadilan bagiwanita dalamprosespembangunan,wanita dianggapsebagai partisipanaktif dalampembangunan

Meningkatnyaproduktivitas wanitamiskin , bukankarena subordinasi

Menjaminpembangunanlebih efisien danefektif

Memberdayakanperempuanmelaluimeningkatnyakemandirian,subordinasiperempuanbukan sematamasalah pria tapijuga kolonial danneo kolonial

Pemenuhankebutuhandanpengakuanperanwanita

Memenuhi PGNdalam peranreproduktif:pangan, malnutrisi,dan KB

Memenuhi SGNdalam konteks tigaperan wanita

Memenuhi PGNdalam peranproduktif,menabung, terutamadalam proyekmenghasilkanpendapatan dalamskala kecil

Memenuhi PGNdalammenurunnyalayanan sosial

Mencapai SGNterkait tiga peranperempuan

Komentar Wanita dipandangsebagai pemanfaatpasifpembangunandengan fokus pada

Dalammengidentifikasiposisi subordinasiwanita terhadappria, cenderung

Wanita miskindiisolasi sebagaikategori terpisahdengankecenderungan

Wanita dilihatmemilikikapasitas untukmemperpanjangwaktu kerja,

Potensial danmenantangdenganpenekanan padakemandirian

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

23

Uraian Kesejahteraan Keadilan Anti-Kemiskinan Efisiensi Pemberdayaanperananreproduktif, tidakmenantang,sehingga hanyapopuler dikalanganpemerintah danLSM konvensional

merupakan aliranfeminisme Barat.Tidak populer dikalanganpemerintah

hanya untukmengakui peranproduktif,memperolehbantuan pemerintahyang terbatas untukperempuan, populerpada sebagaian kecilLSM

sangat populer dikalanganpemerintah danLSM

wanita di duniaketiga, kurangdidukung olehpemerintah

PGN = Practical Gender Needs; SGN = Strategic Gender Needs; dan LSM = Lembaga Swadaya MasyarakatDiadaptasi dari Moser, 1993

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

24

4 TINJAUAN UMUM PENYELENGGARAANPEMERINTAHAN DESA DI LOKASI STUDI

4.1. Anatomi Kewenangan PemerintahanSecara sederhana, kewenangan pemerintahan sebagaimana ditampilkan padaGambar 3 dapat dipilah menjadi dua yaitu pusat dan bersama (Suwandi, 2006).Dalam Undang-Undang Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal10, ayat (3) disebutkan bahwa Kewenangan pemerintah pusat meliputi politikluar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, danagama. Urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah ada dua kategorikewenangan yaitu urusan wajib dan pilihan. Urusan wajib pemerintah di seluruhlevel pemerintah mencakup kebutuhan dasar warga yakni kesehatan, pendidikan,lingkungan hidup, pekerjaan umum, dan perhubungan. Urusan pilihan berartisetiap wilayah mengembangkan sektor-sektor yang dapat menjadi penggerakpembangunan seperti bidang primer sepereti pertanian, dan perikanan, maupunsektor sekunder dan tersier seperti perdagangan dan jasa.

Gambar 3. Anatomi Urusan Pemerintahan (Suwandi, 2006)

Setiap lembaga pemerintahan pada level mana pun tidak mungkin dapatmelaksanakan wewenang tanpa berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pihakterkait. Komunikasi interaktif antar lembaga diperlukan guna mendukungterselenggaranya tugas-tugas pemerintahan dalam memfasilitasi berbagaikebutuhan publik. Terdapat beberapa pilihan model komunikasi untukpenggalangan hubungan antar lembaga pemerintah, dan antara lembagapemerintah dengan masyarakat. Secara konseptual, terdapat beberapa modelkomunikasi antara lain:

(1) Model konvergensi, yakni mengutamakan adanya konsensus pengertianakan pesan setelah melalui proses pemahaman akan informasi;

Urusan Pemerintahan

Mutlak Urusan Pusat Urusan Bersama(Pusat, Provinsi, dan Kab./Kota)

Bidang: Hankam,Keuangan, Hukum, PolitikLuar Negeri, Agama

Pilihan(Sektor Unggulan)Pertanian, industri,perdagangan, pariwisata

Wajib (Pelayanan Dasar)Kesehatan, pendidikan,lingkungan hidup, pekerjaanumum, dan perhubungan

Standar pelayanan minimal

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

25

(2) Model Schramm, model komunikasi yang menggambarkan adanya prosespengiriman sinyal dari sumber ke tujuan, pemahaman akan pesandipengaruhi oleh latar belakang pengalaman pihak yang berkomunikasi;

(3) Model spiral of silence dari Newman, model komunikasi yangmenggambarkan bahwa proses komunikasi yang mempertimbangkansejumlah orang yang tidak mengungkapkan pendapat yang berbeda daripendapat yang serupa dari kebanyakan orang;

(4) Model ABX Newcomb, model ini melibatkan beberapa informasi yangdisalurkan melalui perantara tertentu, dan perantara akan memilih pesanyang diteruskan sehingga diperoleh respon dari peenrima pesan;

(5) Model Gerbner, model komunikasi ini berisikan beberapa komponen yaitusumber, kejadian, pihak yang berkomunikasi, alat untuk berkomunikasi,dan persepsi, setiap elemen membentuk hubungan dengan elemen lainsehinga memungkinkan terjadinya reaksi atas penerimaan informasi;

(6) Model Shanon dan Weaver, model ini disebut pula model matematisdalam komunikasi, proses komunikasi dalam model menunjukkan bahwainformasi yang diteruskan memerlukan transmisi agar sinyal dapat diterimaoleh pihak lain, dan dalam meneruskan pesan ditemui gangguan yangdisebut noise;

(7) Model DeFleur, model ini merupakan pengembangan dari modelmatematis, namun model ini telah mempertimbangkan umpan balik;

(8) Model Circular dari Osgood dan Schramm, model ini melibatkan duapihak yang berkomunikasi, dan saling mempertukarkan informasi, detiappihak merumuskan isi pesan, menginterpretasikan, dan meneruskan pesan;

(9) Model Laswell, model ini berupaya mengartikan proses komunikasidengan menjawab lima pertanyaan yaitu siapa mengemukakan apa melaluisaluran mana kepada siapa dan untuk efek yang seperti apa;

(10) Model Braddock, model ini serupa dengan formula Laswell, tetapi adatambahan unsur yaitu dalam kondisi seperti apa dan maksud dilakukannyakomunikasi itu apa;

(11) Model Maletzke, model ini cukup kompleks dan dikemukakan bahwaproses komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor dari setiap elemenproses komunikasi dari sisi kepribadian pihak yang berkomunikasi hinggakarakteristik media dan organisasi;

(12) Model Riley dan Riley, model ini mempertimbangkan struktur sosialdalam proses komunikasi terutama yang berkaitan dengan komunikasimassa;

(13) Model Westley dan MacLean, model ini merupakan konsepsi darikomunikasi massa, dan memiliki beberapa komponen yaitu sumber, pesandari sumber kepada media, organisasi media, pesan dari media kepadakhalayak, respon khalayak kepada sumber dan kepada media, serta responmedia kepada sumber;

(14) Model Dua Tahap-Pengaruh Aliran Media dari Katz dan Lazarsfeld,model ini banyak diterapkan pada penyebarluasan ide atau inovasi melaluiperan pemuka pendapat di masyarakat;

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

26

(15) Model Komunikasi Massa dari Schramm, model ini menggambarkanadanya proses pengiriman pesan dari organisasi media massa ke dalamsistem sosial masyarakat, dan masyarakat yang terdiri atas beberapa subkelompok melakukan berbagai interpretasi dan merespon secara simultan;dan

(16) Model Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi. Model inimenggambarkan proses internal pengambilan keputusan individu atasinovasi atau proses mental yang dilalui oleh seseorang untuk mengadopsiatau menolak suatu inovasi. Beberapa peubah yang dipertimbangkandalam proses tersebut antara lain karakteristik individu, karakteristik sosial,kebutuhan, sistem sosial, karakteristik inovasi dsb. Model pengambilankeputusan meliputi proes pemahaman, persuasi, pengambilan keputusan(menolak atau menerima inovasi) dan konfirmasi; keseluruhan prosestersebut akan berlanjut.

Pada prinsipnya setiap model di atas memiliki unsur komunikasi penting yaituadanya dua pihak yang berhubungan, adanya informasi atau pesan, saluran, danefek atau respon sebagai indikasi terjadinya komunikasi. Masing-masing pihakyang berkomunikasi memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda akansesuatu sehingga berpengaruh terhadap proses pemahaman atau perumusan artidari pesan yang disampaikan (encoding dan decoding).Terkait dengan komunikasi administrasi pemerintahan, maka model komunikasiyang dianut bergantung pada kondisi masyarakat, pesan atau simbol-simbol yangdipertukarkan, dan isu yang dihadapi. Dalam situasi rutin, maka komunikasiantar komponen dalam perangkat desa dapat berlangsung secara tatap muka (faceto face) maupun dengan media seperti surat dan telepon, penggunaan mediakomputer untuk berkomunikasi di pedesaan masih jarang karena keterbatasanfasilitas listrik, komputer, dan telepon, serta belum semua perangkat desamemiliki kemampuan menggunakan komputer. Komunikasi antara pemerintahdesa dengan masyarakatnya dilakukan melalui surat dan pertemuan rutin,misalnya di Bali disebut sangkep (pertemuan rutin bulanan). Dalam situasitertentu, pemerintah desa menerapkan model dua tahap komunikasi, yaknidengan memainkan peran pimpinan masyarakat atau pemuka pendapat sepertipemimpin kelompok di desa, tokoh adat, ulama, dan pendeta untukberkomunikasi. Peran perangkat desa adalah sebagai sumber informasi (Gambar4).

Ketika komunikasi antara perangkat desa dengan warganya berkaitan dengandiseminasi inovasi, maka diperlukan pemahaman yang lebih menyeluruh tidakhanya tentang sistem sosial, karakteristik individu dalam masyarakat, tetapimenyangkut pula tentang inovasi itu sendiri. Terjadi proses komunikasi yangberlangsung ketika masyarakat berhadapan dengan hal-hal baru dari berbagaisumber termasuk dari pemerintah desa. Proses komunikasi tersebut menurutRogers (1994) terdiri atas empat tahapan yaitu (1) pengetahuan (knowledge), (2)persuasi (persuasion), (3) keputusan (decision), dan (4) konfirmasi (confirmation).

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

27

Keterampilan memahami kebutuhan masyarakat, kondisi sosial, ekonomi, danbudaya masyarakat sangat penting dimiliki oleh pemerintah desa, begitupulapemahaman akan karakteristik inovasi yang akan ditransformasikan ke dalamsistem sosial masyarakat. Setiap inovasi dapat dilihat keunggulannya,kesesuaiannya dengan latar belakang masyarakat, kompleksitas, kemudahandicoba, dan hasil yang dapaat diamati. Semakin sesuai inovasi tersebut dengankondisi spesifik masyarakat desa, maka akan semakin cepat dan mudah diterimadalam sistem sosial masyarakat.

Error!

Gambar 4. Model Komunikasi Dua Tahap (Adaptasi Model Komunikasi DuaTahap dari Katz dan Lazarsfeld)

Aplikasi konsep di atas dalam mewujudkan kemitraan antara pemerintah desa –masyarakat – swasta menjadi penting. Kendala yang dihadapi oleh desa saat iniadalah kesulitan menggalang kerja sama dengan pihak luar secara kolektif gunameningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya mediator untuk “penyambung”antara desa dengan mitra diperlukan. Secara umum permasalahan desa di lokasistudi antara lain adalah (1) minimnya fasilitas air bersih, hal ini ditemui hampir diseluruh desa studi; (2) pengangguran dan kurangnya pelatihan tentangketerampilan praktis yang ditindaklanjuti dengan pengembangan usaha; (3)potensi sumber daya alam dan manusia tersedia namun pengelolaan sumberdaya alam untuk aktivitas ekonomi produktif masih kurang karena belum adanyakelompok usaha yang dapat bekerja sama guna menjaga kontinyuitas usaha danterkendala oleh pemasaran hasil usaha; (4) keterisoliran lokasi, yang mestinyadapat diantisipasi dengan sarana transportasi dan telekomunikasi; dan (5)masalah lingkungan, terutama sanitasi dan hygiene lingkungan, dan kerusakansumber daya alam seperti erosi dan kerusakan hutan.

Guna mengatasi berbagai persoalan di atas, perlu dikembangkan proses-proseskomunikasi dengan berbagai pihak secara internal di dalam pemerintahan desa,dan secara eksternal dengan melibatkan peran pemerintah supra desa danswasta; sehingga terbentuklah jaringan komunikasi yang diharapkan.Berdasarkan arus informasi, terdapat tiga metode komunikasi yaitu (i)komunikasi mengarah pada para perangkat desa atau arah top - down, (ii)mengarah ke seluruh masyarakat termasuk ke partner desa (mitra), dan (iii) keatas atau arah bottom - up. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tulisan,dengan menggunakan media tradisional maupun media elektronik yang dapatdiakses oleh berbagai pihak. Dikemukakan oleh Robbins (1990) bahwa terdapat

Pemerintah Desa

= pemuka pendapat

= individu yang berhubungandengan pemuka pendapat

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

28

lima bentuk jaringan komunikasi yaitu berbentuk (1) rantai, (2) roda, (3)lingkaran, (4) saluran bebas, dan (5) huruf Y. Bentuk jaringan rantai cenderungmengarah pada posisi atas bawah, dan umumnya ketika diperlukan pengawasanyang tinggi dalam setiap mata rantai untuk menghindari kesalahan. Bentuk rodamemiliki ciri pengawasan dilakukan oleh satu orang yang memimpin bawahan,dan antar bawahan tidak terjadi komunikasi. Bentuk lingkaran memungkinkanterjadinya interaksi antar staf namun tidak ada kelanjutan pada tingkat yang lebihtinggi. Bentuk saluran bebas memungkinkan terjadinya komunikasi pada setiapelemen dan terjadi interaksi timbal balik. Komunikasi antar tingkatan tidakdibatasi, staf bawahan dapat berinteraksi dengan atasan secara bebas dansebaliknya. Bentuk Y hampir serupa dengan bentuk rantai, namun terdapattingkatan dari pihak yang berkomunikasi.

Implikasi berbagai bentuk jaringan komunikasi tersebut, maka pemerintah desadapat menyesuaikan pola komunikasi yang dianut guna penyelesaian masalahyang dihadapi. Setiap desa tentu memiliki kekhasan, sehingga pola komunikasiyang dianut akan berbeda antar wilayah. Menyebut kata pemerintahan desa, disetiap desa lokasi studi kecuali desa di Jawa barat, bermakna ganda, yaitu desayang dibentuk pemerintah dan desa yang tumbuh dan berkembang sejakberabad-abad lampau karena tuntutan kebutuhan masyarakat terutama berkaitandengan latar belakang adat dan agama. Desa adat di setiap lokasi studi memilikikekuatan untuk menggerakkan potensi sumber daya lokal, karena kelekatannyadengan tatanan nilai yang dianut masyarakat, dan kemampuannya mengarahkanperilaku masyarakat atas kesadaran sendiri. Desa adat memiliki kewenangantersendiri dan umumnya terkait ritual keagamaan dan adat istiadat. Kemampuandesa adat tidak diragukan lagi, di Provinsi Bali misalnya, desa adat Penglipuran diKabupaten Bangli turut memberikan kontribusi bagi pembiayaan pendidikanwarga desa dan penataan desa sebagai salah satu daya tarik wisata budaya.Mengingat kompleksitas permasalahan masyarakat desa, maka hubungan sinergisantara desa dinas atau desa formal dengan desa adat mutlak akan memudahkanpelayanan prima lepada masyarakat.

Penyediaan layanan prima dapat dibangun melalui komunikasi yang efektif.Efektifitas komunikasi menurut Barata (2004) dipengaruhi oleh ketepatanmenentukan sasaran, formulasi isi pesan, pemilihan saluran komunikasi, dankredibilitas pribadi. Selanjutnya pelayanan publik yang berkualitas dapatdiwujudkan ketika pelanggan internal dan eksternal dapat dipenuhikebutuhannya. Pimpinan pemerintahan beserta perangkat desa merupakanpelanggan internal dari sistem pemerintahan desa, sedangkan pelangganeksternal adalah masyarakat yang memerlukan pelayanan dari pemerintah desa.Setiap kategori pelanggan tersebut memiliki kebutuhan, dan perlu dipenuhi olehpenyedia jasa yakni lembaga pemerintahan pada berbagai hirarki. Ketikakebutuhan itu tidak dapat dipenuhi, maka akan timbul masalah, masalah yangberlarut-larut berdampak pada ketidakpuasan pada sistem pemerintahansehingga dapat menyebabkan menurunnya partisipasi masyarakat pada program-program pemerintah. Upaya pemenuhan kebutuhan memerlukan kreativitas

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

29

pemerintah melalui berbagai usaha produktif yang dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak. Dukungan dari berbagai instansi pemerintah danswasta diperlukan untuk memfasilitasi usaha tersebut.

Sebagai sebuah organisasi formal pemerintahan di jajaran, pemerintah desamemiliki ciri dinamik dan birokratik. Ciri-ciri organisasi yang dinamik danbirokratik sebagaimana dikemukakan Sudarsono dan Ruwiyanto (1999). Kriteriadinamik – birokratik seperti pada Gambar 5 merupakan sebuah kontinum,sehingga diharapkan pemerintahan desa tidak terlalu terbelenggu pada birokrasiyang terlalu sentralistik.

Error!

Gambar 5. Dikotomi Organisasi Berdasarkan Ciri Dinamikanya (Sudarsonodan Ruwiyanto, 1999:152)

4.2. Gambaran Umum Pemerintahan Desa di Lima Lokasi Studi4.2.1. Kondisi Pemerintahan Desa pada Desa Studi di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam (NAD)Di Provinsi NAD, studi tentang pemerintahan desa dilakukan di Desa BabahJurong dan Desa Cot Geundreut, Kabupaten Aceh Besar. Secara historis,Provinsi NAD dahulu merupakan kerajaan dengan nama Kerajaan AcehDarussalam yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Kekuasaan kerajaan inimeliputi seluruh Pulau Sumatera hingga Semenanjung Malaka. Dikemukakanoleh Hanafiah (2006) bahwa dalam Kitab Undang-Undang kerajaan Aceh yangdisebut ”Qanun Meukuta Alam” termaktub bahwa struktur Kerajaan AcehDarussalam tersusun atas Gampong. Gampong dan Mukim masih eksis hinggakini, namun perangkat-perangkat desa yang tumbuh karena adat seperti tuha peut,tuha lapan, geuchik, imum chik dan perangkat yang berkaitan dengan sumber dayaalam seperti panglima laot, pawang uteun, keujruen balang, peutua seuneubok, hariapeukan, dan syahbanda kurang dikenal luas.

CIRI DASAR ORGANISASIBERDASARKAN DINAMIKANYA

BIROKRATIK1. Lingkungan sosial budaya yang

relatif stabil2. Lamban dan responsif3. Rantai pengambilan keputusan

panjang4. Cenderung sentralisasi5. Koordinasi internal tinggi6. Mobilisasi struktural rendah7. Mementingkan aspek formal

daripada material

DINAMIK1. Lingkungan sosial budaya yang

volatil2. Dinamis dan proaktif3. Rantai pengambilan keputusan

pendek4. Cenderung desentralisasi5. Interaksi internal tinggi6. Mobilisasi struktural tinggi7. Mementingkan aspek material

daripada material

kontinum

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

30

Keunikan sistem adat di Provinsi NAD dilegitimasi dalam tatananpemerintahan daerah sebagai organisasi pemerintahan tingkat desa pada tahun1977 melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Aceh Besar Nomor 1/1977 tentangStruktur Organisasi Pemerintahan di Daerah Pedesaan Aceh Besar. Akan tetapi,SK Bupati tersebut belum merinci tugas pokok dan fungsi lembaga adat dalamtatanan pemerintahan desa. Dikeluarkannya Undang Undang Nomor 5/1979tentang Pemerintahan Desa justru memarjinalisasi sistem pemerintahan adat diAceh, karena terdapat kecenderungan penyeragaman. Sebagai antisipasi, padatahun 1990 Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh menerbitkan PeraturanDaerah Nomor 2/1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat,Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat beserta Lembaga Adat. Secara adat, pembagianpemerintahan terkecil di Aceh adalah ”mukim”. Luas wilayah sebuah mukimsetara dengan luas pengaruh atau cakupan jamaah sebuah Masjid Jami’ lebihkurang mencakup satu wilayah desa atau lebih. Sebuah mukim dipimpin olehseorang ”imeum mukim” yang biasanya dipilih secara musyawarah mufakat diMasjid Jami’. Kewenangan Imeum mukim berkaitan dengan urusan aset desadan tanah. Desa formal dalam hirarki pemerintah dipimpin oleh seorang KepalaDesa atau ”Keuchik”. Secara administratif, Keuchik tidak memiliki hubungandengan mukim, tetapi secara fungsional terdapat berbagai persoalan yangmenuntut adanya koordinasi antara Keuchik dengan Imeum Mukim.

Selain kelembagaan mukim, di desa lokasi studi terdapat Kejeureun Blang yaknilembaga yang mengatur pengairan sawah. Kelembagaan ini bertingkat dariMukim sampai dengan tingkat blok-blok sawah. Mesjid Jami’ digunakan sebagailokasi musyawarah Mukim. Kejeureun Blang yang dipilih bebas mengangkatpembantu-pembantunya. Tugas Kejeureun Blang adalah mengatur air sawah,jadwal kegiatan sawah, dan ritual-ritual menyangkut budidaya sawah. KejereunBlang mendapat kompensasi dari pemilik sawah sebanyak lebih kurang 20bambu gabah per 1 petak sawah. Kelembagaan Kejeureun Blang dan ImeumMukim dalam beberapa tahun di beberapa desa di Provinsi NAD menurunperannya sebagai dampak gangguan keamanan sosial politik selama konflikGAM-RI.

Desa Babah Jurong dan Desa Cot Geundreut merupakan desa peri-urban, yangletaknya lebih kurang 25 km dari Bandar Udara Blang Bintang. Pendudukbekerja di sektor pertanian dan non pertanian. Terdapat ketimpangan dalampenguasaan tanah, keterbatasan ketersediaan input pertanian, dan penguasaanteknologi budidaya. Sebagai akibatnya, dapat ditemui penduduk bekerja sebagaiburuh tani pada lahan milik penduduk lainnya. Sebagian penduduk desamembuat atap rumbia, berdagang sayur mayur, berburuh; dan sebagianperempuan desa melakukan usaha kerajinan kopiah Aceh difasilitasi olehDEKOPIN. Sebagian warga Desa Babah bermata pencaharian di sektorpertanian sawah, dan sebagian lainnya bekerja sebagai pembuat atap rumbia,pedagang sayur mayur, dan buruh.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

31

Kondisi pemerintahan desa di desa studi di Desa Babah Jurong dan Desa CotGeundreut belum berjalan sesuai dengan cita-cita yang tertuang dalam undang-undang. Kondisi ini tidak terlepas dari instabilitas sosio-politik terkait dengankonflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan militerIndonesia. Perjanjian damai antara GAM-RI pada tanggal 16 Agustus 2005,belum memberikan hasil yang nyata dilihat dari penyelenggaraan tugas danwewenang pemerintahan desa dan kondisi sosio ekonomi masyarakat di desastudi. Trauma akan masa lalu masih berbekas pada kehidupan masyarakat desa.Hal ini terjadi sebagai dampak intimidasi dari kedua pihak baik dari GAMmaupun militer Indonesia. Masyarakat desa cenderung bersikap skeptis atassesuatu yang baru, sehingga relatif lamban untuk memulai aksi transformasi.Dari segi ekonomi pun, masyarakat desa di lokasi studi mengalami keterpurukan,kebutuhan dasar belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga perlu dilakukan usahaproduktif secara nyata guna pengembangan ekonomi masyarakat desa. Dari sisisosial, penguatan kerja sama berbasis komunitas mutlak diperlukan. Hal inidapat dilakukan dengan melibatkan lembaga adat di lokasi desa. Prinsip-prinsipdemokrasi perlu dikembangkan dalam proses penyusunan program kerja desa,pelaksanaan, dan pemantauan program.

Implementasi Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerahyang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32/2004 belum terlaksanasebagai dampak dari ketidaklancaran arus informasi antara pusat dan daerahpada masa konflik, dan kurangnya diseminasi informasi oleh pemerintah daerahsetempat. Dari sisi komunikasi administratif hal ini menyebabkan hambatanbagi kemandirian penyelenggaraan pemerintahan desa, karena sistempemerintahan desa masih mengacu pada Undang-undang Nomor 5/1979 yangsudah tidak berlaku lagi. Selain itu, ancaman keamanan membuat perangkat desadan kecamatan tidak melaksanakan tugas-tugas pelayanan selama masa konflik.Hal ini memprihatinkan dan memerlukan penanganan serius untuk menjaminterselenggaranya pelayanan publik bagi seluruh warga masyarakat.

Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan desa yang berperspektif gender, baikDesa Babah Jurong dan Desa Cot Geundreut belum memperlihatkan sistempemerintahan yang responsif gender. Hal ini tampak pada adanya fakta bahwaposisi Kepala Desa dan perangkat desa belum menunjukkan adanyaketerwakilan perempuan. Nuansa kesenjangan gender terlihat pada pengambilankeputusan dalam pemerintahan atau program-program pembangunan belummemperhatikan kebutuhan gender secara keseluruhan. Artinya kebutuhan laki-laki dan perempuan belum terakomodasi dengan baik dalam program kerjapemerintahan desa.

4.2.2. Kondisi Pemerintahan Desa pada Desa Studi di Provinsi SumbarStudi ini dilakukan di dua Nagari yaitu Nagari Simanau dan Nagari PaninggahanKabupaten Solok. Nagari merupakan lingkup pemerintahan di lingkup desa yangtumbuh dan berkembang karena adanya adat dan budaya Minangkabau.Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari diatur dalam Peraturan Daerah Nomor

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

32

09/2000 sebagai respon atas Undang-undang Nomor 22/1999 (telah direvisimenjadi Undang-undang Nomor 32/2004). Melalui PERDA tersebutdiharapkan dapat memberikan peluang diwujudkannya pemerintahan nagariyang lebih demokratis, mandiri, dan otonom. PERDA Nomor 09/2000 tersebutditindaklanjuti dengan PERDA di level Kabupaten tentang PemerintahanNagari yang bertolak dari kesadaran bahwa tradisi dan sosial budaya masyarakatSumbar yang demokratis dan aspiratif sudah terpinggirkan. Nagari menurutPerda Kabupaten Solok Nomor 8/2004 Bab 1 pasal 1 adalah “kesatuankesatuan masyarakat adat dalam Daerah Kabupaten Solok yang terdiri darihimpunan beberapa suku yang mempunyai Kerapatan Adat Nagari (KAN),mempunyai wilayah yang tertentu batas-batasnya, mempunyai harta kekayaansendiri serta berhak mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri.”

Intervensi pemerintah kolonial Belanda membantu kaum adat melawan kaumPaderi berdampak pada dimasukkannya Minangkabau dalam sistem administrasiPemerintahan Kolonial Belanda yang sangat mengekang dan hirarkis. Inimerupakan awal dari adanya interaksi antara birokrasi modern dengan otoritastradisional Minangkabau (Alfitri, 2006). Komponen pemerintahan nagari padamasa kolonial Belanda adalah (1) adanya kedudukan administratif supra-nagariyang dikepalai oleh tuanku laras (demang atau asisten demang) sebagai perantaraantara nagari-nagari dengan pemerintah kolonial Belanda; (2) diberlakukannyasertifikasi penghulu yang diakui pemerintah Belanda (penghulu basurek) yangdapat diangkat sebagai penghulu Kepala atau Kepala Nagari atau anggotaKerapatan Nagari; (3) adanya tunjangan atau gaji pada penghulu yang duduksebagai Penghulu Kepala atau Kepala Suku; dan (4) diarahkannya pemerintahannagari untuk kepentingan Belanda.

Ordonansi Nagari pada zaman Belanda mengakui keberlakuan hukum adat ataukeberadaan nagari sebagai masyarakat hukum adat yang otonom sekaligussebagai unit administrasi terendah. Nagari pasca Undang-undang Nomor5/1979 memiliki kecenderungan semakin runtuhnya nilai-nilai dasar masyarakatMinangkabau antara lain semangat dan prinsip egalitarian, penghargaan terhadaporang lebih mengacu kepada pangkat, kedudukan, seragam dan simbol-simbolmateri lainnya. Hal ini dikarenakan adanya penampilan diri yang cenderungsebagai “fungsionaris negara”. Kedua, menyangkut prinsip dan semangatmusyawarah dan mufakat. Ternyata, musyawarah cenderung dilakukan setelahada mufakat dahulu oleh orang-orang penting. Ketiga, menyangkut semangatmemandang kebenaran dan orang yang dimuliakan. Keempat, menyangkuthubungan sosial dan penanganan atau penyelesaian persoalan. Gejala-gejalapembangunan desa tampak pada menonjolnya jorong (ego desa-desa) yangmengurangi bahkan menghilangkan semangat kebersamaan bernagari. Kedua,kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan lokal, dan ketigaterpinggirkannya institusi sosial tradisional, tergeser oleh menguatnya lembagaformal atau birokrasi.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

33

Nagari Simanau di Kabupaten Solok merupakan daerah yang terisolir dan palingujung, nagari ini masih tertinggal ketimbang nagari lainnya. Penduduk nagariSimanau berdasarkan Data Monografi Nagari 2005 berjumlah 1.186 jiwa, terdiriatas 320 Kepala Keluarga. Masyarakatnya hidup dengan dari hasil perkebunandan pertanian dengan komoditas kopi, karet, dan kayu manis. Penduduk nagariSimanau merupakan etnis Minangkabau yang terdiri dari lima suku yaitu :Melayu, Chaniago, Panai, Melayu Air Abang, Suku Chaniago Lasi, sedangkansuku Tanjung dan Kuti Anyia sudah tidak ditemui lagi di Nagari ini. Pendudukmenyebar pada tiga jorong yaitu 160 KK berada di Jorong Parik Batu, 128 KKdi Jorong Tanjung Manjulai, dan 32 KK di Jorong Karang Putih.

Nagari Simanau dahulu merupakan bagian dari nagari lain, kemudianberkembang menjadi nagari tersendiri karena adanya dorongan untuk berdirisendiri dan kebutuhan untuk mengatur kewenangan secara mandiri. Pemekarannagari memiliki syarat-syarat berikut sesuai PERDA Kabupaten Solok Nomor8/2004 tentang Pemerintahan Nagari Pasal 5 yaitu memenuhi syarat-syaratpokok yang terdiri atas tiga hal: (1) persetujuan KAN dan Pemerintahan NagariInduk yang ditetapkan dengan peraturan nagari, (2) adanya kesediaan KANInduk untuk membentuk KAN yang akan dimekarkan, (3) mempunyai batas-batas wilayah yang jelas antara Nagari Induk dengan Nagari yang akandimekarkan dan diakui oleh Nagari tetangga. Syarat-syarat tambahan untukpemekaran nagari adalah (1) berpenduduk minimal 3500 (tiga ribu lima ratus)jiwa, (2) luas wilayah yang terjangkau, (3) tersedianya sarana dan prasarana untuksebuah Nagari, (4) tersedianya sumber-sumber ekonomi untuk mata pencarianmasyarakat, (5) pemekaran Nagari diajukan oleh Wali Nagari kepada Bupatisetelah melalui pertimbangan Camat.

Nagari Paninggahan memiliki penduduk sebanyak 11.553 jiwa pada tahun 2004terdiri dari 5.450 laki-laki dan 6.103 perempuan. Luas nagari ini adalah 3050 hayang terdiri dari 2000 ha hutan lindung dan 1050 ha tanah perkebunan kopi.Nagari Paninggahan terdiri dari enam jorong yaitu Gando, Kampung Tengah,Ganting Padang Palak, Parumahan, Koto Baru Tambak, dan Subarang. Terdapatlima suku di nagari ini yaitu suku Koto, Chaniago atau Panyalai, Jambak, Guci,dan Pisang. Penduduk berbagai suku tersebut menyebar di enam jorong yakni:(1) di Jorong Subarang dengan jumlah penduduk 2.066 orang; (2) di JorongParumahan dengan jumlah penduduk 1.944 orang; (3) di Jorong Ganting denganjumlah penduduk 1.792 orang; (4) di Jorong Koto Baru Tambak dengan jumlahpenduduk 1.507 orang; (5) di Jorong Kampuang Tangah dengan jumlahpenduduk 1.926 orang; dan (6) di Jorong Gando dengan jumlah penduduk2.318 orang.

Secara struktural, baik Nagari Simanau maupun Paninggahan memiliki strukturorganisasi pemerintahan desa layaknya pemerintahan desa formal yakni dipimpinoleh seorang Wali Nagari selaku Kepala Nagari, dan didampingi oleh SekretarisNagari dan tiga orang Kepala Seksi (Kasi), seperti Kepala Urusan dalam

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

34

pemerintahan desa. Tiga Kasi terdiri atas Kasi Pemerintahan, KasiPembangunan, dan Kasi Kesejahteraan Rakyat. Sebagai Badan legislatif terdapatKetua Badan Perwakilan Nagari (BPN) dan Sekretaris BPN. BPN terdiri atasKAN, alim ulama, bundo kandung, pemuda, dan wakil setiap jorong.

Sejalan dengan penerapan desentralisasi kewenangan pemerintahan daerah,Nagari memperoleh kewenangan mengurus 105 urusan. Melalui keputusanBupati, pada tahun 2001, untuk membantu penanganan berbagai urusan, setiapNagari memperoleh dana perimbangan yang disebut Dana Alokasi UmumNagari (DAUN) yang besarannya sesuai dengan jumlah penduduk dan luaswilayah. Besaran DAUN ditentukan dalam Rencana Anggaran Pendapatan danBelanja (RAPB) Nagari, umumnya berkisar antara Rp75 juta hingga Rp 100 juta.DAUN ini diperoleh dari dana DAU dan PAD Nagari.

Di Nagari Simanau, ketersediaan listrik disuplai oleh Pusat Listrik Tenaga MikroHidro (PLTMH) dengan kapasitas 25.000 watt dan saat ini sudah ditingkatkanmenjadi 30.000 watt. Biaya pengadaan mesin pembangkit listrik ini mencapaiRp 240 juta. PLN belum dapat diakses hingga ke Kecamatan Tigo Lurah ini.Nagari Rangkiang Luluih menggunakan listrik diesel dan Nagari Batu Bajanjangjuga menggunakan listrik tenaga mikro hidro. Mesin pembangkit listrik dengantenaga mikro hidro ini merupakan bantuan dari Pemerintah Jepang pada tahun1996.

Keterisoliran lokasi Nagari Simanau merupakan kendala dalam perkembangannagari tersebut. Jalan-jalan darat sudah parah kerusakannya, sehingga penjualanhasil bumipun terkendala oleh biaya transportasi yang tinggi. Persoalankerusakan lingkungan dihadapi pula oleh Nagari ini, hal ini tidak terlepas dariperilaku manusia yang mengeksploitasi sumber daya hutan, air, dan tanah tanpadiikuti upaya pemulihan. Persoalan di Nagari Simanau adalah kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas kelembagaan masyarakat yang masih perlu digalidan dikembangkan potensinya. Terlepas dari kendala yang dihadapi di NagariSimanau, pola hubungan antar anggota masyarakat di Nagari ini sangat guyubdan hal ini merupakan kekuatan untuk mewujudkan Nagari yang mampumenyelenggarakan pelayanan prima pada warganya. Perselisihan antar kelompokmasyarakat umumnya diselesaikan melalui musyawarah dengan ninik mamaksebagai penengah.

Nagari Paninggahan lebih beruntung dari sisi lokasi, karena berdekatan denganpusat pemerintahan Kabupaten. Selain itu, Nagari Paninggahan mempunyaiBadan Usaha Milik Nagari yakni Yayasan Danau Singkarak, Badan Usaha inibergerak di bidang sosial dan ekonomi dan merupakan salah satu motorpenggerak perekonomian di Nagari tersebut. Peran pemerintah didukung peranaktif masyarakat dan swasta secara berkelanjutan dapat mempersempitkesenjangan antara desa yang maju dengan yang tertinggal.

Dari sisi komunikasi administrasi, begitu banyaknya kelembagaan masyarakat ditingkat lokal yang berkaitan dengan nagari memerlukan perangkat Nagari yangmemiliki kemampuan memahami simbol-simbol yang dimiliki oleh masing-

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

35

masing lembaga. Penggunaan media rakyat yang dapat berfungsi sebagai salurankomunikasi tradisional merupakan alternatif untuk menjembatani hubunganantar lembaga. Sebagai suku yang garis keturunannya mengikuti garis keturunanibu (matrilineal), maka peranan perempuan di dua Nagari tersebut cukup kuat.Meskipun demikian, terdapat gejala kesenjangan gender dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan desa yaitu akses kedua belah pihak (perempuandan laki-laki) dalam pemerintahan, layanan publik, dan aktivitas ekonom masihtimpang. Aktivitas perempuan masih terkonsentrasi pada bidang reproduktif,sehingga peluang perempuan untuk turut serta dalam kegiatan pemerintahanrelatif terbatas. Di sisi lain kaum laki-laki lebih banyak berhubungan denganbidang produktif, dan aktivitas pemerintahan. Pada galibnya, kedua perantersebut dapat saling dipertukarkan, dan untuk itu diperlukan kesepakatan dankomitmen kedua belah pihak melalui proses-proses komunikasi gender sehinggaadanya pertukaran peran tidak memunculkan masalah baru.

4.2.3. Kondisi Pemerintahan Desa pada Desa Studi di Provinsi Jawa BaratStudi aksi di Provinsi Jabar dilakukan di Desa Nasol, Kecamatan Cikoneng, danDesa Gunungsari, Kecamatan Sadananya, Kabupaten Ciamis. Kedua desa inimencirikan penyelenggaraan pemerintahan desa yang umum tidak dikaitkandengan pengaruh adat. Struktur pemerintahan desa menganut sepenuhnyatatanan hirarki sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor72/2005 tentang desa. Pada dua desa tersebut berkembang organisasi sosialkemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang merespon kebutuhanmasyarakat. Kelembagaan tersebut di Desa Nasol berbentuk Forum MajelisSilaturahmi DKM. Selain itu, di desa Nasol terdapat suatu unit usaha yaituPengelolaan Sumber Air Bersih (PSAB) yang menyediakan jasa layanan airbersih untuk penduduk desa Nasol dan desa sekitar. Unit Usaha ini beradadalam kewenangan Pemerintah Desa Nasol. Penduduk Desa Nasol sangatberminat pada usaha pertanian sebagai sektor penghidupan yang utama. Akantetapi, hingga kini petani di Desa Nasol dihadapkan pada kesulitan mengaksesinformasi dan inovasi pertanian, kurangnya dukungan sarana dan prasaranausaha seperti pupuk, bibit, dan layanan penyuluhan dari lembaga terkait. Gunamengejar ketertinggalan dalam usaha pertanian, masyarakat setempat berharapdapat digalakkan kembali penyelenggaraan penyuluhan pertanian denganberbagai metode yang relevan, seperti plot percontohan, layanan konsultasi,sekolah lapang dsb.

Berbeda dengan Desa Nasol, Desa Gunungsari memiliki persoalan denganproses komunikasi yang kurang efektif antara Kepala Desa denganmasyarakatnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesibukan Kepala Desa yang sangatpadat sehingga waktu yang tersisa untuk masyarakat sangat terbatas.Pendelegasian tugas telah dilakukan, namun perangkat desa tidak sepenuhnyadapat mengambil keputusan pada persoalan yang merupakan kewenanganKepala Desa. Hal ini turut mempengaruhi efektifitas penyelenggaraan

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

36

pemerintahan desa. Jika hal ini berlanjut, dapat berimbas kepada semakinmenurunnya penghargaan masyarakat kepada Kepala Desa.

Secara umum, pembiayaan pembangunan di dua desa studi masih bergantungpada Dana Alokasi Umum yang dikucurkan oleh Pemerintah Kabupaten yangbesarnya Rp 30 juta/tahun; dan dari Dinas atau lembaga terkait seperti ProgramRaksa Desa dan Program Peningkatan Kecamatan (PPK). Perencanaan desadilakukan melalui Musyawarah Perencanaan dan Pengembangan (Musrenbang)di tingkat desa yang mengikutsertakan seluruh unsur di tingkat desa yakniKepala Desa dan perangkatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh-tokoh masyarakat, wakil pemuda, dan wakil wanita. Hasil Musrenbang tingkatdesa ini selanjutnya dibawa tingkat yang lebih tinggi yaitu MusrenbangKabupaten untuk didiskusikan dan jika disetujui akan menjadi programpemerintah desa yang dibiayai dari APBD.

Hubungan pemerintahan desa dengan supra desa cukup baik, meskipun dari sisipengawasan dari supra desa khususnya dari Kabupaten belum optimal. Camatsebagai wakil pemerintah kabupaten yang terdekat dari desa dianggap sebagaipupuhu yang berarti orang yang dituakan atau sesepuh masih berperan dalammemonitor jalannya pemerintahan desa. Minimnya pengawasan ataspemerintahan desa oleh Pemerintah Kabupaten berdampak buruk pada jalannyapemerintahan desa khususnya dalam melayani kebutuhan masyarakat desa.Begitu pun pada pelaksanaan pembangunan, minimnya monitoring dan evaluasi,terutama di Desa Gunungsari berdampak pada ketidakberlanjutanpembangunan. Hal ini bermuara pada apresiasi masyarakat yang melemahterhadap pemerintahan desa. Upaya perbaikan kondisi telah dicoba oleh BPDdengan mengajukan usulan kepada pemerintah kabupaten untuk melakukanpembenahan, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.

Menyelenggarakan pertemuan rutin dan menghadiri berbagai acara yangdilakukan warga merupakan media yang digunakan untuk melakukankomunikasi antara perangkat dengan masyarakat. Komunikasi antar perangkatdesa dilakukan baik secara formal maupun informal. Dari sisi keadilan dankesetaraan gender, baik di Desa Nasol maupun Gunungsari menunjukkanadanya kondisi yang relatif adil dan setara antara pria dan wanita dalam hal aksesterhadap lembaga pemerintahan, akses untuk memperoleh layanan pendidikan,kesehatan, dan pekerjaan. Di sisi lain, persoalan kemiskinan dan keterbelakangantelah memicu banyaknya anak-anak yang putus sekolah, terutama kaumperempuannya, yang akhirnya bekerja di sektor informal. Sebagian remaja putussekolah, oleh orang tuanya dinikahkan dengan beragam alasan, diantaranya gunamengurangi beban perekonomian rumah tangga. Perlu dilakukan upayapemberdayaan melalui pendekatan pendidikan non formal yang membekaliremaja putus sekolah dengan keterampilan untuk hidup mandiri. Masalahpermodalan perlu dicarikan solusinya melalui sistem modal bergulir, bermitradengan lembaga pemerintah maupun swasta atau dengan cara lain yang sesuai.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

37

Pemerintah desa dalam hal ini Bagian Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)perlu menggalang program peningkatan kapasitas SDM di desanya.

4.2.4. Kondisi Pemerintahan Desa pada Desa Studi di Provinsi BaliDesa Selanbawak, Kecamatan Marga, dan Desa Samsam, KecamatanKerambitan, Kabupaten Tabanan merupakan desa studi di Provinsi Bali. DesaSelanbawak letaknya 14 km dari Ibukota Kabupaten, dengan ciri khasmasyarakat pedesaan (rural) yang bergerak di bidang pertanian tanaman padi danpalawija. Desa Samsam berada lebih kurang 5 km dari Ibukota Kabupaten,dengan ciri khas transisi antara desa-kota, dengan penduduk yang memilikiberagam mata pencaharian sebagai petani, karyawan, pengusaha kecil, danburuh.

Asal usul Desa Selanbawak adalah bersumber pada peristiwa di masa raja yangbernama Sri Aria Sentong di Puri Perean pada ± tahun 1430 masehi, yangbergelar "Sira I Gusti Ngurah Pacung Sakti”. Raja tersebut sangat senangberburu dan ketika berburu kerap menemui hal-hal yang berkesan seperti ketikabeliau gagal memperoleh kijang (Bahasa Bali: Menjangan), beliau kesal danmenendang sesuatu sehingga tempat tersebut dikenal dengan Tinjak Menjangan(Tinjak=tendang). Raja dan rombongannya melalui beberapa lokasi dengantopografi yang curam dan menanjak, sehingga lokasi tersebut disebut denganManik Gunung. Raja juga melewati hutan yang lebat dan dianggap angker,sehingga disebutlah dengan nama Kekeran. Nama Manik Gunung danKekeran adalah dua dusun awal yang ada di Desa Selanbawak. NamaSelanbawak sendiri berasal dari kata Selat (pemisah) dan bawak(sempit/pendek), hal ini berasal dari peristiwa perseturuan antara Raja Margadengan Raja Belayu yang bersekutu dengan Raja Mengwi. Guna menandaiwilayah antara Marga dengan Mengwi dibuatlah batas pemisah yang sempit.Raja Belayu mengawasi perbatasan dan membangun istana di lokasi Selatbawaktersebut, hingga kawasan istana tersebut terkenal hingga masa pra kemerdekaandengan sebutan Selanbawak. Nama Selanbawak yang lebih menonjoldibandingkan Kekeran dan Manik Gunung. Dilihat dari hubungan antara desaadat dan dinas, maka di Desa Selanbawak, semua anggota masyarakat (krama)bergabung dalam satu ikatan Desa Adat "Kekeran", sedangkan dalam strukturadministasi pemerintahan masyarakat di desa tersebut tergabung dalam desadinas dengan nama Desa Selanbawak.

Desa Selanbawak berbatasan dengan Desa Sembung, Kecamatan Mengwi disebelah Utara dan Timur. Di sebelah Barat, desa ini berbatasan dengan SungaiSungi, di sebelah Selatan, desa Selanbawak berbatasan dengan Subak Guama.Desa Selanbawak merupakan dataran rendah dengan kemiringan topografisebesar 10 derajat (Pemerintah Desa Selanbawak, 2005). Desa ini memilikitanah tegalan, tanah pekarangan, dan tanah sawah. Tanaman yang diusahakanoleh penduduk di Desa Selanbawak meliputi kelapa, cengkeh, rambutan, pisang,ubikayu, padi, serta palawija. Kehidupan masyarakat Desa Selanbawak adalah

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

38

kebanyakan bertani. Kemiringan daerah memudahkan para petani untukmengatur perairan sawah. Petani di Desa Selanbawak tergabung dalam SubakGuama yang anggotanya juga berasal dari Desa Batan Nyuh, tetangga desa disebelah Selatan Desa Selanbawak. Di Desa Batan Nyuh terdapat KelompokUsaha Agribisnis Terpadu (KUAT) yang menerapkan konsep usahataniterpadu, dengan sistem zero waste yakni keseluruhan usahatani merupakan suatusiklus yang berkaitan dan limbah yang dihasilkan dari pengelolaan usahatanidimanfaatkan untuk proses selanjutnya. Misalnya kotoran sapi dan sisa-sisatanaman digunakan untuk pupuk.

Desa Samsam memiliki lambang berbentuk segi lima sama sisi berisikanbeberapa gambar yang disusun sedemikian rupa dan mampu menggambarkanperikehidupan yang ada di Desa Samsam. Gambar tersebut terdiri atas: (a)bentuk segi lima merupakan wadah yang mencerminkan Pancasila; gambar padidan kapas yang, (b) Gambar keseluruhan berbentuk sesajen yang diapit dua buahgambar padi dan kapas yang melingkar menjadi satu melambangkan sila kelimaPancasila, gambar padi dan kapas pada pangkalnya dijadikan enam ikatan yangmencerminkan adanya 6 Banjar Dinas di desa Samsam. Terdapat tulisan “SatyaMukhyaning Dharma" mempunyai arti Kejujuran adaIah puncak kebenaran.Selain itu ada gambar kendi yang berisikan beras kuning, bunga, dan air suciyang diapit oIeh dua buah bentuk apit surang. Beras kuning berisi air suciadalah bija/wija, dan bunga dan sari yang menyatu menjadi wijasari yang berartiSamsam. Desa Samsam pada zaman Belanda memiliki lima banjar (dusun) yaitu:(1) Banjar Samsam, (2) Penyalin, (3) Kutuh Kelod, (4) Kutuh Kaja, dan (5)Lumajang. Desa ini dahulu dikepalai oleh seorang Bendesa yang berkedudukandi Samsam. Batas wilayah desa ini adalah Desa Batuaji di sebelah Utara, DesaOangkung Karung di Selatan, Desa Dauh Peken di Timur, dan Desa SembungGede di Barat. Penduduk Desa Samsam berjumlah 2991 jiwa, terdiri atas 1436laki-laki, dan 1555 perempuan, dengan 842 Kepala Keluarga (Pemerintah DesaSamsam, 2005). Sebelum tahun 1983, Samsam merupakan Kebendesaan, dansejak tahun 1983 atau pada masa kepemimpinan I Dewa Made Pegeg, kantorBendesa Samsam dipindahkan ke Banjar Penyalin dan Kebendesaan Samsammenjadi Kelurahan. Pada masa tersebut Banjar Samsam dibagi dua, sehinggaterdapat enam Banjar Dinas. Setiap banjar dinas dipimpin oleh Kelian BanjarDinas (Kelian Dinas). Nama-nama Banjar Dinas tersebut adalah (1) BanjarDinas Samsam I, (2) Banjar Dims Samsam II, (3) Banjar Dinas Lumajang, (4)Banjar Dinas Penyalin, (5) Banjar Dinas Kutuh Kelod, dan (6) Banjar DinasKutuh Kaja.

Sejak tanggal 7 Agustus 2001 sesuai dengan Perda No. 20 Tahun 2001 sebagaitindak lanjut implementasi undang-undang tentang pemerintahan daerah, makaKabupaten Tabanan mengubah semua Kelurahan menjadi Desa. Tujuannyatidak lain adalah untuk mengembangkan kemandirian desa mengelola rumahtangganya sendiri sesuai potensi yang dimiliki. Permasalahan yang saat inidihadapi adalah adanya berbagai status kepegawaian perangkat desa. KepalaDesa atau di Kabupaten Tabanan disebut dengan Perebekel bukan Pegawai

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

39

Negeri Sipil (PNS), Sekretaris Desa merupakan PNS, dan perangkat desa (paraKaur) merupakan pegawai Pemerintah Kabupaten. Dengan demikian, meskipunpemerintahan desa bersifat otonom, namun peran pemerintah supra desa tetapkuat terutama dalam arus informasi atas-bawah berupa instruksi dan bentuk-bentuk intervensi lain. Kemandirian desa menjadi relatif sulit diwujudkanmengingat masih kuatnya kebergantungan pendanaan pembangunan di desapada Kabupaten. Untuk keperluan pembangunan desa, Pemerintah Kabupatenmengucurkan dana Rp25 juta/tahun pada tiap desa dinas di KabupatenTabanan. Dana tersebut diberikan dalam tiga termin, akibatnya desa mengalamikesulitan untuk pembiayaan kegiatan. Selain itu, setiap desa pakramanmemperoleh bantuan hingga Rp40 juta/tahun untuk pembangunan danperawatan pura. Penyusunan rencana program pemerintahan desa di dua desastudi dilakukan secara musyawarah dengan melibatkan perangkat desa, BPD,Bendesa Adat, dan wakil organisasi perempuan di desa.

Di Bali, istilah desa mengandung dua makna yakni desa adat (pakraman) dandesa dinas. Kedua desa ini telah ada sejak berabad-abad lalu, desa pakramanberperan dalam persoalan adat dan ritual keagamaan Hindu, sedangkan desadinas mengurusi urusan administratif kependudukan. Desa pakraman tumbuhterlebih dahulu jauh sebelum ada desa dinas, mengingat adanya kebutuhanmasyarakat (krama) akan dukungan sarana dan prasarana ketika melakukan ritualadat dan agama. Pengaruh desa pakraman sangat besar dalam penerapan nilai-nilai adat dan agama di Bali, sebagai upaya penerapan prinsip Tri Hita Karana(keseimbangan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam) secara konsisten.Kehadiran pemerintah kolonial Belanda mempengaruhi tatanan pengaturandesa di Bali. Pemerintah Belanda sulit untuk mengintervensi desa adat, sehinggadibentuklah suatu sistem pemerintahan yang dapat membantu pelaksanaanadministrasi pemerintahnya sekaligus memperluas pengaruh pemerintahkolonial. Desa inilah yang disebut dengan desa dinas yang sekarang tumbuh danberkembang menjadi desa yang terintegrasi dalam pemerintahan formal.Segregasi kewenangan antara desa dinas dengan desa pakraman di dua desa telahdipahami oleh warga desa. Peran perebekel adalah menciptakan situasi yangkondusif bagi penyelenggaraan berbagai kewenangan tersebut.

Baik Desa Selanbawak maupun Desa Samsam memiliki satu desa adat yakniberturut-turut adalah Desa Adat Kekeran, dan Desa Adat Samsam. Kedua tipedesa dapat bekerja sama secara sinergis. Terdapat beberapa wacana yangberkembang menyikapi adanya dua tipe desa di Bali bahwa yang sebenarnyadisebut desa adalah desa adat mengingat kemampuannya untuk mengatur dirisendiri dan warganya secara otonom. Di sisi lain adanya Undang-undangNomor 32/2004 yang ditindaklanjuti dengan PP Nomor 72/2005mengisyaratkan adanya bentuk desa yang dapat menjadi penerus dari hirarkipemerintahan di atasnya dan mampu melaksanakan berbagai fungsiadministratif. Dengan demikian peran desa dinas tetap diperlukan, kekhawatiranakan terjadinya tumpang tindih kewenangan dapat dicegah jika antara kedualembaga tersebut saling berkoordinasi dan berkonsultasi secara terbuka.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

40

Dari sisi pengembangan ekonomi rakyat terdapat usaha skala rumah tangga yangdilakukan oleh beberapa penduduk Desa Selanbawak yakni pengolahan kelapamenjadi minyak kelapa yang dilakukan oleh kaum perempuan, pembuatan tapesingkong, dan ternak babi. Ampas pengolahan minyak kelapa dan kulit singkongsisa untuk membuat tape digunakan untuk campuran pakan babi. Air kelapasegar yang tidak digunakan oleh pengolah minyak dapat digunakan untukmembuat nata de coco. Hingga saat ini, usaha ekonomi produktif tersebutdilakukan secara individual. Untuk menjamin kontinyuitas usaha dan kepastianharga jual, antar pengelola usaha dapat menggalang kerjasama (kemitraan). Didesa Samsam, penduduk bekerja sebagai karyawan, menyediakan jasa,berdagang, dan sebagian lagi bertani dan berkebun.

Di dua desa lokasi studi terdapat beberapa organisasi kemasyarakatan,diantaranya:

(1) Desa Pakraman. Tentang kelembagaan ini telah dikemukakan padauraian sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor3/2001 tentang Desa Pakraman, kelembagaan ini mengatur tata pergaulanhidup masyarakat merupakan desa secara turun temurun dalam ikatankahyangan tiga (desa) dengan cakupan wilayah tertentu dan harta kekayaansendiri, dan bersifat otonom. Setiap desa pakraman antara lain memiliki(1) banjar pakraman, (2) krama desa (anggota desa pakraman), (3) kramapengempon (anggota yang mengelola upacara di kahyangan), (4) kramapenyungsung yaitu anggota yang mendukung kegiatan upacara berupapemeliharaan, perawatan, pendanaan dsb, (5) awig-awig yaitu tata aturanpenerapan Tri Hita Karana, (6) prajuru atau pengurus, (7) beberapaparuman (sidang atau pertemuan); (8) pacalang yaitu satuan tugaskeamanan tradisional masyarakat Bali di tingkat banjar maupun desapakraman, (9) pengayoman, (10) pemberdayaan dan pelestarian desapakraman. Pemekaran desa pakraman dimungkinkan jika dipenuhinyasyarat-syarat sebagai sebuah desa adat, diantaranya dimilikinya purakahyangan tiga, adanya kekayaan desa berupa tanah, wilayah, dan krama.

(2) Subak. Peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972tentang irigasi (pasal 4) dinyatakan bahwa Subak adalah “masyarakathukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris-religius yang secara historisdidirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasipenguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain untuk perswahandari sumber air di suatu daerah”. Selanjutnya di dalam PeraturanPemerintah Nomor 23/1982 tentang irigasi, pasal 1 (h) dikemukakanbahwa subak merupakan masyarakat hukum adat yang bersifat sosioagraris, religius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagaiorganisasi di bidang tata guna air di tingkat usahatani.” Subak didasarkanpada tiga komponen pokok yaitu Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan.Dengan demikian dalam Subak terdapat aktivitas upacara keagamaan, tataaturan hubungan pengurus dan anggota dalam organisasi Subak, dan

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

41

pengaturan air, tanah, dan tanaman. Petani desa Selanbawak bergabungpada Subak Guama, sedangkan petani di desa Samsam bergabung dalamSubak Samsam, yang lokasi organisasinya berada di Desa Batuaji.

(3) Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD berdasarkan PeraturanDaerah Provinsi Bali Nomor 02/1988 adalah Badan Usaha Simpan PinjamMilik Masyarakat Desa Adat di Propinsi Bali dan merupakan saranaperekonomian di pedesaan. Tujuan LPD adalah (1) mendorongpembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan dan penyaluranmodal yang efektif, (2) memberantas ijon, gadai gelap dan lain-lain; (3)menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dantenaga kerja di pedesaan; dan (4) meningkatkan daya beli dan kelancaranlalu lintas pembayaran pertukaran di desa.

(4) Posyandu dan PKK. Kelembagaan ini lebih bersifat philantrofi, adanyaunsur keswadayaan, kesukarelaan, dan kemampuan menggalang kerja samauntuk kepentingan sosial. Di dua desa studi terdapat kedua lembaga ini.Dalam perkembangannya, PKK mengalami kecenderungan penurunanintensitas kegiatan. Kendala yang dihadapi antara lain adalah kurangnyakaderisasi, kegiatan yang tidak seintensif era 1980-an, dan pendanaankegiatan.

(5) Karang taruna. Hingga kini organisasi kepemudaan ini masih dijumpai,meskipun terkendala oleh berbagai faktor seperti kurangnya upayapengembangan kapasitas anggota karang taruna oleh berbagai pihakterutama terkait dengan pemuda pemudi putus sekolah. Diperlukanberagam program untuk membantu meningkatkan keterampilan pemudapemudi desa di berbagai bidang sebagai alternatif solusi masalahpengangguran. Program tersebut hendaknya ditindaklanjuti dengandukungan sarana dan prasarana serta penyediaan modal awal dalam bentukpinjaman, pendampingan penggunaan dana, dan pengembangan jejaring.

(6) Sekehe gong. Organisasi ini lebih mengarah pada bentuk kelompok sosialsemacam paguyuban untuk mengasah keterampilan memainkan gongpengiring ritual adat dan keagamaan Hindhu. Sekehe gong berhubunganerat dengan ritual keagamaan dan pelestarian nilai-nilai budaya Bali. Sekehegong melakukan pertemuan dan latihan rutin sesuai kesepakatan anggotakelompok.

Beberapa persoalan yang ditemui di desa studi, perlu ditindaklanjuti yaitu: DiDesa Selanbawak, terdapat kekurangan air bersih, keterbatasan peluang bekerja,pengembangan ekonomi produktif spemanfaatan limbah kelapa),pengembangan kapasitas perangkat desa, dan pengembangan kelompok usahaberbasis kemitraan. Di Desa Samsam masalah yang dihadapi masyarakatsetempat meliputi kurang lancarnya air irigasi, kurangnya minat generasi mudaterhadap sektor pertanian, peluang bekerja terbatas, adanya pendatang yangkurang mematuhi peraturan desa, kesulitan pemasaran hasil usaha, regenerasikeorganisasian masyarakat (peningkatan kapasitas sumber daya manusia),

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

42

pengelolaan limbah pabrik. Terkait dengan kurangnya air irigasi, pada erapemerintahan Presiden Megawati (2000-2004) telah dimulai pembangunanwaduk Embung Telaga Tunjung yang direncanakan aliran airnya hingga kepersawahan di Desa Samsam. Akan tetapi, kini perkembangan pembangunanwaduk terhenti.

Komunikasi antara perangkat dan masyarakat dibangun melalui peran BendesaAdat, Kelian Dinas, dan perangkat desa lainnya yakni para kepala urusan.Pertemuan (sangkepan) dilakukan sesuai kesepakatan, dan disesuaikan dengankalender Bali. Media telepon dan surat tertulis digunakan pula untukmengundang warga dalam berbagai pertemuan. Aspek kesetaraan gender olehpemerintah desa telah dikembangkan dengan melibatkan perempuan dalamberbagai aktivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, diantaranya sebagai KaurKeuangan, Kaur Pembangunan, Kaur Umum, dan Kaur Kesra. Meskipun peranlaki-laki masih dominan dalam beberapa kegiatan yang bersifat ekonomi danpengambilan keputusan, namun pertukaran peran sosial antara laki-laki danperempuan telah berlangsung, misalnya baik laki-laki maupun perempuan dapatberperan sebagai pemasar produk hasil olahan, perempuan dan laki-laki dapatbekerja sama dalam pemugaran pura dsb.

4.2.5. Kondisi Pemerintahan Desa pada Desa Studi di Provinsi PapuaDi Provinsi Papua, sebutan desa, sejak tahun 2001, pasca penerapan Undang-Undang Nomor 22/99 diganti menjadi Kampung, dan sebutan Kecamatandiganti dengan Distrik. Nama Kampung dan Distrik telah digunakan sejak lama,namun nama tersebut berganti menjadi desa dan kecamatan sesuai Undang-Undang Nomor 5/1974 dan Undang Undang Nomor 5/1979 yang cenderungmenginginkan adanya penyeragaman. Kampung lokasi studi di Provinsi Papuaadalah Kampung Sabron Sari, Distrik Sentani Barat dan Kampung Tablasupa,Distrik Depapre, keduanya berada di Kabupaten Jayapura. Kampung Sabronsarimemiliki kondisi geografi datar dengan ciri desa pertanian dan perkebunan danmulti etnis, dulunya merupakan salah satu lokasi transmigrasi. KampungTablasupa memiliki ekologi pantai dan sebagian penduduk memiliki kebun danpenduduk seluruhnya merupakan etnis lokal (Papua).

Sebagaimana di Provinsi NAD, kondisi di Papua menampilkan penyelenggaraanpemerintahan yang belum optimal, dan sedang berproses menuju “keajegan”dilihat dari proses-proses hukum yang terus berkembang. Sejalan pelaksanaanUndang-Undang Nomor 22/1999 yang telah diganti menjadi Undang-UndangNomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah, maka sejak Januari 2001,Provinsi Papua memperoleh status Otonomi Khusus (Otsus) melalui UndangUndang Nomor 21/2001. Penyelenggaraan pemerintahan di Papua diserahkansepenuhnya pada keinginan warga setempat. Akan tetapi, belum banyakperangkat peraturan yang dihasilkan oleh Pemerintah Papua guna menjabarkanOtsus menjadi langkah nyata memajukan wilayahnya. Penjelasan Undang-undang Nomor 32/2004 pun belum memberikan penjabaran tentang batasan-

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

43

batasan Otsus, lingkup kewenangan, dan pengawasan pelaksanaan Otsus. PeranMajelis Rakyat Papua (MRP) yang dibentuk sebagai respon atas status Otsusbelum menunjukkan hasil yang optimal. Ternyata peran MRP lebih condongpada bidang politik praktis, padahal semestinya MRP mengembangkankeberdayaan lembaga adat dan aspek kebudayaan Papua.

Sebagaimana istilah desa di Provinsi Bali yang memiliki makna ganda, makasebutan kampung pun mempunyai dua makna di Provinsi Papua, yaitu sebagaidesa pemerintahan formal; dan sebagai lembaga adat yang memiliki wilayah kerjatertentu. Pemimpin kampung adat disebut “ondoafi” atau di beberapa kampungdi Papua disebut “ondofolo”. Di lokasi studi, pemimpin kampung adat disebutdengan “ondoafi”, dan pemimpin kampung pemerintahan disebut dengankepala kampung. Di lokasi studi dan wilayah Papua umumnya, dikenal istilah“keret” yaitu klan yang terdiri atas beberapa rumah tangga atas dasar pertaliandarah. Satu keret umumnya terdiri atas beberapa rumah tangga dan membentukmarga. Seorang ondoafi berperan memimpin ritual suku dan pengawasan atasaset desa seperti tanah dan kekayaan alam di kampung tersebut.

Kampung Sabronsari, Distrik Sentani Barat menunjukkan kampung yang telahmengalami perkembangan dengan adanya fasilitas jalan raya, listrik, dan telepon.Kampung Sabronsari memiliki penduduk berjumlah 781 dengan komposisi 430orang laki-laki dan 351 perempuan. Warga Kampung Sabronsari sebagian besarmengusahakan perkebunan dengan komoditas utama rambutan dan vanili.Masalah yang dihadapi petani rambutan saat ini adalah rambutan gagal panen,tidak seperti tahun-tahun lalu. Konsultasi dengan dinas perkebunan maupunpenyuluh diperlukan untuk mengantisipasi hal tersebut. Persoalannya,ketersediaan penyuluh sangat terbatas, sehingga petani tidak memperolehlayanan. Intensitas interaksi antara masyarakat asli Papua di KampungSabronsari dengan pendatang dari Jawa, dan Sulawesi (Bugis, Buton, danMakassar) cukup tinggi. Hubungan antara lembaga adat, gereja, dan kampungpemerintahan berada dalam posisi setara. Peran lembaga adat di KampungSabronsari tidak sekuat di Kampung Tablasupa, ini tidak terlepas dari adanyakondisi masyarakat yang multikultur, dan intervensi adat menjadi rendah.Hubungan antara lembaga adat, gereja, dan kampung sangat kuat di KampungTablasupa. Penguasaan atas lahan sepenuhnya oleh lembaga adat, dan jual belitanah dilarang. Di satu sisi hal ini bernilai positif, namun di sisi lain cenderungmempersulit upaya penggunaan lahan untuk kepentingan umum.

Sebagai lokasi studi yang berada paling timur wilayah Indonesia, kondisi fasilitaspenunjang pelaksanaan administrasi pemerintahan di Kampung Sabronsari danTablasupa paling terkebelakang. Bahkan, bangunan untuk penyelenggaraanpemerintahan kampung belum tersedia di Kampung Tablasupa. Ketertinggalanini mestinya dapat diantisipasi oleh pemerintah bekerjasama dengan lembagaadat dan masyarakat, untuk mempermudah pengurusan izin pemanfaatan lahan.Di sisi lain, akses jalan menuju Kampung Tablasupa perlu ditingkatkan,mengingat jalan raya menuju ke kampung tersebut sangat parah kerusakannya.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

44

Untuk menuju ke Kampung Tablasupa dapat pula melalui laut, namun inipunmasih terkendala oleh ketersediaan perahu motor yang minim dari segi jumlahdan keamanan alat transportasi tersebut.

Guna pembangunan Kampung di Provinsi Papua, sejak tahun 2006 sudah adakesepakatan antara pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengalokasikandana Otsus sebesar Rp 1 Milyar per distrik. Dari nilai tersebut, Rp 100 juta akandialokasikan untuk program pemberdayaan masyarakat kampung denganperimbangan 75 persen dikelola oleh kampung dan 25 persen dikelola distrik.Penggunaan dana otsus distrik dikelola oleh kepala distrik dan diutamakanuntuk pengembangan usaha kecil menengah dan sepertiga dana otsusdiprioritaskan untuk pengembangan pendidikan. Peran warga dan perangkatkampung adalah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung(RPJMK) sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan kampung. Baik diKampung Sabronsari maupun di Kampung Tablasupa, upaya pengembangankomoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan di perairan Tablasupaterhambat oleh ketiadaan penyuluh atau fasilitator, dan kesulitanmengembangkan jaringan pemasaran.

Dari sisi komunikasi administrasi penyelenggaraan pemerintahan di duakampung studi, tampak bahwa Kampung Sabronsari sudah mulai memanfaatkanteknologi komunikasi berupa telepon untuk berkomunikasi. Sebaliknya,Kampung Tablasupa belum memanfaatkan sarana komunikasi secara optimalmengingat belum adanya akses jaringan telepon. Masyarakat di KampungTablasupa menggunakan teknik komunikasi langsung, lisan, dan penggunaanmedia rakyat masih intensif. Hal yang menarik dari sisi budaya adalah tradisimengunyah pinang sebagai pelancar komunikasi. Sudah menjadi kebiasaanmasyarakat setempat, bahwa mengunyah pinang dapat memperlancar pikirandan menghangatkan suasana, sekaligus sebagai simbol pertemanan. Pinang yangdikunyah terdiri dari pinang muda, tangkai sirih, dan kapur. Penolakan atastawaran mengunyah pinang sering diartikan menolak persahabatan. Di kantor-kantor pemerintah disediakan tempat khusus untuk menampung cairankunyahan pinang. Penjual buah pinang umumnya adalah kaum perempuan,dengan harga Rp5000 seikat lengkap dengan kapurnya. Kantor PemberdayaanPerempuan Kabupaten Jayapura telah menyusun program untuk peningkatankualitas hidup perempuan penjual pinang dengan tujuan peningkatan kualitashidup perempuan dan keluarganya, melalui diversifikasi usaha.

Kesenjangan gender ditemui dalam peran domestik, ekonomi, dan sosial antaraperempuan dan laki-laki. Meskipun keterwakilan perempuan dalam posisipemerintahan desa telah ada, namun dukungan sarana kesehatan, pendidikan,dan peluang bekerja bagi perempuan masih terbatas. Khusus bidangpendidikan, masih terdapat sebagian perempuan di dua kampung tersebut yangtidak bisa membaca tulis. Di bidang kesehatan, fasilitas dan sarana pendukungkesehatan sulit diakses dari segi ketersediaan sarana, obat-obatan, danketersediaan tenaga paramedis. Upaya pemberdayaan masyarakat di dua

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

45

kampung lokasi studi mutlak diperlukan, dengan mengakomodasi kebutuhanmasyarakat lokal.

5 TATANAN KOMUNIKASI ADMINISTRASI YANGEFEKTIF DAN PEMERINTAHAN DESA YANGTANGGAP GENDER

5.1. Perbandingan Komunikasi Administrasi dalam Pemerintahan Desadi Lokasi Studi

Setiap lokasi studi memiliki simbol-simbol spesifik sebagai pencitraan institusi.Semakin dipahami makna simbol-simbol institusi baik pemerintahan desamaupun lembaga lain di desa, maka proses komunikasi akan berlangsung lebihbaik. Selain di Provinsi Jabar, keempat provinsi lain memiliki tatananpemerintahan yang dilandasi nilai-nilai adat, memiliki luas wilayah tertentu, danmemiliki tata aturan yang dibangun berdasarkan kesepakatan warga adat.Terdapat adanya keinginan menjadikan desa adat sebagai desa formal, namunjika hal itu diwujudkan, terdapat kekhawatiran bahwa desa adat akan berada

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

46

dalam hirarki pemerintahan, sehingga segala tindakan harus dalam koordinasipemerintah supra desa. Dengan kata lain, desa kehilangan kebebasan untukmengelola diri sendiri.

Perbandingan pemerintahan desa di lokasi studi dari sisi komunikasi administrasidan penerapan pemerintahan desa yang tanggap gender dapat dilihat pada Tabel6. Dapat dikemukakan bahwa setiap wilayah memiliki keunikan, sehingga upayamengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat yang berbeda latar belakangbudaya dan agama dapat dilakukan pada tiap desa yaitu dengan mengadopsi tatanilai adat dan budaya pada sistem pemerintahan desa. Hal ini pun telahdikemukakan pada penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 72/2005 tentangdesa. Penjelasan tersebut menyebutkan bahwa desa dapat disesuaikan denganasal usul dan kondisi sosial budaya setempat. Penyelenggaraan pemerintahan didesa harus menghormati sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat dan selarasdengan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya tidak menyimpangdari tata peraturan di atasnya.

Tabel 6. Perbandingan Komunikasi Administrasi Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

Pembanding NAD Sumbar Jabar Bali PapuaSebutan desa/kepala desadalam hirarkipemerintahan

Desa/Keuchik Nagari/ WaliNagari

Desa/Kepala Desa

Desa Dinas/Perebekel

Kampung/Kepala Kampung

Sebutanpemerintahan“adat”terkecil/Pemimpin Desa Adat

Mukim/ImeumMukim

Nagari/Ninikmamak

- Desa Pakra-man/ Pendetoatau BendesaAdat untukpimpinan kelianadat

Kampungadat/Ondoafi atauOndofolo

Administrasiantara desa dinasdan adat

Terpisah Menyatu - Terpisah Terpisah

Latar belakangdesa adat

Agama Genealogis - Agama Genealogis

Mediakomunikasi desaformal denganlembaga supra

Pertemuan,surat, dantelepon

Pertemuan,surat, dantelepon

Kunjungan,rapat, dantelepon

Kunjungan,sangkepan, dantelepon

Kunjungan,pertemuan, dansurat

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

47

desaKomunikasikepala pemerin-tahan desa/kampung dnganperangkat desa

Intensitaskomunikasilisan lebihbanyak

Seimbangantarakomunikasilisan dantertulis

Komunikasilisan dantertulis

Komunikasi lisandan tertulisseimbang

Komunikasi lisanlebih banyak

Intensitaspertemuan(formal mau-puninformal) antaraperang-kat desadenganmasyarakat

Tinggi(di meunasahatau lokasi lain)

Tinggi(pertemuanninik mamak– bundokanduang)

Jarang Tinggi(di pura dan balaidesa)

Tinggi(di gereja dan dibalai desa)

Kecenderunganpola komunikasi

Dua arah Dua arah Dua tahap,melibatkanpemukamasyarakat

Dua tahap,melibatkanpemimpin adat

Dua arah

Media rakyatuntukberkomunikasi

Dongeng Pantun Wayang, tari Tari, wayang,sekehe gong

Musik rakyat

Kesenjangangender

Di bidangproduktif

Di bidangdomestik

Di bidangsosial danproduktif

Di bidang politikdan produktif

Di bidangpendidikan,kesehatan, danpeluang bekerja

Setiap wilayah desa dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pemerintahanyang sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa selama tidak melanggarundang-undang yang berlaku. Permasalahannya adalah tidak semua wilayah diIndonesia siap dengan pelimpahan wewenang yang begitu besar. Upayapengembangan kapasitas institusi lokal dan sumber daya manusia pada seluruhhirarki pemerintahan senantiasa diperlukan sehingga kesiapan dari pemerintahanterdepan yakni desa menjadi lebih baik. Tanpa adanya pengarahan, pelaksanaanpemerintahan desa yang berorientasi pada kepuasan masyarakat, tanpa adanyamonitoring dan evaluasi yang disertai tindak lanjut untuk selalu meningkatkankinerja perangkat desa, maka implementasi desentralisasi pemerintahan akankabur. Komunikasi dalam berbagai bentuk seperti konsultasi, koordinasi, dankonsolidasi dapat dikembangkan melalui berbagai forum yang melibatkanpemerintahan desa, kelembagaan masyarakat di desa, dan lembaga supra desa.

Secara sederhana beberapa pola komunikasi administrasi antar berbagai lembagadi pedesaan dapat diilustrasikan sebagaimana Gambar 6. Tampak bahwa antaralembaga satu dengan lain saling terkait. Lembaga supra desa dalam hal iniberperan menciptakan situasi yang kondusif bagi penyelenggaraan tatananhubungan harmonis antar berbagai pihak..

Lembagasupra desa

BPD

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

48

Gambar 6. Keterkaitan antar Lembaga dan Masyarakat denganPemerintahan Desa

Dalam tipologi desa yang memiliki kelembagaan adat dan lembaga formal desa,maka diperlukan kejelasan fungsi dan peran masing-masing lembaga, agar tidakterjadi tumpang tindih dan beban yang berlebihan pada salah satu lembaga.Diseminasi informasi tentang fungsi dan peran lembaga adat dan pemerintahandesa perlu dibuat secara tertulis misalnya dalam peraturan desa, agarterdokumentasi dan dapat dijadikan acuan oleh pihak yang berkepentingan.Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan otonomi desa, maka pemahamankonsep tentang otonomi desa perlu dimiliki oleh pemerintah desa dan lembagaterkait di desa. Otonomi desa sebenarnya bukan semata masalah automoney(Rozaki dkk., 2005), namun lebih kepada keleluasaan, kekebalan, dankemampuan untuk mengambil keputusan, dan menggunakan kewenangan untukmengelola sumberdaya lokal. Diperlukan dukungan dalam pelaksanaan otonomidesa yakni pendelegasian kekuasaan, kewenangan, keuangan, kepercayaan, dantanggung jawab pada desa; dan pendayagunaan kapasitas lokal. Agar desa dapatberkembang lebih dinamis, diperlukan pengembangan kemitraan dalam bentukjaringan kerjasama yang saling menguntungkan. Permasalahannya adalah posisitawar menawar masyarakat desa masih lemah sehingga diperlukan peranlembaga supra desa atau lembaga terkait sebagai mediator kerja sama.

5.2. Komunikasi Administrasi yang EfektifLeonard White menyebutkan bahwa administasi pemerintahan berkaitandengan pelaksanaan kegiatan negara untuk menunaikan kebijaksanaan negara,sehingga komunikasi administrasi berkaitan dengan penggalangan hubunganantar aparatur negara dalam mengalankan fungsinya yaitu sebagai aktivitaspelayanan. Fungsi-fungsi administrasi pemerintah desa dapat dilakukan denganmelakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan masyarakat, danpengawasan; menyelenggarakan pelayanan publik, dan pengembanganmasyarakat.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

49

Gambaran pemerintahan desa yang dikemukakan pada bagian sebelumnya,menunjukkan bahwa pemerintahan desa memiliki hubungan dengan berbagaikelembagaan baik dalam kedudukan yang setara maupun dengan hirarki yanglebih atas yakni dengan lembaga supra desa. Agar pemerintahan desa dapatberlangsung secara efektif dan efisien, maka dalam organisasi pemerintahan desaperlu dibangun komunikasi antar perangkat desa, antara kepala desa atauperbekel atau kepala nagari atau kepala kampung dengan perangkatnya, antaraperangkat desa dengan BPD. Komunikasi internal pemerintahan dapat berupakomunikasi bawah – atas untuk penyampaian informasi, aspirasi, saran danmasukan. Komunikasi atas – bawah merupakan arus penyampaian petunjuk,perintah, kebijakan, dan keputusan pemerintahan desa. Komunikasi horisontalmerupakan upaya konsultasi dan koordinasi.

Komunikasi antara perangkat desa dengan masyarakat dapat dikembangkanmelalui pendekatan individu, kelompok, maupun massa. Efektifitas masing-masing pendekatan bergantung pada beberapa faktor diantaranya kemampuanberkomunikasi perangkat desa, intensitas komunikasi, ketersediaan mediakomunikasi, kompleksitas masalah, dan partisipasi masyarakat dalamperencanaan kegiatan dan pengambilan keputusan. Terdapat berbagai pilihansaluran untuk menggalang komunikasi dalam hierarki pemerintahan formalmeliputi surat menyurat, rapat, telepon, konsultasi, dan koordinasi. Komunikasidengan berbagai lembaga kemasyarakatan dapat digalang dengan menggunakansaluran interpersonal seperti anjangsana, sarasehan, koordinasi, dan konsultasi.

Jika dibandingkan kondisi bagian barat lokasi studi hingga bagian timur,terdapat gejala bahwa kondisi pemerintahan desa di wilayah paling barat(Provinsi NAD) dan paling timur (Provinsi Papua) lebih memprihatinkandibandingkan pemerintahan desa di tiga provinsi lainnya dilihat dari kelengkapanfasilitas pendukung pelaksanaan pemerintahan desa. Selain faktor alam, kondisisosio-ekonomi, politik, dan keamanan di wilayah Aceh yang labil ketika terjadiperang saudara antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara NasionalIndonesia (TNI) menorehkan trauma bagi kenyamanan hidup masyarakat.Sejalan dengan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA)didukung oleh perdamaian antara GAM dan RI, masyarakat dan pemerintah diAceh baik di Provinsi, Kabupaten, maupun Desa dituntut mampumempersiapkan diri mengelola sumber daya yang dimiliki.

Proses komunikasi multipihak diperlukan untuk memungkinkan berlangsungnyatata kelola pemerintahan desa yang dapat didasarkan potensi sumber daya lokaldan mengembangkan kemitraan. Agar proses tersebut berlangsung dengan baikmaka :

(1) Seluruh elemen dalam jajaran pemerintahan perlu memahami secaramenyeluruh konsep desentralisasi dan penerapan good governance oleh semuapihak di dalam organisasi pemerintah. Dari studi yang dilaksanakan,terdapat berbagai pemahaman akan desentralisasi. Bahkan pengertianpemerintahan daerah diartikan sempit sebagai segala sesuatu adalah milik

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

50

daerah dan wewenang daerah. Pemaknaan bahwa desentralisasi adalahupaya mendekatkan pelayanan dari birokrasi pemerintah kepadamasyarakat belum dilaksanakan secara menyeluruh.

(2) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut diterapkannya otonomi desasebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72/2005tentang desa bahwa penyelenggaraan kelembagaan pemerintahan desaseyogyanya mampu mengembangkan kemandirian, pengaturan danpengelolaan, pengawasan, dan mekanisme pembiayaan pembangunan yangmerupakan fungsi-fungsi pemerintahan dan pelayanan publik

(3) Untuk mewujudkan good rural governance sehingga dapat diselenggarakansistem tata-kelembagaan desa yang handal, maka komunikasi internal daneksternal pemerintahan desa perlu dibangun dengan mendayagunakanmedia yang sesuai dengan kebutuhan setempat, baik untuk pendekatanpersonal, kelompok, maupun massa. Komunikasi antara perangkat desadengan masyarakat dapat dikembangkan melalui pendekatan individu,kelompok, maupun massa. Efektifitas masing-masing pendekatanbergantung pada beberapa faktor diantaranya kemampuan berkomunikasiperangkat desa, intensitas komunikasi, ketersediaan media komunikasi,kompleksitas masalah, dan partisipasi masyarakat dalam perencanaankegiatan dan pengambilan keputusan.

(4) Komunikasi dengan institusi supra desa sangat penting, jika dibandingkanantara kelima wilayah studi, maka tampak bahwa pada wilayah yang telahmapan dari sisi kekondusifan situasi sosial budaya, faktor keamanan, danintensitas komunikasi yang lebih intensif dengan hirarki pemerintahansupra desa, memperlihatkan bahwa wilayah Jawa Barat dan Balimenunjukkan adanya proses komunikasi yang lebih efektif ketimbang tigalokasi lain.

(5) Pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan harapanterwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang handal perlu didasarkanpada kondisi spesifik sosial budaya masyarakat, sehingga pengembangankemitraan pun memerlukan adanya pemahaman akan potensi dan nilai-nilailokal tersebut. Misal di Provinsi NAD yang sangat kuat memegang prinsipsyariat Islam dalam mengatur hubungan antar anggota masyarakat, makaupaya kemitraan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif dapatdilakukan dengan mengintergrasikan program yang dilandasi pada hukumIslam. Contoh lainnya, desa adat di Provinsi Bali yang berkembang sesuaifilosofi agama Hindu mampu menggalang dana masyarakat untukpembiayaan berbagai kebutuhan warga akan rumah ibadah dan berbagaikebutuhan hidup melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yangdikembangkan oleh desa adat.

Pemerintah desa dapat berfungsi sebagai sumber ataupun komunikator. Selainpersoalan administrasi, desa juga memiliki persoalan dengan kerusakan sumberdaya alam, masalah kebersihan dan penataan lingkungan, peluang

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

51

pengembangan usaha, dan sebagainya. Untuk mendorong terjadinya perubahandiperlukan upaya penyadaran dan langkah nyata yang menyuguhkan fakta bahwatransformasi kondisi tersebut diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakatdesa yang lebih baik. Pemasyarakatan ide-ide sosial (social marketing) merupakanalternatif yang dapat dilakukan. Pendekatan ini merupakan aplikasi konseppemasaran pada aktivitas sosial yang berkaitan dengan kepedulian akanpermasalahan yang dihadapi masyarakat, untuk melaksanakan pelayanan sosial,dan mewujudkan kesejahteraan. Agar pemasaran sosial mencapai hasil yangdiinginkan diperlukan beberapa unsur yaitu (1) diketahuinya penyebab masalahsosial, (2) adanya pendamping perubahan atau fasilitator, (3) subyek ataumasyarakat yang berkepentingan, (4) saluran komunikasi, dan (5) strategiperubahan yang akan dilaksanakan. Pemasaran sosial mengandung tigakomponen yaitu penyebarluasan ide, aksi untuk perbaikan, dan partisipasimasyarakat (Ruslan, 2002). Persoalan kerusakan hutan di Nagari Simanau, Erosidi jalan desa Selanbawak, kesulitan air di Desa Gunungsari, dan konservasi tanahdan air di Kampung Tablasupa, dapat dibantu mengatasinya melalui peranpemerintah desa setempat dengan menyusun program yang komunikatif dantanggap gender. Secara skematis pendekatan pemasyarakatan sosial dapatdiilustrasikan seperti Gambar 7.Error!

Gambar 7. Mekanisme Transformasi Perilaku melalui Pemasaran Sosial

5.3. Analisis Gender dalam Penyelenggaraan Pemerintahan DesaSecara sederhana, gender dapat diartikan sebagai pembagian peran, kedudukan,dan tugas antara laki-laki dan perempuan ditetapkan oleh masyarakatberdasarkan karakteristik perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat (Djohani, 1996).Peran gender dapat dipertukarkan, namun tidak semua masyarakat dapatmenerima pertukaran peran gender. Pada prinsipnya, perempuan dan laki-laki

Pesan:pemerintahan

desa, masyarakat,swasta

nilai budaya

sikap

pengetahuanPerilaku dan

tindakan yangdiharapkan

Partisipasi masyarakat desa

Peran pendamping

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

52

memiliki hal yang sama dalam hidup dan kehidupan. Dalam Undang-undangDasar 1945, dikemukakan bahwa seluruh warga negara kedudukannya sama didepan hukum. Berarti baik laki-laki maupun perempuan setara dan tidak untukdidiskriminasikan.

Secara nasional, Indonesia telah mencapai kemajuan yang cukup berarti dalampencapaian keadilan dan kesetaraan gender (KKG), terutama di bidangpendidikan. Hal ini ditunjukkan pada rasio angka partisipasi murni (APM)perempuan terhadap laki-laki yang berskisar antara 100 hingga 103 pada tahun2004, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Di sisi lain LaporanPembangunan Manusia tahun 2004 menyatakan bahwa untuk Indonesia, angkaHuman Development Index (HDI), angka Gender-related Development Index (GDI), danangka Gender Empowerment Measurement (GEM) berturut-turut adalah 65,8; 59,2;dan 54,6. Tingginya angka HDI ketimbang angka GDI memperlihatkan bahwakeberhasilan pembangunan sumber daya manusia belum disertai keberhasilanpembangunan gender, dengan kata lain masih ada gejala kesenjangan gender.Rendahnya angka GEM berarti peluang dan kesempatan perempuan di bidangpolitik, ekonomi, dan pengambilan keputusan masih rendah.

Adanya gejala kesenjangan gender dapat diketahui melalui teknik analisis gender.Dalam analisis gender ini terdapat empat pertanyaan yang perlu dijawab untukmembuktikan ada tidaknya kesenjangan gender yaitu: (1) Siapa melakukan apa?;(2) Siapa memiliki apa?; (3) Faktor apa saja yang mempengaruhi diferensiasiperan gender tersebut?; dan (4) Bagaimana sumber daya manusia dan alamdidistribusikan, dan siapa yang memperoleh manfaat dari distribusi tersebut?Analisis gender tersebut dapat dilakukan pada level rumah tangga, masyarakat,dan negara. Analisis gender dalam pemerintahan desa dilihat pada peran laki-laki dan perempuan dalam empat aspek yaitu: (1) peluang dalampenyelenggaraan pemerintahan desa, (2) partisipasi dalam program pemerintahdesa, (3) mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, dan (4) memanfaatkanhasil pembangunan secara adil. Berdasarkan studi yang dilakukan tampak bahwamasing-masing lokasi memperlihatkan kondisi yang berbeda sebagaimanaditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Pencapaian Indikator KKG dalam Tata Kelola Pemerintahan DesaIndikator Provinsi

NAD Sumbar Jabar Bali PapuaAkses sumber daya(sarana, prasarana, danlayanan informasi)

Kendaladalam aksesprasarana daninformasi

Kendala dalamketersediaansarana danprasarana

Relatif tidakada masalahdengan aksessumber daya

Relatif tidakada masalahdengan aksessumber daya

Kendaladalam aksesprasarana daninformasi

Kesempatan berkiprahdalam manajemenpemerintahan desa

Kesempatanterbuka luasnamunterbatas

Kesempatanterbuka luas

Kesempatanada tapiterbatas dibidang sosial

Kesempatanterbuka padaaspek kesra,keuangan, danumum

Kesempatanterbuka luasterutama padabidang umumdan sosial

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

53

Mengawasi pelaksanaanprogram yang dikelolapemerintahan desa

Laki-lakiterlibat padakeseluruhanprosesprogram

Perempuanlebih banyakterlibat dalampelaksanaan

Laki-laki danperempuanmelakukanpengawasansecara sinergis

Perempuanlebih banyakpadapelaksanaandanpengawasan

Laki-lakiterlibat padakeseluruhanproses

Merasakan manfaat dariketerlibatan dalamprogram pemerintahdesa

Tinggi Cukup Tinggi Cukup Cukup

Sumber: data primer diolah

Informasi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa belum semua desa memperlihatkanpenyelenggaraan pemerintahan desa yang sensitif gender. Kesenjangan genderumumnya tampak pada peluang mengakses sumber daya yang terkendala olehfaktor terbatasnya program maupun teknologi yang “ramah” baik terhadap laki-laki maupun perempuan sehingga menjadi penghalang bagi keduanya untukmengakses dan berkiprah pada penyelenggaraan pemerintahan desa. Misalnya,dalam pembangunan sarana air bersih seringkali yang diundang penentuan lokasiair bersih untuk keperluan keluarga adalah Kepala Keluarga yang mengacu padafigur bapak, padahal yang berperan menyediakan air bersih dalam rumah tanggaadalah kaum ibu. Ketika sarana air bersih didirikan, maka yang timbul justrupenambahan beban bagi kaum ibu karena letaknya yang tidak tepat, dandesainnya yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Akhirnya, diperlukanpembangunan kembali di lokasi yang lebih dekat, dan ini berarti terjadipengeluaran biaya tambahan yang tidak perlu terjadi jika sejak awal dilakukanpenilaian kebutuhan laki-laki dan perempuan atau dijawabnya pertanyaan “siapamelakukan apa?”.

Diperoleh kenyataan bahwa belum semua pemerintah desa memahami konsepgender, dan makna KKG. Secara umum dapat dikemukakan bahwa baru 20persen dari keseluruhan perangkat desa yang mengetahui makna gender darisudut sosiologis. Sisanya mengartikan gender sebagai perempuan, bukan sebagaiperan yang dapat dimainkan oleh laki-laki maupun perempuan yang salingdipertukarkan. Dari pelatihan yang telah dilakukan sebagai bagian yang tidakterpisahkan dari studi aksi ini tampak bahwa pemahaman dan penerapan tatakelola pemerintahan desa yang tanggap gender mendesak untuk dilakukan.Artinya, penyelenggaraan pemerintahan desa memasukkan peran serta keduabelah pihak, sehingga aspirasi dan kebutuhan gender terakomodasi dalamberbagai program. Dengan demikian, sangat penting bagi supra desa maupunlembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk senantiasa meningkatkanpemahaman perangkat desa dan organisasi masyarakat tentang pengarusutamaangender dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Untuk memungkinkan para perencana mampu mengintegrasikan kebutuhangender dalam formulasi kebijakan, penyusunan program maupun kegiatanpembangunan, diperlukan penguasaan teknik analisis gender dan penyediaan,

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

54

dan penggunaan data statistik gender. Perencana dari setiap sektor perlumemahami proses analisis data, dan informasi responsif gender secara sistematishingga terbentuknya rancangan aplikasi rencana aksi yang sudahmengintegrasikan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, danevaluasi, serta tindak lanjut. Perlu dilakukan penelusuran tentang kondisi awal,dan komponen kunci PUG sebagaimana ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Beberapa Aspek yang Perlu dikembangkan untuk Penerapan PUGKondisi Awal Komponen Kunci PUG

1. Komitmen politik Peraturan perundang-undangan2. Kerangka kebijakan Tindak lanjut atas ratifikasi, konvensi internasional,

penyusunan sistem dan mekanisme akuntabilitas yangresponsif gender, dan pelembagaan institusi PUG

3. Struktur dan mekanismepemerintah

Unit PUG, Focal point, Pokja dan berbagai Forum

4. Sumberdaya Sumberdaya manusia dan sumber dana5. Sistem informasi dan data Data dan statistik yang terpilah menurut jenis kelamin6. Alat analisis Analisis gender7. Masyarakat madani Mekanisme dialog dan proses yang partisipatif

Sumber: INPRES Nomor 9/2000 tentang PUG

Memperhatikan faktor-faktor yang disajikan dalam Tabel 8 dan dihubungkandengan fakta di lima provinsi yang diteliti, ternyata belum semua elemen yangdiperlukan ada hingga di tingkat desa. Komponen kunci PUG seperti peraturanperundang-undangan dan unit PUG baru tersedia hingga tingkat kabupaten,sedangkan data terpilah menurut jenis kelamin belum tersedia, keterampilanmelakukan analisis gender belum dimiliki, dan menyelenggarakan dialog yangbersifat partisipatif masih terbatas. Pengembangan kemampuan dari perangkatdesa untuk mempersiapkan data terpilah, melakukan analisis gender di tingkatdesa, dan melibatkan kebutuhan gender dalam setiap program kerjapembangunan diperlukan.

Hubungan antara pemerintahan desa dengan masyarakat (laki-laki danperempuan) dan dengan pemerintah supra desa secara sinergis berkaitan dengankondisi sosio, politik, ekonomi, dan budaya di tingkat desa dan supra desa.Mekanisme hubungan antar komponen dalam implementasi PUG dipetakandalam Gambar 8. Implementasi PUG pun tidak terlepas dari pola ini, sehinggadiperlukan dukungan seluruh komponen sistem pemerintahan desa sebagaisistem yang dinamik.

Aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya berhubungan dengan responperempuan dan laki-laki dalam pemerintahan desa. Umumnya keterlibatanperempuan dalam domain pemerintahan relatif terbatas, namun pada sistemsosial budaya yang terbuka, komunitas yang lebih heterogen dan kosmopolit,terdapat kecenderungan keikutsertaan perempuan dalam berbagai kegiatan yanglebih tinggi. Pada komunitas yang patriakhal, dan sistem yang agak tertutup,

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

55

maka partisipasi perempuan dalam kegiatan publik relatif terbatas karenaterkendala oleh berbagai kondisi, terutama masalah kepatutan dan waktusebagian besar tercurah pada kegiatan domestik. Pemerintahan desa yangtanggap gender dapat diimplementasikan manakala telah disusun kebijakan yangmengakomodasi gender dalam berbagai program pemerintahan desa. Tanpaadanya PUG, maka peran gender dalam memelihara dan memanfaatkan hasilpembangunan di desa sangat rendah, yang pada gilirannya kegiatan kontrol ataspemerintahan desa hanya terlihat dari sisi kebutuhan dan kepentingan salah satupihak apakah itu laki-laki atau perempuan. PUG merupakan instrumen untukmendukung terakomodasinya kepentingan laki-laki dan perempuan secara adil,dan diselaraskan dengan nilai budaya lokalita setempat.

Analisis gender tentang peran laki-laki dan perempuan di lima lokasi studimemperlihatkan masih beratnya beban yang dipikul oleh kaum perempuan.Perempuan dituntut terampil di tiga domain yakni peran domestik menyangkutpersoalan reproduksi, peran sosial yakni melakukan interaksi sosial denganmasyarakat yang lebih luas, dan peran produktif yakni mengembangkanperekonomian rumah tangga. Akan tetapi, peran domestik dan ekonomi telahmenyita waktu dan tenaga sebagian besar perempuan di pedesaan, sehinggapeluang perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti PKK,Posyandu, dan kelompok sosial lainnya menjadi berkurang. Keterbatasanpendidikan dan keterampilan perempuan bermuara pada ketiadaan pilihanpekerjaan bagi perempuan pedesaan, sehingga akhirnya pekerjaan di sektorinformal merupakan pilihan. Di wilayah studi seperti di Bali, ditemuiperempuan turut bekerja dalam konstruksi jalan raya, mengangkut pasir, danpekerjaan “keras” lainnya. Di Papua, perempuan bekerja keras tidak hanya dirumah, melainkan juga berdagang dan berkebun. Kontribusi perempuan dalamsektor rumah tangga cukup signifikan, bahkan waktu istirahat bagi perempuanpun sangat singkat, sehingga dari sisi kesehatan cukup memprihatinkan.

Di sisi lain, kaum pria di lokasi studi lebih banyak berkecimpung di ranahekonomi produktif, didorong oleh tuntutan sebagai KK penopang utamakehidupan rumah tangga. Partisipasi kaum pria dalam kegiatan domestik padatipologi desa di area pedalaman lebih rendah daripada partisipasi pria yangberada di perkotaan atau transisi desa kota. Hal ini menunjukkan bahwa ketikaterjadi formasi keluarga inti di kota yang menuntut pengelolaan kehidupan lebihmandiri, maka antara pria dan wanita dalam rumah tangga terjadi kesepakatanuntuk lebih fleksibel mengatur peran domestik, sosial, dan ekonomi. Dalamkaitannya dengan pemerintahan desa yang tanggap gender, internalisasi nilai-nilaikesetaraan gender lebih mudah diterima di daerah urban ketimbang di daerahterpencil. Kondisi ini tidak terlepas dari arus informasi yang lebih banyakmenerpa kota ketimbang desa terpencil. Dikaitkan dengan programpembangunan, berarti terjadi kecenderungan adanya bias lokasi, sebagaimanadikemukakan oleh Chambers (1992), hal ini terjadi ketika suatu programpenelitian ataupun program lain dilakukan hanya memperhitungkan kedekatan

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

56

dengan pusat kota, dan tidak menyentuh wilayah terpencil, sehingga keluaranpenelitian hanya representatif bagi wilayah tertentu.

5.4. Rumusan Model Komunikasi Administrasi Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

Pada ulasan tentang konsep komunikasi dikemukakan bahwa ada tiga fungsikomunikasi organisasi yaitu (1) fungsi produksi dan pengaturan; (2) fungsisosialisasi; dan (3) jaringan komunikasi (networking). Begitupula denganpemerintahan desa, sebagai organisasi formal memiliki ketiga fungsi tersebut.Fungsi produksi dan pengaturan berkaitan dengan komunikasi oleh perangkatdesa sehingga mampu menghasilkan produk berupa jasa, peraturan, maupunlayanan publik melalui pengelolaan sumber daya yang dimiliki desa. Pemerintahdesa seyogyanya berperan pula sebagai lembaga yang melakukan sosialisasimelalui proses komunikasi, penginformasian, dan pemberdayaan melaluipendekatan edukasi. Istilah sosialisasi terkadang berkonotasi negatif, karenaterlalu bernuansa arus informasi dari atas ke bawah. Untuk itu perludikembangkan mekanisme informasi pesan yang berakar dari kebutuhanmasyarakat desa. Sebagai contoh, untuk mengatasi kerusakan sumber daya alamdi beberapa wilayah studi, maka dalam upaya rehabilitasi sumber daya hutan,tanah, dan air; pemerintah desa dapat berperan mengembangkan pemahamanakan prinsip konservasi dalam pemanfaatan sumber daya alam denganpengetahuan dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat desa.

Desa yang dapat mengembangkan jejaring dengan lembaga swasta maupunpemerintah akan lebih berkembang. Barang dan jasa yang dihasilkan olehsebuah komunitas perlu didistribusikan ke daerah atau pihak lain. Fungsikomunikasi organisasi dalam pemerintah desa dengan demikian ditujukan pulauntuk mengembangkan jejaring kerja sama dengan lembaga lain untukmendukung usaha produktif di desa. Dengan demikian, jejaring tersebut dapatmemfasilitasi masyarakat baik dalam bentuk konsultasi maupun pendanaan.

Model komunikasi administrasi dalam tata kelola pemerintahan desa tanggapgender bermakna bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa didasarkan padapemenuhan kebutuhan baik laki-laki maupun perempuan. Pemahaman akankebutuhan gender diterjemahkan dalam program pembangunan desa, sehinggasejak awal, kedua belah pihak telah dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan,dan monitoring dan tindak lanjut program pemerintah desa. Komunikasigender dalam pemerintahan desa akan lebih efektif ketika dilakukan secarakonvergen dengan melibatkan berbagai organisasi masyarakat di level desa.Sebagai sebuah sistem interaksi humanistik, maka penerapan komunikasiadministratif tersebut memiliki komponen input, proses, dan outputsebagaimana diilustrasikan pada Gambar 8.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

57

Gambar 8. Sistem Komunikasi Administrasi dalam Manajemen PemerintahanDesa yang Tanggap Gender

Kebijakan supra desa, dukungan lembaga adat, dan LSM berkontribusi terhadappola komunikasi administrasi pemerintahan desa. Selain itu, terdapat masukanyang dapat dikelola langsung melalui manajemen pemerintahan; dan masukanyang tidak terkontrol sebagaimana tampak pada Gambar 9 di atas. Penerapantata kelola yang tanggap gender dapat menghasilkan keluaran yang diharapkandan tidak diharapkan. Keluaran yang tidak diharapkan yakni biaya yangmembengkak dapat dicegah dengan ditingkatkannya pemahaman akankebutuhan gender dan aksi yang perlu ditempuh untuk memenuhi kebutuhantersebut. Agar aksi tersebut dapat terwujud, maka dapat diterapkan formulakomunikasi dari Laswell yakni siapa-atau apa yang akan dilakukan oleh siapauntuk menjawab masalah apa dengan cara bagaimana? Misal di salah satu lokasistudi di Kampung Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, baikperempuan maupun laki-laki memiliki kesulitan mengakses layanan kesehatan.Mengatasi masalah ini, Dinas Kesehatan bekerja sama dengan pihak Distrik danKampung perlu menyediakan layanan yang dapat dijangkau masyarakat. Di sisi

Masukan Terkontrol- Kapasitas SDM perangkat

desa- Sarana dan prasarana- Anggaran pembangunan- Lembaga di bawah

pengawasan perangkat desa

Manajemen pemerintahan (supra desa dan desa)- Kejelasan tugas pokok dan fungsi perangkat desa- Prinsip layanan prima bagi masyarakat- Keterjaminan kesejahteraan terutama pimpinan dan

perangkat pemerintahan desa- Implementasi PUG dalam manajemen pemerintahan

Komunikasi Administrasidalam PemerintahanDesa yang Tanggap

Gender- Implementasi PUG- Komunikasi gender- Kemitraan

Masukan dari LuarSistem

- Kebijakan supra desa- Lembaga adat- LSM & Swasta

Luaran yang Diinginkan- Dikuranginya kesenjangan

gender- Efisiensi penyelenggaraan

pemerintahan desa- Terpenuhinya kebutuhan

masyarakat

Luaran yang TidakDiinginkan

Biaya penyelenggaraanpemerintahan desa

membengkak

Masukan TidakTerkontrol

- Kondisi lingkungan- Kebutuhan penduduk

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

58

lain, Kampung Tablasupa sangat kaya akan sumber daya laut, yang belumtermanfaatkan secara optimal. Baik laki-laki maupun perempuan dapatmengakses sumber daya tersebut, meski dalam bentuk atau usaha yang berbeda,namun ketika teknologi penangkapan telah didesain baik untuk laki-laki maupunperempuan, maka kedua belah pihak dapat mengakses usaha penangkapan ikan.Hal yang senada dapat diaplikasikan di wilayah lain.

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

59

6.1. KesimpulanBerdasarkan paparan yang telah dikemukakan dalam tulisan ini, dapatdisimpulkan bahwa komunikasi administrasi yang efektif dalam pemerintahandesa dapat diwujudkan ketika dalam unsur-unsur dalam pemerintah desamemiliki pemahaman yang jelas akan simbol-simbol yang digunakan olehmasing-masing pihak. Kejelasan fungsi dan peran masing-masing pihak dalamhirarki pemerintahan diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintahan desayang mampu menyediakan layanan prima bagi publik.

Kecuali di Provinsi Jabar, seluruh provinsi lokasi studi memiliki pengaruh adatyang kuat dan melembaga menjadi desa adat dengan berbagai sebutan yang khas,seperti Mukim di Provinsi NAD, Nagari di Provinsi Sumber, Desa Pakraman diProvinsi Bali, dan Ondoafi di Provinsi Papua. Antara desa formal pemerintahandan desa adat telah terjalin hubungan sinergis dalam membangun desa.Segregasi tugas dan wewenang antara kedua lembaga dapat mewujudkan tatakelola pemerintah desa yang lebih efektif.

Dari sisi implementasi pemerintahan desa yang tanggap gender sebagaiimplementasi PUG dalam pemerintahan tampak bahwa pemahaman akankonsep gender belum sepenuhnya dimiliki oleh perangkat desa. KKG tampakpada tahap pelaksanaan pemerintahan desa, sedangkan dalam prosesperencanaan, dan pengontrolan penyelenggaraan pemerintahan desa, masihterdapat kesenjangan gender. Komunikasi administrasi pemerintahan desa yangtanggap gender dipengaruhi oleh kebijakan supra desa, dukungan lembaga adat,dan peran LSM dan swasta.

6.2. SaranKeterampilan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal perangkat desaperlu ditingkatkan melalui kapasitasi oleh lembaga terkait. Hal ini dapatditempuh melalui pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia unukmenempa kepribadian dengan orientasi mengembangkan konsep diri positif dankemampuan menggalang hubungan humanistik yang egaliter, toleran, dansimpatik.

Pengembangan keterampilan pelayanan prima kepada masyarakat diperlukanuntuk meningkatkan kinerja pemerintahan desa. Namun, kompensasi perangkatdesa perlu ditingkatkan guna mendukung kinerja perangkat desa tersebut.Selama ini kompensasi yang diterima perangkat desa masih di bawah kebutuhanfisik minimum, sehingga mempengaruhi produktivitas kerja perangkat itusendiri.

Perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi, serta tindak lanjut PUGdalam pemerintahan desa hanya dapat terselenggara jika didukung olehketersediaan sumber daya manusia yang dapat memfasilitasi hal tersebut,terutama untuk mengembangkan kemauan, kemampuan dan kesempatan yang

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

60

dimiliki oleh perangkat desa dalam menyusun data terpilah, menindaklanjutikebutuhan gender, dan mengembangkan kelembagaan di level desa untukpemberdayaan perempuan dan laki-laki secara sinergis. Selain itu dukungan darisupra desa dan lembaga terkait diperlukan baik dalam bentuk tenaga maupunpendanaan kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Ronald B. dan Rodman, George. 1994. Understanding HumanCommunication. Edisi Kelima. Forth Worth: Harcourt Brace CollegePublishers.

Alfitri, 2006. “Nagari dan Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan Desa BerbasisKemitraan.” Makalah Seminar Studi-Aksi Pembaruan tata kelolaPemerintahan desa Berbasiskan Kemitraan, diselenggarakan oleh

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

61

Partnership for Governance Reform in Indonesia dan PSP3 IPB, Padang 23Maret 2006.

Barata, Atep A. 2004. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Gramedia.

Chambers, Robert. 1992. Methods for Analysis by Farmers: The ProfessionalChallenge. Brighton: IDS Discussion Paper 311.

Davis, Gordon B. 1995. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. CetakanKesembilan. Jakarta: PT. Gramedia.

Djohani, Rianingsih. 1996. Dimensi Gender dalam Pengembangan Program secaraPartisipatif. Bandung: Studio Driya Media.

Hanafiah, M. 2006. “Tata Kelola Pemerintahan Gampong Berbasiskan Lokalitas danKemitraan. ” Makalah Seminar Studi-Aksi Pembaruan tata kelolaPemerintahan desa Berbasiskan Kemitraan, diselenggarakan olehPartnership for Governance Reform in Indonesia dan PSP3 IPB, BandaAceh 25 Maret 2006.

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2005. Bahan PembelajaranPengarusutamaan Gender. Jakarta: BKKBN, Menneg PP, dan UNFPA.

Kerlinger, Fred N. 2003. Asas-asas Penelitian Behavioral. Cetakan ke-19.Penerjemah Landung Simatupang. Disunting oleh H.J. Koesoemanto.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Korten, David C. 1984. People-centered Development. Connecticut: KumarianPress.

Moser, Caroline O. N. 1993. Gender Planning and Development: Theory, Practice andTraining. London and New York: Routledge.

Mulyana, Dedy. 2001. Human Communication: Prinsip-prinsip Dasar . Bandung: PTRemaja Rosdakarya.

Myers, G.E., dan Myers, M.T. 1987. Teori-teori Manajemen Komunikasi. Jakarta:Bahana Aksara.

Nasution, Zulkarimen. 2002. Komunikasi Pembangunan: PengenalanTeori danPenerapannya. Rajawali Press, Jakarta.

Oepen, Manfred (Penyunting). 1988. Media Rakyat: Komunikasi PengembanganMasyarakat. Terjemahan “Development Support Communication inIndonesia.” Jakarta: P3M.

Pemerintah Desa Samsam, 2005. Monografi Desa Samsam. KecamatanKerambitan, Kabupaten Tabanan.

Pemerintah Desa Selanbawak, 2005. Monografi Desa Selanbawak. KecamatanMarga, Kabupaten Tabanan.

Robbins, Stephen P., 1990. Organization Theory. Englewood Cliffs: Prentice HallInc.

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

62

Rogers, E.M. 1994. The Diffusion Process. Edisi Keempat. New York: The FreePress.

Rozaki, Abdur dkk., 2005. Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa. Yogyakarta:Institute for Research and Empowerment (IRE).

Ruslan, Rosady. 2002. Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Schramm, Wilbur. 1964. Mass Media and National Development: the Role ofInformation in Developing Countries. Stanford: Stanford University Press.

Sudarsono, Juwono. dan Ruwiyanto, Wahyudi. 1999. Bunga Rampai ReformasiSosial Budaya dalam Era Globalisasi. Jakarta: Wacha Widia.

Suwandi, Made. 2006. “Meningkatkan Hubungan Koordinatif antara Pusat danDaerah.” Makalah Seminar Menggerakkan Investasi di Daerah, BerbagiPengalaman dan Mencari Solusi, diselenggarakan oleh IFC-PENSA, TheAsia Foundation, dan GTZ, Jakarta 3-4 Mei 2006 .

UNDP, 2004. Cultural Liberty in Today’s Diverse World. New York: UnitedNations Development Programme.

Whyte, William F., (editor) 1991. Participatory Action Research. Newbury Park:Sage Publications.

Williams, Frederick. 1989. The New Communication. Edisi Kedua. Belmont CA:Wadsworth Publishing.

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Singaraja–Bali pada 03 September 1967.Pendidikan Sarjana diselesaikan pada tahun 1989 pada JurusanSosial Ekonomi Pertanian Universitas Brawijaya Malang(UNIBRAW) dengan predikat cum laude. Sejak tahun 1991hingga 1998, penulis menjadi dosen di Politeknik PertanianUniversitas Jember (sekarang Politeknik Negeri Jember).

Pengembangan Komunikasi Administrasi Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desayang Tanggap Gender

63

Pada tahun 1991 hingga 1992, penulis mengikuti pendidikan dan latihan pada PolytechnicEducation Consortium of Agriculture (PEDCA) Universitas Padjadjaran. Pada tahun 1995,penulis menempuh Program Master pada School of Agriculture and Rural Development,University of Western Sydney dengan bea siswa dari Pemerintah Australia (AusAID, duluAIDAB), dan pada tahun 1997 penulis tamat dari Program Master tersebut. Sejaktahun 1998 hingga kini, penulis menjadi dosen pada Jurusan Sosial Ekonomi Perikanandan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.Program Doktor di bidang Penyuluhan Pembangunan diselesaikan penulis pada tahun2006 dari Institut Pertanian Bogor dengan disertasi “Pengembangan Masyarakat Pesisirberdasarkan Kearifan Lokal.” Saat ini penulis mengajar pula di Sekolah PascasarjanaIPB pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan.

Penulis aktif pada berbagai kegiatan ilmiah antara lain Ketua Peneliti Penelitian DasarDIKTI DEPDIKNAS (2005) dan Hibah Bersaing Perguruan Tinggi DEPDIKNAS(2002-2004), Anggota Tim Studi Tata Ruang Nasional Wilayah Pesisir dan LautSulawesi (2002), Anggota Tim Studi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu diDKI Jakarta (2002). Selain itu, Penulis sering memfasilitasi berbagai lembaga dalamPelatihan tentang Partisipasi Publik dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (2003,2004), Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut(2004), dan Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan (2005, 2006) yang diselenggarakanoleh berbagai Departemen dan Pemerintah Daerah. Penulis terpilih sebagai PenyajiPoster Terbaik Bidang Ilmu Sosial pada Presentasi Hasil Penelitian Hibah Bersaing Xtahun 2005 yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS,dan Finalis Sayembara Karya Tulis “Menuju Indonesia Sejahtera: Upaya KonkretPengentasan Kemiskinan” tahun 2005 yang diselenggarakan oleh Penerbit PustakaLP3ES Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri)dan Harian KOMPAS. Sejak tahun 2005, penulis diberi amanah sebagai Ketua DivisiGender dan Pembangunan, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, LPPM,Institut Pertanian Bogor