PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN …/Hubungan... · agama dengan mematuhi ajaran agama...
Transcript of PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN …/Hubungan... · agama dengan mematuhi ajaran agama...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN DUKUNGAN SOSIAL
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SANTRI KELAS VIII
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR‟AN IBNU ‟ABBAS KLATEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
SEPTA ARISTIANI SAPUTRI
G0108095
Pembimbing:
Drs. Hardjono, M.Si.
Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., M.Psi.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia
derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Februari 2013
Septa Aristiani Saputri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyroh: 6)
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”
(HR. Bukhari Muslim)
“Kebahagiaan tergantung pada apa yang dapat diberikan dan bukan
pada apa yang dapat diperoleh“
(Mahatma Gandhi)
“Kebahagiaan tumbuh berkembang manakala seseorang membantu
orang lain. Namun, ketika seseorang tidak mencoba membantu sesama,
kebahagiaan akan layu dan mongering. Kebahagiaan bagaikan sebuah
tanaman, harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan
memberi"
(J. Donald Walters)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh hormat serta cinta, kasih, dan sayang,
skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Ibu dan Bapak (almarhum) tercinta,
2. Staf pengajar Program Studi Psikologi
FK UNS,
4. Semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian karya ini,
5. Almamaterku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul: “Hubungan
antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being pada
Santri Kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih
atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan
skripsi ini kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing utama yang telah
memberikan fasilitas dan bimbingan , serta arahan dalam penyusunan skripsi.
3. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., M.Psi., selaku pembimbing
pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Machmuroch, MS dan Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.,
selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran sebagai masukan
dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan semangat, motivasi, dan arahan yang bermanfaat bagi
kelancaran penyusunan skripsi.
6. Ibu Rin Widya Agustin, S.Psi., M.Psi. selaku ketua Tim Skripsi Program
Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.
7. Segenap dosen dan staf karyawan Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu dan
membantu kelancaran penyusunan skripsi.
8. Ustadz Ali Ghufron, SIP., selaku sekretaris Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten dan Ustadz Achmad Budiarto, S.Pd., selaku
kepala sekolah SMPIT Ibnu „Abbas Klaten, yang telah memberikan ijin dan
informasi yang bermanfaat yang berkaitan dengan pengumpulan data
penelitian.
9. Ustadzah Yuni, yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
proses penelitian.
10. Santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu ‟Abbas Klaten,
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu penelitian.
11. Ibu, Bulik, dan Adik yang telah memberikan semangat dan doa untuk
menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan, semangat, dan sebagai
teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat peneliti harapkan untuk
perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Surakarta, Februari 2013
Septa Aristiani Saputri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN DUKUNGAN SOSIAL
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SANTRI KELAS VIII
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR‟AN IBNU „ABBAS KLATEN
Septa Aristiani Saputri
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Surakarta
Pondok pesantren telah menjadi salah satu pilihan untuk pendidikan.
Namun, banyak persoalan yang dihadapi santri selama berada di pondok
pesantren, sehingga mempengaruhi kondisi psychological well-being pada diri
santri. Psychological well-being yang tinggi perlu ditunjang dengan religiusitas
dan dukungan sosial. Religiusitas merupakan keadaan yang menghayati nilai-nilai
agama dengan mematuhi ajaran agama sebagai pedoman di kehidupan sehari-hari.
Dukungan sosial merupakan bantuan yang diterima seseorang untuk mengatasi
masalah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Hubungan antara religiusitas
dan dukungan sosial dengan psychological well-being, 2. Hubungan antara
reigiusitas dengan psychological well-being, serta 3. Hubungan antara dukungan
sosial dengan psychological well-being pada santri kelas VIII Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an Ibnu‟Abbas Klaten.
Populasi penelitian adalah santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu
„Abbas Klaten kelas VIII. Sampling yang digunakan yakni cluster random
sampling, dengan mengundi kelas yang akan menjadi sampel. Sampel penelitian
berjumlah 3 kelas dengan jumlah total 77 santri. Pengumpulan data dilakukan
dengan skala religiusitas dan skala dukungan sosial, serta skala psychological
well-being yang diberikan secara bersama-sama.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda, dengan nilai
F-hitung 39,126 > F-tabel 3,120 dan R 0,717, berarti terdapat hubungan antara
religiusitas dan dukungan sosial dengan psychological well-being. Secara parsial,
terdapat hubungan antara religiusitas dengan psychological well-being dengan
sebesar 0,502, dan signifikansi 0,000 (<0,05); serta terdapat hubungan antara
dukungan sosial dengan psychological well-being dengan sebesar 0,410 dan
signifikansi 0,000 (<0,05). Kesimpulannya yaitu: 1. Semakin tinggi religiusitas
dan semakin tinggi dukungan sosial, maka tingkat psychological well-being juga
semakin tinggi. 2. Semakin tinggi religiusitas, maka psychological well-being
yang dimilki juga semakin tinggi. 3. Semakin tinggi dukungan sosial, maka
psychological well-beings yang dimiliki semakin tinggi.
Kata Kunci: religiusitas, dukungan sosial, psychological well-being, santri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN RELIGIOSITY AND SOCIAL SUPPORT
WITH PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN CLASS VIII‟S STUDENTS
TAHFIDZUL QUR‟AN IBNU „ABBAS BOARDING SCHOOL KLATEN
Septa Aristiani Saputri
Majoring in Psychology of Medical Faculty of Sebelas Maret University
Surakarta
Boarding school becomes one option for education. However, many of the
problems faced by students while in boarding school, so it affects the
psychological well-being on the students themselves. Psychological well-being is
high to be supported by religiosity and social support. Religiosity is a condition
that the values of religion and adhere to religious teachings as a guide in everyday
life. Social support is a welcome relief for someone to fix the problem. The
purpose of this study was: 1. To find out the relationship between religiosity and
social support with psychological well-being, 2. To find out the relationship
between religiosity with psychological well-being, and 3. To find out the
relationship between social support with psychological well-being in class VIII‟s
students Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas boarding school Klaten.
The population of this study was the class VIII‟s students Tahfidzul Qur‟an
Ibnu „Abbas Boarding School Klaten. Cluster random sampling was used for this
study, with random class that will be sample. The sample for this study were 3
classes with a total of 77 students. This study used religiosity scale, social support
scale, and psychological well-being scale were administrated together.
Statistical analysis used in this study was multiple regression analysis, with
F-test 39,126 > F-table 3,120 and R 0,717, this result indicated that there was
relationship between religiosity and social support with psychological well-being.
Partially, there was a relationship between religiosity with psychological well-
being, with 0,502, and the significance of 0,000 (<0,05); and there was a
relationship between social support with psychological well-being, with
0,410 and the significance 0,000 (<0,05). The conclusions were: 1. High level
religiosity and social support influenced on high psychological well-being too. 2.
The higher the religiosity, the psychological well-being owned also higher. 3.
High level social support influenced on high psychological well-being.
Key Word: religiosity, social support, psychological well-being, students in
boarding school
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................
MOTO ...........................................................................................................
PERSEMBAHAN .........................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................
ABSTRACT ..................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
A. Psychological Well-being pada Santri ................................................
1. Pengertian Psychological Well-being pada Santri ……………….
2. Dimensi-dimensi Psychological Well-being ……………………..
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xi
xii
xv
xvii
xviii
1
1
9
9
9
11
11
11
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Faktor-faktor yang Mempengauhi Psychological Well-being …...
B. Religiusitas .........................................................................................
1. Pengertian Religiusitas ..................................................................
2. Dimensi-dimensi Religiusitas ........................................................
C. Dukungan Sosial ................................................................................
1. Pengertian Dukungan Sosial ..........................................................
2. Aspek-aspek Dukungan Sosial ......................................................
D. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-being ...................................................................
1. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-being ..............................................................
2. Hubungan antara Religiusitas dengan Psychological Well-being
…………………………………………………………………………….
3. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-
being ……………………………………………………………..
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................
A. Identifikasi Variabel Penelitian ..........................................................
B. Definisi Operasional ...........................................................................
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ........................................................
D. Metode Pengumpulan Data ................................................................
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ..................................................
F. Metode Analisis Data .........................................................................
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................
21
24
24
26
28
28
30
33
33
36
38
42
42
42
44
45
50
52
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Orientasi Kancah ................................................................................
B. Persiapan Penelitian ...........................................................................
C. Pelaksanaan Penelitian .......................................................................
D. Analisis Data ......................................................................................
E. Pembahasan ........................................................................................
BAB V. PENUTUP ………………………………………………………...
A. Kesimpulan ………………………………………………………….
B. Saran ………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
LAMPIRAN ………………………………………………………………..
55
57
58
68
88
95
95
95
97
102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable …………… 46
Tabel 2. Blue Print Skala Psychological Well-being ……………………… 47
Tabel 3. Blue Print Skala Religiusitas ………………………………….. 49
Tabel 4. Blue Print Skala Dukungan Sosial …………………………….. 50
Tabel 5. Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji-Coba Skala
Psychological Well-being …………………………………………...
61
Tabel 6. Uji Reliabilitas Skala Psychological Well-being ………………... 62
Tabel 7. Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji-Coba Skala
Religiusitas ……………………………………………………..
63
Tabel 8. Uji Reliabilitas Skala Religiusitas ……………………………... 63
Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji-Coba Skala
Dukungan Sosial ……………………………………………….
64
Tabel 10. Uji Reliabilitas Skala Dukungan Sosial ……………………….. 65
Tabel 11. Sebaran Aitem Skala Psychological Well-being untuk
Penelitian ……………………………………………………….
65
Tabel 12. Sebaran Aitem Skala Religiusitas untuk Penelitian …………… 66
Tabel 13. Sebaran Aitem Skala Dukungan Sosial untuk Penelitian ……... 66
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas …………………………………………... 68
Tabel 15. Hasil Uji Linearitas untuk Variabel Religiusitas dengan
Psychological Well-being …………………………………………...
69
Tabel 16. Hasil Uji Linearitas untuk Variabel Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-being …………………………………………...
70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 17. Hasil Uji Multikolinearitas …………………………………….. 71
Tabel 18. Hasil Uji Otokorelasi ………………………………………….. 74
Tabel 19. Hasil Uji Simultan F …………………………………………... 75
Tabel 20. Hasil Uji Hipotesis Parsial …………………………………….. 77
Tabel 21. Hasil Analisis Korelasi Ganda ………………………………… 78
Tabel 22. Hasil Analisis Determinasi …………………………………….. 79
Tabel 23. Korelasi Parsial Religiusitas dengan Psychological Well-being
…………………………………………………………………………...
80
Tabel 24. Korelasi Parsial Dukungan Sosial dengan Psychological Well-
being ............................................................................................
81
Tabel 25. Deskripsi Data Empirik ………………………………………... 82
Tabel 26. Data Deskriptif Penelitian ……………………………………... 82
Tabel 27. Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………… 84
Tabel 28. Kategorisasi Skala Psychological Well-being ……………………. 85
Tabel 29. Kategorisasi Skala Religiusitas ………………………………... 85
Tabel 30. Kategorisasi Skala Dukungan Sosial …………………………... 86
Tabel 31. Kategorisasi SkalaPsychological Well-being Berdasakan Jenis
Kelamin ………………………………………………………...
86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berpikir ……………………………………………... 40
Gambar 2. “Scatterplot” Uji Heteroskedastisitas ………………………… 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala Uji Coba (Try-out) ……………………………………..
Lampiran B. Distribusi Nilai-nila Uji Coba (Try-out) ……………………...
Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………
Lampiran D. Skala Penelitian ………………………………………………
Lampiran E. Distribusi Nilai-nilai Penelitian ………………………………
Lampiran F. Analisis Data Penelitian ………………………………………
Lampiran G. Surat Ijin Penelitian dan Surat Bukti Penelitian ……………...
102
114
133
149
159
181
195
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini, pondok pesantren telah menjadi salah
satu pilihan untuk pendidikan. Pendidikan pondok pesantren merupakan bagian
dari sistem pendidikan nasional yang ikut dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mensukseskan pembangunan nasional. M. Habib Chirsin (dalam
Mahrussalim, 2008) mengatakan bahwa pendidikan di pondok pesantren
diarahkan kepada pembinaan manusia sebagai insan muslim yang berbekal iman
dan berbagai kecakapan yang diajarkan serta dilatihkan untuk mampu
mengembangkan diri dalam masyarakat yang selalu mengalami perubahan dan
perkembangan secara dinamis. Selanjutnya, Azra (dalam Suyuti, 2006)
mengatakan bahwa sebagai lembaga pendidikan Islam pondok pesantren telah
berperan besar dalam upaya-upaya meningkatkan kecerdasan dan martabat
manusia.
Pendidikan di pondok pesantren merupakan pendidikan agama Islam yang
dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara pada abad ke-13.
Memasuki era 1970-an pondok pesantren mengalami perkembangan yang
signifikan (Masyhud, 2003). Data dari Kementerian Agama RI pada tahun 2001
menunjukkan jumlah pondok pesantren seluruh Indonesia mencapai 11.312
pondok pesantren. Pada tahun 2011, Kementerian Agama RI mencatat julah
pondok pesantren di Indonesia telah mencapai 15.489 pondok pesantren. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut meliputi pondok pesantren salafiyah, tradisional, dan modern
(Kementerian Agama RI., 2012).
Pondok pesantren setidaknya memiliki unsur-unsur sebagai pondok
pesantren, yakni kiai, santri, asrama, dan masjid (Daulay, 2001). Menurut Ghazali
(2003), santri pondok pesantren adalah peserta didik yang sedang belajar ilmu
pengetahuan dari seorang kiai di sebuah pondok pesantren. Santri yang belajar di
pondok pesantren tinggal di dalam asrama pondok pesantren dan wajib mengikuti
semua aturan. Akan tetapi, ada juga santri pondok pesantren yang tidak tinggal di
dalam asrama dan memilih untuk pulang ke rumahnya karena tempat tinggal dekat
dengan pondok pesantren.
Kehidupan di pondok pesantren sangatlah berbeda dengan kehidupan
pendidikan di sekolah umum. Santri diwajibkan untuk tinggal di dalam asrama
pondok pesantren (Geertz, 1981). Setiap hari santri diwajibkan mengikuti
kegiatan-kegiatan yang tidak ringan, mulai dari bangun tidur hingga mereka
kembali tidur dan jadwal kegiatan tersebut telah diatur pihak pondok pesantren
(Hidayat, 2009).
Dalam usaha menghadapi persoalan yang dihadapi tersebut, individu akan
mendapatkan pengalaman-pengalaman, baik pengalaman yang menyenangkan
ataupun tidak menyenangkan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kesejahteraan
psikologis atau psychological well-being (Halim dan Atmoko, 2005). Ryff (1989)
mendefinisikan psychological well being sebagai keadaan individu yang mampu
menerima dirinya, mampu membina hubungan yang hangat dengan orang lain,
memiliki kemandirian untuk melawan tekanan sosial, mampu mengontrol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lingkungan sekitar, memiliki arti hidup, serta mampu merealisasikan potensi
dirinya secara terus-menerus. Menurut Ryff dan Singer (1996), tingkat
kesejahteraan psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki
hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki keprcayaan diri
yang baik, dapat membangun hubungan interpersonal yang baik dengan orang
lain, dan individu tersebut memiliki tujuan pribadi, serta tujuan dalam
pekerjaannya.
Ryan dan Deci (2001) mengatakan, bahwa psychological well-being
terkait dengan fungsi optimal dari seseorang. Selain itu, mereka juga
mengidentifikasikan dua pendekatan pokok untuk memahami well-being, yaitu
fokus pada kebahagiaan dengan memberi batasan-batasan pencapaian
kebahagiaan dan mencegah dari kesakitan, serta batasan menjadi orang yang
fungsional secara keseluruhan termasuk cara berpikir yang baik dan fisik yang
sehat. Beberapa fakta membuktikan bahwa seseorang yang mempunyai
psychological well-being yang rendah akan mengalami depresi. Sebuah berita
melaporkan bahwa seorang santri di suatu pondok pesantren di kabupaten
Mojokerto ditemukan tewas gantung diri di dalam kamar asramanya. Tewasnya
santri yang gantung diri ini disebabkan santri stres dengan masalah-masalah yang
sedang dihadapinya sehingga membuat santri mengalami depresi dan gantung diri
(Sholahudin, 2011).
Menurut Keyes, dkk. (2002), psychological well-being bukan sekedar
kepuasan hidup atau keseimbangan antara efek positif dan negatif saja, melainkan
juga melibatkan persepsi dan tantangan dalam hidup. Hal serupa juga dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
oleh Snyder dan Lopez (dalam Tenggara dan Suyasa, 2008), bahwa kesejahteraan
psikologis bukan sekedar merupakan ketiadaan penderitaan, namun kesejahteraan
psikologis juga meliputi keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan
hidup, serta hubungan individu dengan objek maupun orang lain.
Sebuah penelitian yang dilakukan Latifah, dkk. (2005) tentang tingkat
psychological well-being pada lansia di Semenanjung Malaysia menunjukkan
hasil bahwa 54% dari 1013 responden yang diteliti memiliki tingkat psychological
well being yang tinggi. Sementara itu, North West Adelaide Health Study (2007)
juga melakukan suatu penelitian tentang tingkat psychological well-being dengan
hasil bahwa 26% dari 151 responden siswa memiliki tingkat psychological well-
being yang tinggi.
Akmalul (2011) melakukan penelitian tentang konsep psychological well
being pada jama‟ah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di pondok pesantren
Ngalah Pasuruan. Dalam penelitian tersebut, teori psychological well-being yang
dikemukakan oleh Ryff telah direalisasikan pada Jama‟ah Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah meskipun aktualisasi tersebut kurang optimal karena terdapat
perbedaan konsep yang dikemukakan Ryff dengan perspektif konsep Jama‟ah
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Perbedaan tersebut terletak pada konsep
psychological well being Jama‟ah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di
pondok pesantren Ngalah yang menambahkan konsep kesejahteraan bersifat
ukhrowi (nilai religiusitas). Meskipun bersifat ukhrowi, Jama‟ah Tarekat
Qadiriyah wa Naqsabandiyah tetap tidak mengesampingkan kesejahteraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
duniawi, karena menurut mereka kesejahteraan duniawi semata-mata sebagai
sarana untuk mencapai kesejahteraan ukhrowi.
Sementara itu, Sumule (2008) mengadakan penelitian tentang
psychological well-being pada guru yang bekerja di yayasan PESAT Nabire
dengan hasil bahwa guru yang bekerja di yayasan PESAT Nabire memiliki tingkat
psychological well-being yang berbeda-beda, didasarkan pada dimensi-dimensi
psychological well-being yang dikemukakan Ryff. Perbedaan tingkat
psychological well-being tersebut dipengaruhi oleh dukungan sosial, pengalaman
masa lalu, dan kondisi spiritualitas yang dimiliki oleh guru yang bekerja di
yayasan PESAT Nabire.
Religiusitas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi psychological
well-being pada seseorang. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh McCullough,
dkk. (dalam Santrock, 2002) bahwa dengan beribadah dapat mengurangi stres dan
menahan produksi hormon stres oleh tubuh. Dengan kata lain, seorang individu
yang mengikuti kegiatan keagamaan diasumsikan akan memiliki kondisi
psychological well-being yang baik.
Religiusitas merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman
kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa,
dan membaca kitab suci. Selain itu, religiusitas juga diwujudkan dalam berbagai
sisi kehidupan berupa aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, serta
aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang (Hawari, 2004).
Selanjutnya, Nashori dan Muslim (2007) menjelaskan bahwa orang yang religius
akan mencoba selalu patuh terhadap ajaran-ajaran agamanya, selalu berusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempelajari pengetahuan agama, menjalani ritual agama, meyakini doktrin-
doktrin agamanya, dan merasakan pengalaman-pengalaman beragama.
Liputo (2009) melakukan penelitian tentang hubungan antara religiusitas
dengan psychological well-being pada mahasiswa psikologi UIN Malang dengan
hasilnya terdapat hubungan positif yang signifikan antara tingkat religiusitas
dengan psychological well-being. Artinya, semakin tinggi religiusitas individu
makin tinggi pula psychological well-being. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Bastaman (dalam Liputo, 2009) bahwa individu yang memiliki tingkat religiusitas
yang tinggi akan lebih mampu dalam memaknai setiap kejadian secara positif
sehingga hidupnya lebih bermakna dan terhindar dari stres. Selain itu, komitmen
religiusitas juga memiliki hubungan yang positif dengan psychological well-
being. Apabila individu mempunyai religiusitas yang tinggi, maka psychological
well-being pada individu tersebut juga akan tinggi. Namun sebaliknya, apabila
religiusitas rendah, maka psychological well-being juga rendah.
Selain religiusitas, pencapaian psychological well-being juga dipengaruhi
oleh dukungan sosial yang diterima oleh seseorang (Ryff dan Keyes, 1995).
Menurut Rahardjo, dkk. (2008), dukungan sosial adalah bantuan yang diterima
seseorang dari lingkungan maupun orang lain untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya. Dukungan sosial yang diterima oleh individu sangat beragam dan
bergantung pada keadaannya. Sebuah penelitian dari Sari (2010) tentang
hubungan dukungan sosial dengan psychological well-being siswa di Sekolah
Menengah Atas Diponegoro Tulungagung dengan hasilnya terdapat hubungan
positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan psychological well-being
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
siswa di SMA Diponegoro Tulungagung. Hal ini berarti jika dukungan sosial
tinggi, maka psychological well-being siswa juga tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Larocco, dkk. (1980, dalam Sarafino,
1998) terhadap 2000 karyawan, ditemukan bahwa ada korelasi antara social
support dan stres. Mereka yang mendapat dukungan sosial lebih banyak,
cenderung lebih kecil kemungkinan mengalami stres. Menurut Rathi dan Rastogi
(2007), stres merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya psychological well-being pada diri seseorang. Dukungan sosial yang
diterima individu dalam lingkungannya, baik yang berupa dorongan semangat,
perhatian, penghargaan, bantuan maupun kasih sayang dapat membuat individu
memiliki pandangan positif terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. Dengan
adanya pandangan positif terhadap diri dan lingkungannya tersebut, individu akan
mampu menerima kehidupan yang sedang dijalaninya serta mempunyai sikap
pendirian dan pandangan hidup yang jelas, sehingga mampu hidup di tengah-
tengah masyarakat luas secara harmonis.
Pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten merupakan salah
satu pondok pesantren dengan sistem asrama. Berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan peneliti dengan pihak pondok pesantren, semua santri yang ada di
pondok pesantren ini wajib untuk tinggal di asrama pondok pesantren. Santri di
bawah pengawasan pihak pondok pesantren selama 24 jam sehari. Santri di sana
wajib juga mengikuti kegiatan yang telah ditentukan pihak pondok pesantren dari
belajar dan mengaji di sekolah hingga di asrama. Terkadang santri merasa jenuh
dengan kegiatan yang ada di pondok pesantren, sehingga membuat santri merasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tertekan berada di pondok pesantren dan stres yang mengakibatkan santri putus
asa dan keluar dari pondok. Seperti yang dikatakan Rathi dan Rastogi (2007),
bahwa stres, kesehatan fisik, dan kedekatan dengan orang lain dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya psychological well-being pada seseorang. Pihak
pondok pesantren juga mengatakan, bahwa pernah ada kasus santri yang keluar
karena tidak mampu mengikuti kegiatan sehari-hari di pondok pesantren dan
ditambah dengan kondisi latar belakang keluarga yang broken home.
Pada wawancara yang telah dilakukan, didapatkan juga data bahwa santri
senantiasa bergotong-royong membersihkan pondok pesantren secara bersama-
sama. Di sela-sela waktu luang, santri menggunakannya untuk membaca Al Quran
dan mengikuti kajian agama. Setiap hari minggu santri diberikan hari libur tetapi
santri tidak boleh keluar dari pondok pesantren, keluarga boleh datang untuk
menjenguk. Dengan adanya kunjungan dari pihak keluarga masing-masing dan
kedekatan dengan teman, dapat juga mempengaruhi tinggi rendahnya
psychological well-being seseorang. Hal ini disebabkan kunjungan dari pihak
keluarga tersebut sebagai bentuk dari dukungan sosial dari keluarga yang
diberikan kepada santri. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara religiusitas dan
dukungan sosial dengan psychological well-being pada santri pondok pesantren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian:
1. Apakah ada hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being pada santri pondok pesantren?
2. Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan psychological wel-being pada
santri pondok pesantren?
3. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being
pada santri pondok pesantren?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being pada santri pondok pesantren.
2. Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan psychological well-
being pada santri pondok pesantren.
3. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan psychological
well-being pada santri pondok pesantren.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan
pemikiran terhadap perkembangan teori keilmuan psikologi pada umumnya
dan keilmuan psikologi sosial serta pskologi pendidikan pada khususnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Santri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu santri dalam
meningkatkan psychological well-being dalam dirinya dengan cara
meningkatkan religiusitas dan dukungan sosial, sehingga santri dapat
mencapai tingkat psychological well-being yang lebih baik selama berada
di pondok pesantren.
b. Bagi Pimpinan dan Pengelola Pondok Pesantren
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak pondok pesantren mengenai pentingnya religiusitas dan memberikan
dukungan sosial kepada santrinya, guna meningkatkan psychological well-
being yang dimiliki setiap santri.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya berkaitan
dengan hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being pada santri pondok pesantren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psychological Well-being pada Santri
1. Pengertian Psychological Well-being pada Santri
Istilah psychological well-being atau kesejahteraan psikologis muncul
pertama kali dipelopori oleh Ryff pada tahun 1989. Salah satu konsep utama
psychological well-being adalah psikologi positif. Bradburn (dalam Ryff, 1989)
menjelaskan tentang kebahagiaan yang diartikan sebagai keseimbangan antara
efek positif dan negatif dalam kehidupan individu. Ryff dan Singer (1996)
mengungkapkan konsep lain tentang psychological well-being, meliputi konsep
aktualisasi diri Maslow, keberfungsian individu secara penuh dari Roger,
konsep individuasi dari Jung, dan konsep kematangan individu Allport.
Terdapat juga konsep psikososial Erikson, konsep dasar pemenuhan hidup dari
Buhler, konsep perubahan kepribadian di masa dewasa yang diungkapkan
Neugarten, dan konsep kriteria kesehatan mental dari Jahoda (dalam Ryff,
1989). Dengan demikian, poin utama psychological well-being adalah
perkembangan diri individu dalam menghadapi setiap tantangan yang muncul
dari setiap fase kehidupan.
Ryff (1989) menyebutkan psychological well-being sebagai pencapaian
penuh potensi psikologis seseorang, yaitu individu dapat menerima kekuatan
dan kelemahan yang ada pada dirinya sendiri, mampu menciptakan hubungan
positif dengan orang lain, mampu untuk mengambil keputusan, mampu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengatur lingkungannya, memiliki tujuan hidup, dan mampu melalui tahap-
tahap perkembangan dalam kehidupannya. Ryff dan Keyes (1995) memberikan
gambaran psychological well-being berdasarkan sejauh mana seorang individu
memiliki tujuan dalam hidupnya, menyadari potensi-potensi yang ada pada
dirinya, hubungan dengan orang lain, bertanggung jawab dengan hidupnya
sendiri, memiliki tujuan hidup, dan membuat hidup lebih bermakna.
Ryff dan Singer (1996) mengatakan bahwa orang yang memiliki
psychological well-being yang baik adalah orang yang merealisasikan potensi
dalam dirinya secara terus-menerus, mampu menerima diri apa adanya,
menjalin hubungan positif dengan orang lain, memiliki kemandirian, memiliki
arti dalam hidup, dan mampu mengontrol lingkungan sekitar. Selain itu, Ryff
dan Singer (1996) juga berpendapat bahwa psychological well-being
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, kelas sosial, tingkat
pendidikan, dan latar belakang budaya.
Seperti halnya dengan individu lain, santri yang berada di pondok
pesantren juga memiliki psychological well-being dalam dirinya, tetapi tingkat
psychological well-being yang dimiliki tersebut berbeda-beda. Daulay (2001)
menyatakan, santri adalah siswa yang belajar di pesantren. Santri pondok
pesantren adalah peserta didik yang sedang belajar ilmu pengetahuan dari
seorang kiai di sebuah pondok pesantren (Ghazali, 2003). Turmudi (2004) juga
mendefinisikan tentang santri, yaitu seorang murid yang sedang belajar
pengetahuan keislaman dari kiai. Suasana belajar santri berlangsung sepanjang
siang hari dan malam. Santri diajarkan kiai tentang penanaman akhlak terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesama teman, masyarakat, dan kiai. Hal tersebut dimaksudkan agar santri
dapat menjaga hubungan baik yang telah terjalin kepada sesama teman,
lingkungan, dan kiai yang ada. Keikhlasan, semangat mandiri, dan percaya diri
juga diberikan kepada santri. Santri dididik untuk tidak bermental pencari
kerja, tetapi bermental untuk pencipta pekerjaan (Daulay, 2001).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa psychological well-being pada santri adalah fungsi optimal
atau positif dari seorang santri yang merupakan hasil pemenuhan kebutuhan
psikologis pada santri yang sedang belajar di pondok pesantren yang telah
diajarkan tentang keikhlasan untuk menjalankan kehidupannya agar dapat
menerima kondisi dirinya mengenai masa lalu maupun masa sekarangnya,
membina hubungan yang baik dengan orang lain, dan mampu menyesuaikan
diri, serta dapat mencapai tujuan hidupnya.
2. Dimensi-dimensi Psychological Well-being
Dimensi-dimensi psychological well-being (kesejahteraan psikologis)
menurut teori Ryff (1989). yaitu:
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
Penerimaan diri didefinisikan sebagai ciri-ciri utama kesehatan mental
yang menjadi karakteristik dari aktualisasi diri yang baik, menuju kepada
kematangan individu dan pemfungsian diri yang optimal (Ryff, 1989).
Individu yang memiliki penerimaan diri yang tinggi menunjukkan bahwa
individu tersebut memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan
menerima berbagai aspek diri, serta merasa positif tentang kehidupan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sedang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang mempunyai penerimaan diri
yang rendah akan menunjukkan perasaan yang tidak puas dengan dirinya,
merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, dan mempunyai
pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini (Ryff dan Singer, 1996).
Santri mendapatkan ajaran dari kiai untuk menanamkan keikhlasan di
dalam dirinya (Daulay, 2001). Keikhlasan tersebut digunakan untuk
mensyukuri apa yang telah ada di dalam dirinya baik kelebihan maupun
kekurangan yang ada. Dengan ilmu yang telah diperoleh, dalam menjalani
kehidupan sehari-hari santri pantang untuk mengeluhkan segala sesuatu
yang terjadi pada dirinya. Santri mencoba mengambil hikmah dari peristiwa
yang telah terjadi pada dirinya, baik peristiwa di masa lalu maupun di masa
sekarang, karena mereka percaya apa yang telah terjadi kepada dirinya
tersebut merupakan takdir jalan hidupnya.
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relation with other)
Hubungan positif dengan orang lain dapat ditunjukkan dengan tinggi
rendahnya kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan
hubungan saling percaya dengan orang lain yang digambarkan sebagai
orang yang mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai dan bersahabat
(Ryff, 1989). Hubungan positif dengan orang lain juga dapat dinyatakan
dalam bentuk perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan orang lain
(Schreuers, dkk., 2004).
Individu yang mempunyai hubungan positif dengan orang lain yang
tinggi menunjukkan, bahwa individu tersebut mempunyai hubungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hangat, memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain; memperhatikan
kesejahteraan orang lain, memiliki empati yang kuat, afeksi, dan hubungan
dengan orang lain yang bersifat timbal-balik. Sedangkan, apabila rendah
dalam hubungan dengan orang lain maka individu akan merasa kesulitan
untuk bersikap hangat, kurang memperhatikan orang lain, frustrasi dalam
hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri untuk
mempertahankan suatu hubungan yang penting dengan orang lain (Ryff dan
Singer, 1996).
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang
akrab, sehingga segala kesenangan dan kesulitan dirasakan bersama. Ajaran
agama menyuruh santri untuk selalu menjaga hubungan yang baik
antarsesamanya. Hal ini dirasakan oleh santri yang sedang belajar di pondok
pesantren. Setiap hari dan setiap waktu santri bertemu dengan kiai dan
teman-temannya, sehingga terjalinlah suatu hubungan yang dekat di antara
mereka. Hubungan santri dengan kiai seperti hubungan santri dengan orang
tuanya karena selama di pondok pesantren, kiai sebagai pengganti orang tua
santri untuk memberikan bimbingan dan ilmu kepada santri (Basri, 2001).
Selain itu, hubungan santri dengan kiai tidak hanya terbatas dalam hal
pelajaran saja, tetapi juga menyangkut tentang hal-hal pribadi santri. Santri
menanyakan hal tersebut kepada kiai untuk diberikan solusi tentang
berbagai kesulitan yang sedang dihadapinya (Daulay, 2001).
Setiap hari santri bertemu dengan teman-temannya dan intensitas
bertemu jauh lebih banyak dibandingkan dengan keluarganya mulai dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bangun tidur hingga tidur kembali. Tolong-menolong di antara santri
menjadi hal yang sering dilakukan, karena menganggap mereka satu
keluarga dan ilmu yang telah diperolehnya mengajarkan untuk berbuat
seperti itu. Santri juga meminta kepada yang lain untuk memberikan solusi
jika sedang menghadapi kesulitan. Hal inilah yang membuat hubungan
santri dengan teman-temannya menjadi dekat.
c. Kemandirian (autonomy)
Kemandirian atau otonomi menekankan pada kemampuan untuk
mengarahkan diri sendiri dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku.
Kemandirian juga merupakan kemampuan untuk menentukan nasib sendiri
dan melawan tekanan sosial, berpikir, serta bertindak dengan cara tertentu.
Terlalu banyak maupun terlalu sedikit otonomi akan memiliki efek pada
kesejahteraan (Schreuers, dkk., 2004). Individu dengan kemandirian yang
baik ditandai dengan mampu menilai dan mengarahkan diri sendiri,
menghadapi tekanan sosial, serta mengatur tingkah lakunya sendiri.
Sebaliknya, kemandirian yang rendah menunjukkan bahwa individu
memperhatikan pengharapan, evaluasi dari orang lain, menyesuaikan diri
terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku (Ryff dan
Singer, 1996).
Di pondok pesantren, santri diharuskan untuk bisa hidup mandiri.
Karena jauh dari orang tua, santri dituntut untuk bisa menghidupi dan
mengatur dirinya sendiri. Pondok pesantren menciptakan suasana untuk
mengembangkan kepercayaan diri, kemampuan berpikir, kedewasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berpikir, dan menemukan jati diri pada santri guna menumbuhkan
kemandirian santri. Dengan modal ilmu yang dimiliki, santri akan mampu
menentukan pilihan nasibnya sendiri dan berusaha mengatasi kesulitannya
dengan caranya sendiri, sehingga kemandirian santri sebagai peserta didik
dapat tumbuh dan berkembang dengan suasana dan kondisi lingkungan
tersebut (Ali, M., 2007).
d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk memilih
lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya dan kemampuan untuk
mengelola kehidupan individu tersebut dalam lingkungan di sekitar (Ryff
dan Keyes, 1995). Indivdu dengan penguasaan lingkungan yang baik akan
mampu mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang
kompleks, menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada secara efektif,
mampu memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan serta nilai-nilai pribadi. Sedangkan individu dengan penguasaan
lingkungan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur
aktivitas sehari-hari dan kurang mempunyai kontrol terhadap dunia luar
(Ryff dan Singer, 1996).
Selama santri belajar di pondok pesantren dibekali ilmu yang cukup
untuk digunakan ketika sudah keluar dari pondok pesantren. Dengan ilmu
yang dimiliki tersebut, santri bisa menempatkan dirinya pada lingkungan
yang sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, santri mempunyai
kemampuan menciptakan penerimaan perubahan-perubahan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lingkungan kehidupan (Wahid, 2001), sehingga di pondok pesantren santri
telah disiapkan apabila setelah keluar dari pesantren dapat menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri dengan ilmu yang dimilikinya (Daulay, 2001).
e. Tujuan hidup (purpose in life)
Dimensi ini mengarah kepada pemahaman individu tentang tujuan dan
makna hidup (Ryff dan Keyes, 1995). Individu yang mempunyai tujuan dan
arah hidup yang baik akan merasakan adanya arti dalam hidup pada masa
kini dan masa lampau. Sebaliknya, individu dengan tujuan dan arah hidup
yang kurang baik akan kurang mempunyai arti hidup, tujuan, arah, dan cita-
cita yang tidak jelas, serta tidak melihat adanya tujuan dari kehidupan masa
lampau (Ryff dan Singer, 1996).
Ajaran agama yang diterima santri selama di pondok pesantren
mengajarkan santri untuk memiliki tujuan hidup dalam dirinya. Dengan
berpegang pada Al Quran dan Al Hadist, santri menjalani kehidupannya
sehari-hari dengan penuh makna dan tanpa mengeluhkan sesuatu karena
bagi santri, mengeluh berarti mereka tidak mensyukuri dan memaknai hidup
mereka. Untuk mencapai tujuan hidup, santri dalam hal ini diberi kebebasan
untuk memilih jalan hidup di dalam masyarakat nantinya dengan modal
yang dimiliki pada dirinya, sehingga bisa mencapai tujuan hidup masing-
masing (Rosyad, S. dan Tahqiq, N., 2001). Santri menggunakan ilmu dan
keterampilan yang telah didapatnya dari pondok pesantren untuk dapat
melakukan sesuatu yang berguna dalam pencapaian hidup yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk
mengembangkan potensi diri dan menekankan tentang cara memandang diri
serta merealisasikan potensi yang ada dalam diri. Individu dengan
pertumbuhan yang baik, maka individu tersebut akan terbuka terhadap
pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalam dirinya, dan dapat
melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu. Sedangkan individu yang
pertumbuhan pribadinya kurang baik, tidak merasakan adanya
pengembangan potensinya dari waktu ke waktu, merasa jenuh, dan merasa
tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku yang baru
(Ryff dan Singer, 1996).
Santri memiliki kemampuan dan potensi di dalam dirinya yang
diperolehnya selama belajar di pondok pesantren dan akan digunakan santri
untuk mendapatkan pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Selepas dari pondok pesantren, santri masih menuntut ilmu. Hal ini karena
pandangan santri mengenai ajaran agamanya yang mengajarkan bahwa
menuntut ilmu sampai mati dan berguna untuk kehidupan di akhiratnya
(Daulay, 2001).
Hurlock (2006) mengatakan bahwa terdapat beberapa esensi mengenai
keadaan sejahtera (well-being), yaitu sebagai berikut:
a. Sikap menerima (acceptance)
Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang
timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selanjutnya, Shaver dan Ferman (dalam Hurlock, 2006) menjelaskan,
bahwa kebahagiaan bergantung pada sikap menerima dan menikmati apa
yang telah dimilikinya.
Sikap menerima yang ada pada diri santri lebih kepada sikap untuk
menerima menerima kenyataan bahwa dirinya adalah santri yang harus
tinggal sebagai kelompok kecil di suatu tempat. Selain itu, sikap menerima
juga digunakan untuk menerima tentang perubahan pemikiran-pemikiran
yang berbeda dengan pemikiran dalam dirinya (Rumadi, 2006).
b. Kasih sayang (affection)
Cinta atau kasih sayang merupakan hasil dari sikap diterima oleh
orang lain. Cinta atau kasih sayang penting dalam penyesuaian diri.
Kurangnya cinta atau kasih sayang akan mempengaruhi kebahagiaan
individu.
c. Prestasi (achievement)
Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan individu. Apabila
tujuan ini tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan individu
yang bersangkutan akan merasa tidak puas serta tidak bahagia.
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli mengenai dimensi-
dimensi psychological well-being di atas, maka dalam penelitian ini akan
digunakan dimensi-dimensi psychological well-being dari Ryff (1989), yaitu
dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian,
penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Hal ini
disebabkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989) lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mencakup karakteristik seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis
dilihat dari beberapa pandangan tokoh seperti Rogers tentang orang yang
berfungsi secara penuh, Maslow tentang aktualisasi diri, Jung tentang
individuasi, Allport tentang kematangan, dan Erikson yang menggambarkan
individu mencapai integrasi daripada putus asa.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-being
Ryff dan Singer (1996) mengemukakan terdapat empat faktor-faktor
yang mempengaruhi psychological well-being, yaitu:
a. Usia
Ryff (1989), Ryff dan Keyes (1995), serta Ryff dan Singer (1996)
melakukan penelitian yang menyebutkan bahwa penguasaan lingkungan dan
otonomi menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya usia.
Untuk tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi menunjukkan penurunan
dengan bertambahnya usia. Sementara itu, pada dimensi penerimaan diri
dan hubungan positif dengan orang lain menunjukkan bervariasi
berdasarkan usia.
Kebanyakan pondok pesantren biasanya dihuni oleh santri dengan usia
remaja antara usia 13 sampai 19 tahun (Syarifuddin, 2005). Seperti yang
telah diungkapkan oleh Ryff di atas, bahwa pada santri yang berusia lebih
tua maka penguasaan lingkungan dan otonomi (kemandirian) juga
mengalami peningkatan. Namun, dalam hal tujuan hidup akan mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan semakin bertambah usia santri akan semakin
banyak tujuan hidup yang telah dicapai oleh santri tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Jenis kelamin
Dari keseluruhan perbandingan usia pada data penelitian Ryff (1989),
perempuan menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada laki-laki pada
dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan
pribadi. Sementara untuk dimensi penerimaan diri, kemandirian, tujuan
hidup, dan penguasaan lingkungan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Dalam suatu pondok pesantren terdapat santri laki-laki dan
perempuan, meskipun dalam prakteknya santri-santri tersebut dipisah antara
laki-laki dan perempuan. Berdasarkan teori dari Ryff, maka santri
perempuan memiliki hubungan positif dengan orang lain lebih tinggi
dibanding santri laki-laki.
c. Kelas sosial
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisconsin Longitudinal (dalam
Ryff dan Singer, 1996) menunjukkan, bahwa orang dengan status pekerjaan
yang tinggi memiliki tingkat kesejahteraan psikologis tinggi, yang
ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada dimensi pertumbuhan pribadi
dan dimensi tujuan hidup. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya
tingkat pendidikan seseorang. Tingginya tingkat pendidikan individu
menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengalaman dalam hidupnya
untuk mengatasi masalah, tekanan, dan tantangan. Seperti yang telah
dijelaskan, kesejahteraan psikologis pada santri akan meningkat sejalan
dengan bertambahnya ilmu yang dimiliki santri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Latar belakang budaya
Sugianto (dalam Tenggara, dkk., 2008) mengatakan, bahwa perbedaan
budaya Barat dan Timur juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi
yang lebih berorientasi pada diri, seperti dimensi penerimaan diri dan
dimensi kemandirian lebih menonjol dalam konteks budaya Barat,
sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain, seperti hubungan
positif dengan orang lain lebih menonjol dalam budaya Timur, sementara
dimensi pertumbuhan pribadi, penguasaan lingkungan, dan tujuan hidup
tidak menunjukkan adanya perbedaan (Ryff dan Singer, 1996). Santri di
pondok pesantren berasal dari bermacam-macam latar belakang budaya.
Setiap santri akan membawa pengaruh budaya terhadap santri yang lain.
Selain itu, Keyes, dkk. (2002) mengatakan ada dua faktor dalam
psychological well-being:
a. Variabel sosio-demografis
Variabel sosio-demografis yang mempengaruhi psychological well-
being antara lain: usia, jenis kelamin, pendidikan, ras, dan status
perkawinan.
b. Ciri kepribadian
Costa (dalam Keyes, dkk., 2002) mengatakan bahwa pribadi yang
terbuka dapat memperbesar potensi dan kemampuan individu untuk
pemenuhan diri, serta mampu mengevaluasi hidupnya sendiri sehingga lebih
mampu untuk mencapai psychological well-being.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari uraian-uraian di atas, diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi psychological well-being, meliputi: usia, jenis kelamin, status
sosial atau kelas sosial, latar belakang budaya, dan ciri kepribadian individu.
B. Religiusitas
1. Pengertian Religiusitas
Religiusitas berbeda dengan sikap beragama. Daradjat (1990)
berpendapat bahwa sikap beragama merupakan tingkah laku yang tidak dapat
dipisahkan dari keyakinan. Selain itu, orang yang melakukan sikap beragama
semata-semata didorong oleh keinginan untuk menghormati agama lain,
sehingga muncullah hubungan antar agama yang mengakibatkan kehidupan
yang harmonis antar umat beragama (Smith, dalam Muchtar, 2012). Adapun
religiusitas merupakan penghayatan keagamaan terhadap kepercayaannya yang
diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari (Hawari, 2004).
Religiusitas menurut Thouless (2000) ditunjukkan dengan kepercayaan,
ibadah, dan pengalaman, serta tidak mengakui keberadaan benda-benda dan
makhluk-makhluk sakral tetapi memperkuat keyakinannya. Jalaludin (2009)
mengatakan religiusitas sebagai keberagamaan, yaitu merupakan kemampuan
individu untuk menghayati nilai-nilai agama dan menjadikan nilai-nilai agama
tersebut sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku individu
tersebut.
Selanjutnya Asra (2006) menjelaskan religiusitas sebagai suatu keadaan
dalam diri seseorang untuk merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang menaungi kehidupan manusia dengan melaksanakan semua perintah
Tuhan sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan,
sehingga akan membawa ketenteraman dan ketenangan pada dirinya. Di
samping itu, religiusitas berkaitan juga dengan adanya internalisasi nilai-nilai,
aturan-aturan, dan kewajiban-kewajiban agama dalam diri individu, sehingga
individu tersebut selalu berada pada nilai-nilai agama yang diyakini pada setiap
perilakunya.
Ancok dan Suroso (1995) menyebutkan bahwa religiusitas diwujudkan
dalam berbagai sisi dimensi kehidupan manusia, tidak hanya pada saat aktivitas
melakukan ritual beribadah saja, tetapi juga pada saat melakukan aktivitas yang
tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Schleimacher (dalam Jalaludin,
2009) mengatakan bahwa religiusitas merupakan rasa ketergantungan terhadap
suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya dan dibuktikan dalam upacara
keagamaan serta pengabdian para penganut agama.
Dengan demikian, religiusitas adalah suatu keadaan seseorang dapat
menghayati nilai-nilai agama yang diyakininya dengan cara melaksanakan
perintah Tuhan dan menjauhi serta meninggalkan yang menjadi larangan
sebagai pedoman diri dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun religiusitas pada santri ditunjukkan dengan adanya
pengalaman tarekat yang melekat pada diri santri, yaitu dengan menjalankan
amalan-amalan senantiasa untuk mendekatkan diri pada Tuhan (Turmudi,
2004). Selain itu, religiusitas pada santri juga ditunjukkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memfokuskan segala aktivitas untuk menjalankan perintah agama (Basri,
2001).
2. Dimensi-dimensi Religiusitas
Glock (dalam Rakhmat, 2003) mengatakan bahwa terdapat lima dimensi
religiusitas, yaitu:
a. Dimensi ideologis (dimensi keyakinan)
Dimensi ini merupakan dimensi yang paling mendasar karena
membedakan satu agama dengan agama lainnya. Dimensi ini berkaitan
dengan keyakinan yang berisi tentang pengharapan-pengharapan, yaitu
orang religius berpegang pada pandangan teologis tertentu dan mengakui
kebenaran doktrin-doktrin dari kepercayaannya.
b. Dimensi ritualistik (dimensi praktik agama)
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya, misalnya sholat, zakat, dan puasa bagi orang Islam.
c. Dimensi eksperimental (dimensi pengalaman)
Dimensi yang berhubungan dengan perasaan, penghayatan,
pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan oleh penganut
agama. Dimensi ini disebut juga dengan religious experience (pengalaman
keagamaan).
d. Dimensi intelektual (dimensi pengetahuan agama)
Dimensi ini berkaitan dengan sikap orang dalam menerima dan
menilai ajaran agamanya, serta memahami ajaran-ajaran agamanya. Apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ada ajaran-ajaran baru yang berkaitan dengan agama, maka individu tersebut
akan menilai dan memahami ajaran baru tersebut yang selanjutnya akan
menerima ajaran tersebut atau bahkan menolaknya.
e. Dimensi konsekuensial
Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam
berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa jauh
seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-
harinya. Dimensi ini merupakan efek ajaran agama pada perilaku individu
dalam kehidupan sehari-hari.
Hawari (2002) membuat skala untuk mengukur religiusitas bagi
seseorang yang beragama Islam dengan dimensi, meliputi:
a. Rukun Iman, meliputi iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman
kepada para nabi, iman kepada kitab-kitab suci, iman kepada hari kiamat,
dan iman kepada takdir.
b. Rukun Islam, meliputi mengucapkan kalimat syahadat, mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, puasa, dan menunaikan ibadah haji.
c. Pengalaman, meliputi keimanan, keilmuan, pengendalian diri, kekeluargaan,
dan pergaulan sosial.
Dimensi yang diungkapkan oleh Glock (dalam Rahmat, 2003)
menjelaskan mulai dari dimensi yang paling mendasar tentang membedakan
ajaran agama satu dengan ajaran agama yang lain sampai kepada efek yang
ditimbulkan mengenai ajaran agama yang diyakini seseorang. Selain itu, pada
dimensi-dimensi yang diungkapkan juga terdapat aspek afeksi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ditunjukkan dengan adanya salah satu dimensi yang mengungkap tentang
perasaan seseorang tentang pengalaman keagamaannya. Adapun dimensi yang
diungkapkan oleh Hawari (2002) lebih menekankan pada kepercayaan
seseorang terhadap Tuhannya dan tentang perilaku serta sikap yang seharusnya
dilakukan oleh orang yang memiliki keyakinan tersebut.
Dari penjelasan di atas, penulis menggunakan dimensi yang
dikemukakan oleh Glock (dalam Rahmat, 2003) yang meliputi dimensi
ideologis, ritualistik, eksperimental, intelektual, dan konsekuensial. Hal ini
disebabkan dalam dimensi-dimensi tersebut lebih mengungkapkan lebih jelas
mengenai religiusitas.
C. Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial menurut Wills (dalam Taylor, dkk., 1994) didefinisikan
sebagai persepsi atau pengalaman untuk memberikan perhatian, penghargaan,
dan merupakan suatu bagian dari kehidupan sosial untuk saling membantu.
Rahardjo, dkk. (2008) menjelaskan dukungan sosial adalah bantuan yang
diterima seseorang dari lingkungan maupun orang lain untuk mengatasi
masalah yang dihadapinya.
Sarason, dkk. (1983) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah
keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,
menghargai, dan menyayangi kita. Selanjutnya, Myers (2002) berpendapat
bahwa dukungan sosial dari orang tua biasanya didapatkan dari hubungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hangat dengan orang tua, dan hubungan baik dengan orang tuanya tersebut
memberikan dukungan yang positif bagi mahasiswa dalam menjalin hubungan
dengan teman dan lingkungan sekitar.
Baron dan Byrne (2005) menjelaskan dukungan sosial sebagai bentuk
perasaan nyaman secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh orang lain
untuk menghadapi stres. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai suatu
kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima indivudu
dari orang lain maupun kelompok yang berupa penghiburan, perhatian,
penerimaan, atau bantuan dari orang lain (Sarafino, 1998).
Taylor, dkk. (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah
seseorang memberi bantuan kepada yang lain. Selanjutnya Cobb (dalam
Taylor, 1995) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pemberian informasi
dari orang lain bahwa seseorang dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang
tua, pasangan, kerabat, teman, kontak sosial, dan komunitas.
Johnson dan Johnson (1991) mengartikan dukungan sosial sebagai
keberadaan orang-orang untuk memberikan bantuan, semangat, penerimaan,
dan perhatian yang dapat dipergunakan oleh orang lain yang menerima untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesejahteraan dalam dirinya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial adalah suatu bantuan yang diberikan seseorang kepada orang
lain berupa informasi, perhatian, rasa aman, dan penghargaan yang memiliki
efek emosional bagi orang yang menerima dan digunakan untuk membantu
individu dalam menghadapi situasi yang menegangkan bagi individu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dukungan sosial pada santri ditunjukkan dengan adanya jiwa tolong-menolong
diantara santri dan suasana persaudaraan, hal ini disebabkan santri harus
mengerjakan pekerjaan secara bersama-sama, sehingga mereka saling
membantu satu dengan yang lainnya (Basri, 2001). Selain itu, juga adanya
dukungan masyarakat disekitar yang mendukung kegiatan-kegiatan santri di
tengah-tengah masyarakat, sehingga santri merasa diberikan dukungan sosial
(Siradj, S., 1999).
2. Aspek-aspek Dukungan Sosial
House dan Khan (1985) membedakan aspek dukungan sosial menjadi
empat, yaitu:
a. Dukungan emosional
Merupakan pemberian dukungan berupa ungkapan empati,
kepedulian, dan perhatian terhadap orang-orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan atau penilaian
Berupa ungkapan rasa hormat kepada seseorang, dorongan untuk
maju, persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan
satu orang dengan orang lainnya. Hal ini berkaitan dengan pengakuan,
umpan-balik, dan perbandingan sosial.
c. Dukungan informatif
Informasi dapat berupa pemberian nasihat, pengarahan, saran,
petunjuk, dan umpan-balik yang berguna bagi individu untuk menyelesaikan
masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Dukungan instrumental
Bantuan instrumental dapat berupa bantuan langsung seperti
pemberian bantuan alat, keuangan, dan peluang waktu. Bantuan ini bersifat
langsung.
Selanjutnya, Sarafino (1998) menjelaskan ada lima aspek dukungan
sosial, yaitu:
a. Dukungan emosional
Merupakan dukungan yang merupakan ekspresi dari afeksi,
kepercayaan, perhatian, dan perasaan yang didengarkan. Dalam hal ini
mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian kepada orang yang
menerima.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan yang
positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif antara satu individu dengan
individu yang lain. Hal seperti ini akan mengembangkan penghargaan diri.
c. Dukungan instrumental
Dukungan ini mencakup dukungan secara langsung yang berupa
waktu, jasa, dan uang. Dukungan ini membantu seseorang untuk melakukan
aktivitasnya.
d. Dukungan informatif
Membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas
wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Informasi diperlukan untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Dukungan ini mencakup pemberian nasihat, petunjuk,
saran-saran, informasi, dan umpan balik.
e. Dukungan jaringan sosial
Merupakan perasaan keanggotaan dalam suatu kelompok yang saling
berbagi kesenangan dan aktivitas sosial. Dukungan semacam ini mencakup
tentang perasaan keanggotaan dalam kelompok.
Pada dasarnya bentuk-bentuk dukungan sosial yang diungkapkan di atas
adalah sama, yaitu membagi dukungan sosial menjadi dukungan penghargaan,
dukungan emosional, dukungan informatif, dan dukungan instrumental. Hanya
saja pada bentuk-bentuk dukungan sosial yang diungkapkan oleh Sarafino
(1998) terdapat bentuk dukungan sosial yang berupa dukungan jaringan sosial.
Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah disampaikan oleh
beberapa ahli di atas, maka untuk pengukuran dukungan sosial digunakan
aspek dukungan sosial dari House dan Khan (1985), yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan
instrumental. Hal ini disebabkan aspek-aspek tersebut sesuai dengan keadaan
subjek yang akan diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-being
1. Hubungan antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan
Psychological Well-being
Dalam pendidikan di pondok pesantren, tugas santri adalah menuntut
ilmu dari kiai yang ada. Pada kesehariannya, santri dituntut untuk senantiasa
mengikuti semua jadwal yang ada di pondok pesantren, mulai dari bangun
tidur hingga kembali tidur. Di samping melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai seorang santri, santri juga harus bergaul dengan teman-
temannya yang ada di pondok pesantren.
Banyak persoalan yang harus dihadapi santri pada kehidupannya di
pondok pesantren. Dari masalah dengan pihak pondok pesantren, ribut
dengan teman seasrama yang apabila ketahuan oleh pihak pondok pesantren
akan terkena skors, sampai melanggar peraturan yang ada. Hal tersebut
membuat banyak santri yang kabur dari pondok pesantren. Persoalan-
persoalan tersebut akan membuat psychological well-being pada santri
tersebut akan terpengaruh. Hal ini dikarenakan persoalan yang sedang
dihadapi tersebut akan mempengaruhi seorang santri dalam menerima dan
berhubungan dengan orang lain.
Seperti yang dikatakan oleh Ryan dan Deci (2001) bahwa psychological
well-being terkait dengan fungsi optimal atau positif dari individu. Seorang
santri dihadapkan pada kondisi untuk mampu menghadapi berbagai hal yang
dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya di lingkungan pondok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pesantren, mampu melewati periode sulit dalam kehidupan dengan
mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya sendiri, sehingga santri
tersebut merasakan kebahagiaan hidup. Kebahagaiaan tersebut dapat dicapai
oleh seorang santri apabila santri tersebut mempunyai hubungan positif
dengan orang lain yang baik, mampu menguasai lingkungan, mampu
mengatur dan mengontrol lingkungan tempatnya berada, serta bersikap
mandiri. Dengan begitu, santri akan mencapai fungsi optimal pada dirinya
karena kebutuhan psikologis tersebut terpenuhi.
Agar seorang santri dapat mencapai suatu kondisi psychological well-
being, maka diperlukan religiusitas untuk membantu dalam menyelesaikan
suatu masalah yang sedang dihadapi untuk mencapai suatu kesejahteraan
psikologis. Apabila seorang santri memiliki religiusitas yang baik, maka
dalam menghadapi permasalahan yang sedang terjadi akan menyikapinya
sesuai dengan ajaran agamanya.
Penelitian Ellison (dalam Taylor, 1995) menyatakan, bahwa agama
mampu meningkatkan psychological well-being dalam diri seseorang. Hasil
penelitian Ellison ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki
kepercayaan terhadap agama yang kuat memiliki kepuasan hidup yang tinggi,
kebahagiaan personal yang lebih tinggi, peristiwa traumatis yang lebih
rendah, jika dibandingkan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap
agama yang kuat. Hal ini disebabkan ide-ide dan keyakinan keagamaan akan
berpengaruh pada keyakinan dan kognisi yang sangat berkontribusi terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tujuan hidup dan emosi positif lainnya. Oleh karena itu, penting sekali bagi
seorang santri memiliki religiusitas untuk mencapai psychological well-being.
Selain memerlukan religiusitas, seorang santri juga membutuhkan
dukungan sosial untuk mencapai tahapan psychological well-being.
Dukungan sosial merupakan suatu bentuk pemberian perasaan nyaman baik
secara fisik maupun psikologis oleh teman maupun keluarga untuk
menghadapi stress (Baron dan Byrne, 2005). Santri yang mendapat dukungan
sosial yang baik akan merasakan kesenangan, rasa aman, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diterima oleh seseorang dari orang lain atau
dari kelompoknya. Apabila santri mendapatkan dukungan sosial dalam
menghadapi masalah dan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, maka
akan dapat menikmati kondisi kesejahteraan psikologisnya (psychological
well-being). Namun sebaliknya, apabila seorang santri kurang mendapatkan
dukungan sosial dari lingkungan sekitar, maka santri akan mendapatkan
kesulitan-kesulitan dalam menjalani kehidupannya yang berakibat depresi.
Dukungan sosial yang diberikan kepada santri dapat berfungsi lebih
efektif dalam mencapai psychological well-being bila bekerja bersama-sama
dengan sikap religiusitas yang dimiliki oleh santri. Hal ini karena dukungan
sosial membantu santri dalam menerapkan sikap religiusitas yang dimilikinya
dalam kehidupan sehari-hari. Aspek-aspek yang terdapat didalam religiusitas
memerlukan dukungan sosial dari orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk
menerapkannya dalam mencapai psychological well-being pada dirinya.
Semakin tinggi sikap religiusitas yang dimiliki seorang santri dan semakin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tingginya dukungan sosial yang diberikan kepada santri, maka akan semakin
tinggi pula psychological well-being yang dimilki oleh seorang santri. Begitu
juga sebaliknya, semakin rendah religiusitas dan dukungan sosial yang
diberikan kepada santri, maka akan semakin rendah pula psychological well-
being yang akan dimiliki oleh santri.
2. Hubungan antara Religiusitas dengan Psychological Well-being
Seorang santri harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
dan juga harus bisa menjaga dirinya dari beberapa tekanan masalah yang
mungkin terjadi di lingkungan pondok pesantren selama mengikuti
pendidikan. Santri akan mengikuti kegiatan secara rutin yang telah
ditetapkan. Kegiatan tersebut akan membawa pada perubahan yang positif,
seperti dapat menerima kekurangan diri sendiri, hati merasa tenang,
timbulnya rasa hormat yang tinggi kepada orang lain, dan timbulnya rasa
untuk lebih menghargai orang lain. Dengan begitu, seorang santri akan
mencapai kondisi psychological well-being pada dirinya.
Psychological well-being merupakan pencapaian penuh dari potensi
psikologis seseorang, di mana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan
kelemahan yang ada pada dirinya sendiri, menciptakan hubungan positif
dengan orang lain di sekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan, mampu mengatur lingkungannya, memiliki tujuan hidup, dan
merasa mampu melalui tahap-tahap perkembangan dalam kehidupannya
(Ryff, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Liputo (2009) menyatakan, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
psychological well-being, salah satunya adalah religiusitas. Religiusitas
merupakan hal yang berkaitan dengan segala persoalan hidup dengan
Tuhannya. Religiusitas menurut Tholess (2000) merupakan suatu perilaku
yang ditunjukkan dengan kepercayaan, ibadah, dan pengalaman. Kepercayaan
tersebut mencakup kepercayaan tentang agama dengan tidak mengakui
keberadaan benda-benda dan makhluk-makhluk sakral.
Bastaman (dalam Liputo, 2009) menyatakan, bahwa individu yang
memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai setiap kejadian
hidupnya secara positif, sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna dan
terhindar dari stres maupun depresi. Hal serupa juga dikemukakan oleh
Liputo (2009) dalam penelitiannya, yang menunjukkan hasil bahwa
religiusitas mempunyai pengaruh terhadap psychological well-being.
Komitmen religiusitas memiliki hubungan yang positif dengan psychological
well-beng. Dengan kata lain, seseorang yang menjalankan kegiatan
keagamaan, seperti beribadah, berdoa, dan membaca kitab suci agama
diasumsikan akan memiliki kondisi psychological well-being yang baik pula.
Hal ini terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stres dan menahan
produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon
stres ini dihubungkan dengan aspek kesehatan, yaitu sistem kekebalan tubuh
yang semakin meningkat (McCulloug & Others, dalam Santrock, 2002).
Oleh karena itu, religiusitas sangat diperlukan oleh seorang santri agar
dapat merasakan psychological well-being dalam kehidupannya. Santri yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memiliki religiusitas tinggi dalam dirinya, maka semakin tinggi pula
psychological well-being yang dimilikinya. Namun sebaliknya, seorang santri
dengan religiusitas yang rendah, maka akan semakin rendah pula
psychological well-being yang dimiliki santri tersebut.
3. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being
Setiap santri yang berada di pondok pesantren secara tidak langsung
mereka dituntut untuk bisa hidup mandiri, dapat berhubungan positif dengan
orang lain, dan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Keadaan
tersebut akan membawa seorang santri pada suatu keadaan yang disebut
dengan psychological well-being. Psychological well-being yang dimiliki
seorang santri tersebut akan berguna untuk menjalani kehidupan sehari-hari
santri dan lebih memaknai kehidupannya.
Bagi seorang santri untuk mencapai kesejahteraan psikologis sangat
diperlukan suatu dukungan sosial, terlebih lagi untuk menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Hal ini sama seperti yang
diungkapkan oleh Ryff (1989), bahwa hubungan positif dengan orang lain
menunjukkan adanya hubungan kesejahteraan psikologis dengan dukungan
sosial. Selain itu, tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi menunjukkan
bahwa individu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan di
sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dan dapat membangun
hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain (Ryff dan Singer, 2008).
Dukungan sosial merupakan dukungan yang diperoleh dari hubungan
dengan orang lain yang diharapkan dapat membantu individu menanggulangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan menghadapi keadaan yang menegangkan dan menyedihkan (Taylor,
1995). Seseorang yang mengalami keadaan menegangkan membutuhkan
orang lain untuk menghadapi situasi tersebut dengan tenang dan baik. Hal ini
senada dengan apa yang diungkapkan oleh Smet (1994), bahwa jika individu
merasa didukung oleh lingkungannya, segala sesuatu dapat menjadi lebih
mudah pada saat mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan atau
kejadian yang membuat individu menjadi tertekan.
Sarafino (1998) berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diperoleh
dari keluarga, teman, suami atau istri, rekan kerja, dan organisasi
kemasyarakatan. Bagi santri, dukungan keluarga, teman, dan pihak pondok
pesantren sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi-situasi yang dirasa
menegangkan.
Johnson dan Johnson (1991) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat
meningkatkan psychological well-being seseorang yang merupakan perhatian,
kasih sayang, pengertian, dan kedekatan yang mengarah pada keyakinan akan
memperjelas individu dan meningkatkan harga diri individu. Dukungan sosial
membuat seseorang lebih bisa menerima kehidupan dan memandang positif
pada diri sendiri. Selain itu, diukungan sosial juga dapat mengurangi tingkat
stres. Orang yang jarang stres akan lebih merasa bahagia dibandingkan orang
dengan stres yang tinggi. Seseorang yang tidak mempunyai gejala depresi dan
merasa bahagia akan mempunyai psychological well-being yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa dukungan sosial memiliki
peran penting pada seorang santri untuk mencapai psychological well-being.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila seorang santri mendapatkan dukungan sosial yang tinggi, maka
psychological well-being yang dimiliki juga tinggi.
E. Kerangka Berpikir
Gambar 1
Kerangka Berpikir
F. Hipotesis
Dari uraian yang telah dijelaskan, hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being pada santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten.
2. Ada hubungan positif antara religiusitas dengan psychological well-being
pada santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas
Klaten.
Santri Pondok Pesantren
Dukungan Sosial Religiusitas
Psychological Well Being pada
Santri Pondok Pesantren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan psychological well-
being pada santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas
Klaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga variabel yang diamati, yaitu dua variabel
prediktor dan satu variabel kriterium, sebagai berikut:
1. Variabel kriterium: Psychological well-being
2. Variabel prediktor:
a. Religiusitas
b. Dukungan sosial
B. Definisi Operasional
1. Psychological Well-being
Psychological well-being adalah fungsi optimal yang merupakan hasil
pemenuhan kebutuhan psikologis seseorang yang mampu menerima kelebihan
dan kelemahan pada dirinya, membina hubungan positif dengan orang lain,
bertanggung jawab pada dirinya sendiri, mampu menguasai lingkungan di
sekitarnya, memiliki tujuan hidup dalam dirinya, serta mampu melewati setiap
tahapan perkembangan dalam hidupnya (Ryff, 1989).
Psychological well-being dalam penelitian ini akan diukur
menggunakan skala psychological well-being yang dimodifikasi oleh peneliti
berdasarkan Ryff’s scales of psychological well-being dari Ryff (1989).
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula psychological
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
well-being yang dimiliki seseorang. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
skor yang diperoleh, maka semakin rendah psychological well-being yang
dimilikinya.
2. Religiusitas
Religiusitas merupakan keadaan seseorang dalam menghayati nilai-nilai
agama yang diyakininya dengan cara melaksanakan perintah Tuhan dan
menjauhi serta meninggalkan yang menjadi larangan, sebagai pedoman diri
dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Religiusitas dalam penelitian ini diukur dengan skala religiusitas yang
disusun peneliti berdasarkan dimensi religiusitas yang diungkapkan Glock
(dalam Rakhmat, 2003), meliputi: dimensi ideologis, dimensi ritualistik,
dimensi eksperimental, dimensi intelektual, dan dimensi konsekuensial.
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula religiusitas
yang dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin
rendah religiusitas yang ada.
3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan seseorang kepada
orang lain berupa informasi, perhatian, rasa aman, dan penghargaan yang
memiliki efek emosional bagi orang yang menerima dan digunakan untuk
membantu individu dalam menghadapi situasi yang menegangkan bagi
individu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dukungan sosial diukur dengan skala yang disusun peneliti berdasarkan
aspek dukungan sosial yang dikemukakan House dan Khan (1985), meliputi
dukungan emosional, dukungan penghargaan atau penilaian, dukungan
informatif, dan dukungan instrumental. Semakin tinggi skor yang diperoleh,
maka semakin tinggi pula dukungan sosial yang diterima seseorang. Namun
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula
dukungan sosial yang diterimanya.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi yang akan menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VIII pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten yang terdiri
atas 158 santri, yang terbagi dalam lima kelas. Pemilihan populasi ini
didasarkan pada pertimbangan santri kelas VIII pondok pesantren Tahfidzul
Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten karena kelas VIII sudah mulai berinteraksi secara
baik dengan teman-teman dan telah mengikuti banyak kegiatan keagamaan di
pondok pesantren. Selain itu, kelas VIII juga merupakan masa-masa para santri
mengalami sebuah kebosanan dan tekanan selama di pondok pesantren.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampel, yaitu sampel yang
sudah dikelompokkan, yang dimaksud sebagai kelompok dalam penelitian ini
adalah kelas. Penelitian ini menggunakan tiga kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel
secara acak untuk memberikan kesempatan yang sama kepada tiap-tiap kelas
untuk dijadikan sampel penelitian, kemudian mengundinya.
Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini didasarkan pendapat
Roscoe (dalam Sugiyono, 2011) tentang penentuan ukuran sampel yang layak
dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 subjek. Jumlah sampel
dalam penelitian sebanyak 77 santri.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari seorang santri melalui
tanggapan atas skala yang diberikan. Data sekunder sebagai data pendukung
penelitian diperoleh dari lokasi penelitian berupa wawancara dengan pihak
terkait. Data sekunder tidak diikutsertakan dalam analisis data.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga jenis skala sikap, yaitu skala
psychological well-being, skala religiusitas, dan skala dukungan sosial. Skala
psychological well-being merupakan modifikasi, sedangkan skala religiusitas
dan dukungan sosial disusun sendiri oleh peneliti. Ketiga skala tersebut akan
diberikan secara langsung kepada sampel penelitian di pondok pesantren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penyusunan aitem-aitem dalam skala psychological well-being, skala
religiusitas, dan skala dukungan sosial dikelompokkan menjadi aitem
favourable dan unfavourable, subjek diminta memilih salah satu dari empat
alternatif jawaban yang disediakan meliputi sangat sesuai (SS), sesuai (S),
tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
Berikut adalah cara penyekoran skala psychological well-being, skala
religiusitas dan skala dukungan sosial.
Tabel 1
Penilaian Pernyataan Favorable dan Unfavorable
Kategori Jawaban Nilai/Skor
Favorable Unfavorable
SS (Sangat Sesuai) 4 1
S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
Azwar (2010) menyatakan, bahwa penentuan skor yang bergerak dari 1
sampai 5 akan menghasilkan rentang skala yang kurang lazim dalam sudut
pandang pengukuran dan akan menyulitkan dalam proses pengukuran
selanjutnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pemberian skor bergerak dari
1 sampai 4.
a. Skala Psychological Well-being
Psychological well-being pada subjek diukur menggunakan skala
modifikasi Ryff’s sacles of psychological well-being dari Ryff (1989),
dengan dimensi yang meliputi penerimaan diri, hubungan positif dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan
pertumbuhan pribadi. Skala psychological well-being terdiri atas 42 aitem
yang terbagi menjadi 20 aitem favourable (mendukung) dan 22 aitem
unfavourable (tidak mendukung). Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka
semakin tinggi pula psychological well-being yang dimiliki seorang santri.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin
rendah psychological well-being yang dimiliki. Blue print skala
psychological well-being dapat dilihat pada tabel berikut :
Table 2
Blue Print Skala Psychological Well-being
No. Dimensi aspek Indikator Aitem Frek % Jumlah
Favoura-
ble
Unfavou-
Rable
1. Penerimaan diri Menerima
kekurangan diri
3, 12 30, 38 16,7% 7
Memiliki sikap
positif terhadap diri
sendiri
20, 22 6
2. Hubungan
positif dengan
orang lain
Kedekatan dan
penerimaan dalam
hubungan
10, 24 36, 14 16,7% 7
Memiliki empati 18, 29 1
3. Kemandirian Tidak bergantung
orang lain
13 42 16,7% 7
Mengambil
keputusan
15 5
Melawan tekanan
sosial
26, 34 8
4. Penguasaan
lingkungan
Mengontrol aktivitas 17, 40 21, 11 16,7% 7
Melaksanakan
tanggung jawab
25, 32 2
5. Tujuan hidup Memiliki tujuan 16 31, 41, 9 16,7% 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hidup
Memaknai arti hidup
yang telah dijalani
23 7, 39
6. Pertumbuhan
pribadi
Melakukan perbaikan
dalam hidup
27 4, 19 16,7% 7
Terbuka dengan
pengalaman baru
33 28, 35, 37
Jumlah 20 22 100% 42
b. Skala Religiusitas
Religiusitas pada subjek diukur dengan skala, yang disusun
berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Glock (dalam
Rakhmat, 2003), yaitu dimensi ideologis (dimensi keyakinan), dimensi
ritualistik (dimensi praktik agama), dimensi eksperimental (dimensi
pengalaman), dimensi intelektual (dimensi pengetahuan agama), dan
dimensi konsekuensial (dimensi konsekuensi). Skala berisi 30 aitem, yang
terbagi dalam 15 aitem favourable (mendukung) dan 15 aitem unfavourable
(tidak mendukung). Skala ini disusun berdasarkan model skala Likert.
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka tingkat religiusitas yang dimiliki
oleh seorang santri semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
skor yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat religiusitasnya. Blue
print skala religiusitas dapat dilihat pada tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3
Blue Print Skala Religiusitas
No. Dimensi aspek Indikator Aitem Frek
%
Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Dimensi
ideologis
Kepercayaan
kepada Tuhan
3, 21 12 20% 6
Yakin akan
kebenaran
ajaran agama
10 19, 27
2. Dimensi
ritualistik
Patuh dalam
menjalankan
perintah agama
1, 23, 7 15, 17, 30 20% 6
3. Dimensi
eksperimental
Pengalaman
keagamaan
yang pernah
dialami
5, 9, 13 16, 25, 26 20% 6
4. Dimensi
intelektual
Pengetahuan
dan pemahaman
tentang aaran
agama
4, 6, 24 14, 18, 29 20% 6
5. Dimensi
konsekuensial
Penerapan
ajaran agama
dalam perilaku
sehari-hari
2, 8, 11 20, 22, 28 20% 6
Jumlah 15 15 100% 30
c. Skala Dukungan Sosial
Dukungan sosial pada subjek diukur dengan skala yang disusun
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh House dan Khan (1985), yaitu
meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan atau penilaian,
dukungan informatif, dan dukungan instrumental. Skala dukungan sosial
terdiri atas 32 aitem yang terbagi menjadi 16 aitem favourable (mendukung)
dan 16 aitem unfavourable (tidak mendukung). Skala dukungan sosial ini
disusun berdasarkan model skala Likert, semakin tinggi skor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperoleh, maka semakin tinggi pula dukungan sosial yang diterima seorang
santri. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka
semakin rendah dukungan sosial yang diterimanya. Blue print skala
dukungan sosial dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Blue Print Skala Dukungan Sosial
No. Aspek Indikator Aitem Frek
%
Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Dukungan
emosional
Rasa empati 24, 2 8, 26 25% 8
Kepedulian 9 17
Perhatian 15 31
2. Dukungan
penghargaan
Penilaian
positif
11, 5 27, 4 25% 8
Dorongan
untuk maju
21, 30 14, 20
3. Dukungan
informatif
Pemberian
nasehat
1, 16 6 25% 8
Umpan balik 23 12
Informasi
dan saran
18 32, 25
4. Dukungan
instrumental
Bantuan
langsung
10, 28 3, 29 25% 8
Membantu
pekerjaan
22, 13 7, 19
Jumlah 16 16 100% 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Skala psychological well being, skala religiusitas, dan skala dukungan
sosial dalam penelitian ini akan diuji validitasinya menggunakan professional
judgment review oleh dosen pembimbing. Selain itu, skala juga akan diuji daya
beda aitemnya dengan menggunakan korelasi product moment.
Adapun rumusnya:
Keterangan:
X = skor responden pada pernyataan tertentu
Y = skor responden pada skala sikap
n = banyaknya responden keseluruhan
Taraf signifikansi yang digunakan dalam menguji validitas skala-skala
penelitian ini adalah 5%. Aitem-aitem dalam skala penelitian ini yang memiliki
probabilitas kurang dari 0,05 dianggap gugur dan selanjutnya tidak akan
digunakan dalam penelitian, hanya aitem-aitem yang lulus dalam pengujian
validitas yang akan digunakan dalam penelitian. Perhitungan selengkapnya
menggunakan bantuan komputer Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 17.0.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Hal ini ditunjukkan oleh taraf konsistensi skor yang diperoleh para
subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada kondisi yang berbeda. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas,
yang angkanya berada dalam rentang 0 hingga 1,00. Semakin tinggi koefisien
reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas (Azwar, 2010).
Skala dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan Alpha Cronbach,
dengan rumus:
Keterangan:
α = koefisien reliabilitas yang dicari
k = jumlah butir pertanyaan
= varians butir-butir pertanyaan
σ = varians skor total
Untuk mempermudah perhitungan, maka penghitungan ini
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi
17.0.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
statistik. Berdasarkan hipotesis dan tujuan penelitian, maka teknik analisis regresi
linear berganda dipilih oleh peneliti untuk menganalisis data penelitian. Hal ini
karena pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel
tergantung. Penggunaan teknik analisis regresi linear berganda dimaksudkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being.
Rumus analisis regresi linear berganda adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... + bnXn + e
Keterangan:
a = intercept/nilai Y bila semua Xn = 0
b1, b2, b3, bn = koefisien regresi
X1, X2, X3,...Xn = variabel independen
Y = variabel dependen
e = error/residu
Untuk dapat menggunakan teknik analisis regresi ganda, harus dilakukan
tahapan perhitungan uji asumsi terlebih dahulu, yaitu meliputi:
1. Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui populasi data
berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan melihat nilai Kolmogorov-
Smirnov. Data yang dinyatakan berdistribusi normal adalah jika
signifikansinya lebih besar dari 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui dua variabel mempunyai
hubungan linear atau tidak secara signifikan. Dua variabel dikatakan linear
apabila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan linear antarvariabel independen dalam model regresi. Prasyarat
yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya
multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya ketidaksamaan varians dari residual pada model regresi. Prasyarat
yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya
heteroskedastisitas.
c. Uji Otokorelasi
Uji otokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan
pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya otokorelasi.
Selain itu, digunakan pula teknik analisis korelasi parsial untuk
mengetahui hubungan antardua variabel. Analisis korelasi parsial digunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel, variabel lain yang dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berpengaruh dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Data yang
diperoleh dari hasil penyebaran skala serta pengujian hipotesis secara keseluruhan
diolah dan diuji dengan menggunakan bantuan komputer Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah
Penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial
dengan psychological well-being dilakukan pada santri kelas VIII di Pondok
Pesanren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten yang beralamatkan di Jalan
Klaten-Solo Km. 4 Belang Wetan Klaten Utara. Sebelum melakukan penelitian,
terlebih dahulu dilakukan survey awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan
dengan subjek. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten
merupakan lembaga pendidikan Islam. Pada tanggal 22 Juli 2003 berdirilah
Yayasan Islamic Center Ibnu Abbas Klaten yang bergerak di bidang sosial dan
pendidikan. Kemudian, pada tanggal 18 Juni 2007 berdirilah SMPIT Ibnu Abbas
Boarding School Plus. Plus yang dimaksudkan adalah Program wajib Tahfidzul
Qur‟an.bagi seluruh siswa.
Selama tahun ajaran 2007/ 2008, SMPIT Ibnu Abbas Boarding School Plus
masih menerapkan sistem ganda yaitu sistem full day school dan sistem boarding
(siswa tinggal di asrama). Berdasarkan evaluasi efektifitas dan hasil pembelajaran
selama satu tahun dan keinginan yang kuat dari para pengurus Yayasan, maka
mulai tahun ajaran 2008/2009 diputuskan hanya menggunakan satu sistem yaitu
sistem Pondok Pesantren. Semua siswa tanpa kecuali wajib tinggal diasrama.
Mulai tahun ajaran 2008/2009 inilah kerangka pendidikan Sistem Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ ) Ibnu Abbas mulai dimantapkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
program istimewa dan unggulan Tahfidzul Qur‟an dengan tanpa mengabaikan
program pendidikan formal SMPIT yang telah ada. Seiring dengan berjalannya
waktu, pada tahun 2012 berdirilah SMAIT Ibnu „Abbas Klaten.
Visi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten adalah
“Terdepan dalam mencetak generasi Qur‟ani pengemban risalah Islam berkafaah
ilmiah dan amaliyah tinggi.”
Adapun misi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan pembelajaran sains dan teknologi yang berbasis Al Qur‟an.
2. Membangun karakter Islam yang mengedankan Akhlak Qur‟aniyah.
3. Menyiapkan kader dakwah yang tangguh.
4. Melakukan pembelajaran Al Qur‟an yang terpadu.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten dipilih sebaai
lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan
psychological well-being belum pernah dilakukan di pondok pesantren
tersebut.
2. Ada fenomena yang berkaitan dengan penelitian tentang psychological well-
being.
3. Adanya ijin yang diperoleh untuk mengadakan penelitian di pondok pesantren
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan
terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan
penyusunan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian.
1. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang
diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tanggal 6 Desember 2012 peneliti meminta Surat Izin Penelitian dengan
nomor 1023/UN27.06.7.1/PN/2012 dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang ditujukan kepada Kepala
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten.
b. Mengajukan surat ijin penelitian ke Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Ibnu „Abbas Klaten.
c. Setelah mendapatkan ijin dari pihak pondok pesantren, peneliti dapat
membuat timeline jadwal uji coba dan jadwal pelaksanaan penelitian.
2. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 skala, yaitu
skala psychological well-being, skala religiusitas, dan skala dukungan sosial.
Skala psychological well-being disusun dengan melakukan modifikasi pada
Ryff’s scales of psychological well being dari Ryff (1989), yang dimensi-
dimensinya meliputi: penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Skala ini terdiri atas 42 aitem, yaitu 20 aitem favourable dan 22 aitem
unfavourable.
Skala religiusitas terdiri atas 30 aitem, yaitu 15 aitem favourable dan 15
aitem unfavourable. Skala religiusitas disusun berdasarkan pada dimensi-
dimensi yang dikemukakan oleh Glock (dalam Rakhmat, 2003), yaitu dimensi
ideologis (dimensi keyakinan), dimensi ritualistik (dimensi praktik agama),
dimensi eksperimental (dimensi pengalaman), dimensi intelektual (dimensi
pengetahuan agama), dan dimensi konsekuensial (dimensi konsekuensi).
Selanjutnya, skala dukungan sosial terdiri atas 32 aitem, yaitu 16 aitem
favourable dan 16 aitem unfavourable. Skala dukungan sosial disusun
berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh House dan Khan (1985), yaitu
meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan atau penilaian,
dukungan informatif, dan dukungan instrumental.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Subjek Penelitian
Populasi yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh santri
kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten berjumlah
158 santri. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random dengan
teknik cluster random sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi
terhadap kelas, kemudian cara pemilihannya dengan cara menggunakan
undian. Berdasarkan uraian Roscoe (dalam Sugiyono, 2011), penentuan
ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
500 subjek. Dari populasi penelitian yang berjumlah lima kelas dilakukan
cluster random sampling dengan undian dan didapatkan dua kelas, yaitu kelas
VIII A1 dan VIII B2 untuk uji-coba serta tiga kelas, yaitu kelas VIII A2, VIII
B1, dan VIII B3 untuk penelitian.
2. Pelaksanaan Uji Coba
Setiap pengukuran selalu diharapkan untuk mendapat hasil ukur yang
akurat dan objektif, salah satu upaya untuk mencapainya adalah alat ukur
yang digunakan harus sahih dan reliabel atau handal (Hadi, 2004). Oleh
karena itu sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji
coba untuk mengetahui indeks daya beda item-item dari tiap-tiap skala dan
reliabilitas skala tersebut. Skala penelitian diujicobakan kepada kelompok
subjek yang mempunyai karakteristik setara dengan subjek penelitian (Azwar,
2010). Skala yang diujicobakan ini adalah skala psychological well-being,
skala religiusitas, dan skala dukungan sosial. Uji-coba skala ini dilaksanakan
pada hari Jumat tanggal 7 Desember 2012 pada santri kelas VIII A1 dan VIII
B2. Jumlah santri dari kedua kelas tersebut sebanyak 65 santri, adapun yang
mengikuti uji-coba sebanyak 60 santri. Hal ini disebabkan ada santri yang
tidak masuk. Dari 60 eksemplar yang dibagikan, semua terkumpul dan
memenuhi syarat untuk dilakukan skoring serta dianalisis validitas dan
reliabilitasnya.
3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Data yang telah terkumpul dari ketiga alat ukur kemudian diskor sesuai
dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan, untuk selanjutnya diuji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan berdasarkan professional
judgment, yang dilakukan oleh pembimbing utama dan pembimbing
pendamping sebagai pihak yang berkompeten, dan dinyatakan bahwa
penampilan alat ukur telah memenuhi kesan mampu mengungkap atribut
yang hendak diukur sehingga face validity dari ketiga alat ukur dalam
penelitian ini telah terpenuhi. Selanjutnya, daya beda aitem untuk ketiga alat
ukur diuji menggunakan formula koefisien korelasi product moment Pearson.
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji tingkat kestabilan hasil suatu
pengukuran. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang
angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas.
Sebaliknya, koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti
semakin rendah reliabilitasnnya (Azwar, 2010).
Sebelum dihitung daya beda aitem dan reliabiitas, terlebih dahulu
dilakukan skoring atas tiga skala yang digunakan, yaitu skala psychological
well-being, skala religiusitas, dan skala dukungan sosial. Skoring pada aitem
favourable, yaitu skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), 3 untuk jawaban
Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk Sangat Tidak Setuju
(STS). Selanjutnya, skor pada aitem unfavourable terdiri dari skor 4 untuk
jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), 2
untuk Sesuai (S), dan 1 untuk Sangat Setuju (SS).
Adapun hasil skoring, daya beda aitem, dan reliabilitas untuk ketiga
skala adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Skala Psychological Well-being
Skala psychological well-being pada saat uji coba terdiri dari 42
aitem, setelah dilakukan uji validitas terdapat 11 aitem yang dinyatakan
gugur, yaitu aitem-aitem pada nomor 1, 3, 4, 5, 15, 16, 19, 34, 35, 41, dan
42, sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 31 aitem, yaitu 16 aitem
favourable (nomor aitem 10, 12, 13, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29,
32, 33, dan 40) dan 15 aitem unfavourable (nomor aitem 2, 6, 7, 8, 9, 11,
14, 21, 28, 30, 31, 36, 37, 38, dan 39). Aitem-aitem yang valid tersebut
mempunyai nilai daya beda aitem yang bergerak dari 0,267 sampai 0,608.
Distribusi aitem skala psychological well-being, yang valid dan gugur
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5
Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji Coba Skala Psychological
Well-being
No. Dimensi Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Penerimaan diri 12, 20,
22
3 6, 30, 38 - 6
2. Hubungan positif dengan
orang lain
10, 18,
24, 29
- 14, 36 1 6
3. Kemandirian 13, 26 15, 34 8 5, 42 3
4. Penguasaan lingkungan 17, 25,
32, 40
- 2, 21, 11 - 7
5. Tujuan hidup 23 16 7, 9, 31,
39
41 5
6. Pertumbuhan pribadi 27, 33 - 28, 37 4, 19, 35 4
Jumlah 16 4 15 7 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil uji reliabilitas skala psychological well-being dari 31 aitem
yang valid menunjukkan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas
sebesar 0,871. Hal ini berarti, skala psychological well-being telah
memenuhi persyaratan keandalan alat ukur sehingga skala psychological
well-being ini dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Hasil
pehitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6
Uji Reliabilitas Skala Psychological Well-being
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.871 31
b. Skala Religiusitas
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil dari 30 aitem
Skala Religiusitas yang diujicobakan, terdapat 3 aitem yang gugur, yaitu
aitem nomor 11, 21, dan 25, sedangkan aitem yang valid sebanyak 27
aitem, yaitu 13 aitem favourable (nomor aitem 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
13, 23, dan 24) dan 14 aitem unfavourable (nomor aitem 12, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 28, 29, dan 30). Aitem-aitem yang valid tersebut
mempunyai daya beda yang bergerak dari 0,402 sampai dengan 0,766.
Distribusi aitem skala religiusitas yang valid dan gugur dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 7
Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji Coba Skala Religiusitas
No. Dimensi Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Dimensi ideologis 3, 10 21 12, 19,
27
- 5
2. Dimensi ritualistik 1, 7, 23 - 15, 17,
30
- 6
3. Dimensi
eksperimental
5, 9, 13 - 16, 26 25 5
4. Dimensi intelektual 4, 6, 24 - 14, 18,
29
- 6
5. Dimensi
konsekuensial
2, 8 11 20, 22,
28
- 5
Jumlah 13 2 14 1 27
Hasil uji reliabilitas skala religiusitas dari 27 aitem yang valid
menunjukkan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas sebesar
0,906. Hal ini berarti, skala religiusitas telah memenuhi persyaratan
keandalan alat ukur sehingga skala religiusitas ini dapat digunakan sebagai
alat pengumpul data. Hasil pehitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 8
Uji Reliabilitas Skala Religiusitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.906 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Skala Dukungan Sosial
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil dari 32 aitem
skala dukungan sosial yang diujicobakan, terdapat 4 aitem yang gugur,
yaitu aitem nomor 1, 10, 16, dan 18, sedangkan aitem yang valid
sebanyak 28 aitem, yaitu 12 aitem favourable (nomor aitem 2, 5, 9, 11, 13,
15, 21, 22, 23, 24, 28, dan 30) dan 16 aitem unfavourable (nomor aitem 3,
4, 6, 7, 8, 12, 14, 17, 19, 20, 25, 26, 27, 29, 31, dan 32). Aitem-aitem yang
valid tersebut mempunyai daya beda yang bergerak dari 0,294 sampai
dengan 0,752. Distribusi aitem skala dukungan sosial yang valid dan gugur
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9
Distribusi Aitem Valid dan Gugur pada Uji Coba Skala Dukungan
Sosial
No. Aspek Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Dukungan emosional 2, 9,
15, 24
- 8, 17,
26, 31
- 8
2. Dukungan
penghargaan
5, 11,
21, 30
- 4, 14,
20, 27
- 8
3. Dukungan informatif 23 1, 16,
18
6, 12,
25, 32
- 5
4. Dukungan
instrumental
13, 22,
28
10 3, 7,
19, 29
- 7
Jumlah 12 4 16 0 28
Hasil uji reliabilitas skala dukungan sosial dari 28 aitem yang valid
menunjukkan hasil yang reliabel, dengan koefisien reliabilitas sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
0,918. Hal ini berarti, skala dukungan sosial telah memenuhi persyaratan
keandalan alat ukur sehingga skala dukungan sosial ini dapat digunakan
sebagai alat pengumpul data. Hasil pehitungan uji reliabilitas dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 10
Uji Reliabilitas Skala Dukungan Sosial
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.918 28
4. Penyusunan Alat Ukur Untuk Penelitian
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, butir-butir aitem yang
valid digunakan untuk mengambil data yang sesungguhnya, sedangkan butir-
butir aitem yang gugur tidak diikutsertakan dalam pengambilan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 11
Sebaran Aitem Skala Psychological Well-being untuk Penelitian
No. Dimensi Nomor Aitem Valid Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Penerimaan diri 12, 20, 22 6, 30, 38(16) 6
2. Hubungan positif
dengan orang lain
10, 18, 24, 29 14, 36(19) 6
3. Kemandirian 13, 26 8 3
4. Penguasaan
lingkungan
17, 25, 32(3), 40(5) 2, 11, 21 7
5. Tujuan hidup 23 7, 9, 31, 39(15) 5
6. Pertumbuhan pribadi 27, 33(1) 28, 37(4) 4
Jumlah 16 15 31
Keterangan: nomor aitem dalam tanda kurung () adalah nomor aitem
baru dalam penelitian.
Tabel 12
Sebaran Aitem Skala Religiusitas untuk Penelitian
No. Dimensi Nomor Aitem Valid Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Dimensi ideologis 3, 10 12, 19,27 5
2. Dimensi ritualistik 1, 23, 7 15, 17, 30(11) 6
3. Dimensi
eksperimental
5, 9, 13 16, 26 5
4. Dimensi intelektual 4, 6, 24 14, 18, 29(25) 6
5. Dimensi
konsekuensial
2, 8 20, 22, 28(21) 5
Jumlah 13 14 27
Keterangan: nomor aitem dalam tanda kurung () adalah nomor aitem
baru dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 13
Sebaran Aitem Skala Dukungan Sosial untuk Penelitian
No. Aspek Nomor Aitem Valid Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Dukungan emosional 2, 9, 15, 24 8, 17, 26, 31(18) 8
2. Dukungan
penghargaan
5, 11, 21, 30(10) 4, 14, 20, 27 8
3. Dukungan informatif 23 6, 12, 25, 32(16) 5
4. Dukungan
instrumental
13, 22, 28 3, 7, 19, 29(1) 7
Jumlah 12 16 28
Keterangan: nomor aitem dalam tanda kurung () adalah nomor aitem
baru dalam penelitian.
5. Pengumpulan Data Penelitian
Proses pengambilan subjek penelitian dilaksanakan di Kelas VIII
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2012.
Pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur berupa skala psychological
well-being terdiri dari 31 aitem, skala religiusitas yang terdiri dari 27 aitem,
dan skala dukungan sosial yang terdiri dari 28 aitem. Ketiga skala tersebut
diberikan secara langsung dan klasikal.
Sebelum santri mengerjakan skala penelitian yang diberikan, peneliti
terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang cara
mengerjakan skala tersebut. Selama subjek mengerjakan skala penelitian,
peneliti tetap berada di dalam kelas. Data penelitian yang diperoleh sebanyak
77 eksemplar dan selanjutnya dilakukan skoring.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Pelaksanaan Skoring
Data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dari ketiga alat ukur
penelitian kemudian diskor sesuai dengan kriteria penilaian yang telah
ditentukan. Skoring yang dilakukan terhadap skala psychological well-being,
skala religiusitas, dan skala dukungan sosial, yakni pada pernyataan
favourable adalah 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), 3 untuk
pilihan jawaban Sering (S), 2 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan 1
untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Selanjutnya, skor pada
pernyataan unfavourable adalah 1 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS),
2 untuk pilihan jawaban Sesuai (S), 3 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai
(TS), dan 4 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Selanjutnya,
skor yang diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan untuk tiap-tiap skala.
Total skor skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam
analisis data.
D. Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
asumsi dasar dan uji asumsi klasik. Analisis data dilakukan guna menjawab
rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan pada bab sebelumnya,
sekaligus memenuhi tujuan dari penelitian ini. Perhitungan dalam analisis ini
dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) versi 17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Asumsi Dasar
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi
berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian
ini menggunakan uji one sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan
taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika
signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05 (Priyatno, 2012). Hasil
perhitungan uji normalitas penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 14
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Psychological
well-being religiusitas
dukungan
sosial
N 77 77 77
Normal Parametersa,,b
Mean 91,18 95,34 88,69
Std.Deviation 9,375 7,465 10,966
Most Extreme
Differences
Absolute ,078 ,104 ,089
Positive ,057 ,065 ,080
Negative -,078 -,104 -,089
Kolmogorov-Smirnov Z ,686 ,916 ,782
Asymp. Sig. (2-tailed) ,735 ,371 ,573
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,735 untuk psychological well-being, 0,371 untuk
religiusitas, dan 0,573 untuk dukungan sosial. Nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) ketiga variabel dalam penelitian menunjukkan nilai di atas 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa data ketiga variabel tersebut
berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan linear atau tidak secara signifikan (Ghozali,
2011). Pengujian linearitas dalam penelitian ini menggunakan test of
linearity dengan bantuan program Statistical Product And Service
Solution (SPSS) versi 17.0. Dua variabel dikatakan mempunyai
hubungan yang linier bila nilai signifikansi (pada kolom Linearity)
kurang dari 0,05 (Priyatno, 2010). Adapun, hasil analisis uji linearitas
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15
Hasil Uji Linearitas antara Variabel Religiusitas dengan Psychological
Well-being
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Psychologi
cal well-
being *
religiusitas
Between
Groups
(Combined) 4532,716 26 174,335 4,060 ,000
Linearity 2776,694 1 2776,694 64,672 ,000
Deviation
from
Linearity
1756,023 25 70,241 1,636 ,069
Within Groups 2146,738 50 42,935
Total 6679,455 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 16
Hasil Uji Linearitas Variabel Dukungan Sosial dengan Psychological
Well-being
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Psychologi
cal well-
being *
dukungan
sosial
Between
Groups
(Combined) 4567,671 33 138,414 2,818 ,001
Linearity 2338,042 1 2338,042 47,607 ,000
Deviation
from
Linearity
2229,629 32 69,676 1,419 ,141
Within Groups 2111,783 43 49,111
Total 6679,455 76
Berdasarkan kedua tabel di atas, nilai Sig. pada kolom Linearity
antara religiusitas dengan psychological well-being sebesar 0,000.
Demikian juga dengan nilai Sig. pada kolom Linearity untuk dukungan
sosial dengan psychological well-being sebesar 0,000. Hal ini berarti,
bahwa antara religiusitas dengan psychological well-being maupun
dukungan sosial dengan psychological well-being memiliki hubungan
yang linear karena nilai signifikansi kurang dari 0,05, yaitu 0,000
(0,000<0,05).
b. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
tidak ortogonal (Ghozali 2011). Untuk mendeteksi adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
multikolinearitas, dapat dilihat dari Value Inflation Factor (VIF).
Apabila nilai VIF > 5, terjadi multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF <
5, tidak terjadi multikolinearitas (Priyatno, 2010). Hasil perhitungan uji
multikolinearitas dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara variabel bebas, yaitu religiusitas dan dukungan sosial,
dapat dilihat pada tabel.
Tabel 17
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardize
d Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Tole-
rance VIF
1 (Constant) 8,024 9,854
,814 ,418
Religiusi-
tas
,585 ,117 ,466 4,996 ,000 ,755 1,325
dukungan
sosial
,308 ,080 ,361 3,868 ,000 ,755 1,325
Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan bantuan
program komputer Statistical Product And Service Solution (SPSS)
versi 17.0, diketahui hasil VIF religiusitas dan dukungan sosial masing-
masing sebesar 1,325. Hal ini berarti antara variabel religiusitas dan
dukungan sosial tidak terjadi multikolinearitas karena nilai VIF kurang
dari 5 (1,325<5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011).
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat
(dependen) dengan residualnya. Deteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisisnya adalah sebagai
berikut:
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar "Scatterplot" pada output data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2
"Scatterplot" Uji Heteroskedastisitas
Dari analisis pola gambar scatterplot di atas, terlihat titik-titik
menyebar secara tidak teratur dan tidak membentuk pola yang jelas
serta titik-titik tersebut menyebar di atas dan bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
3) Uji Otokorelasi
Uji otokorelasi bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi
yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan
lain. Dalam penelitian ini, pengujian otokorelasi dilakukan dengan
menggunakan nilai Durbin-Watson, dengan bantuan program komputer
Statistical Product And Service Solution (SPSS) versi 17.0. Ketentuan
dalam metode pengujian menggunakan uji Durbin-Watson (uji DW),
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a) Jika d lebih kecil dari dl atau lebih besar dari 4-dl, maka hipotesis
nol ditolak, yang berarti terdapat otokorelasi.
b) Jika d terletak antara du dan 4-du, maka hipotesis nol diterima,
yang berarti tidak ada otokorelasi.
c) Jika d terletak antara dl dan du atau diantara 4-du dan 4-dl, maka
tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Hasil dari perhitungan uji otokorelasi dapat dilihat dari tabel
berikut.
Tabel 18
Hasil Uji Otokorelasi
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .717a ,514 ,501 6,624 2,161
Nilai d Durbin-Watson pada output data sebesar 2,161. Nilai dL
dan dU pada tabel Durbin-Watson untuk jumlah sampel (n) = 77 orang,
jumlah variabel prediktor (k) = 2, dan signifikansi (α) = 0,05, yaitu dl =
1,58 dan du = 1,68. Berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan, DW
hitung berada di antara du dan 4-du, yakni 1,58<2,161<2,32. Hal ini
berarti bahwa dalam penelitian ini tidak ada masalah otokorelasi atau
uji otokorelasi terpenuhi.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa data sampel telah
memenuhi uji asumsi, baik uji asumsi dasar maupun uji asumsi klasik,
sebagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji hipotesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, langkah
selanjutnya adalah melakukan penghitungan untuk menguji hipotesis yang
diajukan dengan teknik analisis regresi linear berganda.
a. Uji Simultan F
Uji simultan F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen (X) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (Y), sehingga bisa diketahui hipotesis yang sudah ada
dapat diterima atau ditolak. Hasil uji F dapat dilihat pada ouput ANOVA
dari hasil analisis regresi linear berganda dengan bantuan program
komputer SPSS 17.0. Kriteria pengujian dari uji F, yaitu:
1) Ha ditolak dan Ho diterima jika Fhitung < Ftabel
2) Ha diterima dan Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel
Hasil uji simultan F pada penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel. 19
Hasil Uji Simultan F
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3433,007 2 1716,503 39,126 .000a
Residual 3246,448 74 43,871
Total 6679,455 76
Berdasarkan perhitungan, dapat diketahui nilai Fhitung, yaitu 39,126,
sedangkan besarnya nilai Ftabel yaitu 3,120. Hal ini berarti Ha diterima dan
Ho ditolak karena nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel, 39,126 > 3,120,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel prediktor (religiusitas dan
dukungan sosial) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel kriterium (psychological well-being).
b. Uji Hipotesis Secara Parsial
Uji hipotesis secara partial dilakukan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi variabel prediktor secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel kriterium, sehingga dapat diketahui hipotesis
diterma atau ditolak. Hasil dapat dilihat pada output Coefficients dari
hasil analisis linier berganda. Kriteria pengujian, yaitu:
1) Apabila thitung > ttabel maka Ha diterima, Ho ditolak berarti variabel
prediktor mampu mempengaruhi variabel kriterium secara signifikan.
2) Apabila thitung < ttabel maka Ha ditolak, Ho diterima berarti variabel
prediktor tidak mempengaruhi variabel kriterium secara signifikan.
Hasil uji hipotesis secara parsial pada penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 20
Hasil Uji Hipotesis Parsial
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.024 9.854 .814 .418
Religiusitas .585 .117 .466 4.996 .000
dukungan
sosial
.308 .080 .361 3.868 .000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan hasil pada tabel 20, masing-masing variabel prediktor,
yaitu religiusitas dan dukungan sosial berhubungan secara signifikan
dengan variabel kriterium, yaitu psychological well-being, dengan nilai
Sig. yaitu 0,000 untuk religiusitas dan 0,000 untuk dukungan sosial.
Dikatakan signifikan karena nilai signifikan keduanya kurang dari 0,05
dan diperoleh thitung religiusitas sebesar 4,996 dan thitung dukungan sosial
sebesar 3,868. Kedua variabel prediktor memiliki thitung lebih besar dari
ttabel (1,993). Religiusitas dan dukungan sosial mempunyai hubungan yang
positif dengan psychological well-being dengan melihat pada nilai B yang
bertanda positif, yang artinya semakin tinggi religiusitas, maka semakin
tinggi pula psychological well-being, demikian sebaliknya. Hal tersebut
juga berlaku pada dukungan sosial, semakin tinggi dukungan sosial, maka
psychological well-being juga akan tinggi, begitu pula sebaliknya.
c. Analisis Korelasi Ganda (R)
Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengetahui hubungan
antara dua atau lebih variabel prediktor (X1 dan X2) terhadap variabel
kriterium secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar
hubungan yang terjadi antara variabel prediktor (X1 dan X2) secara
serentak terhadap variabel kriterium. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1,
nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat,
sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semakin lemah (Priyatno, 2010). Sugiyono (2011) memberikan pedoman
interpretasi koefisien korelasi ganda, sebagai berikut:
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
0,80 – 1,000 = Sangat Kuat
Hasil analisis korelasi ganda dapat dilihat pada output model
summary tabel berikut:
Tabel 21
Hasil Analisis Korelasi Ganda
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .717a ,514 ,501 6,624
Nilai R yang ditunjukkan pada tabel sebesar 0,717. Berdasarkan
pedoman dalam menginterpretasi koefisien menurut Sugiyono (2011),
angka tersebut mengindikasikan bahwa hubungan antara dua variabel
prediktor (religiusitas dan dukungan sosial) dengan variabel kriterium
(psychological well-being) kuat, karena berada dalam rentang 0,60 - 0,799.
d. Analisis Determinasi (R2)
Analisis determinasi dilakukan untuk mengetahui presentase
sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhadap
variabel dependen. Pada Model Summary juga didapatkan nilai koefisien
determinasi (R Square) untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh
variabel prediktor (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel kriterium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Y). Apabila nilai R Square sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun
persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor
terhadap variabel kriterium, sebaliknya apabila nilai R2 sama dengan 1,
maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor
terhadap variabel kriterium adalah sempurna (Priyatno, 2010).
Hasil analisis determinasi untuk penelitian ini dapat dilihat pada
output model summary pada tabel berikut.
Tabel 22
Hasil Analisis Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .717a ,514 ,501 6,624
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan
bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 17.0, diperoleh nilai R Square 0,514. Hal ini berarti psychological
well-being sebagai variabel kriterium dapat dijelaskan oleh religiusitas dan
dukungan sosial sebagai variabel prediktor sebesar 51,4%, dan selebihnya
48,6 % dijelaskan oleh faktor lain.
e. Analisis Korelasi Parsial
Analisis korelasi parsial digunakan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel dengan menganggap variabel lainnya sebagai variabel
kontrol. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 atau -1, apabila nilai semakin
mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
begitu pula sebaliknya, jika nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua
variabel semakin lemah (Priyatno, 2010).
Tabel 23
Korelasi Parsial Religiusitas dengan Psychological Well-being
Correlations
Control Variables psychological
well-being religiusitas
dukungan sosial psychological
well-being
Correlation 1,000 ,502
Significance
(2-tailed)
. ,000
Df 0 74
religiusitas Correlation ,502 1,000
Significance
(2-tailed)
,000 .
Df 74 0
Berdasarkan tabel di atas didapat korelasi antara variabel
religiusitas dengan psychological well-being di mana variabel dukungan
sosial sebagai variabel kontrol dengan nilai korelasi sebesar 0,502 dan
tingkat signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
hubungan yang sedang antara religiusitas dengan psychological well-
being, karena berada pada rentang 0,40-0,599.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 24
Korelasi Parsial Dukungan Sosial dengan Psychological Well-being
Correlations
Control Variables psychological
well-being
dukungan
sosial
Religiusitas psychological
well-being
Correlation 1,000 ,410
Significance
(2-tailed)
. ,000
df 0 74
dukungan
sosial
Correlation ,410 1,000
Significance
(2-tailed)
,000 .
df 74 0
Berdasarkan tabel di atas didapat korelasi antara variabel dukungan
sosial dengan psychological well-being di mana variabel religiusitas
sebagai variabel kontrol dengan nilai korelasi sebesar 0,410 dan tingkat
signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan
yang sedang antara dukungan sosial dengan psychological well-being,
karena berada pada rentang 0,40-0,599.
3. Data Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran umum mengenai religiusitas, dukungan sosial, dan psychological
well-being pada subjek yang diteliti, serta memberikan gambaran tentang
ringkasan data penelitian. Berikut ini akan disajikan deskripsi data penelitian
yang dapat diliat pada tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 25
Deskripsi Data Empirik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Psychological
well-being
77 58 112 91,18 9,375
religiusitas 77 79 108 95,34 7,465
dukungan sosial 77 44 112 88,69 10,966
Valid N
(listwise)
77
Tabel 26
Data Deskriptif Penelitian
Skala Jumlah
subjek
Data hipotetik M SD
()
Data empirik M SD
() Skor
min.
Skor
maks.
Skor
min.
Skor
maks.
Psychological
well-being
77 31 124 77,5 15,5 58 112 91,18 9,37
Religiusitas 77 27 108 67,5 13,5 79 108 95,34 7,46
Dukungan
sosial
77 28 112 70 14 44 112 88,69 10,97
Skor minimal yang diperoleh subjek pada skala psychological well-
being adalah 31 x 1 = 31, sedangkan skor maksimal yang dapat diperoleh
yaitu 31 x 4 = 124, maka jarak sebarannya adalah 124-31 = 93 dan setiap
satuan deviasi standarnya bernilai 93 : 6,0 = 15,5, sedangkan rerata
hipotetiknya 31 x 2,5 = 77,5. Skor minimal yang diperoleh subjek pada skala
religiusitas adalah 27 x 1 = 27, sedangkan skor maksimal yang dapat
diperoleh yaitu 27 x 4 = 108, maka jarak sebarannya adalah 108-27 = 81 dan
setiap satuan deviasi standarnya bernilai 81 : 6,0 = 13,5, sedangkan rerata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hipotetiknya 27 x 2,5 = 67,5. Skor minimal yang diperoleh subjek pada skala
dukungan sosial adalah 28 x 1 = 28, sedangkan skor maksimal yang dapat
diperoleh yaitu 28 x 4 = 112, maka jarak sebarannya adalah 112-28 = 84 dan
setiap satuan deviasi standarnya bernilai 84 : 6,0 = 14, sedangkan rerata
hipotetiknya 28 x 2,5 = 70.
Selanjutnya, skala psychological well-being, skala religiusitas, dan
skala dukungan sosial akan digolongkan dalam tiga kategori untuk
mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang digunakan
adalah kategorisasi jenjang yang berdasarkan pada model distribusi normal.
Tujuan dari kategorisasi ini adalah menempatkan subjek ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang di ukur (Azwar, 2010). Kontinum jenjang ini akan
di bagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Norma
kategorisasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
X < (M – 1 . SD) : Rendah
(M – 1 . SD) ≤ X < (M + 1 . SD) : Sedang
(M + 1 . SD) ≤ X : Tinggi
Keterangan:
X : skor skala
M : mean atau nilai rata-rata
SD: standar deviasi
Selain itu, peneliti mengkategorisasikan subjek penelitian berdasarkan
data psychological well-being yang diperoleh dalam hal jenis kelamin. Ryff
dan Singer (1996) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi psychological well-being adalah jenis kelamin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambaran umum mengenai data penelitian berdasarkan jenis kelamin
pada tabel di bawah ini.
Tabel 27
Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Kategori Jumlah Subjek
Frek (N) Prosentase (%)
Laki-laki 32 41,56%
Perempuan 45 58,44%
Total 77 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah subjek yang berjenis
kelamin laki-laki sebesar 41,56% dari jumlah keseluruhan subjek penelitian,
yaitu 77 santri di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten,
dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 85%.
a. Skala Psychological Well-being
Penggolongan subjek dalam tiga kategorisasi pada skala
psychological well-being disajikan pada tabel berikut.
Tabel 28
Kategorisasi Skala Psychological Well-being
Rumus Standar
Deviasi
Standar
Deviasi
Kategorisasi Jumlah responden Rerata
Empirik Frek Prosenta
se
X≥MH+1,0σ X≥93 Tinggi 33 42,86%
MH-
1,0σ≤X<MH+1,0σ
62≤X<93 Sedang 43 55,84% 91,18
X<MH-1,0σ X<62 Rendah 1 1,30%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan kategori skala psychological well-being yang disajikan
pada tabel di atas, diketahui bahwa 55,84% santri kelas VIII di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki tingkat
psychological well-being yang sedang.
b. Skala Religiusitas
Penggolongan subjek dalam tiga kategorisasi pada skala religiusitas
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 29
Kategorisasi Skala Religiusitas
Rumus Standar
Deviasi
Standar
Deviasi
Kategorisasi Jumlah responden Rerata
Empirik Frek Prosenta
se
X≥MH+1,0σ X≥81 Tinggi 73 94,80% 95,34
MH-
1,0σ≤X<MH+1,0σ
54≤X<81 Sedang 4 5,20%
X<MH-1,0σ X<54 Rendah - -
Berdasarkan kategori skala religiusitas yang disajikan pada tabel di
atas, diketahui bahwa 94,80% santri kelas VIII di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki tingkat religiusitas yang
tinggi.
c. Skala Dukungan Sosial
Penggolongan subjek dalam empat kategorisasi pada skala dukungan
sosial disajikan pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 30
Kategorisasi Skala Dukungan Sosial
Rumus Standar
Deviasi
Standar
Deviasi
Kategorisasi Jumlah responden Rerata
Empirik Frek Prosenta
se
X≥MH+1,0σ X≥84 Tinggi 55 71,43% 88,69
MH-
1,0σ≤X<MH+1,0σ
56≤X<84 Sedang 21 27,27%
X<MH-1,0σ X<56 Rendah 1 1,30%
Berdasarkan kategori skala dukungan sosial yang disajikan pada
tabel di atas, diketahui bahwa 71,43% santri kelas VIII di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki tingkat
dukungan sosial yang tinggi.
Selanjutnya, penggolongan subjek berdasarkan pada jenis kelamin
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 31
Kategorisasi Skala Psychological Well-being Berdasarkan Jenis Kelamin
Standar Deviasi Kategori Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
(N) (%) (N) (%)
X≥93 Tinggi 12 37,5% 21 46,67%
62≤X<93 Sedang 19 59,385% 24 53,33%
X<62 Rendah 1 3,125% - -
Total 32 100% 45 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa 59,385% santri kelas VIII di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten yang berjenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelamin laki-laki memiliki tingkat psychological well-being yang sedang,
sedangkan 53,33%% santri yang berjenis kelamin perempuan memiliki
tingkat psychological well-being yang sedang. Berdasarkan data tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat psychological
well-being yang cukup signifikan antara santri laki-laki dengan santri
perempuan, yang diperkuat pula dengan nilai thitung -0,907 lebih besar
daripada ttabel -1,992.
4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Sumbangan relatif dan sumbangan efektif akan memberikan informasi
tentang variabel predictor yang memberikan sumbangan paling besar
terhadap terbentuknya variasi dalam satuan-satuan kriterium regresi.
Sumbangan relatif adalah besarnya sumbangan suatu prediktor terhadap
jumlah kuadrat regresi, sedangkan sumbangan efektif merupakan ukuran
sumbangan suatu prediktor terhadap keseluruhan efektifitas garis regresi yang
digunakan sebagai dasar prediksi. Dari hasil analisis menunjukkan:
a. Sumbangan relatif terhadap psychological well-being untuk variabel
religiusitas sebesar 58,43 %, sedangkan untuk variabel dukungan sosial
sebesar 41,535 %. Hal ini berarti religiusitas memberikan sumbangan
relatif terhadap psychological well-being lebih besar daripada dukungan
sosial.
b. Sumbangan efektif terhadap psychological well-being untuk variabel
religiusitas sebesar 30,03%, sedangkan untuk variabel dukungan sosial
sebesar 21,35%. Hal ini berarti religiusitas memberikan sumbangan efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang lebih besar daripada dukungan sosial terhadap psychological well-
being.
E. Pembahasan
Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian
ini terpenuhi. Hal ini berarti terdapat hubungan antara religiusitas dan dukungan
sosial dengan psychological well-being. Hasil tersebut ditunjukkan oleh nilai
Fhitung hasil uji simultan F lebih besar daripada nilai Ftabel, yaitu 39,126 > 3,120.
Dengan kata lain, religiusitas dan dukungan sosial secara bersama-sama
berpengaruh terhadap psychological well-being. Hubungan yang terbentuk antara
religiusitas dan dukungan sosial dengan psychological wel-being termasuk dalam
kategori kuat, berdasarkan pada nilai R pada penelitian ini, yaitu sebesar 0,717.
Seorang santri yang memiliki religiusitas tinggi, ditandai dengan keinginan
untuk mencoba patuh pada ajaran-ajaran agamanya dan berusaha untuk
mempelajari pengetahuan-pengetahuan agama, menjalankan ritual agama,
beramal, serta merasakan pengalaman-pengalaman keagamaan, selain itu, dengan
ditunjang oleh dukungan sosial yang tinggi yang ditunjukkan melalui pengertian
dan perhatian dari orang-orang di lingkungan sekitar, memberi semangat pada
santri yang mulai bosan menjalani rutinitas di pondok pesantren, memberi saran
pada santri untuk bersikap terbuka dalam mengkomunikasikan setiap masalah
yang dialami, dan memberikan bantuan yang dibutuhkan, akan dapat
meningkatkan psychological well-being pada santri, yang ditunjukkan dengan
sikap mau menerima apa yang ada dalam dirinya, mampu menjalin hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang baik dengan orang-orang di sekitarnya, memiliki pandangan tentang masa
depannya, berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain, serta mampu
menyesuaikan diri di lingkungan sekitar yang sedang ditempatinya.
Sebaliknya, apabila seorang santri memiliki religiusitas yang rendah, yang
ditandai dengan malas untuk mempelajari ajaran-ajaran agama, tidak menjalankan
perintah agama, dantidak merasakan pengalaman-pengalaman keagamaan,
ditunjang dengan rendahnya dukungan sosial yang ditunjukkan melalui sikap cuek
dari orang-orang di lingkungan sekitar, maka akan menurunkan tingkat
psychological well-being pada santri, yang ditunjukkan dengan sikap yang tidak
mau menerima kekurangan dan kelemahan pada diri, tidak dapat menerima apa
yang telah terjadi di kehidupannya, selalu bergantung pada orang lain, tidak
memiliki tujuan di masa depannya, dan perasaan tidak mampu dalam menghadapi
suatu masalah.
Dalam penelitian ini, santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Ibnu ‟Abbas Klaten memiliki religiusitas dan dukungan sosial yang tinggi, namun
psychological well-being yang dimilikinya sedang. Hal ini disebabkan adanya
faktor-faktor lain yang mempengaruhi psychological well-being pada santri
tersebut, seperti jenis kelamin, usia, dan latar belakang budaya dari masing-
masing santri yang ada di pondok pesantren tersebut.
Selanjutnya, psychological well-being sebagai variabel kriterium dapat
dijelaskan oleh religiusitas dan dukngan sosial sebagai variabel prediktor sebesar
51,4%, sementara 48,6 % dijelaskan oleh faktor di luar kedua variabel prediktor
tersebut, antara lain usia, jenis kelamin, kelas sosial, dan latar belakang budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil perhitungan sumbangan relatif dan efektif masing-masing variabel
prediktor (religiusitas dan dukungan sosial) terhadap variabel kriterium
(psychological well-being), menunjukkan bahwa reigiusitas lebih dominan dalam
mempengaruhi psychological well-being daripada dukungan sosial. Hasil
sumbangan relatif untuk variabel religiusitas sebesar 58,43% sedangkan untuk
variabel dukungan sosial sebesar 41,535%. Selain itu, untuk hasil sumbangan
efektif terhadap psychological well-being untuk variabel religiusitas sebesar
30,03%, sedangkan untuk variabel dukungan sosial sebesar 21,35%.
Uji hipotesis juga menunjukkan bahwa hipotesis kedua dan ketiga diterima.
Hal ini berarti terdapat hubungan antara religiusitas dengan psychological well-
being dan hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being.
Hasil tersebut didasarkan pada hasil uji hipótesis secara parsial yang menunjukkan
thitung 4,996 > ttabel 1,993 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa
terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan psychological well-being,
semakin tinggi tingkat religiusitas yang dimiliki oleh seorang santri, maka
psychological well-being yang dimiliki seorang santri juga akan meningkat.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat religiusitas yang dimilki oleh seorang santri,
maka psychological well-being seorang santri juga akan rendah. Análisis uji
korelasi parsial menunjukkan hubungan yang sedang antara religiusitas dengan
psychological well-being dengan nilai koefisien korelasi antara variabel
religiusitas dengan psychological well-being sebesar 0,502 dengan signifikansi
0,000 (<0,05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hal di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ryan, Rigby, dan King
(1993) bahwa religiusitas dapat mempengaruhi psychological well-being dan
kesehatan mental. Jalaludin (2009) mengatakan bahwa seseorang dengan
religiusitas yang tinggi akan mampu menjadikan nilai-nilai ajaran agamanya
untuk mengatur dan mengarahkan tingkah lakunya di lingkungan tempat
tinggalnya dalam kehidupan sehari-hari orang tersebut. Selain itu, religiusitas juga
dapat menumbuhkan sikap rela menerima dan ikhlas tehadap apa yang terjadi
didalam diri dan kehidupannya (Larazon, dkk, dalam Hawari, 2002), dimana sikap
menerima tersebut berkaitan dengan salah satu dimensi psychological well-being,
yaitu penerimaan diri, yang berarti bahwa seseorang harus bisa menerima
kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya di masa lalu maupun masa sekarang.
Selanjutnya, hasil uji hipótesis secara parsial yang kedua menunjukkan
thitung 3,868 > ttabel 1,993 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa
terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan psychological well-
being, semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki oleh seorang santri, maka
psychological well-being yang dimiliki seorang santri juga akan meningkat.
Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang dimiliki oleh seorang santri,
maka psychological well-being seorang santri juga akan rendah. Análisis uji
korelasi parsial menunjukkan hubungan yang sedang antara dukungan sosial
dengan psychological well-being dengan nilai koefisien korelasi antara variabel
dukungan sosial dengan psychological well-being sebesar 0,410 dengan
signifikansi 0,000 (<0,05)..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Effendi dan Tjahyono (dalam Sari dan
Kuncoro, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial berperan penting dalam
memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan, melalui
dukungan sosial kesejahteraan psikologis akan meningkat karena adanya perhatian
dan pengertian yang akan menimbulkan perasaan memiliki, meningkatkan harga
diri serta memiliki perasaan positif mengenai diri sendiri. Selain itu, dukungan
sosial juga dapat menimbulkan pengaruh positif karena dengan adanya dukungan
sosial, individu tmerasa dicintai, diperhatikan dan merasa tidak sendirian.
Berdasarkan kategorisasi data deskriptif yang dilakukan pada Skala
Psycological Well-being, diperoleh hasil 42,86% santri kelas VIII Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki psychological well-
being yang tinggi, 55,84% tergolong memiliki psychological well-being yang
sedang, dan 1,30% memiliki psychological well-being yang rendah, sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum santri kelas VIII Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki psychological well-being yang
sedang. Subjek merasa bahwa dirinya mampu menerima peristiwa yang telah
terjadi dalam dirinya, merasa bersyukur dengan dirinya saat ini, mandiri, mampu
menyesuaikan diri dengan aturan yang ada di pondok pesantren, namun masih
ragu-ragu dalam memutuskan tentang rencana masa depan.
Begitu pula dengan religiusitas. Berdasarkan kategori Skala Religiusitas,
diketahui bahwa 94,80% santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Ibnu „Abbas Klaten memiliki religiusitas yang tinggi dan 5,20% memiliki
religiusitas yang sedang, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum santri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten memiliki
religiusitas yang tinggi. Hal ini dimungkinkan pihak pondok pesantren telah
mewujudkan dan mengembangkan keadaan serta kondisi pondok pesantren yang
bernuansa religi, sehingga dapat mengembangkan religiusitas yang dimiliki oleh
santri. Hal tersebut juga akan menyebabkan meningkatnya psychological well-
being pada santri.
Selanjutnya, untuk kategorisasi dukungan sosial, diperoleh hasil bahwa
71,43% santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas Klaten
memiliki dukungan sosial yang tinggi, 27,27% memiliki dukungan sosial sedang,
dan 1,30% lainnya memiliki dukungan sosial yang rendah. Berdasarkan data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum santri kelas VIII Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibn „Abbas Klaten memiliki dukungan sosial dengan
tingkat yang tinggi. Hal ini ditandai dengan sebagian besar subjek mendapatkan
perhatian dan bantuan dari orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Hasil kategorisasi psychological well-being berdasarkan perbedaan jenis
kelamin subjek, yaitu 37,5% santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Ibnu „Abbas Klaten yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat
psychological well-being psychological well-being yang tinggi, 59,385% dengan
tingkat sedang, dan 3,125% dengan tingkat yang rendah. Selanjutnya, pada santri
kelas VIII yang berjenis kelamin perempuan, tercatat 46,67% memiliki
psychological well-being dengan tingkat tinggi dan 53,33% memiliki
psychological well-being dengan tingkat sedang. Hasil thitung sebesar -0,907 lebih
besar daripada ttabel -1,992, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbedaan tingkat psychological well-being yang cukup signifikan antara santri
laki-laki dan perempuan. Meskipun jenis kelamin merupakan faktor yang
mempengaruhi psychological well-being (Ryff dan Singer, 1996), namun dalam
hal jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan hanya berbeda pada dimensi
hubungan posiif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Ryff (1989)
mengatakan bahwa pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan
pertumbuhan pribadi, perempuan menunjukkan angka yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, yaitu,
ruang lingkup penelitian yang sempit, sehingga hasil penelitian hanya dapat
digeneralisasikan untuk santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu
„Abbas Klaten dan tidak dapat digeneralisasikan kepada populasi yang lebih luas.
Selain itu, kurangnya kendali terhadap variabel yang dapat mempengaruhi
psychological well-being, seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, dan latar
belakang budaya (Ryff dan Singer, 1996).
Meskipun begitu, dalam penelitian ini juga memiliki kelebihan, yaitu belum
adanya peneliti yang melakukan penelitian tentang psychological well-being
dengan variabel religiusitas dan dukungan sosial yang dilakukan pada santri
pondok pesantren, serta penelitian ini mampu memberikan sumbangan ilmu baru
bagi peneliti mengenai variabel-variabel yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dan dukungan sosial
dengan psychological well-being (Fhitug 39,126 > Ftabel 3,120, R=0,717).
2. Terdapat hubungan antara religiusitas dengan psychological well-being yang
signifikan dengan korelasi positif dan hubungan yang terjadi dalam rentang
yang sedang.
3. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being yang
signifikan dengan korelasi positif dan hubungan yang terjadi dalam rentang
yang sedang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat memberikan beberapa saran,
diantaranya:
1. Untuk santri
Santri kelas VIII Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Ibnu „Abbas
Klaten yang memiliki psychological well-being tinggi diharapkan mampu
mempertahankan psychological well-beingnya dan membagikan pengalaman-
pengalaman dan cara meningkatkan psychological well-beingnya dengan
santri lain sehingga membantu meningkatkan psychological well-being bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
santri yang psychological well-beingnya rendah atau sedang. Salah satu cara
yang dapat digunakan untuk mempertahankan psychological well-being yang
tinggi dalam dirinya, yaitu dengan meningkatkan religiusitas dan dukungan
sosial.
2. Untuk pihak pondok pesantren
Dapat memberikan dukungan baik secara emosional, instrumental,
informasi, bahkan penghargaan demi meningkatkan dukungan sosial pada
santri agar psychological well-being pada diri santri meningkat. Pihak pondok
pesantren dapat meningkatkan pendekatan kepada santri guna membangun
hubungan dengan santrinya sehingga terciptanya hubungan yang positif
antara pihak pondok pesantren dengan santrinya. Selain itu, pihak pondok
pesantren juga dapat memberikan contoh perilaku nyata yang dilakukan
sebagai wujud penghayatan nilai-nilai keagamaan dalam upaya unuk
meningkatkan religiusitas pada santri.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian serupa
atau penelitian dengan topik yang sama, diharapkan dapat memperhatikan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi psychological well-being seperti usia,
jenis kelamin, kelas sosial, dan latar belakang budaya. Peneliti selanjutnya
juga diharapkan dapat memperluas populasi dan memperbanyak sampel agar
ruang lingkup penelitian menjadi lebih luas, sehingga hasil penelitian menjadi
lebih baik lagi.