PROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
-
Upload
nur-arifaizal-basri -
Category
Education
-
view
523 -
download
3
Transcript of PROJECT DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
PROJECT
DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester 1 mata kuliah Dasar-Dasar
Bimbingan Dan Konseling
Dosen Pengampuh : Muwakhidah, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
Kelas A1 2014
Nur Arifaizal Basri (14-500-0011)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2015
1
BAB I
PERKEMBANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI
AMERIKA DAN DI INDONESIA
Perkembangan BK di Amerika
Di pelopori oleh Frank Parson
dan Jesse M Devis (1908)
Biro Guidance
Movement
BK di era perang dunia I
(1914-1934)
Pengenalan dan pengembangan
tes psikoogis dan gerakan
kesehatan mental
Masuknya BK di
jenjang pendidikan
formal (akhir dekade
1920 atau awal dekade
1930-an)
Pihak
Perorangan atau
Pihak Industri
(swasta)
Pihak
Pemerintah
BK di era perang dunia II
(1935-1950)
Proses Membantu Individu-
individu membuat penyesuaian
hidup yang dibutuhkan
Perkembangan BK di Indonesia
Perkembangannya yang
dimulai dengan kegiatan
di sekolah
Pihak Pemerintah
(1962)
Organisasi IPBI dan
berubah menjadi
ABKIN pada tahun
2001
Sekolah yang pertama
membuka jurusan BP
adalah IKIP Bandung
dan IKIP Malang
(1963)
Lahir kurikulum
SMA Gaya baru
dalam melaksanakan
BP (1964)
Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) dalam
penataan BP pada Kurikulum
1975
Pada kurikulum
1984 nama BP
berubah menjadi BK
Pada kurikulum 1994
tugas BK sudah jelas
yang tertuang dalam
SK Menpan
No.84/1993
Pada kurikulum 2004
tugas BK untuk
pengembangan diri pada
siswa
Pada
kurikulum
2006
Pengembangan
diri siswa
2
PERKEMBANGAN BK
DI AMERIKA DAN DI INDONESIA
A. Perkembangan BK di Amerika
Awal mula lahirnya BK di Amerika yaitu ketika Frank Parson membuka
Biro pekerjaan yang bernama guidence movement yang bertujuan membantu para
pemuda untuk memilih karir yang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah.
Menurut Frank Parson ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam
memilih pekerjaan yaitu pemahaman yang jelas tentang diri sendiri, batasan dan
hal lainnya. Pemahaman yang jelas tentang dunia kerja yang menyangkut
persyaratan dan peluang. Penalaran yang benar berdasarkan hubungan antara
karakteristik pribadi dengan dunia kerja (Yusuf, 2009:88). Sedangkan di sumber
kedua dari Frank Parson, 1951 dalam Prayitno (2009:93) mengemukakan bahwa
bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,
mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapatkan kemajuan
dalam jabatan yang dipilihnya itu. Dari pernyataan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melakukan bimbingan bertujuan untuk melakukan
proses bantuan kepada individu dalam memilih suatu pekerjaan atau karir dengan
memperhatikan kemampuan individu tersebut. Layanan bimbingan di Amerika
Serikat mulai diberikan oleh Jesse B. Davis pada sekitar tahun 1898-1907. Beliau
bekerja sebagai konselor sekolah menengah di Detroit. Dalam waktu sepuluh
tahun, ia membantu mengatasi masalah-masalah pendidikan, moral, dan jabatan
siswa.
Dalam era perang dunia pertama tahun 1914-1934 pihak militer mencari
piranti yang bisa mengukur dan mengklarifikasi para wamil, sebuah tim peneliti
yang ditugaskan membentuk tes untuk diaplikasikan sekejap kepada ribuan wamil
yang dipadukan dengan jenis-jenis teknik psikometrik. Selain itu program
bimbingan yang mulai muncul dengan frekuensi yang tinggi di jenjang SMP dan
SMA sejak tahun 1920-an, selain jenjang SMP dan SMA, gerakan konseling
untuk SD tampaknya juga dimulai di akhir dekade 1920-an. Menurut Hoyt, 1993
dalam Gibson (2011:15) pembalikan label populer ini dimulai sejak 1931 melalui
workbook in vocations, buku yang ditulis proctor, Benefield dan Wrenn. Tiga
3
penulis ini melihat fakta yaitu karena psikologi banyak terlibat di dalam gerakan
bimbingan ini
Dalam era perang dunia kedua pada tahun 1935-1950 gerakan bimbingan
terus berkembang luas bahkan menjadi topik yang makin populer sampai-sampai
beberapa kampus ikut mengadopsinya. Dalam asosiasi guru-guru negara bagian
new york menerbitkan laporan di tahun 1935 yang mendefiniskan konsep
bimbingan dari gerakan ini sebagai proses membantu individu-individu membuat
penyesuaian hidup yang d butuhkan (Gibson, 2011:15).
B. Perkembangan BK di Indonesia
Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan di
Amerika, seperti yang tertera pada uraian di atas. Perkembangan BK di Amerika
dimulai dari usaha perorangan atau pihak swasta, kemudian berangsur-angsur
menjadi usaha pemerintah. Sedangkan di Indonesia perkembangannya dimulai
dengan kegiatan di sekolah dan usaha-usaha pemerintah.
Pada periode tahun sebelum 1960-1970an Bimbingan dan konseling
secara formal dibicarakan oleh para ahli. Tetapi di Yogyakarta pada tahun 1958
Dr Tohari Mustamar , dosen IKIP Yogyakarta (sekarang Prof. Dr. Tohari
Mustamar) telah mempelopori melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah,
untuk pertama kali di SMA teladan Yogyakarta. Sedangkan pada tahun 1960
diadakan konferensi FKIP seluruh Indonesia yang diselenggarakan di malang,
memutuskan bahwa bimbingan dan konseling dimasukan dalam kurikulum FKIP,
setelah itu sukses dengtan diluluskannya sejumlah sarjana BP.
Yusuf (2009:96) mejelaskan bahwa Kurikulum 1975 menyatakan
bimbingan dan penyuluhan di tekankan dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun
1975 berdiri ikatan petugas bimbingan dan konseling (IPBI) di malang. Pada
kurikulum 1984 lebih difokuskan pada bidang bimbingan karir.
Pada Kurikulum 2004 diharapkan mendapat hasil yang memadai seperti
membekali peserta didik atau siswa dengan ketrampilan (skill)/ kecakapan hidup.
Pada kurikulum 2006 di fokuskan pada pengembangan diri siswa.
4
DAFTAR LITERATUR
Yusuf, Syamsu. Nurihsan, A. Juntika. 2009. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prayitno. Amti, Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5
BAB II
LANDASAN-LANDASAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Landasan Pelayanan
Bimbingan Dan Konseling
Landasan
Pedagogis
Landasan
Sosial-Budaya
Landasan
Yuridis
Landasan
Psikologis
Landasan
Filosofis
Landasan
Religius
6
LANDASAN-LANDASAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan bimbingan dan konseling agar dapat berdiri tegak sebagai
sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi
kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas
landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan
psikologis; (3) landasan sosial-budaya, (4) landasan yuridis, (5) landasan relegius,
dan (6) landasan pedagogis. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam
praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu
memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam
melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
A. Landasan Filosofis
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau
tindakan yang diharapakan merupakan tindakan yang bijaksana. Para penulis barat
telah banyak yang mencoba untuk memberikan deskripsi tentang hakikat manusia
antara lain Alblaster dan Lukes, 1971. Thompson dan Rudolph, 1983 dalam
Prayitno (2009:140) tentang manusia adalah makhluk rasional yang mampu
berpikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
Dari penjelasan di atas maka dapat di pahami apabila Landasan filosofis
berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia, dikaitkan dengan proses
layanan bimbingan dan konseling.
B. Landasan Religius
A.A. Briel dalam Yusuf (2009:144) menjelaskan bahwa landasan religius
dalam bimbingan dan konseling mengimplementasikan bahwa konselor sebagai
pemberi bantuan yang dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama
dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut khususnya
dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Dari pemaparan di atas maka bisa dipahami bahwa sikap yang mendorong
perkembangan dan kehidupan manusia berjalan ke arah yang sesuai dengan
7
kaidah-kaidah agama, dan upaya yang memungkinkan berkembang dan
dimanfaatkannya secara optimal.
C. Landasan psikologi
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Peserta didik
sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan,
disamping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam
sikap dan tingkah lakunya. Disiplin psikologi sudah menjadi salah satu ilmu yang
paling berkaitan dengan profesi konseling sejak kemunculannya (Gibson,
2011:382).
Menurut Havighurts, 1968 dalam Prayitno (2009:161) tugas
perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
kehidupan seseorang yang kesuksesan penyelesaiannya akan mengantarkan orang
tersebut ke dalam kebahagiannya.
Sementara Wasty Soemanto, 1983 dalam Yusuf (2009:175) berpendapat
bahwa lingkungan itu dapat diartikan secara fisiologisyang meliputi segala
kondisi dan material jasmaniah, psikologis yang mencakup stimulasi yang
diterima individu mulai masa konsepsi, kelahiran, sampai mati, seperti sifat-sifat
genetik.
Dari penjelasan yang di paparkan oleh beberapa para ahli maka dapat
disimpulkan apabila landasan psikologis adalah untuk memperkenalkan tingkah
laku individu yang masih dalam proses perkembangan dan senantiasa akan
memngalami berbagai proses perkembangan.
D. Landasan Sosial-Budaya
Manusia tidak bisa hidup sendiri, dimanapun manusia membutuhkan
bantuan dan senantiasa membentuk kelompok, dalam mengatur kelompok itu
manusia harus bisa mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing individu.
Dari Pedersen, 1976 dalam Prayitno (2009:173) menjelaskan bahwa
proses bimbingan dan konseling yang bersifat antarbudaya berasal dari latar
belakang yang berbeda sangat peka terhadap pengaruh dari sumber-sumber
8
hambatan komunikasi. Perbedaan dalam ras atau etnik, kelas sosial, kelas
ekonomi dan pola bahasa yang menimbulkan masalah dalam hubungan konseling.
Masalah lain sebagai dampak negatif dari kehidupan modern ini adalah
semakin kompleknya jenis-jenis dan syarat-syarat pekerjaan, jenis dan pola
kehidupan, jenis dan kesempatan pendidikan, persaingan antarindividu (Yusuf,
2009: 118).
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan apabila landasan sosial-
budaya adalah seorang konselor bisa menerima konseli tanpa memandang ras,
etnik, agama, dan lain-lain.
E. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis adalah upaya pendidikan sebagai pengembangan
manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan.
Belkin, 1975 dan borders dan drury, 1992 dalam Prayitno (2009:183)
mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah juga
tetap mengacu pada upaya pendidikan. Sedangkan menurut Crow & Crow, 1960
dalam Prayitno (2009: 183) berpendapat bahwa bimbingan menyediakan unsur-
unsur di luar individu yang dapat dipergunakannya untuk perkembangan diri.
Dari pemaparan di atas maka dapat dipahami apabila landasan pedagogis
adalah sebuah upaya pendidikan dalam pengembangan potensi kemampuan
individu tersebut.
F. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan suatu keputusan yang sudah mempunyai hak
dan kewajiban yang sudah di atur dalam undang-undang dan memiliki pelayanan
untuk peserta didik antara konseli dan konselor. Sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Indonesia tentang pelayanan BK.
9
DAFTAR LITERATUR
Yusuf, Syamsu. Nurihsan, A. Juntika. 2009. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prayitno. Amti, Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
10
BAB III
HAKIKAT DAN URGENSI
BIMBINGAN DAN KONSELING
Hakikat Bimbingan
Dan Konseling
Pengertian
Bimbingan dan
Konseling
Tujuan
Bimbingan
dan
Konseling
Pengertian dari
Bimbingan
Hubungan
persamaan dan
perbedaan
bimbingan dan
konseling
Pengertian dari
Konseling
Urgensi Bimbingan
dan Konseling
Dalam Penyelenggaraan bimbingan dan
konseling harus memperhatikan asas-asas
yang mendasari tugas-tugas BK
Fokus pada
pengembangan
siswa
Mencapai tujuan
pendidikan nasional
Memperkuat fungsi-
fungsi pendidikan
11
HAKIKAT DAN URGENSI
BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Hakikat Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling sangatlah penting dalam dunia
pendidikan khususnya kepada siswa yang sedang berada dalam proses
berkembang ke arah kematangan atau kemandirian untuk mencapai itu semua
maka siswa memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki
pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya.
Bernard dan fulmer, 1969 Dalam Prayitno (2009:94)
mengemukakan bahwa bimbingan adalah segala sesuatu kegiatan yang
bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu. Sementara
chiskolm,1959 dalam Prayitno (2009:94) mengemukakan bimbingan
membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi
tentang dirinya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada
prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri,
menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,
menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku
Jones dalam Prayitno (2009:100) berpendapat bahwa Konseling
adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua
pengalaman siswa di fokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi
sendiri oleh orang yang bersangkutan. Sedangkan Gibson (2011:241)
menjelaskan bahwa para konselor harus bisa memahami proses
konseling dan tanggung jawabnya di dalam proses konseling tersebut.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling
adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien
dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau
masalah khusus.
12
Bimbingan dan konseling adalah pemberian bantuan kepada
siswa yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan siswa
tersebut (Supriatna, 2011:30).
Sejalan dengan perkembangannya bimbingan dan konseling,
maka tujuan bimbingan dan konseling mengalami perubahan dari yang
sederhana sampai ke yang lebih komprehensif. Bimbingan dan
konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar memiliki
kemampuan dalam mengembangkan potensinya (Supriatna, 2011:65).
Program bimbingan dan konseling sekolah dirancang untuk melayani
kebutuhan perkembangan dan penyesuaian kebutuhan semua anak muda
(Gibson, 2011:58).
Dari penjelasan di atas dapat di pahami bahwa bimbingan dan
konseling bertujuan untuk membantu individu (siswa) agar memperoleh
pencerahan diri (intelektual, emosional, sosial dan moral spiritual) sehingga
mampu menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif serta mampu mencapai
kehidupannya yang bermakna (produktif dan konstributif), baik bagi dirinya
sendiri maupun orang lain atau masyarakat.
Persamaan antara bimbingan dan konseling terletak pada tujuannya yang
hendak dicapai yaitu sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, sama-
sama diterapkan di program persekolahan, dan sama-sama mengikuti norma-
norma yang berlaku di masyarakat tempat kedua kegiatan tersebut
diselenggarakan. Dengan kata lain, bimbingan itu merupakan satu kesatuan
dengan konseling yang mana konseling berada dalam kesatuan bimbingan
tersebut, sedangkan Perbedaan bimbingan dan konseling terletak pada isi kegiatan
dan tenaga yang menyelenggarakannya. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak
menyangkut tentang usaha pemberian informasi dan kegiatan pengumpulan data
siswa dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan. Sedangkan konseling
merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang
manusia yaitu konselor dan konseli.
13
B. Urgensi Bimbingan Dan Konseling
Urgensi BK di sekolah akan semakin dirasa perlu jika pelayanan BK
tersebut mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap upaya memperkuat
fungsi-fungsi pendidikan. BK sebagai salah satu sub-bidang dari bidang
pembinaan di sekolah mempunyai fungsi yang khas bila dibandingkan dengan
sub-bidang lainnya meskipun semua sub-bidang tersebut merupakan pelayanan
khusus kepada siswa. Fungsinya yang khas bersumber dari corak pelayanan yang
bersifat psikis. Peranan BK di sekolah untuk mengembangkan diri dan potensi
klien secara optimal menuntut pelaksanaan BK di sekolah secara efektif dan
efisien serta pembinaan dan pengembangan sesuai dengan ketentuan dan pedoman
yang berlaku.
Supriatna (2011:32) menjelaskan bahwa Peran guru BK dalam dunia
pendidikan juga sangat diperlukan karena diharapkan akan mampu membawa
peserta didik sampai pada standar kemampuan profesional dan akademis, juga
perkembangan diri yang sehat dan produktif.
Prayitno (2009:31) menjelaskan bahwa Pembangunan pendidikan nasional
indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dalam menghadapi
tantangan perubahan masyarakat dan modernisasi.
Dari pemaparan para ahli maka dapat disimpulkan bahwa Peranan
bimbingan dan konseling disekolah ialah mempelancar usaha-usaha sekolah
dalam memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. Usaha untuk memperkuat fungsi-
fungsi pendidikan ini sering mengalami hambatan, dan ini terlihat pada anak-anak
didik. Mereka tidak bisa mengikuti program pendidikan disekolah karena mereka
mengalami masalah, kesulitan ataupun ketidakpastian. Disinilah letak peranan
bimbingan dan konseling, yaitu untuk memberikan bantuan untuk mengatasi
masalah tersebut sehingga anak-anak dapat belajar lebih berhasil.
14
DAFTAR LITERATUR
Prayitno. Amti, Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
15
BAB IV
KOMPONEN PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
layanan Dasar layanan
Responsif
layanan
Perencanan
Individual
Dukungan
Sistem
Komponen-Komponen Program
Bimbingan Dan Konseling
Pengembangan
profesional,
konsultasi,
kolaborasi, kegiatan
manajemen
Peserta Didik
16
KOMPONEN-KOMPONEN PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Peserta didik sebagai individu yang sedang berada dalam proses
berkembang yaitu berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Untuk
mencapai kematangan maka peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang memiliki pemahaman dan wawasan tentang dirinya dan
lingkungannya. Adapun komponen program BK ada 4 yaitu layanan dasar,
layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem. Masing-
masing komponen akan dijelaskan sebagai berikut:
A. Layanan Dasar
Layanan dasar dalam bimbingan adalah sebuah layanan bantuan pada
siswa dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensi dirinya secara
optimal, sebagaimana yang di jelaskan oleh Supriatna (2011: 67) Layanan ini
bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar
hidupnya.
Gibson (2011:44) menjelaskan Manusia memiliki potensi sangat besar
untuk tumbuh dan berkembang melebihi spesies lain, otak manusia akan tumbuh
tiga kali lipat dalam ukuran dan berpuluh kali lipat dalam kemampuan ketika anak
bertumbuh-kembang.
Patmonodewo (2000:20) menjelaskan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang di konsumsi
tubuh tetapi pertumbuhan anak tidak hanya di pengaruhi oleh makanan tetapi juga
proses sosial.
Dengan perkataan lain, pertumbuhan tidak hanya di pengaruhi oleh jumlah
kualitas makanan tetapi juga di pengaruhi oleh perkembangan psikologis, sosial,
dan kualiatas anak dengan bebas stres.
17
B. Layanan Responsif
Supriatna (2011: 67) menjelaskan layanan responsif adalah untuk
membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini,
atau siswa mengalami hambatan atau kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya.
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Layanan ini
merupakan sebuah bantuan pertolongan pada siswa dengan segera.
C. Layanan Perencanaan Individual
Layanan ini dapat diartikan sebagai layanan bantuan kepada siswa agar
mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya, berdasarkan
pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya.
Supriatna (2011:68) mengemukakan bahwa layanan ini bertujuan
membimbing seluruh siswa agar memiliki kemampuan untuk merumuskan tujuan,
perencanaan, atau pengelolaan terhadap pengembangan dirinya, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
Dari pemaparan diatas maka dapat di pahami bahwa layanan perencanaan
individual merupakan layanan bantuan kepada siswa untuk merumuskan tujuan
dan mampu melaksanakan perecanaan masa depannya.
D. Dukungan Sistem
Ketiga komponen program adalah sebuah pemberian layanan BK kepada
para siswa secara langsung, sedangkan dukungan sistem merupakan bantuan
kepada siswa, atau memfasillitasi kelancaran perkembangan siswa.
Supriatna (2011:68) berpendapat bahwa program ini memberikan
dukungan kepada guru bimbingan konseling dalam rangka mempelancar
penyelengaraan ketiga program layanan tersebut.
Pengembangan profesional merupakan suatu usaha untuk pengetahuan dan
keterampilannya. Sedangakan pemberian konsultasi dan kolaborasi dengan guru,
orang tua, staf sekolah dan lainnya untuk memperoleh informasi dan umpan balik
tentang layanan bantuan yang telah diberikannya kepada para siswa.
18
Supriatna (2011:75) mengemukakan bahwa manajemen program adalah
suatu layanan bimbingan dan konseling yang akan tercapai apabila memiliki suatu
sistem pengelolaan yang bermutu dalam arti dilakukan secaea jelas, sistematis,
dan terarah.
Dari berbagai penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dukungan
sistem adalah sebuah layanan yang memiliki pengelolaan program yang bermutu
dalam memenuhi kebutuhan siswa.
19
DAFTAR LITERATUR
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
20
BAB V
PEMETAAN TUGAS KONSELOR DALAM JALUR
PENDIDIKAN FORMAL
Jenjang TK/
SD
Jenjang SMP
Jenjang Pendidikan Tinggi
Jenjang SMA TUGAS
KONSELOR
21
PEMETAAN TUGAS KONSELOR DALAM JALUR
PENDIDIKAN FORMAL
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang
telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling
berada dalam konteks tugas koselor yaitu kawasan pelayanan yang bertujuan
memandirikan individu secara utuh dan optimal dalam menavigasi perjalanan
hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang
terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir
untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi
warga masyarakat yang peduli melalui pendidikan.
A. Jenjang TK/ SD
Di dalam Permendikbud (2014:111) menjelaskan bahwa konselor harus
melakukan pelayanan dan konsultasi yang memerlukan alokasi waktu untuk
pelaksanaan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam perilaku anak didik yang
mengganggu.
Supriatna (2011:18) berpendapat jika menjadi konselor yang efektif perlu
mengenal diri sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan
konseling, serta menguasai proses konseling.
Sekolah dasar merupakan lembaga sosialisasi terkuat didalam
perkembangan manusia. Menurut Gibson (2011:87) konselor harus menyediakan
bimbingan kelas untuk meningkatkan pembelajaran dan kesiapan menjalani
kehidupan siswa.
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa Kegiatan konselor di
jenjang TK dan SD dilaksanakan untuk memberikan layanan konsultasi kepada
guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku yang mengganggu
(disruptive) siswa.
B. Jenjang SMP
Supriatna (2011:62) menjelaskan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang konselor adalah kemampuan mengelola program BK. Di
22
dalam permendikbud (2014:111) Konselor membantu konseli untuk memahami
dirinya dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik.
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa konselor dapat
berperan secara maksimal dalam memfasilitasi konseli mengaktualisaikan potensi
yang dimilikinya secara optimal.
C. Jenjang SMA
Gibson (2011:99) memaparkan tugas konselor adalah untuk mengarahkan
siswa kepada karir, menyiapkan mental siswa menuju dunia kerja dan mendorong
siswa yang unggul. Sedangkan dari Permendikbud (2014:111) tugas konselor
untuk membantu dan memfasilitasi perkembangan siswa dan afektivitasnya.
Dari penjelasan di atas maka bisa disimpulkan jika konselor adalah sebuah
proses pemberian bantuan untuk memfasilitasi dalam perkembangan siswa untuk
masa depannnya.
D. Jenjang Pendidikan Tinggi
Pendapat dari Gibson (2011:105) para konselor pendidikan tinggi lebih
banyak terlibat dalam aktivitas loka-karya, seminar, kelompok studi, konseling
pribadi, pelatihan kepemimpinan, dan aktivitas kampus. Dari pemaparan tersebut
maka dapat diartikan bahwa tugas konselor di pendidikan tinggi lebih
memfokuskan pada pemantapan karir konseli.
23
DAFTAR LITERATUR
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Permendikbud no. 111 Tahun 2014. 2014. Tentang Penyelenggara layanan
bimbingan dan konseling dan pihak yang dilibatkan. Jakarta: Departemen
pendidikan dan kebudayaan.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
24
BAB VI
BIMBINGAN DAN KONSELING
UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN BERBAKAT
SAMA PEMINATAN DALAM KURIKULUM 2013
Keberadaan anak
berkebutuhan khusus
di sekolah
Kualifikasi anak
berkebutuhan khusus
Posisi Bk untuk anak
berkebutuhan khusus
- Anak keterbelakangan mental
(tuna Grahita)
- Anak ketidakmampuan belajar
- Anak yang mengalami
ganguan emosional (tuna laras)
- Anak yang mengalami
gangguan bahasa.
- Anak yang mengalami
gangguan pendengaran (tuna
rungu)
- Anak yang mengalami
gangguan penglihatan (tuna
netra)
- Anak yang mengalami
kelainan fisik (tuna daksa)
(a). Siswa dengan kecerdasan
dan kemampuan tinggi;
(b), Siswa yang mengalami
kesulitan belajar dan
(c) Siswa dengan perilaku
bermasalah.
Anak Berbakat
Pendidikan anak
berbakat
Pentingnya konseling
untuk anak berbakat
Peminatan BK dalam
implementasi K13
Peran dan fungsi
K13
Memfasilitasi Advokasi dan
Aksesibilitas.
25
BIMBINGAN DAN KONSELING
UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN BERBAKAT
SAMA PEMINATAN DALAM KURIKULUM 2013
Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling bagi anak pada
umumnya sangat diperlukan apalagi bagi anak berkebutuhan khusus yang sudah
jelas memiliki apa yang disebut "hambatan perkembangan dan hambatan belajar".
Layanan bimbingan dan konseling harus memperhatikan atau lebih terfokus pada
hambatan-hambatan yang sudah nyata dialami oleh mereka agar memperoleh
solusi atau jalan keluar yang baik dalam mengantisipasi atau menuntaskan
hambatan yang mereka alami.
Sudewo (2011:11) mengatakan bahwa karakter merupakan kumpulan dari
tingkah laku baik dari seorang anak manusia. Tingkah laku ini merupakan
perwujudan dari kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya mengemban
amanah dan tanggung jawab
Simak kembali apa yang dikatakan oleh Sudewo (2011:11), dalam
pembentukan kualitas manusia, peran karakter tidak dapat disisihkan.
Sesungguhnya karakter inilah yang menempatkan baik tidaknya seseorang. Posisi
karakter bukan jadi pendamping kompetensi melainkan jadi dasar , ruh, atau jiwa
orang tersebut. Tanpa karakter, „peningkatan diri‟ dari kompetensi bisa liar,
berjalan tanpa rambua dan aturan.
Sijabat (2011: 12) menyamakan antara karakter dan watak, beliau
mengatakan bahwa watak adalah sifat, tabiat, atau kebiasaan dalam diri dan
kehidupan manusia, yang sudah begitu tertanam dan berurat akar serta telah
menjadi ciri khas diri kita sendiri (personalitis). Karena itu apakah dilihat orang
lain atau tidak, kita akan memperlihatkan perangai itu (konsisten). Bila dilihat
orang maupun tidak, misalnya kita selalu bertanggung jawab, rajin, bersih, teratur,
sopan, ramah, sabar, ulet, dan kerja keras.
Asperger, diambil dari seorang dokter berkebangsaan Austria, Hans
Asperger (1944) yang menerbitkan sebuah makalah tentang pola perilaku anak
laki-laki yang memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang
normal, tetapi memperlihatkan perilaku yang mirip autisme serta mengalami
26
kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan berkomunikasi serta
mengalami kesulitan jika terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal yang sama
secara berulang-ulang. Penyandang asperger memiliki perasaan yang terlalu
sensitif terhadap suara, rasa, penciuman, dan penglihatan, sehingga mereka lebih
menyukai pakaian yang lembut, makanan tertentu, dan merasa terganggu dengan
keributan atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar
dan melihatnya (Prasetyono, 2008: 83-85).
Untuk anak berkebutuhan khusus pendidikan karakter dapat diberikan
melalui pendidikan karakter sederhana seperti bina diri anak dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, misalnya, sopan santun dalam berucap kata, memakai
pakaian, menerima dan memberi dengan tangan kanan, serta sosialisasi mereka
dengan teman-teman atau lingkungan. Hal-hal seperti inilah yang semestinya
diperhatikan dan diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, agar mereka
dapat hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitar mereka.
Bina diri anak ini bukan hanya dilakukan satu sampai dengan lima kali
saja melainkan terus diberikan secara berulang-ulang sampai anak berkebutuhan
khusus tersebut dapat melaksanakan perilaku tersebut dengan sendirinya tanpa
harus di awasi oleh guru ataupun orangtua. Dengan demikian mereka dapat
menyadari siapa dirinya dan apa yang perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga karakter dasar tersebut terbentuk dalam diri anak-anak
berkebutuhan khusus.
Untuk anak berkebutuhan khusus pendidikan karakter dapat diberikan
melalui pendidikan karakter sederhana seperti bina diri anak dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, misalnya, sopan santun dalam berucap kata, memakai
pakaian, menerima dan memberi dengan tangan kanan, serta sosialisasi mereka
dengan teman-teman atau lingkungan. Hal-hal seperti inilah yang semestinya
diperhatikan dan diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, agar mereka
dapat hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitar mereka.
Pemfasilitasian secara maksimal pengembangan potensi konseli berbakat
khusus tidak dapat dilakukan sendirian oleh konselor atau oleh psikolog, akan
tetapi harus dengan peran serta dari guru mata pelajaran yang jauh lebih besar,
bahkan mungkin juga diperlukan peran serta dari dosen mata pelajaran di jenjang
27
perguruan tinggi, seperti yang misalnya diluncurkan dalam program pembinaan
potensi luar biasa konseli di bidang matematika pada jenjang Sekolah Menengah
melalui Proyek MPS (Mathematically Precocious Students) (rambu-rambu
penyelenggaraan BK, 2007).
Untuk mengetahui bakat setiap orang maka yang diperlukan adalah
memberi beberapa tes kepada peserta didik, menurut Gibson (2011:358) kita
harus menguji perbedaan-perbedaan halus yang memilahkan ukuran kecerdasan
dari ukuran bakat. Dari penjelasan tersebut maka dapat dipahami apabila untuk
mengukur bakat peserta didik maka dapat dilakukan dengan memberi beberapa tes
yaitu tes kecerdasan, tes bakat, tes bakat khusus, dan lain-lain.
peminatan adalah sebuah proses yang akan melibatkan serangkaian
pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas
pemahaman potensi diri dan peluang yang ada di lingkungannya. Dilihat dari
konteks ini maka bimbingan dan konseling adalah “wilayah layanan yang
bertujuan memandirikan individu yang normal dan sehat dalam menavigasi
perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan termasuk yang terkait
dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karier untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga
masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the Common Good) melalui
(upaya) pendidikan.” (Implementasi Program Bimbingan Dan Konseling Dalam
Kurikulum 2013)
Kurikulum 2013 menghendaki adanya diversifikasi layanan, jelasnya
layanan peminatan. Bimbingan dan konseling berperan melakukan advokasi,
aksesibilitas, dan fasilitasi agar terjadi diferensiasi dan diversifikasi layanan
pendidikan bagi pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir peserta didik.
Untuk itu kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru mata
pelajaran perlu dilaksanakan dalam bentuk:
(1) memahami potensi dan pengembangan kesiapan belajar peserta didik,
(2) merancang ragam program pembelajaran dan melayani kekhususan kebutuhan
peserta didik, serta
(3) membimbing perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karir.
28
DAFTAR LITERATUR
Prasetyono, D.S. 2008. Serba-serbi Anak Autis. Yogyakarta: Diva Press
Sijabat, B.S. 2011. Membangun Pribadi Unggul Suatu Pendekatan Teologis
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: ANDI Offset.
Sudewo, Ari. 2011. Best Practice Character Building Menuju Indonesia Lebih
Baik. Jakarta: Republika
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2013.
Implementasi Program Bimbingan Dan Konseling Dalam Kurikulum 2013.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
29
BAB VII
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DALAM JALUR
PENDIDIKAN FORMAL
Ciri Khas Ekspektasi Kinerja
Konselor Disetiap Jenjang
Pendidikan Formal
Jenjang
TK/SD
Jenjang
SMP
Jenjang
SMA Jenjang
PT
Menurut
ABKIN
30
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DALAM JALUR
PENDIDIKAN FORMAL
Konselor sekolah adalah konselor yang mempunyai tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap sejumlah
peserta didik. Berikut ini digambarkan secara umum perbedaan ciri khas
ekspektasi kinerja konselor di setiap jenjang pendidikan.
A. Jenjang TK/SD
Dalam Rambu-rambu (2007) menjelaskan bahwa pada jenjang ini fungsi
bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Secara
pragmatik, komponen kurikulum pelaksanaan dalam bimbingan konseling yang
perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan
alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Gibson (2011:83) menjelaskan bahwa karakteristik siswa dan sekolah di
tingkatan prasekolah atau di tingkatan dasar ini memerlukan pengorganisasian
program yang berbeda dari program konseling di sekolah menengah dan lebih
tinggi.
Dalam Permendikbud (2014:111) Penyelenggara layanan bimbingan dan
konseling di SD/MI/SDLB adalah konselor atau guru bimbingan dan konseling.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan di
tingkat TK/SD harus diberikan sesuai dengan kebutuhan dan memberi bekal
kemampuan dasar pada peserta didik.
B. Jenjang SMP
Dalam Permendikbud (2014:111) Layanan Bimbingan dan Konseling
adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang
dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi
perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian, dalam wujud
kemampuan memahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan
31
merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam kehidupannya.
C. Jenjang SMA
Dalam Permendikbud (2014:111) menjelaskan tentang:
1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling diMA/MA/SMALB/SMK
/MAK adalah konselor atau guru bimbingan dan konseling.
2. Setiap satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK diangkat sejumlah
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan rasio 1:(150-160) (satu
konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150-160 orang peserta
didik/konseli).
3.Setiap Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK, diangkat
koordinator bimbingan dan konseling yang berlatar belakang minimal Sarjana
Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus
pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor; atau minimal
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling.
D. Jenjang Pendidikan Tinggi
Dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK (2007) menjelaskan bahwa Di
jenjang perguruan tinggi, konseli telah difasilitasi baik penumbuhan karakter serta
penguasaan hard skills maupun soft skills lebih lanjut yang diperlukan dalam
perjalanan hidup serta dalam mempersiapkan karier.
Oleh karena itu, di jenjang Perguruan Tinggi pelayanan Bimbingan dan
Konseling lebih difokuskan pada pemantapan karir, sebisa mungkin yang paling
cocok baik dengan rekam jejak pendidikannya maupun kebutuhan untuk
mengakutalisasikan dirinya sebagai pribadi yang produktif, sejahtera serta
berguna untuk manusia lain.
32
DAFTAR LITERATUR
Permendikbud no. 111 Tahun 2014. 2014. Tentang Penyelenggara layanan
bimbingan dan konseling dan pihak yang dilibatkan. Jakarta: Departemen
pendidikan dan kebudayaan.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
33
BAB VIII
KEUNIKAN DAN KETERKAITAN TUGAS GURU DAN
KONSELOR BEBERAPA KESALAHPAHAMAN BK
Keunikan dan
keterkaitan tugas
guru dan konselor
Wilayah gerak pada
guru dan konselor di
pendidikan formal
Tujuan Umum Fokus Kegiatan
Guru Konselor Konselor Guru
Pada Mata
pelajaran
Layanan
bimbingan
Pada
pengembangan
siswa
Pada bidang
studi
Kesalahpahaman
dalam BK
Tejadi dalam ruang
lingkung pendidikan
formal
Kurang
mengertinya
personil
sekolah kepada
peranan BK
Konselor yang bukan
lulusan di jurusan BK
34
KEUNIKAN DAN KETERKAITAN TUGAS GURU DAN
KONSELOR BEBERAPA KESALAHPAHAMAN BK
A. Keunikan Dan Keterkaitan Tugas Guru Dan Konselor
Dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK (2007) menjelaskan bahwa
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat
pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya, dan masalah yang
ditangani konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila itu
terkait dengan proses pembelajaran bidang studi.
Gibson (2011:528) menjelaskan bahwa keahlian konselor dalam teori
perkembangan yang dikombinasikan dengan pengetahuan guru dengan metode
dan bahan intruksi menyediakan basis tim dalam perencanaan dan pembangunan
lingungan belajar yang produktif.
B. Kesalahpahaman BK
Prayitno (2009:121) menjelaskan beberapa kesalahpahaman yang sering
dijumpai dilapangan antara lain sebagai berikut:
1. BK disamakan atau dipisahkan sama dari pendidikan
2. Menyamakan pekerjaan BK dengan pekerjaan dokter
3. BK dibatasi hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidential
4. BK dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
5. BK melayani orang sakit
6. Pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja
7. BK menangani masalah yang ringan
8. Petugas BK di sekolah diperankan sebagai polisi sekolah
9. BK dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat
10. BK bekerja sendiri harus bekeja sama dengan ahli atau petugas lain
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
12. Menganggap pekerjaan BK dapat dilakukan siapa saja
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
14. Memusatkan usaha BK hanya pada penggunaan instrumentasi
15. Menganggap hasil pekerjaan BK harus segera terlihat.
35
DAFTAR LITERATUR
Prayitno, Amti, Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
36
BAB IX
KERANGKA KERJA UTUH BIMBINGAN DAN KONSELING
PERENCANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Kerangka Kerja Utuh Bimbingan
Dan Konseling
Asesmen Lingkungan
Komponen Program Harapan Dan Kondisi
Lingkungan
Strategi Pelayanan
-Tugas perkem-
bangan (kompe-
tensi kecakapan
hidup nilai dan
moral).
- Tujuan BK
(penyadaran ako-
modasi tindakan)
- layanan dasar
- Layanan responsif
- Layanan perenca-
naan individual
- Dukungan sistem
- Pelayanan Orientasi
- Bimbingan Kelompok
- Kunjungan Rumah
- Kerja sama dengan
guru dan orang tua
- Konsultasi
- Evaluasi
- Pengembangan profesi
Harapan dan
kondisi konseli
Asesmen
perkembengan
konseli
37
Perencanaan Program BK
Tahapan penyusunan
program Bk
Studi kelayakan
Penyusunan
program BK
Konsultasi usulan
program
Penyediaan fasilitas
Pengadaan biaya
Pengorganisasian
program
Kriteria penilaian
keberhasilan
- Sarana dan fasilitas
- pengendalian pembiayaan yang
dibtuhkan
- Merumuskan masalah siswa
- Kemampuan yang dimiliki
konselor
Pihak-pihak yang terkait dalam
program BK (kepsek,waka,wali kelas)
- Penyediaan program
- Penyediaan instrumen
- Pembiayaan personel BK
- Biaya operasional guru/konselor
- biaya kegiatan penelitian
- pengembangan bidang BK
- Cara kerja
- Pola kerjanya
- Aspek pribadi
- Aspek sosial
- Aspek belajar
- Aspek karir
38
KERANGKA KERJA UTUH BIMBINGAN DAN KONSELING
PERENCANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Kerangka Kerja Utuh Bimbingan Dan Konseling
kerangka kerja utuh pelayanan bimbingan dan konseling harus dikelola
dengan baik sehingga berjalan secara efektif dan produktif. Fungsi manajemen
yang penting dijalankan dalam pelayanan bimbingan dan konseling meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut.
Gibson (2011:566) menjelaskan bahwa pentingnya manajemen,
pengembangan dan kepemimpinan pengorganisasian yang sudah diberikan
(minimal berdasarkan persiapan formalnya) bagi seni pengembangan dan
pengelolaan program konseling di berbagai lingkup.
Supriatna (2011:47) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk memahami
kebutuhan siswa adalah melalui pengukuran tugas-tugas perkembangannya.
Muro dan Kottman dalam Yusuf (2009:26) mengemukakan bahwa struktur
komponen program bimbingan dan konseling ada 4 yaitu: layanan dasar
bimbingan dan konseling, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan
dukungan sistem.
B. Perencanaan Program Bimbingan Dan Konseling
Perencanaan program BK hendaknya diselaraskan dengan hasil kajian atau
analisis tentang tujuan dan program BK. Dalam rambu-rambu penyelenggaraan
BK (2007) menjelaskan bahwa Penyusunan program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi
aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program tersebut.
Kegiatan asesmen ini meliputi (1) asesmen lingkungan, yang terkait dengan
kegiatan mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasah dan masyarakat (orang tua
peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan
kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah dan (2) asesmen
kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut karakteristik peserta
didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan,
motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan,
39
olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian;
atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah dapat disusun secara makro untuk 3-5 tahun,
Berdasarkan penjelasan diatas, program BK itu bersifat fleksibel (tilikan
Kontekstual), namun tetap idealis. Perumusan dalam kebutuhan berdasarkan hasil
asesmen, maka konselor perlu mengidentifikasi kebutuhan, tugas, perkembangan
peserta didik.
40
DAFTAR LITERATUR
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Yusuf, Syamsu. Nurihsan, Juntika. 2009. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
41
BAB X
STRATEGI IMPLEMENTASI PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Strategi Implementasi
Bimbingan Dan Konseling
Bimbingan klasikal Bimbingan Kelompok Kolaborasi Dengan Guru Mapel
Pelayanan bimbingan
yang dirancang untuk
melakukan kontak
langsung pada konseli
Proses bantuan yang
diberikan pada
kelompok orang
Membantu memecahkan
masalah
Strategi
Layanan Dasar
Layanan Perencanaan
Individual
Dukungan sistem
Layanan Responsif
42
STRATEGI IMPLEMENTASI PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen pelayanan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Strategi Layanan Dasar
1. Bimbingan Klasikal
Dalam rambu-rambu penyelenggaraan BK (2007) menjelaskan bahwa
program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung
dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan
pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini
bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa layanan dasar di
peruntunkan bagi semua siswa, kegiatan layanan ini melalui pemberian informasi
tentang barbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa.
2. Bimbingan Kelompok
Gibson (2011:275) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok mengacu
kepada aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi
atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisir.
Sedangkan menurut Supriatna (2011:71) menjelaskan bahwa bimbingan
kelompok adalah pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok-kelompok
kecil, bimbingan ini bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat siswa.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
kelompok merupakan sebuah bantuan kepada siswa lewat aktivitas kelompok
yang terencana untuk merepon kebutuhan dan minat siswa.
3.Kolaborasi Dengan Guru Mapel
Program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh
semua pihak yang dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran tujuannya
untuk memperoleh data dan informasi dari guru mapel tersebut.
Para konselor sekolah juga harus berpengalaman dalam mengumpulkan
data siswa perindividu dari guru untuk mengidentifikasikan perbedaan-perbedaan
yang dihadapi siswa (Gibson, 2011:527).
43
B. Strategi Layanan Responsif
1. Konsultasi
Supriatna (2011:72) menjelaskan, konselor memberikan layanan
konsultasi pada guru, orangtua, atau pihak pimpinan sekolah dalam rangka
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para siswa.
2. Konseling Individual Atau Kelompok
Gibson (2011:301) mengemukakan bahwa konselor harus
mengidentifikasi kebutuhan mana saja bagi aktivitas bimbingan kelompok yang
tepat. Sedangkan menurut Prayitno (2009:307) dalam layanan kelompok interaksi
antarindividu anggota kelompok merupakan suatu yang khas, yang tidak mungkin
terjadi pada konseling individu.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konseling
individual atau kelompok bertujuan untuk membantu kebutuhan siswa tersebut.
3. Referal
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani
masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli
kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki
masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan
penyakit kronis (rambu-rambu penyelenggaraan BK, 2007)
4. Bimbingan Teman Sebaya
Bimbingan teman sebaya adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa
terhadap siswa lainnya (Supriatna, 2011:73).
C. Strategi layanan perencanaan Individual
1. Penilaian Individual Atau Kelompok
Konselor bersama siswa mengalisis dan menilai kemampuan, minat,
keterampilan dan prestasi belajar siswa (Supriatna, 2011:73). Berdasarkan
penjelasan di atas, konselor membantu siswa mengalisis kekuatan dan kelemahan
dirinya.
44
2. Individual
Konselor memberikan nasehat kepada siswa untuk memanfaatkan hasil
penilaian tentang dirinya, atau informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan, dan
karir yang di perolehnya.
D. Strategi Dukungan Sistem
1. Pengembangan Profesional
Konselor secara terus-menerus berusaha untuk mengupdate pengetahuan
dan keterampilannya.
2. Pemberian Konsultasi Dan Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru,
orangtua, staf sekolah dan lain-lain.
45
DAFTAR LITERATUR
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Prayitno. Amti, Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
46
BAB XI
AKUNTABILITAS SERTA ANALISIS
HASIL EVALUASI PROGRAM
DAN TINDAK LANJUT
Akuntabilitas serta analisis hasil
evaluasi program dan tindak lanjut
Akuntabilitas Program Pertanggung jawaban
akuntabilitas
Efesiensi keefektifan Beberapa Faktor
Faktor Pendukung
1. Memberi teladan
2. mencptakan kordinasi
yang baik
Faktor Penghambat
1. Penurunan nilai-nilai norma.
2. Lemahnya hukum tentang
akuntabilitas.
Evaluasi Program
Tujuan
Mengetahui
keterlaksanaan
dari program
yang telah
ditetapkan
Fungsi
1. Memberikan umpan balik
bagi konselor.
2.Memberikan informasi ke
pihak sekolah tentang
perkembangan siswa
Langkah-langkah
1. Merumuskan masalah.
2. Pengumpulan data.
3. Mengalisis data.
4. Melakukan tindak lanjut.
ASPEK YANG DI
EVALUASI
PROSES
1. Kesesuaian antara pelaksanaan dengan
rancangan program.
2. Tingkat partisipasi.
3. Keberhasilan dan hambatan-hambatan
yang dialami.
4. Respons (siswa, kepala sekolah
HASIL
1. Kualitas ketaqwaan kepada tuhan YME.
2. Kualitas pemahaman, penerimaan, dan
penghargaan diri siswa.
3. sikap dan kebiasaan belajar siswa.
4. sikap siswa terhadap program BK.
5. kualiatas prestasi belajar siswa.
6. kualitas kedisiplinan siswa.
7. Kualitas sikap-sikap sosial siswa.
8. Pemahaman dan persiapan.
47
AKUNTABILITAS SERTA ANALISIS
HASIL EVALUASI PROGRAM
DAN TINDAK LANJUT
Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
program pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah mengacu pada
ketercapaian kompetensi, keterpenuhan kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan
pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan
membantu peserta didik memperoleh perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang
lebih baik.
Gibson (2011:566) bahwa akuntabilitas berarti pembuktian objektif
konselor yang sukses merespon kebutuhan-kebutuhan yang terindentifikasi.
Kurangnya evaluasi sering mengarah kepada mediokritas atau kegagalan
mencapai potensi individu sepenuhnya.
Evaluasi bagi konselor di berbagai lingkup adalah proses vital bagi
penyempurnaan profesionalitas, sebuah proses yang mengumpulkan data
performa yang objektif berdasarkan analisis yang sistematis (Gibson, 2011:579).
Dalam Jurnal bimbingan dan konseling disekolah (2008) Penilaian
program bimbingan merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan
program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Supriatna (2011:80) menjelaskan bahwa penilaian atau evaluasi ini adalah
segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan
kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa penilaian atau
evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan
pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil
dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan
dilihat dari hasilnya di sekolah.
48
DAFTAR LITERATUR
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2008.
Bimbingan Dan Konseling Disekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
49
BAB XII
PERSONIL
BIMBINGAN DAN KONSELING
Personil BK
Kepala
Sekolah
Komite
Sekolah
Wakil Kepala
Sekolah
Fokus = siswa
Tujuan = mencapai perkembangan siswa yang
optimal
Dapat berkomunikasi dengan bai antar anggota
Dampak pada konseli/siswa
Guru
Kelas
Wali
Kelas
Staf
Sekolah Guru
Pembimbing
50
PERSONIL
BIMBINGAN DAN KONSELING
Keberhasilan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak
hanya ditentukan oleh keahlian dan keterampilan para petugas bimbingan dan
konseling itu sendiri, namun juga sangat ditentukan oleh komitmen dan
keterampilan seluruh staf sekolah, terutama dari kepala sekolah sebagai
administrator dan supervisor.
Guru bimbingan dan konseling dituntut mampu menjalin komunikasi yang
efektif dengan semua personil baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah
(Supriatna, 2011: 241).
Bimbingan dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa,
pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat
perkembangannya, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, baik
sekarang maupun masa yang akan datang.
Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling,
layanan ini tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi
seluruh siswa. (Nurihsan, 2006: 42).
Menurut Gibson (2011:527) para konselor juga harus berpengalaman
dalam mengumpulkan, mengorganisasian dan menyintesiskan data-data siswa
perindividu dan dalam menginterprestasikan informasi untuk mengidentifikasi
perbedan-perbedaan.
Untuk menjamin teerlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat diperlukan kegiatan pengawasan bimbingan dan konseling baik secara
teknik maupun secara administrasi. Fungsi kepengawasan layangan bimbingan
dan konseling antara lain memantau, menilai, memperbaiki, meningkatkan dan
mengembangkan kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Pengawasan tersebut
ada pada setiap Kanwil. (Sukardi, 2002:65).
Dari penjelasan di atas maka dapat di pahami bahwa Sejalan dengan visi
tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan
siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin,
51
sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa
mendatang.
Konselor dituntut untuk bertindak secara bijaksana, ramah, bisa
menghargai, dan memeriksa keadaan orang lain, serta berkepribadian baik, karena
konselor itu nantinya akan berhubungan dengan siswa khususnya dan juga pihak
lain yang sekiranya bermasalah. Konselor juga mengadakan kerja sama dengan
guru-guru lain, sehingga guru-guru dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
pengetahuannya demi suksesnya program bimbingan dan konseling. (Umar, 2001:
118)
Uraian tugas masing-masing personil tersebut, khusus dalam kaitannya
dengan pelayanan bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di Sekolah secara menyeluruh,
khususnya pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas kepala Sekolah dan
wakil kepala Sekolah adalah: Mengkoordinir segenap kegiatan yang
direncanakan, diprogramkan dan berlangsung di Sekolah, sehingga pelayanan
pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan
yang terpadu, harmonis dan dinamis.
2. konselor (guru pembimbing) bertugas:
a. Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
b. Merencanakan program bimbingan dan konseling
c. Melaksanakan segenap pelayanan bimbingan dan konseling
d. Melakaksanakan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
e. Menilai proses dan hasil layanan bimbingan dan konseling
f. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian
g. Mengadministrasikan layanan program bimbingan dan konseling
h. Mempertanggung jawabkan tugas dan kegiatan bimbingan dan konseling
tersebut. (Sukardi, 2002: 56)
3. Guru Mata Pelajaran/Praktik
Sebagai pengampu mata pelajaran dan/atau praktikum, guru dalam
pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peran sebagai berikut:
52
a. Membantu konselor mengidentifikasi peserta didik-peserta didik yang
memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling, serta membantu
pengumpulan data tentang peserta didik.
b. Mereferal peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada konselor.
c. Menerima peserta didik alih tangan dari konselor, yaitu peserta didik yang
menurut konselor memerlukan pelayanan pengajaran/latihan khusus (seperti
pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).
d. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah peserta didik,
seperti konferensi kasus.
e. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian
pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
5. Wali Kelas
Sebagai pembina kelas, dalam pelayanan bimbingan dan konseling Wali
Kelas berperan :
a. Melaksanakan peranannya sebagai penasihat kepada peserta didik khususnya
di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi peserta didik,
khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk
mengikuti/menjalani pelayanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling.
c. Berpartisipasi aktif dalam konferensi kasus.
d. Mereferal peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada konselor.
6. Staf Sekolah
Staf sekolah memiliki peranan yang penting dalam memperlancar
pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Mereka diharapkan membantu
menyediakan format-format yang diperlukan dan membantu para konselor dalam
memelihara data dan serta sarana dan fasilitas bimbingan dan konseling yang ada.
53
DAFTAR LITERATUR
Supriatna. Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Nurihsan, A. Juntika. 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan. Bandung: Refika Aditama
Sukardi, Dewa ketut. 2002. Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan
Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Umar. Sartono. 2001. Bimbingan Dan Penyuluhan. Bandung: Pustaka Setia
Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Gibson, L. Robert. Mitchel, H. Marianne. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.