PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN … · Ada proses perubahan perilaku mereka dan akan...
-
Upload
vuongthuan -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN … · Ada proses perubahan perilaku mereka dan akan...
ANALISIS PERILAKU REMAJA PADA PENGGUNAAN MOBILE
PHONE DENGAN PENDEKATAN TRADING UP
(Studi Tentang Remaja Pengguna Mobile Phone Nokia N Series dan E Series di
Kota Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Disusun Oleh:
Nama : Chaterina Intan Mulyono
NIM : 042214013
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan mobile phone beberapa tahun belakangan ini, di kalangan
kaum muda / remaja belakangan ini makin marak. Banyak kaum muda
menggunakan mobile phone tipe dan merek tertentu untuk dijadikan self
image atau personal lifestyle. Bisnis-bisnis baru yang bermunculan seperti
maraknya penjualan mobile content yang sebelumnya tidak dilirik sama
sekali, sekarang cukup gencar dipromosikan. Kali ini remaja menjadi target
segmenya. Tidak dipungkiri pesatnya kemajuan teknologi, media, musik yang
dinamis mendorong keinginan kaum muda / remaja untuk mencari tahu dan
mencoba hal-hal tersebut lewat apa saja termasuk lewat fitur, desain, dan
aplikasi dari mobile phone. Tentu, bagi kaum muda yang selalu ingin mencoba
mobile phone yang menawarkan berbagai keunggulan yang ada dari fitur,
konektivitas, aplikasi,dll. Kaum muda selalu ingin mencoba hal baru.
Beberapa vendor yang mempunyai kepekaan terhadap konsumen untuk
menangkap peluang tersebut.
Ada proses perubahan perilaku mereka dan akan emotional benefit
yang cukup besar, dimana dengan emotional benefit mereka dapat
mendapatkan pemuasan atas keinginan mereka, value added, dan self image
dalam perilaku penggunaan. Saat terjadi perubahan perilaku atau consumer
transform atas sebuah kebutuhan baru karena motif emosional guna
2
memenuhi keinginan mereka untuk produk yang dianggap lebih premium,
maka konsumen sedang melakukan trading up.
Dalam pasar mobilephone dilihat ada beberapa vendor yang bermain di
pasar lokal seperti Nokia, Samsung, Motorola, Sony Ericsson, Apple, dan LG.
Menurut http://www.studiohp.com/news_search.php, pada 15 Maret 2009.
Nokia masih menjadi penguasa pasar smartphone (ponsel pintar) dunia
sepanjang 2008 dengan penetrasi pasar 43,7% dari total pasar ponsel dunia
tahun lalu sebesar 139,28 juta unit. Posisi penjualan terbesar kedua diraih oleh
Research In Motion (RIM), produsen ponsel BlackBerry dengan total
penjualan sebanyak 23,15 juta unit atau meraih penetrasi pasar sebesar 16,6%.
Lembaga riset Gartner mencatat lima besar penjualan ponsel pintar di dunia
tahun lalu, yaitu Nokia, BlackBerry, iPhone, HTC, dan Sharp. Merek yang
cukup dikenal di Indonesia seperti Sony Ericsson, Samsung, dan LG tidak
masuk posisi lima besar. Dalam penelitian ini akan ditelti khusus vendor
Nokia, karena besarnya pangsa pasar yang ia miliki maka diasumsikan akan
mudah dalam mendapat responden. Selain itu akan dikaitkan langsung dengan
strategi marketing new luxury yang mereka jalankan apakah konsumen
mampu menangkap strategi tersebut.
Mengenali sebuah segmen pasar dengan karakteristik segmentasinya
memang perlu dilakukan perusahaan untuk menentukan arahan strategi yang
akan dilakuakan untuk merumuskan strategi, style, desain produk, promosi,
metode pendistribusian, serta servis kepada konsumen. Strategi marketing new
luxury yang digunakan perusahaan mengubah cara konsumen memandang
3
produk yang mereka tawarkan di pasaran, sehingga membuat produk
mendapatkan tempat khusus dalam benak konsumen.
Produk yang dibeli konsumen pada kenyataannya tidak membeli
produk atau jasa melainkan mereka membeli motif atau membeli solusi untuk
pemecahan masalah mereka. Konsumen yang menikmati value dan brand
yang didapatkan dalam membeli sebuah produk, dimana kombinasi manfaat
secara emotional dan fungsional ini sama – sama dinikmati konsumen.
Dengan mengenali konsumen dalam segmentasi tertentu, maka perusahaan
harus mampu mengenali dan memberikan perhatian khusus kepada
konsumenya untuk menjaga agar konsumen setia kepada perusahaan. Bagi
pemasar, perilaku trading up yang dikarenakan motif emosional dalam sebuah
pembelian maupun penggunaan dengan mencari emotional benefit dapat
menjadi peluang sekaligus bumerang dalam meraih dan mempertahankan
konsumen. Menjadi kesempatan ketika pemasar berhasil menemukan pola
dasar dari perilaku emosional tersebut dan menjadi bumerang ketika pemasar
gagal menterjemahkan perilaku tersebut ke dalam pola yang mudah dipahami
dalam menentukan strategi pemasarannya (Erna Ferrinadewi, Merek &
Psikologi Konsumen, 2008: 3).
Penelitian tentang karakteristik segmen sebuah produk, perilaku
berdasarkan motif, dan pola penggunaan saat diperlukan untuk melihat seperti
apa konsumen memaknai produk yang mereka beli. Maka, penelitian ini akan
dilihat keterkaitan hubungan antara strategi marketing new luxury menurut
persepsi konsumen dengan perilaku trading up yang dijalanakan remaja pada
4
penggunaan Nokia E series dan N series. Penelitian ini juga akan melihat
karakteristik psikografis dan demografis remaja. Remaja memang pasar yang
sangat menarik karena remaja adalah future market. Selain itu akan dilihat
juga pola keterkaitan antar perilaku trading up dengan tingkat benefit /
manfaat yang digunakan konsumen Maka dari itu penulis akan melakukan
penelitian dengan judul, “Analisis Perilaku Remaja Pada Penggunaan
Mobile Phone dengan Pendekatan Trading Up, Studi Tentang Remaja
Pengguna Nokia N series dan Nokia E series”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik psikografis dan demografis remaja pengguna
mobile phone N Series dan N Series di Kota Yogyakarta?
2. Apakah ada hubungan antara Strategi Marketing New Luxury Product
menurut konsumen dengan perilaku trading up ?
3. Bagaimana pola keterkaitan antara orientasi pertimbangan emosi dan
fungsi selama pembelian dengan manfaat emosional dan fungsional saat
menggunakan?
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Responden yang diteliti dibatasi pada kelompok demografis yang akan
diteliti adalah remaja fase akhir yang berusia 15-18 tahun yang berada di
SMA Negeri 3 Kota Yogyakarta. Penentuan SMA didapat dari cluster
5
SMA – SMA di Kota Yogyakarta. Setelah itu akan dicari siswa/siswi yang
cocok dengan ketentuan responden penelitian lewat penelitian rintisan.
2. Responden yang akan dijadikan subjek penelitian memiliki syarat sebagai
berikut:
a. Pelajar sebuah SMU cluster, usia 15 – 18 tahun.
b. Memiliki mobile phone Nokia N series atau Nokia E series.
3. Kategori produk yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada produk
mobilephone Nokia pada kategori middle end, dan untuk lebih spesifik
yang dijadikan objek penelitian adalah Nokia N series dan NokiaE series.
Tabel I.1
Produk / Objek Penelitian
Pada penelitian ini produk yang dijadikan objek penelitian adalah Nokia E
Series dan Nokia N Series. Tipe-tipe yang akan diteliti adalah:
Nokia E Series Nokia N Series
Nokia E 50
Nokia E 51
Nokia E61
Nokia E62
Nokia E65
Nokia E 65
Nokia E 66
Nokia E 70
Nokia E 71
Nokia E 90
Nokia N 70
Nokia N 71
Nokia N 73
Nokia N 80
Nokia N 82
Nokia N 92
Nokia N 93
Nokia N 95
Nokia N 93
Nokia N Gage
Nokia N Gage QD
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi profil remaja pengguna
Nokia N series dan E series, mengeidentifikasi hubungan antara Strategi
Marketing New Luxury menurut konsumen dengan perilaku trading up,
mengidentifikasi pola keterkaitan antara pertimbangan emosi dan fungsi saat
pembelian dengan orientasi manfaat emosional dan manfaat fungsional saat
menggunakan.
E. Manfaat Penelitian
1. bagi Universitas
Penambah wacana dan gambaran / deskripsi tentang perilaku konsumsi
remaja DI Yogyakarta.
2. bagi masyarakat
Diharapkan dengan penelitian ini lebih mengenali perilaku pembelian dan
penggunaan yang dilakukan remaja dalam menyikapi sebuah personal
product yaitu mobile phone tertentu.
3. bagi penulis
Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
4. bagi dunia usaha
Hasil penelitian ini dapat dilihat sebagai salah satu cara pandang bisnis,
yang dapat digunakan dalam melihat pasar yang dapat dikembangkan dan
dimodifikasi berdasarkan segmentasi yang akan dibidik, yaitu remaja.
7
Mengingat remaja adalah future market, maka akan sangat
menguntungkan bagi dunia bisnis apabila dapat mengetahui black box
dalam benak mereka. Lewat tahapan kehidupan remaja, maka dapat
menjadi referensi bisnis yang akan dipilih yang cukup prospek dengan
keahlian masing-masing.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahulan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang teori teori yang akan digunakan
sebagai dasar pembahasan permasalahan yang ada.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang akan digunakan
sebagai dasar pembahasan permasalahan yang ada.
BAB IV : Gambaran Umum
Dalam bab ini berisi gambaran umum tentang SMA Negeri 3
Yogyakarta
BAB V : Analisis Data
Pada bab analisis data akan dijelaskan mengenai analisis data dan
pembahasan.
8
BAB VI : Kesimpulan dan Saran
Pada bab kesimpulan dan saran akan diuraikan mengenai
kesimpulan analisis data yang ada serta saran yang dapat
diberikan oleh penulis.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pemasaran
Dalam dunia bisnis, pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok
yang dilakukan oleh para pengusaha dalam mempertahankan usahanya dan
mencapai tujuannya untuk memenangkan persaingan. Perusahaan harus
mampu memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Setelah itu, perusahaan dapat mengambil celah atau peluang dan menyusun
strategi agar dapat mengungguli pesaingnya.
Ada beberapa definisi pemasaran yang dikemukakan oleh:
1. Philip Kotler (1997: 8) menyatakan sebagai berikut:
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti berikut:
kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands); produk
(barang, jasa, dan gagasan); nilai; biaya; dan kepuasan; pertukaran; dan
transaksi; hubungan dan jaringan; pasar; serta pemasar dan prospek.
10
2. The American Marketing Association (Kotler, 2000: 8) menyatakan
sebagai berikut:
Marketing (management) is the process of planning and executing the
conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, services
to create exchanges that satisfy individual and organizational goals.
3. William J. Stanton (Swastha dan Irawan, 2005: 5) menyatakan sebagai
berikut:
Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan
bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Jadi, kita meninjau pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-
kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan
jasa kepada kelompok pembeli.
Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi di dalam suatu lingkungan
yang dibatasi oleh sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri, peraturan-
peraturan, maupun konsekuensi sosial dari perusahaan. Pada umumnya,
dalam pemasaran perusahaan berusaha menghasilkan laba dari penjulan
barang dan jasa yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pembeli.
Namun demikian, pemasaran juga dilakukan untuk mengembangkan,
mempromosikan, dan mendistribusikan program-program dan jasa yang
disponsori oleh organisasi non-laba. Jadi, tugas manajer pemasaran adalah
11
memilih dan melaksanakan kegiatan pemasaran yang dapat membantu
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Philip Kotler (Swastha dan Irawan 2005: 7), manajemen
pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,
penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu
dan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan
harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk
memberitahu, mendorong, serta melayani pasar.
Dengan demikian gambaran umum manajer pemasaran adalah
seseorang dengan tugas utama merangsang permintaan atau produk
perusahaan. Manajer pemasaran mengelola permintaan dengan
melaksanakan riset pemasaran, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian. Dalam perencanaan pemasaran, pemasar harus memutuskan
pasar sasaran, posisi produk dalam pasar, pengembangan produk,
penetapan harga, saluran distribusi, promosi, dan lain-lain.
B. Konsep Strategi Marketing Mix
Menurut William J. Stanton, dalam Dharmmesta dan Irawan (2005:78)
dikatakan bahwa: Marketing mix adalah kombinasi dari empat variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni:
produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi.
12
Berikut dibahas empat elemen pokok dalam marketing mix tersebut,
yakni sebagai berikut :
1. Produk
Keputusan-keputusan tentang produk ini mencakup penentuan bentuk
penawaran secara fisik, mereknya, pembungkus, garansi, dan servis
sesudah penjualan. Pengembangan produk dapat dilakukan setelah
menganalisa kebutuhan dan keinginan pasarnya.
2. Harga
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga tersebut
antara lain biaya, keuntungan, praktek saingan, dan perubahan keinginan
pasar.
3. Distribusi
Ada tiga aspek pokok yang berkaitan dengan keputusan-keputusan tentang
distribusi (tempat). Aspek tersebut adalah :
a. Sistem transportasi perusahaan : pemilihan alat transport seperti
pesawat, kapal, kereta api, dan lain-lain.
b. Sistem penyimpangan : penentuan jadwal pengiriman, penentuan rute
yang harus ditempuh, dan sebagainya.
c. Pemilihan saluran distribusi : penggunaan penyalur seperti pedagang
besar, pengecer, agen, makelar, dan bagaimana menjalin kerja sama
yang baik dengan para penyalur tersebut.
13
4. Promosi
Termasuk dalam kegiatan promosi adalah periklanan, personal
selling, promosi penjualan, dan publisitas. Beberapa keputusan yang
berkaitan dengan periklanan ini adalah pemilihan media (majalah, televisi,
surat kabar, dan sebagainya), penentuan bentuk iklan dan beritanya.
Variabel-variabel marketing mix tersebut dapat dipakai sebagai
dasar untuk mengambil suatu strategi dalam usaha mendapatkan posisi
yang kuat di pasar.
C. Pengertian Perilaku Konsumen
1. Menurut James F. Engel, dalam Dharmmesta dan Handoko (2000: 10)
menyatakan sebagai berikut:
Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai
kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk
di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan-
penentuan kegiatan tersebut.
Ada dua elemen penting dari arti perilaku konsumen itu:
a. proses pengambilan keputusan, dan
b. kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, dan mempergunakan barang-barng dan jasa-jasa
ekonomis.
14
2. Menurut American Marketing Association, menyatakan sebagai berikut:
Perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai interaksi dinamis antara
pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana
manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Ada tiga ide penting dalam definisi di atas:
a. perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seorang
konsumen, grup konsumen, serta masyarakat selalu berubah dan
bergerak sepanjang waktu.
b. hal tersebut melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi,
perilaku, dan kejadian di sekitar.
c. hal tersebut melibatkan pertukaran.
Dalam Fandy Tjiptono (2002: 63), Philip Kotler menyatakan bahwa dalam
pasar konsumen juga ada berbagai macam peranan yang bisa dimainkan setiap
anggota organisasi dalam proses keputusan pembelian. Peranan-peranan
tersebut meliputi:
1. Pemakai (users), yaitu mereka yang akan menggunakan barang atau jasa.
Dalam banyak kasus, pemakai memprakarsai proposal pembelian dan
membantu menentukan spesifikasi produk.
2. Pemberi pengaruh (influencers), yaitu orang-orang yang mempengaruhi
keputusan pembelian. Mereka sering membantu dalam menentukan
spesifikasi produk dan juga menyediakan informasi untuk mengevaluasi
alternatif-alternatif yang ada. Karyawan teknikal merupakan pemberi
pengaruh yang penting.
15
3. Pembuat keputusan (deciders), yakni orang-orang yang memutuskan
persyaratan produk dan/ atau pemasok.
4. Pemberi persetujuan (approvers), yaitu orang-orang yang mengesahkan
tindakan yang diusulkan oleh pemberi keputusan atau pembeli.
5. Pembeli (buyers), yakni mereka yang mempunyai wewenang resmi untuk
memilih pemasok dan menyusun syarat-syarat pembelian. Pembeli dapat
membantu membentuk spesifikasi produk, tetapi mereka memainkan
peranan yang utama dalam memilih pemasok dan bernegosiasi. Dalam
pembelian yang lebih kompleks, pembeli dapat terdiri atas manajer puncak
yang ikut serta dalam proses negosiasi.
6. Gatekeeper, yaitu mereka yang mempunyai kekuasaan untuk mencegah
penjual atau informasi dalam menjangkau anggota pusat pembelian dalam
organisasi.
D. Teori-teori Perilaku Konsumen
Dalam Dharmmesta dan Handoko (2000: 25-38), disebutkan beberapa
teori perilaku konsumen, antara lain:
1. Teori Ekonomi Mikro
Menurut teori ini, setiap konsumen akan berusaha mendapatkan kepuasan
maksimal, dan konsumen akan meneruskan pembeliannya terhadap suatu
produk untuk jangka waktu yang lama, bila ia telah mendapatkan kepuasan
dari produk yang sama yang telah dikonsumsikannya.
Teori ini didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:
16
a. Bahwa konsumen selalu mencoba untuk memaksimumkan
keputusannya dalam batas-batas kemampuan finansialnya.
b. Bahwa ia mempunyai pengetahuan tentang beberapa alternatif sumber
untuk memuaskan kebutuhannya.
c. Bahwa ia selalu bertindak dengan rasional.
2. Teori Psikologis
Teori psikologis ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis
individu yang selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan.
Pada pokoknya teori ini merupakan penerapan dari teori-teori bidang
psikologi (psylogical field) dalam menganalisa perilaku konsumen.
Tujuan mempelajari bidang psikologi ini ialah:
a. Mengumpulkan fakta-fakta perilaku manusia dan mempelajari hukum-
hukum perilaku tersebut.
b. Psikologi berusaha untuk meramalkan perilaku manusia.
c. Psikologi bertujuan untuk mengontrol perilaku manusia.
Bidang psikologi ini adalah sangat kompleks dalam menganalisa
perilaku manusia, karena proses mental tidak dapat diamati secara
langsung. Rangsangan-rangsangan (stimuli) merupakan input untuk
suatu kegiatan manusia, dan perilaku adalah output atau hasilnya.
17
3. Teori Belajar
Teori ini didasarkan atas empat komponen pokok, yaitu: drive (dorongan),
cue (petunjuk), response (tanggapan), dan reinforcement (penguatan).
a. Stimulus Responsive Theory (Teori Rangsangan-Tanggapan)
Menurut teori ini, proses belajar merupakan suatu tanggapan dari
seseorang (atau binatang) terhadap suatu rangsangan yang
dihadapinya. Rangsangan tersebut diulang-ulang sampai mendapatkan
tanggapan yang sama dan benar secara terus-menerus. Akhirnya, akan
muncul suatu kebiasaan dan perilaku tertentu.
b. Cognitive Theory (Teori Kesadaran)
Pada teori kesadaran, proses belajar itu dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti: sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu, dan kesadaran untuk
mencapai tujuan atau kesadaran untuk mengorganisir nilai. Para ahli
teori kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang
karena sangat menentukan dalam pembentukan pola perilakunya.
c. Gestalt dan Field Theory (Teori Bentuk dan Bidang)
Gestalt theory ini memandang proses belajar dan perilaku secara
keseluruhan. Proses pengamatan, pengalaman masa lalu, dan
pengarahan tujuan merupakan variabel yang menentukan terhadap
perilaku. Juga diasumsikan bahwa orang-orang berperilaku karena
mempunyai suatu tujuan.
Field theory (teori bidang) mengemukakan bahwa perilaku secara
umum adalah hasil interaksi yang nampak antara individu dan
18
lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis adalah bagian dari
ruang hidup, karena sifat-sifatnya tidak ditentukan oleh sifat-sifat
lingkungan obyektif saja, tetapi juga oleh sifat-sifat pribadi.
4. Teori Psikoanalitis
Teori psikoanalisis didasarkan pada teori psikoanalisa dari
Sismend Freud. Menurut Freud, perilaku manusia dipengaruhi oleh adanya
keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi.
Perilaku manusia ini selalu merupakan hasil kerja sama dari ketiga
aspek dalam struktur kepribadian manusia, yaitu: Id adalah wadah dari
dorongan-dorongan yang ada dalam diri manusia. Ego adalah aspek
psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk
berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Super ego merupakan
aspek sosiologis dari kepribadian. Aspek ini dapat dianggap sebagai aspek
moral dari kepribadian, yang menyalurkan dorongan-dorongan
naluriahnya ke dalam tindakan-tindakan yang tidak bertentangan dengan
norma-norma sosial dan adat kebiasaan masyarakat.
Petunjuk yang diberikan teori ini bagi kegiatan pemasaran
perusahaan adalah bahwa konsumen terdorong untuk membeli baik oleh
arti simbolis maupun arti fungsional ekonomis dari suatu produk.
5. Teori Sosiologis
Dalam teori ini yang disebut juga teori psikologi sosial, lebih
menitikberatkan pada hubungan dan pengaruh antara individu-individu
yang dikaitkan dengan perilaku mereka. Jadi, lebih mengutamakan
19
perilaku kelompok, bukannya perilaku individu. Keinginan dan perilaku
seseorang sebagian dibentuk oleh kelompok masyarakat dalam mana ia
ingin menjadi anggota.
Teori sosiologis mengarahkan analisa perilaku pada kegiatan-
kegiatan kelompok, seperti keluarga, teman sekerja, perkumpulan olah
raga, dan sebagainya. Banyak orang ingin meniru pola sosial kelompok
masyarakat yang langsung berada di atas kelompok dalam mana mereka
menjadi anggota. Perusahaan harus bisa menentukan mana di antara
lapisan-lapisan sosial yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap
permintaan akan produk yang dihasilkannya.
6. Teori Antropologis
Teori antropologis juga menekankan perilaku pembelian dari suatu
kelompok masyarakat. Namun, kelompok-kelompok masyarakat yang
lebih diutamakan dalam teori antropologis ini bukannya kelompok kecil
seperti keluarga, tetapi kelompok besar atau kelompok yang ruang
lingkupnya sangat luas, termasuk di dalamnya antara lain: kebudayaan
(kultur), subkultur, dan kelas-kelas sosial.
Dengan menggunakan teori antropologis, manajemen dapat
mempelajari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tersebut
terhadap perilaku konsumen. Karena faktor-faktor tersebut memainkan
peranan yang amat penting dalam pembentukan sikap, dan merupakan
petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seorang
konsumen.
20
7. Teori Kebudayaan Massa / Kebudayaan Pop
Budaya massa / budaya pop adalah sebuah norma, cara pikir, dan
sudut pandang baru (diluar budaya elite/budaya konservatif) dalam
masyarakat yang mengacu pada gaya hidup konsumtif yang berkembang
pada suatu waktu, dan dapat berkembang serta ditinggalkan bersilih ganti.
Sebuah kajian sosial masyarakat memandang bahwa ada perkembangan
budaya massa dalam masyarakat yang merupakan konsekuensi logis dari
perkembangan informasi yang sangat cepat masyarakat yang terbuka, dan
sejak dulu memang sudah bersinggungan dengan kebudayaan lain, baik
yang datang kepada kita maupun yang kita datangi.
Budaya massa tidak dapat dilepaskan dari pola hiburan masyarakat.
Selain itu istilah budaya massa (mass culture) sering disalingpertukarkan
dengan budaya populer (popular culture), begitu pula dengan hiburan
massa (mass entertainment). Walaupun budaya massa tidak hanya bersifat
hiburan, tetapi mencakup pula seluruh produk terpakai atau barang
konsumsi (consumer goods) sebagai produk massal dan fashionable yang
formatnya terstandarisasi dan penyebaran dan penggunaannya bersifat
luas.
Lewat budaya massa / budaya pop, konsumen menggunakan
produk kebudayaan untuk tujuan psikologis atau sosial. Secara sederhana
produk budaya massa berfungsi untuk menghibur dan didukung oleh
sistem massal dalam pendistribusiannya.
21
Masuk pada level konsumsi, yang dikonsumsi masyarakat pada
level ini bukan lagi sesuatu berdasarkan nilai guna, nilai pakai, tetapi
sesuatu yang kalau disebut dalam istilah teoritis adalah simbol. Di sini
kemudian citra atau image menjadi sangat penting, ia berjalan seiring
melesatnya kemajuan dunia informasi di mana informasi bukan lagi
sekadar sebagai alat atau modal untuk berdagang, melainkan menjadi
produk itu sendiri. Orang rela membayar, mengongkosi begitu mahal
untuk kepentingan citra itu, dengan misalnya para orang kaya baca puisi,
selain tentu saja membeli barang tertentu, makanan tertentu, baju tertentu,
bargaya tertentu. Ini merupakan gejala dari budaya tersebut, dimana orang
” dilatih ” untuk berobsesi dengan persoalan gaya hidup.
Pentingnya citra atau image cukup mencolok manifestasinya
dimana kita semua percaya bisa melihat langsung di sekitar kita. Terjadi
iklan secara besar – besaran, desain, aksesoris toko, plaza yang bukan
main. Kalau orang membikin toko baru, bukan mencari barang yang lebih
murah untuk dijual untuk bisa bersaing dengan toko lain, tetapi pertama –
tama desainnya harus bagus, aksesorisnya menarik, lampunya gemerlap,
dan seterusnya.
22
E. Wacana Trading Up
Berangkat dari sebuah pernyataan Adam Smith, yaitu kebebasan dan
kemewahan adalah dua anugerah terbesar yang dapat dimiliki seseorang, yang
dirasa cocok dengan sikap konsumen trading up. Pada kenyataanya sangat
sulit bagi seseorang untuk mendapatkan keduanya, apalagi di tengah krisis
seperti yang dialami bangsa kita saat ini. Akan tetapi, bagi produsen, mereka
tidak boleh kehabisan akal dalam meningkatkan revenue penjualannya. Di
tengah badai sekalipun selalu ada segmen konsumen potensial yang siap
menggunakan produk yang ditawarkan.
Salah satu strategi yang mereka jalankan adalah dengan menjual produk-
produk premium. Di Indonesia ini mungkin kelihatan paradoks sebab mana
mungkin menjual produk dengan harga mahal di tengah daya beli masyarakat
yang kian menurun. Akan tetapi, tentu saja produk premium ini tidak
ditawarkan secara massal alias komoditi, melainkan dalam jumlah terbatas
pada segmen atas. Dijual tidak lagi sekadar fungsi, tetapi juga citra dan imaji
penggunanya (self image). Melakukan peningkatan teknis yang menghasilkan
keuntungan fungsional yang berakibat pada daya tarik emosional bagi
konsumen.
Banyak ahli berpendapat dan menyebut produk premium sebagai pasar
jati diri di mana seorang menyatakan dirinya(self) kepada orang lain melalui
produk yang digunakan. Beberapa produsen mulai menciptakan produknya
untuk menjadikan konsumen mereka memiliki image yang diharapkan,
seperti: Adidas.
23
Secara fitrah manusia memang senang beraktualisasi dengan apa yang
dimilikinya, maslow bahkan menempatkanya pada level tertinggi dalam
hierarkinya. Untuk itu, berbagai produk yang ditawarkan produsen pun kian
berkembang tidak lagi sekadar fungsinya, tetapi berusaha menjalin relasi
secara emosional antara produk dan konsumenya. Sikap konsumen yang
diaktualisasikan lewat perilaku konsumen, merupakan wujud self image yang
ingin diciptakan. Konsumen akan melakukan trading up untuk menunjukan
siapa dirinya lewat apa yang ia miliki.
F. Menganalisis Pasar Konsumen dan Perilaku Pembeli
Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta
keinginan pelanggan sasaran. Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari
cara individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta
memanfaatkan barang jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka
memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.
Memahami perilaku konsumen dan “ mengenal pelanggan” bukan
masalah yang sederhana. Para konsumen mungkin menyatakan kebutuhan dan
keinginan mereka namun bertindak sebaliknya. Para pelanggan tersebut
mungkin tidak memahami motivasi mereka ynag lebih dalam. Mereka
mungkin menanggapi pengaruh yang mengubah pikiran mereka pada menit-
menit terakhir.
24
G. Pengertian Trading up
Dari yang telah diamati selama ini bahwa perilaku konsumen trading up
adalah perilaku pembelian yang berorientasi pada pertimbangan emosi.
Konsumen membayar lebih mahal untuk produk yang dianggap penting,
dominan suatu hubungan emosional dengan suatu produk, tetapi biasanya ada
juga hubungan lain yang terikat. ( Michael J. Silverstein 2005: 10). Fenomena
ini digerakkan oleh konsumen kelas menengah yang berpendidikan, cerdas,
dan siap untuk terikat pada barang dan jasa yang mereka konsumsi.
Penelitian terdahulu menunjukkan yang membeli barang barang new
luxury tidak dipengaruhi kondisi ekonomi, dan bahwa performa perusahaan
yang menghasilkan barang barang new luxury tetap kuat bahkan dalam sebuah
kecenderungan yang menurun.
Ketika sebuah merek new luxury secara kuat mengantarkan pada tangga
keuntungan, merek tersebut bisa mendapat dukungan. Merek tersebut akan
menguasai pikiran para konsumen (pemasaran masuk), dengan cepat
mengubah aturan ketegorinya menguasai pasar seperti yang dilakukan
Starbucks,Kendall-Jakson, dan Victoria’s Secret dan memaksa penggambaran
ulang kurva permintaan. Ketika hal itu terjadi, kategorinya cenderung terbagi
dua ( high end dan low end) (Michael J. Silverstein, 2005: 10).
Menurut penelitian yang dikemukakan sebelumnya konsumen New
Luxury dicirikan dengan perilaku pembelian mereka yang sangat selektif.
Mereka dengan cermat dan sengaja melakukan trade up pada barang barang
premium dalam ketegori khusus. Tidak lah mengherankan jika trading up
25
menjadi fenomena yang bertahan sekian lama, karena sesungguhnya, tidak ada
hal yang baru. Di seluruh dunia, orang telah melakukan trading up. Berusaha
memperkaya hidup mereka dapat mengikat perasaan dan emosional mereka
melalui barang-barang yang menakjubkan selama berabad abad. Yang berbeda
dari trading up sekarang ini adalah ketersediaan pada presentasi populasi yang
semakin banyak, dan pada barang dan jasa premium yang jauh lebih banyak
untuk di trade up.
Banyak wacana yang mengulas hal ini Adam Smith ( seorang ekonom-
pendidik-filsuf Skotlandia, tahun 1723-1790), pengarang Wealth of Nation dan
“ bapak kapitalisme”, berargumen bahwa kemewahan dan kebebasan adalah
“dua dari anugerah terbesar uang bisa dimiliki seseorang. Dia yakin bahwa
keinginan seseorang atas suatu “peningkatan” berdampak pada ekonom
kolektif yang baik, yang menciptakan pekerjaan bagi banyak orang dan
kekayaan bagi negara.
Thorstein Veblen (seorang ilmuwan sosial ekonom, tahun 1857-1929),
pengarang The Theory of he Leisure Class(1899), barangkali merupakan
pengamat ternama konsep relativitas social terhadap konsumsi. Diamati
bahwa, “dalam komunitas industri yang sangat terorganisasi” seperti
masyarakat kita, reputasi seseorang didasarkan pada kekuatan keuangan”
berapa uang yang dia miliki dan cara terbaik untuk menunjukkan kekuatan
adalah melalui konsumsi yang mencolok atas banyak barang.
Pada tahun 1950-an, produksi dan juga konsumsi, diteliti dengan
seksama. Dalam The Affluent Society (1958), John Keneth Galbaraith (penulis-
26
pendidik-ekonom Amerika), berargumentasi bahwa kemampuan kita untuk
memproduksi barang-barang pada akhirnya akan melebihi keinginan kita
untuk membeli.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perdebatan telah menjadi lebih
terbagi-bagi. David Brooks, dalam Bobos in Paradise(2000), menggambarkan
aspek positif (dan juga konyol) dari konsumsi dan membuat kasus yang
diyakini konsumen memungkinkan untuk “membuat jadi baik” (memiliki dan
membelanjakan uang ) dan juga “berlaku baik” ( melakukan apa yang benar
bagi masyarakat). Sebaliknya, Juliet Schoor, pengarang The Overspent
American, berargumen bahwa “ Konsumerisme yang baru telah membawa
pada sejenis ‘berbelanja berlebihan’ pada kelas menengah “dan bahwa terlalu
banyak warga Amerika membelanjakan lebih dari yang mereka katakan akan
membeli, dan lebih dari yang mereka miliki” (Trading Up, Michael J.
Silverstein 2005: Pendahuluan)
H. Faktor-Faktor Penyebab Trading Up dari sisi supply
Fenomena trading up memengaruhi, atau dengan segera akan
memengaruhi banyak pelaku bisnis pada hampir setiap kategori barang-barang
konsumen, termasuk barang-barang yang bisa dikonsumsi, barang-barang
yang tahan lama dan jasa. Strategi Marketing New Luxury Product diciptakan
untuk menggarap pasar dan segemen khusus dimana high service menjadi
tujuan utama dari strategi ini. Beberapa hal implementasi dari strategi –
strategi marketing untuk produk new luxury yang dirasakan konsumen
27
dilakukan perusahaan antara lain connecting with your consumers, show the
individual styles, the exlusivity sell, carring, transform your costumer,
versatility and capacity.
Tidak meremehkan konsumen mereka. Mereka yakin bahwa konsumen
memiliki hasrat, minat, kecerdasan, dan kemampuan untuk melakukan trading
up bahkan ketika wiraswastawan tidak mempunyai data untuk membuktikan
kaidahnya ataupun model untuk diikuti. Berikut adalah langkah – langkah
yang dilakukan perusahaan untuk “mengemas” produk menjadi luxury:
1. Merubah kurva permintaan harga-volume. Mereka tidak berfokus pada
peningkatan tambahan atau kenaikan harga. Mereka lebih menyukai
langkah besar dan premium yang besar. Tertarik pada harga yang lebih
tinggi dan volume yang lebih tinggi, yang berakibat pada hasil keuntungan
yang tidak proposional.
2. Menciptakan tangga keuntungan murni. Mereka tidak berusaha
membodohi para pelanggan mereka dengan inovasi yang tidak berarti,
tidak juga berusaha menyelamatkan diri hanya dengan brand image.
Mereka melakukan peningkatan teknis yang menghasilkan keuntungan
fungsional yang berakibat pada daya tarik emotional bagi konsumen.
Mereka tidak berusaha berpura-pura bahwa produk yang mereka jual lebih
baik merupakan inovasi sejati.
3. Meningkatkan inovasi, menaikkan kualitas, memberi pengalaman tanpa
cacat. Pasar untuk New Luxury kaya dalam kesempatan, tetpi juga sangat
tidak stabil. Hal ini dikarenakan keuntungan teknis dan fungsional
28
semakin pendek ketika para pesaing baru memasuki pasar dab karena
peningkatan aliran inovasi dari produk high-end ke produk dengan harga
lebih rendah. Apa yang mewah dan berbeda saat ini menjadi merek standar
di hari esok.
4. Mengembangkan rentang harga dan positioning merek. Banyak merek
New Luxury mengembangkan merek up market untuk menciptakan daya
tarik emotional dan down market untuk membuatnya lebih terjangkau dan
lebih kompetitif dan untuk membangun permintaan. Harga tertingi
pesaing tradisional barangkali tiga atau empat kali lebih rendah. Namun,
mereka berhati-hati untuk menciptakan, merumuskan , dan
mempertahankan karakter dan makna yang berbeda untuk masing-masing
produk pada tiap level, dan juga untuk mengungkapkan intisari merek
yang dimiliki oleh semua produk.
5. Modifikasi rantai nilai mereka agar mengantarkan pada tangga
keuntungan. Produsen menekankan pada pengawasan value chain daripada
kepemilikannya, dan mereka menjadi ahli dalam penyusunannya. Dalam
produksi produk, produsen mengendalikan kualitas mutu produk, memilih
bahan-bahan, dan mengelola distribusi, tetapi tidak memilih meningkatkan
lompatanya sendiri atau membangun fasilitas produk tambahan.
6. Menggunakan pemasaran pengaruh dan menyemai kesuksesan mereka
melalui utusan merek. Pada barang-barang New Luxury, presentase kecil
konsumen kategori menyumbangkan bagian nilai yang dominan. Para
pemimpin New Luxury berusaha untuk lebih mengenal konsumenyanya
29
(segmen pasarnya) dengan beberapa hal. Mencari keunikan lewat cara
mempromosikan produk.
7. Berfikir menyerang seperti orang luar. Mereka berfikir seperti orang luar,
bertindakseperti orang luar, lebih tepatnya mereka berusaha berfikir
berbeda dengan apa yang telah ada selama ini, lebih kreatif dan inovatif
mengemas produk mereka.
Menurut penelitian yang dikemukakan sebelumnya konsumen New
Luxury dicirikan dengan perilaku pembelian mereka yang sangat selektif.
Mereka dengan cermat dan sengaja melakukan trade up pada barang barang
premium dalam ketegori khusus sementara membayar lebih sedikit atau
trading down dalam banyak, atau sebagian besar kategori lainnya.
I. Memahami Perilaku Pembelian Konsumen
Dalam buku Treasure Hunt : Inside the mind of the Consumers yang
ditulis oleh Michael J. Silverstein terjadi dua keadaan konsumen / bifurkasi.
Di sisi atas, konsumen melakukan trading up, rela membayar harga premium
untuk barang dan jasa yang berkualitas tinggi atau memberikan ikatan emosi
yang kuat. Di sisi bawah, konsumen melakukan trading down, mengurangi
sebanyak mungkin membeli barang – barang yang murah tapi masih
memberikan kualitas dan keandalan. Di antara keduanya, terdapat pasar
menengah yang “biasa – biasa saja”. Di sisi tengah ini juga banyak perusahaan
yang menghadapi “death in the middle”, artinya tanpa positioning yang jelas
30
akan kualitas, harga, dan spesifikasi maka membuat suatu produk tidak
mendapatkan kesempatan berkembang.
Berangkat dari keadaan perilaku tersebut, maka bifurkasi bisnis pun
terbagi menjadi sisi atas dan bawah menawarkan kesempatan untuk
berkembang. Resepnya adalah hindari zona tengah. Turunkan biaya atau
naikkan kualitas, lihat penawaran kita sebagai orang luar.
Selain melakukan trading up, konsumen juga melakukan trading down.
Konsumen melakuakan trading down karena melihat drinya sebagai pembeli
yang bijaksana, tidak ada perbedaan dengan harga yang lebih murah.
Penghematan dianggap sebagai nilai moral dan kerelaan untuk mengabaikan.
Dapat disimpulakan untuk sukses dalam pasar, dengan dua
kecenderungan yang ada trading up dan trading down ada yang perlu
diperhatikan. Dalam pasar trading down, kunci suksesnya adalah sederhana,
berbiaya rendah, dan dapat diandalkan. Misi utamanya membuat produk atau
servis yang murah dan baik. Sedangkan dalam pasar trading up, kuncinya
adalah perbaiki kualitas, berikan keuntungan maksimal, sampaikan ikatan
emosional dengan pelanggan. Perilaku trading up diharapkan dapat diolah
menjadi strategi marketing yang mampu membuat dan menyampaikan tangga
keuntungan baru bagi konsumenya.
Setelah harga dan kualitas mengalami pergesekan dengan pesaing retail
lain, dan setelah prodesen merasa kualitas sudah baik dan berhenti membuat
yang lebih baik. Maka, pesaing akan menggabungkan teknik pengembangan
atau merebut perhatian konsumen. Konsumen trading down tidak akan
31
berhenti mencari produk dengan harga termurah dengan kualitas optimal,
karena konsumen tidak akan pernah berhenti mencari manfaat lebih sehingga
konsumen tidak loyal. Dengan mengenali trading up diharapkan produsen
dapat mendekati dari sisi yang lain.
J. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian (Group of Reference)
Dalam perspektif pemasaran, referensi kelompok dapat menjadi panutan
seseorang melakukan keputusan pembelian. Dengan menggunakan konsep ini
dengan melihat keadaan lewat suatu tempat pada ukuran kelompok atau
keanggotaan kelompok tersebut, sehingga membutuhkan identifikasi
konsumen lewat keanggotaan yang mereka ikuti.
Tabel II.1
Efek Group of Reference
Karakteristik Efek Positif (+)
Karakteristik keterikatan
dengan situasional
Kompleks
Subjektif
Karakteristik keterikatan
dengan brand
Membatasi pilihan
Prioritas konfirmasi
Sangat membutuhkan
Karakteristik keterikatan
dengan kelompok / peer group
Menarik
Keahlian
Kepercayaan pada tujuan kelompok
Intepretasi interaksi dengan
kelompok
32
Karakteristik keterkaiatan
pribadi
Keecenderuangan menyesuaikan
Kebutuhan mengaktualisasikan diri
Ingin sama dengan trend
Keinginan untuk mengontrol
Evaluasi dari ketakuan
K. Klasifikasi Produk
Begitu banyak jenis produk yang dibeli konsumen dapat diklasifikasikan
berdasarkan kebiasaan belanja. Kita dapat membedakan antara barang mudah
(convenience goods), barang toko ( shopping goods), barang khusus (specialty
goods), dan barang yang tidak dicari ( unsought goods)
Barang mudah (convenience goods) adalah barang-barang yang
biasanya sering dibeli pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sangat
sedikit. Contohnya meliputi produk- produk tembakau, sabun, koran.
Barang mudah dapat dibagi lebih jauh. Kebutuhan pokok (staples)
adalah barang-barang ysng dibeli konsumen secara teratur. Barang dadakan
(impulse goods) dibeli tanpa perencanaan atau upaya perencanaan, misalnya:
coklat dan majalah. Barang darurat (emergency goods) dibeli pada saat suatu
kebutuhan mendesak, misalnya: payung, sepatu bot. Produsen barang darurat
akan menepatkannya di berbagai gerai untuk memperolah penjualan.
Barang toko(shopping goods) adalah barang-barang yang biasanya
dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses
pemilihan dan pembelian. Contohnya meliputi perabotan , pakaian, peralatan
rumah tangga, pakaian, aksesoris. Barang toko dapat dibagi lebih jauh.Barang
toko homogen (homogenous shopping goods) memiliki kemiripan mutu tetapi
33
cukup berbeda dari segi pemasaran sehingga dapat menjadi alasan
perbandingan dalam berbelanja.
Barang toko heterogen ( heterogen shopping goods) berbeda dari segi
ciri-ciri produk dan layanan yang memungkinkan dianggap lebih penting
daripada harganya. Penjual barang toko heterogen menyediakan berbagai jenis
produk untuk memuaskan selera masing-masing orang dan harus memiliki
wiraniaga yang terlatih dengan baik untuk memberikan informasi dan saran
kepada pelanggan.
Barang khusus (specialty goods) mempunyai ciri-ciri atau identifikasi
merek yang unik dan karena itulah cukup banyak pembeli bersedia melakukan
upaya pembelian yang khusus. Contohnya meliputi mobil, komponen-
komponen stereo, kamera, player musik digital, pakaian pesta. Barang khusus
tidak membutuhkan orang melakukan perbandingan, pembeli mengorbankan
waktu hanya untuk mendatangi penyalur yang menyediakan produk yang
diinginkan tersebut. Penyalur tidak memerlukan tempat yang mudah
dijangkau; namun mereka harus memberi tahukan kepada calon pembeli
mengenai lokasi mereka.
Barang yang tidak dicari (unsought goods) adalah barang - barang
yang tidak diketahui konsumen atas biasanya mereka tidak terpikir untuk
membelinya, seperti detector asap. Contoh-contoh klasik barang yang sudah
dikenal tetapi yang tidak dicari adalah asuransi jiwa, persil kuburan, batu
nisan, dan ensiklopedia. Barang-barang yang tidak dicari memerlukan iklan
dan dukungan penjualan pribadi.
34
L. Perkembangan Perilaku Konsumsi
Tidak lah mengherankan jika trading up menjadi fenomena yang
bertahan sekian lama, karena sesungguhnya, tidak ada hal yang baru. Di
seluruh dunia, orang telah melakukan trading up. Berusaha memperkaya
hidup mereka dapat mengikat perasaan dan emosional mereka melalui barang-
barang yang menakjubkan selam berabad abad. Yang berbeda dari trading up
sekarang ini adalah ketersediaan pada presentasi populasi yang semakin
banyak, dan pada barang dan jasa premium yang jauh lebih banyak untuk di
trade up.
Banyak wacana yang mengulas hal ini Adam Smith ( seorang ekonom-
pendidik-filsuf Skotlandia, tahun 1723-1790), pengarang Wealth of Nation dan
“ bapak kapitalisme”, berargumen bahwa kemewahan dan kebebasan adalah
“dua dari anugerah terbesar uang bisa dimiliki seseorang “. Dia yakin bahwa
keinginan seseorang atas suatu “peningkatan” berdampak pada ekonom
kolektif yang baik, yang menciptakan pekerjaan bagi banyak orang dan
kekayaan bagi negara.
M. Perkembangan Psikologis Remaja
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kecenderungan perilaku
konsumtif remaja, antara lain karakteristik masa remaja yang merupakan masa
transisi dari masa kanak – kanak ke masa dewasa. Pada masa peralihan ini,
status individu tidaklah jelas karena remaja bukan lagi seorang anak dan juga
35
bukan orang dewasa. Kebutuhan untuk memiliki dan menemukan identitas
pribadi yang khas menjadi sangat penting dan diwujudkan melalui proses
identifikasi dengan teman sebaya atau tokoh idola tertentu. Kondisi inilah
yang menyebabkan remaja mudah terpengaruh oleh teman sebayanya dalam
mengkonsumsi suatu produk dan meniru mode terbaru yang ditawarkan pada
berbagai media massa. Remaja membeli dan mencoba produk – produk baru
berkaitan dengan usahanya untuk mengekspresikan identitas serta usaha untuk
memperoleh penerimaan dan pengakuan sosial dari teman sebayanya
(Santrock, 1995: 44).
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang
potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk
pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan
iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam
menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh
sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang
cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua.
Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang
sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja
tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku
yang konsumtif.
36
Di kalangan remaja sendiri, terdapat beberapa hal yang menunjukkan
remaja putri lebih konsumtif daripada remaja putra. Hadipranata menyatakan
bahwa wanita mempunyai kecenderungan besar untuk berperilaku konsumtif
dibanding pria. Hal ini disebabkan karena konsumen wanita cenderung lebih
emosional dan menggunakan emosi dalam berbelanja. Dari sejumlah hasil
penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga
terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli.
Perbedaan tersebut adalah:
Tabel II.2
Karakteristik Pria dan Wanita
Pria Wanita
1. Mudah terpengaruh
bujukan penjual
2. Sering tertipu karena tidak
sabaran dalam memilih
barang
3. Mempunyai perasaan
kurang enak bila tidak
membeli sesuatu setelah
memasuki toko
4. Kurang menikmati
kegiatan berbelanja
sehingga sering terburu-
buru mengambil keputusan
membeli.
1. Lebih tertarik pada warna
dan bentuk, bukan pada hal
teknis dan kegunaannya
2. Tidak mudah terbawa arus
bujukan penjual
3. Menyenangi hal - hal yang
romantis daripada obyektif
4. Cepat merasakan suasana
toko
5. Senang melakukan kegiatan
berbelanja walau hanya
window shopping (melihat-
lihat saja tapi tidak
membeli).
37
Dalam hal berpenampilan, menyatakan bahwa remaja putri berusia 16-
19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan yang
menunjang penampilan diri, seperti pakaian, sepatu, kosmetik, dan aksesoris.
Penampilan feminim atau tampil cantik digunakan remaja putri sebagai alat
untuk mendapatkan popularitas dan teman.
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila
melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri.
Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi
bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama
dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk
mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan
kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu
sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan
oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting
(untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis
idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya
N. Produk New Luxury/ Specialty Goods
Dari analisis mengenai barang barang New Luxury atau specialty goods
yang paling sukses dalam lebih dari tiga puluh kategori, telah mengidentifikasi
tiga tipe produk.:
1. “ Produk-produk premium yang bisa dijangkau” ditetapkan dengan harga
atau mendekati harga tertinggi dari kategori produk tersebut ,dan dengan
38
harga premium atas penawaran barang biasa. Namun, produk-produk
tersebut masih bisa dijangkau konsumen pasar menengah karena produk
tersebut merupakan barang-barang dengan harga relative rendah.
2. “Barang – barang masstige (kependekan dari mass prestige)
Produk dalam kategori ini mempenyai karakteristik hal harga dan tidak
pula berkaitan dengan pembuatan versi baru untuk perluasan.Barang-
barang tersebut menduduki wilayah yang bagus dipasar “antara produk
konvensional dan produk berkelas”, yang menuntut harga lebih tinggi
dibanding produk konvensional, tetapi dengan harga di bawah harga
premium atau Old Luxury.(Trading up, Michael J. Silverstein 2005: 7-8)
O. Empat ruang Emosional
Perubahan pola belanja dalam masyarakat ini telah memberi konsumen
daya beli yang lebih besar, pengetahuan mengosumsi, dan lebih banyak jenis
barang untuk dibeli. Mereka merasa senang dengan kemungkinan dan ingin
mencicipi kehidupen sebanyak mungkin. Mereka bercita-cita hidup baik dan
menikmati, sehat, dan mencapai kemakmuran bagi diri mereka sendiri dan
keluarga mereka. Dari survei yang dilakukan ada hubungan emosional dari
perilaku membeli dan konsumsi mereka.
Ada beberapa sifat konsumen New Luxury yang kadang-kadang
bertentangan dan rumit menjadi jelas. Mayoritas responden kami berkata
bahwa mereka paling bahagia di rumah tetapi mereka juga berkata bahwa
mereka senang berpergian. Perilaku berbelanja dalam kategori khusus bersatu
39
dengan ikatan emosional.( Silverstein : 51).Maka, disini dirangkumkan
produk-produk yang dikonsumsi dikombinasikan dalam enam kelompok
berbeda ke dalam empat “ ruang emosional”: memelihara diri, membuat
hubungan, penyelidikan, gaya individual (taking care of me, connecting,
questing, and individual style)
1. Taking Care of Me (Memberi Waktu untuk Diri Sendiri)
Ruang emosi ini adalah yang paling pribadi dan paling mendesak dan, bagi
banyak konsumen paling penting. Ruang ini adalah mengenai barang-
barang yang saya beli untuk membuat saya merasa sebaik saya bisa,
sesegera mungkin. Ini menyangkut peremajaan fisik, peningkatan
emosional, pengurangan stres, pemanjaan , kesenangan hidup, istirahat dan
waktu untuk diri sendiri. Ruang ini mencakup barang-barang seperti;
produk perawatan diri, bahan makanan khusus, es krim, cokelat, kopi,
peralatan home theater, peralatan, perabotan, dan kain-kain tempat tidur
(seprai, selimut).
2. Connecting : Daya Tarik, Jalinan , Pertalian, dan Keanggotaan
Connecting sama pentingnya dengan Taking Care of Me bagi konsumen,
dan barang-barang New Luxury adalah penolong dalam membantu
membuat hubungan dan menjaganya tetap kuat. Sejenak sisi connecting ini
ada kaitanya dengan Freudian theory, bahwa di dalam diri manusai ada
seksualitas yang menjadi penggerak dan daya tarik tersendiri, dalam hal ini
contoh yang dapat diberikan adalah aturan dan praktik mencari pasangan
yang telah berubah secara dramatis dalam dua puluh tahun belakangan ini.
40
Berkencan dirasakan merupakan latihan pemasaran yang harus dilakukan
dengan sangat serius. Produk yang dianggap mencerminkan adalah produk
yang dapat mencerminkan isyarat selera dan pengetahuan, prestasi dan
nilai, dan kualitas itu merupakan hal-hal New Luxury yang sangat
mendasar, seperti: minuman yang kita konsumsi, pakaian dalan. pakaian
yang kita pakia, perhiasan dan aksesoris.
3. Questing : Selera, Petualangan, Belajar, dan Bermain
Questing merupakan ruang emosional yang telah muncul paling
kuat pada beberapa tahun belakuang ini Questing adalah segala tentang
barang dan jasa yang bisa dibeli yang akan memperkaya eksistensi
konsumen, memberi pengalaman baru, memuaskan rasa ingin tahu saya,
memberikan rasa ingin tahu, memberikan rangsangan intelektual,
memberikan petualangan dan kegembiraan dan menambah kesenangan
baru dan luar biasa bagi hidup saya.
Questing lebih diartikan mengenai keberanian keluar ke dunia,
mengalami hal-hal baru, dan menekan ketebatasan personal dan wisata
merupakan cara yang paling populer untuk melakukanya. Menurut buku
Trading up, 72% responden survei memberitahu bahwa senang berwisata.
4. Gaya Individual : Prestasi, Kecanggihan, dan Kesuksesan
Meskipun konsumen New Luxury tidak sekadar digerakkan oleh
keinginan untuk mendapatkan status atau kegilaan kosong dengan merek,
itu tidak berarti bahwa mereka tidak peduli pada pesan yang disampaikan
barang-barang dan merek mengenai Individual Style. Konsumen dengan
41
keadaan ekonomi baik sangat menaruh perhatian pada kemewahan,
dimana sebagian besar konsumen berusaha mendidik diri mereka
mengenai suatu merek dan apa yang ditawarkan, seperti: mobil, letak
rumah, pakaian dengan merek terkenal yang mewah.
Merek memainkan peranan penting dalam menciptakan individual
style (self image) yang mengirim pesan kepada orang lain mengenai siapa
saya atau ingin seperti apa saya, dengan mengenakan merek tertentu dapat
menyediakan metode yang sangat terpecaya , efisien, dan konsisten untuk
menciptakan individual style.
Tabel II.3
Empat Ruang Emosi
Taking Care of
Me
Connecting Questing Individual
Style
Waktu untuk
diri sendiri
Menarik Berpetualang Ungkapan diri
Menyenangkan Pemeliharaan Belajar Self-branding
Pembaruan dan
penghargaan
Kepemilikan Bermain Penanda
(self image)
P. Persepsi
Persepsi adalah salah satu faktor psikologis yang menentukan keputusan
pembelian. Persepsi adalah proses pemiihan penggorganisasian, dan
penginterpretasian masukan informasi untuk menghasilkan makna. Masukan
informasi adalah sensasi yang diterima melalui penglihatan, perasaan,
pendengaran, penciuman dan sentuhan. (Pride Ferrell 1995: 195) Para pemasar
42
tidak dapat mengendalikan persepsi orang lain, mereka sering kali mencoba
untuk mempengaruhi persepsi itu.
Di samping persepsi terhadap kemasan, produk, merek, dan organisasi,
para individu juga memiliki persepsi diri. Persepsi ini disebut konsep diri atau
citra diri. Merupakan sesuatu yang cukup masuk akal untuk mempercayai
bahwa konsep diri seseorang mempengaruhi keputusan pembelian dan
perilaku konsumen orang tersebut. Hasil dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa para pembeli membeli produk produk yang
mencerminkan atau menunjang konsep diri mereka (Pride Ferrell 1995 : 197)
Q. Nilai
Nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang penting dan
diutamakan dalam kehidupan manusia. Dalam dunia pemasaran, nilai
dianggap sebagai salah satu penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar
( Kotler, hal 203).
Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh konsumen. Setiap
konsumen mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak
dalam memutuskan pembelian dan konsumsi. Nilai-nilai inti yang dianut oleh
konsumen digunakan sebagai :
1. Jati diri atau self image
Barang dan jasa yang dikonsumsi berfungsi sebagai jati diri bagi
konsumen, yang menimbulakan rasa istimewa yang berbeda dengan
konsumen lain.
43
2. Harapan konsumen
Barang dan jasa dapat menjadi gambaran terhadap kualitas produk, system
pelayanan,dsb.
R. Market Paradoks of Indonesia
Pada saat krisis moneter melanda Indonesia sejak pertengahan
tahun1997, indikator makro menunjukkan bagaimana ekonomi masyarakat
terpuruk. Banyak pemasar yang pesimis dengan daya beli masyarakat yang
semakin menurun.
Namun dibalik pesimisme tersebut, justru muncul fenomena manarik di
sebagaian kota besar khususnya Jakarta. Sejak krisis, kita justru semakin
banyak menemui mobil-mobil mewah CBU (Completery Built Up)
berseliwran di jalan raya. Belum lagi ditambah dengan muncul berbagai butik
dan restoran mewah yang muncul bak jamur di musim hujan. Produk telepon
seluler Vertu yang harganya di atas seratus juta per unit justru untuk kawasan
Asia pembeliannya paling banyak nomor dua setelah Jepang berasal dari
Indonesia.
Fenomena seperti ini memang menarik. Harus diakui, krisis justru
menimbulkan gaya hidup baru di masyarakat perkotaan yang semakin tergila-
gila dengan barang mewah. Misalkan saja Ferari yang masuk ke Indonesia di
tahum 2000 melalui PT. Citra Langgeng Otomotif yang sekaligus memasarkan
Maserati. Keputusan untuk masuk ke Indonesia bukan tambah pertimbangan
matang. Seperti dituturakan oleh Arie Christoper S, sales and marketing
44
manager PT. Citra Langgeng Otomotif diperkirakan terdapat sekitar 1% pasar
premium di Indonesia dari total jumlah penduduk atau sama dengan 2,2 juta
(asumsi populasi penduduk Indonesia sebesar 220 juta jiwa).
Dari jumlah itu, hanya 1% yang jadi target market-nya alias 22 ribu
orang. Pasar yang memang terlihat sangat kecil dari ukuran market size tetapi
justru bisa berbanding terbalik bila dilihat dari segi market value alias daya
beli mereka yang cukup menggiurkan.
Harus diakui, pasca krisis justru memunculkan kelompok pelanggan
baru di Indonesia, baik itu yang pada awalnya memang sudah memiliki
penghasilan tinggi dan juga mereka yang tergolong OKB (Orang Kaya Baru)
yang menikmati manfaat di masa krisis dengan berbagai program
investasinya.
Inilah yang dikenal sebagai proses trading up dimana middle segmen
yang selama ini dianggap tidak familiar dengan luxury product justru semakin
meningkatkan konsumsinya dengan akhirnya membuat pasar ini semakin
bergairah dengan potential market yang terus bertambah.
Meskipun sebenarnya secara umum kita dapat melihat pasar itu menjadi
dua yaitu mass market dan class market. Mass market adalah pasar massal
yang selama ini dianggap merupakan middle-to-low segment, sementara class
market justru merupakan sasaran utama produk mewah. Akan tetapi, proses
trading up akhirnya menciptakan produk-produk baru yang tergolong masstige
alias mass prestige yaitu produk- produk penuh prestige tetapi bisa
dikonsumsi lebih massal oleh lebih banyak orang.
45
S. Tabel Karakteristik Marketing Produk Luxury atau Specialty Goods
Data ini dikutip dari majalah Mix no.5/ V / Mei 2005
Tabel II.4
Kategori Produk
Home Luxuries • Barang kesenian / antik
• Elektronik dan fotografi
• Furniture
• Perlengkapan rumah tangga
• Residential
Personal
Luxuries
• Otomotif
• Pakaian
• Kosmetik dan produk kecantikan
• Fashion
• Jam tangan dan perhiasan
Experiental
Luxuries
• Hiburan
• Restoran
• Spa dan Salon
• Traveling
T. Kehidupan Remaja Perkotaan
Fashionate, Modern,dan Hedonis
Pasar ABG (remaja) di perkotaan sangat menggiurkan. Dandanan
mereka “gaul habis”. Yang cewek senang memakai kaus ketat ala selebritis
dan celana jeans yang disetel “kedodoran” di bawah pinggang sehingga
perutnya kelihatan. Mereka biasanya berisik, gemar berkumpul, jalan-jalan di
46
mal, dan cenderung boros. Begitulah sosok remaja atau ABG perkotaan.
Mereka selalu tampil gaya, dilihat, dan menjadi bagian dari komunitasnya.
Supaya tidak menjadi “ makhluk asing” di kelompoknya, ada gaya-gaya
tertentu yang harus mereka penuhi.
Memang, remaja pada masa masuk ke fase pencarian jati diri. Upaya ini
mendorong mereka berupaya eksis di tengah teman-temannya. Pengaruh peer
group (kelompok sebaya) di kalangan ABG ini sangat dominan. Bila sewaktu
kecil, mereka sangat tergantung pada orangtua semakin besar peran teman
menjadi semakin signifikan. Ada kecenderungan membuat kelompok dan
trendsetter dalam kelompok ini cenderung akan ditiru oleh anggotanya hal ini
diungkapkan psikolog Ratih Andjayani Ibrahim.
Wajib hangout
ABG alias “anak baru gede” adalah istilah populer untuk sebuah
kelompok demografis yang khas, yaitu remaja berusia 13-18 tahun yang masih
sekolah di SMP atau SMU. Pembatasn usia ini dibuat oleh Majalah Marketing
untuk membedakan dengan segmen anak-anak (kids market), yang rentang
usianya antara 2-12 tahun. Namun, batasan umur ABG ini bisa melar menjadi
10-19 tahun, karena sebagian pengamat menyebutnya sebagai teenager.
Terlepas dari masalah usia ini, sulit dibantah bahwa pasar ABG adalah
pasar yang terus berkembang. Maklum, populasi di Indonesia didominasi oleh
kaum muda. Jadi, secara demografis, segmen ini akan terus tumbuh mengingat
usia muda dan produktif di Indonesia akan bertambah dalam jumlah yang
47
sangat signifikan. Kelompok ini juga semakn sering dibidik oleh marketer,
seperti yang terlihat dalam iklan-iklan di stasiun televisi swasta.
Nah, apa yang membuat pasar ini menggiurkan bagi para marketer?
Yang utama tentu dari sisi market size-nya. Menurut Jeffrey Bahar Managing
Director Spire Research Dan Consulting untuk Asia Tenggara, nilai pasar
konsumtif ABG itu berkisara antara 10-12 trilliun setahun. Itu hanya dari
perhitungan konsumtif, dari pengeluaran langsung ABG tersebut. Belum
termasuk biaya pendidikan dan sandang pangan yang disediakan oleh orang
tua.
Sebagai tambahan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kini jumlah
penduduk usia 13-18 tahun di daerah perkotaan sudah mencapai sekitar 10 juta
jiwa. Jumlah ini adalah remaja yang sudah mempunyai daya beli alias uang
jajan. Kekuatan purchasing power mereka besar sekali, terlebih di kalangan
menengah-atas.
Secara demografis dan psikografis, segmen ABG yang berada di daerah
perkotaan dan pedesaan memang sangat berbeda. Para merketer pasti bakal
cenderung memilih kelompok yang punya buying power lebih kuat, yaitu di
perkotaan. Karakternya pun akan lebih mudah tebaca karena mereka hidup
lebih modern, dengan berbagai pengaruh globalisasi dari teknologi informasi
yang sudah merasuki kehidupan mereka sehari-hari.
Judy Uway, Media Director JC&K Advertising memaparkan, ABG yang
berada di daerah perkotaan, “wajib” melakukan hangout secara berkelompok
dan mereka selalu mengikuti tren yang ada pada saat itu. Kemudian, didukung
48
oleh sifatnya yang masih labil, faktor eksternal akan sangat berpengaruh,
termasuk informasi yang mereka peroleh dari iklan. Kalau mereka melihat
iklan sebuah produk dan merasa produk tersebut diperuntukkan pada mereka,
mereka akan dengan mudah dengan cepat membeli produk tersebut.
Di samping itu, ada beberapa faktor lain yang membuat pasar ABG
tampak prospektif di mata marketer. Di sudut decision making, ABG sudah
punya kemandirian dalam membelanjakan uangnya dan menentukan
keputusan pembelian. Di rentang usia ini mereka sudah cukup dipercaya oleh
orangtua sehingga spending yang digelontorkan ABG cukup signifikan. Hal
ini berbeda dengan rentang usia di bawahnya (anak-anak), yang keputusan
pembeliannya masih didomnasi oleh orangtua.
ABG sangat menarik sebagai target pasar mengingat mereka merupakan
influencer yang sangat powerful bagi ibu atau bapak dalam melakukan
pembelian besar, seperti produk elektronik, mobil, rumah, appliances, dan
sebagainya. Segmen ABG pun merupakan penggerak fashion, lifestyle, dan
tren sehingga merketer bisa menggunakan kekuatan pengaruh segmen ini
untuk memperluas pasar maupun menciptakan pasar-pasar baru. Alasanya,
kelompok ini sangat peka terhadap perubahan tren dan seringkali malah
menjadi trendsetter. Kedua, kelompok ini lebih terbuka dan lebih mudah
menerima hal-hal baru, sehingga mereka menjadi terget dari brand-switcher.
Penjelasanya, secara psikografis, ABG berada di dalam masa trnsisi
menuju kedewasaan. Usia itu merupakan masa-masa mencari identitas, suka
mencoba hal-hal baru, tidak suka kemapanan, serta berani mengambil risiko
49
dalam kaitan memilih produk dan memutuskan pembelian. Dengan karakter
seperti itu, secara umum segmen ini relatif kurang begitu loyal terhadap
produk atau merek yang mereka pakai.
Terakhir, ABG merupakan future market. Sebab, dalam waktu tidak
lama lagi, mereka akan bekerja dan membentuk rumah tangga. Sehingga
keberhasilan untuk mengenal dan menaklukkan mereka merupakan jendela
untuk mendapatkan merket yang lebih besar, yaitu market keluarga.
American Minded
Bicara soal produk yang cocok untuk pasar ABG, otomatis kita harus
menyesuaikan dengan range umur mereka yang mengikuti gaya hidup mereka
sehari-hari. Berkaitan dengan itu, ada sederet produk yang cocok dikonsumsi
ABG perkotaa, antara lain: snack, permen, soft drink, pakaian, sepatu,
kosmetik, dan personal care, penggunaan internet di warnet, pembelian pulsa,
handphone, CD, video game, perhiasan, hingga mobil.
Selain itu, masih ada lagi peluang dari produk secondary needs seperti
obat jerawat, obat pelangsing, dan lainnya. Marketer yang cerdik tentunya
memahami kondisi ABG yang tengah mengalami krisis identitas ini. Mereka
ingin eksis, ingin menonjol di antara teman-temanya dan dikagumi teman-
temannya. Hal ini dimulai dari penampilan dan prestasi.
Akibatnya, remaja sekarang sangat fashionate. Penampilan fisik jadi
nomor satu. Sementara itu muncul steorotip definisi “ cantik”, “keren”, dan
“macho” yang built-in oleh masyarakat. Misalnya, orang dibilang cantik jika
50
tinggi, punya kulit putih, rambut lurus, dan tidak berjerawat. Bukan Cuma
fisik, tetapi juga menyangkut apa yang mereka pakai dan konsumsi.
U. Emotional Benefit and Functional Benefit
Dari beberapa artikel yang mengulas tentang emotional benefit dan
functional benefit penulis mengamati beberapa hal yang dapat disimpulkan
menjadi emotional benefit dan functional benefit, antara lain:
Tabel II.5
Emotional Benefit Functional Benefit
-. keinginan
-.nilai tambah/ value added
-. memiliki brand untuk self
image
-. harga premium dan tidak price
sensitive
-.kebutuhan
-. price sensitive
-. mudah didapat / coverage
-. kualitas optimal
Sangat banyak produk yang dikonsumsi remaja menurut survei yang
diadakan Spire Research&Consulting pada Oktober-November 2007 dan
dipublikasikan pada Januari 2008, bahwa ada 24 produk yang dikonsumsi
remaja dan ada beberapa produk yang telah bergeser kategorinya.
Homogeneous shopping goods merupakan barang-barang yang oleh
konsumen dianggap serupa dalam hal kualitas tetapi cukup berbeda dalam
harga. Dengan demikian konsumen berusaha mencari harga yang termurah
dengan cara membandingkan harga di satu toko dengan toko lainya. Maka,
dalam penelitian ini produk yang dipersepsikan homogeneous shopping goods
oleh konsumen remaja dianggap pembelian berdasarkan functional value.
51
Heterogeneus shoopping goods adalah barang –barang yang aspek
karakteristik atau ciri-cirinya (features) dianggap penting oleh konsumen
daripada aspek harganya. Dalam kata lain, konsumen mempersepsikannya
berbeda dalam hal kualitas atribut. Maka, dalam penelitian ini produk yang
dipersepsikan heterogeneus shooping goods oleh konsumen remaja
merupakan pembelian berdasarkan emotional value atau pembelian trading
up.
V. Empat Kelompok Konsumen Trading Up
Ada empat karakteristik konsumen trading up atau consumen
psychology , antara lain :
1. Luxury Coconers
Segmen ini terjebak pada pola pikir bahwa kemewahan itu adalah
mengisolasikan diri dari kelompok lain (mengekslusif diri).Mereka
mengekspresikan dirinya dengan terlibat secara penuh dalam gaya hidup
mewah.
2. Butterflies
Segmen yang paling maju dan berkembang. Mereka menyadari bahwa
produk dan barang mewah saja tidak cukup membuat bahagia. Mereka
cenderung tidak materialistis dan terlibat langsung dalam proses
pembelian produk. Mereka jauh lebih cermat dan logis.
52
3. Luxury Aspirers
Mereka menilai kemewahan dari apa yang mereka miliki. Untuk
pelanggan seperti ini, kemewahan dinilai dari produk dan merek yang
mereka beli dan gunakan sehari – hari.
4. Xfluents ( Extreme Affluents)
Kelompok ini membeli dalam frekuensi yang cukup tinggi dalam jumlah
pengeluaran yang lebih banyak. Kelompok yang haus akan barang mewah
dan terlihat ukup materialis dan fokus pada kehidupan yang mewah.
W. Kerangka Teoritis
Dalam perkembangan perilaku konsumsi, terjadi proses perubahan
perilaku pembelian dan akan pencarian emotional benefit yang cukup besar,
dimana dengan emotional benefit mereka dapat mendapatkan pemuasan atas
keinginan mereka, value added, dan self image dalam perilaku penggunaan.
Saat terjadi perubahan perilaku atau consumer transform atas sebuah
kebutuhan baru karena motif emosional guna memenuhi keinginan mereka
untuk produk yang dianggap lebih premium, maka konsumen sedang
melakukan trading up yang sedikit banyak dikarenakan Strategi Marketing
New Luxury.
Produk yang dibeli konsumen pada kenyataannya tidak membeli produk
atau jasa melainkan mereka membeli motif atau membeli solusi untuk
pemecahan masalah mereka. Konsumen yang menikmati value dan brand
yang didapatkan dalam membeli sebuah produk, dimana kombinasi manfaat
53
secara emotional dan fungsional ini sama – sama dinikmati konsumen.
Dengan mengenali konsumen dalam segmentasi tertentu, maka perusahaan
harus mampu mengenali dan memberikan perhatian khusus kepada
konsumenya untuk menjaga agar konsumen setia kepada perusahaan. Bagi
pemasar, perilaku trading up yang dikarenakan motif emosional dalam sebuah
pembelian, maupun penggunaan dengan mencari emotional benefit dapat
menjadi peluang sekaligus bumerang dalam meraih dan mempertahankan
konsumen.
Psikografis Strategi Marketing New Luxury
Demografis Perilaku ( pembelian) Trading Up
Perilaku penggunaan dengan Emotional Benefit
Evaluasi kondisi psikografis, perilaku pembelian dan penggunaan
Gambar. II.1
Kaitan Karekteristik Konsumen, Strategi Marketing New Luxury, Perilaku
Trading Up, Pengguna Nokia N Series dan Nokia E Series
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati konsumen remaja fase akhir
yaitu 15 – 18 tahun. Peneliti akan menguji korelasi Strategi Marketing New
Luxury yang mempengaruhi perilaku remaja dalam melakukan perilaku
Konsumen remaja usia 15 – 18 tahun
54
trading up dengan membeli personal product yaitu mobile phone Nokia N
series atau E series. Setelah melihat korelasi tersebut peneliti mengidentifikasi
pola hubungan / relasi perilaku trading up yang dilakukan dalam pembelian,
dengan manfaat yang dicari oleh remaja selama penggunaan.
Dalam ulasan majalah Marketing 01/VII/ Januari 2008, remaja ada pada
masa mencari jati diri sangat berupaya eksis di tengah teman – temannya,
dengan dominasi peer group yang sangat kuat. Menurut survei yang dilakukan
Spire Research & Consulting, remaja merupakan future market yang
merupakan generasi high tech yang malas menabung, tetapi memiliki uang
saku yang cukup besar. Selain itu menurut survei tersebut, menunjukkan
bahwa harga bukan prioritas utama, dan mereka lebih mengutamakan
emotional benefit tetapi functional benefit juga tetap dicari dalam
penggunaan.
Remaja merupakan salah satu segmen yang memiliki kekhasan perilaku,
lingkungan, motivasi, persepsi yang terangkum dalam karakteristik
demografis dan psikografis. Penting untuk mengetahui karakteristik konsumen
yang dihadapi karena pengenalan akan karakteristik konsumen akan
membantu menjelaskan apa yang mereka pikirkan, alami, dan lakukan.
Karakteristik demografis merupakan keadaan statis latar belakang konsumen,
dan karakteristik psikografis yang terdiri dari economy minded atau konsumen
yang gemar berhemat, potatoes atau penggemar hangout, outdoors entuisiasts
atau pelualang, dan status seekers sangat dinamis bergantung pada interaksi
55
konsumen remaja dengan lingkungan dalam mendapatkan referensi
pembelian.
Dalam penelitian ini melihat karakteristik akan digunakan untuk
menjelaskan perilaku trading up yang dilakukan remaja yang dikarenakan
Strategi Marketing New Luxury, yang berelasi pula dengan perilaku
penggunaan yang mengarah pada pencarian emotional benefit.
Strategi Marketing New Luxury yang ditangkap oleh konsumen remaja
menciptakan kecenderungan perilaku trading up, dimana konsumen rela
membayar lebih mahal untuk produk yang diinginkan karena dominasi suatu
hubungan emosional dengan produk. Dengan motif emosi yang melandasi
pembelian, peneliti beranggapan dalam proses penggunaan ada
kecenderungan pencarian emotional benefit pada produk tersebut. Dengan
melihat runtutan psikografis, pembelian, penggunaan akan menjadi sebuah
evaluasi bahwa sebuah.
Strategi Marketing yang awalnya hanya berusaha menaikkan angka
penjualan, dapat berimplikasi sangat dalam dan serius pada konsep diri yang
akhirnya terbentuk dalam diri remaja sebagai future generation.
X. Hipotesis Teori
Penelitian ini digunakan untuk mengulas deskripsi dan sebab akibat
sebuah proses trading up karena sebuah implementasi dari strategi pemasaran.
Hipotesis merupakan jawaban sementara mengenai masalah yang akan diteliti
dan merupakan pertanyaan yang perlu diuji kebenaranya. Hipotesis dapat pula
56
diartikan sebagai jawaban sementara dari penelitian sampai dibuktikan melalui
data terkumpul. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk rumusan masalah pertama dan ketiga tidak ada hipotesis, karena
penelitian bersifat deskriptif yang ditujukan untuk mengetahui profil
pemilik dan pola rangkaian pembelian sampai dengan penggunaan.
2. Salah satu strategi yang mereka jalankan adalah dengan menjual produk-
produk premium. Di Indonesia ini mungkin kelihatan paradoks sebab
mana mungkin menjual produk dengan harga mahal di tengah daya beli
masyarakat yang kian menurun. Akan tetapi, tentu saja produk premium
ini tidak ditawarkan secara massal alias komoditi, melainkan dalam jumlah
terbatas pada segmen tertentu. Dijual tidak lagi sekadar fungsi, tetapi juga
citra dan imaji penggunanya (self image). Melakukan peningkatan teknis
yang menghasilkan keuntungan fungsional yang berakibat pada daya tarik
emosional bagi konsumen.
Hipotesis yang ingin diuji bertujuan menguji hubungan antara dua
variabel yaitu strategi marketing new luxury dengan perilaku trading up.
Penyusunan hipotesis selalu ada hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
Hipotesis nol selalu mengandung unsur kesamaan, maka dapat dirumuskan
hipotesis nol adalah koefisien korelasi sama dengan nol. Sedangkan,
hipotesis alternatif adalah koefisien korelasi tidak sama dengan nol.
H 0 : Tidak ada hubungan antara Strategi Marketing New Luxury menurut
persepsi konsumen dengan perilaku trading up di kalangan remaja
pengguna mobile phone N series dan E series.
57
H a : Ada hubungan antara Strategi Marketing New Luxury menurut
persepsi konsumen dengan perilaku trading up di kalangan remaja pemilik
mobile phone N series dan E series.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kausal atau konsep sebab akibat, yaitu
penelitian terhadap pengujian yang diperoleh berdasarkan adanya sebab akibat
yang terjadi pada suatu keadaan dari kesimpulan – kesimpulan empiris
merupakan inferensi kesimpulan yang ditarik secara induktif. Selain studi
kausal yang akan diteliti dalam penelitian ini terdapat pula studi deskriptif
yang digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan subjek dan
keterkaitan masalah dalam hal ini adalah remaja dan perilakunya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMA yang dipilih secara cluster, seperti
SMA N 3 yang didapatkan lewat metode cluster pada beberapa SMA di
kota Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Pada penelitian ini telah dikarenakan keterbatasan sumber data sekunder
telah dilakukan suvei rintisan pada bulan Agustus 2008 sampai September
2008 . Dalam survei rintisan tersebut diketahui jumlah populasi yang ada.
Sehingga setelah diketahui kondisi, jumlah populasi yang ada dapat
59
dilanjutkan tahap selanjutnya, yaitu penelitian. Penelitian ini akan
diadakan pada bulan November 2008 sampai Januari 2009.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pelajar SMA usia 15-17
tahun yang berada di SMA Negeri 3 Yogyakarta yang telah diambil secara
cluster sampling.
Objek penelitian adalah profil pengguna mobile phone Nokia N series
dan E series, respon terhadap strategi pemasaran yang diterapakan dalam
menimbulkan perilaku trading up, dan keterkaitan antara pola pembelian
dengan benefit penggunaan.
D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Variabel adalah gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis
maupun tingkatannya. Gejala adalah semua objek yang menjadi sasaran
penelitian.
1. Variabel psikografis dan demografis
Arti : Psikografis dan demografis akan dijadikan gambaran profil tentang
pengguna Nokia N series dan Nokia E series. Dalam hal ini, ingin
diketahui lewat aspek psikografis pengelompokan konsumen pengguna
Nokia N series dan E series. Demografis akan digunakan untuk
mengetahui latar belakangnya.
60
Tabel 3.1
Gambaran Variabel Rumusan Masalah Pertama
Variabel Aspek Indikator
Karakteristik Psikografis
Demografis
Karakteristik psikografis dalam
penelitian ini meliputi segmentasi
yaitu; economy-minded (orientasi
harga), couch potatoes(penggemar
hangout), outdoors enthuisiasts
(petualang), status seekers
(pencari status)
Karakteristik demografis dalam
penelitian ini meliputi; usia, jenis
kelamin, uang saku per bulan.
2. Variabel strategi marketing new luxury dan perilaku trading up
a. Variabel Bebas ( Independent Variable ) adalah Strategi Marketing
New Luxury menurut persepsi konsumen
Arti : Strategi pemasaran berusaha menempatkan sebuah persepsi pada
benak konsumen dengan mengusung sebuah konsep. Strategi
Marketing New Luxury ada dalam tataran konsep yang mengusung
high service. High Service diterapkan lewat enam pendekatan yang
dilakukan, yang dapat dilihat pada aspek Strategi Marketing New
Luxury memiliki kecenderungan mempengaruhi perilaku dalam
pembelian yang disebut dalam penelitian ini, perilaku trading up.
Sebuah perilaku trading up dilatar belakangi oleh pertimbangan emosi
61
yang lebih dominan. Maksudnya, ada kombinasi faktor pertimbangan
emosi dan pertimbangan fungsi di dalamnya.
Tabel 3.2
Gambaran Variabel Independent/ Bebas
Variabel Aspek Indikator
High
Service
1. Connecting
with your
consumers
2. Show the
individual styles
3. The exlusivity
sells
Meliputi hubungan jangka
panjang dengan pelanggan.
Hubungan tersebut dapat dibina di
semua proses buying cycle yang
terjadi mulai dari pra pembelian
sampai dengan paska pembelian.
Indikatornya adalah layanan
khususs bagi pengguna E serias
dan N series.
Luxury product yang kita
tawarkan tentu saja akan kena
sasaran, jika kita mampu
menunjukkan prestige yang bisa
didapat dari konsumen sebagai
penggunaan merek tersebut. Maka
indikator yang digunakan adalah
image ekslusivitas E dan N series,
OS Symbian.
Membuat produk yanng limited
sehingga menjadi exlusif
62
4. Carring
5. Transform
your costumers
6. Versatility dan
Capacity
Menyadari segmen yang digarap,
produk dan merek yang dibeli
biasanya bukan merupakan tujuan
akhir. Merek-merek mewah yang
mereka beli biasanya justru hanya
merupakan alat untuk mencapai
tujuan akhir mereka yaitu make
more, spend more, dan juga save
more. Maka, indikator yang
digunakan menjadikan pengguna
E dan N series generasi yang
melek teknologi dan semua
aplikasinya, sehingga
mengesankan mereka menjadi
generasi yang selangkah lebih
maju.
Smartphone secanggih apa pun
harus mampu dioperasikan dengan
baik. Maka, dengan OS Symbian
yang memungkinkan aplikasi
software dan fitur yang mereka
lakukan. Indikator yang digunakan
adalah download game,
penggunaan fitur dalam
smartphone seperti Map, GPS,
GPRS, dan Wifi.
Keragaman fungsi (versatility)
meliputi kemudahan akses,
kemudahan aplikasi, kemudahan
63
pencarian software penunjang.
Sedangkan kapasitas memory
(capacity) yang dimaksud adalah
ketersediaan memory eksternal.
b. Variabel Terikat ( Dependent Variable ) adalah perilaku trading up
yang terdiri dari 2 aspek yaitu; pertimbangan funngsional dan
pertimbangan emosi.
Tabel 3.3
Gambaran Variabel Dependent/ Terikat
Variabel Aspek Indikator
Trading
Up
Pertimbangan
emosi meliputi;
Keinginan
Keunggulan dan
kelebihan brand
Brand Oriented
Meliputi keinginan akan pembelian
produk tertentu yaitu, E series dan
N series.
Maksudnya konsumen merasa
secara emosi, untung memiliki
suatu poduk dari brand tertentu,
serta adanya pemahaman akan
keandalan suatu produk dari brand
tertentu sehingga akan memperoleh
banyak manfaat setelah
memilikinya.
Meliputi pemahaman tentang citra
64
Non-sensitive
price
produk, prestise yang
mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen.
Maksudnya harga tidak
memengaruhi sensitivitas
pembelian .
Pertimbangan
fungsi meliputi;
Kebutuhan
Price sensitive
Kemudah
mendapatkan
Kualitas optimal
Meliputi motivasi penggunaan
produk kerena rasa membutuhkan
akan konsumsi kategori produk
tertentu untuk memenuhi tuntutan
peran.
Meliputi harga yang murah dapat
menjadi faktor utama untuk
pembelian produk tertentu.
Berkaitan dengan tempat
mendapatkan, apakah banyaknya
distributor yang menjual produk ini,
serta panggsa pasar yang besar
mampu mempengaruhi konsumen
untuk melakukan keputusan
pembelian atas suatu merek ,
koneksi dan aplikasi software yang
mudah didapat .
Mengenai pemahaman tentang
65
kualitas optimal adalah
perbandingan relatif kualitas serta
fitur yang didapat dgn harga murah
yang dibayarkan menurut
konsumen.
3. Variabel perilaku trading up dan tingkat manfaat / benefit dalam
penggunaan
Arti : Keterkaitan antara perilaku dan penggunaan akan dilihat pada suatu
pola yang terjadi. Sebuah perilaku trading up dengan pertimbangan emosi
dalam pembelian, akan dilihat reaksi dalam penggunaan. Penggunaan
dengan orientasi emotional benefit atau functional benefit. Akan dilihat
(deskriptif) bagaimana keterkaitan pola antara pembelian dengan
penggunaan. Pada variabel masalah ketiga ini digunakan untuk melihat
pola keterkaitan antara pertimbangan dalam pembelian dengan orientasi
penggunaan.
a. Variabel pertama adalah variabel yang menjelaskan pertimbangan
trading up yang dibagi menjadi 2, yaitu; pertimbangan emosi dan
pertimbangan fungsi
Tabel 3.4
Gambaran Variabel Pertama
Variabel Aspek Indikator
Trading
Up
Pertimbangan
emosi meliputi;
66
Keinginan
Keunggulan dan
kelebihan brand
Brand Oriented
Non-sensitive
price
Meliputi keinginan akan pembelian
produk tertentu yaitu, E series dan
N series.
Maksudnya konsumen merasa
secara emosi, untung memiliki
suatu poduk dari brand tertentu,
serta adanya pemahaman akan
keandalan suatu produk dari brand
tertentu sehingga akan memperoleh
banyak manfaat setelah
memilikinya.
Meliputi pemahaman tentang citra
produk, prestise yang
mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen.
Maksudnya harga tidak
memengaruhi sensitivitas
pembelian .
Pertimbangan
fungsi meliputi;
Kebutuhan
Meliputi motivasi penggunaan
produk kerena rasa membutuhkan
akan konsumsi kategori produk
tertentu untuk memenuhi tuntutan
67
Price sensitive
Kemudah
mendapatkan
Kualitas optimal
peran.
Meliputi harga yang murah dapat
menjadi faktor utama untuk
pembelian produk tertentu.
Berkaitan dengan tempat
mendapatkan, apakah banyaknya
distributor yang menjual produk ini,
serta panggsa pasar yang besar
mampu mempengaruhi konsumen
untuk melakukan keputusan
pembelian atas suatu merek ,
koneksi dan aplikasi software yang
mudah didapat .
Mengenai pemahaman tentang
kualitas optimal adalah
perbandingan relatif kualitas serta
fitur yang didapat dgn harga murah
yang dibayarkan menurut
konsumen.
b. Variabel kedua
Variabel kedua adalah variabel tingkat manfaat yang dijelaskan
dengan functional benefit dan emotional benefit .
68
Tabel 3.5
Gambaran Variabel Kedua
Variabel Aspek Indikator
Orientasi
tingkat
manfaat /
benefit
Emotional
Functional
Indikatornya adalah kesetiaan
terhadap merek ( Nokia) selama
menggunakan mobilephone,
kepercayaan terhadap suatu merek,
produk diposisikan sebagai self
image bagi konsumen.
Indikatornya meliputi penggunaan
koneksi dengan kabel data atau
bluetooth, penggunan fitur, aplikasi
program, produk diposisikan sebagai
alat/sarana penunjang komunikasi.
E. Populasi, Sample, dan Teknik Pengambilan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA – SMA di Kota
Yogyakarta. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Suharsimi Arikuto, 2002: 109). Teknik sampel dalam penelitian ini adalah
probability cluster sampling. Artinya semua SMU di Kota Yogyakarata
memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Secara random
dilakukan penarikan populasi yaitu SMA Negeri 3.
69
Tabel 3.6
Daftar Cluster SMA di Kota Yogyakarta
NO. Nama Sekolah 1 SMA NEGERI 1 2 SMA NEGERI 2 3 SMA NEGERI 3 4 SMA NEGERI 4 5 SMA NEGERI 5 6 SMA NEGERI 6 7 SMA NEGERI 7 8 SMA NEGERI 8 9 SMA NEGERI 9 10 SMA NEGERI 10 11 SMA NEGERI 11 12 SMA Muhammadiyah 1 13 SMA Muhammadiyah 2 14 SMA Muhammadiyah 3 15 SMA Muhammadiyah 4 16 SMA Muhammadiyah 5 17 SMA Muhammadiyah 6 18 SMA Muhammadiyah 7 19 SMA Budya Wacana 20 SMA PIRI 1 21 SMA PIRI 2 22 SMA Pembangunan 23 SMA Berbudi 24 25 26 27 28
SMA BOPKRI 1 SMA BOPKRI 2 SMA BOPKRI 3 SMA Stella Duce 1 SMA Stella Duce 2
29 SMA Marsudi Luhur 30 SMA Institut Indonesia 31 SMA Bhinneka T. Ika 32 SMA Santo Thomas 33
SMA Ma'arif
Setelah didapati SMA Negeri 3, kemudian dilakukan penelitian
rintisan untuk mengenali keadaan dan jumlah sampel dikerenakan
keterbatasan data. Observasi lapangan dan survei ritisan dilakukan pada
Agustus sampai dengan awal September 2008, untuk mengenali sampel.
Sebelum seseorang dijadikan responden dilakukan pendataan terhadap seluruh
70
siswa SMA Negeri 3 yang sesuai kriteria yaitu, menggunakan mobile phone
Nokia N series dan Nokia E series.
Tabel III.7
Hasil Survei Rintisan SMA Negeri 3 Yogyakarta Sep-08
No Kelas Nama Tipe Lama kepemilikan
1 X.1 Nur Imanina Arisyi N.70 1 tahun 2 Faranisa K N.73 8 bulan 3 Rr. Febri Nur P. N.70 1 tahun 4 X.2 Wisna D N.73 8 bulan 5 Ajeng N .P N.70 6 bulan 6 Kharisah Intan Pratama N.73 1 tahun 7 Faradilla R N.73 2 bulan 8 X.4 Farizan Hanif N.81 1 hari 9 Reza Kusuma Asdhi N.73 6 bulan
10 Suryo Baskoro N.70 1 minggu 11 X.5 Moch.Herendra Devon Aditama N.72 1 tahun 12 Nifty Fath N.70 1,5 bulan 13 Inayah Nur Utami N.73-i 3 bulan 14 X.6 Erlita Putranti N.93 2 tahun 15 Rais N.73 6 bulan 16 X.aksel Ervina Rosmarwati N.95 1,5 tahun 17 Muthia Kusumaningtyas N.93 1,5 tahun 18 Intan Kusumaning Dewi N.70 1,5 tahun 19 Putri Claudya Octaviani N.93 1,5 tahun 20 Styvano Jevon V. N.gage 5 bulan 21 Rio Adhikas N.73-i 2 tahun 22 Leoshandy N.73 2 tahun 23 Y. Diaz Putra P N.81 1,5 tahun 24 XI.IPA 1 Anandhita Ayu T N.95 1 tahun 25 Dita Putri A N.70 1 tahun 26 Ardina Ramania N.95 1 tahun 27 Henri N.gage 2 tahun
28 Wayah Arna N.gage QD 2 tahun
29 XI.IPA 2 Vidyadhanri N.70 1 tahun 30 Gardyas B.A N.70 1 tahun 31 XI.IPA 3 Lariza N.77 I bulan 32 Diza N.70 1 tahun 33 XI.IPA 4 Laksita R.P N.70 1 tahun
71
34 Weni B.A N.73 2 tahun 35 Okta Lieftiani N.70 2 tahun 36 Prayogo Afang P. N.70 3 bulan
37 XII. IPA3 Marissa Asteria C N.95 8 GB 4 bulan
38 Wisnu Yodho N.70 8 bulan 39 M.Abdullah N.82 7 bulan 40 XII. IPA 5 Reza Anggoro Putro N.70 9 bulan 41 Rizal M N.70 7 bulan 42 XII IPS Uma Hapsari N.70 1 tahun 43 Galang Pekerti E.51 3 bulan
Maka, didapati 43 siswa yang menggunakan mobie phone Nokia N
series dan Nokia E series. Jumlah pengguna Nokia N series dan E series yang
terlalu sedikit di SMA Negeri 3 menjadikan tidak dimungkinkannya penarikan
sampel minimal atau proposional dikarenakan jumlahnya terlalau sedikit. Jadi
semuanya dijadikan subjek penelitian dengan memanfaatkan seluruh (sampel
jenuh) siswa/siswi SMA Negeri 3 Kota Yogyakarta yang memiliki Nokia N
series dan E series.
F. Data Yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. data tentang karakteristik psikografis dan demografis remaja
2. data tentang latar belakang 43 siswa SMA Negeri 3 yang menggunakan
Nokia N series dan Nokia E series.
3. data tentang Strategi New Luxury Marketing vendor Nokia yang
menimbulkan perilaku trading up
4. data tentang keterkaitan pola perilaku trading up dengan tingkat benefit
yang dicari konsumen dalam menggunakan Nokia N series dan E series.
72
H. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, maka dalam penelitian dikenal
beberapa metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Survei Rintisan
Survei rintisan dilakukan untuk mengenali keadaan populasi yang akan
diteliti. Dalam survei rintisan ini dilakukan pendataan terhadap seluruh
siswa SMA Negeri 3 yang menggunakan Nokia N series dan Nokia N
series, sehingga didapati 43 orang siswa yang menggunakannya lengkap
dengan data lama kepemilikannya.
2. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Tujuan penyebaran kuesioner adalah mencari informasi yang lengkap
mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila
responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan
dalam pengisisan daftar pertanyaan. Penulis akan menyebarkan kuesioner
kepada remaja yang ada di kota Yogyakarta yaitu: di SMU Negeri 3.
I. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan
atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur (Ronny Kountour, 2003).
Definisi operasional merupakan definisi yang dibuat oleh peneliti itu sendiri
73
dan harus didasarkan atas argument yang dapat diterima dengan akal sehat,
agar orang lain dapat menerima dengan baik definisi tersebut:
1. Karakteristik Psikografis dan Demografis Remaja
Karakteristik psikografis dalam penelitian ini meliputi segmentasi yaitu;
economy-minded (orientasi harga), couch potatoes( penggemar hangout),
outdoors enthuisiasts (petualang), status seekers ( pencari status).
Karakteristik demografis dalam penelitian ini meliputi; usia, jenis kelamin,
uang saku per bulan. Remaja adalah istilah populer untuk sebuah
kelompok demografis yang khas, yaitu remaja berusia 13-18 tahun yang
masih sekolah di SMP atau SMU. Namun, dapat melar menjadi 10-19
tahun , karena sebagian pengamat menyebutnya sebagai teenager. Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek penelitian remaja tahap akhir usia 15 –
19 tahun.
2. Strategi Marketing New Luxury Product Menurut Konsumen
Strategi Marketing New Luxury Product diciptakan untuk menggarap
pasar dan segemen khusus dimana high service menjadi tujuan utama dari
strategi ini. Beberapa hal yang dilakukan antara connecting with your
consumers, show the individual styles, the exlusivity sell, carring,
transform your costumer, versatility and capacity. Dalam penelitian akan
dilihat kecenderungan Strategi Marketing New Luxury Product yang
mampu ditangkap konsumen, menimbulkan pertimbangan emosi dalam
pembelian yang selanjutnya menimbulkan emotional benefit dalam
penggunaan.
74
3. Perilaku Trading up pada Persepsi Remaja
Trading up adalah perilaku pembelian dengan orientasi pertimbangan
emosi. Dimana dalam pembelianya produk konsumen terikat dengan
emotional benefit yang lebih besar dengan tidak mengabaikan functional
benetif suatu produk. Remaja yang sudah menggunakan Nokia N series
dan Nokia E series akan coba diteliti apa yang menjadi pertimbangan dan
orientasi penggunaan. Ada dua pertimbangan yang melatar belakangi
yaitu pertimbangan emosi atau pertimbangan fungsional. Sedangkan,
dalam tahapan penggunaan ada dua orientasi penggunaan atau benefit,
yaitu ; Emotional Benefit dan Functional Benefit.
4. Pertimbangan emosi dan fungsi dalam melakukan trading up
Pertimbangan emosi dalam melakukan Trading up, meliputi; keinginan,
keunggulan dan kelebihan fitur, brand oriented, non- price
sensitive.Pertimbangan fungsi meliputi; kebutuhan, price sensitive,
kemudah mendapatkan, kualitas optimal.
5. Konsep Nilai dan Manfaat Produk (Emotional Benefit dan Functional
Benefit)
Konsep nilai / manfaat produk yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
75
Tabel III.8
Tabel Manfaat / Benefit Dalam Penggunaan Mobilephone
Emotional Benefit Functional benefit
-. Kesetiaan terhadap merek
-.Persepsi baik / kepercayaan
terhadap suatu merek
-. Produk diposisikan sebagai
self image bagi konsumen.
-. Menggunaan koneksi
-. Menggunaan fitur
-. Menambah aplikasi
-. Produk diposisikan
sebagai alat/sarana untuk
menunjang tuntutan.
6. Penggunaan Mobile Phone Nokia N series dan Nokia E series
Dalam meneliti tentang penggunaan mobile phone Nokia N series dan Nokia
E series dapat dilihat intensitas penggunaan fitur dan intensitas penggunaan
mobile content. Intensitas penggunaan fitur Nokia dalam kategori middle end
dan high end Nokia N series dan Nokia E series sudah dilengkapi dengan
fitur – fitur seperti Wifi, GPRS, HSDP, 3G.
J. Teknik Analisis Data
Kuesioner yang disebarkan akan dilakukan tes validitas dan reliabilitas
terlebih dahulu, antara lain;
76
1. Uji Validitas
Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauh mana instrument
(misalnya kuesioner) akan mengukur apa yang ingin diukur. Apakah
benar, alat ukur kita itu dapat mengukur sifat objek yang kita teliti. Dalam
menguji validitas kita mengunakan teknik yang paling mudah.
Teknik ini merujuk pada konsistensi hasil atau pengukuran yang
dilakukan pada waktu berbeda, artinya membandingkan beberapa hasil
pengukuran dari populasi yang sama pada waktu yang berbedaatau oleh
periset yang berlainan. Perbandingan ini dihitung untuk mencari koefisien
korelasinya. Reliabilitas tercapai bila koefisien korelasi antar pengukuran
pertama dan kedua menunjukkan angka positif dan tinggi( +1). Statistik
untuk mengetahui korelasi ini bisa menggunakan rumus product moment
(pearson’s correlation).
Rumus product moment:
r = [ ][ ]∑ ∑∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−2222 )()(
)()(
YYnXXn
YXXYn
di mana:
r = koefisien product moment
n = jumlah individu dalam sample
X = angka mentah pengukuran 1
Y = angka mentah pengukuran 2
77
2. Uji Reliabilitas
Alat ukur disebut reliable bila alat ukur tersebut secara konsisten
memberikan hasil atau jawab yang sama terhadap gejala yang sama walau
digunakan berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur
tersebut stabil, dapat diandalkan, dan tetap/ajeg. Untuk mengetahui
reliabilitas akan dilihat dari Cronbach Alpha yang didapat dari
perhitungan dengan SPSS 12 , apabila > 0,60 maka reliabel.
Alat analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah 1, 2 dan 3
antara lain:
1. Analisis Masalah Pertama
Tabulasi / Statistik deskriptif digunakan sebagai alat analisis
untuk menjawab rumusan masalah pertama untuk mengetahui profil
secara psikografis dan demografis pemilik dan pengguna Nokia N
series dan Nokia E series. Karakteristik psikografis dalam penelitian
ini meliputi segmentasi yaitu; economy-minded (orientasi harga),
couch potatoes (penggemar hangout), outdoors enthuisiasts
(petualang), status seekers ( pencari status). Karakteristik demografis
dalam penelitian ini meliputi; usia, jenis kelamin, uang saku.
Tabulasi sederhana (simple tabulation), meliputi perhitungan
varibel tunggal. Statistik deskriptif juga digunakan untuk
menggambarkan peristiwa perilaku atau objek tertentu, dalam hal ini
78
statistik deskriptif yang digunakan distribusi frekuensi, tendensi
sentral.
a. Distribusi Frekuensi
Kegunaan dari distribusi frekuensi adalah membantu peneliti untuk
mengetahui bagaimana distribusi frekuensi data penelitian.
b. Tendensi Sentral
Bertujuan untuk mendapatkan ciri khas tertentu dalam bentuk
sebuah nilai bilangan yang merupakan ciri khas dari bilangan
tersebut. Ada tiga bentuk tendensi central yang sering digunakan,
yaitu mean, median, modus.
1) Mean
Mean ( nilai rata- rata) adalah nilai tengah dari total bilangan.
Mean diperoleh dari rumus:
M = N
fx∑
2) Modus
Modus merupakan jenis tendensi sentral yang menunjukkan
frekuensi terbesar pada suatu kelompok data nominal tertentu.
Jadi modus merupakan frekuensi yang paling sering muncul.
2. Analisis Masalah Kedua
Analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah 2 ini adalah Spearman Rank Correlation. Dalam rumusan
masalah ini akan dilihat hubungan antara Strategi Marketing New
Luxury menurut persepsi konsumen, dengan perilaku trading up.
79
Kuatnya hubungan tersebut dinamakan rank correlation coefficient,
dinyatakan dengan rumus:
r s (rho) = 1- )1(
6
21
2
−
∑=
nn
dn
ii
Keterangan:
r s = koefisien korelasi Spearman
n = jumlah data
d i = selisih pasangan (rank) ke - i
Langkah – langkah perhitungan:
a. Formulasi Hipotesis
H O : ρ = 0, Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N series
dan E series
H a : ρ ≠ 0, Ada hubungan yang signifikan antara strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N series
dan E series
b. Kriteria pengujian
Pengujian terhadap hipotesis dilakukan melalui pengujian nilai
signifikansi spearman’s rho. Apabila probabilitas > 0,05 maka
80
H 0 diterima, tetapi apabila probabilitas < 0,05 maka H 0 ditolak
atau artinya H a diterima.
Adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
1) Menyusun hipotesis
H O yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N
series dan E series
H A yaitu ada hubungan yang signifikan antara strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N
series dan E series
2) Menentukan daerah keputusan
Untuk menentukan daerah keputusan akan dilihat lewat nilai
sig.data, apabila H 0 diterima bila probabilitas > 0,05 dan Ha
diterima bila probabilitas < 0,05.
a) Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima dan H A ditolak,
yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N
series dan E series
81
b) Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 ditolak dan H A diterima,
yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan strategi
marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N
series dan E series
3. Analisis Masalah Ketiga
Tabulasi silang (cross tabulation), dua atau lebih variabel diperlakukan
secara serempak. Hasil tabulasi akan mengkakulasi statistik ringkasan
dan akan memplot histogram nilai-nilai di samping melaporkan jumlah
kasus dalam masing-masing kategori. Tabulasi silang digunakan
untuk melihat secara deskriptif , ada tidaknya hubungan pola antara
perilaku trading up dengan tingkat benefit / manfaat dalam
penggunaan.
Langkah – langkah perhitungan :
a. Data yang dapat dari masing – masing responden dimasukkan
dalam matrik ( kolom dan baris)
b. Dari empat kolom yang ada dilihat jumlah ditafsirkan untuk
ditempatkan dalam profil yang dominan sampai dengan profil
minor.
c. Berikut adalah kemungkinan hasil sbb :
1) Ada konsumen yang melakukan perilaku pembelian tipe1.
Konsumen ini merasa tidak melakukan trading up atau dapat
82
dikatakan dalam membeli konsumen tipe ini tidak dipengaruhi
pertimbangan secara emosional, konsumen menyadari manfaat
dan fungsi produk yang akan dibelinya. Dalam penggunaanya
konsumen tipe ini melakukan pencapaian atas manfaat lewat
penggunaan secara fungsional. Dicirikan dengan perilaku yang
tidak trading up, dan functional benefit tinggi. Konsumen ini
akan dilihat pada pengolahan data dengan crosstabs, pada baris
pertama.
2) Ada konsumen yang melakukan perilaku pembelian tipe2
Konsumen ini merasa melakukan trading up atau dapat
dikatakan dalam membeli konsumen tipe ini dipengaruhi
pertimbangan secara emosional, konsumen tidak menyadari
manfaat dan fungsi produk yang akan dibelinya, dan dalam
penggunaanya konsumen tipe ini tidak menggunakan fitur atau
fungsi – fungsi yang ada dalam fitur tersebut. Konsumen tipe
ini lebih merespon emotional benefit yang melekat pada produk
tersebut, seperti setia menggunakan, berpersepsi akan
keandalan produk, dan pembentukan self image lewat barang
yang dimiliki . Konsumen ini akan dilihat pada pengolahan
data dengan crosstabs, pada kolom pertama baris kedua.
3) Ada konsumen yang melakukan penggunaan functional benefit
tipe1
83
Konsumen ini menyadari perilaku trading up dalam
melakukan pembelian produk yang dipengaruhi pertimbangan
secara emosional, konsumen memiliki motivasi pembelian
lebih dikarenakan keinginan, brand image produk, keunggulan
dan keandalan produk, sehingga tidak sensitif terhadap harga.
Dalam penggunaanya konsumen tipe ini ternyata menggunakan
fitur atau fungsi – fungsi yang ada dalam fitur tersebut.
Konsumen tipe ini mengalami perubahan atau proses adaptasi
yang dibentuk lewat pengenalan produk baru, sehingga dia
menggunakan dan menikmati functional benefit produk.
Konsumen ini akan dilihat pada pengolahan data dengan
crosstabs, pada kolom pertama
4) Ada konsumen yang melakukan penggunaan emotional benefit
tipe2
Konsumen ini menyadari perilaku trading up dalam
melakukan pembelian produk yang dipengaruhi pertimbangan
secara emosional, konsumen memiliki motivasi pembelian
lebih dikarenakan keinginan, brand image produk, keunggulan
dan keandalan produk, sehingga tidak sensitif terhadap harga.
Dalam penggunaanya konsumen tipe ini ternyata tetap
menggunakan dan menikmati emotional benefit produk.
Konsumen ini menunjukkan dirinya lewat apa yang ia miliki.
Konsumen tipe ini memiliki pola emotional dalam perilaku
84
trading up dengan tingkat benefit yang dicari dalam
menggunakan Konsumen ini akan dilihat pada pengolahan data
dengan crosstabs, pada kolom kedua.
d. Data yang telah ada dijumlahkan, kemudian dikelompokkan dalam
kategori perilaku penggunaan
e. Ditafsirkan pola dominan yang terjadi kaitanya dengan orientasi
faktor pembelian berdasarkan emosi atau fungsi
f. Kalau tidak ada perbedaan frekuensi / keempat ruang kolom dan
baris memiliki frekuensi berarti tidak ada pola yang tercipta
kaitannya dengan pembelian dan penggunaan.
85
BAB IV
GAMBARAN UMUM SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA
A. Sejarah SMA Negeri 3 Yogyakarta
Sejarah SMA Negeri 3 Yogyakarta tidak lepas dari julukan sekaligus
nama besar Padmanaba. Bahkan, khalayak tertentu lebih paham dan terkesan
dengan nama Padmanaba daripada SMA Negeri 3 Yogyakarta. Berdiri tahun
1942, SMA Negeri 3 Yogyakarta menempati bangunan dengan luas 3.600 m 2
di atas lahan seluas 21.640 m 2 , di kawasan Kotabaru. Pada awalnya didirikan
dengan nama AMS (Algemene Middelbare Schol) afdelling B.
Pendidikan yang diselenggarakan waktu itu lebih berorientasi pada
kepentingan pemerintah kolonial. Siswa sekolah ini umumnya adalah anak –
anak bangsawan (elite pribumi) dan anak – anak pegawai pemerintah kolonial.
Perlakuan diskriminatif berkaitan dengan ras dan status sosial, serta
pendidikan yang menekankan aspek disiplin yang ketat serta sikap patuh
terhadap pemerintah kolonial, tak pelak lagi menghasilkan generasi dengan
sikap rendah diri di kalangan bangsa pribumi terhadap bangsa kulit putih, serta
tumbuhnya perasaan pada anak – anak pribumi sebagai warga kelas dua di
tanah air sendiri. Hal demikian mengakibatkan terhambatnya perkembangan
intelektualitas bangsa pribumi. Rupanya ini sengaja dilakukan oleh
pemerintahkolonial waktu itu, agar tetap berkuasa.
Dalam perjalanan waktu yang panjang, anak – anak pribumi alumni
AMS B semakin banyak dan tersebar di seluruh nusantara. Alumni AMS B
86
menyatu bergabung dalam naungan organisasi Keluarga Argabagya, yang
sampai sekarang selalu aktif melakukan pertemuan – pertemuan dan kegiatan,
sebagai aktualisasi kepedulian mereka terhadap dinamika almamater.
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang (Juni 1942), AMS B
diubah menjadi SMT (Sekolah Menengah Tinggi) bagian A dan bagian B.
Pada tanggal 19 September 1942, lahirlah wadah keorganisasian bagi keluarga
besar pelajar yang ada dengan nama Padmanaba. Di Tahun 1942, Bapak R. J.
Katamasi, menugaskan para muridnya untuk menggambar dengan objek
teratai. Lewat beberapa tahap penyempurnaan maka dipakailah teratai merah
(Nelumbium Speciosum) sebagai lambang dari sekolah ini.
Sejak berdiri hingga sekarang SMA Negeri 3 Yogyakarta mengalami
pergantian nama dan kepala sekolah. Setelah tahun 1942, namanya diubah dari
AMS B menjadi SMT Bagian A dan B, pada tahun 1948 nama sekolah ini
diubah menjadi SMA Bagian B. Tahun 1956 bernama SMA III-B. Pada tahun
1964 nama sekolah ini adalah SMA Negeri 3 Yogyakarta. Sejalan dengan
pembaruan pendidikan dan kurikulum, pada tahun 1994, sekolah ini diubah
menjadi SMU Negeri 3 Yogyakarta, dan mulai tahun 2004 kembali bernama
SMA Negeri 3 Yogyakarta, seiring dengan digunakannya Kurikulum SMA
2004.
B. Motto, Visi, Misi, Tujuan, Strategi
1. Motto
Breakhrough for Your Future
87
2. Visi
Mewujudkan sekolah berwawasan global, berbudaya dan berkepribadian
nasional, berbasis teknologi informasi yang mampu menyiapakan generasi
penerus yang memiliki iman, taqwa, budi pekerti luhur, terdidik dan
berkemampuan sebagai kekuatan garda terdepan dalam membangun
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Indikator Pencapaian Visi:
a. Terwujudnya SMA Negeri 3 Yogyakarta senagai sekolah yang
berwawasan global
b. Terwujudnya siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta yang berbudaya dan
berkepribadian nasional
c. Peneglolaan sekolah dan proses pembelajaran yang berbasis teknologi
informasi dan komunikasi
d. Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarat merupakan insan terdidik yang
beriman, bertaqwa, berbudipekerti luhur
e. Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta mempu sebagai kekeuatan gerda
terdepan dalam pembangunan Bangsa dan NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945
3. Misi
a. Memberikan pendidikan dan pengajaran yang terbaik kepada siswa
SMA Negeri 3 Yogyakarat sesuai dengan tujuan pendidikan sekolah
menengah atas dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional
88
b. Memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswa SMA Negeri 3
Yogyakarta untuk menguasai ilmu pengetahuan sebagai dasar untuk
dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, baik nasional maupun
internasional
c. Menumbuhkan siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta sebagai anak
Indonesia yang memiliki imtaq, budi pekerti luhur, jiwa
kepemimpinan, mandiri, berwawasab kebangsaan, saling menghargai
dan menghormati serta hidup berkerukunan dalam kebhinekaan, baik
dalam lingkup lokal nasional maupun internasional.
4. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadaian, imtaq, akhlak
mulia, serta keterampilan berbasis teknologi informasi, dan
kemampuan berkomunikasi peserta didik untuk hidup mendiri dan
mengikuti pendiddikan lebih lanjut baik di tingkat nasional maupun
internasional
b. Tujuan Khusus
1) Mempersiapkan peserta didik agar setelah lulus menjadi manusia
yang memiliki imtaq, berakhlak mulia dan budi pekerti luhur, jiwa
kepemimpinan, mandiri, berwawasan, kebangsaan dan
kemasyarakatan, saling menghargai dan menghormati serta hidup
89
berkerukunan dan kebhinekaan, baik dalam lingkup lokal, nasional
maupun internasional
2) Membekali peserta didik agar memiliki keterampilan berbasis
teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan
diri secara mandiri
3) Menanamkan sikap ulet, gigih, dan spontavitas yang tinggi kepada
peserta didik dalam berkompetensi dan beradaptasi dalam
lingkungan global
4) Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
agar mempu menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas,
berkualitas dan berprestasi dalam bidang akademik, olahraga, dan
seni, dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
5) Memiliki kurikulum, silabus dan sistem penilaian dengan kriteria
ketuntasna minimal ideal dan bertaraf internasional
6) Memiliki standar minimal pelayanan pendidikan yang dilengkapi
dengan jaringan teknologi informasi dan komunikasi secara
internal, lokal, nasional, dan internasional.
Adapun tujuan khusus yang terurai diatas dikelompokan kembali dalam
tujuan dengan orientasi waktu pencapaian, antara lain:
a) Tujuan Jangka Panjang
Pada tahun 2012 / 2013, SMA Negeri 3 Yogyakarta diharapkan
akan mampu:
90
1. Mempertahankan predikat sebagai sekolah ternama dan
berprestasi
2. Rata – rata Nilai Ujian Akhir mencapai angka 8.00 untuk setiap
mata pelajaran
3. Lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri ternama
mencapai 98 persen
4. Memperoleh medali emas dalam olimpiade sains dan komputer
nasional untuk setiap bidang olimpiade dan memperoleh
medali emas di tingkat internasional
5. Karya ilmiah remaja menjadi bagian dari kultur sekolah yang
dominan, dengan indikator menjadi juara pada berbagai lomba
karya ilmiah remaja
6. Memperoleh kejuaraan dalam lomba berbagai bahasa, baik
bahasa daerah nasional dan internasional, khususnya Bahasa
Inggris, Jepang dan Jerman
7. Memperoleh kejuaraan dalam lomba keagamaan di berbagai
tingkat daerah, regional dan nasional
8. Meningkatnya kualitas kehidupan keberagaman dan perilaku
berbudi pekerti luhur bagi seluruh warga sekolah
9. Disiplin seluruh warga sekolah merupakan bagian dari
karakteristik dan kultur sekolah yang dominan
10. Meningkatnya mutu pelaksanan pelayanan pendidikan kelas
internasional
91
b) Tujuan Jangka Menengah
Pada tahun ajaran 2010 / 2011 SMA Negeri 3 Yogyakarta
diharapkan mampu:
1. Mencapai rata – rata Nilai Ujian Akhir Nasional 74,76 untuk
program IPA dan 76,51 untuk program IPS
2. Lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri ternama
meningkat dari 94,60 persen pada tahun 2007 – 2008 menjadi
95 persen pada tahun 2008 – 2009, 95,50 persen pada tahun
2009 -2010 dan 96,00 pada tahun 2010 – 2011
3. Meningkatnya perolehan medali dalam olimpiade sains tingkat
nasional maupun internasional untuk semua bidang olimpiade,
dengan sedikitnya 3 medali emas
4. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba karya ilmiah
remaja tingkat nasioana
5. Memperoleh kejuaraaan dalam berbagai lomba bahasa tingkat
nasional
6. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba olahraga dan
seni tingkat nasional
7. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba keagamaan
tingkat nasional
8. Mampu mewujudkan jiwa kepemimpinan dalam berorganisasi
9. Meningkatnya kualitas kehidupan keberagamaan dan perilaku
berbudi pekerti luhur bagi seluruh warga sekolah
92
10. Meningkatnya kedisiplinan seluruh warga sekolah
11. Membuka pelayanan pendidikan untuk kelas internasional
c) Sasaran / Tujuan Jangka Pendek Tahun 2008 / 2009
Tujuan jangka pendek yang diharapkan dapat dicapai pada tahun
pelajaran 2008/2009 adalah:
1. Rata – rata Nilai Ujian Akhir Nasional pada tahun pelajaran
dapat mencapai nilai rata – rata 73,76 untuk program IPA dan
75,51 untuk program IPS
2. Lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri ternama baik
melalui jalur Ujian Masuk maupun SPMB mencapai 95,00
3. Memperoleh medali dalam olimpiade sains tingkat nasional
maupun internasional untuk semua bidang olimpiade, dengan
sedikitnya 3 medali emas
4. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba karya ilmiah
remaja tingkat nasioanl
5. Memperoleh kejuaraaan dalam berbagai lomba bahasa tingkat
nasional
6. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba olahraga dan
seni tingkat nasional
7. Memperoleh kejuaraan dalam berbagai lomba keagamaan
tingkat nasional
8. Meningkatkan kreativitas siswa dalam berbagai kegiatan
93
9. Kualitas kehidupan beragaman dan perilaku berbudi luhur
meningkat
10. Kedisiplinan seluruh warga sekolah meningkat
11. Memenuhi pagu sebagai SMA Bertaraf Internasional (SBI)
5. Strategi
Memperhatikan motto, visi, misi, tujuan umum, tujuan khusus serta
analisis keadaan dan potensi sekolah SMA Negeri 3 Yogyakarta
melaksanakan strategi sebagai berikut:
a. Menambah jam pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan mata pelajaran
yang menjadi ciri khas program studi dari yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi
b. Memampatkan pelaksanaan mata pelajaran tertentu ( Bahasa Asing,
Pendidikan Seni, dan Muatan Lokal) sehingga selesai pada kelas XI
dan tidak lagi diajarkan pada kelas XII
c. Intensifikasi program remidial
d. Melaksanakan Program Pengayaan Intensif (PPI)
e. Melaksanaan Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi
f. Melaksanakan Latihan Dasar Metodologi Ilmiah (LDMI)
g. Melaksanakan Praktek Laboratorium dengan jam khusus (IPA)
94
h. Melaksanakan Kegiatan ekstrakurikuler sebagai media pengembangan
diri
i. Melaksanakan Field Study ( Studi Lapangan )
j. Melaksanakan Outbond dan pengembangan kepribadian
k. Mengefektifkan PBM dengan metode dan media pembelajaran yang
variatif
l. Berpartisispasi aktif dalam berbagai kegiatan lomba, baik lokal,
nasional maupun internasional
m. Mengembangkan kemampuan percakapan Bahasa Inggris di Kelas X
melalui English Conversation dengan jam khusus dan melibatkan
native speaker
n. Kegiatan pembelajaran menggunakan bahasa inggris dan bahasa
indonesia
o. Peningkatan kompetensi guru melalui lokakarya, diklat, dan studi
banding
p. Melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran sesuai perkembangan
zaman sehingga memungkinkan terlaksananya pembelajaraan yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi
q. Menjalin hubungan dan kerjasama denga lembaga – lembaga dan
sumber belajar di tingkat lokal, nasional, dan internasional
r. Melaksanakan Uji Coba Ujian Nasional, Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Negeri dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
95
s. Melaksanakan Konsultasi Siswa (Konsi) untuk memilih Program Studi
ke Perguruan Tinggi
t. Program Bimbingan Olimpiade Sains, komputer, dan akuntansi
u. Mengembangkan Klinik Mata Pelajaran
v. Menyelenggarakan science expo
C. Program Pembelajaran
1. Intrakulikuler
a. Program Reguler ( Rintisan SMA Bertaraf Internasional)
Program reguler merupakan program pendidikan SMA yang
dapat diselesaikan paling cepat dalam waktu tiga tahun. Mulai tahun
pelajaran 2006 – 2007, semua kelas X merupakan Kelas Rintisan SMA
Bertaraf Internasional (SBI).
Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum SMA Negeri 3
Yogyakarta Tahun 2007 yang merupakan Kurikulum Nasional
( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan diadaptasikan dengan
Kurikulum Standard Internasional dari Cambridge University, dengan
pengembangan menurut subjek ( mata pelajaran).
Sesuai dengan SDIP ( School Development and Investment
Plan) atau Rencana Induk Pengembangan Sekolah ( RIPS) SMA
Negeri 3 Tahun 2006 – 2012, pada tahun pelajaran 2006 – 2007
matapelajaran yang merupakan Rintisan SBI adalah MIPA
(Matematika, Fisika, Kimia, Biologi), dan Bahasa Inggris, ditambah
96
mapel IPS (Ekonomi) pada tahun pelajaran 2007 – 2008,
matapelajaran umum pada tahun pelajaran 2008 – 2009, pendidikan
seni pada tahun pelajaran 2009 – 2010, pendidikan olah raga, jasmani
dan kesehatan pada tahun pelajaran 2010 – 2011. Pada tahun pelajaran
2011 – 2012 diharapkan SMA negeri 3 Yogyakarta telah menjadi
SMA Bertaraf Internasional.
Sejak tanggal 13 Juli 2007, SMA Negeri 3 Yogyakarta
memperoleh sertifikat sebagai Cambridge Internasional Centre dengan
Centre Number 1265C.
Dalam rangka peningkatan mutu Program Rintisasan SBI,
pada tahun pelajaran 2007 – 2008 dibuka layanan kelas program ICT
MSN (Information and Communication Tecnology Model School
Network)
b. Program Akselerasi / Program Percepatan Belajar
Program akselerasi adalah program yang dipersiapkan bagi
siswa yang berbakat akademik luar biasa untuk menyelesaikan
program pendidikan SMA lebih cepat, yakni dalam dua tahun. Latar
belakang program akselerasi adalah pemikiran bahwa siswa yang
memiliki bekat akademik luar biasa pada dasaranya dapat menguassai
pelejaran lebig cepat. Agar bakat dan keistimewaan tersebut dapat
terakomodasi dengan baik, sekolah memberikan layanan program
akselerasi, sejak tahun pelajaran 2001 – 2002. Mulai tahun pelajaran
97
2006 – 2007 program akselerasi di SMA Negeri 3 Yogyakarta adlah
Program Akselerasi Rintisan SBI.
Struktur Program Kurikulum
Pada tahun pelajaran 2006 – 2007, sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 24 Tahun 2006,
SMA Negeri 3 Yogyakarta menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), dan pada tahun 2007 telah tersusun Kurikulum
SMA Negeri 3 Yogyakarta.
Moving Class
Mulai tahun pelajaran 2005 / 2006 pembelajaran dilaksanakan dengan
moving class ( Subject – Based Class Room). Pelaksanaan moving
class di samping salah satu inovasi pembelajaran, juga merupakan
pagu Rintisan SBI Yang telah ditetapkan Depdiknas.
2. Extrakulikuler
Kegiatan ekstrakulikuler merupakan wahana bagi siswa untuk
mengembangkan bakat, meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual.
Kegiatan ekstrakulikuler terdiri atas program wajib dan pilihan, setiap
siswa paling banyak mengambil dua kegiatan ekstrakurikuler.
a. Program Wajib
Kelas X : Pendididkan Pramuka
98
b. Program Pilihan
Pada tahun pelajaran 2007 /2008, sekolah menyediakan 16 program
ekstrakulikuler pilihan, yakni: Ambalan, Majalah Prograsif,
Aeromodeling, Bulutangkis, Basket, Sepakbola, Teater Jubah Macan,
KIRPAD/ Kelompok Ilmiah Remaja, Padmanaba Junior Rescue
Club/PMR, Perisai Diri, Pleton Inti/Bhayangkara Padmanaba, Pencinta
Alam, Paduan Suara Padmanaba, ALCOB, Valley Ball, Robotika,
Ninjutsu, dan Debat Bahasa Inggris. Sehingga, total memiliki 18
ekstrakulikuler.
D. Kegiataan Siswa
Salah satu daya tarik SMA Negeri 3 Yogyakarta adalah kegiatan para
siswanya, dari sekian ragam alasan para siswa melenjutkan pilihan
melanjutkan pendidikan di SMA N3 Yogyakarta adalah karena kegiatan para
siswanya. Dengan kegiatan siswanya yang begitu banyak, denyut kehidupan
SMA N 3 Yogyakarta terasa sampai sore, bahkan malam hari, termasuk hari –
hari libur. Kegiatan yang bermacam – macam untuk mendukung upaya
pengembangan diri siswa, terutama pengembangan kecerdasan spiritual,
emosional dan kretifitas.
Ikatan yang sangat kuat dengan almamater (ibu asuh) yang dirasakan
oleh sisiwa kelak apabila telah lulus, antara lain juga bersumber dari berbagai
kegiatan siswa. Seperti halnya sekolah lain, kegiatan siwa di sekolah ini
99
diwadahi dalam satuan organisasi siswa yaitu OSIS. Jenis kegiatan siswa
SMA N3 Yogyakarta antara lain:
1. Seksi Kerohanian Islam (SKI) Al Khawarizmi
2. Keluarga Pelajar Katolik (KPK)
3. Persekutuan Siswa Kristen Protestan (PSKP)
4. Kelompok Ilmiah Remaja PADMANABA (KIRPAD)
5. Pekan Pengenalan dan Latihan Baris Berbaris (PPLB) bagi kelas X
6. Pleton Inti/ Bhayangkara Padmanaba (BHAPAD)
7. Padmanaba Hiking Club (PHC)
8. Padmanaba Junior Rescue Club ( PJRC)
9. Majalah Progresif
10. Paduan Suara Padmanaba (PASPAD)
11. Teater Padmanaba (Jubah Macan)
12. Pekan Peringatan Hari Padmanaba (PPHP) yang ke 66 tahun 2008
100
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pengujian instrumen, data karakteristik responden,
analisis kualitatif, dan analisis kuantitatif. Analisis data merupakan pengolahan
data berdasarkan jawaban responden dalam kuesioner. Pada awal pengujian
dilakukan uji validitas dan reabilitas, analisis deskriptif, uji signifikansi, analisis
korelasi Spearman rank dan crosstabulation. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak (software) SPSS 12.0 for Windows.
A. Pengujian Instrumen
Dalam penelitian ini, pengujian instrumen dilakukan terhadap 43 orang
responden, yang menggunakan Nokia middle end dalam penelitian ini dibatasi
pada pengguna Nokia N series dan Nokia E series. Kuesioner dikumpulkan
dari penelitian yang telah peneliti lakukan pada bulan Desember 2008, di
SMA Negeri3 Kota Yogyakarta. Data diperoleh dari 43 orang responden yang
telah ditentukan lebih awal lewat survei rintisan, yang akan digunakan semua
dalam penelitia dan analisis data.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor
masing – masing butir pertanyaan dengan skor total. Skor total adalah
penjumlahan dari keseluruhan item. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan teknik korelasi pearson product moment, dengan bantuan
101
program komputer SPSS versi 12.0. Langkah untuk menguji validitas butir
kuesioner tersebut sebagai berikut : menentukan nilai r tabel , untuk db = n-2
(n adalah jumlah kasus/ sampel). Dalam pengujian ini, jumlah kasus.
sample yang digunakan ada 43 responden. Jadi, db = 43-2 = 41 dan pada
α = 5% didapat angka 0,308 (Prayitno, 2008). Nilai r hitung dapat dilihat
dari Corrected Item Total Correlation untuk setiap butir pertanyaan pada
setiap variabel. Bila r hitung positif dan r hitung > r tabel , maka butir
pertanyaan valid. Sedangkan bila r hitung < r tabel , maka butir pertanyaan
tersebut tidak valid.
Tabel V.1 Hasil Pengujian Validitas
Variabel : Perilaku pembelian trading up (TU)
No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan
Y.1 0,804 0,308 Valid
Y.2 0,681 0,308 Valid
Y.3 0,746 0,308 Valid
Y.4 0,778 0,308 Valid
Y.5 0,767 0,308 Valid
Y.6 0,452 0,308 Valid
Y.7 0,526 0,308 Valid
Y.8 0,490 0,308 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2009
102
Variabel : Strategi marketing new luxury (SML)
No. Butir r hitung r tabel Kesimpulan
X.1 0,394 0,308 Valid
X.2 0,551 0,308 Valid
X.3 0,388 0,308 Valid
X.4 0,199 0,308 Tidak Valid
X.5 0,379 0,308 Valid
X.6 0,474 0,308 Valid
X.7 0,737 0,308 Valid
X.8 0,525 0,308 Valid
X.9 0,707 0,308 Valid
X.10 0,689 0,308 Valid
X.11 0,627 0,308 Valid
X.12 0,642 0,308 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2009
103
Variabel : Tingkat benefit / manfaat
Butir r hitung r tabel Kesimpulan
Benefit 1 0,557 0,308 Valid
Benefit 2 0,732 0,308 Valid
Benefit 3 0,723 0,308 Valid
Benefit 4 0,637 0,308 Valid
Benefit 5 0,448 0,308 Valid
Benefit 6 0,462 0,308 Valid
Benefit 7 0,522 0,308 Valid
Benefit 8 0,409 0,308 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2009
Pada output di atas dapat dilihat bahwa nilai Corrected Item Total
Correlation (r hitung ) untuk semua butir pertanyaan mempunyai nilai
r hitung > r tabel , maka butir pertanyaan dinyatakan valid atau layak
digunakan dalam kuesioner, karena mampu mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh pertanyaan dalam kuesioner tersebut. Pada uji validitas
variabel X, ada 1 butir pertanyaan tidak valid. Maka, dibuang dan uji
selanjutnya (regrasi sederhana)hanya akan digunakan terhadap butir –
butir yang valid saja.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengukur sejauh mana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, dengan melihat
nilai Cronbach’s Alpha pada setiap variabel, apabila nilai Cronbach’s
104
Alpha masing – masing variabel > 0,60, maka butir-butir pertanyaan
tersebut dinyatakan reliabel.
Tabel V.2 Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel Cronbach’s
Alpha
Kesimpulan
Perilaku Pembelian Trading Up
(Y)
0,790 Reliabel
Stategi Marketing New Luxury
(X)
0,768 Reliabel
Tingkat Benefit / Manfaat 0,636 Reliabel
Sumber: Data primer diolah, 2009
B. Analisis Deskriptif Karakteristik Psikografis dan Demografis
Karakteristik psikografis responden dalam penelitian ini dilihat dari
beberapa hal yaitu; sikap khas segmen, sedangkan karakteristik demografis
dilihat dari usia, jenis kelamin, dan uang saku per bulan.
1. Responden berdasarkan Psikografis
Berdasarkan psikografis, responden pengguna Nokia N series dan
Nokia E series dibagi menjadi 4 kelompok meliputi segmentasi yaitu;
economy-minded (orientasi harga), couch potatoes (penggemar hangout),
outdoors enthuisiasts (petualang), status seekers (pencari status). Dari
pengisian kuesioner oleh 43 responden yang telah ditentukan lewat
penelitian rintisan, didapat responden dengan karakteristik psikografis
sebagai berikut:
105
Tabel V.3
Karakteristik Psikografis Responden
Psikografis Banyaknya Persen
Tidak memilih 1 2,3%
Economy-minded (orientasi harga) 1 2,3%
Potatoes ( penggemar hangout) 20 46,5%
Outdoors enthuisiasts (petualang) 21 48,8%
Status seekers ( pencari status) 0 0%
Jumlah 43 100%
Sumber: Data primer diolah, 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden Nokia N
series dan Nokia E series adalah 48,8% responden atau 21 orang outdoors
enthuisiasts (petualang), 46,5% responden atau 20 orang potatoes
(penggemar hangout), 2,3% atau 1 orang economy-minded (orientasi
harga), dan 2,3% lainya atau 1 orang tidak memberikan jawaban.
Mayoritas pemilik Nokia N series dan Nokia E series adalah outdoors
enthuisiasts (petualang) dan potatoes (penggemar hangout). Bagi
outdoors enthuisiasts atau petualang dengan memilih Nokia N series dan
E series membantu mengekspor diri lewat aplikasi yang memungkinkan,
sedangkan bagi potatoes atau penggemar hangout dengan memilih Nokia
N series dan E series merupakan suatu kebanggan tersendiri memiliki
barang yang sedang trend.
106
Dengan mengenali dua kelompok psikografis yang cukup besar
dari segmen ini dapat menjadi sebuah arahan bagi perusahaan untuk
menentukan strategi untuk memenangkan segmen ini. Bila melihat 46,5%
dar segmen ini adalah penggemar hangout / potatoes yang memiliki
karakteristik ingin mengikuti trend, serta kecenderungan berkelompok
dengan teman – teman sebaya, dapat dimanfaatkan perusahaan.
Perusahaan dapat menambahkan fitur – fitur yang mampu memfasilitasi
kebutuhan mereka, misalnya: aplikasi game yang dapat dinikmati dengan
bermain bersama lewat mobile phone masing – masing via bluetooht.
Selain fitur games mungkin aliansi promosi, dengan industri musik atau
film dapat dilakukan, seperti yang dilakukan oleh pesaing terdekat Nokia
yaitu Sony Ericsson. Namun, dapat dibuat sedikit berbeda dengan
memberikan fasilitas khusus bagi pengguna Nokia N series dan E series,
seperti kemudahan mengikuti kegiatan yang event musik atau film.
Kelompok psikografis outdoors enthuisiasts / petualang juga harus
mendapat perhatian dari perusahaan, kelompok psikografis ini menguasai
48,8% segmen ini. Ciri psikografis outdoors enthuisiasts/ petualang
yang ingin tahu hal – hal terbaru tentang teknologi, dan memiliki rasa
ingin tahu yang besar dapat dimanfaaatkan oleh perusahaan dengan
mengeluarkan produk yang memiliki terknologi terkini. Segmen ini
memang menjadi karakteristik kaum muda yang suka mencoba hal baru,
dan ini menjadi tantangan keras baru perusahaan untuk memenangkan
segmen psikografis seperti ini.
107
Konsumen dengan karakteristik psikografis seperti ini memiliki
dua sisi, yang pertama dapat menguntungkan bagi perusahaan apabila
perusahaan mampu memfasilitasi kebutuhan rasa ingin tahu mereka lewat
fitur atau produk terbaru, tetapi akan menjadi bumerang saat perusahaan
pesaing mampu memberikan sesuatu ”tantangan” yang baru bagi
konsumen tipe ini. Konsumen tipe ini memang sangat emotional dalam
melakukan pembelian produk yang diinginkan sesuai dengan orientasi
kebutuhan yang ingin dicapai, tapi konsumen ini bukanlah konsumen yang
loyal pada merek tetapi pada karena kebutuhan akan teknologi dan rasa
ingin tahu yang besar yang ingin dicari. Maka, kalau Nokia tidak cermat
melayani konsumen tipe ini dengan segmentasi produknya maka pesaing
mampu merebutnya, dan dari penelitian ini konsumen tipe ini ada 48,8%,
tentu bukan angka yang dapat diremehkan.
2. Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, responden mobile phone ini terdiri dari
remaja laki- laki dan perempuan. Dari pengisian 43 kuesioner yang telah
ditentukan dari awal. Gender sebenarnya (sex / jenis kelamin) sudah tidak
akurat lagi untuk membedakan konsumen berdasarkan perilaku dalam
konsumsi kategori produk, mengingat makin banyaknya peran yang telah
bertukar antara pria dan wanita (Kanuk,Consumer Behavior, 2004).
Gambaran tentang demografis dalam hal ini, jenis kelamin
konsumen tetap disajikan untuk memberikan gambaran tentang responden.
108
Tabel V.4.
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Banyaknya Persen
Pria 14 32,6%
Wanita 29 67,4%
Jumlah 43 100%
Sumber: Data primer diolah, 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden mobile
phone 32,6% atau 14 orang laki – laki, dan 67,6% atau 29 orang wanita.
Nokia N series dan E seris lebih banyak dimiliki oleh perempuan pasti
memiliki alasan khusus. Desain, tampilan yang feminim, ditambah dengan
keypad yang kecil membuat kaum wanita tidak mengalami kesulitan
dalam menggunakannya. Hal ini lah yang mempengaruhi kaum wanita
untuk memiliki mobile phone tipe ini.
Tabel V.5.
Kondisi Psikografis Responden menurut Jenis Kelamin
Gender * Psikografis Crosstabulation
Count
0 1 5 8 141 0 15 13 291 1 20 21 43
LP
Gender
Total
0 1 2 3Psikografis
Total
Sumber: Data primer diolah, 2009
109
Dari data diatas dapat dilihat kondisi psikografis responden
menurut jenis kelamin. Dari 29 wanita, 1 orang tidak memilih, 15 orang
potatoes, 13 orang outdoors entuisiasts. Dapat dilihat bahwa kaum wanita
cenderung memiliki karakteristik potatoes atau penggemar hangout. Dari
14 wanita, 1 orang economy minded, 5 orang potatoes, 8 orang outdoors
entuisiasts. Dapat dilihat bahwa kaum pria cenderung memiliki
karakteristik outdoors entuisiasts atau petualang. Kecenderungan ini,
dimana wanita lebih senang hangout dengan teman – teman dan pria yang
memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga lebih cenderung bertualang
merupakan karakteristik psikologis pria dan wanita ( Bab II, hal 37).
Sebuah tampilan, desain, serta bentuk fisik lain mampu
mempengaruhi konsumen dengan karekteristik segmentasi tertentu dalam
memilih sebuah produk. Maka, perusahaan tidak dapat memutuskan
sebuah kebijakan operasional perusahaan hanya berdasarkan satu
pendekatan segmentasi saja, dimana perusahaan harus sangat spesifik
bermain pada segmen tertentu sehingga hasil yang diharapkan optimal.
3. Responden berdasarkan Uang Saku
Berdasarkan uang saku responden mobile phone,sangat bervariasi.
Dalam hal ini uang saku responden diartikan sebagai uang yang mereka
miliki dari pemberian orang tua/ wali di luar kebutuhan pokok mereka.
Membahas tentang uang saku yang konsumen miliki dalam hal ini remaja,
tentunya tidak dapat dikaikan dengan sensitifitas secara langsung terhadap
110
pembelian produk, tetapi kepada penggunaan uang saku tesebut untuk
kebutuhan penunjang. Dari pengisian kuesioner oleh 43 responden yang
telah ditentukan dari awal lewat penelitian rintisan. Maka data tentang
uang saku responden dapat dilihat lewat tabel berikut
Tabel V.6.
Uang Saku Responden
Uang Saku Banyaknya Persen
≤ Rp 100.000 3 7%
Rp 101.000 - Rp 300.000 23 53,5%
Rp 301.000 - Rp 500.000 12 28%
Rp 501.000 - Rp 700.000 2 4,6%
Rp 701.000 - Rp 900.000 2 4,6%
≥Rp 901.000 1 2,3%
Jumlah 43 100%
Sumber: Data primer diolah, 2009
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat uang saku yang mereka
miliki mulai dari ≤ Rp 100.000,- sampai ≥Rp 901.000,-. Dari banyaknya
variasi uang saku pada responden, paling banyak responden memiliki uang
saku antara Rp 101.000 sampai Rp 300.000 dan rata – rata uang saku
responden sekitar Rp 343.000,-
Dengan kisaran uang saku antara Rp 101.000 sampai Rp 300.000 atau rata
– rata sekitar Rp 343.000,- dapat dimanfaatkan pihak ketiga yaitu
penyedia asesoris, untuk merangsang sebuah kebutuhan kebutuhan.
Dengan daya beli yang cukup baik dengan uang saku mereka, tentunya
111
pihak ketiga dapat melihat hal ini sebagai peluang, dengan menyadikan
asesoris fisik maupun aplikasi aplikasi fitur yang disesuaikan dengan
dunia remaja yang sangat up to date, populer, bertualang, dan rasa ingin
tahu akan hal baru.
Tabel V.7
Kondisi Psikografis Responden Menurut Rata – Rata Uang Saku yang Dimiliki
Psikografis Uang saku Relasi penggunaan rata -rata uang saku dengan
psikografis konsumen
0 Rp 150,000.00 1 Rp 1,000,000.00 2 Rp 200,000.00 Rp 341,750.00 2 Rp 800,000.00 Rata - rata penggunaan uang 2 Rp 360,000.00 saku oleh konsumen dgn 2 Rp 400,000.00 karakteristik psikografis 2 Rp 150,000.00 potatoes atau penggemar 2 Rp 75,000.00 hangout 2 Rp 300,000.00 2 Rp 400,000.00 2 Rp 300,000.00 2 Rp 200,000.00 2 Rp 200,000.00 2 Rp 400,000.00 2 Rp 300,000.00 2 Rp 300,000.00 2 Rp 600,000.00 2 Rp 250,000.00 2 Rp 300,000.00 2 Rp 500,000.00 2 Rp 600,000.00 2 Rp 200,000.00 3 Rp 300,000.00 Rp 322,857.14 3 Rp 70,000.00 Rata - rata penggunaan uang 3 Rp 300,000.00 saku oleh konsumen dgn 3 Rp 500,000.00 karakteristik psikografis 3 Rp 300,000.00 outdoors enthuisiasts atau 3 Rp 400,000.00 petualang 3 Rp 300,000.00 3 Rp 200,000.00 3 Rp 200,000.00 3 Rp 200,000.00 3 Rp 200,000.00 3 Rp 150,000.00 3 Rp 500,000.00
112
3 Rp 260,000.00 3 Rp 200,000.00 3 Rp 400,000.00 3 Rp 500,000.00 3 Rp 400,000.00 3 Rp 100,000.00 3 Rp 500,000.00 3 Rp 800,000.00
Sumber: Data primer diolah, 2009
Dari data diatas dapat dilihat kondisi psikografis responden
menurut rata – rata uang saku yang dimiliki. Konsumen dengan
karakteristik psikografis potatoes atau penggemar hangout, rata – rata
memiliki uang saku Rp 341.750,00 sedangkan outdoors entuisiasts atau
petualang memiliki uang saku Rp 322.857,14.
Uang saku yang lebih besar pada konsumen dengan kondisi
psikografis penggemar hangout, dapat dijadikan peluang untuk melihat
dan menciptakan sebuah kebutuhan bagi konsumen. Konsumen potatoes
yang menggemari hangout dan mengikuti tren, dapat dijadikan pasar
potensial dengan mengidentifikasi kebutuhaan yang tercipta mengkuti
sikap kekhasan segmen ini.
4. Responden berdasarkan Kepemilkan Mobile phone Sebelumnya
Latar belakang kepemilikan mobile phone sebelumnya cukup
penting diketahui, hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran mobile
phone dari vendor mana saja yang dipakai konsumen. Dengan mengetahui
vendor yang paling banyak dibeli konsumen dapat dilihat bahwa
pengalaman masa lalu mereka terhadap penggunaan produk mampu
mempengaruhi pembelian berikutnya. Berdasarkan kepemilikan mobile
113
phone sebelumnya, ada beberapa merek yang mereka sebutkan antara lain:
Motorola, Nokia, Samsung, Sony Ericsson. Dari pengisian kuesioner oleh
43 responden yang telah ditentukan dari awal lewat penelitian rintisan.
Maka data tentang kepemilikan mobile phone sebelumnya dapat dilihat
lewat tabel berikut:
Tabel V.8.
Kepemilikan Mobilephone Sebelumnya
Merek Mobilephone Sebelumnya Banyaknya Persen
Motorola 3 6,9%
Nokia 30 69,8%
Samsung 1 2,3%
Sony Ericsson 8 18,7%
Tidak Menjawab 1 2,3%
Jumlah 43 100%
Sumber: Data primer diolah, 2009
Berdasarkan kepemilikan mobile phone sebelumnya dapat dilihat
bahwa responden 69,8% atau 30 orang sebelumnya memakai Nokia,
18,7% atau 8 orang memakai Sony Ericsson, 6,9% atau 3 orang memakai
Motorola, dan 2,3 % atau 1 orang memakai Samsung.
Data kepemilikan mobile phone sebelumnya yang didapat memang
dapat diartikan, yaitu banyaknya konsumen perusahaan pesaing yang
pindah dan sekarang menggunakan produk Nokia. Penjelasan tentang hal
ini dapat didekati lewat alasan mereka dalam memilih Nokia sebagai
114
mobile phone mereka saat ini. Lewat pendekatan psikografis, ada dua
jawaban yang cukup dominan. Pertama, konsumen setuju bahwa produk
Nokia N series dan E series itu merupakan produk yang menjadi ”trend”,
sehingga dijadikan sebagai lifestye dengan memilikinya. Kedua, konsumen
merasa fitur yang ditawarkan Nokia N series dan E series membantu
mengeksplor diri lewat fitur – fitur yang ada.
Tabel V.9.
Kondisi Psikografis Responden Menurut Merek Yang Dibeli Sebelumnya
Count mereksebelum Total
Psikografis - Motorola Nokia Samsung SE Tidak memilih 0 0 1 0 0 1 Economy minded 0 0 0 0 1 1 Potatoes 0 2 16 0 2 20 Outdoors Enthusiasts 1 1 13 1 5 21
total 1 3 30 1 8 43 Sumber: Data primer diolah, 2009
Dari data diatas dapat dilihat pula bahwa konsumen dengan
karakteristik psikografis penggemar hangout / potatoes, lebih setia dengan
Nokia, dibandingakan outdoors enthuisiasts / petualang yang memiliki
pola penyebaran kepemilikan mobile phone sebelumnya lebih merata pada
semua merek mobile phone.
Tabel V.10.
Kondisi Demografis (Jenis Kelamin) Menurut Merek yang Dibeli Sebelumnya
Count
1 1 8 0 4 140 2 22 1 4 291 3 30 1 8 43
LP
Gender
Total
- Motorola Nokia Samsung SEMereksebelumnya
Total
115
Dapat ditambahakan dengan mengidentifikasi relasi antara jenis
kelamin dengan latar belakang kepemilikan merek mobile phone
sebelumnya dengan crosstab. Bahwa konsumen sebagian besar adalah
konsumen setia Nokia, yang terdiri dari 14 orang pria dan 29 wanita.
Dengan presentasi wanita yang lebih besar dalam sampel, dan diiringi
dengan banyaknya wanita yang lebih setia pada merek maka mengelola
konsumen wanita dengan mengidentifikasi segala kebutuhannya akan
sangat menarik.
Maka, dalam mengenali tentang karakteristik responden kita tidak
dapat hanya melihat lewat satu pendekatan segmentasi saja, tetapi harus
mampu mencermati kacenderungan konsumen yang terjadi dalam
beberapa segmentasi yang digunakan untuk penyusunan strategi
marketing.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat hubungan antara Strategi
Marketing New Luxury dengan perilaku pembelian trading up, menggunakan
korelasi Spearman rank.
Sig.( 2- tailed) = 0,004
Pengujian hipotesis untuk melihat signifikannya hubungan antara
strategi marketing new luxury menurut konsumen dengan perilaku trading up.
Nilai sig.2-tailed untuk korelasi variabel strategi marketing new luxury didapat
angka probabilitas 0,004. Signifikansi (2-tailed) 0,004 artinya dari 1000
116
tingkat pengujian ulang 4 yang mengalami kesalahan, sedangnya 996 diyakini
benar
1. Uji Signifikansi Angka Korelasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan
antara strategi marketing new luxury dengan perilaku trading up dalam
pembelian mobile phone pada situasi tertentu, adalah sebagai berikut :
a. Hubungan antara strategi marketing new luxury terhadap perilaku
trading up
1) Hipotesis
H O : Tidak ada hubungan antara strategi marketing new luxury
menurut persepsi konsumen dengan perilaku trading up di
kalangan remaja pengguna Nokia N series dan E series.
H a : Ada hubungan antara strategi marketing new luxury
menurut persepsi konsumen dengan perilaku trading up di
kalangan remaja pengguna Nokia N series dan E series.
2) Memutuskan menerima atau menolak hipotesis
Nilai sig.2-tailed untuk korelasi variabel strategi marketing new
luxury didapat angka probabilitas 0,004. Signifikansi (2-tailed)
0,004 artinya dari 1000 tingkat pengujian ulang 4 yang mengalami
kesalahan, sedangnya 996 diyakini benar. Maka, H 0 ditolak dan
H A diterima, yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan
antara strategi marketing new luxury menurut persepsi konsumen
117
dengan perilaku trading up di kalangan remaja pengguna Nokia N
series dan E series
D. Pembahasan Korelasi Spearman Rank
Dalam penelitian ini analisis korelasi Spearman rank dilakukan pada
mobilephone Nokia N series dan E series. Dengan kata lain, Nokia N series
dan E series dianggap sebagai definisi operasinal untuk subjek penelitian yaitu
mobile phone untuk segmen middle end. Hasil pengolahan data
memperlihatkan correlation coefficient strategi marketing new luxury dengan
perilaku trading up sebesar 0,430.
Tabel V.11
Nonparametric Correlations Correlations
SML PerilakuTrad.U
P Spearman's rho
SML Correlation Coefficient 1.000 .430(**)
Sig. (2-tailed) . .004 N 43 43
PerilakuTrad.UP Correlation Coefficient .430(**) 1.000 Sig. (2-tailed) .004 . N 43 43
118
Persamaan tersebut berarti :
1. Koefisien korelasi antara strategi marketing new luxury dengan perilaku
trading up sebesar + 0,430, artinya lemahnya korelasi antara strategi
marketing new luxury dengan perilaku trading up (dibawah 0,5).
2. Pada uji hipotesis masalah kedua ini, Nilai sig.2-tailed untuk korelasi
variabel strategi marketing new luxury didapat angka probabilitas 0,004.
Maka, H 0 ditolak dan H A diterima, yang berarti bahwa ada hubungan yang
signifikan antara strategi marketing new luxury menurut persepsi
konsumen dengan perilaku trading up di kalangan remaja pemilik Nokia
N series dan E series di SMU Negeri 3 Yogyakarta. Hubungan yang
terjadi adalah hubungan positif artinya semakin yakin konsumen akan
strategi marketing new luxury semakin cenderung berperilaku trading up,
meskipun hubungan yang ada relatif lemah yaitu 0,430.
Hubungan antara strategi marketing new luxury dengan perilaku
trading up 43% saja, artinya 43% variasi perilaku trading up dapat
dijelaskan oleh keyakinan konsumen akan strategi marketing new luxury
yang ditangkap. Sedangkan 57% dijelaskan faktor – faktor lain, seperti
kebudayaan populer dalam masyarakat, kemajuan media massa,
periklanan, komunikasi, informasi, dan teknologi menjadi sebuah tuntutan,
pengaruh lingkungan dalam hal ini teman sebaya / peer group, dan juga
pengalaman masa lalu konsumen akan suatu merek.
3. Sedangkan tanda positif (+) artinya adanya hubungan searah, maksudnya
semakin tinggi strategi marketing new luxury, akan semakin tinggi
119
kecenderung untuk berperilaku trading up. Demikian sebaliknya, makin
rendah strategi marketing new luxury, makin rendah kecenderung untuk
berperilaku trading up
E. Analisis Pola Perilaku Trading Up dengan Tingkat Benefit/ Manfaat
Hasil pengolahan data kuantitatif yang terkait untuk mengetahui
keterkaitan antara perilaku trading up dalam pembelian mobile phone dengan
tingkat benefit / manfaat yang dicari konsumen menunjukkan beberapa pola
yang terjadi.
Tabel V.12
PembelianTrdUp * Benefit Crosstabulation
Benefit Total
Penggunaan Functional
Benefit
Penggunaan Emotional
Benefit Perilaku TrdUp
Perilaku tidak Trading Up1 7 8
Perilaku Trading Up 6 29 35Total 7 36 43
Sumber: Data primer diolah, 2009
Dari data diatas dapat dilhat pada total baris pertama bahwa ada 8
orang konsumen ini tidak melakukan perilaku pembelian trading up atau
melakukan pertimbangan rasional / matang dalam memutuskan pembelian
mobile phone. Dalam menggunakannya konsumen tipe ini menggunakan
dengan mencari tingkat manfaat secara fungsional dari produk tersebut.
120
Pada total baris kedua ada 35 orang konsumen yang melakukan
pembelian trading up, artinya dalam memutuskan pembelian konsumen
dipengaruhi motif emotional. Konsumen memiliki motivasi pembelian lebih
dikarenakan keinginan, brand image produk, keunggulan dan keandalan
produk, sehingga tidak sensitif terhadap harga. Schiffman dan Kanuk (2007:
78) menyebutkan bahwa motif emotional mengandung arti bahwa pemilihan
sasaranya menuntut kriteria pribadi atau subjektif (sebagai contoh,
kebanggaan, ketakutan, kasih sayang, atau status).
Pada total kolom pertama ada 7 orang responden yang mencari
manfaat / functional benefit produk. Konsumen ini memanfaatkan koneksi,
fitur, aplikasi, menggunakan mobile phone Nokia N dan E series sebagai alat
penunjang komunikasi.
Pada total kolom kedua dapat dilihat ada 36 orang yang mencari
manfaat / emotional benefit. Konsumen ini mencari manfaat non-fungsional
dari sebuah produk. Schiffman dan Kanuk (2007: 361) menyebutkan bahwa
konsumen memanfaatkan simbol verbal atau non-verbal yang
dikomunikasikan kepada konsumen, yang digunakan untuk membentuk citra.
Dari data tersebut dapat dilihat pola yang terjadi adalah konsumen
yang motif emosinya dalam membeli kuat cenderung berperilaku mencari /
memanfaatkan emotional benefit saat penggunaan . Tetapi, pola ini tidak dapat
terjadi sama pada konsumen yang mencari functional benefit. Terlihat adanya
kecenderungan, konsumen yang tidak melakukan pembelian karena motif
121
emosi pun, setelah melewati proses melakukan penggunaan dengan mencari
emotional benefit.
Konsumen yang memiliki motif rasional / tidak trading up saat
pembelian, melewati beberapa proses yang membuat mereka pada akhirnya
tidak mencari functional benefit dan memutuskan untuk menggunakan
emotional benefit saja. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal. Walaupun
mereka semua adalah konsumen yang memiliki Nokia N series dan E series
tetapi dalam memilih provider untuk mobile phone mereka tentu sangat
beragam. Keterbatasan akan kemampuan provider mengakomodasi fitur dan
aplikasi yang dapat mereka lalukan mungkin sangat minim pada pengguna
provider tertentu, dan dapat sangat maksimal pada provider lain.
Dalam pembelian konsumen bicara tentang harapan, tetapi saat
memiliki dan menggunakan konsumen tentunya terbatasi oleh beberapa hal
yang membatasi ruang akses mereka, seperti dana. Keterbatasan uang saku
mereka untuk menunjang biaya akses dan aplikasi membuat mereka
membatasi perilaku mereka bermedia. Sebagian besar remaja ini memiliki
uang saku kisaan Rp 200.000,- sampai Rp 500.000,-., yang sangat terbatas
untuk menggunakan fitur dan aplikasi.
F. Pembahasan
Dari hasil pengolahan data terhadap 43 responden, ternyata ada
hubungan strategi marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up yang mereka lakukan pada pembelian mobile phone
122
mereka. Hal ini berarti konsumen, dalam hal ini remaja mudah dipengaruhi
pengaruh dari luar. Bahwa iplementasi strategi marketing yang dijalankan
perusahaan lewat promosi dan pencitraan mampu membuat remaja
menangkap image tertentu sehingga merangsang mereka melakukan trading
up. Mobile phone yang merupakan sebuah produk fungsional penunjang
komunikasi telah berubah menjadi sebuah simbol emosional. Manfaat
simbolis mengacu pada dampak psikologis yang akan diperolah konsumen
ketika ia menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan
mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen. Ketika konsumen
menggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut
artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna atau karakteristik
merek itu sendiri ( Ferrinadewi, 2008:2)
Strategi marketing new luxury yang diyakini konsumen, hanya
menjelaskan 43% saja variasi kecenderungan perilaku trading up. Sedangkan
57% dijelaskan faktor – faktor lain, seperti kebudayaan populer dalam
masyarakat, kemajuan media massa, periklanan, komunikasi, informasi, dan
teknologi yang menjadi sebuah tuntutan, pengaruh lingkungan dalam hal ini
teman sebaya / peer group, dan juga pengalaman masa lalu konsumen akan
suatu merek.
Dapat dilihat lewat statistik deskriptif, menurut karakteristik
psikografis responden menyikapi kepemilikan mobile phone Nokia N series
dan E series, 20 orang responden yang memiliki Nokia N series dan E series
masuk dalam kategori potatoes / penggemar hangout. Sedangkan 21 orang
123
lainnya masuk dalam kategori psikografis outdoors enthuisiasts / petualang.
Dapat dikatakan bahwa menurut karakteristik psikografis, remaja dalam
memilih produk lebih dikarenakan keinginan mereka untuk diakui dalam
kelompok / peer group mereka dan cenderung punya harapan ingin
mengetahui sesuatu hal yang baru yang ditawarkan lewat fitur – fitur yang
ada.
Konsumen dengan kondisi psikografis potatoes memiliki uang saku
yang lebih besar dibandingkan outdoors entuisiast. Sebagian konsumen
potatoes adalah wanita, ini sesuai dengan kondisi psokiologis wanita yang
lebih suka berkelompok, sedangkan sebagian besar konsumen pria memilik
kondisi psikografis outdoors entuisiasts, hal ini juga sesuai dengan kondisi
psikologis pria yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selain itu sebagian
besar kondisi konsumen dilihat menurut merek mobile phone sebelumnya,
69,8% adalah konsumen Nokia, dan 22 orang diantaranya adalah wanita.
Terlihatnya kecenderungan konsumen yang awalnya melakukan
pembelian karena motif fungsi, yang kemudian melakukan penggunaan
dengan mencari emotional benefit menunjukkan sebuah permasalahan yang
terjadi dalam pemasaran dan distribusi produk. Lemahnya dan sangat
terbatasnya akan kemampuan provider mengakomodasi fitur dan aplikasi
dalam mobile phone mereka membuat keunggulan yang ditawarkan tidak
mampu untuk digunakan sehingga fitur dan aplikasi terbaru tidak dapat
diaplikasi, sehingga terkesan konsumen mengabaikan functional benefit
124
produk. Hal ini dapat dilihat dari rata – rata score penggunaan fitur Wifi,
GPRS, HSDPA, 3G yaitu 6.512.
Dilanjutkan dengan analisis deskriptif tentang adakah keterkaitan pola
antara perilaku pembelian trading up dengan tingkat manfaat / benefit yang
mereka gunakan dalam penggunaan mobile phone ini. Ternyata lewat crosstab
(tabulasi silang) dapat dilihat ada 29 responden / 67,4% responden yang
memikili keterkaitan pola perilaku pembelian trading up yang dipengaruhi
pertimbangan emotional dengan tingkat manfaat / benefit yang mereka cari
dalam menggunakan mobile phone tersebut. Pola yang terjadi adalah
konsumen yang motif emosinya kuat cenderung berperilaku mencari
emotional benefit saat penggunaan. Tetapi, pola ini tidak dapat terjadi sama
pada konsumen yang mencai functional benefit. Terlihat adanya
kecenderungan, konsumen yang tidak melakukan pembelian karena motif
fungsi pun, setelah melewati proses melakuakan penggunaan dengan mencari
emotional benefit.
Konsumen yang memiliki motif rasional / tidak trading up saat
pembelian, melewati beberapa proses yang membuat mereka pada akhirnya
tidak mencari functional benefit dan memutuskan untuk menggunakan
emotional benefit saja. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain ;
keterbatasan akan kemampuan provider mengakomodasi fitur dan aplikasi
yang dapat mereka lalukan, keterbatasan uang saku mereka untuk menunjang
biaya akses dan aplikasi membuat mereka membatasi perilaku mereka
bermedia.
125
Dalam kenyataan yang sebenarnya konsumen tidak membeli produk
atau jasa melainkan mereka membeli motif atau membeli solusi untuk
memecahkan masalah mereka. Strategi konsumen dapat didasarkan pada
motivasi konsemen yang sifatnya multiaplikasi. Ketika konsumen ditanya
mengapa dia membeli sebuah mobile phone tipe tertentu, maka berbagai
jawaban yang segera muncul di antaranya karena produk tersebut sedang naik
daun, karena hampir seluruh temanya menggunakan mobile phone tipe
tersebut atau mungkin menjawab produk tersebut menunjukanan bahwa ia
peduli akan teknologi membuat konsumen dengan emosional memutuskan
sebuah keputusan pembelian.
126
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan mengenai
karakteristik psikografis dan demografis pengguna mobilephone Nokia N series
dan Nokia E series, hubungan antara strategi marketing new luxury menurut
persepsi konsumen dengan perilaku trading up, dan pola keterkaitan antara
perilaku trading up dengan tingkat benefit / manfaat dalam menggunakan.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa karakteristik psikografis adalah:
48,8% remaja memiliki karakteristik outdoors enthuisiasts / petualang yang
mengunakan Nokia N series dan E series untuk memenuhi keinginan mereka
mengetahui teknologi, dan 46,5% remaja potatoes / penggemar hangout
sehingga produk dijadikan self image / simbol akan nilai yang mereka miliki.
Sedangkan karakteristik demografisnya adalah: berdasarkan jenis kelamin
67,4% konsumennya remaja putri dengan kecenderungan kondisi psikografis
potatoes atau penggemar hangout, berdasarkan uang saku 53,5% remaja
memiliki uang saku Rp 101.000 - Rp 300.000, dan remaja dengan kondisi
psikografis potatoes atau penggemar hangout memiliki uang saku yang lebih
bsar yaitu Rp. 341.750,-. Dari latar belakang kepemilikan mobilephone
sebelumnya 69,8% adalah konsumen Nokia yang didominasi oleh kaum
127
wanita, dengan kondisi psikografis paling besar potatoes sebanyak 16 orang,
disusul outdoors entuisiasts 13 orang.
2. Hasil analisis hubungan menunjukkan, bahwa ada hubungan yang signifikan
antara strategi marketing new luxury menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up, yang dapat dilihat dari sig.2-tailed nya sebesar 0,004. Hal
ini berarti konsumen, dalam hal ini remaja mudah dipengaruhi pengaruh dari
luar. Bahwa iplementasi strategi marketing yang dijalankan perusahaan lewat
promosi dan pencitraan mampu membuat remaja menangkap image tertentu
sehingga merangsang mereka melakukan trading up. Ada pergesaran
pemaknaan dan penggunaan mobilephone, bahwa produk yang harusnya
dimanfaatkan fungsinya berubah menjadi simbol emosional bagi remaja yang
membawa serta citra dari pengguna atau karakteristik merek itu sendiri.
Schiffman dan Kanuk (2007: 78) menyebutkan bahwa apa yang kelihatannya
tidak rasional bagi pengamat dari luar mungkin benar – benar rasional dalam
konteks psikologis konsumen itu sendiri.
3. Dari pengolahan data, pola keterkaitan antara perilaku trading up dengan
tingkat benefit / manfaat, pola yang terjadi adalah konsumen yang motif
emosinya kuat cenderung berperilaku mencari emotional benefit saat
penggunaan. Tetapi, pola ini tidak dapat terjadi sama pada konsumen yang
mencai functional benefit. Dapat dilihat bahwa ada konsistensi antara motif
saat pembelian pembentuk perilaku trading up dengan sikap dalam
penggunaan yang mencari emotional benefit.
128
B. Saran
Kelompok psikografis konsumen yang cukup besar ada pada konsumen
dengan karakter penggemar hangout wanita dan petualang. Untuk mensikapi
konsumen penggemar hangout tidak terlampau sulit karena peer group dijadikan
acuan untuk memilih, dan trend produk saja. Konsumen dengan karakteristik
psikografis petualang perlu dicermati karena memiliki dua sisi, yang pertama
dapat menguntungkan bagi perusahaan apabila perusahaan mampu memfasilitasi
kebutuhan rasa ingin tahu mereka lewat fitur atau produk terbaru, tetapi akan
menjadi bumerang saat perusahaan pesaing mampu memberikan sesuatu
”tantangan” yang baru bagi konsumen tipe ini. Konsumen tipe ini memang sangat
emotional dalam melakukan pembelian produk yang diinginkan sesuai dengan
orientasi kebutuhan yang ingin dicapai, tapi konsumen ini bukanlah konsumen
yang loyal pada merek tetapi pada karena kebutuhan akan teknologi dan rasa
ingin tahu yang besar yang ingin dicari. Maka, kalau Nokia harus cermat
mengelola konsumen dgn karakteristik petualang dengan memberikan inovasi
terbaru yang dilengkapi sarana dan prasarana penunjang. Sedangkan untuk
mengelola konsumen dengan karakteristik penggemar hangout perusahaan dapat
memanfaatkan peer group untuk ajang promosi, dengan memberikan akses-akses
kepada konsumen berkelompok ( peer group) .
Terjadinya hubungan perilaku trading up yang disebabkan strategi
marketing new luxury mengindikasikan bahwa remaja mudah dipengaruhi lewat
promosi dan strategi marketing perusahaan. Konsumen yang melakukan
129
pembelian trading up memaknai produk secara emosional memiliki pola
keterkaitan terhadap penggunaan dengan emotional benefit. Hal ini
memperlihatakan bahwa ada harapan emosi yang diinginkan konsumen saat
melakukan pembelian seperti image yang dibawa suatu merek.
Perusahaan dapat menggunakan konsistensi perilaku ini untuk mengambil
langkah strategis dalam pemasaran untuk membangun hubungan personal dengan
pelanggan. Remaja yang mudah dipengaruhi pengaruh dari luar dapat didekati
lewat beberapa kebutuhan yang terekam lewat penelitian ini, yaitu peer group/
komunitas mereka, kebutuhan akan image yang terbawa serta lewat produk, rasa
ingin tahu akan teknologi dan informasi. Sejauh ini Nokia masih memiliki moto
”Conecting People”, dengan mengenali siapa konsumen pada setiap kategori
produk Nokia dapat memanfaatkan segmen relung ini untuk diolah semaksimal
mungkin berdasarkan karakteristik yang menjadi ciri khas tertentu sebuah
segmen.
Perusahaan perlu memberikan edukasi tentang penggunaan fitur tersebut,
atau membuat semacam rangsangan lewat pihak-pihak ketiga (provider) tentang
aplikasi maupun pembentukan kebutuhan baru yang dapat diciptakan, agar fitur
dan kecanggihan teknologi mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Sehingga, konsumen sepenuhnya dapat memanfaatkan fitur – fitur canggih. Hal
ini dapat menjadi evalusi bagi perusahaan terkait juga dengan fasilitas penunjang
dari pihak ketiga. Sehingga perusahaan mampu memtransformasi sesungguhnya
konsumen, dengan melakukan aliansi produk / jasa dengan pihak ketiga.
130
Saran bagi pihak sekolah perlu dicermati bahwa konsumen ternyata
sebuah strategi marketing yang awalnya hanya berusaha menaikkan angka
penjualan, dapat berimplikasi sangat dalam dan serius pada konsep diri yang
akhirnya terbentuk dalam diri remaja sebagai future generation. Dengan
”serangan” konsumsi yang digenjot terus dari berbagai media informasi, terbukti
dalam penelitian ini bahwa tidak mampu membedakan tujuan atau sarana dalam
memutuskan pembelian. Remaja membeli produk untuk memuaskan imajinasi
mereka bukan menempatkan mobilephone sebagai alat dan sarana. Menyikapi apa
yang terjadi dalam diri remaja kiranya sekolah bisa memberikan edukasi untuk
memilah apa yang menjadi tujuan atau sarana. Sehingga remaja sebagai future
generation memiliki prioritas dan penempatan yang benar tentang apapun yang
mereka putuskan.
C. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini terdapat keterbatasan
yaitu keterbatasan tempat dan waktu. Karena studi tentang mobilephone ini hanya
di khususkan pada mobilephone segmen tertentu, yaitu middle end maka
kecenderungan yang terjadi bisa berbeda pada setiap kasus segmen (high end atau
low end), bahkan pada perbedaan merek. Maka, untuk penelitian berikutnya dapat
diperluas tentang cakupan segmen, merek, atau produk yang akan diteliti. Selain
itu studi ini menggunakan metode cluster, yang secara acak terpilih subjek yang
akan diteliti. Dalam penelitian ini kurang banyaknya cluster yang dipilih
131
menjadikan penelitian ini sangat khusus. Variabel independen tunggal yang
digunakan dalam skripsi ini, membuat perilaku trading up tidak secara maksimal
dijelaskan, sehingga dugaan – dugaan sementara yang digunakan untuk
menjelaskan seperti; kebudayaan pop, kemajuan media massa, teknologi
informasi, dan group of reference yang digunakan mereka dlam melakukan
pertimbangan pemilihan produk.
Dalam penyusunan skripsi ini terdapat pula keterbatasan pada referensi
penunjang. Mengingat ada beberapa topik terkait yang baru dan hanya memiliki
referensi non karya ilmiah atau jurnal, sehingga penelitian ini dirasa jauh dari
sempurna. Butir pertanyaan yang kurang banyak pada setiap point yang akan
diteliti, dirasa perlu ditambah atau dkembangkan.
Keterbatasan responden yang diperoleh dari hasil survei rintisan sejumlah
43 orang responden dirasa menjadi keterbatasan juda bagi penelitian ini. Mungkin
dapat dicoba survei deskriptif dulu sebelum pembuatan metodologi penelitian,
sehingga sehingga mengetahui keadaan subjek dan objek penelitian secara jelas.
Oleh karena itu dalam penelitian mendatang jumlah sample dapat lebih diperbesar
dan dapat diperoleh data yang lebih mewakili secara umum.
LAMPIRAN
Blangko Survei Rintisan
132
Lampiran 1
Yogyakarta, 21 Agustus 2008
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penelitian yang akan dibuat, saya Mahasiswi Universitas
Sanata Dharma Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen bermaksud untuk
melakukan survei penggunaan smartphone di kalangan siswa/siswi SMU Negeri 3
Yogyakarta. Survei ini akan digunakan sebagai acuan metodologi penelitian dalam tugas
akhir perkuliahan dengan judul “ Trading Up: Perilaku Penggunaan Smartphone Di
Kalangan Remaja “, saya:
Nama : Chaterina Intan Mulyono
NIM : 042214013
Saya meminta kerelaan dan kesediaan Bapak/ Ibu Guru memberikan kesempatan
kepada saya untuk melakukan pendataan pengguna Smartphone Nokia E series dan
Nokia N series di kalangan siswa/siswi SMA N 3 Yogyakarta. Selanjutnya segala
informasi atau data akan dijaga kerahasiannya.
Atas bantuan dan kerjasama Bapak/ Ibu Guru saya mengucapkan terimakasih.
Menyetujui, Hormat saya,
_______________________________
Kasek / Wakasek SMU N 3 Yogyakarta Chaterina Intan Mulyono
LAMPIRAN
Kuesioner
134
Lampiran 2
Kepada
Yth. Responden
Siswa / Siswi SMA Negeri 3 Yogyakarta
Dengan hormat,
Sehubungan dengan kuesioner yang telah saya buat, saya mahasiswi
Universitas Sanata Dharma Fakultas Ekonomi ProgramStudi Manajemen bermaksud
untuk melakukan penelitian sebagai tugas akhir perkuliahan dengan judul “Analisis
Perilaku Remaja Pada Pengguna Mobile phone Dengan Pendekatan Trading Up,
Studi Tentang Mobile Phone Nokia N series dan E series pada Pelajar SMA
Negeri 3 Kota Yogyakarta”, saya:
Nama : Chaterina Intan Mulyono
NIM : 042214013
Program Studi : Manajemen
Saya meminta kerelaan para siswa / siswi yang terpilih, mau meluangkan
waktu dan menjawab pertanyaan pada kuesioner ini sesuai dengan pendapat dan
keadaan sebenarnya. Kuesioner ini akan diberikan kepada 43 orang siswa / siswi
SMA Negeri 3 Yogyakarta. Selanjutnya segala informasi dari data akan dijaga
kerahasiaannya.
Atas bantuan dan kerjasamanya saya mengucapkan terimakasih.
Menyetujui, Hormat saya,
___________________________ Chaterina Intan Mulyono
LAMPIRAN
Daftar SMU di Kota Yogyakarta
139
Lampiran 3
Daftar Cluster SMA di Kota Yogyakarta
NO.
Nama Sekolah
1 SMA NEGERI 1 2 SMA NEGERI 2 3 SMA NEGERI 3 4 SMA NEGERI 4 5 SMA NEGERI 5 6 SMA NEGERI 6 7 SMA NEGERI 7 8 SMA NEGERI 8 9 SMA NEGERI 9 10 SMA NEGERI 10 11 SMA NEGERI 11 12 SMA Muhammadiyah 1 13 SMA Muhammadiyah 2 14 SMA Muhammadiyah 3 15 SMA Muhammadiyah 4 16 SMA Muhammadiyah 5 17 SMA Muhammadiyah 6 18 SMA Muhammadiyah 7 19 SMA Budya Wacana 20 SMA PIRI 1 21 SMA PIRI 2 22 SMA Pembangunan 23 SMA Berbudi 24 25 26 27 28
SMA BOPKRI 1 SMA BOPKRI 2 SMA BOPKRI 3 SMA Stella Duce 1 SMA Stella Duce 2
29 SMA Marsudi Luhur 30 SMA Institut Indonesia 31 SMA Bhinneka T. Ika 32 SMA Santo Thomas 33
SMA Ma'arif
LAMPIRAN
Hasil Survei Rintisan (Populasi)
140
Lampiran 4
Hasil Survei Rintisan SMA Negeri 3 Yogyakarta Sep-08
No Kelas Nama Tipe Lama kepemilikan 1 X.1 Nur Imanina Arisyi N.70 1 tahun 2 Faranisa K N.73 8 bulan 3 Rr. Febri Nur P. N.70 1 tahun 4 X.2 Wisna D N.73 8 bulan 5 Ajeng N .P N.70 6 bulan 6 Kharisah Intan Pratama N.73 1 tahun 7 Faradilla R N.73 2 bulan 8 X.4 Farizan Hanif N.81 1 hari 9 Reza Kusuma Asdhi N.73 6 bulan
10 Suryo Baskoro N.70 1 minggu 11 X.5 Moch.Herendra Devon Aditama N.72 1 tahun 12 Nifty Fath N.70 1,5 bulan 13 Inayah Nur Utami N.73-i 3 bulan 14 X.6 Erlita Putranti N.93 2 tahun 15 Rais N.73 6 bulan 16 X.aksel Ervina Rosmarwati 1,5 tahun 17 Muthia Kusumaningtyas 1,5 tahun 18 Intan Kusumaning Dewi 1,5 tahun 19 Putri Claudya Octaviani 1,5 tahun 20 Styvano Jevon V. 5 bulan 21 Rio Adhikas 2 tahun 22 Leoshandy 2 tahun 23 Y. Diaz Putra P 1,5 tahun 24 XI.IPA 1 Anandhita Ayu T N.95 1 tahun 25 Dita Putri A N.70 1 tahun 26 Ardina Ramania N.95 1 tahun 27 Henri N.gage 2 tahun
28 Wayah Arna N.gage QD 2 tahun
29 XI.IPA 2 Vidyadhanri N.70 1 tahun 30 Gardyas B.A N.70 1 tahun 31 XI.IPA 3 Lariza N.77 I bulan 32 Diza N.70 1 tahun 33 XI.IPA 4 Laksita R.P N.70 1 tahun 34 Weni B.A N.73 2 tahun 35 Okta Lieftiani N.70 2 tahun 36 Prayogo Afang P. N.70 3 bulan 37 XII. IPA3 Marissa Asteria C N.95 8 GB 4 bulan
141
38 Wisnu Yodho N.70 8 bulan 39 M.Abdullah N.82 7 bulan 40 XII. IPA 5 Reza Anggoro Putro 9 bulan 41 Rizal M 7 bulan 42 XII IPS Uma Hapsari 43 Galang Pekerti E.51 3 bulan
LAMPIRAN
PENGOLAHAN DATA
141
Lampiran 5 Total Score Strategi Marketing New Luxury, sebelum SMLb2 dibuang karena tidak valid Responden SMLa1 SMLa2 SMLb1 SMLb2 SMLc1 SMLc2 SMLd1 SMLd2 SMLe1 SMLe2 SMLf1 SMLf2 TotSM
1 5 5 7 3 8 8 4 5 4 5 4 4 62 2 6 5 8 2 10 6 5 6 4 2 3 8 65 3 5 4 7 4 7 5 4 7 4 5 4 3 59 4 5 4 3 3 5 5 4 4 4 4 5 4 50 5 3 7 9 3 10 10 6 10 1 3 1 1 64 6 4 5 6 8 6 6 8 7 5 5 5 4 69 7 5 4 6 3 3 5 4 6 4 3 4 3 50 8 7 5 6 3 8 8 3 6 3 3 3 2 57 9 4 7 8 3 9 5 4 5 3 4 5 3 60
10 7 6 7 7 8 8 7 7 5 6 7 6 81 11 5 7 8 2 10 8 2 8 3 3 1 1 58 12 7 7 6 7 8 5 4 6 4 5 2 3 64 13 5 6 6 3 6 6 5 5 3 3 4 4 56 14 3 5 7 5 7 6 4 7 2 3 1 2 52 15 6 9 8 1 10 10 9 9 1 1 1 1 66 16 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 60 17 7 10 10 1 10 10 2 3 1 1 1 1 57 18 4 6 6 3 7 5 5 6 8 4 7 4 65 19 7 9 7 1 8 9 3 9 2 4 4 3 66 20 7 7 3 5 3 7 6 5 4 2 7 7 63 21 7 6 7 7 8 6 5 6 4 3 6 3 68 22 7 9 6 8 8 8 5 8 4 3 2 4 72 23 7 6 7 3 7 6 5 8 2 2 2 2 57 24 8 7 7 5 9 8 4 10 2 9 4 4 77 25 5 4 9 3 10 10 7 10 1 1 2 1 63 26 5 7 8 2 9 9 2 8 2 2 2 2 58 27 5 6 6 6 3 5 4 5 5 3 3 4 55 28 3 8 8 3 8 10 8 7 5 2 5 5 72 29 5 3 5 3 4 5 3 2 3 1 1 7 42 30 5 5 8 4 8 7 4 7 4 4 3 4 63 31 5 3 8 1 10 5 6 8 1 1 3 1 52 32 6 9 8 8 4 1 5 1 3 6 2 2 55
142
33 7 9 9 4 9 9 10 9 10 9 8 10 103 34 7 6 7 7 8 6 5 6 4 3 6 3 68 35 7 9 6 8 8 8 5 8 4 3 2 4 72 36 6 5 8 2 10 6 5 6 4 2 3 7 64 37 5 4 7 4 7 5 4 7 4 5 4 3 59 38 7 9 9 4 9 9 10 9 10 9 8 10 103 39 6 5 7 5 7 6 4 7 2 3 1 2 55 40 8 9 8 1 10 10 7 9 1 1 1 1 66 41 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 60 42 4 5 6 8 6 6 8 7 5 5 5 4 69 43 7 9 9 4 9 9 10 9 10 9 8 10 103
Total 244 271 301 177 324 296 225 288 165 162 160 167 Rata2 5.674419 6.302326 7 4.116279 7.534884 6.883721 5.232558 6.697674 3.837209 3.767442 3.72093 3.883721
143
Total Score Strategi Marketing New Luxury , setelah SMLb2 dibuang karena tidak valid Responden SMLa1 SMLa2 SMLb1 SMLc1 SMLc2 SMLd1 SMLd2 SMLe1 SMLe2 SMLf1 SMLf2 TotSM
1 5 5 7 8 8 4 5 4 5 4 4 592 6 5 8 10 6 5 6 4 2 3 8 633 5 4 7 7 5 4 7 4 5 4 3 554 5 4 3 5 5 4 4 4 4 5 4 475 3 7 9 10 10 6 10 1 3 1 1 616 4 5 6 6 6 8 7 5 5 5 4 617 5 4 6 3 5 4 6 4 3 4 3 478 7 5 6 8 8 3 6 3 3 3 2 549 4 7 8 9 5 4 5 3 4 5 3 57
10 7 6 7 8 8 7 7 5 6 7 6 7411 5 7 8 10 8 2 8 3 3 1 1 5612 7 7 6 8 5 4 6 4 5 2 3 5713 5 6 6 6 6 5 5 3 3 4 4 5314 3 5 7 7 6 4 7 2 3 1 2 4715 6 9 8 10 10 9 9 1 1 1 1 6516 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5517 7 10 10 10 10 2 3 1 1 1 1 5618 4 6 6 7 5 5 6 8 4 7 4 6219 7 9 7 8 9 3 9 2 4 4 3 6520 7 7 3 3 7 6 5 4 2 7 7 5821 7 6 7 8 6 5 6 4 3 6 3 6122 7 9 6 8 8 5 8 4 3 2 4 6423 7 6 7 7 6 5 8 2 2 2 2 5424 8 7 7 9 8 4 10 2 9 4 4 7225 5 4 9 10 10 7 10 1 1 2 1 6026 5 7 8 9 9 2 8 2 2 2 2 5627 5 6 6 3 5 4 5 5 3 3 4 4928 3 8 8 8 10 8 7 5 2 5 5 6929 5 3 5 4 5 3 2 3 1 1 7 3930 5 5 8 8 7 4 7 4 4 3 4 5931 5 3 8 10 5 6 8 1 1 3 1 5132 6 9 8 4 1 5 1 3 6 2 2 4733 7 9 9 9 9 10 9 10 9 8 10 9934 7 6 7 8 6 5 6 4 3 6 3 61
144
35 7 9 6 8 8 5 8 4 3 2 4 6436 6 5 8 10 6 5 6 4 2 3 7 6237 5 4 7 7 5 4 7 4 5 4 3 5538 7 9 9 9 9 10 9 10 9 8 10 9939 6 5 7 7 6 4 7 2 3 1 2 5040 8 9 8 10 10 7 9 1 1 1 1 6541 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5542 4 5 6 6 6 8 7 5 5 5 4 6143 7 9 9 9 9 10 9 10 9 8 10 99
Total 244 271 301 324 296 225 288 165 162 160 167 2603Rata2 5.67442 6.3023 7 7.53488 6.88372 5.23256 6.69767 3.83721 3.76744 3.72093 3.88372 60.5349
145
Total Score Perilaku Trading Up Responden TU1 TU2 TU3 TU4 TU5 TU6 TU7 TU8 Total
1 7 6 5 9 7 5 6 3 482 3 5 4 1 6 7 7 4 373 7 7 5 5 8 9 6 2 494 6 7 7 9 9 7 6 3 545 10 9 7 8 10 4 8 2 586 9 7 8 10 7 6 7 4 587 8 7 7 6 9 3 7 4 518 9 8 7 8 9 8 7 3 599 5 7 7 5 6 4 7 8 49
10 5 6 6 5 6 5 6 7 4611 7 7 7 5 7 3 7 3 4612 8 5 6 7 7 5 7 6 5113 3 7 6 5 6 5 5 5 4214 7 7 3 5 5 4 4 2 3715 10 8 9 6 10 1 8 1 5316 5 5 5 5 5 5 5 6 4117 3 8 6 5 10 10 6 1 4918 7 7 5 6 7 5 4 4 4519 8 7 7 4 7 3 8 2 4620 5 5 5 7 7 6 7 5 4721 6 7 5 6 8 5 6 4 4722 9 7 7 8 7 8 8 8 6223 7 8 8 7 9 7 7 2 5524 10 9 7 4 8 8 5 3 5425 9 8 10 9 9 1 8 2 5626 10 7 8 10 9 2 7 9 6227 9 5 5 7 5 5 6 4 4628 9 9 6 8 10 4 6 10 6229 1 3 4 4 1 1 5 3 2230 6 6 5 4 6 3 5 3 3831 9 8 5 10 10 5 10 1 5832 1 8 1 2 3 3 10 1 2933 10 9 8 9 9 10 9 9 7334 6 7 5 6 8 5 6 4 47
146
35 9 7 7 8 7 8 8 8 6236 3 5 4 1 6 7 7 4 3737 7 7 5 5 8 9 6 2 4938 10 9 8 9 9 10 9 9 7339 7 7 3 5 5 4 4 2 3740 10 8 9 6 10 1 8 1 5341 5 5 5 5 5 5 5 6 4142 9 7 8 10 7 6 7 4 5843 10 9 8 9 9 10 9 9 73
Total Score 304 300 263 273 316 232 289 183 2160Rata2 7.06977 6.9767 6.1163 6.3488 7.3488 5.3953 6.721 4.2558 50.2326
147
Total Score Pencarian Benefit
Responden BEN1 BEN2a BEN2b BEN3 BEN4 BEN5 BEN6 BEN7 Total 1 6 6 5 5 1 1 5 5 342 4 5 3 5 2 3 6 6 343 9 8 7 5 3 2 7 6 474 7 6 7 7 1 7 6 6 475 9 9 9 9 1 1 7 8 536 7 6 7 6 2 1 7 6 427 5 6 8 7 3 2 8 7 468 8 8 7 7 1 1 8 7 479 6 6 5 6 9 1 6 6 45
10 4 5 4 5 3 4 5 4 3411 7 6 7 8 1 3 4 7 4312 5 5 6 5 1 1 5 4 3213 7 6 6 7 3 3 6 6 4414 8 8 8 5 7 1 7 6 5015 10 5 6 8 1 1 6 7 4416 6 6 6 6 6 6 6 6 4817 7 7 8 8 1 1 10 10 5218 8 7 7 7 1 1 8 7 4619 8 7 8 5 4 1 8 7 4820 3 5 6 5 2 2 7 5 3521 6 7 7 6 2 4 6 6 4422 7 5 6 7 1 1 4 5 3623 6 7 7 9 2 1 7 7 4624 3 7 9 9 1 7 3 7 4625 9 9 10 8 1 3 8 10 5826 8 8 2 7 3 2 7 7 4427 5 3 5 5 2 5 5 5 3528 5 5 8 9 7 2 5 2 4329 6 5 8 6 10 1 6 6 4830 6 6 5 6 3 4 6 6 4231 6 6 6 8 1 1 9 10 4732 3 9 6 2 3 10 7 4 4433 9 9 9 10 7 7 7 6 6434 8 7 8 9 7 8 8 7 62
148
35 7 8 8 6 8 6 6 5 5436 4 9 7 7 7 6 7 4 5137 10 5 6 8 1 1 4 7 4238 9 8 7 5 3 2 7 6 4739 6 6 5 6 9 1 6 6 4540 9 9 9 10 7 7 7 6 6441 8 7 8 9 7 8 8 7 6242 9 9 10 8 1 3 8 9 5743 9 9 9 10 7 7 7 6 64
Total Score 292 290 295 296 153 140 280 270 Rata2 6.7907 6.74419 6.86047 6.88372 3.55814 3.25581 6.51163 6.27907
149
Data Kuantitatif Kondisi Psikografis dan Demografis Remaja
Responden Psikografis Mobilephone Penyederhanaan Lama
kepemilikan Alamat Usia Uang saku/bln Kegiatan xtra sebelumnya Merek serie N/ E
1 3 Sony Ericsson SE 1,5tahun Griya Intan Permai D-17 YK 16 Rp 300,000 Haiking, Tonti
2 3 Motorola Motorola 1,5tahun Banaran Sumberagung Jetis Bantul 16 Rp 70,000 Teater
3 2 Nokia 6600 Nokia 1tahun Mertolulutan NG 1/415 YK 55261 15 Rp 200,000 Tonti, Paspat
4 3 Nokia 2660 Nokia 1tahun Jl.Rajawali 220 Pringgolayan. Banguntapan BTL 16 Rp 300,000 Tonti
5 2 N70 Nokia 1tahun Jl.Krasak 9 Kotabaru YK 16 Rp 800,000 Robotic dan Bultang
6 2 N6220 Nokia 1tahun Tinalan KG 2/491Kotagede YK 16 Rp 360,000 Tonti, PA , Basket
7 3 N70 Nokia 5 bulan JL. Lowanu 47 YK 16 Rp 500,000 Haiking, Teater, Basket, Dance
8 3 Sony Ericsson SE 1,5tahun Jl.Kakap Raya no.M 30 Minomartani Ngaglik Sleman 16
Rp 300,000 Teater
9 3 N72 Nokia 2tahun Perum Griya ArgaGodean 17 Rp 400,000 Basket, Jalan jalan
10 0 Nokia 3220 Nokia 1,5tahun Dukuh MJ 1/1457 Kel. Gedongkiwo YK 15 Rp 150,000 KIR, ICT
11 2 Nokia Nokia 1tahun Jl. Banteng Raya 06 15 Rp 400,000 Tonti, ICT,Pramuka
12 2 Nokia3250 Nokia 1tahun Jl.Deresan 1/5 YK 15 Rp 150,000 OSIS, tonti,
13 3 Sony Ericson SE 1tahun Perum Purwomartani Baru A 17 Kalasan 15 Rp 300,000 Ambalan
14 3 Nokia 6600 Nokia 0.166666667 Jl.Mayang 13 Baciro Baru 15 Rp 200,000 Tonti,Perisai Diri
15 3 Nokia 7610 Nokia 3 tahun Jl. Krasak 9 Kotabaru YK 16 Rp 200,000 Padus
16 3 Nokia3530 Nokia 1tahun Lempuyangan YK 16 Rp 200,000 Padus,SSC, Ambalan
17 3 Nokia 6630 Nokia 1tahun Jl.Pinus no.88 RT 08 RW 32 CT Sleman 17 Rp 200,000 -
18 3 Nokia Nokia 1tahun Pleret Bantul 17 Rp 150,000 -
19 2 N.70 Nokia 1tahun Jl.KH Wachid no.3 Bantul 18 Rp 75,000 -
20 2 Sony Ericsson SE 1tahun JL.Kaliurang km.14 15 Rp 300,000 -
21 3 Nokia Nokia 3tahun KotagedeKG II/YK 16 Rp 500,000 Badminton
22 2 Nokia Nokia 2tahun Gg.Jeruk No.B!7 Perum AD GedongKuning 14 Rp 400,000 Teater, Inggris Debat, PMR
23 3 Sony Ericsson SE 0.583333333 Jl.Wates km8,5 15 Rp 260,000 Padus
150
24 2 Motorola V3 Motorola 2tahun Bulusan Rt 01/RW39 no.20, Sardonoharjo, Sleman 15 Rp 300,000 PJRC
25 3 - - 1,5tahun Pondok Dawonmartani sleman 16 Rp 200,000 Ambalan,PJRC
26 3 N.Gage Nokia 2tahun Perum Casagrande no 109 15 Rp 400,000 -
27 3 Nokia Nokia 3tahun Sagan 857 GK Yogyakarta 15 Rp 500,000 -
28 2 Sony Ericsson W800i SE 0.75 Perum Gading Sari 2, no17 15
Rp 200,000 -
29 2 Nokia 7610 Nokia 2tahun Perum Sorosutan Indah S.o6 15 Rp 200,000 Tonti
30 3 Samsung Samsung 1tahun Jl. MT haryono no.35 15 Rp 400,000 -
31 3 Nokia Nokia 0.5 Dukuhsari Purwomartani Kalasan Sleman 15 Rp 100,000 PMR,Pramuka
32 1 Sony Ericsson SE 1tahun Jl.Hos Coko Aminoto 50 Bantul YK 17 Rp 1,000,000 OSIS
33 2 Nokia 7610 Nokia 2tahun JL.Parangtritis Km.4.5 Saman Rt 03 no.107 15 Rp 400,000 OSIS
34 2 Nokia Nokia 3 tahun Jl. Elang 4, Griya Ava Ceria Tegalsari Kalasan 15 Rp 300,000 Teater
35 2 Nokia 2116 CDMA Nokia 1,5tahun Babarsari 23 B 15 Rp 300,000 KPK
36 2 Nokia 6600 Nokia 1,5 tahun Jl. Godean km5 no.29 Yogya 16 Rp 600,000 OSIS
37 3 J300, SE SE 2 tahun Jl. Dr.Sutomo 20 Jogya 15 Rp 500,000 -
38 2 Nokia 3610 Nokia 3tahun Mustokorejo 01/43 Maguwoharjo 16 Rp 250,000 KIR
39 2 Nokia Nokia 3tahun JL.Sorogenen no.1 UH Yogyakarta 15 Rp 300,000 Rohis
40 2 Nokia 7610 Nokia 2tahun Sawit sari 17 Rp 500,000 -
41 2 Nokia 7650 Nokia 2tahun Perum Taman Cemara F.06 17 Rp 600,000 Rohis
42 2 Motolora E1 Motorola 3tahun Jl.Pandean 10 A Umbulharjo YK 16 Rp 200,000 PMR
43 3 N70 Nokia 2tahun Perum Kaliurang Pratama B.16 Km7.2 Yogyakarta 17 Rp 800,000 OSIS
Lanjutan data………….
151
Alamat Usia Uang saku/bln Kegiatan xtra Pekerjaan Ortu Gaji Gender
Uang Saku
Griya Intan Permai D-17 YK 16 Rp 300,000 Haiking, Tonti PNS
Rp 5,000,000 P
300,000
Banaran Sumberagung Jetis Bantul 16 Rp 70,000 Teater PNS - P
70,000
Mertolulutan NG 1/415 YK 55261 15 Rp 200,000 Tonti, Paspat PNS - P
200,000
Jl.Rajawali 220 Pringgolayan. Banguntapan BTL 16 Rp 300,000 Tonti PNS
Rp 3,000,000 P
300,000
Jl.Krasak 9 Kotabaru YK 16 Rp 800,000 Robotic dan Bultang PNS, Wiraswasra
Rp 7,500,000 P
800,000
Tinalan KG 2/491Kotagede YK 16 Rp 360,000 Tonti, PA , Basket Pegawai Swasta - L
360,000
JL. Lowanu 47 YK 16 Rp 500,000 Haiking, Teater, Basket, Dance Dosen, Wiraswata
Rp 5,000,000 P
500,000
Jl.Kakap Raya no.M 30 Minomartani Ngaglik Sleman 16
Rp 300,000 Teater Wiraswasta
Rp 1,500,000 P
300,000
Perum Griya ArgaGodean 17 Rp 400,000 Basket, Jalan jalan Karyawan Swasta
Rp 30,000,000 P
400,000
Dukuh MJ 1/1457 Kel. Gedongkiwo YK 15 Rp 150,000 KIR, ICT Karyawan Swasta
Rp 3,300,000 P
150,000
Jl. Banteng Raya 06 15 Rp 400,000 Tonti, ICT,Pramuka PNS
Rp 9,000,000 P
400,000
Jl.Deresan 1/5 YK 15 Rp 150,000 OSIS, tonti, DRg
Rp 7,000,000 P
150,000
Perum Purwomartani Baru A 17 Kalasan 15 Rp 300,000 Ambalan Guru
Rp 2,000,000 L
300,000
Jl.Mayang 13 Baciro Baru 15 Rp 200,000 Tonti,Perisai Diri PNS
Rp 5,000,000 P
200,000
Jl. Krasak 9 Kotabaru YK 16 Rp 200,000 Padus PNS
Rp 1,500,000 P
200,000
Lempuyangan YK 16 Rp 200,000 Padus,SSC, Ambalan PNS
Rp 2,000,000 L
200,000
Jl.Pinus no.88 RT 08 RW 32 CT Sleman 17 Rp 200,000 - Dosen - L
200,000
Pleret Bantul 17 Rp 150,000 - Karyawan Swasta
Rp 3,000,000 L
150,000
Jl.KH Wachid no.3 Bantul 18 Rp 75,000 - Wiraswasta
Rp 700,000 P
75,000
JL.Kaliurang km.14 15 Rp 300,000 - Wiraswasta - L
300,000
KotagedeKG II/YK 16 Rp 500,000 Badminton PNS
Rp 3,700,000 P
500,000
Gg.Jeruk No.B!7 Perum AD GedongKuning 14 Rp 400,000 Teater, Inggris Debat, PMR Wiraswasta
Rp 5,000,000 P
400,000
Jl.Wates km8,5 15 Rp 260,000 Padus Karyawan Swasta - P
260,000
Bulusan Rt 01/RW39 no.20, Sardonoharjo, Sleman 15 Rp PJRC Hakim,dan Pegawai Swasta Rp P
152
300,000 4,000,000 300,000
Pondok Dawonmartani sleman 16 Rp 200,000 Ambalan,PJRC PNS
Rp 4,000,000 L
200,000
Perum Casagrande no 109 15 Rp 400,000 - Polisi - P
400,000
Sagan 857 GK Yogyakarta 15 Rp 500,000 - Wiraswasta
Rp 1,000,000 L
500,000
Perum Gading Sari 2, no17 15 Rp 200,000 - Wiraswasta - P
200,000
Perum Sorosutan Indah S.o6 15 Rp 200,000 Tonti PNS - L
200,000
Jl. MT haryono no.35 15 Rp 400,000 - Wiraswasta - P
400,000
Dukuhsari Purwomartani Kalasan Sleman 15 Rp 100,000 PMR,Pramuka PNS
Rp 2,000,000 P
100,000
Jl.Hos Coko Aminoto 50 Bantul YK 17 Rp 1,000,000 OSIS Wiraswasta
Rp 15,000,000 L
1,000,000
JL.Parangtritis Km.4.5 Saman Rt 03 no.107 15 Rp 400,000 OSIS PNS
Rp 4,000,000 P
400,000
Jl. Elang 4, Griya Ava Ceria Tegalsari Kalasan 15 Rp 300,000 Teater Wiraswasta
Rp 7,000,000 P
300,000
Babarsari 23 B 15 Rp 300,000 KPK Wiraswasta
Rp 3,000,000 P
300,000
Jl. Godean km5 no.29 Yogya 16 Rp 600,000 OSIS Dosen
Rp 5,000,000 P
600,000
Jl. Dr.Sutomo 20 Jogya 15 Rp 500,000 -
Karyawan Swasta, Wiraswasta
Rp 5,000,000 L
500,000
Mustokorejo 01/43 Maguwoharjo 16 Rp 250,000 KIR PNS
Rp 3,500,000 P
250,000
JL.Sorogenen no.1 UH Yogyakarta 15 Rp 300,000 Rohis PNS
Rp 4,000,000 L
300,000
Sawit sari 17 Rp 500,000 - Karyawan Swasta
Rp 5,000,000 P
500,000
Perum Taman Cemara F.06 17 Rp 600,000 Rohis Karyawan Swasta
Rp 5,000,000 P
600,000
Jl.Pandean 10 A Umbulharjo YK 16 Rp 200,000 PMR Wiraswasta
Rp 2,500,000 L
200,000
Perum Kaliurang Pratama B.16 Km7.2 Yogyakarta 17 Rp 800,000 OSIS Karyawan Swasta
Rp 5,000,000 L
800,000
142 Lampiran 6
Correlations (X)
SMLa1 SMLa2 SMLb1 SMLb2 SMLc1 SMLc2 SMLd1 SMLd2 SMLe1 SMLe2 SMLf1 SMLf2 SMLtotal SMLa1 Pearson Correlation 1 .458(**) .059 .087 .199 .221 .071 .146 .069 .200 .109 .198 .394(**) Sig. (2-tailed) . .002 .705 .580 .201 .154 .653 .351 .662 .199 .488 .202 .009 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLa2 Pearson Correlation .458(**) 1 .400(**) .026 .327(*) .505(**) .288 .232 .161 .215 .044 .104 .551(**) Sig. (2-tailed) .002 . .008 .870 .032 .001 .061 .135 .303 .165 .777 .505 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLb1 Pearson Correlation .059 .400(**) 1 -.344(*) .751(**) .476(**) .245 .413(**) -.035 .072 -.156 -.078 .388(*) Sig. (2-tailed) .705 .008 . .024 .000 .001 .114 .006 .822 .645 .318 .620 .010 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLb2 Pearson Correlation .087 .026 -.344(*) 1 -.411(**) -.373(*) .157 -.158 .295 .379(*) .237 .150 .199 Sig. (2-tailed) .580 .870 .024 . .006 .014 .314 .311 .055 .012 .125 .337 .201 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLc1 Pearson Correlation .199 .327(*) .751(**) -.411(**) 1 .633(**) .167 .600(**) -.157 -.055 -.173 -.127 .379(*) Sig. (2-tailed) .201 .032 .000 .006 . .000 .283 .000 .314 .727 .268 .419 .012 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLc2 Pearson Correlation .221 .505(**) .476(**) -.373(*) .633(**) 1 .310(*) .655(**) -.056 -.070 -.051 .016 .474(**) Sig. (2-tailed) .154 .001 .001 .014 .000 . .043 .000 .721 .656 .744 .917 .001 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLd1 Pearson Correlation .071 .288 .245 .157 .167 .310(*) 1 .421(**) .531(**) .376(*) .507(**) .486(**) .737(**) Sig. (2-tailed) .653 .061 .114 .314 .283 .043 . .005 .000 .013 .001 .001 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 4
3 SMLd2 Pearson Correlation .146 .232 .413(**) -.158 .600(**) .655(**) .421(**) 1 .020 .169 .029 -.036 .525(**) Sig. (2-tailed) .351 .135 .006 .311 .000 .000 .005 . .898 .278 .852 .820 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLe1 Pearson Correlation .069 .161 -.035 .295 -.157 -.056 .531(**) .020 1 .697(**) .798(**) .814(**) .707(**) Sig. (2-tailed) .662 .303 .822 .055 .314 .721 .000 .898 . .000 .000 .000 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43
143 SMLe2 Pearson Correlation .200 .215 .072 .379(*) -.055 -.070 .376(*) .169 .697(**) 1 .627(**) .551(**) .689(**) Sig. (2-tailed) .199 .165 .645 .012 .727 .656 .013 .278 .000 . .000 .000 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLf1 Pearson Correlation .109 .044 -.156 .237 -.173 -.051 .507(**) .029 .798(**) .627(**) 1 .678(**) .627(**) Sig. (2-tailed) .488 .777 .318 .125 .268 .744 .001 .852 .000 .000 . .000 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLf2 Pearson Correlation .198 .104 -.078 .150 -.127 .016 .486(**) -.036 .814(**) .551(**) .678(**) 1 .642(**) Sig. (2-tailed) .202 .505 .620 .337 .419 .917 .001 .820 .000 .000 .000 . .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 SMLtotal Pearson Correlation .394(**) .551(**) .388(*) .199 .379(*) .474(**) .737(**) .525(**) .707(**) .689(**) .627(**) .642(**) 1 Sig. (2-tailed) .009 .000 .010 .201 .012 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 . N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations (Y) TU1 TU2 TU3 TU4 TU5 TU6 TU7 TU8 TUtotal
Pearson Correlation 1 .582(**) .680(**) .697(**) .657(**) .090 .324(*) .208 .804(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .564 .034 .180 .000
TU1
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .582(**) 1 .470(**) .396(**) .715(**) .246 .436(**) .035 .681(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .001 .009 .000 .113 .003 .824 .000
TU2
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .680(**) .470(**) 1 .596(**) .664(**) .026 .379(*) .229 .746(**)
Sig. (2-tailed) .000 .001 . .000 .000 .871 .012 .140 .000
TU3
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 TU4 Pearson
.697(**) .396(**) .596(**) 1 .534(**) .143 .327(*) .319(*) .778(**)
144 Correlation Sig. (2-tailed) .000 .009 .000 . .000 .362 .032 .037 .000 N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .657(**) .715(**) .664(**) .534(**) 1 .236 .390(**) .028 .767(**)
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 . .127 .010 .858 .000
TU5
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .090 .246 .026 .143 .236 1 .109 .295 .452(**)
Sig. (2-tailed) .564 .113 .871 .362 .127 . .485 .054 .002
TU6
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .324(*) .436(**) .379(*) .327(*) .390(**) .109 1 .115 .526(**)
Sig. (2-tailed) .034 .003 .012 .032 .010 .485 . .461 .000
TU7
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .208 .035 .229 .319(*) .028 .295 .115 1 .490(**)
Sig. (2-tailed) .180 .824 .140 .037 .858 .054 .461 . .001
TU8
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .804(**) .681(**) .746(**) .778(**) .767(**) .452(**) .526(**) .490(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .002 .000 .001 .
TUtotal
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
145 Correlations (Benefit) BEN1 BEN2 BEN3 BEN4 BEN5 BEN6 BEN7 BEN8 BENtotal
Pearson Correlation 1 .395(**) .371(*) .450(**) -.004 -.160 .293 .470(**) .557(**)
Sig. (2-tailed) . .009 .014 .002 .978 .304 .056 .001 .000
BEN1
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .395(**) 1 .536(**) .271 .160 .334(*) .489(**) .284 .732(**)
Sig. (2-tailed) .009 . .000 .078 .305 .029 .001 .065 .000
BEN2
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .371(*) .536(**) 1 .527(**) .138 .220 .302(*) .317(*) .723(**)
Sig. (2-tailed) .014 .000 . .000 .377 .156 .049 .038 .000
BEN3
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .450(**) .271 .527(**) 1 .085 .147 .119 .393(**) .637(**)
Sig. (2-tailed) .002 .078 .000 . .588 .347 .445 .009 .000
BEN4
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation -.004 .160 .138 .085 1 .297 .058 -.336(*) .448(**)
Sig. (2-tailed) .978 .305 .377 .588 . .053 .714 .028 .003
BEN5
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation -.160 .334(*) .220 .147 .297 1 -.036 -.213 .462(**)
Sig. (2-tailed) .304 .029 .156 .347 .053 . .817 .170 .002
BEN6
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .293 .489(**) .302(*) .119 .058 -.036 1 .546(**) .522(**)
Sig. (2-tailed) .056 .001 .049 .445 .714 .817 . .000 .000
BEN7
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 Pearson Correlation .470(**) .284 .317(*) .393(**) -.336(*) -.213 .546(**) 1 .409(**)
Sig. (2-tailed) .001 .065 .038 .009 .028 .170 .000 . .007
BEN8
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43
146 Pearson Correlation .557(**) .732(**) .723(**) .637(**) .448(**) .462(**) .522(**) .409(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .003 .002 .000 .007 .
BENtotal
N 43 43 43 43 43 43 43 43 43 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Reliability (Y) Case Processing Summary N %
Valid 43 97.7 Excluded(a) 1 2.3
Cases
Total 44 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.790 8 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted TU1 43.16 81.044 .693 .729TU2 43.26 100.671 .604 .762
147 TU3 44.12 92.915 .656 .746TU4 43.88 84.915 .668 .736TU5 42.88 89.724 .673 .740TU6 44.84 100.425 .235 .816TU7 43.51 104.208 .415 .780TU8 45.98 98.023 .276 .810
Reliability (X) Case Processing Summary N %
Valid 43 95.6 Excluded(a) 2 4.4
Cases
Total 45 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.768 12 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted SMLa1 58.98 156.785 .302 .762SMLa2 58.35 145.042 .435 .749
148 SMLb1 57.65 155.852 .284 .763SMLb2 60.53 162.207 .032 .793SMLc1 57.12 152.439 .229 .771SMLc2 57.77 147.754 .339 .759SMLd1 59.42 133.202 .650 .723SMLd2 57.95 145.045 .396 .753SMLe1 60.81 132.346 .602 .727SMLe2 60.88 134.153 .582 .730SMLf1 60.93 138.400 .510 .739SMLf2 60.77 133.849 .509 .739
Reliability (Benefit) Case Processing Summary N %
Valid 43 100.0 Excluded(a) 0 .0
Cases
Total 43 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.636 8 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
149
BEN1 40.09 56.610 .369 .595BEN2 40.14 54.456 .628 .543BEN3 40.02 52.928 .599 .539BEN4 40.00 55.143 .486 .567BEN5 43.33 57.606 .124 .692BEN6 43.63 57.477 .170 .666BEN7 40.37 60.477 .383 .599BEN8 40.60 62.530 .234 .627
ANALISIS DATA DESKRIPTIF UNTUK PSIKOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS Descriptives Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Psikografis 43 0 3 2.42 .663Valid N (listwise) 43
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation UangSaku 43 70000 1000000 343372.09 198676.337Valid N (listwise) 43
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation GajiOrtu 33 700000 30000000 5127272.7
3 5213520.447
Valid N (listwise) 33
150
Frequencies Statistics
Psikografis HPSebelu
mnya UangSaku GajiOrtu JenisKelamin Valid 43 82 43 33 82N Missing 39 0 39 49 0
Mean 2.42 343372.09 5127272.73
Median 2.00 300000.00 4000000.00
Mode 3 200000(a) 5000000 Range 3 930000 29300000 Sum 104 14765000 16920000
0
a Multiple modes exist. The smallest value is show Psikografis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent 0 1 1.2 2.3 2.31 1 1.2 2.3 4.72 20 24.4 46.5 51.23 21 25.6 48.8 100.0
Valid
Total 43 52.4 100.0 Missing System 39 47.6 Total 82 100.0
HPSebelumnya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent - 1 1.2 1.2 1.2Valid 39 47.6 47.6 48.8
151 Motorola 3 3.7 3.7 52.4Nokia 30 36.6 36.6 89.0Samsung 1 1.2 1.2 90.2
SE 8 9.8 9.8 100.0
Total 82 100.0 100.0 UangSaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent 70000 1 1.2 2.3 2.375000 1 1.2 2.3 4.7100000 1 1.2 2.3 7.0150000 3 3.7 7.0 14.0200000 9 11.0 20.9 34.9250000 1 1.2 2.3 37.2260000 1 1.2 2.3 39.5300000 9 11.0 20.9 60.5360000 1 1.2 2.3 62.8400000 6 7.3 14.0 76.7500000 5 6.1 11.6 88.4600000 2 2.4 4.7 93.0800000 2 2.4 4.7 97.71000000 1 1.2 2.3 100.0
Valid
Total 43 52.4 100.0 Missing System 39 47.6 Total 82 100.0
152 GajiOrtu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent 700000 1 1.2 3.0 3.01000000 1 1.2 3.0 6.11500000 2 2.4 6.1 12.12000000 3 3.7 9.1 21.22500000 1 1.2 3.0 24.23000000 3 3.7 9.1 33.33300000 1 1.2 3.0 36.43500000 1 1.2 3.0 39.43700000 1 1.2 3.0 42.44000000 4 4.9 12.1 54.55000000 9 11.0 27.3 81.87000000 2 2.4 6.1 87.97500000 1 1.2 3.0 90.99000000 1 1.2 3.0 93.915000000 1 1.2 3.0 97.030000000 1 1.2 3.0 100.0
Valid
Total 33 40.2 100.0 Missing System 49 59.8 Total 82 100.0
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent 39 47.6 47.6 47.6L 14 17.1 17.1 64.6P 29 35.4 35.4 100.0
Valid
Total 82 100.0 100.0
153
Data kondisi psikografis menurut jenis kelamin Count
Psikografis 0 1 2 3 Total
L 0 1 5 8 14Gender P 1 0 15 13 29
Total 1 1 20 21 43 Data kondisi psikografis menurut kepemilikan merek mobilephone sebelumnya Count
mereksebelum - Motorola Nokia Samsung SE Total
.0 0 0 1 0 0 11.0 0 0 0 0 1 12.0 0 2 16 0 2 20
psikografis
3.0 1 1 13 1 5 21Total 1 3 30 1 8 43
Data kepemilikan mobilephone dengan jenis kelamin Count
Mereksebelumnya - Motorola Nokia Samsung SE Total
L 1 1 8 0 4 14Gender P 0 2 22 1 4 29
Total 1 3 30 1 8 43
154 Data kondisi psikografis dengan rata-rata uang saku
Psikografis Uang saku Relasi penggunaan rata -rata uang saku dengan psikografis konsumen
0 Rp 150,000.00
1 Rp 1,000,000.00
2 Rp 200,000.00
Rp 341,750.00
2 Rp 800,000.00 Rata - rata penggunaan uang
2 Rp 360,000.00 saku oleh konsumen dgn
2 Rp 400,000.00 karakteristik psikografis
2 Rp 150,000.00 potatoes atau penggemar
2 Rp 75,000.00 hangout
2 Rp 300,000.00
2 Rp 400,000.00
2 Rp 300,000.00
2 Rp 200,000.00
2 Rp 200,000.00
2 Rp 400,000.00
2 Rp 300,000.00
2 Rp 300,000.00
2 Rp 600,000.00
2 Rp 250,000.00
155
2 Rp 300,000.00
2 Rp 500,000.00
2 Rp 600,000.00
2 Rp 200,000.00
3 Rp 300,000.00
Rp 322,857.14
3 Rp 70,000.00 Rata - rata penggunaan uang
3 Rp 300,000.00 saku oleh konsumen dgn
3 Rp 500,000.00 karakteristik psikografis
3 Rp 300,000.00 outdoors enthuisiasts atau
3 Rp 400,000.00 petualang
3 Rp 300,000.00
3 Rp 200,000.00
3 Rp 200,000.00
3 Rp 200,000.00
3 Rp 200,000.00
3 Rp 150,000.00
3 Rp 500,000.00
3 Rp 260,000.00
3 Rp 200,000.00
3 Rp 400,000.00
3 Rp 500,000.00
3 Rp 400,000.00
3 Rp
156 100,000.00
3 Rp 500,000.00
3 Rp 800,000.00
HUBUNGAN ANTARA STRATEGI MARKETING NEW LUXURY MENURUT KONSUMEN DENGAN PERILAKU TRADING UP
Nonparametric Correlations Correlations
SML PerilakuTrad.
UP Spearman's rho SML Correlation Coefficient 1.000 .430(**) Sig. (2-tailed) . .004 N 43 43
PerilakuTrad.UP Correlation Coefficient .430(**) 1.000 Sig. (2-tailed) .004 . N 43 43
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
157
ANALISIS KETERKAITAN POLA PERILAKU TRADING UP DENGAN PENCARIAN EMOTIONAL BENEFIT
PENGGUNAAN
Crosstabs Case Processing Summary
Cases Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent PembelianTrdUp * Benefit 43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
PembelianTrdUp * Benefit Crosstabulation Count
Benefit
Penggunaan Functional
Benefit
Penggunaan Emotional
Benefit Total Pembelian tidak Trading Up 1 7 8
PembelianTrdUp
Pembelian Trading Up 6 29 35
Total 7 36 43