Progres Lkpp

download Progres Lkpp

of 57

description

lkpp

Transcript of Progres Lkpp

  • PENINGKATAN TRANSPARANSI DANAKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGANNEGARA MELALUI AKUNTANSI DANPELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

    LAPORAN KEUANGANPEMERINTAH PUSAT (LKPP)

  • iKATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya buku PeningkatanTransparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara melalui Akuntansi danPelaporan Keuangan Pemerintah tahun 2004-2009 dapat disusun dan diterbitkansebagai informasi tentang perkembangan upaya-upaya pemerintah dalam memperbaikipengelolaan keuangan negara.

    Kebutuhan akan adanya good governance dalam pengelolaan keuangan negara telahmensyaratkan pemerintah untuk terus membenahi berbagai permasalahan dalampengelolaan keuangan publik. Selaku agent dari masyarakat, pemerintah tidak henti-hentinya berupaya agar transparansi dan akuntabilitas keuangan publik dapat terusditingkatkan, antara lain melalui implementasi akuntansi dan pelaporan keuanganpemerintah yang baik.

    Perbaikan yang dilakukan pemerintah terhadap implementasi sistem akuntansipemerintah telah menjadikan laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangannegara menjadi semakin efisien, transparan, dan akuntabel. Salah satu indikator darimeningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalahsemakin membaiknya kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP) yang antaralain ditunjukkan dengan opini BPK terhadap LKKP dan Laporan Keuangan KementerianNegara/Lembaga (LKKL). Opini disclaimer terhadap LKPP selama lima tahun berturut-turut kerap menjadi sorotan publik dan para pemangku kepentingan di bidangpengelolaan keuangan negara dengan mempertanyakan akuntabilitas pemerintah terhadapmasyarakat. Namun demikian, opini disclaimer tersebut memiliki makna yang berbedasetiap tahunnya karena adanya upaya perbaikan LKPP dari tahun ke tahun.

    Melalui pemaparan dalam buku ini, pemerintah mengharapkan masyarakat dapatmemperoleh informasi yang memadai bahwa pemerintah telah terus berupaya untukmelakukan perbaikan serta terus memitigasi berbagai permasalahan keuangan negara,termasuk temuan BPK terhadap LKPP tersebut. Terhadap informasi yang diterimatersebut, pemerintah juga mengharapkan agar masyarakat dapat memberikanmasukan/input bagi peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah,khususnya melalui akuntansi dan pelaporan keuangan, di masa yang akan datang.

    Direktur Jenderal Perbendaharaan

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya buku ini dapatterselesaikan. Buku ini mencoba mengupas berbagai kemajuan (progress) dalamakuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP), mulai tahun2004 sampai dengan tahun 2009. Adapun tujuan utama dari diterbitkannya buku iniadalah untuk memberikan informasi dari hasil reformasi keuangan negara khususnyapada bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.

    Buku ini membahas berbagai kemajuan dalam penyusunan Laporan Keuangan ditinjaudari aspek Penyajian dan Pengungkapan LKPP, aspek Temuan Pemeriksaan BPK atasLKPP, aspek Pengembangan Standar dan Sistem Akuntansi, dan aspek Sumber DayaManusia. Hal-hal apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam setiap aspek tersebutbeserta hasilnya dikupas secara rinci.

    Dengan berbagai perkembangan di masa kini, isu transparansi dan akuntabilitasmerupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah. Implementasi akuntansi dan pelaporankeuangan terutama sejak diberlakukannya Standar Akuntansi Pemerintahan tahun 2005dan berbagai aturan pendukung lainnya, telah turut mendukung penerapan transparansidan akuntabilitas keuangan negara.

    Selain itu, buku ini juga memberikan fokus tersendiri bagi upaya-upaya pemerintahdalam meningkatkan tata kelola keuangan publik yang baik. Melalui pemahamanterhadap berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan transparansidan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, masyarakat khususnya para pelakuakuntansi dan pengelola keuangan pemerintah pusat dapat memperoleh informasi yangmemadai tentang upaya-upaya penegakan tata kelola keuangan negara yang baik.

    Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

    Sonny Loho

  • iii

    DAFTAR ISI

    Hal

    KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

    i

    KATA PENGANTAR DIREKTUR AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN

    ii

    DAFTAR ISI

    iii

    DAFTAR GRAFIK

    iv

    DAFTAR TABEL

    v

    DAFTAR SINGKATAN

    vi

    PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA MELALUI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH TAHUN 2004-2009

    1

    Tujuan 2 Kemajuan LKPP

    3

    ASPEK PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 5 Meluasnya Cakupan Entitas Pelaporan 5 Meluasnya Penyajian Komponen-Komponen Laporan Keuangan 6 Meningkatnya Nilai Nominal yang Tersaji dalam LKPP 11 Selisih Kurs 12 Laporan Keuangan BUN 13 Analisa Kebijakan Fiskal 14 Catatan Penting Lainnya

    15

    ASPEK TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

    19

    Ruang Lingkup Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 19 Sistem Pengendalian Intern 22 Ketidakpatuhan kepada Ketentuan Peraturan PerUUan

    25

    ASPEK PENGEMBANGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI

    28

    Peningkatan Kualitas Standar Akuntansi dan Peran Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP)

    28

    Peningkatan Kualitas Sistem Akuntansi 30 Penggunaan Klasifikasi Anggaran yang Konsisten 32 Penyampaian dan Opini LK K/L

    34

    ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA 36 Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2007 38 Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2008 39

  • iv

    DAFTAR GRAFIK

    Hal

    Grafik 1 Jumlah BA pada LKPP 6

    Grafik 2 Perkembangan Data Aset, Kewajiban dan Ekuitas Dana 12

    Grafik 3 Bunga Utang terhadap Total PNBP (%) 17

    Grafik 4 Rasio Utang terhadap PDB 18

    Grafik 5 Bagan Kerangka Umum SAPP 25

    Grafik 6 Suspen 34

    Grafik 7 Opini Pemeriksaan BPK atas LKKP Tahun 2006-2008 35

    Grafik 8 Jumlah Peserta PPAKP 2007-2008 38

    Grafik 9 Statistik Peserta PPAKP 2008 (%) 41

  • v

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 1 Perkembangan Neraca Pemerintah Pusat (Dalam Triliun Rupiah) 11

    Tabel 2 Entitas Pelaporan BAPP 13

    Tabel 3 Penyebab Opini Disclaimer LKPP 2004-2008 21

    Tabel 4 Produk KSAP 29

    Tabel 5 Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah 31

    Tabel 6 Penyampaian LKKL 34

    Tabel 7 Rekapitulasi Peserta PPAKP Per Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2008

    40

    Tabel 8 Laporan Realisasi Anggaran (Dalam Miliar Rupiah) 42

    Tabel 9 Neraca (Dalam Miliar Rupiah) 43

    Tabel 10 Laporan Arus kas (Dalam Miliar Rupiah) 45

  • vi

    DAFTAR SINGKATAN

    1 APBN Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara 2 BA Bagian Anggaran 3 Bapertarum Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan 4 BAPP Bagian Anggaran Perhitungan Pembiayaan 5 BAS Bagan Akun Standar 6 BDL Bank Dalam Likuidasi 7 BI Bank Indonesia 8 BLU Badan Layanan Umum 9 BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

    10 BPH Migas Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi 11 BPK Badan Pemeriksa Keuangan 12 BPLS Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo 13 BPPK Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 14 BPYBDS Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya 15 BRR Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) 16 BUMD Badan Usaha Milik Daerah 17 BUMN Badan Usaha Milik Negara 18 BUN Bendahara Umum Negara 19 CaLK Catatan atas Laporan Keuangan 20 DAU Dana Alokasi Umum 21 DJKN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara 22 DK/TP Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 23 DPR Dewan Perwakilan Rakyat 24 ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral 25 GFS Government Finance Statistics 26 IMF International Monetary Fund 27 INDRA Indonesian Debt Restructuring Agency 28 K/L Kementerian Negara/Lembaga 29 KDh Kepala Daerah 30 Keppres Keputusan Presiden 31 KKKS Kantor Kontrak Kerja Sama 32 KMK Keputusan Menteri Keuangan 33 KPA Kuasa Penggunan Anggaran 34 KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara 35 KSAP Komite Standar Akuntansi Pemerintah 36 LAK Laporan Arus Kas 37 LHP Laporan Hasil Pemeriksaan 38 LKBUN Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara

  • vii

    39 LKjPP Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah Pusat 40 LKKL Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga 41 LKPP Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 42 LNS Lembaga Non Struktural 43 LRA Laporan Realisasi Anggaran 44 PAN Perhitungan Anggaran Negara 45 PBB Pajak Bumi dan Bangunan 46 PDB Produk Domestik Bruto 47 PEMDA Pemerintah Daerah 48 Perdirjen Peraturan Direktorat Jenderal 49 PIP Pusat Investasi Pemerintah (PIP) 50 PMK Peraturan Menteri Keuangan 51 PMU Project Management Unit 52 PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak 53 PP Peraturan Pemerintah 54 PPAKP Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 55 PPK Pusat Pengelolaan Komplek 56 PPN Pajak Pertambahan Nilai 57 PSAP Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 58 RDI/RPD Rekening Dana Investasi/Rekening Pemerintah Daerah 59 Rekompak Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Pemukiman Berbasis

    Komunitas 60 RKUN Rekening Kas Umum Negara 61 RPL Rekening Pemerintah Lainnya 62 SA-BAPP Sistim Akuntansi Bagian Anggran Perhitungan dan Pembiayaan 63 SA-BL Sistim Akuntansi Badan Lainnya 64 SABMN Sistem Akuntansi Barang Milik Kekayaan Negara 65 SAI Sistem Akuntansi Instansi 66 SA-IP Sistim Akuntansi Investasi Permanen 67 SAK Sistim Akuntansi Keuangan 68 SAP Standar Akuntansi Pemerintahan 69 SAPKPP Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat 70 SAPP Sistim Akuntansi Pemerintah Pusat 71 SA-PP Sistim Akuntansi Penerusan Pinjaman 72 SA-TD Sistim Akuntansi Transfer ke Daerah 73 SAU Sistem Akuntansi Umum 74 SAUP-H Sistim Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah 75 SDM Sumber Daya Manusia 76 SiAP Sistim Akuntansi Pusat 77 SIKPA Sisa Kurang Penggunaan Anggaran 78 SILPA Sisa Lebih Penggunaan Anggaran 79 SIMAK-BMN Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara

  • viii

    80 SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 81 SLA subsidiary loan agreement 82 ToT Training of Trainers 83 UU Undang-Undang 84 WP Wajib Pajak 85 WTP Wajar Tanpa Pengecualian

  • 1

    Keberhasilan dalam penyusunan LKPP Pengungkapan yang seluas-luasnya

    PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA MELALUI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH TAHUN 2004 2009 Upaya pemerintah untuk memitigasi inefisiensi dalam manajemen keuangan publik

    melalui reformasi manajemen keuangan negara merupakan salah satu upaya untuk

    membuat Indonesia lebih sejalan (more into lines) dengan berbagai praktik

    manajemen keuangan negara modern. Upaya menyetarakan manajemen keuangan

    negara tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,

    transparansi dan akuntabilitas pengelolaan uang negara yang antara lain bersumber

    dari para pembayar pajak (tax payers money).

    Dalam upaya mewujudkan tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

    keuangan negara, pemerintah telah berhasil menyusun Laporan Keuangan

    Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2004 yang terbit pada tahun 2005, yaitu 60 tahun

    sejak Indonesia merdeka. Keberhasilan ini menjadi salah satu hallmark dalam sejarah

    reformasi tata kelola Pemerintahan Indonesia. Selain sebagai bentuk

    pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan yang dilaksanakan oleh

    pemerintah, LKPP juga diharapkan mampu menjawab kebutuhan para pemangku

    kepentingan (stakeholders) melalui penyajian laporan keuangan yang relevan, andal,

    dapat diperbandingkan dan dapat dipahami. Walaupun belum mencapai semua

    tuntutan dan persyaratan akan suatu laporan keuangan yang andal, patutlah diakui

    bahwa upaya pemerintah menyajikan laporan keuangan dari tahun ke tahun telah

    mengalami kemajuan yang signifikan yang menopang tercapainya prinsip-prinsip tata

    kelola keuangan negara yang baik khususnya terkait dengan transparansi dan

    akuntabilitas dalam keuangan negara.

    Salah satu penyempurnaan yang dilakukan pemerintah atas LKPP adalah perluasan

    terhadap cakupan (scope) penyajian. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk

    memenuhi salah satu prinsip dalam pelaporan keuangan, yaitu melakukan

    pengungkapan yang lengkap (full disclosure). Pengungkapan yang lengkap dalam

    laporan keuangan diperlukan bukan semata-mata untuk meningkatkan transparansi,

    namun juga dimaksudkan agar para pengguna laporan keuangan memperoleh

  • 2

    IMF menyebutkan sistem akuntansi di Indonesia telah mampu memproduksi laporan keuangan yang relatif akurat Manfaat untuk pihak eksternal dan internal

    pemahaman yang memadai atas praktik manajemen keuangan pemerintah. Adanya

    pemahaman yang optimal dari para pengguna laporan keuangan atas aktivitas

    pemerintah pada gilirannya dapat meningkatkan kredibilitas pemerintah.

    Berbagai kemajuan dalam akuntansi dan pelaporan yang mendukung terjaminnya

    transparansi dan akuntabilitas juga dilaporkan oleh International Monetary Fund

    (IMF). Dalam laporannya yakni Report on Observance of Standards and Codes-Fiscal

    Transparency Module Indonesia 2006, IMF menyebutkan bahwa sistem akuntansi di

    Indonesia telah mampu memproduksi laporan tahunan yang relatif akurat atas

    pelaksanaan anggaran. Hal ini patut diakui sebagai bukti kinerja pemerintah terutama

    dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Fenomena menarik lainnya yang

    disajikan dalam laporan IMF tersebut adalah penyajian aset yang semakin lengkap

    dari tahun ke tahun. Namun demikian, laporan IMF tersebut juga menyebutkan

    berbagai hal yang masih memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah, seperti

    cakupan pelaporan keuangan yang belum mencakup keseluruhan general

    government dan signifikansi berbagai peraturan akuntansi yang belum sepenuhnya

    menjamin disiplin anggaran. Hal ini secara cepat telah direspon oleh pemerintah

    dimana satu tahun setelah laporan IMF tersebut diterbitkan pada tahun 2006,

    cakupan LKPP tahun 2007 telah semakin membaik dengan dilampirkannya laporan

    keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai bagian dari general government.

    Selain memberikan manfaat bagi pihak eksternal, yakni berupa penyusunan

    pertanggungjawaban keuangan negara kepada para stakeholders dan masyarakat

    secara luas, berbagai kemajuan yang dicapai juga memberikan keuntungan tersendiri

    bagi pihak internal yakni pemerintah. Dari sisi pemerintah, kemajuan-kemajuan yang

    telah dicapai telah mampu menjadi pendorong (stimulus) dalam meningkatkan

    kinerjanya. Stimulus ini mempengaruhi perilaku para pengelola keuangan negara

    untuk lebih berhati-hati dalam bekerja (prudent), profesional, dan mampu untuk

    bekerja sama dan berkoordinasi dalam mengelola keuangan negara.

    Tujuan Di samping berbagai upaya yang dilaksanakan pemerintah, LKPP selama 5 (lima)

    tahun yakni LKPP tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 masih mendapatkan opini

    disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun demikian, patutlah

    dipahami bahwa LKPP dalam 5 (lima) tahun berturut-turut tersebut tidak berada pada

    level yang sama dikarenakan kemajuan atas penyajian LKPP yang terus berlangsung

    dari tahun ke tahun. Berbagai salah tafsir terhadap opini disclaimer tersebut perlu

  • 3

    Empat aspek Peningkatan LKPP

    diklarifikasi untuk menjelaskan bahwa kemajuan LKPP dari tahun ke tahun

    merupakan sinyal peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan

    negara.

    LKPP sebagai hasil dari aplikasi sistem akuntansi dan pelaporan keuangan

    pemerintah mengalami kemajuan yang cukup signifikan selama 5 (lima) tahun

    terakhir ini. Salah satu progress yang dominan dari tahun ke tahun adalah meluasnya

    cakupan keuangan negara yang disajikan terutama terkait dengan meningkatnya nilai

    aset. Salah satu indikator peningkatan sistem akuntansi pemerintahan yang tengah

    dikembangkan oleh pemerintah adalah berkurangnya nilai suspen sebagai dampak

    perbaikan sistem akuntansi dan meningkatnya jumlah kementerian negara/lembaga

    yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan

    Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dimaksud.

    Buku ini bertujuan untuk menyajikan informasi dari hasil reformasi keuangan negara

    dengan fokus akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Informasi dimaksud

    diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pelaku akuntansi dan pelaporan

    keuangan pemerintah untuk mengetahui kemajuan yang dicapai pemerintah dalam

    mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang profesional. Pemahaman yang baik

    diharapkan pula dapat meningkatkan public awareness dan participation dalam

    mewujudkan good public governance. Informasi dalam buku ini meliputi kemajuan

    terkini dari LKPP yang diterbitkan dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan

    keuangan negara.

    Paparan dalam buku ini akan dielaborasi seluas-luasnya (broad elaboration) dengan

    menyajikan berbagai bukti empiris atau supporting details yang mengkonfirmasi

    berbagai fenomena yang ada. Di samping itu, buku ini juga menjelaskan dinamika

    permasalahan yang dihadapi pemerintah termasuk upaya yang telah dilakukan dan

    berbagai permasalahan yang masih memerlukan perhatian untuk mendapatkan solusi

    yang optimal.

    Kemajuan LKPP Kemajuan (Progress) dari LKPP dapat dikaji dari penyajian laporan keuangan

    pemerintah, temuan pemeriksaan BPK atas laporan keuangan, aspek

    pengembangan standar dan sistem akuntansi, serta aspek sumber daya manusia.

    Keempat aspek ini secara rinci akan dipaparkan pada bagian selanjutnya dalam buku

    ini. Di samping berbagai kemajuan yang meliputi empat aspek di atas, pemerintah

  • 4

    juga menyadari bahwa masih terdapat berbagai kelemahan dalam penerapan

    akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Hal ini terobservasi antara lain masih

    lemahnya sistem pengendalian intern, kurangnya komitmen dari unit pelaksana

    akuntansi, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang secara

    keseluruhan juga relatif memberikan dampak kurang baik bagi upaya yang dilakukan

    pemerintah.

    Hasil pemeriksaan BPK terhadap LKKL dan LKPP menunjukkan berbagai

    permasalahan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan negara. Berbagai kemajuan

    dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah mengindikasikan bahwa

    reformasi manajemen keuangan negara telah berada pada jalur yang tepat, namun

    masih terdapat berbagai masalah yang masih perlu diselesaikan untuk mencapai

    transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Untuk itu, pemerintah berkomitmen

    untuk terus memperbaiki kualitas akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah.

    Berbagai masukan baik berupa komentar dan kritik yang konstruktif sangat

    diharapkan dalam mencapai ultimate goal dari reformasi akuntansi dan laporan

    keuangan pemerintah yakni transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan

    negara.

  • 5

    Salah satu penentu opini BPK adalah kecukupan pengungkapan LKPP sebagai pengganti PAN Penyajian LKPP lebih komprehensif

    ASPEK PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

    Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, salah satu penentu opini BPK

    atas LKPP adalah kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) dalam laporan

    keuangan yang disajikan. Sejalan dengan perkembangan standar dan sistem

    akuntansi pemerintahan, LKPP dituntut untuk lebih transparan mengungkap hal-hal

    yang selama ini belum terlaporkan. Pengungkapan yang komprehensif dan

    transparan mengindikasikan sistem yang baik, data keuangan yang andal, dan

    transparansi yang memadai. Dengan demikian, LKPP dapat menjadi alat ukur, alat

    kendali dan alat perencanaan dari pembangunan nasional yang berkesinambungan.

    Meluasnya Cakupan Entitas Pelaporan LKPP tahun 2004 merupakan pengganti dari Perhitungan Anggaran Negara (PAN)

    yang telah dilaksanakan mulai tahun 1969. PAN dinilai tidak dapat lagi menjawab

    tantangan yang ada karena dihasilkan dari sistem akuntansi yang tidak memadai

    serta tidak disusun dari pelaksanaan akuntansi yang berjenjang. Selain itu LKPP

    dapat mengatasi kelemahan PAN yang tidak dapat menyajikan nilai aset dan

    kewajiban pemerintah karena disusun dari data yang menggunakan metode

    pembukuan tunggal (single entry).

    Seiring dengan makin kompleksnya pengelolaan keuangan negara, maka penyajian

    LKPP dari tahun ke tahun dituntut untuk lebih komprehensif. Selama terbitnya LKPP

    dari tahun 2004, penyajiannya semakin baik yang ditandai dengan meningkatnya

    nilai-nilai yang tersaji dalam laporan keuangan, antara lain data kas yang lebih

    terpercaya dan nilai aset yang makin mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

    Meluasnya cakupan entitas pelaporan dalam LKPP ditandai dengan meningkatnya

    jumlah Bagian Anggran (BA) yang dikompilasi dalam LKPP. Apabila LKPP tahun

    2004 mengkompilasi laporan keuangan dari 55 BA, pada tahun-tahun selanjutnya

    jumlah ini terus meningkat, dimana pada LKPP tahun 2008 telah dikompilasi 74 BA

    dan 11 Bagian Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan (BAPP) yang merupakan

    bagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN).

  • 6

    Meluasnya cakupan entitas pelaporan Penambahan suplemen dalam LKPP Komponen penyajian LKPP semakin bertambah

    Grafik 1. Jumlah BA pada LKPP

    Meluasnya cakupan entitas pelaporan juga ditandai dengan dimasukkannya aktivitas

    anggaran dari Lembaga Non Struktural (LNS) dan Badan Layanan Umum (BLU)

    mulai LKPP tahun 2006.

    Pada LKPP tahun 2007 ditambahkan suplemen laporan keuangan yang pada tahun-

    tahun sebelumnya belum ada. Suplemen ini memuat laporan terkait Penertiban

    Rekening Pemerintah pada K/L per 31 Desember 2007 yang meliputi rekening

    pemerintah lainnya di Bank Indonesia (BI), rekening penerimaan dan pengeluaran,

    serta rekening-rekening lainnya di Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Selain itu,

    sejak LKPP tahun 2008 pemerintah telah menyajikan Ikhtisar Laporan Kinerja

    Pemerintah Pusat (LKjPP) dalam bentuk suplemen.

    Meluasnya Penyajian Komponen-Komponen Laporan Keuangan Sejak LKPP 2004, komponen-komponen laporan keuangan disajikan secara

    komprehensif dan terarah. Pada LKPP tahun-tahun berikutnya, komponen penyajian

    semakin bertambah sehingga informasi yang dikandung lebih informatif bagi para

    pengguna laporan keuangan. Salah satu contoh perluasan penyajian komponen

    laporan keuangan adalah lebih dirincinya jenis-jenis perkiraan kas yang terdapat

    pada Neraca. Bila pada LKPP tahun 2004 hanya dikenal rekening Kas BUN di BI,

    Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Kas Pemerintah

    Lainnya di BI, Kas di Bendahara Pengeluaran, serta Kas di Bendahara

    Penerimaan, maka rekening kas bertambah dengan adanya Kas di BLU dan Kas

    Trust Fund pada LKPP tahun selanjutnya. Dengan demikian, transparansi penyajian

    cenderung meningkat.

  • 7

    Box 1. Perluasan Komponen LKPP

    Penyajian Belanja dan Pendapatan Sejak LKPP tahun 2004, pengungkapan belanja dan pendapatan disajikan secara

    lebih komprehensif dan terarah. Mulai LKPP tahun 2006, penyajiannya ditambahkan

    rincian belanja secara komparatif antara tahun 2006 dan 2005 sehingga lebih

    informatif bagi para pengguna laporan keuangan. Improvisasi lain pada LKPP 2007

    adalah ditambahkannya perbandingan rincian belanja menurut jenis dan

    pengungkapan pendapatan dan belanja BLU. Pengungkapan ini meningkatkan

    kualitas penyajian LKPP. Selain itu, pada LKPP tahun 2008 telah dijelaskan

    perbedaan realisasi pembiayaan dan penyebabnya antara data BUN dan data Kuasa

    Pengguna Anggaran (KPA).

    Hal lainnya yang cukup signifikan adalah adanya pengungkapan pendapatan hibah di

    luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak

    terlaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Sebagaimana diketahui

    bersama bahwa meskipun sistem akuntansi hibah belum selesai disusun pada saat

    itu, tetapi pemerintah telah berhasil mengidentifikasi dan mengungkapkan

    pendapatan hibah di luar mekanisme APBN dalam Catatan atas Laporan Keuangan

    (CaLK). Dengan demikian, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dapat

    ditingkatkan dengan transparansi penyajian pendapatan hibah di luar APBN.

    Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP) Dalam rangka meningkatkan kualitas LKPP, dana DK/TP yang berada di K/L mulai

    diungkapkan pada LKPP 2007. Sebagaimana diketahui dana DK/TP diperuntukkan

    bagi Gubernur/Bupati/Walikota yang disalurkan melalui K/L. Selama ini akuntabilitas

    dana tersebut relatif rendah mengingat kewenangan untuk pengalokasian dan

    penggunaannya berada di dua pihak yang berbeda, yaitu K/L dan pemerintah daerah.

    Sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk meningkatkan transparansi, pada

    penyajian LKPP 2007 pemerintah memilah dana K/L menurut kode kewenangannya

    dan menyajikan dana DK/TP ke dalam laporan. Dengan demikian diharapkan

    pengelolaan keuangan dana DK/TP di masa depan dapat lebih ditingkatkan dan

    diawasi.

    Rekening Kas BUN di BI

    Selama ini penyajian rekening BUN yang berada di BI masih disajikan dalam bentuk

    rupiah dan belum mengungkap rekening lainnya. Sejak LKPP 2007, rekening BUN

  • 8

    dalam bentuk valuta asing turut diungkap secara lebih terinci. Rekening ini

    merupakan reklasifikasi dari rekening pemerintah lainnya yang berada di BI.

    Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) di BI Kemajuan yang paling utama adalah pengungkapan RPL pada BI, antara lain

    pengungkapan rekening migas nomor 600.000411 pada CaLK yang pada periode-

    periode sebelum tahun 2007 hanya disarikan dalam bentuk global saja. Sejak LKPP

    2007 diungkapkan penjelasan khusus mengenai rekening migas ini. Di sini

    dikemukakan rincian saldo awal, mutasi penerimaan dan pengeluaran serta saldo

    akhir RPL yang disajikan dalam bentuk suplemen LKPP. Selama ini, pengelolaan

    rekening migas dinilai kurang transparan dan akuntabel karena dikelola di luar

    mekanisme APBN. Dengan pengungkapan yang lebih rinci, maka tuntutan yang

    selama ini diajukan oleh pemeriksa maupun para pengguna laporan keuangan dapat

    dipenuhi.

    Kas pada Badan Layanan Umum (BLU) Salah satu bentuk pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan UU Nomor 17

    Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah pembentukan Pengelola Keuangan

    (PK) BLU. Secara formal pembentukan BLU sudah dimulai sejak tahun 2005, tetapi

    pelaporannya masih menemui berbagai kendala seiring dengan belum lengkapnya

    peraturan perundangan yang mengaturnya. Setelah perbaikan sistem akuntansi dan

    pelaporan keuangan, maka pada LKPP 2007 Kas pada BLU dapat disajikan dengan

    transparan. Dalam penyajian ini diungkapkan kas yang terdapat pada BLU di 5 (lima)

    K/L yaitu Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, Kementerian Negara Riset

    dan Teknologi, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta

    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Dengan pengungkapan ini, maka dapat

    diketahui uang yang berada di BLU untuk kepentingan pengendalian kas.

    Piutang Pajak Tambahan pengungkapan piutang pajak mulai disajikan sejak LKPP 2007 yang

    meliputi piutang pajak/pungutan ekspor. Selain itu juga dijelaskan nilai Surat

    Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang sedang diajukan sebagai keberatan

    dan banding disertai lampirannya. Sebagaimana diketahui, dalam SKPKB ini masih

    terdapat kemungkinan para Wajib Pajak (WP) untuk memenangkan perkara yang

    menjadi sengketa dan dapat menyebabkan piutang yang ada menjadi lunas ataupun

    menimbulkan utang bagi pemerintah. Oleh karena itu penanganan SKPKB haruslah

    lebih transparan sehingga tidak menimbulkan kesan piutang pajak yang ada menjadi

  • 9

    hilang. Dalam konteks ini juga dijelaskan adanya sejumlah tunggakan pajak yang

    telah kedaluwarsa dan dalam proses penghapusan serta piutang yang telah

    dihapuskan.

    Bagian Lancar Rekening Dana Investasi/Rekening Pemerintah Daerah (RDI/RPD) RDI/RPD merupakan rekening yang digunakan oleh pemerintah untuk menampung

    pembayaran utang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik

    Daerah (BUMD), atau Pemerintah Daerah atas penerusan pinjaman kepada

    pemerintah sebelum masuk ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Pada tahun-

    tahun sebelumnya bagian lancar RDI/RPD belum dapat dipisahkan dengan piutang

    jangka panjangnya. Hal ini akan menyulitkan proses penagihannya di masa yang

    akan datang dan dapat menimbulkan kesan pengelolaan piutang menjadi tidak

    akuntabel. Sejak LKPP 2007 bagian lancar RDI/RPD disajikan terpisah dengan

    piutang jangka panjangnya. Kemudian, penyajian RDI/RPD juga dilengkapi dengan

    penjelasan dan rincian pokok pinjaman kepada pemerintah daerah dan

    BUMN/BUMD. Di sini juga diungkapkan penjelasan mengenai proses restrukturisasi

    RDI/RPD/penerusan pinjaman subsidiary loan agreement (SLA) untuk BUMN dan

    pemerintah daerah.

    Piutang Lain-Lain Penjelasan tentang perkembangan saldo dan pembayaran piutang di 18 Bank Dalam

    Likuidasi (BDL) mulai diungkapkan pada LKPP 2007. Pada tahun-tahun sebelumnya

    telah berhasil diungkapkan piutang uang pengganti di Kejaksaan Agung RI, piutang

    yang tekait dengan kewajiban BDL, dan piutang kelebihan rekapitalisasi atas Bank

    Danamon. Tambahan pengungkapan di tahun 2007 ini menunjukkan konsistensi

    pemerintah dalam menangani piutang negara sekaligus mengisyaratkan transparansi

    pengelolaannya.

    Dana Bergulir Penyajian dana bergulir dari tahun ke tahun terus menunjukkan perkembangan yang

    berarti. Setelah pada LKPP 2006 diungkapkan dana bergulir yang berada di rekening

    penampungan pada Departemen Keuangan dan dana bergulir lainnya pada 5 (lima)

    K/L, pada LKPP 2007 diungkapkan tambahan berupa dana bergulir dalam bentuk hak

    tagih pada Departemen Keuangan yang semula masih tersebar di beberapa akun.

    Selain itu, diungkapkan pula dana bergulir yang terdapat di Badan Rehabilitasi dan

    Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang selama ini belum terungkap. Secara

  • 10

    keseluruhan, hal ini menjadikan pengungkapan dana bergulir menjadi lebih

    komprehensif.

    Investasi Sejak diterbitkan pertama kali pada LKPP 2004, perkiraan Investasi Non Permanen

    Lainnya telah disajikan. Pada LKPP tahun-tahun berikutnya, penjelasan pada

    perkiraan ini semakin luas dan lebih mendetail. Sebagai contoh pada LKPP 2007

    ditambahkan penjelasan mengenai investasi melalui Pusat Investasi Pemerintah

    (PIP). Selain itu, ditambahkan pula penjelasan atas akun Bantuan Pemerintah Yang

    Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) pada 11 BUMN di pos Investasi Permanen -

    Penyertaan Modal Negara. Pengungkapan investasi pemerintah ini meningkatkan

    kualitas penyajian laporan keuangan yang diharapkan. Sementara itu, pada investasi

    permanen lainnya ditambahkan pula penjelasan mengenai Yayasan Gedung Veteran

    dan Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA).

    Aset Tetap Nilai aset tetap pada LKPP semakin mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal

    ini antara lain disebabkan oleh penyajian dari hasil inventarisasi dan revaluasi aset

    tetap yang dilaksanakan oleh Ditjen Kekayaan Negara. Selain itu juga diungkapkan

    aset tetap dari unit-unit fiskal register yang mengelola aset milik pemerintah, seperti

    BPH Migas. Penambahan lainnya yang cukup signifikan adalah pengungkapan aset

    tetap yang berasal dari konsolidasi BLU.

    Aset Lainnya (Dana yang Dibatasi Penggunaannya)

    Sejak tahun 2007 telah ditambahkan pengungkapan mengenai ekuitas Bapertarum

    yang berada pada Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Tambahan lainnya

    adalah pengungkapan Rekening Penjaminan pada Depnakertrans yang dikelola oleh

    K/L. Selain itu, sebagai hasil reklasifikasi dari aset lancar - uang muka pembelian aset

    tetap di Departemen Luar Negeri, disajikan pula kas Rekompak (Rehabilitasi dan

    Rekonstruksi Masyarakat dan Pemukiman Berbasis Komunitas) dan komite beasiswa

    di BRR Aceh-Nias. Adapun kas Rekompak merupakan dana yang berasal dari

    grant/bantuan pihak eksternal yang secara definitif telah keluar dari kas negara, tetapi

    ditempatkan dalam rekening Project Management Unit (PMU) Rekompak untuk

    selanjutnya disalurkan ke penerima bantuan rumah atau kelompok penerima bantuan

    (kelompok pemukim).

    Utang kepada Pihak Ketiga Kemajuan lainnya pada LKPP adalah pengungkapan utang K/L kepada pihak ketiga.

  • 11

    Peningkatan nilai nominal LKPP yang signifikan

    Apabila pada LKPP 2006 telah berhasil diungkapkan utang yang berada pada 5

    (lima) K/L, rekening penjaminan pada Departemen ESDM, DAU, dan escrow account,

    maka pada LKPP 2007 terdapat tambahan pengungkapan yang mencakup 14 (empat

    belas) K/L, rekening penjaminan di Depnakertrans, dan utang dana bagi hasil kepada

    Pemda. Selain itu, diungkapkan juga utang subsidi kepada Perum BULOG, PT. KAI,

    PT. Pos Indonesia, PT. PERTAMINA dan PT. PLN. Pengungkapan ini terus

    bertambah pada LKPP 2008.

    Ekuitas Dana Lancar Lainnya Pada LKPP 2008 telah diungkapkan secara rinci perhitungan Ekuitas Dana Lancar

    Lainnya yang pada LKPP tahun-tahun sebelumnya belum pernah diungkapkan.

    Ekuitas Dana Lancar Lainnya terdiri dari perkiraan Kas dan Bank Pemerintah di luar

    Rekening BUN Nomor 502.000000 dan Rekening Kas di KPPN.

    Meningkatnya Nilai Nominal yang Tersaji dalam LKPP Penyajian LKPP yang semakin luas mengakibatkan nilai nominal yang tersaji

    meningkat secara signifikan. Peningkatan ini menunjukkan keseriusan pemerintah

    dalam melaporkan keuangannya secara transparan dan akuntabel. Salah satu

    peningkatan nilai yang menjadi highlight dalam progress LKPP adalah peningkatan

    nilai aset dan ekuitas dana neto dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada tabel

    berikut:

    Tabel 1. Perkembangan Neraca Pemerintah Pusat (dalam triliun rupiah)

    No Uraian 2004 2005 2006 2007 2008

    1. Aset a. Aset Lancar b. Investasi Jangka Panjang c. Aset Tetap d. Aset Lainnya

    852 87

    465 229

    69

    1.173 129 650 314 78

    1.222 126 665 345

    87

    1.600 157 691 443 309

    2.072 264 712 673 422

    2. Kewajiban a. Jangka Pendek b. Jangka Panjang

    1.349 126

    1.223

    1.342 138

    1.204

    1.327 105

    1.222

    1.431 140

    1.291

    1.694 181

    1.512

    Dari tabel di atas dapat disimpulkan:

    1. Peningkatan jumlah aset lancar, terutama kas dan piutang yang antara lain

    disebabkan oleh peningkatan volume APBN dan terjadinya SILPA yang cukup

    besar, khususnya pada tahun anggaran 2008.

  • 12

    Perkiraan selisih kurs pada neraca

    2. Peningkatan investasi jangka panjang disebabkan adanya penambahan

    penyertaan modal pemerintah/negara, terutama pada BUMN, dan semakin

    meningkatnya ekuitas perusahaan negara.

    3. Peningkatan aset lainnya terutama atas penyajian aset eks KKKS yang sejak

    tahun 2007 telah dicatat dengan menggunakan nilai perolehan, bukan nilai

    buku sebagaimana pelaporan pada LKPP tahun 2004 2006.

    4. Peningkatan nilai aset tetap antara lain disebabkan oleh:

    Perolehan aset tetap dari realisasi Belanja Modal.

    Koreksi nilai aset tetap K/L berdasarkan hasil inventarisasi dan revaluasi

    Barang Milik Negara.

    Konsolidasi Aset Tetap pada BLU Pusat Pengelolaan Komplek (PPK)

    Gelora Bung Karno dan PPK Kemayoran.

    Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik

    Negara (SIMAK-BMN) pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga yang

    membaik sehingga aset tetap yang dicatat dan dilaporkan meningkat.

    Hibah berupa aset tetap, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

    Grafik 2. Perkembangan Data Aset, Kewajiban dan Ekuitas Dana

    Seperti terlihat pada grafik di atas, perkiraan Ekuitas Dana tidak lagi menunjukkan

    saldo negatif sejak LKPP 2007. Sementara itu, pada LKPP 2008 nilai Ekuitas Dana

    naik lebih dari dua (2) kali lipat dibanding nilai yang sama pada LKPP 2007.

    Selisih Kurs Mulai LKPP tahun 2007 disajikan perkiraan selisih kurs pada Neraca. Selisih kurs

    merupakan selisih yang timbul karena penjabaran nilai utang dalam mata uang asing

  • 13

    LKBUN pertama kali disajikan pada LKPP Tahun 2008

    ke rupiah pada kurs yang berbeda antara kurs saat transaksi dengan kurs pada

    tanggal pelaporan (kurs tengah BI).

    Pada LKPP 2007, perkiraan Selisih Kurs disajikan sebagai bagian dari Ekuitas Dana

    Lancar. Sementara pada LKPP 2008 telah disempurnakan dengan menyajikan selisih

    kurs pada dua (2) bagian, yaitu Selisih Kurs -yang berasal dari- Bagian Lancar Utang

    Jangka Panjang yang merupakan bagian dari Ekuitas Dana Lancar dan Selisih Kurs

    -yang berasal dari- Utang Jangka Panjang yang merupakan bagian dari Ekuitas Dana

    Investasi.

    Laporan Keuangan BUN Untuk pertama kalinya dalam LKPP tahun 2008 telah disajikan Laporan Keuangan

    BUN (LKBUN) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus

    Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. LKBUN ini merupakan konsolidasi dari

    laporan keuangan entitas pelaporan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan

    (BAPP), data keuangan dalam pengelolaan BUN, dan unit-unit terkait lainnya yang

    mengelola dan/atau menguasai aset pemerintah.

    Pengendalian BUN terhadap kekayaan yang dilaporkan seluruh entitas BUN ada

    yang bersifat langsung dan tidak langsung. Contoh pengendalian secara tidak

    langsung adalah penyertaan modal negara dan kekayaan pada Badan Lainnya.

    Rincian entitas pelaporan dalam LKBUN adalah sebagai berikut:

    Tabel 2. Entitas Pelaporan BAPP BA Uraian

    061 Cicilan Bunga Utang

    062 Subsidi dan Transfer

    069 Belanja Lain lain

    070 Dana Perimbangan

    071 Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus

    096 Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri

    097 Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri

    098 Penerusan Pinjaman

    099 Penyertaan Modal Negara

    101 Penerusan Pinjaman sebagai Hibah*)

    102 Penerusan Hibah*)

    Badan Lainnya (antara lain: yayasan. Lembaga

    Non Struktural di Lingkungan K/L)

    *) tidak terdapat realisasi anggaran pada LKPP 2008

  • 14

    Perbaikan dalam pengungkapan Analisa Kebijakan Fiskal

    Analisa Kebijakan Fiskal Pengungkapan analisa kebijakan fiskal terus menunjukkan perbaikan yang signifikan.

    Pada LKPP tahun 2004 dan 2005 penyajian analisa ini hanya mengungkap besaran-

    besaran makro secara umum. Mulai tahun 2006, analisa ini diungkap dengan lebih

    komprehensif dengan memuat kebijakan-kebijakan pemerintah yang mampu memacu

    pertumbuhan ekonomi. Selain itu, hasil-hasil yang berhasil dicapai pemerintah

    selama tahun tersebut juga diungkapkan dengan lugas. Salah satunya keberhasilan

    pemerintah untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia dengan peluncuran

    Inpres No.6/2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi.

    Selanjutnya jika merujuk pada LKPP 2007 dan 2008, maka penyajian analisa

    kebijakan fiskal makin diperluas dengan mengungkapkan isu-isu terbaru di seputar

    ekonomi makro. Di sini disajikan perkembangan terakhir dari Inpres No. 6/2006

    tentang Perbaikan Iklim Investasi yang telah diformulasikan ke dalam UU No.

    25/2007 tentang Penanaman Modal.

    Peran pemerintah dalam dunia global turut diungkap dalam analisa ini dengan

    mengulas hubungan climate change dengan pembangunan berkelanjutan. Peranan

    Indonesia dalam mewujudkan tata ekonomi global yang ramah lingkungan ini

    diungkap dengan lugas dan terarah.

    Pada analisa ini penyerapan anggaran dan akuntabilitas keuangan negara dibahas

    secara terbuka. Terlihat bahwa dengan tingkat penyerapan anggaran yang relatif

    baik, ternyata akuntabilitas keuangan masih belum diaplikasikan secara bersamaan.

    Terdapat kecenderungan bahwa kementerian negara/lembaga yang mempunyai

    penyerapan anggaran besar ternyata masih mendapatkan opini yang kurang baik dari

    BPK. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa akuntabilitas yang ada di kementerian

    negara/lembaga harus terus ditingkatkan.

    Dari sisi pendapatan, diungkapkan juga bahwa perbaikan aturan perpajakan, sesuai

    UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, telah berhasil menaikkan

    rasio perpajakan. Kemudian, upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan

    negara bukan pajak antara lain diwujudkan dalam pengembangan BUMN.

    Keseluruhan kenaikan kinerja pemerintah ini kemudian diukur pengaruhnya terhadap

    sektor riil. Dari sini terlihat bahwa anggaran negara telah menjadi stimulus yang

    utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Keseluruhan kemajuan

    pemerintah yang diungkapkan secara transparan ini merupakan wujud keinginan

    untuk mengelola keuangan negara secara lebih akuntabel.

  • 15

    Pengungkapan hal-hal yang signifikan dalam LKPP

    Catatan Penting Lainnya Beberapa tambahan pengungkapan yang cukup signifikan termuat dalam LKPP 2006

    antara lain mengenai dana masyarakat yang dikelola oleh BAZNAS, aset bersejarah,

    laporan keuangan BLU, penertiban rekening pemerintah, aset eks BPPN dan eks

    Cina, kewajiban pemerintah terkait subsidi beras, serta past service liabilities kepada

    PT. TASPEN dan PT. ASABRI.

    Penambahan pengungkapan di tahun 2007 antara lain langkah-langkah penertiban

    Barang Milik Negara, perkembangan pembayaran rekapitalisasi Bank Danamon, unit

    bisnis di lingkungan TNI, dan disclosure sumber dana dan realisasi belanja Badan

    Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Berikut contoh pengungkapan signifikan lainnya

    yang dilakukan oleh pemerintah pada LKPP 2007 dan 2008.

    Box 2. Pengungkapan dan Penyajian Signifikan Lainnya

    Rekening Minyak dan Gas (Migas) Selama ini rekening migas dinilai kurang transparan dan akuntabel karena dikelola di

    luar mekanisme APBN. Pengungkapan Rekening Penerimaan Migas 600.000411

    dimulai pada LKPP TA 2007 yang disajikan dalam bentuk suplemen, sementara pada

    LKPP tahun 2008 dilengkapi dengan penyajian Production Sharing dan Lifting dari 64

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sudah berproduksi. Dengan

    pengungkapan ini diharapkan kebutuhan para pengguna laporan keuangan dapat

    terpenuhi.

    Rekening Pemerintah Salah satu langkah konkret dalam reformasi perbendaharaan adalah penertiban

    terhadap rekening liar sehingga diharapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan

    negara dapat terwujud sebagaimana amanat undang-undang. Penertiban terhadap

    rekening liar ini juga merupakan tindak lanjut atas Peraturan Menteri Keuangan

    (PMK), yaitu:

    1. PMK No. 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian

    Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja;

    2. PMK No. 58/PMK.05/2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah pada

    Kementerian Negara/Lembaga; dan

    3. PMK No. 67/PMK.05/2007 tentang Pengenaan Sanksi dalam rangka Pengelolaan

    dan Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/

    Kantor/Satuan Kerja.

  • 16

    Sebagai tindak lanjutnya, Menteri Keuangan telah membentuk Tim Penertiban

    Rekening Pemerintah yang tugas pokoknya antara lain meliputi: (i)

    pendataan/inventarisasi rekening pemerintah pada masing-masing kementerian

    negara/lembaga, dan (ii) pembahasan dan penetapan status rekening pemerintah.

    Dari hasil investigasi Tim Penertiban Rekening Pemerintah, didapat data sebagai

    berikut:

    Sampai dengan 31 Desember 2008 pemerintah telah selesai membahas lebih dari

    30.000 (tiga puluh ribu) rekening dengan hasil: setuju untuk terus digunakan (baik

    secara permanen maupun sementara), ditutup (dengan menyetor sisa dana ke Kas

    Negara/Non Kas Negara), serta dibahas lebih lanjut. Adapun rinciannya adalah

    sebagai berikut:

    No Kelompok Rekening Jumlah

    Rek. Rupiah US $

    A. Disetujui untuk Digunakan secara Permanen (P) atau Sementara (S)

    1. Rek. Bend. Penerimaan (P) 7.061 1.295.168.423.447 1.739.018

    2. Rek. Bend. Pengeluaran (P) 19.315 4.920.302.629.662 49.806.419 2.861.356

    3. Rek. Penampungan Dana Dukungan Pelayanan Khusus yang Bersifat Permanen (diusulkan menjadi BLU) (S)

    226 13.668.285.521.808 108.613.797

    4. Rek. Penampungan Dana Jaminan Pihak Ketiga (S)

    2.893 4.173.511.453.903 26.224.069

    5. Rek. Penampungan Dana Titipan (S)

    645 3.083.653.204.231 17.945.400

    6. Rek. Penampungan Hibah dan Kerjasama Terikat (S)

    1.809 233.409.548.100 7.698.525

    7. Rek. Penerimaan Non DIPA (S) 759 67.665.072.324 10.703.580

    Sub Total 32.708 27.441.995.853.474 222.730.808

    2.861.356 B. Sudah Ditutup 1. Ditutup dan Disetor ke Kas

    Negara 2.394 6.714.786.753.279 14.751.930

    2. Ditutup dan Digabung ke Rek. Pemerintah Lainnya

    494 706.848.630.172 36.562

    3. Ditutup dan Disetor ke Non Kas Negara

    1.027 473.151.097.664 151.666

    4. Ditutup dan Disetor ke Kas Negara dan Non Kas Negara

    15 (KN) 37.106.398 (NKN) 2.067.187.689

    7.304 42.854

    Sub Total 3.930 7.896.890.775.202 14.990.316 C. Tidak Terselesaikan/Terlaksana Pembahasannya 1. Penutupan yang belum / tidak

    dilaksanakan 1.270 518.551.915.630 -

    2. Tidak jelas identitas pemilik rekening

    431 56.377.966.227 -

    3. Pembahasan deadlock 1.138 2.920.228.548 219.446

  • 17

    (dokumen/informasi tidak lengkap)

    Sub Total 2.839 577.850.110.405 219.446

    TOTAL 39.477 35.916.736.739.082 237.940.570

    2.861.356

    Dari rekening yang sudah ditutup dan rekening yang tidak terselesaikan

    pembahasannya telah dibekukan sebanyak 3.074 rekening senilai Rp1,22 triliun dan

    USD541,04 ribu. Selanjutnya investigasi lanjutan sedang dilakukan terhadap 4.520

    rekening sebesar Rp2,49 triliun dan USD21,78 juta oleh KPK, BPKP maupun APIP

    K/L.

    Pengelolaan Utang Penyajian laporan keuangan yang lebih transparan juga ditunjukkan dalam

    pengelolaan utang pemerintah.

    Selama 4 tahun terakhir, pemerintah mampu mengelola utang dalam/luar negeri

    dengan baik. Hal ini terlihat dari komposisi pembayaran bunga utang terhadap total

    Pendapatan Negara dan Belanja Negara (PNBP) yang mengalami penurunan

    sebagaimana terlihat pada grafik berikut:

    Grafik 3. Bunga Utang terhadap Total PNBP (%)

    Selain itu, semakin membaiknya pengelolaan utang juga dapat ditunjukkan dengan

    rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008 yang semakin

    menurun sejak tahun 2005 sebagaimana terlihat pada grafik berikut:

  • 18

    Grafik 4. Rasio Utang terhadap PDB

    4739

    36 33

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    %2005 2006 2007 2008

    Ras io Utang Terhadap PDB

  • 19

    Perubahan drastis dalam proses perencanaan dan proses pelaporan Unsur LKPP mencakup LRA, Neraca, LAK, dan CaLK

    ASPEK TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

    Sesuai dengan tuntutan akan reformasi hukum dan reformasi organisasi di negara

    Indonesia, terbitlah paket undang-undang bidang keuangan negara dengan tujuan

    tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Keberhasilan

    penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang merupakan bentuk

    pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara merupakan salah satu

    pencapaian milestone dari pelaksanaan reformasi di bidang manajemen keuangan

    publik. Selanjutnya untuk menyempurnakan proses penyelenggaraan keuangan

    negara yang transparan dan akuntabel, laporan keuangan yang telah disusun akan

    diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga dapat diyakinkan bahwa

    LKPP bebas dari kesalahan penyajian yang material dan telah mengikuti peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

    LKPP mulai tahun 2004 hingga 2008 telah diperiksa oleh BPK dengan opini

    disclaimer. Opini disclaimer yang selama ini diberikan BPK didasarkan atas alasan

    antara lain: adanya pembatasan dan keterbatasan dalam ruang lingkup pemeriksaan,

    adanya kelemahan pada sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan

    terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Terhadap temuan dan

    rekomendasi BPK ini, pemerintah senantiasa melakukan perbaikan untuk

    mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang berkualitas.

    Ruang Lingkup Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Sejak disahkannya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1

    Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang

    Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

    pengelolaan keuangan negara mengalami perubahan drastis mulai dari proses

    perencanaan hingga ke proses pelaporan. Penerapan reformasi di bidang

    manajemen keuangan negara, termasuk di antaranya merubah proses pelaporan

    merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas

    sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kebocoran keuangan negara.

    Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang pertama (LKPP 2004) merupakan

    pengganti dari Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang penyajiannya lebih

    komprehensif, karena LKPP tidak hanya mencakup Laporan Realisasi Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akan tetapi juga Neraca, Laporan Arus

  • 20

    LKPP juga meliputi dana APBN yang dikelola Pemda Pelaporan Lembaga Non Struktural

    Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sesuai dengan tuntutan reformasi di

    bidang manajemen keuangan negara, PAN dianggap tidak dapat lagi menjawab

    tantangan yang ada karena tidak dihasilkan dari sistem akuntansi yang memadai.

    Selain daripada itu sebagai satu-satunya laporan keuangan yang disampaikan

    kepada lembaga legislatif (DPR), PAN dinilai kurang informatif karena pemerintah

    mengalami kesulitan untuk membuat Neraca dari data PAN yang menggunakan

    metode pembukuan tunggal (single entry).

    Selain mencakup aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas pemerintah

    pusat (K/L) beserta jenjang struktural di bawahnya, LKKP 2004 juga telah meliputi

    transaksi keuangan yang berasal dari dana APBN yg dikelola oleh pemerintah

    daerah. Di samping itu laporan keuangan BUMN juga telah dilampirkan sebagai

    suplemen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sehingga diperoleh gambaran

    kekayaan negara yang utuh, termasuk di dalamnya kekayaan negara yang dikelola

    secara terpisah oleh BUMN.

    Menanggapi temuan audit BPK terhadap LKPP 2004 yang antara lain menyatakan

    masih banyak anggaran yang dikelola secara non-budgeter, pemerintah berusaha

    memperbaiki kinerja LKPP tahun 2005 dengan menyajikan informasi yang lebih

    lengkap dan lebih tertib dibandingkan dengan LKPP tahun 2004, antara lain dengan

    menyajikan data kas yang lebih terpercaya dan nilai aset yang makin mencerminkan

    keadaan yang sebenarnya. Keandalan data yang semakin meningkat dalam LKPP

    2005 ini tidak terlepas dari kewajiban rekonsiliasi seperti yang terdapat pada PMK

    No.59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah

    Pusat.

    Selanjutnya Neraca yang merupakan bagian dari LKPP 2005 memperluas

    cakupannya dengan menyajikan aktivitas anggaran dari lembaga negara/pemerintah

    yang menggunakan dana APBN namun belum merupakan entitas pelaporan dalam

    tahun anggaran 2005 antara lain Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Komisi

    Pemberantasan Korupsi, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

    Selain itu juga terdapat pengungkapan (disclosure) terhadap keuangan BP Migas dan

    Bapertarum untuk tahun 2005, meskipun laporan keuangan dari kedua badan

    tersebut belum terintegrasi dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005.

    Pada LKPP tahun-tahun berikutnya ruang lingkup menjadi semakin bertambah.

    Pelaporan Badan Layanan Umum mulai disinggung pada LKPP 2006. Sedangkan

    pada LKPP 2007 pelaporan Lembaga Non Struktural seperti Dewan Pers mulai

  • 21

    Penyebab opini disclaimer semakin berkurang

    dikonsolidasikan pada neraca kementerian negara/lembaga yang secara

    organisatoris membawahinya. Selain itu informasi keuangan Lembaga Non Struktural

    juga di-disclose pada Catatan atas Laporan Keuangan LKPP 2007.

    Selanjutnya LKPP tahun 2008 melaporkan entitas pelaporan Bagian Anggaran

    Pembiayaan dan Perhitungan yang dikonsolidasi pada Laporan Keuangan BUN.

    Pada tahun-tahun mendatang, laporan pertangungjawaban semua lembaga dan

    badan yang menggunakan dana APBN dalam kegiatannya diharapkan dapat

    dilaporkan pada LKPP sehingga masyarakat luas dapat menilai kinerja pemerintah.

    Selain itu, LKPP juga dapat menjadi alat ukur, alat kendali dan alat perencanaan dari

    pembangunan nasional yang berkesinambungan.

    Selama beberapa tahun ini, yaitu mulai dari LKPP 2004 sampai dengan LKPP 2008,

    jumlah temuan BPK yang menjadi penyebab opini disclaimer semakin berkurang

    sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini:

    Tabel 3. Penyebab Opini Disclaimer LKPP 2004 2008

    Masalah LKPP

    2004 2005 2006 2007 2008

    Pembatasan lingkup pemeriksaan pajak V V V V Tidak ada pembatasan

    Bagian tertentu dari LKPP tidak

    didasarkan LKKL dan LKBUN V V V V

    Telah diterbitkan

    LKBUN

    Penerimaan perpajakan belum dapat

    diyakini kewajarannya V V V V

    Hanya 3,4 trilyun

    rupiah yang belum

    dapat direkonsiliasi

    Pengakuan pendapatan migas secara

    netto dari rekening migas (600.000411) V V V V

    Pengungkapan telah

    memadai

    Selisih realisasi belanja menurut KL dan

    BUN (suspen) V V V Selisih tidak signifikan

    Pencatatan penarikan utang luar negeri

    tidak terekonsiliasi V V V V V

    Penertiban rekening belum dilakukan V V V

    Dalam

    proses Selesai

    Investasi Permanen PMN belum

    didasarkan pada data valid V V V V Semakin baik

    Pencatatan aset tetap tidak tertib,

    inventarisasi dan reveluasi belum

    dilakukan

    V V V Dalam proses (masih berlanjut)

    Administrasi dan kebijakan akuntansi V V V V V

  • 22

    Kelemahan dalam sistem pengendalian intern Langkah-langkah penataan ulang sistem pengendalian intern Kendala pada K/L

    aset eks BPPN dan aset KKKS tidak

    memadai

    Nilai outsatnding utang luar negeri tidak

    dapat diyakini V V V V

    Outstanding telah

    sesuai

    Perbedaan fisik dan catatan SAL V V V V V

    Sistem Pengendalian Intern Sejak pertama kali LKPP diperiksa oleh BPK, salah satu temuan audit yang menjadi

    sorotan adalah adanya kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern pemerintah

    pusat. BPK menilai bahwa proses penyusunan LKPP belum sepenuhnya sesuai

    dengan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat seperti yang

    dituntut dalam peraturan yang berlaku. Hal ini antara lain tercermin dalam perkiraan

    suspen yang merupakan akibat dari adanya perbedaan antara data Sistem Akuntansi

    Umum (SAU) yang dikelola oleh Departemen Keuangan dengan data Sistem

    Akuntansi Instansi (SAI) yang ada di K/L.

    Sejalan dengan temuan pemeriksaan BPK ini dan tuntutan reformasi yang

    digaungkan dalam paket UU Keuangan Negara, pemerintah melakukan langkah-

    langkah penataan ulang sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah,

    termasuk perubahan dalam proses penyusunan laporan pertanggungjawaban

    pelaksanaan APBN. Apabila laporan pertanggungjawaban APBN pada tahun-tahun

    sebelumnya (berupa PAN) disusun berdasarkan laporan keuangan manual yang

    dibuat oleh Biro Keuangan masing-masing Kementerian Negara / Lembaga, maka

    LKPP tahun 2004 yang merupakan LKPP pertama telah mengikuti proses akuntansi

    yang berjenjang, dimulai dari tingkat satuan kerja (satker) hingga kementerian

    negara/lembaga. Meskipun LKPP 2004 belum disiapkan menggunakan sistem

    akuntansi terstruktur yang merujuk pada sebuah peraturan / ketentuan khusus namun

    pemerintah telah berusaha untuk merubah sistem akuntansi yang sentralisasi

    (terpusat) menjadi sistem akuntansi bertingkat dimana kebenaran dari laporan

    keuangan suatu unit akuntansi menjadi tanggung jawab langsung dari unit akuntansi

    tersebut.

    Sebagai laporan keuangan pertama yang berhasil disusun di masa reformasi

    pengelola keuangan negara, LKPP 2004 tidak terlepas dari berbagai kelemahan.

    Beberapa Kementerian Negara / Lembaga, terutama yang mempunyai banyak satker

    tersebar di daerah masih menyusun laporan keuangannya secara manual meski telah

    mengikuti proses akuntansi berjenjang. Hal ini sebagian besar disebabkan

  • 23

    Dasar hukum penyusunan LK Pelaksanaan rekonsiliasi Data K/L semakin andal Tantangan atas SIMAK BMN

    ketidaksiapkan sumber daya manusia yang ada, di samping peralatan komputer dan

    sistem aplikasi yang ada masih bersifat sederhana.

    Selanjutnya LKPP tahun 2005 telah mengacu pada sistem akuntansi terstruktur yang

    telah diformulasikan ke dalam PMK No. 59/PMK.06/2005. Di samping itu LKPP tahun

    2005 telah disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005

    tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan terbitnya ketentuan ini,

    dasar hukum dari penyusunan laporan keuangan menjadi semakin kuat. Banyak

    Kementerian Negara / Lembaga bersiap diri dalam melaksanakan ketentuan ini

    dengan membentuk struktur organisasi akuntansi di lingkungannya serta melakukan

    pembinaan terhadap pegawai-pegawai yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas

    akuntansi.

    Kemajuan lain dari penyusunan LKPP 2005 adalah pelaksanaan rekonsiliasi yang

    telah mulai dilakukan di tingkat satuan kerja dan di tingkat wilayah. Dengan adanya

    ketentuan yang baru (PMK No. 59/PMK.06/2005), proses rekonsiliasi wajib dilakukan

    oleh semua level unit akuntansi yang ada sehingga diharapkan laporan keuangan

    yang dihasilkan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan laporan keuangan yang

    dikelola Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal negara menghasilkan angka

    yang sama.

    Sejak diberlakukannya ketentuan atas prosedur rekonsiliasi yang dilakukan mulai dari

    unit terbawah, laporan keuangan yang dihasilkan semakin meningkat kualitasnya

    karena data yang digunakan oleh K/L meningkat keandalannya. Efek positif lainnya

    dari keluarnya peraturan pelaksanan di bidang akuntansi ini adalah staff akuntansi

    Kementerian Negara/Lembaga baik di pusat maupun di daerah merasa terangkat

    moralnya karena kini proses pelaporan menjadi bagian yang penting dari siklus

    keuangan, hal mana kurang diperhatikan pada tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya

    ketaatan Kementerian Negara/Lembaga dalam menyusun laporan keuangan

    meningkat secara signifikan.

    Untuk tahun anggaran 2006, pemerintah lebih intensif lagi dalam melaksanakan

    sistem akuntansinya dimana penyusunan LKPP dalam tahun ini masih mengacu

    pada PMK No. 59/PMK.06/2005. Secara umum pelaksanaan sistem akuntansi

    keuangan berjalan lebih memuaskan bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    Tantangan yang harus dihadapi dalam penyusunan LKPP tahun 2006 ini terkait

    dengan pencatatan dan pelaporan aset dalam Sistem Akuntansi Barang Milik

    Kekayaan Negara (SABMN yang kemudian berganti nama menjadi Sistem Informasi

  • 24

    Penyempurna-an SAPKPP Alur pelaporan DK/TP

    Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Kekayaan Negara atau biasa dikenal SIMAK

    BMN). Nilai aset yang tersaji dalam neraca pemerintah dinilai masih jauh dari

    kewajaran karena masih banyak satuan kerja yang belum melaksanakan SABMN.

    Sehingga nilai aset di tingkat pusat yang merupakan hasil konsolidasi dari laporan

    keuangan di bawahnya menunjukkan nilai di bawah yang seharusnya. Di samping itu,

    aplikasi untuk mencatat nilai aset pada SABMN juga belum sempurna.

    Berdasarkan kendala dan tantangan yang ada, pemerintah menyempurnakan PMK

    No. 59/PMK.06/2005 menjadi PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi

    dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPKPP) yang mulai berlaku sejak 1

    Januari 2008. Penyempurnaan ini mendorong satuan kerja di Kementerian

    Negara/Lembaga untuk lebih mendayagunakan peran struktur organisasi Simak BMN

    sehingga pencatatan/pelaporan aset lebih tertib dibanding tahun-tahun sebelumnya.

    Kemudian PMK Nomor 102/PMK.05/2009yang baru juga menetapkan bahwa data

    BMN harus direkonsiliasi. Rekonsiliasi data BMN dilakukan dua arah, baik antara

    data BMN Kementerian Negara/Lembaga dengan data Menteri Keuangan, maupun

    antara data Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal

    Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah

    (Kanwil Ditjen PBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat Ditjen

    PBN dengan Kantor Pusat DJKN).

    Pemberlakuan PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang SAPPP tidak hanya memperbaiki

    pelaksanaan sistem akuntansi pada Kementerian Negara/ Lembaga (SAI) saja. PMK

    ini juga menyempurnakan Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dijalankan di

    Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal. Bila aturan pada PMK No.

    59/PMK.06/2005 lebih menitikberatkan pada sistem akuntansi instansi, maka PMK

    yang baru mengatur beberapa tambahan sistem akuntansi yang dikelola oleh Menteri

    Keuangan selaku BUN seperti Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah dan Sistem

    Akuntansi Badan Lainnya.

    Pemberlakuan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 juga memperbaiki alur pelaporan untuk

    DK/TP dimana pembentukan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran

    Wilayah (UAPPA-W) pada satu dinas akan memberikan informasi berapa

    sesungguhnya dana DK/TP yang diterima oleh dinas tersebut. Selain itu

    pembentukan koordinator wilayah juga akan memberikan informasi kepada

    Gubernur/Kepala Daerah (KDh) atas alokasi dana DK/TP di daerahnya sehingga

    tidak terjadi duplikasi pendanaan sebagaimana amanat pasal 87 UU Nomor 33 Tahun

  • 25

    SAPP

    SAI SA-BUN

    SAK SIMAK-

    BMN

    SiAP SAUP&H SA-IP

    SA-PP

    SAKUN SAU 061,096,

    097,101

    099 098

    SA-TD

    070,071

    SA-BL

    Kemayoran,

    SA-BAPP

    062,069

    DJKN

    Perbaikan sistem akuntansi BUN Penerimaan negara dari perpajakan dan keberadaan rekening pemerintah

    2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

    Daerah.

    Grafik 5. Bagan Kerangka Umum SAPP

    Sementara itu, dengan adanya revaluasi dan inventarisasi kekayaan/barang milik

    negara pada tahun 2008 lalu, maka nilai aset dan ekuitas pemerintah terkoreksi

    secara positif pada neraca pemerintah tahun 2008. Dengan demikian LKPP tahun

    2008 mengalami peningkatan kualitas sejalan dengan usaha-usaha pemerintah untuk

    terus memperbaiki pelaksanaan sistem akuntansi pemerintah pusat.

    Di masa depan pemerintah berencana untuk memperbaiki sistem akuntansi

    Bendaharawan Umum Negara (BUN) yang selama ini masih menjadi kendala. Selain

    itu diharapkan pertanggungjawaban aktivitas hibah dan transfer lebih rapi lagi dengan

    telah diterbitkannya peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian tujuan transparansi

    dan akuntabilitas keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam paket undang-

    undang keuangan negara dapat lebih ditegakkan.

    Ketidakpatuhan kepada Ketentuan Peraturan PerUUan

    Salah satu temuan dari BPK atas LKPP 2004-2008 adalah ketidakpatuhan terhadap

    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bidang yang kerap menjadi

    sorotan dalam hal ini antara lain penerimaan negara dari perpajakan dan keberadaan

    rekening pemerintah yang kurang jelas penggunaannya. Terkait keterbatasan

    pemeriksaan atas penerimaan perpajakan, telah dilakukan proses judicial review di

    Mahkamah Konstitusi yang putusannya sudah terbit. Selain daripada itu, pemerintah

  • 26

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama

    juga melakukan langkah-langkah perbaikan di bidang pajak seperti: penyempurnaan

    aplikasi pelaporan perpajakan, penyusunan peraturan yang di dalamnya antara lain

    mengatur prosedur rekonsiliasi internal data pajak dan lain sebagainya. Sementara

    terhadap temuan atas rekening pemerintah, telah digulirkan Program Penertiban

    Rekening Pemerintah dimana sampai dengan akhir tahun 2008, lebih dari 2.000 (dua

    ribu) rekening pemerintah telah ditutup penggunaannya. Di masa depan diharapkan

    lebih banyak lagi kas negara yang dapat diselamatkan.

    Hasil temuan lain dari pemeriksaan BPK adalah tidak disetornya penerimaan dari

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ke kas negara secara langsung. Terhadap

    masalah ini, terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan BPK. Sesuai dengan

    undang-undang yang berlaku, KKKS yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib

    membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan bukan pajak.

    Penerimaan negara dari KKKS ini disetor dalam bentuk tunai dan dalam bentuk

    minyak mentah.

    Setoran dalam bentuk minyak mentah disalurkan melalui Pertamina sebagai pihak

    pengelola yang ditunjuk oleh BP Migas sedangkan setoran tunai disetor ke rekening

    antara 600.000.411. Selanjutnya setoran tunai ini masih harus dipotong dengan

    pengeluaran-pengeluaran seperti PBB Migas, fee BP Migas, PPN Reimbursment,

    pinjaman dana talangan, biaya kesalahan kurs dan koreksi buku. Selain itu terdapat

    setoran Pertamina dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari migas. Setelah

    seluruh pendapatan dan biaya ini diperhitungkan, total pendapatan negara dari sektor

    migas yang ada di rekening antara disetor ke kas negara melalui rekening

    600.502.411.

    Penggunaan rekening antara ini kemudian menjadi temuan BPK yang antara lain

    menyebutkan bahwa realisasi penerimaan dari KKKS tidak disetor secara langsung

    ke kas negara. Adanya temuan ini merupakan akibat dari perbedaan pendapat antara

    BPK dan pemerintah dalam penerapan ketentuan keuangan negara serta pengakuan

    pendapatan menurut standar akuntansi dan sistem akuntansi. BPK menyatakan

    bahwa pengelolaan, pencatatan dan pelaporan penerimaan migas harus memenuhi

    asas bruto sebagaimana diatur dalam pasal 12 dan 16 UU Nomor 1 Tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara serta PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintahan.

    Di pihak lain, pemerintah mengikuti pendapat Komite Standar Akuntansi Pemerintah

    (KSAP) bahwa penerimaan negara dari migas dapat diakui hanya setelah earnings

  • 27

    UU Nomor 8 Tahun 2009

    process selesai. Penerimaan migas yang ada pada rekening 600.000.411 masih

    harus memperhitungkan unsur-unsur under/over lifting, DMO, pengembalian PPN

    dan PBB. Selain itu, pengakuan pendapatan migas sebelum earnings process selesai

    akan berakibat pada dasar penetapan Dana Perimbangan yang tidak akurat,

    sehingga penerapan azas bruto dalam hal ini akan menyesatkan.

    Kebijakan pemerintah untuk menetapkan asas netto dalam menghitung pendapatan

    negara dari migas telah disepakati dengan DPR yang dituangkan dalam UU Nomor 8

    Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006. Penjelasan Pasal 3 ayat (3) UU

    dimaksud berbunyi Yang dimaksud asas netto pada ayat ini adalah penerimaan

    minyak bumi dan gas alam diakui sebagai penerimaan negara setelah

    memperhitungkan kewajiban-kewajiban pemerintah yang harus dibayarkan kepada

    kontraktor kontrak kerja sama, seperti pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

    dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), over/under lifting, dan fee kegiatan hulu

    minyak bumi dan gas alam.

    Upaya pemerintah untuk mengungkapkan (disclose) status rekening antara

    600.000.411 telah dimulai sejak LKPP 2007. Pengungkapan ini terbuka untuk diaudit

    yang merupakan langkah perbaikan menuju LKPP yang transparan, reliable dan

    akuntable.

    Sebagai hasil dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, temuan terkait

    penerimaan dan penggunaan rekening migas di luar mekanisme APBN sudah tidak

    muncul lagi pada pemeriksaan BPK atas LKPP 2008.

  • 28

    Peran standar dan sistem akuntansi Check and balance mechanism Pembentukan KSAP dan penyusunan SAP

    ASPEK PENGEMBANGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI

    Standar dan sistem akuntansi memiliki peran yang cukup penting dalam reformasi

    akuntansi dan pelaporan keuangan secara menyeluruh. Introduksi Standar Akuntansi

    Pemerintahan (SAP) pada tahun 2005 merupakan langkah awal dari -implementasi

    praktik akuntansi modern di Indonesia. Selanjutnya SAP memerlukan pengembangan

    lebih lanjut seiring dengan dinamika dalam reformasi dimana proses

    pengembangannya menjadi faktor krusial penentu keberhasilan pelaksanaan sistem

    informasi akuntansi di lingkungan pemerintah pusat.

    Salah satu isu dalam aspek pengembangan standar dan sistem akuntansi adalah

    terkait dengan check and balance mechanism. Berbagai penyempurnaan terus

    dilakukan pemerintah untuk meningkatkan sistem pengendalian internal yang

    memungkinkan pemerintah untuk menjamin keandalan data dalam LKPP.

    Melalui mekanisme check dan balance yang diperbaiki, setiap transaksi yang

    dilaporkan dapat terlebih dahulu diverifikasi pada berbagai tingkatan. Pada akhirnya,

    laporan keuangan yang andal mampu meningkatkan kualitas pertanggungjawaban

    pengelolaan keuangan negara.

    Peningkatan Kualitas Standar Akuntansi dan Peran Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) Meskipun penyusunan LKPP tahun 2004 belum dilaksanakan berdasarkan standar

    akuntansi pemerintah yang secara formal mengatur proses akuntansi sektor publik,

    namun secara prinsip penyusunan laporan pertanggungjawaban APBN tersebut telah

    mengikuti standar baku yang sejalan dengan berbagai praktik akuntansi modern yang

    merupakan cikal bakal lahirnya standar akuntansi pemerintahan di Indonesia.

    Penyusunan SAP dimulai sebelum tahun 2005 dengan dibentuknya Komite Standar

    Akuntansi Pemerintahan (KSAP) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.84/2004

    jo. Keppres No.2/2005. Proses pembentukan KSAP ini menandai era baru

    pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang menjunjung tinggi transparansi

    dan akuntabilitas. Peran utama KSAP adalah melaksanakan penyusunan dan

    pengembangan SAP sebagai pondasi implementasi reformasi akuntansi

    pemerintahan.

  • 29

    Produk KSAP

    Pada tahap awal di tahun 2005, KSAP berhasil menyusun 1 (satu) Kerangka

    Konseptual Akuntansi Pemerintahan dan 11 (sebelas) Pernyataan Standar Akuntansi

    Pemerintahan (PSAP) yang menjadi acuan pemerintah pusat/daerah dalam

    menyusun sistem akuntansi dan pelaporan keuangannya. Kesebelas pernyataan

    standar tersebut meliputi:

    1. PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;

    2. PSAP No. 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran;

    3. PSAP No. 03 tentang Laporan Arus Kas;

    4. PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;

    5. PSAP No. 05 tentang Akuntansi Persediaan;

    6. PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi;

    7. PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;

    8. PSAP No. 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;

    9. PSAP No. 09 tentang Akuntansi Kewajiban;

    10. PSAP No. 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan

    Peristiwa Luar Biasa;

    11. PSAP No. 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian.

    Pada tahun 2005 tersebut, KSAP juga telah berhasil menyusun Buletin Teknis

    Akuntansi Pemerintahan sebagai pelengkap dari PSAP, yaitu:

    1. Buletin Teknis 01 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat;

    2. Buletin Teknis 02 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah.

    Penyempurnaan standar akuntansi ini terus dilaksanakan dari tahun ke tahun melalui

    penyusunan buletin teknis, fatwa/pendapat dari komite dan produk lainnya untuk

    menjawab permasalahan akuntansi. Pada tahun 2006, KSAP mampu menerbitkan

    dua buletin teknis lagi yaitu Buletin Teknis 03 tentang Penyajian Laporan Keuangan

    Pemerintah Daerah sesuai dengan SAP dengan Konversi dan Buletin Teknis 04

    tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah. Di tahun berikutnya, pada

    tahun 2007 KSAP menyusun Buletin Teknis 05 tentang Akuntansi Penyusutan.

    Sedangkan pada tahun 2008, KSAP menerbitkan Buletin Teknis 06 tentang

    Akuntansi Piutang dan Buletin Teknis 07 tentang Akuntansi Dana Bergulir.

    Tabel 4. Produk KSAP

    Tahun Pernyataan Standar Buletin Teknis 2005 11 (sebelas) 2 (dua) 2006 - 2 (dua) 2007 - 1 (satu) 2008 - 2 (dua)

  • 30

    Rekomendasi komite standar Realisasi aset tetap

    Penyusunan standar akuntansi sebagai indikator kinerja KSAP mendukung

    pemerintah dalam melaksanakan reformasi akuntansi dan pelaporan. Penerbitan

    buletin teknis oleh KSAP merupakan wujud tanggung jawab KSAP dalam merespon

    kebutuhan pengguna akuntansi dan pelaporan keuangan. Dengan terbitnya buletin

    teknis ini, diharapkan pemahaman akan standar akuntansi pemerintahan dapat lebih

    ditingkatkan.

    Komite Standar juga berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan akuntansi

    yang terjadi di lingkup pemerintahan dengan memberikan rekomendasi/pendapat

    yang dapat digunakan untuk penetapan kebijakan akuntansi pemerintahan. Salah

    satu yang menonjol adalah dengan ditetapkannya fatwa mengenai Pelaporan

    Keuangan BP Migas pada tahun 2006.

    Dalam pendapat ini dikemukakan mengenai status pendapatan migas yang diperoleh

    dari kontrak kerja sama belum dapat diakui sebagai pendapatan negara pada saat

    pendapatan tersebut diterima oleh BP Migas dalam Rekening Migas 600.000411

    karena earning process pendapatan tersebut belum selesai. Pendapatan migas baru

    dapat diakui masuk ke Kas Negara apabila telah disetorkan ke Rekening Kas Umum

    Negara nomor 502.000000 setelah menghitung seluruh pengeluaran seperti biaya

    bagi hasil kepada kontraktor dan cost recovery.

    Implementasi dari standar akuntansi telah diformulasikan dalam penyusunan LKPP

    yang makin komprehensif pula. Sebagai contoh, pada LKPP 2004 dan 2005

    pelaksanaan standar untuk melakukan reklasifikasi atas aset tetap yang dihentikan

    penggunaannya belum berjalan. Akan tetapi pada LKPP 2006 dan 2007 kedua hal

    tersebut telah diakomodasi.

    Sebelum LKPP 2007, dana bergulir belum disajikan sesuai dengan standar yang

    tepat sehingga banyak ditemui kebingungan mengenai kategorisasi dana bergulir ini.

    Pemerintah selaku penyusun LKPP berkonsultasi dengan KSAP, kemudian

    menyusun metodologi penyajian yang jelas sesuai substansi dari dana bergulir

    tersebut dan jenis belanja yang digunakan dalam penyalurannya. Hasil formulasi

    inilah yang kemudian dituangkan dalam Buletin Teknis 07.

    Peningkatan Kualitas Sistem Akuntansi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat merupakan suatu prosedur manual dan

    terkomputerisasi dalam mengumpulkan data, mencatat, mengikhtisarkan sampai

  • 31

    Perkembangan sistem akuntansi pemerintahan

    dengan melaporkan posisi dan operasi keuangan Pemerintah Pusat. Untuk menjamin

    agar sistem tersebut dapat berlangsung secara optimal, maka diperlukan mekanisme

    saling uji yang andal. Seiring dengan tuntutan akuntabilitas dan transparansi seperti

    yang tercermin dalam UU Keuangan Negara, pemerintah terus menerus

    menyempurnakan Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

    seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:

    Tabel 5. Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintahan Tahun Sistem Keterangan 2003 KMK 337/KMK.012/2003 sistem akuntansi pemerintah berbasis

    komputer 2005 PMK 13/PMK.06/2005 Bagan Perkiraan Standar (BPS) 2005 PMK 59/PMK.06/2005 2 (dua) sub sistem utama:

    - Sistem Akuntansi Instansi - Sistem Akuntansi Pusat

    2006 Perdirjen 24/PB/2006 Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara / Lembaga

    2006 Perdirjen 66/PB/2006 Rekonsiliasi dan Analisa Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN

    2007 PMK 91/PMK.05/2007 Bagan Akun Standar (Revisi BPS) 2007 PMK 171/PMK.05/2007 2 (dua) sub sistem utama:

    - Sistem Akuntansi Instansi; terbagi atas Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi BMN (SIMAK BMN)

    - Sistem Akuntansi BUN (menampung fungsi-fungsi menteri keuangan selaku BUN)

    2008 Perdirjen 51/PB/2008 Revisi Perdirjen 24/PB/2006 2008 PMK 86/PMK.05/2008 Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) 2008 PMK 196/PMK.05/2008 Tata Cara Penyusunan Laporan Keuangan

    Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain 2009 Perdirjen 09/PB/2009 Rekonsiliasi Pajak 2009 Perdirjen 38/PB/2009 Penyusunan Laporan Keuangan Kuasa BUN

    (Revisi Perdirjen 66/PB/2006) 2009 PMK 40/PMK.05/2009 Sistem Akuntansi Hibah (Sikubah) 2009 PMK 87/PMK.05/2009 Mekanisme Pelaksanaan dan

    Pertanggungjawaban Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

    2009 PMK 102/PMK.05/2009 Rekonsiliasi Barang Milik Negara 2009 PMK 120/PMK.05/2009 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer ke

    Daerah

    Pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan dari tahun ke tahun terus

    menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal cakupan dan mekanisme saling uji.

    Meskipun beberapa sub sub sistem saat ini masih belum sepenuhnya terbentuk

    dan/atau dalam tahapan penyempurnaan, tetapi kemajuan yang dicapai tidak dapat

    dipungkiri. Contohnya, temuan pemeriksaan BPK mengenai pengelolaan utang dan

    sistem akuntansi hibah yang masih belum tertata baik. Terkait dengan hal tersebut

    pemerintah telah berupaya memperbaiki sistem akuntansi dimaksud dimana pada

    tahun 2008 pemerintah telah berhasil menyelesaikan PMK mengenai Sistem

    Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) dan PMK tentang Sistem Akuntansi Hibah pada

  • 32

    Ketidakkonsis-tenan penggunaan mata anggaran

    tahun 2009. Sehingga pada tahun 2008 kualitas LKPP dapat meningkat seiring

    dengan pembagian peran, tugas, dan wewenang tersebut.

    Penggunaan Klasifikasi Anggaran yang Konsisten Klasifikasi anggaran yang sesuai dengan praktik internasional yang teruji turut

    berperan dalam pengembangan sistem akuntansi pemerintahan. Seperti yang

    diketahui, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses

    pertanggungjawaban anggaran adalah ketidakkonsistenan penggunaan mata

    anggaran yang menyebabkan kinerja tidak terukur. Hal-hal yang direncanakan oleh

    kementerian negara/lembaga kerap mengalami deviasi pada tahap pelaksanaan

    anggaran, sehingga menyulitkan pengukuran kinerjanya. Oleh karena itu, klasifikasi

    penganggaran yang digunakan mulai dari proses perencanaan dan penganggaran

    perlu mendapat perhatian. Dalam konteks sistem akuntansi pemerintahan,

    pengklasifikasian ini dituangkan ke dalam bentuk kumpulan akun buku besar yang

    disebut dengan bagan akun standar (chart of account) yang disusun berdasarkan

    transaksi yang dilakukan (seperti utang, pembayaran, dan penyusutan) dan kategori

    administratif (operasi internal) yang memudahkan dalam mengukur kinerja secara

    keseluruhan.

    Dalam rangka memperbaiki konsistensi dalam pencatatan transaksi anggaran,

    pemerintah telah memperbaiki chart of account yang ditetapkan berdasarkan PMK

    No.13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar ke dalam PMK

    No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. Bagan Akun Standar (BAS)

    ditetapkan dengan sasaran agar penyusunan laporan keuangan pemerintah dan

    kementerian negara/lembaga mampu memenuhi unsur pengendalian, pengukuran

    dan pelaporan kinerja sehingga mampu meningkatkan akuntabilitas

    pertanggungjawaban anggaran. Di samping itu. Bagan Akun Standar disusun dengan

    mengadaptasi standar international yakni Government Finance Statistics (GFS) yang

    diperlukan dalam konteks analisis makro ekonomi secara lebih luas dalam kaitannya

    dengan pendapatan dan pengeluaran yang terealisasi pada sektor pemerintahan.

    Bagan Akun Standar (BAS) selanjutnya dipergunakan dalam pencatatan transaksi

    yang terjadi pada seluruh proses pengelolaan keuangan negara mulai dari tahapan

    perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaporan keuangan baik oleh

    Bendahara Umum Negara maupun oleh Kementerian Negara/Lembaga dan berlaku

    mulai tahun anggaran 2008.

    Adapun tujuan utama penyusunan BAS adalah sebagai berikut: 1. menyamakan istilah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan keuangan;

  • 33

    Kendala penerapan Bagan Akun Standar Perkembangan suspen

    2. meningkatkan kualitas informasi keuangan pemerintah; dan 3. memudahkan pengawasan keuangan.

    Penerapan/penggunaan Bagan Akun Standar (BAS) juga masih mengalami beberapa

    kendala. Salah satu kendala dimaksud adalah masih adanya ketidakkonsistenan

    penerapan Bagan Akun Standar (BAS) yang terobservasi pada penyusunan LKPP

    selama ini. Namun demikian, persentase terjadinya ketidakkonsistenan tersebut dari

    tahun ke tahun terus menurun seiring dengan meningkatnya pemahaman mengenai

    mekanisme akuntansi dalam keuangan negara. Kemajuan tersebut juga merupakan

    hasil sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai sistem pencatatan yang

    konsisten dalam setiap tahapan penganggaran. Sebagai contoh, atas belanja yang

    menghasilkan aset tetap suatu satker seyogyanya mencatat perolehan aset tersebut

    dan menyajikannya dalam neraca satker yang bersangkutan. Namun dalam

    praktiknya hal ini masih banyak yang tidak dilakukan. Selain itu, masih banyak

    pelaksanaan anggaran yang tidak mengacu pada prinsip akuntansi yang benar.

    Seperti pengalokasian belanja perjalanan dinas yang berkaitan dengan perolehan

    suatu aset tetap dimasukkan dalam kelompok belanja barang. Padahal apabila

    melihat definisinya, biaya tersebut selayaknya dimasukkan dalam kelompok belanja

    modal.

    Dengan berkembangnya sistem dan standar akuntansi, diharapkan pelaksanaan

    akuntansi dan pelaporan keuangan dari tahun ke tahun terus menunjukkan

    peningkatan yang antara lain ditunjukkan dengan penurunan besaran suspen dalam

    LKPP tahunan, seperti dijelaskan dalam box di bawah ini:

    Box 3. Suspen

    Suspen (suspend) merupakan perbedaan nilai pembukuan dari dua sub sistem yang

    dijalankan pemerintah, yaitu Sistem Akuntansi Instansi (SAI) oleh kementerian

    negara/lembaga dan Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) oleh Ditjen PBN dalam Laporan

    Realisasi Anggaran. Kedua sub sistem ini mengindikasikan kualitas mekanisme

    check and balance yang dijalankan oleh pemerintah. Nilai suspen yang kecil

    mengindikasikan mekanisme saling uji yang semakin baik dan menyiratkan data

    laporan keuangan yang andal. Sebaliknya, selisih yang besar menunjukkan kualitas

    mekanisme saling uji yang tidak baik dan menyiratkan data laporan keuangan yang

    tidak andal.

    Sampai dengan saat ini, pemerintah masih mengakui bahwa data laporan keuangan

    yang dihasilkan belum seluruhnya andal. Akan tetapi, kualitas laporan keuangan dari

  • 34

    Kualitas LKK/L

    tahun ke tahun terus menunjukkan perbaikan signifikan yang ditandai dengan

    menurunnya nilai absolut suspen. Pada tahun 2004, suspen yang tercatat sebesar

    Rp10,3 miliar namun jumlah ini tidak menggambarkan hal yang sebenarnya

    mengingat pada saat itu laporan keuangan belum dihasilkan dari suatu sistem

    akuntansi dan pelaporan keuangan yang baku. Pada tahun 2005 pemerintah

    membuat sistem akuntansi dan pelaporan keuangan dengan menerbitkan PMK

    No.59/PMK.06/2005 sehingga laporan keuangan dapat dihasilkan dari suatu sistem

    yang lebih tertata. Suspen pada LKPP 2005 tercatat sebesar Rp1,9 triliun yang terus

    menurun pada LKPP tahun 2006 menjadi Rp916,7 miliar dan pada LKPP tahun 2007

    menjadi Rp236,5 miliar. Sedangkan LKPP tahun 2008 mencatat angka suspen

    sebesar Rp58,7 miliar.

    Grafik 6. Suspen

    Penyampaian dan Opini LK K/L Peningkatan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah juga

    ditunjukkan dengan kualitas penyampaian LKPP yang semakin meningkat sehingga

    mulai LKPP tahun anggaran 2007 tidak ada lagi Kementerian Negara/Lembaga yang

    terlambat menyampaikan Laporan Keuangannya. Berikut data jadwal penyampaian

    LK K/L:

    Tabel 6. Penyampaian LK KL Bagian Anggaran 2006 2007 2008

    Tepat Waktu 77 81 83 Terlambat 4 - - Tidak Menyampaikan - - - Jumlah 81 81 83

  • 35

    Sementara itu, jumlah K/L yang mendapat perbaikan opini dari BPK juga bertambah,

    sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini:

    Grafik 7. Opini Pemeriksaan BPK atas LKKL Tahun 2006-2008

    WTP: Wajar Tanpa Pengecualian WDP: Wajar Dengan Pengecualian TW: Tidak Wajar TMP: Tidak Menyatakan Pendapat

    Pada tahun anggaran 2007, terdapat 4 (empat) Bagian Anggaran yang termasuk

    entitas pelaporan keuangan namun tidak diperiksa/mendapat opini BPK, yaitu:

    Penerusan Pinjaman Sebagai Hibah; Penerusan Hibah; BNP2TKI; dan Badan

    Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Tahun anggaran berikutnya (2008)

    BNP2TKI dan BPLS menjadi Bagian Anggaran secara formal. Namun demikian

    BPLS telah menyampaikan laporan keuangannya secara res