Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

26
Program Puskesmas dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue Ivanalia Soli Deo 102012359 C2 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: [email protected] Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan kematiaan dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertamakali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia sendiri, penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematiaan 24 orang (41,3%). Sejak saat itu penyakit DHF menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45% per 100.000 penduduk. Bukan hanya di Indonesia, DHF juga telah menunjukan peningkatan yang dramatis di seluruh dunia dengan jumlah kasus sekitar 50-100 juta kasus per tahunnya. Melihat hal ini, maka WHO mengembangkan strategi global untuk pengendalian vektor DHF diantaranya dengan tindkan pengendalian nyamuk yang selektif terpadu dengan pastisipasi masarakat dan kerja sama antarsektor, surveilans penyakit aktif yang didasarkan pada sistem informasi kesehatan yang kuat, persiapan kedaruratan, 1

description

kedokteran masyarakat

Transcript of Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Page 1: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Program Puskesmas dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Ivanalia Soli Deo 102012359C2

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Koresponden: [email protected]

Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan kematiaan dalam

waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertamakali ditemukan di

Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

sendiri, penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan

jumlah penderita 58 orang dengan kematiaan 24 orang (41,3%). Sejak saat itu

penyakit DHF menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya

pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45% per 100.000 penduduk.

Bukan hanya di Indonesia, DHF juga telah menunjukan peningkatan yang

dramatis di seluruh dunia dengan jumlah kasus sekitar 50-100 juta kasus per

tahunnya. Melihat hal ini, maka WHO mengembangkan strategi global untuk

pengendalian vektor DHF diantaranya dengan tindkan pengendalian nyamuk yang

selektif terpadu dengan pastisipasi masarakat dan kerja sama antarsektor, surveilans

penyakit aktif yang didasarkan pada sistem informasi kesehatan yang kuat, persiapan

kedaruratan, pelatihan dan penguatan kemampuan, serta riset pada pengendaian

vektor.

Pada PBL kali ini didapati informasi berdasarkan evaluasi program

pemberantasan DHF berikisar 50/1000 penduduk dengan tingkat CFR 4%, rata-rata

penderita datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit.

Berdasarkan pantau jentik, didapatkan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%.

Kepala Puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit

DHF dan ingin didapatkan insiden yang serendah-rendahnya dan CFR 0%.

1

Page 2: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Pembahasan

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

DHF adalah penyakit yang bisa menyerang hampir seluruh kalangan usia

dengan gejala utama berupa demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya makin

memburuh setelah hari kedua. Kriteria klinis DHF menurut WHO 1986 adalah:

demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari kemudian turun secara lisis, demam

disertai gejala tidak spesifik (anoreksia; malaise; nyeri pada punggung-tulang-

persendian-kepala), manifestasi perdarahan positif (uji turniket; petekie; purpura;

ekimosis; epitaksis; perdarahan gusi; hematemesis dan melena), pembesaran hati

tanpa nyeri tekan dan ikterus, dengan atau tanpa renjatan, dan kenaikan nilai

Ht/hemokonsentrasi sedikitnya 20%.1

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Insiden DHF di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100,000 penduduk (1989

hingga 1995). Sejak saat itu penyakit DHF menyebar ke seluruh tanah air Indonesia

dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45% per

100.000 penduduk. Siklus epidemi di daerah perkotaan di Indonesia terjadi dalam

jangka waktu 3-5 tahun dan menyebar ke daerah pedesaan2

Kejadian luar biasa (KLB) yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan

dari 16 propinsi dengan insidens rate (IR) nya 35,19 per 100.000 penduduk dengan

angka fatalitas kasus (CFR) 2,0%. Insidens adalah kasus baru yang timbul dalam

suatu periode tertentu. Insidens menggambarkan adanya perubahan status kesehatan

dari sehat ke sakit. Insidens rate adalah jumlah kasus baru dalam periode tertentu per

jumlah pendeuduk pada pertengahan periode yang sama dikalikan dengan 1000.3

Kemunculan kembali epidemi DHF di Indonesia dikarenakan pertumbuhan

populasi manusia yang meningkat, urbanisasi yang tidak terkendali, menajemen

sampah dan penyediaan air yang tidak adekuat, kurang efektifnya pengendalian

nyamuk, dan memburuknya infrastruktus dibidang kesehatan masyrakat. Penularan

infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti

dan A. albopictus).4

2

Page 3: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Tabel 1. Jumlah Kasus dan Kematian akibat DHF yang Dilaporkan di

Indonesia4

Tahun Kasus Kematian CFR (%)

1991 21.120 578 2,74

1992 17.620 509 2,89

1993 17.418 418 2,40

1994 18.783 471 2,51

1995 35.102 885 2,52

1996 44.650 1.192 2,67

1997 30.730 681 2,22

Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga

epidemiologik, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan (environment). Agen

penyebab penyakit DHF berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup

B) salah satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue

yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang

tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia.

Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit DHF.2

Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa

faktor yang mempengaruhi manusia antara lain adalah umur, jenis kelamin, nutrisi,

populasi, dan mobilitas penduduk. Semua golongan umur dapat terserang virus

dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi

epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan anakanak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia,

Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DHF penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur

antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DHF

menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.2

Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DHF

dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan bahwa

rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan

kerentanan terhadap serangan DHF antara laki-laki dan perempuan, meskipun

ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan

angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden DHF pada anak

3

Page 4: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan. Teori nutrisi mempengaruhi derajat

berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi

yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan

antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.2

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus

dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden

kasus DHF tersebut. Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi

penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran

epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan

personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati

merupakan jalul penyebaran virus dengue.2

Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah letak

geografis dan musim. Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di

berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletakantara 30º

Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya.2

Negara dengan 4 musim, epidemi DHF berlangsung pada musim panas,

meskipun ditemukan kasus DHF sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara

epidemi DHF terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan

Philippines epidemi DHF terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode

epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan

kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas

vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa

inkubasi.2

Vektor5

Vektor dari DHF adaah nyamuk Aedes aegypti ataupun spesies Aedes

(Stegomyia) lainnya. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar

yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada

kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang

mempunyai gambaran lyre yang putih pada punggungnya. Telurnya mempunyai

dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain

kasa. Larva A. aegyptu mempunyai pelana terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.

4

Page 5: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan

menempel pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat

meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali berterlur. Setelah kira-kira 2

hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali,

tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai

menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.

Tempat perindukan utama A. aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih

yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak

500m dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan

manusia (seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi,

jambangan pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang berisi air hujan), juga

berupa tempat perindukan alamiah (seperti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa,

tonggak bamboo dan lubang pohon yang berisi air hujan).

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang

dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan

dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-

10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat A. aegypti

berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di

halaman/kebun/perkarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di

dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain-lain.

Vektor potensial DHF selain yang telah disebut di atas adalah A.

albopictus.Spesies ini sepintas tampak seperti A. aegypti, yaitu mempunyai warna

dasar hitam dengan bintik-bintik utih pada bagian-bagian badannya, tetapi pada

mesonotumnya terdapat gambaran menyerupai garis tebal putih yang berjalan vertical.

Walaupun kadang-kadang larva A. albopictus ditemukan hidup bersama dalam satu

tempat perindukan dengan larva A. aegypti tetapi larva nyamuk ini lebih menyukai

tempat-tempat perindukan alamiah. Perilaku nyamuk dewasa A. albopictus boleh

dikatakan sama dengan perilaku nyamuk dewasa A. aegypti meskipun nyamuk ini

lebih suka beristirahat di luar rumah.

5

Page 6: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Mekanisme Penularan DHF5

Penularan penyakit DHF memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada

penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Seseorang yang di

dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DHF. Virus

dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila

penderita DHF digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap

masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan

tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-

kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk

menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam

tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah

menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi

karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak

membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke

orang lain

Penularan DHF dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularnya. Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DHF antara lain di

wilayah yang banyak kasus DHF (rawan/endemis), tempat-tempat umum yang

menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah

(seperti sekolah, RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, hotel,

pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, dll), dan pemukiman baru di pinggir kota.

Puskesmas6

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat

yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara

menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk

kegiatan pokok. Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis

dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertangungjawab menyelenggarakan

pembangunanan kesehatan di suatu wilayah kerja. Dengan kata lain, puskesmas

mempunyai wewenang dan tanggunjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat

dalam wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan puskesmas bertujuan untuk

6

Page 7: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

menyehatkan masyarakat dengan meliputi lima perkara dasar yaitu promotif,

preventif, protektif, kuratif dan rehabilitatif.

Puskesmas berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di

wilayah kerjanya dengan mendirikan pondok bersalin, Posyandu, Posantren dan lain-

lain. Selain itu juga berfungsi sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dengan

membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkat

kemampuan untuk hidup sehat. Terakhir, puskesmas berfungsi sebagai pusat

pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

kerjanya dengan mewujudkan program-program kesehatan yang mana antara lain

adalah program pemberantasan DHF.

Proses dalam melaksanakan fungsi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

merangsang masyarakat termasuk swasta melaksanakan kegiatan dalam rangka

menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang

bagaimana mengali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan

efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan

medis maupun rujukan kesehatan masyarakat dengan penentuan bantuan tersebut

tidak menimbulkan ketergantungan, memberikan pelayanan kesehatan langsung

kepada masyarakat, dan bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program puskesmas.

Program puskesmas atau upaya kesehatan dibagi menjadi dua kelompok yaitu

upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib

meliputi: upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu

dan anak serta KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular (antaranya adalah DHF), upaya pengobatan.

Kegiatan upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib

telah terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi).

Pemilihan kegiatan kesehatan pengembangan oleh Puskesmas dilakukan

bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan

masukan dari Badan penyantun Pelayanan (BPP). Upaya kesehatan pengembangan

Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang

ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas.

Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok yang telah

ada, yakni: upaya kesehatan sekolah. upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan

kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya

7

Page 8: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut, upaya pembinaan

pengobatan tradisional, upaya kesehatan Matra (tentera, kelautan, jemaan haji, dll),

serta upaya pelayanan kesehatan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).

Pelayanan Kesehatan Puskesmas terkait kasus DHF

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, DHF merupakan kasus yang sangat

sering terjadi di Indonesia dengan angka CFR yang masih cukup tinggi. Selain itu,

pasien yang menderita DHF datang dalam kondisi yang sudah buruk sebab sifat

manifestasi klinis DHF yang lebih sering bersifat asimptomatik atau tidak jelas

gejalanya. Pasien tanpa gejala atau masyarakat yang sehat sering mengabaikan

promosi kesehatan mengenai DHF atau malah tidak pernah tahu mengenaninya

sehingga menjadikan angka prevalensi dan CFR tetap tinggi.6

Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan bisa menyebabkan kematian

terutama pada anak, dan sering menimbulkan angka kejadian luar biasa (KLB) atau

wabah. Kerjadian luar biasa adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan

atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermaksa secara

epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Kriteria

KLB antara lain: timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak

dikenal di suatu daerah, adanya peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang dua

kali atau lebih dibandingkan sebelumnya, dan adanya meningkatan kesakitan terus

menerus selama 3 kurun waktu (jam, hari, minggu). Sementara wabah adalah suatu

peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang telah meluas secara cepat baik jumlah

maupun luas daerah terjangkit.6

Berdasarkan fakta tersebut, pihak puskesmas akan melakukan revitalisasi bisa

dengan cara 5 dasar pelayanan puskesmas (promotif, preventif, protektif, kuratif dan

rehabilitatif). Berikut adalah penjabaran dari ke-5 dasar pelayanan puskesmas yang

terkait dengan DHF.

1. Promosi6

Dalam upaya promosi, puskesmas memastikan setiap keluarga di wilayah

kerjanya menerima promosi kesehatan mengenai pemberantasan DHF. Kegiatan yang

biasanya dilakukan antara lain adalah penyuluhan mengennai DHF dan kampanye

3M. Penyuluhan ditujuan untuk memberikan informasi mengenai apa itu DHF dan

apasaja gejala yang dirasakan jika seseorang menderita penyakit ini. Dengan begitu

diharapkan masyarakat dapat segera memeriksakan diri jika merasa memiliki gejala

8

Page 9: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

terkait dan juga mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk terhindar dari

penyakit tersebut.

Gerakan 3M adalah kegiatan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh

masyarakat untuk memutuskan rantai kehidupan (daur hidup) nyamuk Aedes Aegypti,

penular penyakit DHF. Daur hidup nyamuk Aedes Aegypti terdiri dari: telur, jentik

dan kepompong. Telur, jentik dan kepompong hidup dalam air yang tidak beralaskan

tanah dan akan mati bila airnya dibuang ke dalam got atau tempat pembuangan air

lainnya. Agar telur, jentik dan larva tersebut tidak menjadi nyamuk, maka perlu

dilakukan 3M secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali. 3M terdiri dari

menguras, menutup, dan mengubur. Menguras tempat-tempat penampungan air

seperti tempayan, drum, bak mandi / bak wc dan lain-lain atau menaburkan bubuk

abate. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, agar nyamuk tidak dapat masuk

dan berkembang biak di dalamnya. Mengubur / menyingkirkan barang-barang bekas

yang dapat menampung air hujan seperti kaleng-kaleng bekas, plastik bekas dan lain-

lain

2. Preventif6

Langkah ini dilakukan atas 5 dasar preventif utama yaitu health promotion,

spesific protection, early diagnosis and prompt treatment, disability limitation dan

rehabilitation. Heatlh promotion sama seperti yang telah diterangkan di atas. Spesific

protection atau imunisasi supaya kebal terhadap DHF masih belum ada. Early

diagnosis and prompt treatment bisa dibantu dengan meningkatkan kesadaran

masyarakat melalui upaya penyuluhan. Disability limitation lebih cenderung

mengobati pasien DHF supaya tidak menjadi komplikasi. Rehabilitation untuk kasus

DHF berupa rujukan pasien puskesmas ke rumah sakit berdekatan.

Langkah prenvitif ini juga bisa berupa PSN (pemberantasan sarang nyamuk)

sebelum tiba musim hujan dengan melibatkan antisipasi masyarakat. Di sini juga bisa

diterapkan promosi 3M dengan melakukan gotong-royong membersihkan kawasan

perumahan dan pengelolaan sampah padat. Selain itu pengendalian biologi dapat

dilakukan, antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan

cupang) dan bakteri (Bt.H-14).

Pengasapan (dengan menggunakan malathion dan Vention), berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk

abate (Temetphos) pada tempat-tempat penampungan air seperti pada gentong air, vas

9

Page 10: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

bunga, kolam, dsb, juga menjadi salah satu upaya preventif. Cara yang paling efektif

dalam mencegah penyakit DHF adalanh dngan Mengkombinasikan cara-cara diatas,

yang disebut dengan ‘3M Plus’, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu, juga

melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,

menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan

insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik

berkala, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat.

3. Protektif6

Upaya potektif yang bisa dilakukan antaralain adalah dengan mengenakan lotion

antinyamuk atau obat nyamuk, memasang kelambu, dan banyak hal lainnya.

4. Kuratif 1

Kuratif adalah dengan mengobati pasien DHF. Penatalksaan yang tepat untuk

pasien DHF adalah dengan melakukan tirah baring dan pemberian makanan lunak.

Medikamentosa yang diberikan bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat

diberikan kompres antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan

jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan.

5. Rehabilitatif6

Tindakan rehabilitatif adalah dengan merujuk pasien ke rumah sakit.

Manajemen Program DHF di Puskesmas6,7

1. Masukan (Input)

Masukan adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan

terdiri dari untur tenaga (man), dana (money), sarana (material), dan metoda (method)

yang merupakan variable dalam melaksanakan evaluasi program pemberantasan

DHF. Tenaga terdiri dari dokter, koordinator P2M dan PKM, petugas laboratorium,

petugas administrasi, kader aktif, dan jumantik (Juru Pemantau jentik). Sementara itu

dana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh dari APBD (anggran pendapatan

dan belanja daerah) ataupun swadaya masyrakat.

Sarana meliputi sarana medis dan non medis. Sarana medis diantaranya poliklinik

set (stetoskop, timbangan BB, termometer, tensimeter, senter), alat pemeriksaan

hematokrit, alat penyuluhan kesehatan masyarakat, formulir lapora Standart

10

Page 11: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Operasional dan KDRS (kasus DHF di Rumah Sakit), obat-obatan simptomats untuk

DHF, buku petunjuk program DHF, dan larvasida. Untuk non medis, sarana yang

dimaksud antara lain adalah gedung puksesmas, ruang tunggu, ruang administrasi,

ruang periksa, ruang tindakan, laboratorium, perlengkapan administrasi, dan formulir

laporan.

Terdapat metode untuk penemuan penderita tersangka DHF yaitu dengan melihat

dari jumlah suspec DHF yang datang ke puskesmas. Bila terdapat tanda-tanda

penyakit DHF, seperti mendadak panas tinggi 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu

badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan

jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan

hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif, maka

perlu dipikirkan kemungkinan DHF.

Metode untuk penyuluhan kesehatan dan penyuluhan masyarakat meliputi

penyuluhan perorangan (terhadap individu yang berobat melalui konseling) atau

peyuluhan kelompok dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, ataupun poster.

Untuk surveilan kasus DHF dapat digunakan metode Angka Bebas Jentik (ABJ) dan

pengamatan jentik berkala. Angka Bebas Jentik adalah presntasi rumah yang bebas

jentik dibandingkan dengan jumlah rumah yang diperiksa.

Sementara itu, metode yang dipakai untuk membasi vektor antara lain dengan

abatisasi (pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air yang tidak bisa

dikuras), kegiatan 3M (perwujudannya dapat melalui Jumat bersih selama 30 menit

dan diawasi oleh kader), serta fogging focus.

2. Proses (Process)

Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam system dan

terdiri dari unsur perencanaan (planning), organisasi (organization), pelaksanaan

(activities), dan pengawasan (controlling) yang merupakan variable dalam

melaksanakan evaluasi program DHF. Perencanaan diawali dengan adanya data

tertulis mengenai peemuan penderita tersangka DHF (dilihat dari jumlah pasien

suspect DHF yang datang ke puskesmas), rujukan penderita DHF (bila ada gejala-

gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), rencana penyuluhan kesehatan

(apakah akan diberikan secara individual atau kelompok), perencanaan terkait

denngan hasil suveilans ABJ.

11

Page 12: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

Kemudian dibentuklah organisasi atau pengorganisasian secara tertulis untuk

diberi tugas yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Nantinya, organisasi inilah

yang akan melaksanakan program-program yang telah dirancang terkait dengan data-

data seputar kasus DHF. Pencatatat dan pelporan dilakukan setelahnya untuk menilai

apakah terjadi wabah atau tidak. Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan

dalam kurun waktu bulanan, triwulan, maupun tahunan.

3. Keluaran (Output)

Keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam system dari kegiatan pemberantasan DHF. Contoh

ditemukan penderita tersangka DHF (dilihat dari jumlah pasien suspect DHF yang

datang ke puskesmas) sebanyak 128 orang/tahun, dan telah dilakukan rujukan 100%

pada pasien yang memiliki gejala-gejala seperti telah disebutkan diatas. Untuk

penyuluhan diberikan melalui jalur-jalur informasi yang ada seperti PKK, kelompok

agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, kepada ibu-ibu

pengunjung posyandu, kepada penderita/keluarganya di puskesmas, kunjungan rumah

oleh kader/ petugas puskesmas, maupun melalui TV, radio, dan media masa lainnya.

Surveilans kasus DHF melalui hasil ABJ dilakukan dengan cara visual. Cara

visual adalah melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi

tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk

mengetahui ada tidaknya jentik. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada

tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-

ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah:

- House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau

pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%

- Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau

pupa. CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%

- Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang

diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah

Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu

jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa (lihat

rumus dibawah)

12

Page 13: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

ABJ dapat menjadi salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan

vector penular DHF. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan

vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam

mencegah DHF. Rata-rata ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi

masyarakat dalam mencegah DHF di lingkunagnnya masing-masing belum optimal.

Contoh pada kasus didapti angka ABJ hanya 60% yang menunujukan kurangnya

kesadaran dan kesiapan masyarakat terkait kasus DHF.

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang

dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100

rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik

dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu

wilayah. Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan anjuran untuk mencegah

gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam

rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat

dibeli di took-toko seperti baygon, dll.

Abatisasi adalah menaburkan bubuk abate ke dalam penampung air untuk

membunuh larva dan nyamuk. Cara melakukan abatisasi: untuk 10 liter air cukup

dengan 1 gram bubuk abate. Bila tidak ada alat untuk menakar gunakan sendok

makan. Satu sendo makan peres ( diratakan atasnya) berisi 10 gram abate, selanjutnya

tinggal membagi atau menambah sesuai jumlah air.dalam takaran yang dianjurkan

seperti di atas, aman bagi manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan.

Penaburan abate perlu di ulang selama 3 bulan. Fogging dengan malathion atau

fonitrothion. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena penyemprotan hanya

mematikan nyamuk dewasa.

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan penyuluhan 3M:

menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali,

menutup rapat-rapat tempat penampungan air, menguburkan, mengumpulkan,

memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M Plus, seperti:

ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain seminggu sekali,

perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer, tutup lubang-lubang pada potongan

bamboo, pohon dan lain-lain, misalnya dengan tanah, bersihkan/keringkan tempat-

tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya

13

Page 14: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun,

pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain. pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk,

pasang kawat kasa di rumah, pencahayaan dan ventilasi memadai, jangan biarkan

menggantung pakian di rumah, tidur menggunakan kelambu, gunakan obat nyamuk

untuk mencegah gigtan nyamuk.

Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita

demam berdarah dengue menggunakan formulir: W 1/ laporan KLB (wabah), W 2/

laporan mingguan wabah, SP2TP (LB 1 / laporan bulanan data kesakitan, LB 2

/laporan bulanan data kematian). Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan

formulir LB3 / Laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP).

4. Dampak (Impact)

Dampak adalah akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan

DHF. Akibat yang ditimbulkan oleh keluaran dalam pemberantasan DHF antara lain

berisifat langsung (apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan mortalitas kasus

DHF) ataupun tidak langsung (apakah terjadi peningkatan derajat kesehatan

masyarakat).

5. Umpan Balik (Feed Back)

Kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari system dan

sekaligus sebagai masukan dalam program pemberantasan DHF

Evaluasi8

Evaluasi adalah penilaian operasional dilaksanakan dengan membandingkan

pencapaian target masing-masing kegiatan dengan yang direncanakan berdasarkan

pelaporan untuk kegiatan pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di

lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.

Penilaian dampak dilakukan berdasarkan indikator HI dan tingkat pengetahuan serta

sikap masyarakat yang diperoleh melalui survei larva dan survei pengetahuan dan

sikap masyarakat yang dilaksanakan setiap tahun di wilayah yang endemis. Selain itu

dinilai Incidence Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) selama setahun yang

diperoleh dari pencatatan & pelaporan penderita yang dirawat di Puskesmas atau

rumah sakit.

14

Page 15: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

CFR ini digunakan untuk mengukur keganasan atau fatalitas suatu penyakit

tertentu. Angka fatalitas kasus DBD (CFR) dapat dihitung dengan

Incident rate (IR) adalah perbandingan jumlah kasus DBD terhadap jumlah

penduduk per 10.000 penduduk. IR dihitung dengan rumus;

Indikator keberhasilan terdiri dari variable masukan, proses, keluaran, umpan

balik, lingkungan dan dampak. Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus

dicapai dalam program pemberantasan DHF. Pencapaian kecamatan sehat 2010, yang

diukur dengan: lingkungan sehat, perilaku sehat, pelayanan kesehatan, dan status

kesehatan. Pencapaian program puskesmas, yang diukur: penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan

kesehatan tingkat pertama.

Kesimpulan

Kasus DHF yang masih tinggi di Indonesia didukung oleh beberapa faktor,

seperti faktor angent, host, dan lingkungan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan

masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit DHF juga menjadi salah satu faktor

penyebab tingginya angka CFR. Untuk itu, pemerintah melalui Puskesmas harus lebih

bekerja keras untuk menciptakan kondisi daerah DHF dengan cara terus

melaksanakan program-program Puskesmas terkait dengan DHF. Meningkatakan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait DHF dengan berbagai cara seperti

penyuluhan dan poster-poster juga perlu dilakukan secara rutin. Indikator

keberhasilan dari program Puskesmas terkait DHF adalah tercapainya angka CFR 0%,

yaitu dengan memberantas DHF sampai ke tingkat angent dan vektornya.

Daftar Pustaka

1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Ed 4. Jakarta:

Media Aesculapius; 2014.

2. Widoyono. Demam berdarah dengue: penyakit tropis, epidemiologi, penularan,

pencegahan dan pemberantasan. Jakarta: Erlangga;2008.h.59.

15

Page 16: Program Puskesmas Dalam Menangani Kasus Demam Berdarah Dengue

3. Direktur Jenderal PPM PL Departemen Kesehatan. Kebijaksanaan program P2-

DBD dan situasi terkini DBD Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2004.

[Online] Diunduh dari http://www.bacaanonline.com/kebijaksanaan-program-p2-

dbd-dan-situasi-terkini-dbd-indonesia#. Diunduh pada 3 Juli 2015.

4. Word Health Organization. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam

berdarah dengue: panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.

5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III.

Edisi 4. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

6. Trihono A. Pedoman management puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia; 2002.

7. Tim Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas. Kesehatan lingkungan pemukiman:

pedoman kerja puskesmas. Jilid 3. Jakarta: Departeman Kesehatan RI.

8. Effendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik dalam

keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;2009.

16