PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf ·...

135
i ANALISIS KOMUNIKASI PERSUASIF ANTARA PETUGAS PEMASYARAKATAN DENGAN WARGA BINAAN DI LAPAS KELAS IIB MEULABOH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Oleh : Nama : HAMDANI N I M : 06C2-0220014 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2013

Transcript of PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf ·...

Page 1: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

i

ANALISIS KOMUNIKASI PERSUASIF ANTARA PETUGAS

PEMASYARAKATAN DENGAN WARGA BINAAN DI LAPAS

KELAS IIB MEULABOH

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

Nama : HAMDANI

N I M : 06C2-0220014

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH – ACEH BARAT

2013

Page 2: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi/tugas akhir dengan judul :

ANALISIS KOMUNIKASI PERSUASIF ANTARA PETUGAS

PEMASYARAKATAN DENGAN WARGA BINAAN DI LAPAS KELAS

IIB MEULABOH

Yang disusun oleh:

Nama : Hamdani

NIM : 06C20220014

ProgramStudi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 22 April 2013 dan

dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN KOMISI PENGUJI

1. Sudarman Alwy, M.Ag

NIDN. 01-2504-7601 ………………………

Ketua

2. Devi Ariani, S.Sos

NIDN. 01-1203-7092 ………………………

Anggota I

3. Saiful Asra, M.Soc.Sc

NIDN. 01-1305-8201 ………………………

Anggota II

4. Fachrul Riza, M.I.Kom

………………………

Anggota III

5. Triyanto, S.Sos

NIDN. 01-1507-7102 ………………………

Anggota IV

Alue peunyareng, 22 April 2013

Ketua Program Studi Komunikasi

Junaidi S.Sos.I

Page 3: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Skripsi/tugas akhir : Analisis Komunikasi Persuasif Antara Petugas

Pemasyarakatan dengan Warga binaan di

LAPAS Kelas IIB Meulaboh.

Nama Mahasiswa : Hamdani

NIM : 06C20220014

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II

Sudarman Alwy, M.Ag Devi Ariani, S.Sos

NIDN. 01-2504-7601 NIDN. 01-1203-7092

Mengetahui,

Ketua Program Studi Komunikasi Dekan FISIP

Junaidi, S.Sos Sudarman Alwy, M.Ag

NIDN. 01-2504-7601

Page 4: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

iv

RIWAYAT HIDUP

Nama : HAMDANI

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat /Tanggal Lahir : Meulaboh, 17 Mei 1986

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Letkol Teuku Cut Rahman, Dsn. Teungoh,

Gampong Lapang, Kec. Johan Pahlawan

Alamat E_Mail : [email protected]

Pendidikan Formal

1. SD (1992-1998) : SD Negeri 3 Meulaboh, Aceh Barat

2. SLTP (1998-2001) : SMP Negeri 3 Meulaboh, Aceh Barat

3. SLTA (2001-2005) : SMA Negeri 4 Meulaboh, Aceh Barat

Page 5: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

v

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : HAMDANI

Nim : 06C20220014

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Universitas Teuku Umar

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar dibuat oleh penulis sendiri dan

orisinil, serta belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

sarjana akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis disebutkan

dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata didalam skripsi ini semua atau sebagian isinya terdapat unsur-

unsur plagiat, maka saya akan bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik

yang saya peroleh dapat dicabut/dibatalkan, serta dapat diproses sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dan ditanda tangani dalam keadaan sadar

tanpa tekanan/paksaan oleh siapapun.

Meulaboh 22 April 2013

Yang membuat pernyataan

HAMDANI

Page 6: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

vi

ABSTRAK

Hamdani. NIM 06C20220014. Analisis Komunikasi Persuasif Antara Petugas

Pemasyarakatan dengan Warga Binaan di LAPAS Kelas IIB Meulaboh.

Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Teuku Umar. Pembimbing I, Sudarman Alwy, M.Ag.

Pembimbing II, Devi Ariani, S. Sos.

Kata Kunci : Komunikasi persuasif, Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem penegakan hukum

pidana di Indonesia, yang berperan dalam rangka pembinaan, pembimbingan,

rehabilitasi, dan reintegrasi sosial bagi warga binaan agar setelah bebas dapat

berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sebagai masyarakat yang bebas dan

bertanggung jawab. Akan tetapi untuk mencapai tujuan pemasyarakatan yang

diamanatkan Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, petugas

pemasyarakatan dalam menjalankan perannya tidak terlepas dari komunikasi yang

digunakan, oleh sebab itu penggunaan teknik komunikasi yang tepat sangat

menentukan keberhasilannya, karena komunikasi merupakan suatu kegiatan untuk

merubah sikap, pendapat, dan perilaku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pola komunikasi persuasif yang digunakan dalam proses pembinaan

di Lapas Kelas IIB Meulaboh, dan juga untuk mengetahui pengaruh komunikasi

persuasif terhadap warga binaan, yang diduga bahwa proses pembinaan yang

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh belum menggunakan

teknik komunikasi persuasif yang efektif. Adapun Metode Penelitian yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif. Oleh karena itu dalam pemilihan informan

peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling, sedangkan dalam teknik

pegumpulan data yang peneliti gunakan merupakan kombinasi dari beberapa

teknik yaitu: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian

data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menujukkan

bahwa Pola Komunikasi persuasif di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB

Meulaboh adalah petugas pemasyarakatan dalam komunikasinya cenderung

mengunakan kekuasaan (power) yang berasal dari peraturan perundang-undangan

tentang pemasyarakatan, dan aturan-aturan yang berlaku di dalam Lapas. Adapun

pengaruhnya dari komunikasi persuasif yaitu warga binaan tertekan secara

piskologis, dan perubahan perilaku yang terjadi karena sedikitnya pilihan.

Page 7: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

vii

DAFTAR SINGKATAN

1. LAPAS : Lembaga Pemasyarakatan

2. CB : Cuti Bersyarat

3. CMB : Cuti Menjelang Bebas

4. CMK : Cuti Mengunjungi Keluarga

5. PB : Pembebasan Bersyarat

6. HAM : Hak Asasi Manusia

7. TPP : Tim Pengamat Pemasyarakatan

8. WBP : Warga Binaan Pemasyarakatan

9. UPT : Unit Pelayanan Teknis

10. Tamping : Tahanan Pendamping

11. Depnakerj : Departemen Tenaga Kerja

12. Depkes : Departemen Kesehatan

13. Depdiknas : Departemen Pendidikan Nasional

14. Depkumham : Dapertemen Hukum dan HAM

Page 8: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat beriring salam tak henti-

hentinya tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, seluruh keluarga,

sahabat dan penerus beliau yang menjadi suri tauladan bagi penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi salah satu

syarat kelulusan dalam meraih gelar Sarjana pada Program Strata Satu (S-1) Ilmu

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar,

Judul Penelitian yang penulis lakukan adalah : “Analisis Komunikasi Persuasif

Antara Petugas Pemasyarakatan dengan Warga Binaan di LAPAS Kelas IIB

Meulaboh”. Alasan pemilihan judul penelitian ini karena punilis melihat betapa

sulitnya membina narapidana yang sementara tersesat hidupnya dan sangat

meresahkan masyarakat, namun disisi lain petugas pemasyarakatan dituntut oleh

negara dan masyarakat untuk dapat memulihkan mereka agar ketika bebas

menjadi manusia yang lebih baik dari sebelum mereka masuk ke dalam Lapas.

Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini tentunya penulis menyadari

bahwa masih jauh dari kesempurnaan, namun harapan penulis setidaknya skripsi

ini bisa bermanfaat, oleh karena itu kritik dan saran penulis terima dengan tangan

dan hati terbuka.

Terwujutnya skripsi ini berkat dukungan berbagi pihak, maka dalam

kesempatan ini bagi semua yang telah banyak membantu, penulis mengucapkan

terima kasih tak terhingga, terutama kepada orang tua tercinta yaitu Ayahanda

Mustafa dan Ibunda Nurjanah yang tak henti-hentinya telah memberikan do’a,

dan segalanya kepada penulis dalam menempuh pendidikan selama ini, dan tak

ada kata yang bisa mewakili rasa terima kasih dan sayang ananda serta kepada

Kakak tersayang Rosmanidar, Amran, S.pd, dan adinda Rafizahtul Al

Mukaromah, serta keponakan tercinta Rusyida, Anisa, Putri. Semoga Allah SWT

melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya bagi kita semua.

Page 9: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

ix

Namun pada kesempatan ini pula penulis juga mengucapkan terima kasih

dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang mendukung,

membantu, dan memberikan sumbangasihnya kepada penulis baik moril maupun

materil selama pembuatan skripsi ini, maka dari itu penulis tujukan kepada yang

terhormat:

1. Bapak Drs. Alfian Ibrahim, M.Si selaku Rektor Universitas Teuku Umar

2. Bapak Sudarman Alwy, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, dan juga selaku pembimbing I yang telah mengorbankan waktu,

tenaga, pikirannya dalam membimbing penulis dengan memberikan kritik dan

saran guna penyelesaian skripsi/tugas akhir ini.

3. Bapak Junaidi, S.Sos.I selaku Ketua Jurusan Prodi Ilmu Komunikasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Ibu Devi Ariani, S.Sos selaku dosen pembimbing II yang juga telah

mengorbankan waktu, tenaga, pikirannya untuk membimbing serta

memberikan saran dan kritikan dalam menyelesaikan skripsi/tugas akhir ini.

5. Bapak Said Fadhlain, S.IP selaku Penasehat Akademik penulis di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Bapak Sulistiyono, Bc.IP selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

Meulaboh, dan Bapak Drs, M Sulton Ma’arif, Bapak Drs, Abdul Wahid,

Bapak Yusuf, Bapak Irhamuddin, Amd.IP, MH, Bapak Khairuddin, S.Ag, Ibu

Hasni, SH, dan seluruh pegawai Lapas serta warga binaan yang telah

membantu memberikan data dalam penelitian ini.

7. Bapak/ibu… selaku dewan penguji yang sudah banyak membantu

memberikan kritik dan saran terhadap perbaikan skripsi penulis.

8. Saudara-saudara Hendri Tri Putra S.I.Kom, Eka Nawi, S.Sos, Yusmadi Jalil,

Surya Sutrisna, S.Sos, serta Bapak Saiful Asra, M.Soc.Sc yang telah banyak

membantu dan memberikan masukannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan : Zulfikar, S.Sos, Sabki MH, S.Sos, Hendri Riandi,

Mursalim, Firza Mulia, S.Sos, Marthunis, Firdaus, Popon, Zainal Arifin, dan

rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi lainnya, serta seluruh

rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Page 10: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

x

10. Adek-adek Andri, Riki Karma, dan semua yang sedang menuntut ilmu di

Banda Aceh.

11. Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang

patut mendapatkan ucapan terima kasih.

Demikianlah kata pengantar ini penulis paparkan, hanya dengan do’a

balasan yang bisa penulis berikan atas mereka yang telah memberikan

kontribusinya kepada penulis, karena penulis hanyalah insan yang penuh dengan

keterbatasan, semonga Allah SWT membalas bantuan dari semua pihak sebagai

amal dan ibadahnya, amin ya rabbal ‘alamin.

Alue Peunyareng 22 April 2013

Penulis

HAMDANI

Page 11: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN ........................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... iii

HALAMAN RIWAYAT HIDUP ...................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI ................................. v

ABSTRAK .......................................................................................................... vi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................. 5

1.4.2. Manfaat Praktis .............................................................. 5

1.5. Sistematika Pembahasan ........................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................ 7

2.2. Tinjauan Komunikasi ................................................................ 9

2.1.1. Pengertian Komunikasi .................................................... 9

2.1.2. Fungsi Komunikasi .......................................................... 10

2.1.3. Tujuan Komunikasi .......................................................... 11

2.1.4. Media Komunikasi ........................................................... 12

2.1.5. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi ........................... 13

2.1.6. Model Analisis Komunikasi ............................................. 13

2.1.7. Pola Komunikasi .............................................................. 16

2.3. Tinjauan Komunikasi Persuasif ................................................ 18

2.3.1 Pengertian Komunikasi Persuasif .................................... 18

Page 12: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

xii

2.3.2 Komunikator (persuader)................................................. 20

2.3.3 Pesan (masage)................................................................. 24

2.3.4 Komunikan (persuade)..................................................... 25

2.3.5 Tujuan Komunikasi Persuasif .......................................... 27

2.3.6 Teknik-Teknik Persuasif .................................................. 30

2.3.7 Prinsip-Prinsip Persuasif .................................................. 32

2.4. Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) ......................... 33

2.5. Tinjauan Petugas Pemasyarakatan ............................................ 36

2.6. Tinjauan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ..................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 41

3.1. Metode Penelitian...................................................................... 41

3.1.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................... 42

3.1.2 Subjek Penelitian .............................................................. 43

3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ........................... 44

3.2.1 Sumber Data ..................................................................... 44

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................... 45

3.3. Instrumen Penelitian.................................................................. 46

3.4. Teknik Analisi Data .................................................................. 48

3.5. Pengujian Kredibilitas Data ...................................................... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 51

4.1. Hasil Penelitian ......................................................................... 51

4.1.1 Gambaran Umum Lapas Kelas IIB Meulaboh .......................... 51

4.1.1.1 Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan ........................ 51

4.1.1.2 Struktur Organisasi ......................................................... 51

4.1.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi................................................. 54

4.1.1.4 Tata Kerja Petugas Pemasyarakatan ............................... 57

4.1.1.5 Jumlah Pegawai Pemasyarakatan ................................... 58

4.1.1.6 Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan .......................... 60

4.1.1.7 Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan ........... 62

4.1.2 Proses Pembinaan Pemasyarakatan Lapas Kelas IIB

Meulaboh .................................................................................. 65

Page 13: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

xiii

4.1.2.1 Tahapan Pembinaan ........................................................ 65

4.1.2.2 Tujuan Pembinaan Pemasyarakatan ............................... 68

4.1.2.3 Pendekatan Pembinaan Pemasyarakatan ........................ 69

4.1.3 Pola Komunikasi Persuasif Antara Petugas Pemasyarakatan

dengan warga binaa Lapas kelas IIB Meulaboh ....................... 70

4.1.3.1 Komunikator (persuader) ................................................ 70

4.1.3.2 Pesan (message) .............................................................. 77

4.1.3.3 Komunikan (persuade) ................................................... 81

4.1.4 Pengaruh Komunikasi Persuasif di Lapas terhadap Warga

Binaan ....................................................................................... 83

4.2. Pembahasan ................................................................................ 86

4.2.1 Pola Komunikasi Persuasif Antara Petugas Pemasyarakatan

dengan warga binaa Lapas kelas IIB Meulaboh ......................... 86

4.2.1.1 Komunikator (persuader) .............................................. 86

4.2.1.2 Pesan Persuasif (persuasi yang dilakukan) ................... 95

4.2.1.3 Komunikan (warga binaan pemasyarakatan) ................ 98

4.2.2 Pengaruh Komunikasi Persuasif di Lapas terhadap Warga

Binaan ......................................................................................... 99

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 103

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 103

5.2. Saran .......................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

LAMPIRAN .......................................................................................................

Page 14: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

xiv

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Jadwal Penelitian .............................................................................. 43

TABEL 4.1 Daftar Pegawai Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh .................... 59

TABEL 4.2 Berdasarkan Status Hukum ............................................................. 61

Page 15: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Model Komunikasi Klasik ........................................................... 14

GAMBAR 2.1 Model Komunikasi Antarpribadi ................................................. 15

GAMBAR 2.4 Teori S-O-R ................................................................................. 30

GAMBAR 4.1 Struktur Organisasi Lapas Meulaboh .......................................... 53

GAMBAR 4.2 Proses Pemasyarakatan ................................................................ 67

Page 16: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, Lembaga Pemasyarakatan

sangat penting keberadaannya sama halnya seperti, Kepolisian, Kejaksaan, dan

Kehakiman. Namun banyak masyarakat tidak menyadari penting Lembaga

Pemasyarakatan sebagai salah satu komponen penyelenggara penegakan hukum

pidana di Indonesia. Menurut Anwar dan Adang, (2009:28) “Penyelenggaraan

peradilan adalah merupakan suatu sistem, yaitu suatu keseluruhan terangkai yang

terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan secara fungsional”. Sebagai

bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana, Lembaga

Pemasyarakatan punya peran dalam rangka pembinaan, bimbingan, rehabilitasi,

dan reintegrasi sosial bagi warga binaan, agar setelah bebas nanti dapat

berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sebagai bagian dari masyarakat yang

bebas dan bertanggung jawab.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan

batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila

yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat

untuk meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan,

memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Akan tetapi pada kenyataannya belum sepenuhnya berjalan, karena masih banyak

Page 17: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

2

permasalah yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan, seperti warga binaan yang

melarikan diri, tindakan kekerasan, peredaran narkoba dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan dari sistem pemasyarakatan tidak

hanya diukur dari sekedar selesai sebuah kegiatan program pembinaan, tetapi

sangat tergantung bagaimana komunikasi petugas pemasyarakatan dalam setiap

pembinaan yang dilakukannya, karena komunikasi bukan hanya sekedar tukar

menukar pikiran saja akan tetapi komunikasi merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk berusaha mengubah sikap, pendapat dan tingkah-laku orang lain,

maka dapat dikatakan keberhasilan petugas pemasyarakatan juga tergantung pada

keberhasilan komunikasi yang digunakan. Menurut Carl I. Hovland (dalam Arifin,

2006:26), “bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator)

memindahkan perangsang (biasanya berupa lambang-lambang dalam bentuk kata-

kata) untuk mengubah tingkah-laku orang lain”.

Maka, petugas pemasyarakatan harus menguasai dan memperhatikan

komunikasi yang digunakan dalam pembinaan, sehingga komunikasi yang

digunakan dalam upaya mencapai tujuan pemasyarakatan dapat berhasil. Menurut

Effendy, (1990:3) ”yang harus dipelajari dalam ilmu komunikasi adalah

bagaimana cara berkomunikasi agar menimbulkan hasil yang positif, bagaimana

cara berkomunikasi agar orang yang tadinya tidak melakukan sesuatu menjadi

melakukan sesuatu, yang tadinya melakukan hal yang salah menjadi melakukan

sesuatu yang benar”.

Namun, dalam upaya membina warga binaan Pemasyarakatan tidak

mudah, pemilihan teknik komunikasi menjadi sangat penting, yaitu untuk

membentuk sikap dan perilaku warga binaan yang baik dan bertanggung jawab,

Page 18: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

3

yang merupakan tujuan pemasyarakatan. Menurut Widjaja, (2008:70) “tujuan

suatu pilihan dalam teknik komunikasi adalah dalam rangka memperoleh efek

yang sebesar-besarnya, sifatnya tahan lama bahkan kalau mungkin bersifat abadi”.

Oleh karena itu, dalam kegiatan pembinaan yang dilakukan diperlukan

adanya teknik komunikasi salah satunya teknik persuasif, yaitu untuk

mempengaruhi sikap individu atau kelompok warga binaan, karena menurut

Effendy, (2000:55) “teknik persuasif merupakan proses komunikasi yang

bertujuan untuk mempengaruhi sikap, opini, pendapat, dan perilaku”. Maka dari

itu, teknik persuasif dapat membawa pengaruh positif bagi warga binaan, karena

kemampuan persuasif yang sifatnya membujuk, merayu dan mempengaruhi

diharapkan dapat merubah sikap, pendapat/opini, dan perilaku dengan kesadaran

sendiri. Menurut Widjaja, (2008:68) dengan komunikasi pesuasif inilah orang

akan melakukan apa yang dikehendaki komunikatornya, seolah-olah komunikan

yang melakukan atas kehendaknya sendiri. Dengan demikian pengaruh dari

komunikasi persuasif terhadap warga binaan seolah-olah perubahan tersebut

bukan atas kehendak petugas pemasyaraktan akan tetapi justru atas kehendak

warga binaan itu sendiri.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, apabila komunikasi

petugas pemasyarakatan dengan mengunakan teknik persuasif dalam pembinaan

kepribadian dan kemandirian berjalan dengan efektif, maka hasilnya dapat

membangkitkan keinginan mereka untuk berubah, mengembangkan potensi diri,

intelektual, sadar hukum, setia kepada bangsa dan Negara. Maka dari itu

diharapkan pembinaan yang sedang dan telah dilakukan di Lapas kelas IIB

Meulaboh dapat menjadi bekal kelak setelah warga binaan bebas, dan dapat

Page 19: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

4

menjalani hidup dengan benar dan patuh kepada norma-norma, aturan hukum

yang berlaku, dan berperan aktif kembali di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

ingin mengangkat judul skripsi ini tentang “analisis komunikasi persuasif

antara petugas pemasyarakatan dengan warga binaan di lapas kelas IIB

Meulaboh”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola komunikasi persuasif yang digunakan oleh petugas

pemasyarakatan kepada warga binaan di Lapas kelas IIB Meulaboh?

2. Apa pengaruh komunikasi persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh terhadap

warga binaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui komunikasi persuasif yang digunakan dalam proses

pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi persuasif yang digunakan

terhadap narapidana.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan ini muncul dua manfaat penelitian yaitu:

manfaat teoritis dan manfaat praktis, sehingga memungkinkan penelitian ini

menjadi suatu acuan dan pemecahan masalah dari penelitian.

Page 20: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

5

1.4.1 Manfaat Teoritis

Kegunaan teoritis dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang

dapat menambah kekayaan khasanah Ilmu Komunikasi, khususnya komunikasi

persuasif. Dalam hal ini bagaimana komunikasi persuasif dalam pembinaan yang

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh kepada warga

binaan.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan penulis dapat memperoleh

pengalaman yang sangat berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang telah

penulis dapatkan selama masa perkuliahan dan diharapkan berguna untuk

meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan, dan juga sebagai salah satu

syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) pada program

studi Ilmu Komunikasi Universitas Teuku Umar.

b. Kegunaan bagi Universitas Teuku Umar penelitian ini diharapkan menjadi

bahan literature maupun referensi bagi mahasiswa Fisip dan mahasiswa

program studi ilmu komunikasi, yang melakukan penelitian pada kajian yang

serupa yang berkaitan dengan komunikasi persuasif.

c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi

Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi persuasif, pada bagian pembinaan dalam

menjalankan peran dan fungsi.

Page 21: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

6

1.5 Sistematika Penulisan

Adanya sistematika penulisan adalah untuk mempermudah dan dapat

memberikan gambaran yang jelas mengenai skripsi ini, pembahasan dilakukan

secara komprehensif dan sistematik meliputi:

a. Bab Pertama, Pendahuluan :

Pada bab ini dijelaskan tentang alasan pemilihan judul, yang meliputi latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika pembahasan.

b. Bab Kedua, Tinjauan Pustaka :

Bab ini berisikan beberapa hasil penelitian terdahulu, tinjauan tentang

komunikasi, tinjauan tentang komunikasi persuasif, tinjauan tentang Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS), tinjauan tentang petugas pemasyarakatan, dan

tinjauan tentang warga binaan pemasyarakatan (WBP).

c. Bab Ketiga, Metode Penelitian :

Bab ini berisikan metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian

ini. Menjelaskan mengenai sumber data dan teknik pengumpulan data,

instrumen penelitian, teknik analisa data, dan pengujian kredibilitas data.

d. Bab Keempat, Hasil dan Pembahasan :

Berisikan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, dan uraian dalam pembahasan hasil

penelitian.

e. Bab Kelima, Simpulan dan Saran : Berisikan kesimpulan-kesimpulan yang

didapat dari hasil penelitian dan saran-saran, sebagai masukan bagi Lembaga

Pemasyarakatan.

Page 22: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Hasni (2007:48) dengan judul penelitian “pelaksanaan pembinaan

narapidana pada lembaga pemasyarakatan kelas II B Meulaboh, dengan rumusan

masalah bagaimana pelaksanaan narapidana di Lapas kelas IIB Meulaboh, faktor-

faktor yang menyebabkan pembinaan narapidana di lapas kelas IIB Meulaboh

belum berjalan sebagai mana mestinya, hambatan yang dihadapi petugas, dan

upaya penanggulangannya, penelitian yang dilakukan mengunakan metode

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan narapidana telah

dilaksanakan tetapi belum optimal terutama dibidang pendidikan, faktor penyebab

pembinaan narapidana Lapas Kelas IIB Meulaboh belum berjalan sebagaimana

mestinya karena faktor ketrampilan petugas, faktor fisik, faktor pendidikan, faktor

petugas, faktor kesehatan. Dengan hambatan-hambatan yang dihadapi adalah dana

yang tidak memadai, faktor personil, faktor narapidana, faktor masyarakat yaitu

sebagian besar masyarakat tetap beranggapan walaupun narapidana telah

diberikan pembinaan baik rohani maupun jasmani tetap saja orang jahat. Terbukti

dengan adanya cap atau lebel sekali penjahat tetap penjahat, sedangkan upaya

penanggulangan yang dilakukan agar pelaksanaan pembinaan mencapai hasil

yang diharapkan dan segala hambatan dapat diatasi adalah dengan mengadakan

kerja sama dengan intansi lain seperti kerja sama dengan Depkes, Depdiknas,

Depnakerj, serta kerja sama dengan masyarakat dibawah pengawasan

Depkumham.

Page 23: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

8

Adapun persamaan antara penelitian Hasni dengan penelitian ini adalah

pada metode yang digunakan dan objek penelitian yaitu petugas pemasyarakatan

pada bagian pembinaan. Sedangkan yang menjadi perbedaan, yaitu Hasni ingin

mengetahui pelaksanaan pembinaan, dan faktor yang menyebabkan pembinaan

belum berjalan sebagai mana mestinya, sedangkan penelitian ini dilakukan

peneliti dengan lebih menitik beratkan kepada komunikasi persuasif yang

digunakan petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh.

Siti Arofah (2009:92) dengan judul penelitian “pengaruh komunikasi

persuasi kinerja karyawan asuransi jiwa bersama (AJB) bumiputera 1912 cabang

pasuruan kota” yang menjadi rumusan masalah adalah pengaruh teknik Integrasi,

Pay off Idea, Iching Device secara parsial, simultan, dan yang paling dominan

terhadap kinerja karyawan asuransi jiwa bersama (AJB) bumiputera 1912 cabang

pasuruan kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik komunikasi persuasif

yang terdiri dari Integrasi, Pay-of Idea, Iching Device secara bersama-sama

(simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja

karyawan. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dengan analisis regresi

parsial menunjukkan bahwa teknik integrasi dan teknik pay-of Idea tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja. Sedangkan teknik

iching device mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja.

Devie Puspitasari Suganda, (2010: 161) dengan judul “hubungan antara

teknik komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja”

yang menjadi rumusan masalah adalah apakah terdapat hubungan antara teknik

komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja. Penelitian

mengunakan teknik survei dengan metode korelasional yang menunjukkan untuk

Page 24: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

9

mencari hubungan antara dua variabel atau lebih dengan mengunakan koefisien

korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara teknik persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja.

Hubungan yang terjalin adalah hubungan yang kuat, dimana peningkatan teknik

komunikasi persuasif atasan akan seiring dengan sikap patuh anggota dalam

bekerja.

Yang menjadi persamaan antara penelitian Siti Arofah dan Devie

Puspitasari Suganda dengan penelitian ini yaitu sama-sama ingin melihat

pengaruh komunikasi persuasif yang digunakan. Sedangkan perbedaan penelitian

mereka dengan penelitian ini terletak pada metode penelitian, objek dan variabel

penelitian.

2.2 Tinjauan komunikasi

2.2.1 Pengertian komunikasi

Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang setiap saat

selalu berhubungan/berinteraksi dengan manusia, kelompok yang lain, secara

disadari atau tidak komunikasi ada dalam kehidupannya sehari-hari. Komunikasi

merupakan syarat manusia sebagai mahkluk sosial dalam menyatakan eksistensi

dirinya. Dan komunikasi sudah menjadi kebutuhan yang mutlak ada bagi manusia

dan merupakan milik siapa saja, mengikuti perkembangan peradaban manusia.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication, berasal dari

kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama,

sama disini adalah sama makna (Effendy, 2009:9). Kesamaan makna yang

dimaksud adalah mengenai sesuatu yang dikomunikasikan.

Page 25: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

10

Pengertian komunikasi sangat beragam dan berbagai macam pengertian

yang dibuat oleh ahli sesuai latar belakang orang yang mendefinisikannya, berikut

ini beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli (dalam Cangara 2005:19),

yaitu :

a. Harold D. Lasswell ialah dengan menjawab pertanyaan “siapa yang

menyampaikan, apa yang disampaikan, saluran apa, kepada siapa dengan

pengaruh bagaimana.

b. Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari

sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk merubah

tingkah laku mereka.

c. Shannon dan Weaver, komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang

saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja.

Tidak terbatas pada komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi wajah,

lukisan, seni dan teknologi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi

adalah merupakan proses dimana suatu pesan dialirkan oleh komunikator kepada

komunikan melalui media verbal maupun non verbal, dalam usaha saling

pengaruh mempengaruhi dengan tujuan merubah tingkah laku, dengan melibatkan

unsur-unsur komunikasi didalamnya.

2.2.2 Fungsi Komunikasi

Apabila dilihat dari pengertiannya komunikasi tidak sekedar sebagai

tukar menukar informasi dan pesan saja, tetapi merupakan sebuah kegiatan

seseorang ataupun sekelompok orang mengenai tukar menukar data, fakta, dan

Page 26: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

11

ide. Menurut Effendy, (2009:8) fungsi komunikasi secara garis besar dapat

disimpulkan sebagai berikut :

a. Menyampaikan informasi (to infrom)

Ditujukan agar komunikan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

dengan menyampaikan informasi-informasi kepada khalayak atau publik.

b. Mendidik (to educate)

Dilakukan untuk mendorong pembentukan watak dan pendidikan

keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan

dengan cara memberikan pendidikan dan pengetahuan yang bermanfaat baik

secara formal maupun non formal.

c. Menghibur (to intertaint)

Yaitu fungsi yang dilakukan oleh komunikator untuk memberikan hiburan

kepada khalayak atau publik atau komunikan.

d. Mempengaruhi (to influence)

Yaitu membujuk, mempengaruhi atau membentuk suatu opini seseorang

maupun publik, meyakinkan tentang informasi-informasi yang diberikannya

sehingga benar-benar mengetahui situasi yang terjadi di lingkungannnya.

2.2.3 Tujuan Komunikasi

Pada umumnya komunikasi dapat mempunyai beberapa tujuan, menurut

Effendy, (2009:8) tujuan komunikasi terbagi menjadi empat yaitu:

a. Mengubah sikap (to change the attitude) memberikan informasi pada

komunikan dengan tujuan agar komunikan akan berubah sikapnya.

b. Mengubah pendapat/opini/pandangan (to change the opinion) memberikan

berbagai informasi pada komunikan dengan tujuan agar komunikan merubah-

Page 27: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

12

pendapat dan persepsinya terhadap informasi yang disampaikan.

c. Mengubah prilaku (to change the behaviour) memberikan berbagai informasi

pada komunikan dengan tujuan agar komunikan berubah perilakunya.

d. Mengubah masyarakat (to change the society) memberikan berbagai informasi

pada komunikan/khalayak dengan tujuan agar khalayak mau mendukung dan

ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

2.2.4 Media Komunikasi

Dalam komunikasi juga dikenal dengan beberapa media yaitu:

a. Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau

kata-kata yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tertulis.

Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus manusia, tidak ada

makhluk lain yang dapat menyampaikan macam-macam arti melalui kata-kata.

Kata-kata dapat juga dimanipulasi untuk menyampaikan secara eksplisit

sejumlah arti. Kata-kata yang disebut juga dengan bahasa dapat didefinisikan

(Mulyana, 2001:237).

b. Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak

menggunakan kata-kata, komunikasi ini menggunakan gerakan tubuh, sikap

tubuh, intonasi nada (tinggi rendahnya nada), kontak mata, ekspresi muka,

kedekatan jarak dan sentuhan-sentuhan. Komunikasi non verbal ini paling

banyak pengaruhnya dalam proses komunikasi persuasif, karena dalam

prosesnya komunikan lebih banyak dan lebih mempercayai tanda-tanda

(Mulyana, 2001:239).

Page 28: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

13

2.2.5 Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi

Dalam kegiatan komunikasi ada faktor-faktor yang menghambat

komunikasi tidak berjalan efektif, walaupun komunikasi yang dilakukan

sebenarnya berhasil dan efektif. Berikut hambatan-hambatan komunikasi menurut

Effendy, (2003:45) yaitu :

a. Gangguan komunikasi menurut sifatnya dapat diklarifiksi sebagai berikut :

1. Gangguan mekanik (mechanical, chanel noise) yang dimaksud dengan

ganguan mekanik ialah ganguan yang disebabkan saluaran komunikasi

atau kegaduhan yang bersifat fisik.

2. Semantik (semantic noise) adalah pengetahuan mengenai kata-kata yang

sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata.

b. Kepentinagan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam

menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya memperhatikan

perangsang yang ada hubungannya degan kepentingannya.

c. Motivasi terpendam akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai

benar dengan keinginannya, kebutuhan dan kekurangannya.

d. Prasangka (prejudice) merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat

bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka

belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang

hendak melancarkan komunikasi.

2.2.6 Model Analisis Komunikasi

Model analisis komunikasi merupakan suatu bentuk paradigma berfikir

dari proses komunikasi, untuk menunjukkan serta menggambarkan sebuah

kerangka kerja dalam menganalisis fenomena komunikasi yang terjadi.

Page 29: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

14

Aristoteles, ahli filsafat yunani kuno dalam bukunya RhetoricaI

menyebutkan bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang

mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang

mendengarkan (Cangara 2005:21). Sebagai model klasik atau model pemula yang

dikembangkan sejak Aristoteles. Aristoteles membuat model komunikasi atas tiga

unsur yakni seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1

Model Komunikasi Klasik

(Sumber: Canggara, 2005:39).

Komunikasi bertujuan untuk menciptakan perubahan pada diri komunikan,

baik perubahan opini, sikap maupun perilaku, untuk mencapai tujuannya ada

beberapa teknik komunikasi yang digunakan. Teknik komunikasi menurut

Effendy, (2003:55), diklasifikasikan kedalam enam teknik, di antaranya

komunikasi informasif (informative communication), komunikasi persuasif

(persuasive communication), komunikasi pervasif (pervasive communication),

komunikasi koersif (coersive communication), komunikasi intruktif (instructive

communication), dan hubungan manusiawi (human relations). Dari beberapa

teknik yang dikemukakan tersebut peneliti hanya menganalisa komunikasi

persuasif yang digunakan petugas pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh.

Karena peneliti melihat pada umumnya dalam kegiatan pembinaan di

Lapas kelas IIB Meulaboh, komunikasi petugas pemasyarakatan dengan warga

binaan mengunakan komunikasi antarpribadi atau yang lebih dikenal dengan

Siapa Mengatakan Apa

Kepada Siapa

Sumber Pesan Penerima

Page 30: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

15

komunikasi tatap muka, maka dari itu komunikasi persuasif petugas

pemasyarakatan kepada warga binaan dalam komunikasi antarpribadi. Menurut

Mulyana, (2008:81) Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal

maupun nonverbal.

Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”

menyebutkan komunikasi antarpribadi sebagai: proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-

orang dengan beberapa efek dan umpan balik seketika (dalam Effendy, 2003:60).

Karena itulah komunikasi antarpribadi dinilai sebagai komunikasi yang efektif

dalam mencapai tujuan komunikasi, proses komunikasi antarpribadi dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

Gambar 2.2

Komunikasi Antarpribadi

(Sumber: Devito, 2007:10).

Page 31: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

16

Alasan kenapa komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam

mencapai tujuan komunikasi, menurut Effendy, (2003:61) “kumunikasi

antarpribadi umumnya berlangsung tatap muka (face to face), oleh karena itu anda

dengan komunikan anda saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi

(personal contact) pribadi anda menyentuh komunikan anda. Ketika anda

menyampaikan pesan anda, umpan balik berlangsung seketika (immediate

feedback) anda mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan

yang anda lontarkan, ekspresi wajah anda, dan gaya bicara anda. Apabila umpan

baliknya positif, artinya tanggapan komunikan anda itu menyenangkan anda,

sebaliknya jika tanggapan komunikan anda negatif anda harus mengubah gaya

komunikasi anda sampai komunikasi anda berhasil”.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi antarpribadi

terdapat keterlibatan aktif komunikator dalam kegiatan mempengaruhi

komunikan, sehingga komunikasi yang dilakukan efektif.

2.2.7 Pola Komunikasi

Berdasarkan pengertian pola dalam kamus besar bahasa Indonesia online

(http://kbbi.web.id/), peneliti memahami bahwa pola sama artinya dengan contoh,

bentuk, atau model, corak, sistem/cara kerja yang biasanya dipakai untuk

membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu

(potongan,komponen, pattern). Sedangkan pola komunikasi adalah suatu

gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan

antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Soejanto, 2001:27).

Komponen yang dimaksud antaralain adalah komunikator, pesan, media,

komunikan, dan efek.

Page 32: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

17

Pola komunikasi menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pola

komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih

dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan

yang dimaksud dapat dipahami.(Djamarah, 2004:1). Dalam penelitian ini pola

komunikasi merupakan gambaran dari cara petugas pemasyarakatan membangun

komunikasi dengan warga binaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, menurut

Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola

Pembinaan Narapidana/tahanan, yaitu: “untuk mempertahankan citra yang ideal

yang dimiliki para petugas pemasyarakatan, maka pendekatan petugas

pemasyarakatan dengan warga binaan adalah bagaikan seorang dokter dengan

pasiennya, seorang guru dengan muridnya dan seorang orang tua dengan

anaknya”.

Oleh sebab itu, dalam menganalisa pola komunikasi persuasif petugas

pemasyarakatan dengan warga binaan peneliti mengkaitkan dengan teori pola

komunikasi orang tua terhadap anaknya. Menurut Hurlock (1996:60) mengatakan

bahwa perilaku orang tua terhadap anak sesuai dengan tipe pola asuh yang

dianutnya diantaranya adalah:

1. Pola Asuh Otoriter

Perilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah:

a. Orang tua menentukan segala peraturan yang berlaku dalam keluarganya.

b. Anak harus menuruti atau mematuhi peraturan-peraturan yang telah

ditentukan orang tua tanpa kecuali.

c. Anak tidak diberi tahu alasan mengapa peraturan tersebut ditentukan.

Page 33: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

18

d. Anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya

mengenai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan orang tua.

e. Kemauan orangtua dianggap sebagai tugas atau kewajiban bagi anak.

f. Bila tidak mengikuti peraturan yang berlaku, maka hukuman yang

diberikan berupa hukuman fisik.

2. Pola Asuh Permisif

Perilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah:

a. Tidak pernah ada peraturan dari orang tua.

b. Anak tidak pernah dihukum.

c. Tidak ada ganjaran dan pujian karena perilaku dari si anak.

d. Anak bebas menentukan kemauannya/keinginannya.

3. Pola Asuh Demokratis

Perilaku orang tua dalam kehidupan keluarga adalah:

a. Orang tua sebagai penentu peraturan.

b. Anak berkesempatan untuk menanyakan alasan mengapa peraturan dibuat.

c. Anak boleh ikut andil dalam mengajukan keberatan atas peraturan yang

ada.

Dari pola asuh tersebut di atas, maka dapat dilihat seperti apa pola

komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan terhadap warga binaan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIB Meulaboh.

2.3 Tinjauan Komunikasi Persuasif

2.3.1 Pengertian Komunikasi Persuasif

Pengertian komunikasi persuasif berasal dari istilah persuasion (Inggris).

Sedangkan persuasion dari bahasa latin: “persuasion”, kata kerjanya to persuade

Page 34: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

19

yang dapat diartikan sebagai membujuk, merayu, meyakinkan dan sebagainya

(Widjaja, 2008:66).

Manusia sebagai mahluk sosial, yang tidak pernah terlepas dari kegiatan

komunikasi baik dalam berinteraksi, beradaptasi, dan mengontrol lingkungan,

maka pada umumnya situasi komunikasi sudah mencakup persuasi sebagai mana

yang dinyatakan oleh Erwin P. Betting House “bahwa suatu situasi komunikasi

harus mencakup upaya seseorang dengan sadar mengubah tingkah laku orang lain

atau sekelompok orang lain melalui penyampaian beberapa pesan” (Onong-

kepemimpinan dan komunikasi hal-107 dalam Widjaja 2008-66).

Sastroputro (1988:246) mendefinisikan persuasi merupakan salah satu

metode komunikasi sosial dalam penerapannya mengunakan teknik atau cara

tertentu sehingga orang dapat bersedia melakukan sesuatu dengan senang hati,

dengan suka rela dan tanpa dipaksa oleh siapa pun. Namun proses komunikasi

persuasif di Lapas tidak mudah, karena di dalam Lapas ada berbagai macam

pengaruh, seperti yang dikatakan Petrus dan Simorangkir (1995:39), “Lapas

adalah tempat berkumpulnya para penjahat tidak ada satu pun hal positif ataupun

yang baik dapat diharapkan, bagi masyarakat Lapas merupakan persinggahan

yang mengantar pada kehidupan akhir, seakan-akan Lapas dan penghuninya

adalah masyarakat yang mati”, begitulah gambaran Lapas secara realitas maupun

dalam pikiran masyarakat.

Oleh sebab itu, diperlukannya kontribusi dari petugas pemasyarakatan

sebagai komunikator (persuader) dalam mempersuasi warga binaan, maka dari itu

peneliti sependapat dengan yang dikutip Rakhmat, (2008:255) dalam bukunya

Psikologi Komunikasi, dimana menurut Aristoteles “persuasi tercapai karena

Page 35: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

20

karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya

kita menganggap dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada

orang-orang baik dari pada orang lain : ini berlaku umumnya pada masalah apa

saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat

terbagi. Tidak benar anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan

personal diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan

persuasinya : sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasinya

yang paling efektif yang dimilikinya”.

Dari kutipan pendapat Aristoteles diatas menjelaskan bahwa karakteristik

komunikator punya pengaruh besar dalam komunikasi persuasif, baik itu dalam

mengelola maupun menyampaikan pesan pesannya.

2.3.2 Komunikator (persuader)

Penting karakteristik komunikator untuk mencapai tujuan komunikasi,

seperti dikatakan Aristoteles bahwa karakeristik komunikator hampir bisa disebut

alat persuasinya, oleh karena itu kondisi komunikator turut serta berpengaruh

dalam komunikasi persuasif, seorang komunikator tidak mungkin bisa merubah

atau menguat keyakinkan, sikap, pendapat/opini dan perilaku seseorang hanya

dengan kata-kata saja.

Adapun karakteristik komunikator dalam komunikasi persuasif menurut

Rakhmat, (2008:257), dalam bukunya Psikologi Komunikasi, yaitu salah satunya

kredibilitas (credibility), kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan

tentang sifat-sifat komunikator, meliputi : komponen kredibilitas ialah keahlian

dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang

komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator

Page 36: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

21

yang nilai tinggi dianggap cerdas, mampu, ahli dan berpengalaman. Sedangkan

kepercayaan adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan

watak apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, etis atau bahkan

sebaliknya.

Persepsi komunikan kepada komunikator dapat berubah-ubah tergantung

pada situasi dan kondisi pada saat penyampaian pesan, perubahan khalayak, topik

dan waktu, oleh karena itu Koehler, Annatol, dan Applbaum (dalam Rakhmat,

2008:260) menambahkan empat komponen dalam kredibilitas yaitu:

a. Dinamisme, komunikator memiliki dinamisme bila dipandang sebagai

bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani.

b. Sosialbilitas, kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang

periang dan senang bergaul.

c. Kooreientasi, merupakan kesan komunikan tentang komunikator sebagai

orang yang mewakili kelompok yang disenangi dan mewakili nilai-nilai.

d. Karisma, digunakan untuk menunjukkan suatu sifat yang luar biasa dimiliki

oleh komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti

magnet menarik benda-benda sekitarnya.

Dari empat komponen yang ditambahkan Koehler, Annatol, dan

Applbaum menurut Rakhmat sebetulnya sosialbilitas dan kooreientasi harus

dimasukkan sebagai komponen atraksi.

Karakteristik komunikator lainnya adalah atraksi (Attractiveness) yang

juga tidak kalah pentingnya dibanding dengan kredibilitas (Credibility), dimana

daya tarik seseorang menjadi menarik bagi komunikan sehingga komunikator

mempunyai sumber daya persuasif.

Page 37: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

22

Menurut Rakhmat, (2008:261) atraksi (Attractiveness) adalah daya tarik

fisik, ganjaran, kesamaan dan kemampuan. Atraksi fisik menyebabkan

komunikator menarik dan karena ia menarik sehingga mempunyai daya persuasif.

Daya tarik fisik ini dapat berupa paras wajah yang cantik atau tampan dan dalam

berpakaian, sedangkan yang dimaksud dengan kesamaan adalah kesamaan sikap

dan kepercayaan, orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap,

tingkat sosioekonomi, agama, ideologi akan cendrung saling menyukai. Seseorang

akan mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya

sama dengan dirinya, yang dapat berupa kepercayaan, sikap, maksud dan nilai-

nilai sehubungan dengan suatu persoalan.

Dan karakteristik komunikator yang terakhir adalah kekuasaan (power)

dengan kekuasaan seorang komunikator juga dapat mempersuasi komunikan,

karena kekuasaan-kekuasaan yang dimilikinya menimbulkan rasa ketunduk dan

hormat dari komunikan.

Menurut Rakhmat, (2008:264) kekuasaan juga termasuk dalam

karakteristik komunikator. Kekuasaan adalah kemampuan untuk menimbulkan

ketundukan. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat memaksakan

kehendaknya pada orang lain karena ia mempunyai sumber daya yang penting

(critical resourses).

Berbagai macam kekuasaan yang ada pada saat ini, terbentuknya tidak

terlepas dari hubugan interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat, dan tidak

dapat dipungkiri juga bahwa kekuasaan pada saat ini sudah menjadi sumber daya

seseorang untuk melakukan persuasif terhadap orang lain.

Page 38: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

23

Berdasarkan sumber daya yang dimiliki seorang komunikator, menurut

French dan dimodifikasi oleh Reven (dalam Rakhmat, 2008:66), kekuasaan dapat

dibedakan sebagai berikut :

1. Kekuasaan koersif (coercive power)

Kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau hukuman pada

komunikan. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal misalnya benci

dan kasih sayang atau impersonal, misalnya pemecatan dan kenaikan pangkat.

2. Kekuasaan keahlian (expert power)

Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan

keahlian yang dimiliki oleh komunikator. Dosen memiliki kekuasaan keahlian,

sehingga dia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan teori sesuai dengan

pendapatnya.

3. Kekuasaan Informasional (informasional power)

Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang

dimiliki komunikator. Ahli komputer memiliki kekuasaan informasional

ketika menyarankan kepada seorang pemimpin perusahaan untuk membeli

komputer jenis tertentu.

4. Kekuasaan rujukan (referent power)

Disini komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk

menilai dirinya, komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia

berhasil menanamkan kekaguman pada komunikan, sehingga seluruh

perilkunya diteladani. Seorang nabi dengan perilakunya menakjubkan dapat

menyebabkan pengikut-pengikutnya meniru tingkah lakunya.

5. Kekuasaan legal (legitimete power)

Page 39: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

24

Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma-norma yang

menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.

Seperti Rektor Universitas, kepala seksi kantor, komandan kompi dikalangan

tentara, atau kiai dipesantren memiliki kekuasaan legal.

Kekuasaan adalah pengaruh yang paling lemah apabila kredibilitas dan

atraksi belum berhasil diterapkan pada komunikan, sehingga selayaknya

kekuasaan digunakan setelah kredibilitas dan atraksi.

2.3.3 Pesan (messages)

Dalam komunikasi persuasif tidak hanya karakteristik komunikatornya

saja yang mempengaruhi keberhasilan persuasif tetapi juga pesan-pesannya,

menurut Kertapati (dalam Widjaja, 2008:69) mengatakan bahwa persuasi adalah

merupakan salah satu bentuk komunikasi, oleh karena itu dengan sendirinya

secara teoritis harus memiliki persyaratan tertentu, yaitu :

a. Pesan-pesan/ajakan-ajakan yang disampaikan kepada masyarakat atau pihak-

pihak tertentu harus dapat menstimulir sesuatu pada saran.

b. Bahwa pesan-pesan/ajakan-ajakan itu tentunya harus berisi lambang-lambang

atau tanda-tanda komunikasi yang sesuai dengan daya tangkap, daya serap

dan daya tafsir (decoding efficiency) dari sebagian besar masyarakat atau

golongan tertentu.

c. Bahwa pesan-pesan/ajakan-ajakan harus dapat membangkitkan keperluan atau

kepentingan (needs) tentu pada sasarannya dan kemudian menyarankan

usaha-usaha atau untuk pemenuhan harapan itu.

Page 40: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

25

d. Bahwa pesan-pesan/ajakan-ajakan yang menyarankan usaha dan upaya

hendaknya disesuaikan (di- adjust) dengan situasi dan norma-norma

kelompok dimana sasaran itu berada.

e. Bahwa pesan-pesan/ajakan-ajakan harus dapat membangkitkan harapan-

harapan tertentu dan sebagainya.

Pesan persuasif yang disampaikan adalah tentang apa yang dikehendaki

komunikator terhadap komunikan, oleh karena itu pesan menjadi penting dalam

komunikasi persuasif. Menurut Cangara, (2005: 113) ada beberapa cara yang

dapat digunakan dalam penyusunan pesan yang memakai teknik persuasif

diantaranya :

a. Fear appeal ialah metode penyusunan atau penyampaian pesan dengan

menimbulkan rasa ketakutan pada khalayak.

b. Emotional appeal ialah cara penyusunan atau penyampaian pesan dengan cara

mengubah emosional khalayak.

c. Reward appeal ialah cara penyusunan atau penyampaian pesan dengan

menawarkan janji-janji kepada khalayak.

d. Motivational appeal ialah teknik penyusunan pesan yang dibuat bukan karena

janji-janji, tetapi disusun untuk menumbuhkan internal psikologis khalayak

sehingga mereka dapat mengikuti pesan-pesan itu.

e. Humorious appeal ialah teknik penyusunan pesan yang disertai humor,

sehingga dalam penerimaan pesan khalayak tidak merasa jenuh.

2.3.4 Komunikan (persuade)

Warga binaan sebagai komunikan dalam penelitian ini, yang menerima

langsung pesan-pesan persuasi yang disampaikan oleh petugas pemasyarakatan

Page 41: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

26

(persuader). dari pada itu Cultip dan Center dalam bukunya “Effectif Public

Relations” (dalam Effendy, 2003:43) mengemukakan fakta fundamental yang

perlu diingat oleh komunikator :

a. Bahwa komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain

satu sama lainnya dalam lembaga sosial. Karena itu setiap orang adalah subjek

bagi berbagai pengaruh, diantaranya adalah pengaruh dari komunikator.

b. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, dan menonton komunikasi yang

menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam.

c. Bahwa tanggapan yang dinginkan komunikator dari komunikan harus

menguntungkan bagi komunikan : kalau tidak ia tidak akan memberikan

tanggapan.

Komunikan sebagai penerima pesan persuasif seperti, menurut Chester I.

Bernard (dalam Effendy, 2003:42) seorang dapat dan akan menerima sebuah

pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut secara simultan :

a. Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan-pesan komunikasi

b. Pada saat dia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusan itu diambil

sesuai dengan tujuannya.

c. Pada saat dia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu

bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

d. Ia mampu menepatinya baik secara mental maupun secara fisik.

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa bagaimana seorang warga binaan

baru dapat menerima pesan seperti yang diharapkan petugas pemasyarakatan

sehingga komunikasi persuasif yang dilakukan berhasil.

Page 42: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

27

2.3.5 Tujuan Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif merupakan salah satu dari teknik komunikasi, maka

tujuan komunikasi persuasif tidak jauh berbeda dengan tujuan komunikasi pada

umumnya seperti telah dijelaskan diatas, menurut Widjaja, (2008:68) tujuan

pokok persuasi adalah untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah-laku

seseorang atau kelompok untuk kemudian melakukan tindakan/perbuatan

sebagaimana dikehendaki, persuasi bukan sekedar membujuk dan merayu saja,

tetapi persuasi merupakan suatu teknik mempengaruhi dengan mempergunakan

data dan fakta psikologis, sosiologis dari orang-orang yang inggin dipengaruhi.

Sedangkan menurut Mubarok, (1999:19), tujuan komunikasi persuasif

dalam bukunya Psikologi Dakwah, yaitu secara bertingkat terdiri dari dua sebagai

berikut :

a. Mengubah atau menguatkan keyakinan (believe) dan sikap (attitude) audiens.

b. Mendorong audiens melakukan sesuatu/memiliki tingkah laku (behaviour)

tertentu yang diharapkan.

Menurut Effendy, (2000:7), dampak yang dapat ditimbulkan dapat

diklasifikasikan menurut kadarnya yakni :

a. Dampak kognitif : adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan

dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. Disini pesan yang

disampaikan komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan

lain perkataan,tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah

pikiran diri komunikan.

b. Dampak afektif : adalah lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif.

Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu,

Page 43: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

28

tetapi bergerak hatinya, menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan

iba, haru, sedih, gembira, marah dan sebagainya.

c. Dampak Behavioral : adalah dampak yang timbul pada komunikan dalam

bentuk prilaku, tindakan atau kegiatan.

Pada dasarnya yang hendak dipengaruhi komunikator adalah sikap-sikap

individu/kelompok dari komunikan.

a. Komponen sikap

Sikap sering dianggap memiliki 3 komponen :

1. Komponen Afektif, dimana kesukaan atau perasaan terhadap sebuah

objek.

2. Komponen Kognitif, keinginan terhadap sebuah objek.

3. Komponen perilaku, merupakan tindakan terhadap objek.

(dalam Werner & James, 2007 : 178).

b. Definisi sikap

Menurut para ahli :

1. Sikap pada dasarnya adalah suatu cara “pandang” terhadap sesuatu

(Murphy dan Newcomb),

2. Kesiapan dan sistem syaraf yang diorganisasikan melalui pengalaman

menumbuhkan pengaruh langsung atau dinamis pada respon-respon

seseorang terhadap semua objek dan situasi terkait (Allport),

3. Sebuah kecenderungan yang bertahan lama, dipelajari untuk berperilaku

dengan konsisten terhadap sekelompok objek (English),

Page 44: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

29

4. Sebuah sistem evaluasi positif atau negatif yang awet, perasaan-perasaan

emosional dan tendensi tindakan pro dan kontra terhadap sebuah objek

sosial (Krech, Grutch Field, dan Ballachey).

(dalam Werner & James, 2007 : 179).

c. Perubahan sikap

Menurut MC Quire dalam teori pemrosesan – informasi, menyebutkan

bahwa perubahan sikap terdiri dari enam tahapan yang masing-masing tahap

merupakan kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya, tahap

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pesan persuasi harus dikomunikasikan,

2. Penerima akan memerhatikan pesan,

3. Penerima akan memahami pesan,

4. Penerima akan terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang

disajikan,

5. Tercapai posisi adobsi baru,

6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

(Werner & James, 2007 :204).

d. Teori perubahan sikap

Teori Stimulus-Organism-Response (S-O-R Theory) berasal dari psikologi

kemudian menjadi teori komunikasi, karena objek material dari psikologi dan

Ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-

komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, efeksi, dan konasi (Effendy, 2003:254).

Dalam proses perubahan sikap Mar’at dalam bukunya “sikap manusia,

perubahan serta pengukurannya. Mengutip pendapat Hovland, Jenis, dan Kelly

Page 45: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

30

yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variable

penting yaitu: perhatian, pengertian, dan penerimaan (Effendy, 2003:255). Seperti

berikut ini:

Gambar 2.4

Teori S-O-R

(sumber: Effendy, 2003:255).

Menurut Effendy, (2003:256) Stimulus atau pesan yang disampaikan

kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan

berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan

mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.

Setelah komunikan mengolahya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan

untuk mengubah sikap.

2.3.6 Teknik-Teknik Persuasif

Beberapa teknik dalam komunikasi persuasif yang dikemukakan oleh

Effendy (2000:22), menyebutkan bahwa demikian beberapa teknik untuk dipilih

dan dipergunakan dalam situasi komunikasi tertentu:

Stimulus

Organism : • Perhatian

• Pengertian

• Penerimaan

Response (perubahan sikap)

Page 46: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

31

a. Asociation (Asosiasi)

Adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada

suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Metode

ini dilaksanakan oleh pimpinan dalam menyampaikan pesan dengan

menghubungkan sesuatu atau hal yang menarik perhatian sehingga pesan yang

disampaikan menjadi lebih mengena pada komunikan.

b. Integration (integrasi)

Adalah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara komunikatif

dengan komunikan, metode ini mengandung pengertian adanya kemampuan

komunikator untuk menyatukan diri kepada pihak komunikan.

c. Pay- Off Idea (iming-iming)

Merupakan kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengiming-

ngiming hal yang menguntungkan atau hal yang menjanjikan harapan. Dalam

rangka mencapai tujuannya, metode ini berdaya upaya menumbuhkan

kegairahan emosional. Metode ini menyajikan pesan yang mengandung

sugesti (anjuran) yang bila ditaati hasilnya memuaskan.

d. Fear arousing (ketakutan)

Teknik menakut-nakuti adalah kebalikan dari teknik Pay- Off Idea, dalam

kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan punisment yaitu menakut-

nakuti atau mengambarkan konsekuensi yang buruk.

e. Iching Device (tataan)

Yaitu menata pesan komunikasi dengan himbauan emosional sedemikian rupa

sehingga komunikan menjadi lebih tertarik. Metode ini pada dasarnya

bertujuan menggugah hati nurani karyawan, artinya upaya untuk mengubah

Page 47: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

32

pesan berupa perintah, anjuran maupun teguran dari pimpinan agar karyawan

merasa tertarik dan akhirnya bertindak sesuai dengan pesan komunikator

(pimpinan).

f. Red Herring (gerak tipu)

Seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan

dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian

mengalihkannya sedikit demi ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan

senjata ampuh dalam menyerang lawan.

2.3.7 Prinsip-prinsip Komunikasi persuasif

Ada beberapa prinsip-prinsip komunikasi persuasif yang dikemukakan

Djamaluddin dan Yosal, (1994:132) dalam bukunya Komunikasi persuasif antara

lain :

a. Prinsip Indetifikasi

Kebanyakan orang mengabaikan ide, opini atau sudut pandang sekalipun

diketahuinya. Betul bila hal-hal tersebut tidak mempengaruhi hasrat, rasa,

harapan dan aspirasi pribadinya. Pesan yang anda susun harus dengan

memperhatikan kepentingan khalayak.

b. Prinsip Tindakan

Orang yang jarang menerima gagasan yang terpisah dari tidakan, bila tindakan

yang diambil oleh penganjur ide maupun tindakan yang diyakini bisa

membuktikan kebenaran ide itu, sekalipun sarana tindakan diberikan, orang

cendrung menganggap enteng imbauan untuk mengerjakannya.

Page 48: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

33

c. Prinsip Familiaritas dan kepercayaan

Kita hanya menerima ide yang disampaikan orang yang kita percayai. Orang

yang mempengaruhi kita atau hanya mengambil opini dan sudut pandang yang

disampaikan individu, perusahaan atau lembaga yang kita anggap terpercaya.

Sekalipun pendengar mempercayai pembicara, dia mungkin tidak mendengar

dan mempercayai.

d. Prinsip kejelasan situasi harus jelas bagi kita, tidak membingungkan.

Hal-hal diatas dibaca atau didengar yang membentuk kesan-kesan harus jelas.

Bukan hal memungkinkan munculnya berbagai interpretasi. Orang cendrung

melihat sesuatu sebagai hitam putih untuk berkomunikasi, anda harus

mengunakan kata-kata, simbul-simbul dan stereotip-stereotip yang dipahami

dan mendapat respon pendengar.

2.4 Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)

Menurut Bahasa indonesia Lembaga Pemasyarakatan (LP) berasal dari dua

kata yaitu “Lembaga” dan “pemasyarakatan” Lembaga berarti organisasi yang

bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan atau usaha ilmiah, sedangkan

pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan

pemasyarakatan (narapidana, anak didik Negara yang lainnya) berdasarkan

sistem, kelembagaan dalam tata perdilan pidana (Badudu: 1980:45).

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 tentang pemasyarakatan. (1)

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (2)

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara

Page 49: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

34

pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang

dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk

meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri

dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat dan kembali dapat aktif berperan dalam pembangunan

serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab.(3) Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

Pasal 2, Undang-Undang No : 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

tujuan pemasyarakatan, “sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka

membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.” Untuk mencapai tujuannya diperlukan pembinaan yaitu

pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.

Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, sebagai bagian akhir dari sistem

pemidanaan dalam tata peradilan pidana. “sistem pemasyarakatan berfungsi

menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat

dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab” (Pasal 3, Undang-Undang No : 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan).

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap

narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang

Page 50: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

35

merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana. Lembaga pemasyarakatan

saat ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta

cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan

secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan

kualitas narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab. (Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan)

Pemasyarakatan berarti kebijakan dalam perlakuan terhadap narapidana

yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan sekaligus

mengayomi narapidana yang tersesat jalan dan memberi bekal hidup bagi

narapidana setelah kembali ke masyarakat (Sudjono, 1984:199)

Klasifikasi kelas pada tiap Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan

Keputusan Menteri Kehakiman M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), diklasifikasikan dalam 3

(tiga) Klas yaitu:

a. LAPAS Kelas I,

b. LAPAS Kelas IIA,

c. LAPAS Kelas IIB

Klasifikasi LAPAS tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan

dan kegiatan kerja.

Page 51: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

36

2.5 Tinjauan Petugas Pemasyarakatan

Petugas pemasyarakatan adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di

pemerintahan Indonesia pada Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia

yang menjalankan tugas dan fungsinya dibidang pemasyarakatan (Peraturan

Menteri No. M HH-16 KP 05. 02 Tahun 2011).

Petugas pemasyarakatan merupakan seseorang yang diberikan tugas

dengan tanggung jawab keselamatan narapidana di penjara. Petugas

pemasyarakatan bertanggung jawab untuk pemeliharaan, pembinaan dan

pengendalian seseorang yang telah ditangkap dan sedang menunggu pengadilan,

ketika dijebloskan maupun yang telah didakwa melakukan tindak kejahatan dan

dijatuhi hukuman dalam masa tertentu, dan yang bertanggung jawab melakukan

pembinaan terhadap narapidana atau tahanan di lembaga pemasyarakatan maupun

rutan. (Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan)

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M HH-16 KP 05.

02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasrakatan, pegawai

pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan

terhadap warga binaan pemasyarakatan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal

4 ayat 1 huruf c, sebagai berikut:

a. Menghormati harkat dan martabat warga binaan pemasyarakatan, meliputi:

1. Menghormati hak warga binaan pemasyarakatan,

2. Menjauhkan diri dari segala bentuk tindakan kekerasan dan bentuk

pelecehan,

3. Menghormati dan menjaga kerahasiaan warga binaan pemasyarakatan,

Page 52: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

37

4. Selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan warga binaan

pemasyarakatan.

b. Mengayomi warga binaan pemasyarakatan, meliputi:

1. Memberikan rasa aman dan tentram terhadap warga binaan

pemasyarakatan,

2. Menindaklanjuti setiap saran, keluhan, atau pengaduan yang

disampaikan warga binaan pemasyarakatan secara cepat dan tepat,

3. Tidak diskriminatif terhadap warga binaan pemasyarakatan atas dasar

suku, agama, ras atau lainnya yang dapat menimbulkan situasi yang

tidak kondusif,

4. Memenuhi hak warga binaan pemasyarakatan tanpa mengharapkan

balasan/pambrih.

c. Tanggap dalam bertindak, tangguh dalam bekerja dan tanggon dalam

berkepribadian, meliputi:

1. Teliti, cermat, dan tepat dalam menilai situasi,

2. Mampu mengambil tindakan yang tegas terhadap setiap bentuk perilaku

yang melanggar tata tertib/aturan,

3. Tidak melakukan hal yang bertentangan dengan moral dan hukum,

4. Menguasai keahlian dalam melaksanakan tugas,

5. Kesanggupan untuk melaksanakan keadilan dan kejujuran,

6. Menjaga kewaspadaan dan hati-hati.

Page 53: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

38

d. Bijaksana dalam bersikap, meliputi:

1. Mengunakan akal budi, pengalaman, pengetahuan secara cermat dan

teliti apabila mengalami kesulitan, tantangan dan hambatan dalam

pelaksanakan tugas,

2. Membiri perhatian khusus terhadap warga binaan pemasyarakatan yang

mempunyai kebutuhan khusus, seperti anak-anak, wanita, lanjut usia

atau penderita penyakit permanen,

3. Mempunyai keinginan untuk mengembangkan kapasitas diri untuk

mendukung pelaksanaan tugas,

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan perkataan, sikap dan perbuatan

sehingga menumbuhkan sikap hormat warga binaan pemasyarakatan.

Dari penjelasan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M HH-16 KP

05. 02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasrakatan di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan

fungsinya harus memiliki kesadaran diri, mampu mengendalikan emosi, dapat

membina hubungan yang baik dengan warga binaan, dan berupaya untuk

mengembangkan kapasitas diri.

Petugas lembaga pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang

mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus

meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai warga binaan. Petugas

yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai dengan

kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan, dan berusaha menciptakan bentuk

kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan “proses

Page 54: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

39

pemasyarakatan” sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan

(Peraturan Menteri No. M HH-16 KP 05. 02 Tahun 2011).

2.6 Tinjauan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

Dalam pasal 1 angka 5, UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan

klien pemasyarakatan. Dan selanjutnya dijelaskan pada angka 6-9 yaitu: ayat (6)

Terpidana adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga

pemasyarakatan. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (7) Narapidana

adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lapas. Ayat (8)

Anak didik pemasyarakatan: (a) Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan

putusan pengadilan menjalani pidana dilapas anak paling lama sampai berumur 18

(delapan belas) tahun, (b) Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan

pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di lapas anak

paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun, (c) Anak yang atas

permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapat pengadilan untuk

dididik dilapas anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Ayat

(9) Klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien pemasyarakatan

seseorang yang berada dalam bimbingan bapas.

Dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU No 12

tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menjelaskan terpidana adalah seorang yang

dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap. Terpidana menjalani hukuman dengan hilangnya kemerdekaan di lembaga

pemasyarakatan.

Page 55: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

40

Berdasarkan Pasal 12, Undang-Undang No : 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan, dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS

dilakukan penggolongan atas dasar:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Lama pidana yang dijatuhkan

4. Jenis kejahatan,

5. Dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Page 56: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian

berusaha menjabarkan tentang komunikasi persuasif antara petugas

pemasyarakatan kepada warga binaan dalam setiap kegiatan, khususnya pada

kegiatan pembinaan. pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan

penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis studi kasus. Dalam

pelaksanaan penelitian ini mengalir secara alamiah, tidak dibuat-buat, dan apa

adanya, dalam situasi dan kondisi keadaan obyek yang normal, dan tidak ada

usaha-usaha untuk memanipulasi keadaan maupun kondisi objek yang sedang

diteliti dan juga bisa dikatakan penelitian keadaan alamiah.

Menurut Sanapiah, (2007:20) jenis penelitian deskriptif adalah

pengungkapan dan mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan

sosial. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,

serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat, situasi-situasi tertentu, termasuk

tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta

proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu

fenomena.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini

tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau

samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa

Page 57: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

42

menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.

Disini yang ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan

banyaknya (kuantitas) data (Krisyantono, 2007: 58).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi

kasus. Penelitian studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai

berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok organisasi (komunitas), suatu

pogram atau suatu situasi sosial (Mulyana, 2008:201).

Dalam penelitian yang sifatnya kasusistik adalah penelitian yang dilakukan

intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala

tertentu. Ditinjau dari segi wilayah tertentu maka penelitian kasus ini hanya

meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit, tapi ditinjau dari segi sifatnya

penelitian yang bersifat kasus lebih mendalam (Arikunto, 2007:115).

Dengan demikian tujuan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah

untuk menggambarkan realitas dari fenomena yang ada, tentang komunikasi

persuasif antara petugas pemasyarakatan dengan warga binaan secara mendalam

rinci dan tuntas. Melalui metode ini penulis akan menjelaskan fenomena

berdasarkan data-data relevan yang diperoleh serta menafsirkan data-data yang

dimaksud sebagai suatu proses analisa untuk mencari relevansi antara indikator-

indikator.

3.1.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah pada Lapas kelas IIB

Meulaboh yang terletak di gampong peunaga paya, kecamatan meureboe,

kabupaten Aceh Barat. Lokasi ini dipilih karena peneliti dapat bisa mendapatkan

Page 58: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

43

informasi dari narasumber dan juga dapat mengamati secara langsung objek

penelitian di lapangan.

Adapun tabel jadwal penelitian yang dilaksanakan dari bulan Maret 2012

dan berakhir pada bulan Febuari 2013, adalah sebagai berikut:

Table 3.1

Jadwal Penelitian

No. Jenis

Kegiatan

Mar

’12

Apr

’12

Mei

’12

Jun

’12

Okt

’12

Nov

’12

Des

’12

Jan

’13

Feb

’13

Apr

’13

1. Persiapan

Penelitian

2. Pengumpulan

data sekunder

3. Penelitian

Awal dan

Seminar

Proposal

4. Penelitian

lapangan

5. Pengolahan

data dan

Penulisan

Hasil

Penelitian

6. Seminar Hasil

dan Sidang

Akhir

3.1.2 Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Lapas kelas IIB Meulaboh yang terletak di

gampong peunaga paya, kecamatan meureboe, kabupaten Aceh Barat. Adapun

yang menjadi Informan dalam penelitian ini adalah :

Petugas Pemasyarakatan : 5 Orang

Warga binaan/Narapidana : 6 Orang

Page 59: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

44

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

“purposive sampling”. Menurut Bugin, (2005:15) teknik “ Purposive sampling

adalah teknik memilih sampel yang dilakukan secara sengaja”, maka pengambilan

sampel yang peneliti lakukan berdasarkan tujuan penelitian agar sampel mewakili

dari keseluruhan yang diteliti dari fenomena yang terjadi, adapun informan yang

dipilih di atas, peneliti anggap lebih mengetahui dan memahami masalah

dirumuskan dalam penelitian ini.

3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini ada 2 sumber data yaitu data primer dan

data sekunder :

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui

wawancara terhadap informan. Yang menjadi informan pada penelitian ini

adalah petugas pemasyarakatan dan warga binaan LAPAS kelas IIB

Meulaboh.

b. Data Skunder

Data skunder yang meliputi : buku-buku referensi, dokumen, dan Bahan

hukum, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang pemasyarakatan,

antara lain Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pemasyarakatan.

Page 60: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

45

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah :

a. Wawancara

Menurut Krisyantono, (2007:98) “wawancara yang dilakukan dengan

pihak yang berkompeten atau berwenang serta yang dianggap lebih mengetahui

dan memahami masalah penelitian untuk memberikan informasi dan keterangan

yang sesuai dibutuhkan peneliti”, maka peneliti melakukan wawancara langsung

dengan informan. Wawancara yang peneliti lakukan terhadap beberapa orang

petugas pemasyarakatan yang terlibat dalam kegiatan pembinaan di Lapas.

Namun sebelum melakukan wawancara di lapangan, penulis

mempersiapkan daftar pertanyaan (daftar panduan wawancara) yang terkait

dengan permasalahan penelitian, supaya pertanyaan yang diajukan terarah.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan berhubungan dengan

komunikasi persuasif di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh.

Wawancara langsung yang peneliti lakukan tidak berstruktur dan informal

guna mendapatkan data yang valid dan detail namun peneliti mencatat setiap

pertanyaan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, walaupun tidak ada dalam

daftar panduan wawancara. Adapun wawancara yang berlangsung penuh dengan

ikatan hubungan emosional antara peneliti dengan informan dan dilakukan

diruangan ataupun diluar ruangan saat proses pembinaan berlangsung.

b. Observasi

Menurut Arikunto, (2007:145), sebagai metode ilmiah observasi dapat

diartikan sebagai pengamatan, meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek

Page 61: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

46

dengan seluruh alat indra”, oleh karena itu observasi yang peneliti lakukan

melalui pengamatan langsung guna memperoleh data penelitian dengan cara

membuat kunjungan lapangan, kehadiran peneliti berperan sebagai pengamat

partisipan dalam kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB

Meulaboh.

Dalam melakukan observasi peneliti langsung ke lokasi objek penelitian

untuk melihat kegiantan pembinaan dan mengamati setiap interaksi/komunikasi

yang dilakukan dalam membentuk perilaku warga binaan, namun dalam kegiantan

observasi peneliti juga menyempatkan untuk mewawancarai informan untuk

mencari informasi terkait dengan permasalahan penelitian. Observasi yang

dilakukan dengan melihat realita secara langsung di lapangan dengan demikian

pengamatan peneliti merupakan fenomena asli bukan historis.

c. Dokumentasi

Menurut Krisyantono, (2007:98) “Dokumentasi adalah suatu cara atau

metode dalam mengumpulkan data dari dokumen barang-barang tertulis. Metode

ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan

objek penelitian yang diperoleh dari instansi terkait”. Metode ini peneliti gunakan

untuk mengumpulkan data-data dari dokumen tertulis yang relevan dengan

penelitian ini yang berkenaan dengan Pemasyarakatan.

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan

data tentang yang diteliti. Sebagai alat pengumpul data, instrumen berhubungan

erat dengan teknik pengumpulan data yang dipengaruhi oleh jenis metode

penelitian, karena itu secara tidak langsung instrumen penelitian akan

Page 62: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

47

menyesuaikan dengan metode penelitiannya, supaya peneliti bisa lebih mudah dan

sistematis dalam penulisan.

Menurut Moleong ( dalam Krisyantono, 2007:92) riset kualitatif instumen

penelitian utama adalah periset sebagai “alat pengumpulan data”. Artinya periset

mempunyai kebebasan untuk menggali data tanpa aturan-aturan ketat pembuatan

kuesioner, periset bebas menilai keadaan bebas menentukan data mana yang

dipakai dan yang tidak.

Dalam penelitian ini mengenai analisis komunikasi persuasif antara

petugas pemasyarakatan dengan warga binaan, peneliti mengunakan instrument

penelitian dan pengolahan data sebagai berikut :

a. Peneliti

Peneliti adalah salah satu instrument penelitian terjun langsung untuk meneliti

objek dan mengumpulkan data mengenai objek penelitian kemudian

menganalisis data-data yang diperoleh.

b. Catatan lapangan (Field Note)

Catatan yang didapat dari peristiwa atau kejadian saat penelitian di lapangan.

c. Wawancara langsung (Intervie Guide)

Sejumlah pertanyaan yang sesuai dengan penelitian yang disampaikan secara

langsung saat wawancara dengan narasumber/sumber data, agar dapat

memperoleh data yang optimal. Maka terlebih dahulu disusun pedoman

wawancara supaya pertanyaan yang diajukan terarah.

d. Alat Penunjang Penelitian, Alat penunjang yang digunakan untuk mendukung

penelitian, maupun mendokumentasikan berbagai data yang diperoleh, seperti

bulpoin, binder, computer, dan lain-lain.

Page 63: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

48

3.4. Teknik Analisis Data

Dalam penalitian diperlukan metode analisis data yang berguna untuk

menjawab permasalahan yang diteliti. Setelah semua data terkumpul Maka

selanjutnya dilakukan analisa data terhadap hasil yang diperoleh “Analisis data

adalah proses mengatur urutan data mengorganisasikan ke dalam suatu pola

kategori dan satuan uraian dasar “(Moleong, 2005:103).

Pada prinsipnya analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan secara

bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis data yang dilakukan

dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan

Huberman (dalam basrowi dan Suwandi 2008:209) dengan tahapan analisis data

sebagai berikut :

a. Pengumpulan Data

Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan

hasil observasi dan wawancara di lapangan.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian,

pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini

berlangsung selama penelitian dilakukan dari awal sampai akhir.

c. Penyajian Data

Adalah sekelompok informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk

menarik kesimpulan dan mengambil tindakan. Dalam proses ini peneliti

mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadi kategori atau kelompok satu,

kelompok dua, kelompok tiga dan seterusnya. Dalam tahap ini peneliti juga

akan melakukan penyajian data secara sistematik, agar lebih mudah dipahami

Page 64: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

49

interaksi antar bagian-bagiannya dalam konteks yang utuh bukan segmental

dan fragmental terlepas satu dan lainnya.

d. Verifikasi atau menarik kesimpulan

Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-

makna yang muncul dari data harus selalu diuji kebenaran dan kesesuaiannya

sehingga validitasnya terjamin. Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan

proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan

penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang

terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk dan

proposisi yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu melaporkasn

hasil penelitian lengkap dengan ” temuan baru” yang berbeda dari temuan

yang sudah ada.

3.5. Pengujian Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Moleong

(2005: 57) ada 4 macam teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :

a. Triangulasi

Yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data

tersebut. Dalan triangulasi tersebut terbagi 4, antara lain :

1. Triangulasi data, yaitu menggunakan berbagai sumber data seperti

dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan

mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut

pandang yang berbeda.

Page 65: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

50

2. Triangulasi Pengamat, adanya pengamat di luar peneliti yang turut

memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen

pembimbing studi kasus bertindak sebagai pengamat (expert judgement)

yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

3. Triangulasi Teori, penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk

memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat.

4. Triangulasi metode, penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu

hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian

ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode

observasi pada saat wawancara dilakukan.

a. Membercheck

Yaitu mengulang garis besar apa yang diungkapkan oleh informan pada

akhir wawancara guna mengoreksi bila ada kesalahan serta menambah apabila

terdapat beberapa kekurangan.

b. Perpanjangan pengamatan

Memperpanjang massa pengamatan memungkinkan peningkatan derajat

kredibilitas data yang dikumpulkan, bisa mempelajari dan dapat menguji

informasi dari responden, juga untuk membangun kepercayaan responden

terhadap peneliti.

c. Diskusi teman sejawat

Yaitu membicarakan hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam

bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini dilakukan dengan

tujuan supaya hasil penelitian dapat lebih objektif.

Page 66: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lapas kelas IIB Meulaboh

Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, merupakan Unit Pelayanan

Teknis (UPT) dari Kanwil Nangroe Aceh Darusalam penempatan Meulaboh.

Lapas ini terletak di gampong penaga paya, kecamatan meurebo, Kabupaten

Aceh Barat. penelitian yang dilakukan dibatasi pada komunikasi persuasif antara

petugas pemasyarakatan dengan warga binaan, khususnya pada kegiatan

pelaksanan tugas pembinaan di Lapas Kelas IIB Meulaboh.

4.1.1.1 Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan

Pada umumnya visi dan misi dari Lapas adalah sebagai berikut:

a. Visi adalah Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan

penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu (integrasi),

anggota masyarakat dan makluk Tuhan Yang Maha Esa (membangun manusia

mandiri)

b. Misi adalah melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan

warga binaan pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan negara dalam

kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta

kemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.

4.1.1.2 Struktur Organisasi

Strukturnya terdiri dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas),

Kepala Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (KA. KPLP) dengan Petugas 22

Page 67: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

52

orang beserta Stafnya. Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubbag T U), Kepala

Urusan Kepegawaian/keuangan (KA.Urs Kepeg/Keuangan), Kepala Urusan

Umum (KA Urs Umum). Kepala Seksi bimbingan napi/andik dan kegiatan kerja

(Kasi Bimb napi/Andik dan Keg kerja), Kepala Seksi Administrasi,Kepala Sub

Seksi Registrasi bimbingan. PAS (Kasubsi Reg dan Bimb. PAS), Kepala sub seksi

Perawatan napi/andik (kasubsi perawatan napi/andik), Kepala Sub Seksi Kegiatan

Kerja (kasubsi Keg Kerja). Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban (Kasi Adm

Kamtib), Kepala Sub Seksi Keamanan ( Kasubsi Keamanan), Kepala Sub Seksi

Pelaporan (Kasubsi Pelaporan).

Page 68: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

51

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Lapas Meulaboh

Sumber: Lapas Kelas IIB Meulaboh 2012.

Petugas

1. Saifullah, SH 12. Merah Paya 2. Saiful Akmal 13. M. Yunus

3. M. Yasin, SH 14. T. Dedi Saputra

4. Tajuddin 15. Fiqi Ramadhan. 5. Zulkarnaini 16. Dedy Saputra

6. Raja Idi 17. Ichsan

7. Denni Husin 18. Syafrizal. Z 8. Suhadi 19. Tasman

9. T.M. Hamzah 20. Riki Apriasyah

10. Faisal 21. Jouni HS (Staf) 11. Safrial 22. Saiful Bahri

(staf)

KA. KPLP

IRHAMUDDIN, Amd.IP, SH, MH

NIP : 198007162000121001

KASUBSI REG. & BIMB PAS

ICHWAN SASTRIANTO, SE

NIP : 197005031990031001

KASUBSI PERAWATAN

NAPI/ANDIK

BANTA SIDI, SE

NIP : 196207061991031001

KASUBSI KEGIATAN

KERJA

JASMAN

NIP : 196001211988031001

KALAPAS

Drs, M. SULTON MA’ ARIF

NIP : 195911181984031001

KASUBBAG TATA USAHA

Drs, ABDUL WAHID

NIP : 196408061994031002

KASI BIMB. NAPI/ANDIK & KEG

KERJA

KHAIRUDDIN, S.ag

NIP : 195905161982031002

KA. URS. UMUM

YUSUF

NIP : 196112081989031001

KA. URS.

KEPEG/KEUANGAN

HASNI, SH

NIP : 196207271983032002

KASI ADM. KANTIB

YUSMADI, S.ag

NIP : 197004021989031001

KASUBSI KEAMANAN

KAMSIONO, SH

NIP :

1969100519880310021001

KASUBSI PELAPORAN &

TATA TERTIB

TEUKU MUKHTAR, SH

NIP : 197010141994031002

Page 69: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

54

4.1.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.01.PR.07.03 Tahun

1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga pemasyarakatan, adalah:

Susunan organisasi LAPAS kelas IIB terdiri dari:

a. Sub Bagian Tata Usaha;

b. Seksi Bimbingan Narapidana/ Anak Didik dan Kegiatan Kerja;

c. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib;

d. Kesatuan Pengamanan LAPAS.

Dari susunan organisasi tersebut setiap petugas pemasyarakatan

mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, yaitu:

a. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan

rumah tangga LAPAS.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Sub Bagian Tata Usaha

mempunyai fungsi:

1. melakukan urusan kepegawaian;

2. melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.

Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:

1. Urusan Kepegawaian dan Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan

kepegawaian dan keuangan

2. Urusan Umum tugas melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan

rumah tangga.

b. Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik mempunyai tugas memberikan

bimbingan pemasyarakatan narapidana/anak didik dan bimbingan kerja.

Page 70: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

55

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Seksi Bimbingan

Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja mempunyai fungsi:

1. melakukan regristrasi dan membuat statistik, dokumentasi sidik jari serta

memberikan bimbingan pemasyarakatan bagi narapidana/anak didik

2. mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi narapidana/anak

didik

3. memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan fasilitas sarana kerja dan

mengelola hasil kerja

Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja terdiri dari:

1. Sub Seksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan mempunyai tugas

melakukan pencatatan, membuat statistik, dokumentasi sidik jari serta

memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani, memberikan latihan olah

raga, peningkatan pengetahuan, asimilasi, cuti dan penglepasan

narapidana/anak didik.

2. Sub Seksi PerawatanNarapidana/AnakDidik mempunyai tugas mengurus

kesehatan dan memberikan perawatan bagi narapidana/ anak didik.

3. Sub Seksi Kegiatan Kerja. mempunyai tugas memberikan bimbingan

kerja, mempersiapkan fasilitas sarana kerja dan mengelola hasil kerja.

c. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib mempunyai tugas mengatur

jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,

menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang

bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan

tata tertib.

Page 71: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

56

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Seksi Administrasi Keamanan

dan Tata tertib mempunyai fungsi:

1. Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas

pengamanan.

2. Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang

menegakkan tata tertib.

Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib terdiri dari:

1. Sub Seksi Keamanan mempunyai tugas mengatur jadwal tugas,

penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.

2. Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib mempunyai tugas menerima laporan

harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta

mempersiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata

tertib.

d. Kesatuan Pengamanan LAPAS mempunyai tugas menjaga keamanan dan

ketertiban LAPAS.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Kesatuan Pengamanan LAPAS

mempunyai fungsi:

1. melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap Narapidana/ Anak Didik;

2. melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban;

3. melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan pengeluaran

narapidana/ anak didik;

4. melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan;

5. membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan.

Page 72: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

57

Kesatuan Pengamanan LAPAS dipimpin oleh seorang kepala dan

membawahkan petugas pengamanan LAPAS, Kepala Kesatuan Pengamanan

LAPAS berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala

LAPAS.

4.1.1.4 Tata Kerja Petugas Pemasyarakatan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M.01.PR.07.03

Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga pemasyarakatan, yaitu:

a. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala

Bagian, Kepala Bidang, Kepala Kesatuan Pengamanan, Kepala Seksi, Kepala

Sub Bagian, Kepala Sub Seksi, dan Kepala Urusan Wajib menerapkan prinsip

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan LAPAS serta

dengan instansi lain diluar LAPAS sesuai dengan pokok masing-masing

maupun antar satu organisasi dalam lingkungan LAPAS.

b. Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi bawahannya masing-

masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang

diperlukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

c. Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan

mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan

serta petunjuk-petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.

d. Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk

petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan

menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

Page 73: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

58

e. Setiap laporan diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan wajib

diolah dan dipergunakan sebagi bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut

dan untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan.

f. Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan laporan kepada Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehakiman (yang sekarang beganti nama

Departemen Hukum dan HAM).

g. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan

laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara

fungsional mempunyai hubungan kerja.

h. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu

oleh Kepala-Kepala Satuan Organisasi dibawahnya dan dalam rangka

pembinaan bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan

rapat terbuka.

i. Bimbingan teknis pemasyarakatan kepada LAPAS secara fungsional

dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan melalui Kepala Kantor

Wilayah Departemen Kehakiman (yang sekarang beganti nama Departemen

Hukum dan HAM) yang bersangkutan.

4.1.1.5 Jumlah Pegawai Pemasyarakatan

Pegawai Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas pokok pembinaan,

untuk mencapai tujuan pembinaan yang diharapkan tersebut, maka keadaan

pegawai atau petugas pemasyarakatan harus memadai, ditempatkan sesuai

keahlian dan pengetahuan dengan formasi yang dibutuhkan berdasarkan

peraturan.

Page 74: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

59

Petugas pemasyarakatan punya tugas dan fungsi masing-masing namun

dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pembinaan dan pengamanan berjalan

seiring, dimana ada pembinaan disitu ada pengamana dan sebaliknya. Seperti

yang dijelaskan informan 1 dan 2 yaitu:

“Petugas pemasyarakatan ada empat bagian yaitu: Bimb Napi/andik, Adm

Keamanan dan Ketertiban, KPLP, Tata Usaha. Dimana keempatnya punya

tugas masing-masing, namun lain halnya dengan Bimb Napi/ andik punya

hubungan yang tak terpisahkan dengan KPLP dalam pelaksanaan tugas

masing-masing, dimana ketika pembinaan dilakukan maka pengamanan di

belakang dan sebaliknya bagaikan selembar mata uang punya sisi yang

berbeda tetapi saling melengkapi” (wawancara pukul: 10.00 Wib dan

12.00 Wib, tanggal 23 okt 2012)

Data dibawah ini memberikan gambaran tentang pegawai Lapas Kelas IIB

Meulaboh, dalam tabel sebagai berikut :

Table 4.1

Daftar Pegawai Pemasyarakatan Kelas IIB Meulaboh.

GOLONGAN SLTA DIII SI SII

IV/a - - 1 -

III/d - - 3 -

III/c - - 3 -

III/b 3 - 10 1

III/a 2 - - -

II/d 1 - 1 -

II/c 4 1 1 -

II/b 7 - 1 -

II/a 7 - - -

JUMLAH 24 1 20 1

Sumber :Lapas Kelas IIB Meulaboh 2012

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai Lapas Kelas IIB

Meulaboh sebanyak 46 orang dengan perincian sebagai berikut : pegawai yang

berpendidikan S2 berjumlah 1 orang beliau juga lulusan DIII Akademi Ilmu

Pemasyarakatan (AKIP), yang berpendidikan S1 berjumlah 20 orang, D III

berjumlah 1 orang, SLTA berjumlah 24 orang.

Page 75: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

60

Untuk menunjang kinerja dan peningkatan kemampuan pegawai

pemasyarakatan dilakukan Pelatihan jabatan dari Departemen Hukum dan HAM,

berdasarkan data dari Lapas kelas IIB Meulaboh diantaranya adalah:

a. Piskologi dan sosial

b. Teknis PAS

c. Instruktur PAS

d. Diklat barang dan jasa

e. Kesamaptaan

f. Instruktur NARKOBA

g. Pendidikan dasar PAS

Sumber : Lapas kelas IIB Meulaboh 2012.

Dengan petugas Lapas yang berjumlah 46 orang, diharapkan pembinaan

yang dilakukan dengan pendekatan secara individual maupun kelompok (dengan

cara pembentukan tim, konsultasi, atau ceramah-ceramah) yang diberikan kepada

warga binaan dapat berjalan dengan baik, maksimal, dan efektif.

4.1.1.6 Jumlah Warga binaan pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Meulaboh dengan daya tampung

sekitar + 450 orang dan saat ini dihuni sekitar 239 orang jumlah tersebut masih

setengah dari kapasitas yang ada, namun dari jumlah tersebut penghuninya adalah

campuran dari tahanan dengan warga binaan.

Berikut ini penjelasan informan 1 tentang status terpidana dikatakan

sebagai warga binaan: “Disebut warga binaan pemasyarakatan dimulai dari

terdakwa mendapatkan putusan pengadilan yang sifat tetap dan mengikat. Setelah

Page 76: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

61

divonis oleh hakim dan dieksekusi oleh jaksa lalu diserahkan kepada Lapas”

(wawancara pukul: 10.00 Wib tanggal 23 okt 2012).

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai jumlah penghuni Lapas

kelas IIB bedasarkan status hukum dapat dirincikan dalam tabel berikut ini :

Table 4.2

Berdasarkan Status Hukum

TAHANAN JUMLAH ORANG WARGA BINAAN JUMLAH ORANG

AI 6 BI 191

AII 6 BIIa 6

AIII 27 BIIb -

AIV - BIIIk -

AV 2 BIIIs - JUMLAH 41 JUMLAH 197

Sumber : Lapas kelas IIB Meulaboh 2012

Keterangan :

Tahanan A.I : tahanan Kepolisian

Tahanan A.II : tahanan Kejaksaan

Tahanan A.III : tahanan Pengadilan Negeri

Tahanan A.IV : tahanan Pengadilan Tinggi

Tahanan A.V : tahanan Mahkamah Agung

Narapidana Mati : pidana mati

Narapidana B.I : pidana 1 tahun keatas

Narapidana B.IIa : pidana 3 bulan sampai 1 tahun

Narapidana B.IIb : pidana 3 bulan kebawah

Narapidana B.IIIk : pidana kurungan

Narapidana B.IIIs : pidana bersyarat

Page 77: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

62

Dari data di atas berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki sebanyak 224

orang, dan perempuan sebanyak 15 orang, dengan rata-rata usia anak-anak 3

orang, dewasa 234 orang dan lansia 2 orang dengan tingkat pendidikan beragam

SLTA, SLTP, SD sederajat dengan persentase paling banyak sekolah dasar 50%,

(Sumber: Kasubsi Reg. Napi).

4.1.1.7 Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M. 02-PK.04.10

Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, agar pembinaan

warga binaan pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan lancar, tertib dan

mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan sarana yang memadai baik

fisik maupun non fisik.

Adapun komponen-komponen gedung/bangunan Lapas, harus pula dapat

mendukung kelancaran dan ketertiban mendukung kelancaran dan ketertiban

pelaksanaan pembinaan/bimbingan :

a. Ruang/Kantor Kalapas.

b. Unit Keamanan dan Ketertiban yang terdiri dari, Ruang Portir (Pintu

Gerbang),Ruang Kantor Petugas Pintu Gerbang, Ruang Kantor Kepala Unit

Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka KPLP). Ruang Staf

KPLP (bagi anggota Regu Jaga yang sedang istirahat), Ruang briefing KPLP,

Ruang penyimpanan senjata api dan alat perlengkapan, keamanan lainnya

yang siap pakai, Pos Pengamanan (menara) Ruang/bangunan Kunjungan,

Ruang/bangunan Blok Hukuman Disiplin, dan Ruang/bangunan "Kantor Pos

Lapas"

Page 78: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

63

c. Unit Administrasi Kepegawaian yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit

Kepegawaian, Ruang/kantor Staf Unit Kepegawaian, Ruang/kantor

Pendidikan Pegawai, Ruang arsip.

d. Unit Administrasi Keuangan yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit

Keuangan, Ruang/kantor Bendahara, Ruang/kantor Staf Keuangan, Ruang

arsip.

e. Unit Urusan Umum yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit Urusan

Umum, Ruang/kantor Staf Unit Urusan Umum, Ruang arsip.

f. Unit Pendaftaran (Admisi) yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit

Pendaftaran, Ruang/kantor Staf Unit Pendaftaran, Ruang/kantor Pendaftaran,

Ruang Penyimpanan Barang Bawaan/Titipan dan Peti Besi (Brandkast)

khusus untuk menyimpan barang-barang dan surat-surat berharga serta uang

(barang-barang preciosa milik tahanan/narapidana), Ruang Foto Studio,Ruang

arsip.

g. Unit Pelayanan kesehatan (Rumah Sakit atau Poliklinik) yang terdiri dari :

Ruang/kantor Dokter, Ruang/kantor Paramedis, Ruang/kantor Administrasi,

Ruang/Kantor Pendaftaran Pasien, Ruang Pemeriksaan, Ruang Pengobatan,

Ruang/bangunan bangsal berobat tetap (opname), Ruang Operasi, Ruang/

bangunan Karantina bagi yang berpenyakit menu-lar, Ruang/bangunan Rumah

Obat Ruang arsip, Ruang Penyimpanan alat perlengkapan Rumah Sakit (poli-

klinik).

h. Unit Pengenalan Lingkungan (orientasi) yang terdiri dari : Ruang/kantor

Kepala Unit Orientasi, Ruang/kantor Staf Orientasi, Ruang tempat tinggal

Page 79: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

64

sementara bagi napi/anak negara yang baru selama mengikuti program

orientasi, Ruang untuk keperluan pelaksanaan orientasi, Ruang arsip.

i. Unit Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada Lapas yang terdiri dari :

Ruang/kantor Ketua TPP (Kabid / Kasie Pembinaan Napi), Ruang/kantor

Sekretaris TPP, Ruang/kantor Staf TPP dan Tenaga suka rela yang terdiri dari

tenaga-tenaga ahli dan pemuka masyarakat (promi-nent citizens), Ruang

tunggu napi/anak negara yang akan disidangkan, Ruang sidang TPP, Ruang

Konsultasi Perorangan, Ruang untuk menyimpan File Pembinaan dan arsip.

j. Unit Pendidikan Umum/Akademik/Rekreasi, Olah raga dan Ketrampilan yang

terdiri dari Ruang/kantor Kepala Unit Pendidikan Umum/ Akademik,

Ruang/kantor Staf Unit Pendidikan Umum/Akademik, Ruangan-ruangan kelas

belaiar, rekreasi dan olah raga (indoor), Ruang arsip.

k. Unit Pendidikan Mental/Agama yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit

Pendidikan Mental/Agama, Ruang/kantor Staf Unit Pendidikan

Mental/Agama, Ruangan-ruangan kelas belajar, Musholla, Gereja, Pura,

Pagoda dan lain-lain, Ruang arsip.

l. Unit Perpustakaan yang terdiri dari : Ruang/kantor Kepala Unit Perpustakaan,

Ruang/kantor Staf Unit Perpustakaan, Ruang Perpustakaan berikut ruang

Baca, Ruang arsip.

m. Unit Pendidikan/Latihan Ketrampilan Kerja yang terdiri dari : Ruang/kantor

Kepala Unit Pendidikan/Latihan Ketrampilan Kerja, Ruang/kantor Staf Unit

Pendidikan/Latihan Ketrampilan Kerja, Ruang Serba Guna (Workshop),

Ruang Penyimpanan bahan-bahan dan alat perlengkapan, Ruang Penyimpanan

Hasil Ketrampilan Kerja, Ruang arsip.

Page 80: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

65

n. Unit Perusahaan (yang mengutamakan basil/produksi) yang terdiri dari :

Ruang/ kantor Kepala Unit Perusahaan, Ruang/kantor Staf Unit Perusahaan,

Ruangan-ruangan untuk berbagai kegiatan kerja, Gedung penyimpanan bahan-

bahan dan alat perlengkapan serta hasil produksi, Ruang arsip.

Apabila dilihat dari sarana dan prasarana yang harus ada, maka Lapas

kelas IIB Meulaboh masih banyak kekurang, ada beberapa yang belum sempurna,

bahkan juga memang belum ada sama sekali. Contohnya seperti ruang pembinaan

(Ruang Serba Guna), ruang kunjungan keluarga, dan lain-lain.

4.1.2 Proses Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh

4.1.2.1 Tahapan-Tahapan Pembinaan

Tahapan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh

dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M. 02-PK.04.10

Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, yaitu :

a. Tahap I

Pembinaan awal didahului dengan masa pengamatan penelitian dan

pengenalan lingkungan, sejak diterimanya narapidana sampai sekurang-

kurangnya sampai 1/3 dari masa pidana sebenarnya. Pada tahap ini dilakukan

penelitian terhadap narapidana untuk mengetahui hal ikhwal yang

bersangkutan dan didata di bagian registrasi narapidana (Admisi), admisi

adalah suatu penerimaan pertama narapidana di Lapas, dan Orientasi di kenal

dengan mapenaling (masa pengenalan linkungan). Namun untuk Narapidana

yang residivis penerimaan dinamakan “re-admisi” tahap ini berlangsung lebih

kurang 1 bulan. Sistem keamanan yang diberlakukan untuk warga binaan pada

tahap ini paling terbaik (maximum security).

Page 81: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

66

b. Tahap II

Tahap kedua selanjutnya diatas 1/3 sampai dengan sekurang-kurangnya ½ dari

masa pidana yang sebenarnya adanya penilaian dari tim pengamat. Bilamana

proses pembinaan telah berjalan selamalamanya sepertiga dari masa

pidananya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) sudah terdapat

kemajuan (insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib), maka yang

bersangkutan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem

keamanan yang sedang (medium security).

c. Tahap III

Pembinaan lanjutan ½ sampai dengan sekurang-kurangnya 2/3 dari masa

pidana sebenarnya narapidana mulai dikenalkan dengan masyarakat luar.

Apabila proses pembinaan telah berlangsung selama setengah dari masa

pidananya dan menurut Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) telah terdapat

cukup kemajuan, baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka

dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar dengan sistem keamanan

yang masih sedang, punya kebebasan yang lebih banyak (medium security).

d. Tahap IV

Pembinaan lanjutan bimbingan di atas 2/3 sampai selesai masa pidananya atau

sekurang-sekurangnya sembilan bulan dari masa hukuman para narapidana

telah diberikan cuti menjelang bebas atau bebas bersyarat cuti menjelang

bebas sering disebut dengan pre-release, yaitu tahap integrasi pembebasan

bersyarat atas usul dari Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Pada tahapan

ini sistem keamanannya sudah pada tahap yang paling mungkin diberlakukan

(minimum security) bisa berupa pengawasan dan lain sebagainya.

Page 82: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

51

Gambar 4.2

Proses Pemasyarakatan

Sumber :Lapas kelas IIB Meulaboh 2012

LANDASAN HUKUM

1. PANCASILA

2. UUD 1945

3. KUHP

4. KUHAP

5. UU No 12 Th. 1995

6. UU No 3 Th. 1997

7. Peraturan pemerintah

8. Keputusan Pemarintah

9. Keputusan Menteri

10. Peraturan Menteri

11. Keputusan Dirjen PAS

B. Pembinaan kepribadian

Pembinaan Kesadaran beragama

Pembinaan kesadaran berbangsa

dan bernegara

Pembinaan kemampuan intelektual

(kecerdasan)

Pembinaan kesadaran hukum

A. Pembinaan Kepribadian

lanjutan

Program pembinaan ini merupakan

lanjutan pembinaan kepribadian

tahap awal

A. ADM & Orientasi

Masa pengamatan

pengenalan dan penelitian

lingkungan paling lama 1(satu)

bulan

B. Pembinaan kemandirian

Ketrampilan untuk mendisen usaha

mandiri

Ketrampilan untuk mendukung industri

kecil

Kemampuan yang dikembangkan sesuai

dengan bakatnya masing-masing

ASIMILASI DALAM LAPAS TERBUKA

(OPEN CAMP)

DALAM LAPAS

(Half-Way House/ Work Release)

MELANJUTKAN SEKOLAH

INTEGRASI

PB

CB

CMB

BAPAS

TUJUAN

TIDAK MELANGGAR

HUKUM LAGI

INSTANSI PENEGAK HUKUM

1. POLRI

2. KEJAKSAAN NEGERI

3. PENGADILAN NEGERI

INSTANSI LAINNYA

1. DEPKES 5. DEPDIKNAS

2. DEPNAKER 6. PEMDA

3. DEPERINDAK 7. DEPSOS

4. DEPAG 8. Dan lain-lain

PIHAK SWASTA 1. PERORANGAN

2. KELOMPOK

3. LSM

4. PERUSAHAAN

KERJA MANDIRI

MENJALANKAN IBADAH

KERJA PD PIHAK LUAR

BAKTI SOSIAL

CMK

DAPAT

BERPARTISIPASI

AKTIF DAN POSITIF

DALAM

PEMBANGUNAN

(MANUSIA MANDIRI)

HIDUP

BERBAHAGIA

DUNIA/AKHIRAT

MEMBANGUN

MANUSIA MANDIRI

T

P

P

T

P

P

T

P

P

B

E

B

A

S

S

E

S

U

N

G

G

U

H

N

Y

A

TAHAP LANJUTAN TAHAP AWAL TAHAP AKHIR

OLAH RAGA

DAN LAIN-LAIN

+ 1/3 MASA PIDANA +1/3-1/2 MASA PIDANA

B. Pembinaan Kepribadian

lanjutan

Program pembinaan ini merupakan

lanjutan pembinaan kepribadian

tahap awal

+1/2-2/3 MASA PIDANA +2/3 MASA PIDANA

MINIMUM SECURITY MEDIUM SECURITY MAXIMUM SECURITY

KERJA SAMA ANTAR INSTANSI

M

A

S

Y

A

R

A

K

A

T

M

A

S

Y

A

R

A

K

A

T

Page 83: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

51

4.1.2.2 Tujuan Pembinaan Pemasyarakatan

Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M. 02-PK.04.10 Tahun

1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, menjelaskan bahwa

Pemasyarakatan adalah suatu Proses pembinaan narapidana yang sering pula

disebut "therapeutics process", maka jelas bahwa membina itu sama artinya

dengan menyembuhkan seseorang yang sementara tersesat hidupnya karena

adanya kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.

Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka dapat menjadi

manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional

melalui jalur pendekatan:

a. Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.

b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan

kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih

luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.

Secara khusus pembinaan narapidana ditujukan agar selama masa

pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya

a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta

bersikap optimis akan masa depannya.

b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan untuk bekal mampu

hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.

c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan

perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan

sosial.

d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.

Page 84: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

69

Pembinaan yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan hukum

diatasnya, Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang pemasyarakatan, bahwa

pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

4.1.2.3 Pendekatan Pembinaan Pemasyarakatan

Dalam Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :

a. Pengayoman.

b. persamaan perlakuan dan pelayanan.

c. pendidikan.

d. pembimbingan.

e. penghormatan harkat dan martabat manusia.

f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan.

g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang

tertentu.

Berdasarkan dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 02-PK.04.10

Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/tahanan. Metode yang

digunakan adalah:

a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara

pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).

b. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya

melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka

sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji,

Page 85: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

70

menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki

potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama

dengan manusia lainnya.

c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis.

d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan

dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

e. Pendekatan individual dan kelompok.

f. Dalam rangka menumbuhkan rasa kesungguhan, keikhlasan dan tanggung

jawab dalam melaksanakan tugas serta menanamkan kesetiaan ketaatan dan

keteladanan di dalam pengabdiannya terhadap negara, hukum dan masyarakat,

para petugas dalam jajaran pemasyarakatan perlu memiliki kode perilaku dan

dirumuskan dalam bentuk Etos Kerja yang isinya :

1. Kami Petugas Pemasyarakatan adalah abdi hukum, pembina narapidana

dan pengayom masyarakat.

2. Kami petugas pemasyarakat wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil

dalam pelaksanaan tugas.

3. Kami petugas pemasyarakatan bertekat menjadi suri tauladan dalam

mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan pancasila.

4.1.3 Pola Komunikasi Persuasif Antara Petugas dengan Warga Binaan di

Lapas Kelas IIB Meulaboh

4.1.3.1 Komunikator (persuader)

Komunikator adalah salah satu unsur fundamental dalam komunikasi,

dalam hal ini komunikkasi persuasif antara petugas pemasyarakatan dengan warga

binaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, dimana yang menjadi

Page 86: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

71

komunikatornya adalah petugas pemasyarakatan (persuader). Dilihat berdasarkan

karakteristik komunikatornya komunikasi persuasif yang dilakukan yaitu:

a. Kredibilitas (credibility)

Untuk menunjukkan bahwa petugas pemasyarakatan memang mempuni di

bidangnya, penempatan petugas pada posisi sesuai dengan keahlian yang

dimilikinya, dan dapat bekerja sama atau pun diperbantukan kebagian yang lain.

Seperti dikatakan informan 1 bahwa : “mereka sudah ditempatkan sesuai dengan

kemampuan dan bekerja sesuai dengan tugas masing-masing tetapi kalau saja

petugas tidak mampu juga memberikan pembinaan, bisa juga petugas yang lain

diperbantukan pada suatu kegiatan,” (wawancara pukul : 10.00 Wib, tanggal 23

okt 2012).

Supaya mendapatkan kepercayaan dari warga binaan, petugas

pemasyarakatan dalam setiap pengambilan keputusan, khususnya yang

menyangkut dengan warga binaan, tidak berdasarkan keputusan sendiri-sendiri

melainkan melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP), yaitu penilaian

dari Kasi-kasi, Kasubsi-kasubsi dan semua yang terlibat dalam proses

pemasyarakatan, salah satu contoh pengambilan keputusan, seperti dikatakan

informan 2 yaitu:

“Setelah warga binaan melalui 2/3 dari masa tahanan maka mereka akan

dinilai oleh tim pengamat pemasyarakatan (TPP) apakah selama menjalani

masa tahanan berkelakuan baik dan diputuskan apa hak yang akan

diberikan untuk narapidana tersebut pada saat asimilasi dan integrasi

apakah pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB), cuti

bebas (CB), dan salah satunya hasil keputusan sidang tim pengamat

pemasyarakatan (TPP), yaitu keberadaan tahanan pendamping (tamping)

untuk membantu petugas di dalam Lapas (wawancara pukul : 12.00 Wib,

tanggal 23 okt 2012).

Page 87: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

72

Begitu juga apabila warga binaan melakukan pelanggaran, tata cara

pengambilan keputusan juga sama, harus melalui sidang TPP mengenai sanksi

yang akan diberikan tersebut seperti yang dikatakan informan 3 yaitu :

“Apabila warga binaan melakukan pelanggaran tartib akan dikenakan

sanksi dimasukkan ke sel isolasi selama tujuh hari, maksud dan tujuan

adalah untuk membina supaya menyadari kesalahannya dan tidak

mengulanginya lagi. Warga binaan yang masuk ke sel isolasi dia akan

diproses, dan ternyata dia benar salah akan di ajukan kesidang tim

pengamat pemasyarakatan (TPP) untuk memutuskan sanksi apa yang

pantas dia terima. Dari kejadian itu semua menjadi contoh bagi yang lain

supaya tidak melakukan pelanggaran” (wawancara pukul : 09.30 Wib,

tanggal 29 Okt 2012).

Upaya lainnya untuk menumbuhkan kepercayaan dari warga binaan juga

dilakukan pendekatan individu, yaitu dengan perwalian terhadap warga binaan,

dimana satu orang petugas mewalikan beberapa dari warga binaan. Wali napi

adalah penghubung antara warga binaan dengan keluarga, seperti yang dikatakan

informan 3 yaitu : “siapa yang mewalikan dia harus konsultasi pada pihak

keluarganya, tetangganya, maupun tempat dia berdomisili dan juga memberikan

informasi baik dari pihak warga binaan kepada keluarganya maupun sebaliknya,

satu petugas bisa mewalikan beberapa orang (wawancara pukul : 09.30 Wib,

tanggal 29 Okt 2012).

Dari semua pernyataan-pernyatan diatas penilaiannya ada pada warga

binaan itu sendiri, apakah petugas pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh

mempunyai kredibilitas dalam pembinaan atau sebaliknya. Namun harus diakui

bahwa upaya sudah dilakukan sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi.

b. Atraksi (attraktive)

Daya tarik tidak kalah pentingnya dengan kredibilitas yang harus dimiliki

petugas pemasyarakatan sebagai komunikator. Daya tarik disini ialah petugas

Page 88: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

73

mempunyai fisik yang sempurna, dalam berpenampilan, memiliki kesamaan, dan

ganjaran. Menurut pengamatan peneliti di Lapas kelas IIB Meulaboh petugas

pemasyarakatan dari segi fisiknya sempurna dalam artian tidak cacat, berbicara

jelas.

Sebagian besar dari warga binaan yang ada di Lapas kelas IIB Meulaboh

adalah beragama Islam, berdasarkan kesamaan tersebut maka pembinaan yang

dilakukan Menurut informan 3 yaitu :

“mereka disini memang sudah sulit untuk di nasehati karena tingkat

pendidikan mereka yang kurang dan juga pengetahuan agama yang sangat

minim, jadi pembinaan cuma bisa dimulai dengan mengajarkan mereka

cara-cara beribadah, baca Alqur’an, praktek sholat, bacaan sholat dan lain-

lain, dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam diri mereka supaya

menumbuhkan kesadaran untuk bertaubat” (wawancara pukul : 09.30 Wib,

tanggal 29 Okt 2012).

Informan 3 juga menambahkan bahwa pendekatan-pendekatan Agama

dilakukan dengan tujuan :“yaitu dengan memberikan mereka pengetahuan agama

dan tentang beribadah supaya mereka menyadari apa yang sudah mereka lakukan

adalah salah dan mendapatkan ganjaran dosa dari tuhan, tetapi tidak bisa

memaksa mereka untuk berubah itu tergantung kepada diri mereka sendriri”

(wawancara pukul, 09.30 Wib, tanggal 29 Okt 2012).

Bentuk kerja sama kegiatan pembinaan yang dilakukan dengan pihak lain

diantaranya menurut informan 1 dan 3 yaitu :

“kerja sama dengan majelis taqlim, yaitu melakukan ceramah umum dan

kegiatan keagamaan lainnya, dalam memberikan pembinaan kita bisa

lakukan kerja sama dengan pihak lain, sesuai dengan aturan yang berlaku,

tidak hanya dengan lembaga pemerintah, tapi bisa juga dengan yang non

pemerinta ataupun perorangan. Dan pembinaan yang dilakukan selebihnya

diatur oleh kebijakan Lapas setempat dengan tidak keluar dari petunjuk

dari pusat (wawancara pukul : 10.00 Wib dan 09.30 Wib, tanggal 23-29

Okt 2012).

Page 89: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

74

Adapun daya tarik yang lain adalah ganjaran, menurut keterangan

informan 2 dan 3 ganjaran yang bisa didapatkan oleh warga binaan yaitu : “Setiap

warga binaan berhak mendapatkan, remisi, setiap hari besar agama dalam setahun

sekali dan setiap hari kemerdekaan, dan juga mendapatkan cuti menjelang bebas

(CMK), pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB), seperti

ketentuan yang berlaku” (wawancara pukul : 12.00 Wib dan 09.30 Wib, tanggal

23-29 Okt 2012).

Untuk warga binaan yang sudah dinilai berkelakuan baik mereka akan

diberikan kepercayaan, dengan ganjaran seperti yang dikatakan oleh informan 2

dan 3 yaitu :

“Apabilaa warga binaan telah melalui 2/3 dari masa tahanan, bisa saja

mereka menjadi tahanan pendamping (tamping), yaitu warga binaan yang

bantu-bantu kerja petugas di dalam Lapas, menjadi tamping warga binaan

dapat kebebasan yang lebih di dalam Lingkungan Lapas karena mereka

tidak lagi dikurung dalam sel tahanan” (wawancara pukul : 12.00 Wib dan

09.30 Wib, tanggal 23-29 Okt 2012).

Dari pernyataan informan diatas peneliti menyimpulkan bahwa daya tarik

tersebut yang dimiliki petugas pemasyarakatan untuk menarik perhatian warga

binaan untuk mendengarkan seruan-seruan dari petugas pemasyarakatan.

c. Kekuasaan (power)

Petugas pemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dibekali

dengan seperangkat aturan yang berlaku didalam lapas, dengan adanya aturan-

aturan warga binaan diwajibkan mematuhi, dan mentaatinya, sehingga petugas

mempunyai kekuasaan-kekuasaan terhadap warga binaaan. Aturan tartib tersebut

dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti yang

dikatakan informan 4 yaitu : “tartib dibuat setelah adanya laporan dari kesatuan

pengamanan Lapas (KPLP) terhadap suatu pelanggaran, ataupun sebelum adanya

Page 90: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

75

pelanggaran, namun dianggap berpotensi menjadi suatu pelanggaran. Akan tetapi

tartib dibuat harus mengikuti dan tidak melanggar peraturan dan perundang-

undangan berlaku” (wawancara pukul : 10.00 Wib, tanggal 30 Okt 2012).

Aturan-aturan dibuat dengan tujuan bahwa warga binaan harus patuh dan

taat kepada petugas, seperti yang dijelaskan informan 3 yaitu :

“Kewajiaban warga binaan, kewajiban patuh dan taat kepada petugas

sejauh tidak melanggar aturan hukum yaitu kewajiban yang harus

mengikuti setiap kegiatan-kegiatan pembinaan, menciptakan kedamaian,

keindahan lingkungan dalam lapas dan tidak akan melakukan keributan,

berkelahi, mengajak lari dan lain-lain. Apabila mereka melakukan

pelanggaran mereka akan diberi sanksi (wawancara pukul : 09.30 Wib,

tanggal 29 Okt 2012).

Menurut penjelasan informan 2 dan 3 yaitu :

“dari kewajiban dan larangan tersebut ada ganjarannya itu tergantung

kepada warga binaan tidak ada paksaan, tetapi kalau mereka melanggar

aturan-turan di dalam Lapas dan tidak berkelakuan baik contohnya,

mengajak lari orang lain, maka hak-hak mereka akan dicabut namun

pencabutannya pun melalui proses sidang tim pengamat pemasyarakatan

(TPP)” (wawancara pukul : 12.00 Wib dan 09.30 Wib, tanggal 23-29 Okt

2012).

Akan tetapi masih banyak yang melanggar dan mereka sulit untuk

dinasehati, dibujuk, walaupun adanya aturan-aturan tersebut. Namun apabila ada

yang melakukan pelanggaran, maka menurut informan 2, 3 dan 4 yaitu :

“Kalau mereka melakukan pelanggaran itu mereka akan di panggil,

setelah itu dilihat apa pelanggarannya termasuk yang mana ringan, sedang,

atau berat. Kalau itu pelanggaran biasa mungkin mereka cukup dinasehati,

tetapi kalau sudah pelanggaran sedang diberiperingatan supaya tidak

mengulaginya, tetapi kalau pelanggaran berat itu bisa-bisa hak-hak mereka

dicabut tergantung hasil sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP)”

(wawancara pukul : 10.30 Wib, 09.30 Wib dan 10.00 Wib, tanggal 23-30

Okt dan 5 Nov 2012).

Beliau juga menambahkan terkadang terpaksa harus dilakukan tindakan

represif sebagai berikut seperti dikatakan informan 2 dan 3 yaitu : “Apabila warga

binaan melakukan pelanggaran tartib akan dikenakan sanksi dimasukkan ke sel

Page 91: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

76

isolasi selama tujuh hari, maksud dan tujuan adalah untuk membina supaya

menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi, dan itu menjadi contoh

bagi yang lain” (wawancara pukul : 10.30 Wib dan 09.30 Wib tanggal 23-30 Okt

2012).

Begitu juga yang dikatakan informan 2 dalam pembinaan kadang-kadang

perlu diambil tidakan represif akan tetapi itu tidak terlepas oleh sebab- akibat

yang dilakukan warga binaan, yaitu :

“Sebelum terjadi hal-hal yang sifatnya represif, itu dilihat dari beberapa

sisi apabila melanggarnya sudah dilakukan berkali-kali, mereka diisolasi

di dalam sel, kalau istilah orang sini itu sel dingin paling lama sampai satu

minggu dan dinilai apabila masih juga belum berubah/baik, maka akan

ditambah, prosesnya melalui sidang sidang tim pengamat pemasyarakatan

(TPP) disitulah keputusan apa sanksi yang pantas sesuai aturan yang

berlaku. Tujuan dari pemberian sanksi tersebut adalah untuk membina

mereka supaya menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi dan

juga contoh bagi yang lain.” (wawancara pukul : 11.00 Wib, tanggal 24

Okt 2010).

Tindakan-tindakan represif itu ada yang berujung kepada tindakan

kekerasan, menurut informan 2 menjelaskan alasan terjadinya hal tersebut :

“tetapi kalau pun ada kekerasan itu disebabkan karena tingkat pengetahuan HAM

dan prosedur yang kurang, disini petugas sangat kurang diberi pengetahuan

mengenai hak asasi manusia (HAM)” (wawancara pukul : 11.00 Wib, tanggal 24

Okt 2010).

Beliau (informan 2) juga menambahkan bahwa petugas dalam

menjalankan tugas dan fungsinya juga selalu dihimbau, diperingatkan agar

mengikuti prosedur-prosedur yang berlaku : “Selalu dihimbau, tetapi setiap

manusiakan berbeda-beda, ada yang mudah terpacing emosinya ada juga yang

sabar, kita tidak boleh samakan semuannya, tetapi selalu disampaikan disetiap

Page 92: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

77

kesempatan supaya melakukan tugas sesuai prosedur” (wawancara pukul : 09.00

Wib, tanggal 5 Nov 2012).

Menurut pengamatan di lapangan memang benar ada petugas sangat

mudah terpacing emosinya dan sangat tidak sabar dalam menyikapi suatu

permasalahan, kejadian tersebut terjadi ketika peneliti sedang melakukan

pengamatan dimana dua orang petugas sempat terjadi percekcokan dan hampir

kontak fisik, kejadian itu terjadi berawal dari kesalah pahaman diantara kedua

orang petugas tersebut.

Dari pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa, petugas punya

kekuasaan terhadap warga binaan, dalam pemberian ganjaran (reward) maupun

sanksi, namun apabila tidak mampu menguasai emosi dan kurangnya pengetahuan

tentang hak asasi manusia (HAM) dan prosedur, maka akan terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan.

4.1.3.2 Pesan (message)

Pada tahap awal pada saat mereka masuk menjadi warga binaan di Lapas,

didahului dengan masa pengamatan penelitian (Admisi), dan Orientasi yang di

kenal dengan masa pengenalan lingkungan (mapenaling).

Untuk warga binaan pada masa pengenalan lingkungan (mapenaling)

sudah diperkenalkan dengan aturan-aturan yang ada di Lapas dan tidak langsung

di baurkan dengan yang lain, karena banyak hal ikwal yang harus diperhatikan

pada warga binaan, seperti yang dijelaskan oleh informan 2 dan 3 yaitu:

“pertama yaitu admisi dibagian registrasi narapidana dan orientasi, yaitu

masa pengenalan lingkungan (mapenaling) itu dilakukan oleh petugas

dengan tujuan untuk menjaga situasi kondusif lingkungan Lapas, dengan

memperkenalkan aturan-aturan dan kegiatan yang ada dilapas, juga salah

Page 93: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

78

satunya untuk menjaga keselamatan narapidana tersebut” (wawancara

pukul : 12.00 Wib dan 10.00 Wib tanggal 23-29 Okt 2012 ).

Diberitahukannya kewajiaban, larangan, dan hak-hak kepada warga binaan

pada masa pengenalan lingkungan (mapenaling), supaya mereka paham akan

segala kewajiban, larangan dan hak-haknya sebelum mereka masuk ketahap

pembinaan selanjutnya. Adapun bentuk kewajiban, larangan, dan hak-hak warga

binaan adalah sebagai berikut :

a. Kewjiban:

1. Mengikuti secara tertip program pembinaan dan kegiatan tertentu

2. Mentaati peraturan lapas kelas IIB Meulaboh

3. Patuh, taat, dan hormat kepada petugas lapas.

4. Memelihara perikehidupan yang aman dan tertip didalam lapas

5. Menjaga kebersihan dilingkungan lapas

6. Memelihara barang inventaris

7. Menghormati hak orang lain

8. Menerima kunjungan pada saat jam kerja

b. Larangan:

1. Dilarang melakukan perilaku homo seksual

2. Dilarang membawa/menyimpan/membuat/memiliki senjata api dan senjata

tajam

3. Dilarang membawa, menyimpan, memiliki, mempergunakan,

mengedarkan, memperdagangkan Narkotika, Piskotropika, dan Zat Adiktif

(NAPZA), serta minuman keras.

4. Dilarang membuat kegaduhan dan kericuhan

5. Dilarang melakukan pencurian dan pemerasan serta perjudian

Page 94: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

79

6. Dilarang melakukan penganiayaan

7. Dilarang membawa dan mempergunakan alat komunikasi(Hp, Laptop, dan

lain-lain)

8. Dilarang mengambil dan merusak barang-barang inventaris/ perlengkapan

9. milik lapas maupun milik sesame penghuni

10. Dilarang mempergunakan alat listrik dan elektronik

11. Dilarang melakukan peminjaman dana dengan pembungaan (rentenir)

12. Dilarang memasukkan benda-benda terlarang kedalam lapas

13. Dilarang menerima tamu diluar jam kantor

Sumber: Lapas kelas IIB Meulaboh.

Dan hak-hak warga bianaan Berdasarkan ketentuan diataur dalam Undang-

Undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, pasal 14 angka (1) narapidana

berhak :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya

b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

e. Menyampaikan keluhan

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang

tidak dilarang

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya

i. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi)

j. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

Page 95: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

80

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan

m. Mendapatkan hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

perundangan yang berlaku.

Mapenaling merupakan tahap awal dari proses pembinaan pemsayaratan,

dan pada masa tersebut warga binaan dikenalkan dengan aturan-aturan tata tertib,

kegiatan-kegiatan yang ada di Lapas, setelah mereka paham akan segala

kewajiban, larangan dan apa saja hak-hak yang bisa didapat pada setiap tahapan

pembinaan mereka kemudian menanda tangani surat pernyataan, seperti

dijelaskan oleh informan 2 yaitu :

“ada surat pernyataan yang mereka tanda tangan setelah mereka diberi

tahu aturan-aturan yang ada di dalam Lapas, apakah bersedia mentaati dan

mematuhi, dan menjalankan kewjiban dan larangan yang berlaku di dalam

lembaga pemasyarakatan selama masa menjalani hukuman. Supaya

mereka mengerti kewajiban-kewajiban dan laranga-larangan yang berlaku

di dalam lapas, aturan tersebut disampaikan secara terus menerus, dengan

cara diyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan akan mendapatkan

ganjaran yang setimpal” (wawancara pukul : 11.00 Wib, tanggal 24 Okt

2010).

Menurut informan 2 aturan-aturan yang berlaku di dalam Lapas

disampaikan dengan cara, yaitu :

“Sudah di tempel di kamar sel tapi selalu dicopot, bahkan pada setiap pagi

sebelum mereka melakukan kegiatan selalu dingatkan kembali, seperti saat

ada kujungan juga di ingatkan, sebenarnya aturan itu tanpa diberi tahu

mereka sudah tahu apa yang boleh dan apa yang tidak, karena aturan yang

berlaku di didalam Lapas itu sesuai dengan norma-norma yang berlaku

dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hal-hal tertentu” (wawancara pukul :

11.00 Wib, tanggal 24 Okt 2010).

Hal tersebut juga disampaikan dalam kegiatan-kegiatan pembinaan yang

ada di dalam Lapas disampaikan oleh petugas yang sedang melakukan pembinaan

seperti dikatakan informan 3 yaitu: “mengenai kewajiban dan larangan maupun

Page 96: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

81

Hak-hak, itu juga kita lakukan dengan cara kita minta disampaikan pada saat

ceramah-ceramah supaya disinggung dalam materi ceramahnya” (wawancara

pukul : 10.00 Wib, tanggal 29 Okt 2012).

Penyampain-penyampaian pesan supaya warga binaan tidak melakukan

pelanggaran juga disampaikan pada saat sebelum warga binaan menjalankan

aktifitas rutinnya, seperti yang dikatakan informan 2 yaitu : “Sebelum

dilakukannya kegiatan pembinaan, senam pagi, olah raga, gotong-royong, dan

lain-lain mereka terlebih dahulu dihitung, setelah itu petugas menyampaikan apa-

apa yang ingin disampaikan termasuk aturan-aturan tartib yang berlaku di dalam

Lapas” (wawancara pukul : 09.00 Wib, tanggal 5 Nov 2012).

Pernyataan itu diperkuat oleh informan 3 dalam pernyataan yang

disampaikannya berikut ini : “Selalu diingatkan mereka, supaya tidak melakukan

pelanggaran karena dapat merugikan dirinya sendiri, tidak bisa mendapatkan hak-

haknya seperti remisi, asimilasi dan lain-lain” (wawancara pukul : 10.00 Wib,

tanggal 29 Okt 2012).

Dari pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyampaian

pesan persuasif yang dilakukan dalam upaya pencegahan terhadap pelanggaran

dari warga binaan, namun masih perlu ditingkatkan lagi, agar nantinya tidak ada

terjadi lagi tindakan-tindakan represif yang berujung kapada tindakan kekerasan.

4.1.3.3 Komunikan (persuade)

Komunikan adalah warga binaan yang menerima pesan dari petugas

pemasyarakatan, dimana mereka menerima pesan tidak hanya secara logis tetapi

juga berdasarkan perasaan dan pengalaman.

Page 97: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

82

Mereka yang masuk sudah pasti pelanggar hukum, dan karena

kesalahannya mereka harus berada di dalam Lapas, seperti yang dikatakan

informan 1 yaitu :

”Bisa kita bilang lapas ini kan tempatnya orang-orang sakit, kalau tidak

sakit tidak mungkin melakukan tindak pidana, pasti tidak masuk kesini,

dengan kata lain mereka itu sakit perlu di obati, sakit disini dalam artian

sakit secara mental spritual maupun ekonomi, susah membina mereka

apalagi tidak mau mengikuti aturan yang ada lapas, seperti apa yang

menjadi kewajiban warga binaan dan apa yang dilarang” (wawancara

pukul : 09.00 Wib, tanggal 23 Okt 2012).

Mereka sulit untuk dibina kalau tidak ada aturan-aturan, seperti dikatakan

oleh informan 3 yaitu : “Secara dibujuk tidak mempan karena mereka disini

memang sudah sulit untuk di nasehati bahkan beberapa keluarga mereka pun

mengakuinya, maka perlu dibuat aturan-aturan, namun tidak boleh melanggar

hukum” (wawancara pukul : 10.00 Wib, tanggal 29 Okt 2012).

Ketidak mau tahuan warga binaan tentang tujuan mereka dicabut

kemerdekaan di dalam Lapas, seperti yang dikatakan informan 2 yaitu : “banyak

diantara mereka tidak mau tahu kalau mereka disini tidak hanya menjalani

hukuman tetapi juga dibina, yang mereka tahu mereka di penjara walaupun

mereka berfikir mereka tidak salah, kenapa harus dibina” (wawancara pukul :

09.00 Wib, tanggal 5 Nov 2012).

Pernyataan-pernyataan di atas adalah gambaran komunikan dalam

komunikasi persuasif antara petugas pemasyarakatan dengan warga binaan di

Lapas kelas IIB Meulaboh. Komunikan disini banyak diantara mereka tidak

mengakui apalagi menyadari atas kesalahan yang mereka perbuat walaupun sudah

di dalam Lapas.

Page 98: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

83

4.1.4 Pengaruh Komunikasi persuasif di Lapas Terhadap Warga Binaan

Warga binaan pemasyarakatan sebagai komunikan dalam komunikasi

peruasif di Lapas kelas IIB Meulaboh adalah sebagai penerima pesan dari

komunikator (persuader) yang tujuannya mempengaruhi. Pengaruh adalah

perubahan yang terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari

komunikator, baik itu dalam usaha mengubah/menguatkan keyakinaan (believe),

sikap (attitude) dan tingkah laku (behaviour) sesuai dengan yang di harapkan

komunikator. Apabila perubahan terjadi sesuai yang diharapkan oleh petugas

pemasyarakatan, maka komunikasi persuasif yang dilakukan berhasil, untuk

melihat pengaruh komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan berikut ini data-

data dan pernyataan-pernyataan dari warga binaan :

Warga binaan kurang yakin dengan yang dikatakan petugas “apabila tidak

melakukan pelanggaran mereka akan mendapatkan hak-haknya”. Seperti yang

dikatakan oleh informan 6 dan 7 yaitu : “Padahal pernah disampaikan tentang

adanya asimilasi, tetapi setau saya tidak ada satu pun warga binaan yang

mendapatkannya, gak tau apa alasannya, sekarang yang ada satu-satunya

kebahagiaan, dan paling diharapkan adalah kujungan keluarga” (wawancara

pukul : 10.00 Wib dan 14.00 Wib, tanggal 24 Okt 2012 dan 08 Nov 2012).

Dan informan 7 juga mengatakan tidak semua yang tertulis itu, semuanya

dilaksanakan oleh petugas, dan apa yang ditulis banyak yang tidak diberikan :

“Saya tidak begitu paham dengan hak-hak itu, tetapi ada dikasih pulang

kerumah barang satu atau dua hari istilahnya cuti mengunjungi keluarga

(CMK), itu pun dengan syarat dan jaminan-jaminan, yang lain belum

pernah dikasih misalkan bebas bersyarat dan lain-lain, padahal masa

hukuman saya tinggal + 2 bulan lagi” (wawancara pukul : 02.00 Wib,

tanggal 08 Nov 2012).

Page 99: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

84

Hal serupa juga dikatakan oleh informan 6, bahkan dia sudah beberapa

kali mengurusnya dan dia jadi pasrah saja : “asimilasi mana ada, ditulis semua ada

tapi saya sudah beberapa kali ngurus belum dapat-dapat, waktu saya tanya tidak

dijawab apa-apa, kadang takut melarikan diri, sekarangkan musimnya seperti

itukan, kalau dikasih pun paling-paling dapat cuti mengunjungi keluarga (CMK)”

(wawancara pukul : 10.00 Wib, tanggal 24 Okt 2012).

Mereka mengatakan sekarang tidak mau banyak menuntut kepada petugas

karena menurut mereka apa yang diberikan sudah lebih baik dari pada tidak ada

sama sekali seperti yang dikatakan informan 6 sebagai berikut : “jadi tamping

sudah syukur dari pada di dalam sel, saya tidak urus lagi asimilasi, dan lain-lain

itu. Terserah kapan diberikan kalau tidak diberikan pun ya sudah” (wawancara

pukul : 10.00 Wib, tanggal 24 Okt 2012).

Seperti yang dikatan oleh informan 7, dia pun tidak mau memintanya lagi,

dan masa tahanannya pun hampir selesai:

“tidak mau mempermasalahkan lagi terserah kebijakan kalapas, masa

hukuman pun tidak lama lagi, semua kesulitan yang dihadapi adalah

teguran dari tuhan atas kesalahan selama ini. Padahal hak-hak itu boleh

diminta, kalau tidak diberikan untuk apa dikatakan dan ditulis, tetapi takut

nanti terjadi masalah baru” (wawancara pukul: 14.00 Wib tanggal 08 Nov

2012).

Warga binaan sudah kurang percaya terhadap pesan-pesan yang

disampaikan petugas, seperti yang dikatakan informan 8 yaitu: “aturan dibuatkan

untuk dilanggar, mana ada yang benar! semua harus pakai uang, keluarga yang

berkujung saja masuk bayar apa lagi yang lain (wawancara pukul: 14.00 Wib,

tanggal 08 Nov 2012).

Bahkan ada warga binaan yang curi-curi kesempatan untuk pulang ketika

petugas lengah, seperti yang diungkan informan 7 yaitu: ”kalau minta izin pulang

Page 100: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

85

dikasih, tetapi ada ketentuannya dan tidak bisa juga sebetar-sebentar cuti

mengunjungi keluarga, kalau mau pulang situasi lengang beginilah, nanti sebelum

ganti anggota jaga harus balik lagi, karena dihitung” (wawancara pukul : 14.00

Wib, tangal 08 Nov 2012).

Pernyataan di atas mengigatkan kita pada kejadian tangga 15 mei 2012

lalu, warga binaan yang bernama Hendra Suadi gara-gara pulang kerumah tanpa

seizin petugas Lapas, sehingga mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan dari

oknum petugas pada saat dia kembali ke Lapas (serambi indonesia, 26/07/2012,

hal17).

Sebelum kejadian tindakan kekerasan terhadap Hendra Suadi, Lapas kelas

IIB Meulaboh baru saja bermasalah dengan kaburnya tahanan, seperti ujar

Kalapas Drs, M Sulton Ma’arif "Yang lari itu sebenarnya sebanyak 42 orang.

Sebanyak 40 orang berstatus narapidana (napi) dan dua orang tahanan titipan,"

(http://aceh.tribunnews.com/2012/05/09/21-tahanan-berhasil-diringkus).

Dan juga kejadian tanggal 10 Oktober 2012, seorang warga binaan yang

tertangkap polisi menjadi pengedar narkoba diluar penjara, Sabtu (15/12/2012)

dari keterangan aparat kepolisian dan petugas sipir Lapas menyebutkan, pasca

ditangkap kembali Samsul dalam kasus sabu-sabu. Dan Samsul kembali

melakukan pelanggaran dengan kabur/melarikan diri dari Lapas Meulaboh

(http://aceh.tribunnews.com/2012/12/16/samsul-kabur-dengan-memanjat-dinding-

lapas).

Dari pernyataan-pernyataan dan data-data di atas dapat dilihat bahwa

kurang tercapainya tujuan komunikasi persuasif yang dilakukan petugas Lapas

yaitu pengaruhnya pada keyakinan, sikap dan perilaku warga binaan.

Page 101: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

86

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pola Komunikasi Persuasif Antara Petugas dengan Warga Binaan di

Lapas Kelas IIB Meulaboh

Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh sebagai Unit Pelaksana

Teknis (UPT) dari Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Aceh, pelaksanakan

pembinaan di Lapas dilaksanakan oleh bagian Binadik serta melibatkan bagian

pengamanan, karena kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

pembinaaan di dalam Lapas, pembinaan terhadap warga binaan dilakukan dengan

mengikuti peraturan perundang-undangan tentang pemasyarakatan, oleh sebab itu

dalam tahapan pembinaan yang dilakukan sesuia dengan Keputusan Menteri

Kehakiman RI No : M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan

Narapidana/Tahanan, seperti yang telah dijelaskan pada proses pemasyarakatan.

Untuk mengetahui pola komunikasi persuasif yang digunakan dalam

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, maka dapat dilihat

polanya melalui analisa unsur-unsur komunikasi berikut ini: karakteristik

komunikator, pesan persuasif yang disampaikan, dan kamunikan sebagai objek

pengaruh persuasif yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan.

4.2.1.1 Komunikator (persuader)

Petugas pemasyarakatan sebagai unsur penting dalam komunikasi

persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh, sebagai komunikator petugas

pemasyarakatan punya andil besar dalam mengelola pesan persuasif yang

disampaikan agar dapat diterima, diserap, dan ditafsirkan oleh warga binaan,

sehingga pesan persuasif yang disampaikan dapat mengubah sikap dan kemudian

berperilaku sebagaimana dikehendaki petugas pemasyarakatan.

Page 102: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

87

Oleh karena itu, menurut Canggara, (2005:87) “untuk mencapai

komunikasi yang mengena, seorang komunikator harus mengukur kapasitas

dirinya, dan ia juga harus memiliki kredibilitas (credibility), punya daya tarik

(attraktive), dan kekuatan/kekuasan (power), sehingga apa yang disampaikan oleh

komunikator dapat berpengaruh terhadap komunikan”. Komunikasi persuasif di

Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh, ditinjau berdasarkan karakteristik

komunikatornya yaitu :

a. Kredibilitas (credibility)

Kredibilitas seorang komunikator sangat diperlukan dalam komunikasi

untuk mempengaruhi komunikan, hadirnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM

No. M HH-16 KP 05. 02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasrakatan,

adalah sebagai bukti pemerintah menyadari bahwa keberhasilan petugas

pemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya tidak terlepas dari kredibilitasnya.

Dari pernyataan-pernyatan informan dapat dilihat bahwa petugas

pemasyarakatan melakukan upaya-upaya untuk mempengaruhi pesepsi warga

binaan mengenai keparcayaan terhadap dirinya, menurut Effendy, (2003:43)

“kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahlian dan dapat tidak ia

dipercaya”.

Sebagai komponen kredibilitas, keahlian seorang petugas pemasyarakatan

sangat penting dalam komunikasi persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh, hal

tersebut apabila dikaitkan dengan pendapat Effendy, (2003:43) “pada umumnya

diakui bahwa pesan yang dikomunikasikan mempunyai daya pengaruh yang lebih

besar, apabila komunikatornya dianggap sebagai seorang yang ahli”, oleh sebab

itu petugas Lapas kelas IIB Meulaboh mengikuti pogram latihan jabatan, seperti :

Page 103: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

88

pendidikan dasar PAS, instruktur PAS, piskologi dan sosial, instruktur

NARKOBA, dan lain-lain. Latihan jabatan tersebut dilakukan dengan tujuan

supaya ketika mereka ditempatkan pada posisi tertentu dapat bekerja sesuai

dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga pembinaan yang ada di Lapas

kelas IIB Meulaboh dapat berjalan efektif.

Namun, apabila petugas pemasyarakatan juga masih tidak mampu

memberikan pembinaan kepada warga binaan, maka petugas pemasyarakatan bisa

melakukan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan

Warga binaa Pemasyarakatan, Bab I Pasal 5, “Dalam rangka penyelenggaraan

pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Menteri dapat

mengadakan kerja sama dengan instansi Pemerintah terkait, badan-badan

kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang kegiatannya sesuai dengan

penyelenggaraan sistem pemasyarakatan”. Kerja sama yang sudah dan sedang

dilakukan Lapas kelas IIB Meulaboh saat ini, contohnya : kerja sama dengan,

Badan Narkotika Nasional (BNN), Kepolisian, Departemen Sosial, Departemen

Agama, majelis taqlim, tokoh masyarakat dan lain-lain.

Dalam komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan di Lapas kelas IIB

Meulaboh petugas pemasyarakatan sangat membutuhkan kepercayaan dari warga

binaan, pentingnya kepercayaan bagi komunikator karena menurut Effendy,

(2003:44) “kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang

diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kepercayaan empiris”,

oleh sebab itu petugas pemasyarakatan berupaya memperoleh kepercayaan

Page 104: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

89

tersebut tidak hanya dengan keahlian saja, tetapi petugas pemasyarakatan juga

melakukan pendekatan individu, serta perlakukan adil bagi semua warga binaan.

Pendekatan individu dilakukan petugas pemasyarakatan di Lapas kelas IIB

Meulaboh dengan cara perwalian terhadap warga binaan, dengan tujuan agar

petugas pemasyarakatan dapat lebih mengenali warga binaan yang diwalikannya,

menilai setiap perkembangan dari warga binaan yang sedang dibina, memberikan

solusi bagi setiap permasalahan yang dihadapi oleh warga binaan, dan menjadi

penghubung antara warga binaan dengan keluarganya ataupun sebaliknya.

Dengan perwalian yang dilakukan petugas pemasyarakatan merupakan upaya

persuasif petugas pemasyarakatan kepada warga binaan, sehingga mereka dapat

berkeluh kesah tentang setiap permasalahan yang ingin disampaikan. Hal tersebut

sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M. 02-PK.04.10 Tahun

1990, BAB VI Metoda Pembinaan, yaitu: pendekatan individu dilakukan petugas

pemasyarakatan “untuk mempertahankan citra yang ideal yang dimiliki para

petugas pemasyarakatan, maka pendekatan petugas pemasyarakatan dengan warga

binaan adalah bagaikan seorang dokter dengan pasiennya, seorang guru dengan

muridnya dan seorang orang tua dengan anaknya”.

Warga binaan pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh semuanya mempunyai

hak-hak dan kewajiban yang sama seperti yang telah diatur dalam Undang-

Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, oleh karena itu petugas

pemasyarakatan dalam memberikan hak-hak warga binaan seperti remisi, cuti

mengunjungi keluarga (CMK), pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas

(CMB), cuti bersyarat (CB) dan lain-lain, ataupun dalam meberikan sanksi

terhadap pelanggaran yang diakukan, diputuskan melalui proses sidang Tim

Page 105: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

90

Pengamat Pemasyarakatan (TPP), penilaian terhadap apa yang pantas diberikan

kepada warga binaan tersebut dilakukan oleh para Kasi-kasi, Kasubsi-kasubsi dan

semua elemen-elemen yang terlibat dalam proses pemasyarakatan. Tujuan dari

pengambilan keputusan melalui proses sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan

(TPP) tersebut diharapkan memenuhi rasa adil bagi seluruh warga binaan yang

ada di Lapas kelas IIB Meulaboh.

Kredibilitas sebagai faktor penting pada diri petugas pemasyarakatan

dalam proses komunikasi persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh, namun

kredibilitas tidak terletak pada petugas pemasyarakatan, akan tetapi merupakan

seperangkat persepsi warga binaan terhadap sifat-sifat petugas pemasyarakatan,

seperti: dianggap cerdas, mampu, ahli, jujur, tulus, bermoral, etis, adil, dan

berpengalaman. Dari sifat-sifat tersebutlah, maka kredibilitas dianggap salah satu

penyebab timbulnya pengaruh komunikator terhadap komunikan, namun apabila

dilihat dari pernyataan-pernyataan warga binaan, maka upaya-upaya yang

dilakukan petugas pemasyarakatan untuk meraih kredibilitas tinggi belum tercapai

karena warga binaan masih mengeluh terhadap upaya-upaya yang dilakukan

petugas pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh.

b. Atraksi (attraktiveness)

Daya tarik komunikator dalam penelitian ini, yaitu kesamaan, dapat

memberikan ganjaran, juga mempunyai fisik yang sempurna. Menurut Cangara,

(2005:90) “bahwa orang bisa tertarik pada komunikator karena adanya kesamaan

demografi seperti bahasa, agama, suku, daerah asal, partai atau ideologi”. Dari

pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa daya tarik yang digunakan

Page 106: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

91

supaya menarik perhatian warga binaan untuk mendengarkan seruan-seruan dari

petugas pemasyarakatan adalah kesamaan dan ganjaran.

Petugas pemasyarakatan melihat bahwa warga binaan yang mayoritas

beragama islam, maka berdasarkan kesamaan itulah dilakukan pendekatan agama

dalam mempengaruhi perilaku warga binaan, seperti ceramah-ceramah,

mengajarkan mereka cara-cara beribadah, baca Alqur’an, praktek sholat, bacaan

sholat dan lain-lain. Petugas pemasyarakatan mengharapkan dengan menanamkan

nilai-nilai agama dalam diri warga binaan, supaya menumbuhkan kesadaran

mereka untuk bertaubat, dan menyadari tentang apa yang telah dilakukan dahulu

adalah salah, dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dari penjelasan diatas bahwa dengan daya tarik tersebut petugas

mempunyai kemampuan persuasif karena dianggap punya kesamaan dengan

warga binaan yaitu kesamaan agama, maka dari itu dalam melakukan komunikasi

persuasif petugas pemasyarakatan berusaha menjadi kelompok yang disenangi

atau mewakili nilai-nilai yang ada dimasyarakat, hal tersebut adalah sebagai pintu

masuk untuk menanamkan kesadaran kepada warga binaan, bahwa setiap anggota

masyarakat harus mentaati, mematuhi,dan menjalankan nilai-nilai/norma-norma

yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Menganai kesamaan tersebut

Byrne telah melakukan demonstrasi bahwa komunikan menyenangi komunikator

apabila adanya kesamaan antara komunikator dengannya (Effendy, 2003:44).

Daya tarik lainnya yaitu ganjaran, bagi warga binaan yang dicabut

kemerdekaannya di dalam Lapas merupakan sebuah penderitaan, dengan adanya

ganjaran yang berupa remisi, setiap hari besar agama dalam setahun sekali dan

setiap hari kemerdekaan, juga bisa mendapatkan cuti mengunjungi keluarga

Page 107: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

92

(CMK), pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB), cuti bersyarat

(CB) sesuai dengan ketentuan yang berlaku merupakan keingginan dan harapan,

karena hanya itu yang bisa mereka harapkan untuk meringankan hukuman setelah

mendapatkan putusan tetap dan mengikat dari pengadilan.

Selain ganjaran yang sudah dijelaskan di atas petugas juga memberikan

ganjaran seperti menjadikan warga binaan tahanan pendamping (tamping) bagi

yang sudah melalui 2/3 dari masa tahanan, dan dinilai berkelakuan baik selama

menjalani masa hukuman. Tahanan pendamping (tamping) merupakan

kepercayaan yang diberikan oleh petugas pemasyarakatan kepada warga binaan

untuk membantu kerja petugas di dalam Lapas, hal yang dilakukan tersebut adalah

Sosiabilitas petugas pemasyarakatan dengan melibatkan warga binaan dalam

kegiatan-kegiatan di dalam Lapas. Sosiabilitas adalah kesan komunikate tentang

komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul (Rakhmat,

2008:260). Namun bagi warga binaan dengan menjadi tamping mereka

mempunyai kebebasan yang lebih di dalam Lingkungan Lapas karena mereka

tidak lagi dikurung dalam sel tahanan, akan tetapi keberadaan tamping sering

disalah gunakan.

Menurut pengamatan peneliti di Lapas kelas IIB Meulaboh, semua petugas

pemasyarakatan dari segi fisiknya sempurna dalam artian tidak cacat, hal tersebut

sangat penting seperti yang dikatakan Cangara, (2005:90) “seorang komunikator

sedapat mungkin memiliki bentuk fisik yang sempurna, sebab fisik yang cacat

bisa menimbulkan ejekan sehingga mengganggu jalannya komunikasi”.

Page 108: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

93

c. Kekuasaan (power)

Petugas pemasyarakatan dalam menjalakan pembinaan dibekali dengan

seperangkat aturan yang berlaku di dalam Lapas, dengan adanya aturan-aturan

yang mewajibkan warga binaan mematuhi, dan mentaatinya, sehingga petugas

pemasyarakatan mempunyai kekuasaan terhadap warga binaaan. Petugas

pemasyarakatan memandang penting sebuah aturan supaya warga binaan dapat

tunduk dan patuh terhadap petugas.

Aturan-aturan tersebut dibuat berdasarkan pelanggaran yang terjadi,

maupun hal-hal berpotensi menjadi suatu pelanggaran, dan juga mengikuti norma-

norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat Meulaboh, namun aturan

tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

belaku tentang pemasyarakatan. Aturan dibuat supaya warga binaan patuh dan

taat kepada petugas pemasyarakatan dengan mewajibkan warga binaan harus

mengikuti setiap kegiatan-kegiatan pembinaan, dan menciptakan keadaan yang

kondusif di dalam Lapas. Dari kewajiban dan larangan tersebut ada ganjarannya

seperti yang telah dijelaskan pada komponen daya tarik diatas, namun ketika

persuasinya tidak berhasil dilakukan, maka kekuasaan yang dimilikinya akan

dilaksanakan, seperti contohnya dimasukkan ke sel isolasi, dicabut hak-haknya

dan lain-lain.

Komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan berdasarkan kekuasaan

yang dimilikinya seperti pernyataan informan, bahwa mereka memberitahukan

kewajiban dan larangan yang berlaku di dalam Lapas secara terus-menerus,

petugas memperingatkan warga binaan agar tidak melakukan pelanggaran

terhadap peraturan yang berlaku di Lapas, karena dapat dikenakan sanksi

Page 109: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

94

dimasukkan ke sel isolasi dan jika pelanggaran berat bisa saja hak-hak mereka

dicabut. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan teknik persuasif menurut Effendy,

(2000:24), “maka dalam kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan

punisment yaitu menakut-nakuti atau mengambarkan konsekuensi yang buruk”.

Dalam konteks ini, petugas pemasyarakatan berusaha menakut-nakuti warga

binaan tentang sanksi yang akan diberikan apabila warga binaan melanggar aturan

yang berlaku di dalam Lapas, upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk

meraih ketundukan dari warga binaan supaya apa yang disarankan dapat diikuti.

Komunikasi persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh dengan mengunakan

komponen kekuasaan, yaitu kemampuan petugas pemasyarakatan untuk

mendatangkan sanksi ketika warga binaan melakukan pelanggaran, seperti

dimasukkan ke sel isolasi, dicabut hak-haknya, dan lain-lain sesuai dengan aturan

yang berlaku di Lapas, namun ketika tindakan tersebut tidak mampu merubah

perilaku warga binaan, maka tindakan yang dilakukan bisa saja dapat menjadi

tindakan kekerasan, contohnya tindakan kekerasan yang terjadi pada Hendra

Suadi tanggal 15 Mei 2012, saat itu ia pulang kerumah dengan alasan keluarga

tanpa izin dari petugas pemasyarakatan, sehingga perilaku Hendra Suadi dianggap

suatu pelanggaran aturan yang berlaku di Lapas, seharusnya pelangaran yang

dilakukan Hendra Suadi diproses melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan

(TPP) mengenai sanksi yang akan diberikan, namun karena faktor petugas

pemasyarakatan yang tidak mampu menguasai emosi dan kurangnya pengetahuan

HAM dan prosedur dalam menjalankan tugas mengakibatkan terjadinya tindakan

kekerasan tersebut.

Page 110: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

95

Dari penjelasan diatas kekuasaan yang dimiliki petugas pemasyarakatan

merupakan kekuasaan paksaan (koersif) dan Kekuasaan resmi (legal). Kekuasaan

koersif yang dimiliki adalah kemampuan petugas pemasyarakatan untuk

mendatangkan ganjaran atau hukuman pada warga binaan yang sifatnya personal,

seperti benci dan suka atau impersonal, seperti pencabutan hak-hak dan

pemberian hak-hak, sedangkan kekuasaan legal yang dimiliki petugas

pemasyarakatan berasal dari seperangkat peraturan-peraturan yang berlaku di

Lapas, sehingga petugas pemasyarakatan berwenang untuk melakukan suatu

tindakan terhadap warga binaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.2.1.2 Pesan Persuasif (persuasi yang dilakukan)

Pesan persuasif dalam komunikasi petugas pemasyarakatan dengan warga

binaan di Lapas kelas IIB Meulaboh, disampaikan mulai dari tahap awal

pembinaan, yaitu admisi dan orientasi (masa pengenalan lingkungan), dimana

setelah dilakukan penelitian guna mengetahui hal ikwal pada diri warga binaan

untuk menyesuaikan pembinaan yang akan dilakukan selanjutnya. Pada masa

masa pengenalan lingkungan (mapenaling) inilah warga binaan diberitahu tentang

aturan yang berupa kewajiban dan larangan bagi warga binaan, hak-hak, dan

kegiatan pembinaan yang ada di dalam Lapas.

Dari pernyataan-pernyataan informan, dapat dilihat beberapa teknik

persuasif yang dipakai dalam penyusunan dan penyampaian pesan kepada warga

binaan, apabila ditinjau dari teknik persuasif menurut Cangara, (2005: 113), maka

pesan komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan yaitu dengan :

a. Metode Reward Appeal penyusunan dan penyampaian pesan dengan

menawarkan janji-janji kepada khalayak. Metode ini digunakan karena

Page 111: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

96

petugas pemasyarakatan menganggap dengan mengiming-imingi hak-haknya

seperti remisi, asimilasi dan lain-lain, pesan yang disampaikan dapat

membangkitkan keperluan, dan kepentingan bagi warga binaan untuk

mendapatkan hak-haknya, yaitu dengan syarat patuh dan taat kepada petugas

dengan mematuhi dan mentaati kewajiban dan larangan yang berlaku di dalam

Lapas. Janji-janji yang ditawarkan kepada warga binaan sudah sesuai dengan

keperluan dan kepentingan, sebab mereka sedang dicabut kemerdekaannya di

dalam Lapas sangat menginginkan kebebasan.

b. Metode Fear Appeal penyusunan dan penyampaian pesan dengan

menimbulkan rasa ketakutan pada khalayak. Metode ini dipakai petugas

dengan cara mengenalkan aturan-aturan mengenai kewajiban dan larangan

yang berlaku di dalam Lapas, setelah mereka paham terhadap aturan yang

berlaku di dalam Lapas, petugas menyampaikan pesan kepada warga binaan

supaya melakukan kewajiban, dan tidak melakukan pelanggaran dengan cara

menakut-nakuti warga binaan akan gambaran konsekuensi yang buruk

terhadap setiap pelanggaran yang mereka lakukan, seperti dikurung di sel

isolasi, dan bahkan apabila melakukan pelanggaran berat bisa saja hak-hak

mereka dicabut.

c. Metode Emotional appeal ialah cara penyusunan atau penyampaian pesan

dengan cara mengubah emosional khalayak. Metode emosional mengunakan

pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikan dengan

mempermainkan bahasa dan ekspresi bahasa serta dengan mengunakan kata-

kata. Metode yang dilakukan petugas pemasyarakatan yaitu menyakinkan

warga binaan bahwa mereka bisa berubah lebih baik, dan dapat diterima

Page 112: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

97

kembali dilingkungan masyarakat setelah bebas nanti. Petugas mengatakan

bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan, namun tidak semua mau

bertaubat, masuk ke dalam Lapas merupakan teguran dari Allah. Namun

apabila menjalani hukuman dengan benar, dan mengikuti setiap kegiatan

pembinaan, karena pembinaan yang diberikan menjadi bekal saat berintegrasi

kembali kelingkungan masyarakat. Pesan-pesan seperti itu disampaikan

dengan tujuan menyentuh reaksi emosional dari warga binaan untuk

menggugah hati mereka.

d. Metode Motivational Appeal ialah teknik penyusunan pesan yang dibuat

bukan karena janji-janji, tetapi disusun untuk menumbuhkan internal

psikologis khalayak sehingga mereka dapat mengikuti pesan-pesan itu.

Metode ini digunakan petugas untuk dapat membangkitkan harapan-harapan

bagi warga binaan bahwa apabila bertaubat mereka akan diterima kembali di

lingkungan masyarakat, dan dapat menjalani hidup secara wajar sebagai warga

yang baik dan bertanggung jawab, oleh kerena itu petugas pemasyarakatan

memotivasi mereka untuk berkelakuan baik, yaitu dengan cara memberikan

mereka pengetahuan agama dan umum, sehingga mereka menyadari sendiri

apa yang dilakukannya dahulu salah, merugikan diri sendiri dan orang lain,

sehingga berusaha untuk menjadi lebih baik/bertaubat.

e. Metode Humorious appeal ialah teknik penyusunan pesan yang disertai

humor, sehingga dalam penerimaan pesan khalayak tidak merasa jenuh, pesan

yang disertai humor mudah diterima, enak dan menyenangkan. Hanya saja

dalam penyampaian pesan yang diseratai humor diusahakan jangan sampai

menyentuh aspek kejiwaan. Berangkat dari teori di atas maka jelas bahwa

Page 113: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

98

untuk menarik dan memikat perhatian warga binaan perlu adanya humor hal

tersebut sering dilakukan pada saat warga binaan beristirahat setelah selesai

mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan, hal itu dilakukan dengan tujuan

supaya menghindari hubungan komunikasi yang kaku antara petugas

pemasyarakatan dengan warga binaan.

Dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan informan, bahwa inti dari

pesan persuasif yang disampaikan adalah upaya petugas pemasyarakatan dalam

menyarankan warga binaan untuk berperilaku sebagaimana yang dikehendaki.

Oleh karena itu, melalui teknik persuasif di atas pesan petugas pemasyarakatan

yang menyarankan secara langsung maupun tidak langsung kepada warga binaan

untuk tidak melakukan pelanggaran, menjalankan kewajiban mereka punya

kesempatan mendapatkan hak-haknya, sesuai yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku tentang pemasyarakatan.

4.2.1.3 Komunikan (Warga Binaan Pemasyarakatan)

Komunikan dalam penelitian ini adalah warga binaan yang karena

kesalahannya mereka harus berada di dalam Lapas, warga binaan pemasyarakatan

adalah sebagai anggota masyarakat yang sementara dicabut kemerdekaan adalah

manusia yang memiliki harga diri, potensi dengan hak-hak dan kewajiban yang

sama dengan anggota masyarakat lainnya, warga binaan merupakan subjek bagi

berbagai pengaruh, diantaranya pengaruh komunikasi persuasif petugas

pemasyarakatan yang berusaha merubah tingkah lakunya.

Menurut pernyataan-pernyataan informan tujuan warga binaan di dalam

Lapas, yaitu untuk melindungi masyarakat yang lain dari tindakan yang mungkin

akan diulanginya, oleh karena itu mereka perlu diberi pembinaan-pembinaan

Page 114: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

99

sebagai bekal setelah bebas nanti. Petugas pemasyarakatan menganggap warga

binaan adalah orang-orang lemah secara mental, spritual, maupun ekonomi oleh

sebab itu mereka melakukan tindak pidana, maka perlu adanya pembinaan

kepribadian dan kemandirian. Selain itu Warga binaan tingkat pendikannya

rendah, baik itu pendidikan fomal maupun non formal dan juga banyak dari warga

binaan yang masih berfikir bahwa dirinya tidak salah, walaupun sudah mendapat

putusan pengadilan, sehingga sulit bagi petugas untuk membina mereka.

Maka, yang harus dilakukan petugas pemasyarakatan supaya komunikasi

yang digunakan dapat berjalan efektif yaitu menurut Effendy (2003:45), seorang

komunikator akan sukses dalam komunikasinya kalau ia menyesuaikan

komunikasinya dengan the image dari komunikan, yaitu memahami

kepentingannya, kebutuhannya, kecakapannya, kesulitannya, dan sebagainya.

Singkatnya, komunikator harus dapat menjagai kesemestaan alam mental yang

terdapat pada komunikan, yang oleh Hartley disebut “the image of other”.

4.2.2 Pengaruh Komunikasi Pesuasif di Lapas Terhadap Warga Binaan

Pengaruh komunikasi persuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh ialah

perubahan yang terjadi pada warga binaan setelah menerima pesan dari petugas

pemasyarakatan, perubahan tersebut menjadi penilaian berhasil atau tidaknya

komunikasi persuasif yang dilakukan. Menurut Cangara, (2005:147) “pengaruh

dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama

dengan tujuan (T) yang diinginkan komunikator (P=T), atau seperti rumus yang

dibuat oleh Jamias, yakni pengaruh (P) sangat ditentukan oleh sumber, pesan,

media, dan penerima” (P=S/P/M/P).

Page 115: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

100

Dari pernyataan-pernyataan informan, komunikasi persuasif petugas

pemasyarakatan adalah bagaimana caranya supaya warga binaan mentaati dan

mematuhi aturan-aturan yang berlaku, serta mengikuti setiap kegiatan yang

dilaksanakan. Perubahan yang diharapkan kepada warga binaan adalah sesuai

dengan tujuan pemasyarakatan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No : 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. sehingga pembinaan yang dilakukan dapat

menjadikan warga binaan lebih baik dari sebelum masuk ke dalam Lapas.

Ditinjau dari sumbernya, komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan

berdasarkan karakteristik komunikator, maka pengaruh dari komponen

kredibilitas, atraksi belum efektif, ini dibuktikan oleh kepercayaan warga binaan

kepada petugas pemasyarakatan masih kurang, hal tersebut dapat mempengaruhi

perubahan sikap warga binaan, seperti pendapat Effendy, (2003:43) “bahwa

kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan perubahan sikap, sedangkan

kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan”.

Kesan warga binaan terhadap petugas pemasyarkatan yaitu memiliki sifat tertutup,

sulit untuk dipahami, warga binaan juga merasa takut karena petugas

pemasyarakatan mempunyai kekuasaan (power) terhadap mereka dalam

memberikan sanksi, sehingga merasa enggan menyampaikan permasalahan yang

dihadapinya, dan hanya bisa pasrah.

Apabila dilihat dari metode Reward Appeal (ganjaran) pengaruh

komunikasi persuasif berdasarkan janji-janji mengenai hak-hak yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan tentang pemasyarakatan, ada yang tidak

diberikan khususnya yang sangat mereka inginkan, diantaranya : kerja pada pihak

luar, pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB) dan lain-lain tanpa

Page 116: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

101

dijelaskan sebab dan alasannya, hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan

terhadap petugas pemasyarakatan karena tidak berbanding lurus dengan yang

diucapkan dan dituliskan, maka pengaruh dari metode Reward appeal yang

digunakan juga sangat dipengaruhi dan mempengaruhi kredibilitas petugas

pemasyarakatan.

Komunikasi persuasif antara petugas pemasyarakatan dengan warga

binaan berdasarkan penyusunan pesan yang memakai metode Fear Appeal

(menakut-nakuti) dengan ancama konsekuensi yang buruk kepada warga binaan

yang melakukan pelanggaran, namun ketika terjadi pelanggaran dari warga binaan

hal tersebut tidak saja sekedar acaman tetapi dilakukan tindakan-tidakan nyata

dari ancaman sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang dilakukan, oleh sebab itu

metode Fear Appeal menurut Cangara, (2005:113) “sebenarnya khalayak kurang

senang menerima pesan yang disertai ancaman yang menakutkan sebab mereka

tidak dapat menentukan sikap dan mengemukakan pendapatnya”. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sikap warga binaan karena adanya

tekanan psikologis dari sanksi yang diberlakukan apabila warga binaan

melakukan pelanggaran, sehingga walaupun ada perubahan sikap warga binaan itu

disebabkan karena terpaksa.

Terkait dengan penyampaian pesan dengan mengunakan metode Fear

Appeal Werner & James, (2007:192), mengatakan bahwa “pemakaian Fear

Appeal dapat menjadi upaya yang beresiko, pesan yang didesain untuk

menimbulkan rasa takut dapat menimbulkan emosi-emosi lain pula. selain itu,

beberapa emosi seperti rasa terkejut dan rasa sedih dapat mendorong diterimanya

pesan sedangkan emosi lain seperti rasa bingung dan marah dapat mengurangi

Page 117: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

102

diterimanya pesan”. Mengenai hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian

Heilman dan Garner (dalam Rakhmat, 2008:266), “komunikate akan lebih baik

diyakinkan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai dengan dijanjikan

ganjaran dari pada diancam dengan hukuman. Ancaman yang kuat bahkan dapat

menimbulkan efek boomerang – alih-alih tunduk malah melawan”.

Namun, pengaruh komunikasi pesuasif di Lapas kelas IIB Meulaboh

dilihat dari metode motivasi, menurut pengamatan dan pernyataan informan

belum dilakukan maksimal, sehingga pengaruhnya tidak terlalu besar, walaupun

sudah ada diantara warga binaan yang mulai untuk menjalankan ibadah, belajar

pengetahuan agama dan umum, mengikuti pembinaan kemandirian, dan lain-lain

tanpa harus diperintah atau pun dipaksa oleh petugas. Namun karena motivasi

terhadap warga binaan belum dilakukan secara maksimal, maka bagi beberapa

warga binaan, motivasi dari dirinya dan lingkungan lebih kuat, sehingga kembali

melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran aturan yang berlaku didalam

Lapas.

Page 118: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

103

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pernyataan-pernyataan yang diutarakan dari hasil wawancara dengan

narasumber dalam penelitian ini, yakni petugas pemasyarakatan dan warga binaan

dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam penelitian ini pembinaan yang dilakukan

di Lapas kelas IIB Meulaboh yaitu :

a. Pola Komunikasi persuasif di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Meulaboh

adalah petugas pemasyarakatan dalam komunikasinya cenderung

mengunakan kekuasaan (power) yang berasal dari peraturan perundang-

undangan tentang pemasyarakatan, dan aturan-aturan yang berlaku di dalam

Lapas.

b. Pengaruh Komunikasi komunikasi persuasif petugas pemasyarakatan dengan

warga binaan yaitu warga binaan tertekan secara piskologis, dan perubahan

perilaku yang terjadi karena sedikitnya pilihan.

5.2 Saran

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dan dari pernyataan-

pernyataan yang diperoleh dari wawancara yang peneliti lakukan. Maka peneliti

memberikan saran :

a. Untuk Kalapas, ada baiknya untuk lebih meningkatkan sumber daya manusia,

khususnya pada bagian pembinaan dan pengamanan, baik itu kualitas maupun

kuantitas supaya dapat tercapainya tujuan dari pemasyarakatan.

Page 119: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

104

b. Untuk Kasi Binadik, agar dalam menyusun program pembinaan dengan upaya

persuasif lebih ditingkatkan, dan dapat berjalan dengan efektif, sehingga

pengaruhnya terhadap perubahan perilaku warga binaan lebih besar dan tahan

lama.

c. Untuk KPLP, agar petugasnya lebih ditingkatkan lagi pengetahuan HAM dan

prosedur yang berlaku di dalam Lapas, dan jangan mudah terpacing emosi dan

lebih sabar supaya dalam melakukan tugas dapat sesuai prosedur.

d. Untuk Lembaga Pemasyarakatan, dari beberapa teknik persuasif petugas

petugas pemasyarakatan yang sudah ada agar dapat diimplementasikan dengan

baik dan optimal, sehingga dapat menghasilkan pembinaan yang berkualitas.

Page 120: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. Anwar. 2006. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Rajawali

Pers, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktek).

Rineka Cipta. Jakarta.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta.

Jakarta.

Buhan Bungin. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Bidang Pembinaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan

HAM RI. 2006. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang

Pemasyarakatan. Jakarta.

Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Deddy Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi (suatu pengantar). PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Deddy Mulyana. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Deddy Mulyana. 2009. Ilmu Komunikasi (suatu pengantar). PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Dedy Djamaluddin.M dan Yosal I. 1994. Komunikasi Persuasif. PT. Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Devito, Joseph A. 2007.The Interpersonal Communications Book . USA, Pearson

Educaton Inc.

Effendi, Onong Uchjana.2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja

Rosda Karya, Bandung.

Page 121: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Effendi, Onong Uchjana.2003. Ilmu, Teori dan filsafat Komunikasi, cetakan ke3.

Citra Aditya Bakti, Bandung.

Effendi, Onong Uchjana.2000. Ilmu, Teori dan filsafat Komunikasi, cetakan ke2,

Citra Aditya Bakti, Bandung.

Effendi, Onong Uchjana. 1990. Radio Siaran Teori Dan Praktek, CV. Mandar

Maju, Bandung.

Elizabeth B. Hurlock. 1999. Perkembangan Anak. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Alih bahasa Meitsari Tjandrasa, Muslichah Zarkasih.

Faisal. Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Ed.8. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

H.A.W. Widjaja. 2008. Komunikasi & Hubungan Masyarakat, PT Bumi Aksara,

Jakarta.

Hasni. 2007. pelaksanaan pembinaan narapidana pada lembaga pemasyarakatan

kelas II B Meulaboh, skripsi, Fakultas Hukum universiatas Abulyatama.

Jalaludin Rakhmat. 2008. psikologi komunikasi edisi revisi, Rosda Karya.

Bandung.

Krisyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Cetakan 2.

Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Lexy J. Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Mubarok, Achmad. 1999. Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta.

Petrus I.P. dan Pandapotan S. 1995. Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif

Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Syaiful Bahri Djamarah. 2004. Pola komunikasi orang tua dan anak dalam

keluarga, Rineka Cipta, Jakarta.

Page 122: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Sastroputro, Santoso. 1988. Komunikasi Persuasi dan Disiplin Pembangunan

Nasional, Bandung : Alumni.

Sudjono Dirjosisworo. 1984. sejarah dan azas-azas penologi (pemasyarakatan),

Alumni, Bandung.

Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr. 2001. communication theories :

origins, methos, use in the mass media © Addison wesly, dialih bahasakan

oleh Sugeng Harianto, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode & Terapan di

dalam Media Massa-edisi revisi ke 5, Kencana 2007, Jakarta.

Yesmil Anwar dan Adang. 200., Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, &

Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia), Widya

Padjdjaran, Bandung.

Yus Badudu. 1980. Membina Bahasa Indonesia Buku Seri Dua (2), Pustaka

Prima, Bandung.

Internet :

______, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia No. M HH-KP.

05. 02 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan. Jakarta.

http://www.depkumham.go.id. diakses 09 Juli 2012.

______, Siti Arofah 2009. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter/05610113-

siti-arofah.ps, di akses tanggal 27 november 2012.

______, Devie Puspitasari Suganda, 2010. http://elibrary.unisba.ac.id/files/10-

2123_Fulltext.pdf, diakses tanggal 27 November 2012.

______, Mei 2012. http://aceh.tribunnews.com/2012/05/09/21-tahanan-berhasil-

diringkus, Diakses tanggal 29 November 2012.

Ebta Setiawan © 2012-2013 KBBI Online (http://kbbi.web.id) versi 1.2 Database

merupakan Hak Cipta Badan Pengembangan dan Pembinaan

Bahasa, Kemdikbud (Pusat Bahasa), diakses tanggal 29 November 2012.

Page 123: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,
Page 124: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Lampiran I

Daftar Panduan Wawancara

1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi pegawai Lapas ?

2. Seperti apa proses pemasyarakatan yang dilaksanakan di Lapas kelas IIB meulaboh,

dan bagaimana implementasinya ?

3. Siapa saja yang terlibat dalam proses pemasyarakatan tersebut ?

4. Dari program pembinaan tersebut menurut Bapak/Ibu yang sifatnya persuasif seperti

apa?

5. Bagaimana pengunaan komunikasi persuasif dalam pelaksanaan kegiatan pembinan ?

6. Kendala apa saja yang dihadapi petugas pemasyarakatan dalam melakukan

komunikasi persuasif dengan warga binaan ?

7. Apa saja yang Bapak/Ibu lakukan dalam memotivasi warga binaan agar merubah

perilakunya supaya lebih baik? Apa ada cara lain?

8. Bagaimana penilaian Bapak/Ibu atas berhasil tidaknya komunikasi persuasif yang

dilakukan ?

9. Menurut Bapak/Ibu apa saja yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan apabila ada

warga binaan yang masih melakukan pelanggaran ?

10. Pendekatan seperti apa yang dilakukan petugas Lapas kepada saudara ?

11. Seperti apa penilaian saudara terhadap petugas pemasyarakatan ? mengenai apa saja ?

12. Apa keluhan saudara terhadap pembinaan yang sudah diberikan di dalam Lapas, dan

apa harapan-harapan selanjutnya ?

13. Seperti apa keadaan yang saudara rasakan di dalam Lapas dan apa saja yang dilakukan

petugas pemasyarakatan kepada saudara ?

14. Apakah menurut saudara komunikasi petugas pemasyarakatan mudah dipahami,

dimengerti, dapat saudara serap dengan baik

Page 125: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Lampiran II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995

TENTANG

PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu;

b. bahwa perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan system kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan;

c. bahwa sistem pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab;

d. bahwa sistem kepenjaraan yang diatur dalam Ordonnantie op de Voorwaardelijke Invrijheidstelling (Stb. 1917-749, 27 Desember 1917 jo. Stb. 1926-488) sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan, Gestichten Reglement (Stb. 1917-708, 10 Desember 1917), Dwangopvoeding Regeling (Stb. 1917-741, 24 Desember 1917) dan Uitvoeringsordonnantie op de Voorwaardelijke Veroordeeling (Stb. 1926-487,6 November 1926) sepanjang yang berkaitan dengan pemasyarakatan, tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-undang tentang Pemasyarakatan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9) jo. Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660) yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3080);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Page 126: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

2. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

3. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

4. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.

5. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

6. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

7. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

8. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun;

b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan

pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama

sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama

sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

9. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang

berada dalam bimbingan BAPAS.

10. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi

bidang pemasyarakatan.

Pasal 2

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,

memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan

dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Pasal 3

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar

dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali

sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Pasal 4

1) LAPAS dan BAPAS didirikan di setiap ibukota kabupaten atau kotamadya.

2) Dalam hal dianggap perlu, di tingkat kecamatan atau kota administratif dapat

didirikan Cabang LAPAS dan Cabang BAPAS.

BAB II PEMBINAAN

Pasal 5

Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :

a. pengayoman;

b. persamaan perlakuan dan pelayanan;

c. pendidikan;

d. pembimbingan;

e. penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

Page 127: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang

tertentu.

Pasal 6

1) Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.

2) Pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam BAB III.

3) Pembimbingan oleh BAPAS dilakukan terhadap:

a. Terpidana bersyarat;

b. Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan

bersyarat atau cuti menjelang bebas;

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan

kepada orang tua asuh atau badan sosial;

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan

kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan

e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan

kepada orang tua atau walinya.

Pasal 7

1) Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.

2) Ketentuan mengenai pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS

dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

1) Petugas Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)

merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di

bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

2) Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di angkat dan

diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 9

1) Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan, Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi

pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan

yang kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

2) Ketentuan mengenai kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Bagian Pertama Narapidana

Pasal 10

1) Terpidana yang diterima di LAPAS wajib didaftar.

2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengubah status

Terpidana menjadi Narapidana.

3) Kepala LAPAS bertanggung jawab atas penerimaan Terpidana dan

pembebasan Narapidana di LAPAS.

Page 128: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Pasal 11

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi :

a. pencatatan :

1. putusan pengadilan;

2. jati diri; dan

3. barang dan uang yang dibawa;

b. pemeriksaan kesehatan;

c. pembuatan pasfoto;

d. pengambilan sidik jari; dan

e. pembuatan berita acara serah terima Terpidana.

Pasal 12

1) Dalam rangka pembinaan terhadap Narapidana di LAPAS dilakukan

penggolongan atas dasar :

a. umur;

b. jenis kelamin;

c. lama pidana yang dijatuhkan;

d. jenis kejahatan; dan

e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

2) Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.

Pasal 13

Ketentuan mengenai pendaftaran serta penggolongan Narapidana diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

1) Narapidana berhak :

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang

tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Narapidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 15

1) Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan

tertentu.

2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Page 129: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Pasal 16

1) Narapidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS ke LAPAS lain untuk

kepentingan :

a. pembinaan;

b. keamanan dan ketertiban;

c. proses peradilan; dan

d. lainnya yang dianggap perlu.

2) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Narapidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 17

1) Penyidikan terhadap Narapidana yang terlibat perkara lain baik sebagai

tersangka, terdakwa, atau sebagai saksi yang dilakukan di LAPAS tempat

Narapidana yang bersangkutan menjalani pidana, dilaksanakan setelah penyidik

menunjukkan surat perintah penyidikan dari pejabat instansi yang berwenang dan

menyerahkan tembusannya kepada Kepala LAPAS.

2) Kepala LAPAS dalam keadaan tertentu dapat menolak pelaksanaan penyidikan di

LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

3) Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar

LAPAS setelah mendapat izin Kepala LAPAS.

4) Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibawa ke luar LAPAS

untuk kepentingan:

a. penyerahan berkas perkara;

b. rekonstruksi; atau

c. pemeriksaan di sidang pengadilan.

5) Dalam hal terdapat keperluan lain di luar keperluan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (4) Narapidana hanya dapat dibawa ke luar LAPAS setelah

mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

6) Jangka waktu Narapidana dapat dibawa ke luar LAPAS sebagaimana dimaksud

dalam ayat (3) dan ayat (5) setiap kali paling lama 1 (satu) hari.

7) Apabila proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan

terhadap Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan di

luar wilayah hukum pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan pidana yang

sedang dijalani, Narapidana yang bersangkutan dapat dipindahkan ke LAPAS

tempat dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16.

Dan seterusnya Pasal 18 sampai dengan pasal 54.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TTD

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TTD

MOERDIONO

Page 130: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Lampiran III

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR M.HH.16.KP.05.02 TAHUN 2011

TENTANG

KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa keberhasilan pegawai pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pelayanan,

pembinaan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pengelolaan benda

sitaan dan barang rampasan serta dalam pergaulan hidup sehari-hari, salah satunya

ditentukan oleh integritas moral dan keteladanan sikap, dan tingkah laku pegawai

pemasyarakatan;

b. bahwa untuk menjaga integritas moral dan keteladanan sikap, dan tingkah laku

pegawai pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, perlu

menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Kode Etik

Pegawai Pemasyarakatan;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3614);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor i 66, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi

Kementerian Negara;

7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi

Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden

Nomor 67 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun

2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan

Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.0T.01.01

Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

676);

Page 131: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG

KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN.

BAB 1 KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah

pedoman sikap, tingkah laku atau perbuatan pegawai pemasyarakatan dalam

pergaulan hidup sehari-hari guna melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan,

pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan serta

pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.

2. Pegawai Pemasyarakatan adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang

pemasyarakatan.

3. Majelis Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Majelis

Kode Etik adalah lembaga nonstruktural yang bertugas melakukan penegakan

pelaksanaan dan menyelesaikan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh

Pegawai Pemasyarakatan.

BAB II PRINSIP DASAR

Pasal 2

Prinsip dasar dalam menjalankan tugas Pemasyarakatan meliputi:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

c. menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia;

d. menghormati harkat dan martabat manusia;

e. memiliki rasa kemanusiaan, kebenaran dan keadilan;

f. kejujuran dalam sikap, ucapan, dan tindakan;

g. keikhlasan dalam berkarya; dan

h. berintegritas dalam setiap aktifitas.

Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pegawai Pemasyarakatan harus memiliki

etos keija sebagaimana tercantum dalam Tri Dharma Petugas Pemasyarakatan.

BAB III

ETIKA PEGAWAI PEMASYARAKATAN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 4

1) Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan dan

pergaulan hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam:

a. berorganisasi;

b. melakukan pelayanan terhadap masyarakat;

c. melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan

Pemasyarakatan;

d. melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan;

e. melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan

f. kehidupan bermasyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

2) Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan

etika sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Page 132: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Bagian Kedua Etika dalam Berorganisasi

Pasal 5

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam berorganisasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (1) huruf a, sebagai berikut:

a. menjalin hubungan keija yang baik dengan semua rekan kerja, baik bawahan

maupun atasan, meliputi:

1. menghormati hak orang lain untuk dapat bekerja dalam suasana yang tenang,

aman dan kondusif;

2. tidak memberikan penilaian secara subyektif dan tanpa kewenangan atas

tindakan atau pekerjaan orang lain;

3. menjauhkan diri dari segala bentuk tindakan atau ucapan yang dapat

menyinggung perasaan dan harga diri orang lain;

4. bertindak secara proporsional sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang

diembannya;

5. menunjukkan rasa hormat ketika berkomunikasi;

6. memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada atasan secara

proporsional sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya untuk

kepentingan organisasi; dan

7. memiliki rasa setia kawan dan tenggang rasa.

b. melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab, meliputi:

1. berani mengambil keputusan sesuai dengan kewenangannya;

2. pengambilan keputusan harus didasarkan pada rasa keadilan dan kepastian

hukum;

3. mengkomunikasikan setiap tindakan dan keputusan kepada pimpinan secara

berjenjang dengan jelas dan tepat;

4. mengutamakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan permasalahan;

5. tidak menyembunyikan kebenaran; dan

6. tidak melakukan penyalahgunaan terhadap dokumen.

c. taat dan disiplin pada aturan organisasi, yang meliputi:

1. tidak melakukan perbuatan melanggar hukum seperti berjudi, mengkonsumsi

narkoba dan minuman beralkohol, dan tidak melakukan perbuatan tercela

yang dapat menurunkan harkat dan martabat Pegawai Pemasyarakatan.

2. mengenakan pakaian dinas/seragam secara pantas sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan;

3. menjaga penampilan diri secara pantas sebagai wujud penghormatan terhadap

profesi;

4. selalu bekeija dalam waktu yang telah ditetapkan;

5. mematuhi perintah atasan dalam batas kepentingan organisasi dan sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan;

6. tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,

kerabat, teman atau rekan;

7. tidak membuat keputusan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat,

teman atau rekan;

8. berani memberikan informasi kepada atasan terkait dengan segala sesuatu

yang dapat merugikan/ mengganggu kepentingan organisasi;

9. tidak melempar tanggung jawab atas tugas yang menjadi tanggung jawabnya;

dan

10. tidak menyalahgunakan kewenangan, fasilitas dinas, atribut, dan/atau tanda

pengenal lainnya.

Bagian Ketiga

Etika dalam Melakukan Pelayanan Terhadap Masyarakat

Pasal 6

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b,sebagai berikut:

Page 133: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

a. mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau

golongan, meliputi:

1. memberikan pelayanan yang responsif dengan menggunakan standar yang

terbaik;

2. tidak mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan

masyarakat;

3. memberikan pelayanan secara tepat waktu dan taat aturan; dan

4. memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat secara benar.

d. terbuka terhadap setiap bentuk partisipasi, dukungan, dan pengawasan

masyarakat, meliputi:

1. terbuka untuk menerima setiap saran, kritik, dan masukan tanpa mempunyai

prasangka negatif;

2. membangun jejaring kerja sama dengan segenap unsur masyarakat untuk

kepentingan pelaksanaan tugas; dan

3. menghargai setiap bentuk partisipasi masyarakat.

e. tegas, adil, dan sopan dalam berinteraksi dengan masyarakat, meliputi:

1. mengambil tindakan secara cepat dan tepat untuk kepentingan masyarakat;

2. memberikan pelayanan dengan senyum dan ramah serta menghindarkan diri

dari kesombongan;

3. memberikan perlakuan yang tidak diskriminatif; dan

4. menolak segala hadiah dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi

pelaksanaan tugas.

Bagian Keempat Etika dalam Melakukan Pelayanan, Pembinaan, dan

Pembimbingan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan

Pasal 7

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan

pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, sebagai berikut:

a. menghormati harkat dan martabat Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi:

1. menghormati hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

2. menjauhkan diri dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelecehan;

3. menghormati dan menjaga kerahasiaan Warga Binaan Pemasyarakatan; dan

4. selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan Warga Binaan

Pemasyarakatan.

b. mengayomi Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi:

1. memberikan rasa aman dan tentram terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan;

2. menindaklanjuti setiap saran, keluhan, atau pengaduan yang disampaikan

Warga Binaan Pemasyarakatan secara tepat dan cepat;

3. tidak diskriminatif terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan atas dasar suku,

agama, ras atau lainnya yang dapat menimbulkan situasi yang tidak kondusif;

4. memenuhi hak Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa mengharapkan

balasan/pamrih.

c. tanggap dalam bertindak, tangguh dalam bekerja dan tanggon dalam

berkepribadian, meliputi:

1. teliti, cermat, dan cepat dalam menilai situasi;

2. mampu mengambil tindakan secara tegas terhadap setiap bentuk perilaku yang

melanggar tata tertib/ aturan;

3. tidak melakukan hal yang bertentangan dengan moral dan hukum;

4. menguasai keahlian dalam melaksanakan tugas;

5. kesanggupan untuk menegakkan keadilan dan

6. kejujuran; dan

7. menjaga kewaspadaan dan kehati-hatian.

Page 134: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

d. bijaksana dalam bersikap, meliputi:

1. menggunakan akal budi, pengalaman, dan pengetahuan secara cermat dan teliti

apabila menghadapi kesulitan, tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan

tugas;

2. memberikan perhatian khusus terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan yang

mempunyai kebutuhan khusus, seperti anak-anak, wanita, lanjut usia, atau

penderita penyakit permanen;

3. mempunyai keinginan untuk mengembangkan kapasitas diri untuk

mendukung pelaksanaan tugas;

4. mempunyai kemampuan mengendalikan perkataan, sikap, dan perbuatan

sehingga menumbuhkan sikap hormat Warga Binaan Pemasyarakatan; dan

5. mampu menempatkan dirinya secara tepat di hadapan Warga Binaan

Pemasyarakatan baik sebagai petugas, teman, saudara, maupun orang tua

tanpa kehilangan kewibawaan.

Bagian Kelima

Etika dalam Melakukan Pengelolaan Terhadap Benda Sitaan

dan Barang Rampasan

Pasal 8

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan

dan barang rampasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, sebagai

berikut:

a. teliti dan cermat dalam menilai barang sitaan dan barang rampasan;

b. mampu mengambil tindakan secara tegas terhadap setiap bentuk ancaman;

c. mampu menilai kondisi yang dapat menimbulkan rusaknya benda sitaan dan

barang rampasan;

d. tidak tergoda untuk melakukan hal yang bertentangan dengan norma moral dan

hukum;

e. menguasai keahlian dalam melaksanakan tugas;

f. menjaga kewaspadaan dan kehati-hatian; dan

g. tidak memanfaatkan benda sitaan dan barang rampasan tanpa hak untuk

kepentingan pribadi.

Bagian Keenam

Etika dalam Melakukan Hubungan dengan Aparat Penegak

Hukum Lainnya

Pasal 9

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan hubungan dengan aparat penegak

hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e, sebagai

berikut:

a. menghormati dan menghargai kesetaraan profesi, meliputi:

1. mampu menjalin kerja sama secara bertanggung jawab;

2. memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan standar prosedur pelayanan

yang telah ditetapkan; dan

3. memelihara dan memupuk kerjasama yang baik tanpa merusak tanggung

jawab.

b. menjaga kehormatan dan kewibawaan profesi yang meliputi:

1. selalu bersikap ramah dan sopan namun tetap tegas dalam menegakkan aturan;

dan

2. tidak mengeluarkan ucapan atau melakukan tindakan yang dapat merendahkan

diri sendiri ataupun profesi.

Page 135: PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL …repository.utu.ac.id/59/1/HAmdani.pdf · Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I,

Bagian Ketujuh Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pasal 10

Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, sebagai berikut:

a. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik;

b. tidak menjadi anggota atau pengurus organisasi sosial kemasyarakatan/

keagamaan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan;

c. tidak menjadi penagih utang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;

d. tidak menjadi perantara atau makelar perkara dan pelindung perjudian, prostitusi,

dan tempat hiburan yang dapat mencemarkan nama baik korps;

e. tidak melakukan perselingkuhan, perzinahan, dan/atau mempunyai istri/suami

lebih dari satu orang tanpa izin;

f. tidak menjadi wakil kepentingan orang atau kelompok atau politik tertentu yang

mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi; dan

g. tidak memasuki tempat yang dapat mencemarkan atau menurunkan harkat dan

martabat Pegawai Pemasyarakatan, kecuali atas perintah jabatan.

Dan seterusnya Pasal 11 sampai dengan pasal 28.

Ditetapkan di Jakarta

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA.

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 605