Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
Transcript of Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
47
BAB IV
DATA DAN ANALISA
4.1 Hasil Pengujian Tarik dan Pengujian Fatik
4.1.1 Hasil Pengujian Tarik
Tabel 4.1 Data hasil pengujian tarik
Catatan : ** Dikali Dengan 9,8
Kode
Sample
Sample
Code
Dimensi
Ukur
Size
Dimension
(mm)
Luas
Area
(mm2)
Panja
ng
Ukur
Gauge
Length
(mm)
Kuat
Tarik
Tensile
Stress
(Kg/mm2)
[Mpa]
Batas
Luluh
Yield
Stress
(Kg/mm2)
[Mpa]
Regang
an
Elongat
ion
(%)
Tanpa
Perlaku
an
t = 3.29
w = 9.27
30.50 45 17 [167]**
12 [118]** 4.29
145℃
5%
t = 3.32
w = 9.18
30.48 45 19 [186]** 14 [137]** 3.91
145℃
10%
t = 3.07
w = 9.34
28.67 45 17 [167]** 15 [147]** 3.16
145℃
15%
t = 3.16
w = 9.22
29.24 45 18 [176]** 14[137]** 3.09
135℃
5%
t = 3.16
w = 9.28
29.32 45 19 [186]** 16 [157]** 3.76
135℃
10%
t = 3.16
w = 9.23
29.17 45 20 [196]** 14 [137]** 4.07
135℃
15%
t = 3.05
w = 9.33
28.46 45 20[196]** 15 [147]** 3.64
125℃
5%
t = 3.20
w = 9.17
29.34 45 16 [157]** 13 [127]** 2.98
125℃
10%
t = 3.21
w = 9.33
29.95 45 15 [147]** 15 [147]** 2.38
125℃
15%
t = 2.88
w = 9.28
26.73 45 18 [176]** 16 [157]** 3.07
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
48
Pengujian Tarik dilakukan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi
dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dengan Standar Uji JIS Z2241 ;
SNI 8389-2017 Metode Uji Tarik plat menggunakan mesin GOTECH Al – 7000 LA
1O Servo Control Computer System Universal Tensile Machine kapasitas 10 Ton.
Setelah didapatkan data hasil pengujian tarik seperti yang ditunjukan pada Tabel
4.1 kemudian akan dilakukan pengujian fatik dengan acuan data hasil dari pengujian
tarik diambil 50 % yield strength untuk menentukan beban dari pengujian fatik.
Dengan Standar Operasional Prosedur sebagai berikut :
1. Diambil nilai 50 % yield strength dari data pengujian tarik
2. Beban pengujian fatik berubah ubah (berfluktuasi)
3. Putaran motor penggerak 2800 rpm
4. Amati grafik uji fatik untuk mencari jumlah siklus dan rambat retak
Menentukan nilai beban dari pengujian fatik dengan menggunakan rumus :
σ = F
A0 ……………………………………………………….………(5)
Dimana :
σ = Tegangan tarik (Mpa)
F = Gaya tarik (N), atau P = Beban tarik (Kg)
A0 = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)
Sebagai contoh : spesimen tanpa perlakuan
Yield = 12 kg/mm2 data dari uji tarik
Luas area spesimen uji = 112 mm2
Maka :
= 112 mm2 x 12 kg/mm2
= 1344 Kgf
F = 50% yield
= 672 kgf
Jadi beban awal yang dipergunakan sebagai acuan pengujian fatik spesimen tanpa
perlakuan antara lain = 672 Kgf
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
49
4.1.2 Hasil Pengujian Fatik
Dari hasil uji fatik menggunakan mesin GOTECH Al – 7000 LA 1O Servo
Control Computer System Universal Tensile Machine kapasitas 10 Ton, maka didapat
data grafik hasil pengujian fatik.
Dari Gambar 4.1 menunjukan data grafik hasil pengujian fatik dengan
perbandingan antara beban (kgf) dibagian sumbu Y dan waktu (second) dibagian
sumbu X. Dapat dijelaskan dari garis-garis merah tersebut menandakan adanya beban
yang berfluktuasi sampai mendapatkan nilai beban maksimum pada spesimen sampai
spesimen mengalami kegagalan (failure) sekitar 943 kgf dengan waktu 6310 second
sampai spesimen patah. Selanjutnya pada data tersebut digunakan sebagai acuan
untuk menghitung jumlah siklus pada spesimen sampai spesimen mengalami
kegagalan (failure). Data fatik biasanya ditunjukan menggunakan kurva S-N Untuk
mencari jumlah siklus digunakan perkalian antara waktu dengan putaran motor seperti
yang akan dibahas di sub bab 4.2.1
Gambar 4.1 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 1B tanpa perlakuan
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
50
Gambar 4.3 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 2A temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 5%
Gambar 4.4 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 2B temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 5%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
51
Gambar 4.5 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 3A temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 10%
Gambar 4.6 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 3B temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 10%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
52
Gambar 4.7 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 4A temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 15%
Gambar 4.8 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 4B temperatur benda kerja
145℃ reduksi ketebalan 15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
53
Gambar 4.9 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 5A temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 5%
Gambar 4.10 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 5B temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 5%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
54
Gambar 4.11 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 6A temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 10%
Gambar 4.12 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 6B temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 10%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
55
Gambar 4.13 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 7A temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 15%
Gambar 4.14 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 7B temperatur benda kerja
135℃ reduksi ketebalan 15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
56
Gambar 4.15 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 8A temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 5%
Gambar 4.16 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 8B temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 5%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
57
Gambar 4.17 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 9A temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 10%
Gambar 4.18 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 9B temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 10%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
58
Gambar 4.19 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 10A temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 15%
Gambar 4.20 Grafik data hasil pengujian fatik spesimen 10B temperatur benda kerja
125℃ reduksi ketebalan 15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
59
4.2 Analisa Data Pengujian Fatik
4.2.1 Pengaruh Variasi Temperatur Benda Kerja dan Reduksi Ketebalan
Terhadap Siklus Kelelahan
Data Pengujian fatik biasanya ditunjukan menggunakan kurva S-N yaitu
pemetaan tegangan (S) terhadap jumlah siklus (N) Untuk mencari jumlah siklus
digunakan perkalian antara waktu dengan putaran motor.
N = t x n ….…………………………………………………………..(6)
Dimana :
N = Siklus
t = waktu (menit)
n = putaran motor (Rpm)
1. Spesimen 1A Tanpa perlakuan
Diketahui : t = 4457 detik
= 74,28 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 74,28 x 2800
= 207.984 Siklus
2. Spesimen 1B Tanpa perlakuan
Diketahui : t = 6310 detik
= 105,17 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 105,17 x 2800
= 294.476 Siklus
3. Spesimen 2A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 1865 detik
= 31,08 menit
n = 2800 Rpm
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
60
Jawab :
N = t x n
= 31,08 x 2800
= 87.024 Siklus
4. Spesimen 2B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 4701 detik
= 78,35 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 78,35 x 2800
= 219.380 Siklus
5. Spesimen 3A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 533 detik
= 8,88 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 8,88 x 2800
= 24.864 Siklus
6. Spesimen 3B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 259 detik
= 4,31 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 4,31 x 2800
= 12.068 Siklus
7. Spesimen 4A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 2253 detik
= 37,55 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 37,55 x 2800
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
61
= 105.140 Siklus
8. Spesimen 4B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 10,27 detik
= 0,171 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 0,1712 x 2800
= 478 Siklus
9. Spesimen 5A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 2023detik
= 33,71 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 33,71 x 2800
= 94.388 Siklus
10. Spesimen 5B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 3601 detik
= 60,01 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 60,01 x 2800
= 168.028 Siklus
11. Spesimen 6A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 2657 detik
= 44,28 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 44,28 x 2800
= 123.984 Siklus
12. Spesimen 6B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 681 detik
= 11,35 menit
n = 2800 Rpm
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
62
Jawab :
N = t x n
= 11,35 x 2800
= 31.780 Siklus
13. Spesimen 7A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 4,17 detik
= 0,0695 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 0,0695 x 2800
= 194 Siklus
14. Spesimen 7B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 3711detik
= 61,85 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 61,85 x 2800
= 173.180 Siklus
15. Spesimen 8A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 3610 detik
= 60,16 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 60,16 x 2800
= 168.448 Siklus
16. Spesimen 8B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : t = 400 detik
= 6,66 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 6,66 x 2800
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
63
= 18.648 Siklus
17. Spesimen 9A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 124 detik
= 2,06 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 2,06 x 2800
= 5.768 Siklus
18. Spesimen 9B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : t = 2156 detik
= 35,93 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 35,93 x 2800
= 100.604 Siklus
19. Spesimen 10A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 16,36 detik
= 0,273 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 0,273 x 2800
= 764 Siklus
20. Spesimen 10B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : t = 890 detik
= 14,83 menit
n = 2800 Rpm
Jawab :
N = t x n
= 14,83 x 2800
= 41.524 Siklus
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
64
Tabel 4.2 Data hasil pengujian Fatik
Pembebanan terus menerus akan mempengaruhi sifat mekanik material,
terutama fatik atau kelelahan material yang pada akhirnya akan menyebabkan
No.
Kode Sample
Sample Code
Panjang
retak
Size Crack
(mm)
Siklus
Cycle
Rata-rata
1. Tanpa Perlakuan A
35
207.984 251.230
Siklus B 294.476
2. 145℃ 5% A
35
87.024 153.202
Siklus B 219.380
3. 145℃ 10% A
35
24.864 18.466
Siklus B 12.068
4. 145℃ 15% A
35
105.140 52.809
Siklus B 478
5. 135℃ 5% A
35
94.388 131.208
Siklus B 168.028
6. 135℃ 10% A
35
123.984 77.882
Siklus B 31.780
7. 135℃ 15% A
35
194 86.687
Siklus B 173.180
8. 125℃ 5% A
35
168.448 93.548
Siklus B 18.648
9. 125℃ 10%
A
35
5.768 53.186
Siklus B 100.604
10. 125℃ 15% A
35
764 21.144
Siklus B 41.524
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
65
terjadinya kegagalan material. Terdapat tiga fase kerusakan yang diakibatkan oleh
fatik yaitu pengintian retak (crack initiation), perambatan retak (crack propogation),
dan patah statik (fracture). Berdasarkan penelitian (Bambang Pratowo, dkk, 2016)
fatigue atau kelelahan material terjadi diakibatkan adanya tegangan yang berfluktuasi
atau tegangan yang berubah ubah yang besarnya lebih kecil dari tegangan tarik
maksimum. Akibat beban yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, dapat
merubah struktur material sehingga terjadinya retak (crack) ataupun patah. Seperti
yang dijelaskan pada bab 2 faktor-faktor yang mempengaruhi atau cenderung
mengubah kondisi kelelahan pada material yaitu :
1. Faktor kelembapan lingkungan yaitu kelembapan lingkungan tinggi membuat
pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang akan mengakibatkan
lebih cepat terjadinya kegagalan (failure)
2. Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan
konduktifitas elektrolit lingkungan dan dapat mempercepat proses oksidasi
3. Tipe pembebanan yaitu dimana tipe pembebanan lentur putas dan
pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda
4. Faktor komposisi kimia spesimen uji dengan pemilihan bahan mempengaruhi
kelelahan material
5. Tipe material fatigue life setiap material berbeda beda
6. Tegangan sisa yang mungkin timbul saat pembuatan spesimen seperti
pengelasan, pemotongan dan proses lainya yang melibatkan panas atau
deformasi dapat membentuk tegangan sisa yang dapat menurunkan ketahanan
fatigue
7. Kualitas permukaan kekasaran permukaan dapat menyebabkan kosentrasi
tegangan yang menurunkan ketahanan fatigue
8. ukuran butir pada umumnya semakin kecil ukuran butir maka akan
menyebabkan ketahanan lelah meningkat.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
66
Gambar 4.21 Grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja dan reduksi
ketebalan terhadap siklus kelelahan
Dari Tabel 4.2 dibuatlah grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja dan
reduksi ketebalan terhadap siklus kelelahan. Ditunjukan oleh garis trendline dan garis
resultan bahwa semakin tinggi temperatur semakin meningkat jumlah siklus
kelelahan. Dari Gambar 4.21 menunjukan bahwa pada temperatur 125℃ dengan
reduksi 5% menunjukan jumlah siklus 93.548 siklus, pada temperatur 135℃ reduksi
5% menunjukan jumlah 131.208 siklus dan pada temperatur 145℃ reduksi 5%
menunjukan jumlah siklus tertinggi 153.202 siklus. Hal ini diakibatkan pada hot
working process yang mengakibatkan ukuran butir semakin halus dikarenakan adanya
mekanisme rekristalisasi dinamis sebuah fenomena dimana struktur butir suatu
material yang mengalami transformasi dari sebuah nukleasi menjadi struktur mikro
baru sehingga akan meningkatkan sifat mekanik material terutama fatigue life.
(George e. Dieter, jr. 1961)
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
180.000
120 125 130 135 140 145 150
Sik
lus
Variasi Temperatur (℃) dan Reduksi (%)
Grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja
dan reduksi ketebalan terhadap siklus kelelahan
5%
10%
15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
67
4.2.2 Pengaruh Variasi Temperatur Benda Kerja dan Reduksi Ketebalan
Terhadap Laju Pertumbuhan Retak
Penyebab terjadinya suatu kegagalan fatik adalah adanya retak yang berawal
pada daerah yang mempunyai konsentrasi tegangan tinggi. Daerah yang mempunyai
konsentrasi tegangan tinggi yaitu daerah yang mempunyai lekukan, lubang pada
material, permukaan yang kasar dan rongga baik dipermukaan material maupun
didalam pada material. Jadi terjadinya fatik adalah retak yang terus bertambah
panjang hingga material tidak lagi mempunyai toleransi terhadap tegangan dan
regangan yang lebih tinggi, dan akhirnya terjadi patah statis secara tiba-tiba. Panjang
retak ini akan terus bertambah karena pembebanan dinamis yang terus menerus. Fatik
dapat disebut juga sebagai suatu proses perubahan struktur permanen yang terjadi
secara bertahap dan terjadi pada daerah tertentu pada suatu material, dengan kondisi
beban yang menghasilkan tegangan-regangan fluktuasi pada satu atau beberapa titik.
Yang akhirnya memuncak menjadi retak atau patah total setelah jumlah siklus
tertentu. Didalam suatu percobaan biasanya perambatan retak dapat diukur secara
visual dengan menggunakan alat teleskop atau dapat juga dilakukan dengan alat
ultrasionik. Pertumbuhan retak merupakan perubahan panjang retak terhadap siklus,
jika panjang retak (a) diplot dengan siklus (N), maka da/dN dievaluasi pada suatu
panjang retak, kemudian ∆𝑲 untuk panjang retak tersebut. Dengan mengasumsi
bahwa panjang retak (a) pada suatu panjang konstan dan hanya tegangan yang
bervariasi. laju pertumbuhan retak fatik dapat dapat didekati dengan persamaan paris
law dan menurut ASTM E647 fatigue crack growth rates dinyatakan dengan rumus :
da/dN atau ∆𝒂/∆𝑵 ………………………………………………………(7)
Dimana :
da = Panjang retak (mm)
dN = Jumlah siklus (Cycle)
1. Spesimen 1A Tanpa perlakuan
Diketahui : a = 35 mm
n = 207.984 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
207.984 = 0,0001683 mm/cycle
2. Spesimen 1B Tanpa perlakuan
Diketahui : a = 35 mm
n = 294.476 siklus
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
68
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
294.476 = 0,0001188 mm/cycle
3. Spesimen 2A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 87.024 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
87.024 = 0,0004022 mm/cycle
4. Spesimen 2B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 219.380 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
219.380 = 0,0001595 mm/cycle
5. Spesimen 3A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 24.864 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
24.864 = 0,001408 mm/cycle
6. Spesimen 3B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 12.068 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
12.068 = 0,002900 mm/cycle
7. Spesimen 4A Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : a = 35 mm
n = 105.140 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
105.140 = 0,0003329 mm/cycle
8. Spesimen 4B Temperatur benda kerja 145℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : a = 35 mm
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
69
n = 478 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
478 = 0,07322 mm/cycle
9. Spesimen 5A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 94.388 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
94.388 = 0,0003708 mm/cycle
10. Spesimen 5B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 168.028 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
168.028 = 0,0002083 mm/cycle
11. Spesimen 6A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 123.984 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
123.984 = 0,0002823 mm/cycle
12. Spesimen 6B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 31.780 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
31.780 = 0,001101 mm/cycle
13. Spesimen 7A Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : a = 35 mm
n = 194 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
194 = 0,1804 mm/cycle
14. Spesimen 7B Temperatur benda kerja 135℃ reduksi ketebalan 15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
70
Diketahui : a = 35 mm
n = 173.180 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
173.180 = 0,0002021 mm/cycle
15. Spesimen 8A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 168.448 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
168.448 = 0,0002078 mm/cycle
16. Spesimen 8B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 5%
Diketahui : a = 35 mm
n = 18.648 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
18.648 = 0,001877 mm/cycle
17. Spesimen 9A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 5.768 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
5.768 = 0,006067 mm/cycle
18. Spesimen 9B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 10%
Diketahui : a = 35 mm
n = 100.604 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
100,604 = 0,0003479 mm/cycle
19. Spesimen 10A Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : a = 35 mm
n = 764 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
764 = 0,04581 mm/cycle
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
71
20. Spesimen 10B Temperatur benda kerja 125℃ reduksi ketebalan 15%
Diketahui : a = 35 mm
n = 41.524 siklus
Jawab : 𝑑𝑎
𝑑𝑁 =
35
41.524 = 0,0008429 mm/cycle
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
72
Tabel 4.3 Laju pertumbuhan retak
No.
Kode Sample
Sample Code
Laju
pertumbuhan
retak
crack growth rates
Rata-rata
1. Tanpa Perlakuan A 0,0001683 0,00014355
mm/cycle B 0,0001188
2. 145℃ 5% A 0,0004022 0,00028085
mm/cycle B 0,0001595
3. 145℃ 10% A 0,001408 0,002154
mm/cycle B 0,002900
4. 145℃ 15% A 0,0003329 0,03677645
mm/cycle B 0,07322
5. 135℃ 5% A 0,0003708 0,00028955
mm/cycle B 0,0002083
6. 135℃ 10% A 0,0002823 0,00069165
mm/cycle B 0,001101
7. 135℃ 15% A 0,1804 0,09030105
mm/cycle B 0,0002021
8. 125℃ 5% A 0,0002078 0,0010424
mm/cycle B 0,001877
9. 125℃ 10%
A 0,006067 0,00320745
mm/cycle B 0,0003479
10. 125℃ 15% A 0,04581 0,02332645
mm/cycle B 0,0008429
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
73
Gambar 4.22 Grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja dan reduksi ketebalan
terhadap laju pertumbuhan retak
Dari Tabel 4.3 dibuatlah grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja dan
reduksi ketebalan terhadap laju pertumbuhan retak. Ditunjukan oleh garis trendline
dan resultan bahwa semakin tinggi temperatur semakin menurun laju pertumbuhan
retak. Dari Gambar 4.22 menunjukan bahwa pada temperatur 125℃ reduksi 5%
menunjukan laju pertumbuhan retak 0,0010424 mm/cycle, pada temperatur 135℃
reduksi 5% menunjukan laju pertumbuhan retak 0,00028955 mm/cycle dan pada
temperatur 145℃ reduksi 5% menunjukan laju pertumbuhan retak 0,00028085
mm/cycle dengan nilai laju pertumbuhan retak paling kecil. Menunjukan bahwa
temperatur tinggi mempengaruhi jumlah siklus kelelahan dan perambatan retak, hal
ini diakibatkan pada temperatur tinggi pada hot working process menyebabkan ukuran
butir semakin halus dan perlawanan crack initiation meningkat mengakibatkan nilai
siklus meningkat sehingga laju pertumbuhan retak menurun. (Z.Z. Chen, dkk, 2004)
Mekanisme fatik pada umumnya dimulai dari crack initiation yang terjadi di
permukaan material atau daerah dimana terjadinya konsentrasi tegangan dipermukaan
akibat adanya pembebanan yang berfluktuasi. Dilanjutkan dengan perkembangan
menjadi microcrack yang kemudian tumbuh menjadi macrocrack dan selanjutnya
berkembang (propogation) hingga terjadi patah (fracture)
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
120 125 130 135 140 145 150
da/
dN
(m
m/c
ycl
e)
Variasi Temperatur (℃) dan Reduksi (%)
Grafik pengaruh variasi temperatur benda kerja
dan reduksi ketebalan terhadap laju
pertumbuhan retak
5%
10%
15%
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
74
Gambar 4.23 Retakan pada spesimen
Gambar 4.24 Makroskopis perambatan retak fatik
Dari Gambar 4.24 menunjukan karakteristik perambatan retak ditunjukan oleh aspek-
aspek sebagai berikut :
1. Sisi retak awal jelas
2. Adanya perambatan retak ditunjukan oleh beach marks
3. Daerah patah akhir jelas (fash fracture)
Daerah permukaan patahan yang terbentuk selama perambatan retak dicirikan tanda
crack initiation dan tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda
penjalaran retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan setelah itu
menjalar hingga penampang tidak mampu lagi menahan beban yang berkerja, dan
akhirnya patah akhir atau patah statik.
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
75
Gambar 4.25 Mikrostruktur laju perambatan retak
Dari Gambar 4.25 menunjukan perilaku retakan menjalar merambat dengan
berbeda (a) menunjukan retakan halus relatif menjalar tanpa ada hambatan, sementara
(b) menunjukan retakan harus merambat mengikuti jalan yang berliku-liku dan
terhambat di sekitar partikel. Dari gambar diatas juga menunjukan perbedaan perilaku
perambatan retak, pada ukuran butir kasar menunjukan cacat retak dan tingkat
penutupan retak lebih tinggi dari pada ukuruan butir yang halus. Berdasarkan
penelitian (Z.Z. Chen, dkk, 2004) ukuran butir semakin halus mengakibatkan
kekuatan kelelahan meningkat dan perlawanan crack initiation meningkat
menyebabkan laju pertumbuhan retak menurun. Berdasarkan penelitian (Deyan Yin,
dkk, 2016) menunjukan bahwa kekasaran permukaan meningkat secara signifikan
dengan meningkatnya ukuran butir, dan ultimate tensile strenght meningkat dengan
menurunnya ukuran butir, sehingga ketahanan kelelahan meningkat dan laju
pertumbuhan retak menurun. Berdasarkan penelitian (Yuna Wu, dkk, 2019)
Dynamic precipitation and recrystallization in Al-12.5 wt%Si-0.6 wt% Mg-0.1 wt%Ti
alloy during hot-rolling and their impacts on mechanical properties. Menunjukan
pada temperatur tinggi sifat mekanik meningkat pada temperatur 540 ºC menunjukan
ultimate tensile strength 243,8 mpa. Berdasarkan penelitian (Yan Xu, dkk, 2013)
deformation behaviour and dynamic recrystallization of AZ61 magnesium alloy
menunjukan pada temperatur 220, 260, 300, 340 dan 380ºC. pengamatan struktur
mikro menunjukkan bahwa fraksi volume dan ukuran butir rata-rata butiran
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNTAG Surabaya
76
rekristalisasi dinamis meningkat. Berdasarkan penelitian (Hao Huang, dkk, 2016)
Microstructure and mechanical properties of AZ31 magnesium alloy processed by
multi-directional forging at different temperatures pada proses penempaan (forging)
multi-directional sifat mekanis didaerah pusat dan tepi pada temperatur 300ºC,
350ºC, dan 400ºC menunjukan bahwa nilai ultimate tensile strenght meningkat pada
temperatur tinggi. dikarenakan pada temperatur tinggi pada hot working process
ukuran butir akan semakin halus dikarenakan adanya mekanisme rekristalisasi
dinamis dan pembentukan struktur mikro baru mengakibatkan sifat mekanik
meningkat.