PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA - · PDF filesuatu dasar pemikiran untuk mengambil ......
Transcript of PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA - · PDF filesuatu dasar pemikiran untuk mengambil ......
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
SISTEM TERPADU PERINGATAN DINI BENCANA KELAUTAN
DI PESISIR SELATAN JAWA BARAT
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
Diusulkan oleh:
Iswiati Utamiputeri 12908007 2008
Mediana Safitri 12908037 2008
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2011
1. Judul kegiatan : Sistem Terpadu Peringatan Dini
Bencana Kelautan di Pesisir
Selatan Jawa Barat
2. Bidang kegiatan : PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Iswiati Utamiputeri
b. NIM : 12908007
c. Jurusan : Oseanografi
d. Universitas/Institut/Politeknik : Institut Teknologi Bandung
e. Alamat Rumah : Jalan Kanayakan Dalam No.61-
Asrama Putri Kanayakan ITB
f. No. Telp/HP : 081511486260
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 1 orang
5. Dosen Pendukung
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Eng. Nining Sari Ningsih
b. NIP : 19660118 199102 2 001
c. Alamat Rumah : Jalan Muntilan I/Q-38 Perumahan
Pharmindo, Bandung 40534
d. No. Tel./HP : 08122166250
Menyetujui,
Ketua Program Studi Oseanografi
Institut Teknologi Bandung
Dr. rer. nat. Mutiara R.P, S.Si, M.Si
NIP. 19700915 199703 2 002
Menyetujui,
Kepala Lembaga Kemahasiswaan
Brian Yuliarto, Ph.D
NIP.19750727 200604 1 005
Bandung, 1 Maret 2011
Mengetahui,
Ketua Pelaksana Kegiatan
Iswiati Utamiputeri
NIM. 12908007
Menyetujui,
Dosen Pendamping
Dr. Eng. Nining Sari Ningsih
NIP. 19660118 199102 2 001
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberi
perlindungan, petunjuk, dan kekuatan kepada kita. Salawat serta salam semoga
tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, sampai kepada
kita selaku umatnya. Meskipun di tengah kepadatan dan kesibukan yang sedang
dijalani oleh penulis, hal ini merupakan suatu tantangan besar untuk menuangkan
ide dan mengimplementasikannya ke dalam wujud nyata yakni sebuah penulisan
gagasan. Penulis telah berusaha sekuat tenaga dan pikiran dalam proses hingga
terselesaikan karya ini dengan berbagai kendala yang dapat dihadapi. Gagasan
tertulis ini disusun dan diajukan dalam rangka Program Kreatifitas Mahasiswa.
Selain itu, gagasan tertulis ini bertujuan untuk memberi masukan baru dalam
sistem peringatan dini bencana di wilayah pesisir Indonesia. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberi kemudahan bagi penulis dalam
penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan motivasi dan dukungan
untuk menyelesaikan tugas ini.
3. Dr. Eng. Nining Sari Ningsih sebagai dosen pendamping yang telah
memberikan inspirasi dan dorongan pada penulis.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian gagasan tertulis ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis harapkan.
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap isi makalah ini dapat
memberikan wawasan kebencanaan mengenai mitigasi bencana kelautan di
Indonesia. Semoga ilmu yang telah diperoleh dari makalah ini dapat dijadikan
suatu dasar pemikiran untuk mengambil suatu keputusan. Amin.
Bandung, 1 Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. iv
RINGKASAN........................................................................................ v
PENDAHULUAN................................................................................... 1
GAGASAN.............................................................................................. 4
KESIMPULAN........................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 13
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Badai Siklon Tropis ........................................................... 1
2 Gelombang Badai yang Melanda Kepulauan Indnesia,
Mei 2007 ............................................................................ 2
3 Tsunami Pangandaran 2006 .............................................. 2
4 Peta Kerentanan Jabar ....................................................... 6
5 Bagan Sistem Terpadu Peringatan Dini di Pesisir Selatan
Jawa Barat ......................................................................... 7
RINGKASAN
Kondisi Jawa Barat yang merupakan wilayah dengan kejadian bencana
cukup besar, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah
“supermarket bencana”. Segala jenis bencana ada, mulai dari bencana geologi,
vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa
pada tingginya resiko bencana yang terjadi di Jawa Barat. Upaya dari
pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji adalah dengan penerapan sistem
terpadu peringatan dini bencana kelauta, dalam hal ini kami mengkhususkan
daerah tinjauan di pesisir selatan Jawa Barat. Alasan kami meninjau daerah
tersebut karena pesisir Selatan Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan
bencana kelautan akibat dari letak geografisnya yang berada di pinggiran lempeng
benua serta merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia
sehingga dampak bencana akan sangat berpengaruh pada kehidupan
masyarakatnya. Sistem terpadu ini juga diharapkan dapat memudahkan kita
untuk lebih peka terhadap alam, karena dengan indikator (perubahan muka air laut
atau tekanan) yang sama kemungkinan terjadinya berbagai macam bencana
kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan pemaparan diatas terlihat bahwa tingginya frekuensi bencana
yang menerjang pesisir Indonesia serta besarnya kerugian yang ditimbulkan baik
jiwa manusia maupun harta benda, untuk itu kita perlu memahami fenomena
terjadinya bencana, bahaya, dan kerentanan, serta tata cara kajian risiko dan
mitigasinya, maka diharapkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah,
karyawan industri, peneliti, instansi terkait dan masyarakat umum, secara
sistematis, komprehensif, tearah, dan lebih terpadu dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap risiko bahaya bencana kelautan di tingkat masyarakat serta
memperkenalkan tindakan lokal yang perlu diambil untuk mengurangi risiko yang
ditimbulkan dan memanfaatkan teknologi informasi dalam kepentingan bersama
ini. Sinergi yang baik dari pihak-pihak tersebut juga dapat merangsang
kewaspadaan para perencana baik di tingkat nasional maupun lokal untuk
mengimplementasikan perencanaan pembangunan nasional yang akrab bencana
khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana kelautan. Akan tetapi patut
disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi manusia dari bencana
yang terjadi secara tiba-tiba. Melalui sistem terpadu peringatan dini diharapkan
dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk pesisir untuk melakukan
evakuasi dan pemerintah setempat dapat meyiapkan segala sesuatu agar dapat
mengurangi dampak bencana alam itu sendiri sehingga tercapai upaya
pengelolaan risiko bencana dengan terpadu dan baik di negeri ini.
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan gagasan ini adalah
metode analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan data
sekunder. Data yang diperoleh melalui studi pustaka, wawancara narasumber,
dan observasi ini kemudian diidentifikasi serta dianalisis dengan parameter yang
telah ditentukan. Penulis memperoleh data dan mengolahnya menjadi informasi
melalui literatur. Sumber literatur diperoleh dari berbagai macam buku
kebencanaan, jurnal ilmiah, artikel bencana, dan lain-lain.
SISTEM TERPADU PERINGATAN DINI BENCANA KELAUTAN DI
PESISIR SELATAN JAWA BARAT
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan
pencetus Negara Kepulaun (arcgipelagic state) atau Wawasan Nusantara.
Kepulauan Indonesia merupakan gabungan dari 5 pulau utama dan sekitar 30
kelompok kepulauan. Indonesia adalah Negara kepulauan yang dipersatukan oleh
wilayah lautan dengan luas wilayah teritorial adalah 8.000.000 km2, mempunyai
panjang garis pantai mencapai 80.791 km, hampir 40.000.000 orang penduduk
tinggal dikawasan pesisir. Sejak dahulu kala, Indonesia merupakan negara yang
dikenal sebagai Negara Maritim. Indonesia memiliki letak yang strategis, yaitu
terletak pada titik temu 4 lempeng utama Bumi, yakni Lempeng Pasifik, Lempeng
Eurasia, Lempeng Samudra Hindia-Australia, dan Lempeng Filipina. Bencana
alam, khususnya bencana alam kebumian di Indonesia, sangat erat kaitannya
dengan posisi tektonik indonesia tersebut. Konsep tektonik lempeng menekankan
bahwa semua lempeng didunia, selalu saling bergerak satu sama lainnya. Namun
demikian, hanya dipinggiran lempenglah terdapat aktivitas geodinamik yang
menyebabkan konfigurasi bumi, sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Salah satunya adalah bencana kelautan yang disebabkan oleh siklon tropis.
Dalam meteorologi, siklon tropis (atau hurikan, angin puyuh, badai tropis, taifun,
atau angin ribut tergantung pada daerah dan kekuatannya) adalah sebuah jenis
sistem tekanan udara rendah yang terbentuk secara umum di daerah tropis.
Sementara angin sejenisnya bisa bersifat destruktif tinggi, siklon tropis adalah
bagian penting dari sistem sirkulasi atmosfer, yang memindahkan panas dari
daerah khatulistiwa menuju garis lintang yang lebih tinggi. Daerah pertumbuhan
siklon tropis paling subur di dunia adalah Samudra Hindia dan perairan
barat Australia. Sebagaimana dijelaskan Biro Meteorologi Australia, pertumbuhan
siklon di kawasan tersebut mencapai rerata 10 kali per tahun. Siklon tropis selain
menghancurkan daerah yang dilewati, juga menyebabkan banjir. Secara umum
kejadian siklon tersebut mempengaruhi liputan awan di wilayah Indonesia dimana
terjadi peningkatan peluang hujan di wilayah yang berada di dekatnya atau yang
terkena imbas dari ekor siklon tersebut. Wilayah-wilayah yang terpengaruh oleh
kejadian siklon tersebut antara lain di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT,
dan Papua.
Gambar 1
Badai Siklon Tropis
Pada gambar di bawah ini terlihat bahwa terdapat dua setting lingkungan
pesisir yang berbeda yang dilanda oleh gelombang badai. Pertama, kawasan
pesisir yang menghadap ke Samudera Hindia mulai dari Sumatera sampai
Nusa Tenggara Timur, dan kedua, kawasan pesisir yang berada di lingkungan
dalam (Laut Jawa) perairan Kepulauan Indonesia yaitu wilayah pesisir
Indramayu–Cirebon, yang menghadap ke arah timur. Hal ini menunjukkan bahwa
kawasan pesisir dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa Tenggara
yang menghadap ke Samudera Hindia merupakan kawasan pesisir yang
berpotensi untuk terkena gelombang badai yang datang dari Samudera Hindia.
Hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya angin siklon di Samudera
Hindia.
Seperti halnya bencana gelombang laut yang menerjang kawasan pantai
selatan Jawa barat pada tanggal 16-19 Mei 2007 yang berasal dan berpusat di
perairan selatan Afrika Selatan, kemudian menimbulkan gelombang badai
merambat (swell). Gelombang ini dalam penjalarannya memerlukan 7-9 hari
untuk tiba di perairan selatan pantai Jawa Barat bersamaan dengan terjadinya
pasang surut purnama (spring tide) sehingga menimbulkan tinggi gelombang yang
sangat besar.
Gambar 2
Gelombang badai yang melanda Kepulauan Indonesia, Mei 2007
Selain itu terdapat bencana Tsunami yang rawan terjadi di pesisir selatan
Jawa Barat, seperti Tsunami Pandandaran yang terjadi pada Senin, 17 Juli 2006.
Tsunami pada dasarnya adalah bencana ikutan, yaitu bencana yang terjadi karena
dipicu oleh bencana lainnya. Yang paling sering memicu terjadinya Tsunami
adalah gempa bumi. Hanya gempa bumi yang terjadi di bawah permukaan laut
dengan pusat gempa berada pada kedalaman kurang dari 30 km dan dengan skala
6,5 skala richter atau lebih yang dapat memicu terjadinya tsunami.
Gambar 3
Tsunami Pangandaran 2006
Semua persyaratan itu terpenuhi dalam kasus gempa yang memicu tsunami di
pantai selatan Jawa,. Pada gempa tersebut pusat gempanya berada pada
posisi 9.334°S dan 107.263°E dengan kedalaman sekitar 10 km.
Hal ini menjelaskan bahwa gejala-gejala bencana kebumian, khususnya
bencana kelautan di Indonesia, seperti Tsunami, gelombang pasang (rob),
gelombang pasang disertai tiupan angin dan hujan (storm surge), kenaikan muka
air laut (akibat pemanasan global), badai di laut atau di wilayah pantai (akibat
hubungan kelautan dan atmosferik) secara tidak langsung berdampak besar pada
berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan
politik. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat Indonesia diharapkan lebih
menyadari gejala-gejala alam agar dapat menganalisis risiko bencana yang
dilakukan apabila telah tersedia data bahaya bencana dan data kerentanan.
Dengan kata lain, asupan untuk analisis risiko bencana adalah luaran dari analisis
bahaya alam dan analisis kerentanan.
Kerugian yang diakibatkan oleh bencana kelautan ini sangat besar, selain
memakan korban jiwa juga merusak tatanan perekonomian daerah bencana serta
infrastruktur yang secara tidak langsung dampaknya mempengaruhi
perekonomian bangsa kita. Upaya-upaya pengurangan risiko bencana dilakukan
melalui penurunan kerentanan dan risiko bencana dimasyarakat, baik berupa
upaya pencegahan (prevention), pengurangan dampak (mitigation), dan
peningkatan kesiapsiagaan (preparedness) untuk dapat melakukan tanggap
bencana dengan cepat dan efektif.
Salah satu upaya dari pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji
adalah dengan penerapan sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan di
daerah pesisir, dalam hal ini kami mengkhususkan daerah tinjauan di pesisir
selatan Jawa Barat. Bukan hanya pendeteksi gelombang Tsunami, tetapi juga
pendeteksi adanya gejala-gejala bencana alam kelautan lainnya, seperti rob, strom
surge, dan badai. Alasan kami meninjau daerah tersebut karena pesisir Selatan
Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana kelautan akibat dari letak
geografisnya yang berada di pinggiran lempeng benua serta merupakan provinsi
dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga dampak bencana akan sangat
berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Kondisi Jawa Barat yang
merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar, sudah tidak dapat
dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah bahwa Jawa Barat merupakan provinsi
yang memiliki “supermarket bencana”. Segala jenis bencana ada, mulai dari
bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain sebagainya.
Kondisi ini membawa pada tingginya resiko bencana yang terjadi di Jawa Barat.
Sistem terpadu ini diharapkan dapat memudahkan kita untuk lebih peka terhadap
alam, karena dengan indikator yang sama kemungkinan terjadinya berbagai
macam bencana kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan lebih
efektif dan efisien. Melalui sistem terpadu peringatan dini bahaya kelautan ini
diharapkan masyarakat pesisir dapat tanggap terhadap peristiwa bencana alam
yang kejadiannya tak terelakkan sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana
alam itu sendiri.
GAGASAN
Letak geografis Indonesia merupakan faktor yang tidak dipungkiri menjadi
penyebab utama terjadinya peristiwa bencana alam. Selain itu, terdapat faktor-
faktor lain yang turut serta mempengaruhi hal tersebut, diantaranya kegiatan
manusia seperti pengekploitasian sumber daya alam secara berlebihan, hasil
buangan (polutan) dari aktivitas sehari-hari, daya konsumerisme kita yang
semakin tinggi, serta kesiapan dan kondisi bangsa yang kurang peka terhadap
gejala alam, seperti struktur dan tata ruang bangunan serta transportasi yang tidak
memperhitungkan faktor tersebut. Disamping itu, kondisi bumi kita saat ini
sedang memasuki fase ekstrim, seperti isu global warming dengan suhu bumi
yang semakin meningkat yang dapat memicu terjadinya bencana-bencana lain
(rob, banjir bandang, cuaca ekstrim, dan sebagainya). Hal demikian yang
kebanyakan dilakukan tanpa mempedulikan keseimbangan alam, sehingga dapat
memperburuk keadaan.
Penting untuk mengubah paradigma penanggulangan bencana saat ini
mengarah pada mitigasi bukan pada tanggap darurat. Paradigma mitigasi bencana
lebih dititikberatkan pada pengurangan resiko bencana, dimana resiko bencana
merupakan resultan dari adanya bahaya dan kerentanan. Kerentanan
(vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (bahaya
alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana
(disaster) atau tidak. Tiga aspek kerentanan yang perlu diperhatikan yaitu
kerentanan fisik, kerentanan sosial dan kerentanan sikap/ motivasi. Tinjauan
mengenai kondisi kerentanan sangat diperlukan untuk dapat menentukan upaya-
upaya apa yang perlu dilakukan sehingga tingkat kerentanan bisa dikurangi.
Sistem peringatan dini merupakan sistem yang menginformasikan
kemungkinan terjadinya bahaya sebelum bahaya tersebut terjadi. Mitigasi bencana
secara umum didefinisikan sebagai segala upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh suatu bencana, baik sebelum, saat,
atau setelah terjadinya suatu bencana. Melalui kondisi nyata yang sedang
berlangsung saat ini, kami memberikan gagasan berupa penggabungan sistem
peringatan dini yang dapat mendeteksi segala kemungkinan terjadinya bencana
kelautan di pesisir selatan Jawa Barat, seperti Tsunami, gelombang pasang (rob),
gelombang pasang disertai tiupan angin dan hujan (storm surge), kenaikan muka
air laut (akibat pemanasan global), dan badai di laut atau di wilayah pantai (akibat
hubungan kelautan dan atmosferik). Alasan kami memberikan gagasan tersebut
karena saat ini yang marak dikembangkan adalah sistem peringatan dini untuk
salah satu tipe bencana kelautan, seperti Ina-TEWS (Indonesia Tsunami Early
Warning System). Dilain pihak, bukan hanya Tsunami satu-satunya yang menjadi
ancaman bencana bagi masyarakat pesisir selatan Jawa Barat, melainkan berbagai
efek gelombang badai pasang dan kenaikan muka air laut seperti data yang kami
dapat mengenai bencana kelautan lain yang terjadi di pesisir selatan Jawa Barat.
Secara konseptual, pentingnya sistem peringatan dini ini telah dirumuskan
dalam Konferensi Internasional Ketiga tentang Peringatan Dini (EWC III) yang
diselenggarakan di Bonn, Jerman pada 27-29 Maret 2006. Konferensi ini memberi
kesempatan pemaparan proyek-proyek peringatan dini baru dan inovatif serta
membahas bahaya alam dan risikonya di seluruh dunia dan bagaimana
mengurangi dampaknya melalui penerapan peringatan dini yang terpusat pada
masyarakat. Dokumen berjudul “Membangun Sistem Peringatan Dini: Sebuah
Daftar Periksa” ini merupakan produk dari konferensi tersebut. Empat poin
penting yang terkait dengan sistem peringatan dini terpadu adalah pengetahuan
tentang resiko, pemantauan dan layanan peringatan, penyebarluasan dan
komunikasi, kemampuan merespon atau penanggulangan.
Sebenarnya sistem peringatan dini yang dikembangkan di kawasan Pasifik
cukup sederhana. Namun secanggih apa pun sistem deteksi awal gelombang tidak
akan berarti apa-apa jika warga masyarakat pesisir tidak mendapat peringatan
sesegera mungkin. Jadi teknologi sensor gelombang hanya salah satu bagian dari
sistem peringatan dini. Hal terpenting adalah memberikan pendidikan kepada
masyarakat pesisir untuk mewaspadai adanya bencana kelautan dan mengenal
tanda peringatan untuk waspada atau mengungsi dengan isyarat tertentu. Sarana
komunikasi semacam televisi, radio, bahkan telepon bukan pilihan terbaik untuk
menyampaikan informasi atau tanda terjadinya bencana. Jadi diperlukan suatu
infrastruktur informasi yang bisa menjangkau seluruh pelosok daerah yang akan
terkena dampak tsunami.
Betapapun telah dirumuskan konsep sistem peringatan dini dengan baik,
dalam aksinya ternyata tidak juga memberikan hasil yang memuaskan. Indonesia
sendiri sudah menerapkan sistem peringatan dini untuk bencana alam tsunami
pasca gempa dan Tsunami Aceh, Pangandaran, terakhir bencana tsunami
menghantam kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Sejatinya sistem peringatan
dini dirancang untuk mendeteksi potensi bencana kemudian memberikan
peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Sistem ini umumnya terdiri dari dua
bagian penting yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi tsunami serta infrastruktur
jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami
kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan
secepat mungkin. Hal lain yang tidak kalah penting dalam sistem peringatan dini
adalah penyampaian peringatan kepada penduduk yang daerahnya terancam
tsunami. Hal ini dapat dilakukan melalui beragam jalur telekomunikasi (seperti e-
mail, fax, radio, telex, TV, dan lain sebagainya). Dengan demikian pesan darurat
dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah, serta badan-badan penanggulangan
bencana.
Beberapa daerah di Jawa Barat yang sangat rawan bencana alam, antara
lain Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Bogor, dan
Kabupaten Kuningan. Berdasarkan data dan informasi bencana Indonesia, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama periode 2005-2009, di Jabar
terjadi 166 bencana alam. Bencana banjir terjadi 36 kali dan longsor sebanyak 95
kali. Kemudian, gempa bumi sejumlah 19 kali, dan banjir yang disertai longsor
sebanyak 16 kali.
Gambar 4
Peta Kerentanan Jabar. Sumber: RTRWP Jawa Barat, 2009-2029
Selain itu, terdapat enam belas titik yang rawan gelombang badai yaitu
Tanjung Tereleng, Karang Taraje, Palabuhanratu, Teluk Ciletuh, Pameungpeuk,
Tanjung Gedeh, Parigi, Teluk Pananjung, Nusakambangan, Tanjung Karang Batu,
Pacitan, Munjungan, Teluk Tapen, Tanjung Pelindu, Tanjung Pisang, dan Tanjung
Purwa. Gelombang tinggi di laut tersebut berbahaya bagi nelayan dan juga
berpengaruh pada penduduk di sekitar pantai. Badai menyebabkan permukaan air
naik ke darat melebihi tinggi ketika pasang. Pada kasus di Palabuhanratu
Kabupaten Sukabumi, air yang naik ke daratan dapat mencapai sejauh lebih dari
100 meter dengan tinggi 50 cm dari bibir pantai. Kejadian itu disebut rob atau
dikenal dengan banjir yang disebabkan naiknya air laut yang salah satu
penyebabnya adalah badai.
Meskipun demikian, kajian tersebut masih perlu diverifikasi lagi dengan
data di lapangan. Dengan demikian untuk selanjutnya akan mendapatkan data
kuantitatif mengenai tinggi gelombang, tinggi air di masing-masing wilayah, dan
lain sebagainya. Zonasi daerah rawan bencana gelombang ekstrem ini merupakan
hasil penelitian yang dapat digunakan untuk mitigasi bencana laut, terutama di
daerah pesisir, sehingga dapat mereduksi jumlah korbandan kerusakan
lingkungan serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam
membangun daerah pesisir secara tepat, terintegrasi, dan efisien.
Melihat kondisi saat ini, sebenarnya Indonesia telah mengembangkan
berbagai pengetahuan mengenai kebencanaan dan mitigasinya, seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya tentang sistem peringatan dini Tsunami. Akan tetapi,
untuk menghadapi kondisi masa depan Indonesia yang telah kita ketahui bersama
rawan akan bencana, diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk
menghadapi segala kemungkinan bencana yang akan terjadi. Perencanaan ini
dimulai dari peningkatan kesadaran setiap warga negara Indonesia serta didukung
oleh lembaga terkait (pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga
penelitian,dan lain-lain) dalam penentu kebijakan yang berhubungan dengan
mitigasi bencana. Untuk itu, kedepannya sistem terpadu peringatan dini bencana
kelautan dapat mencakup seluruh aspek bencana yang dominan terjadi di daerah
selatan Jawa Barat.
Ide awal dari sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan disini
menggunakan indikator kenaikan muka air laut (slope isobar) yang dapat kita
ketahui melalui profil perbedaan tekanan yang terdeteksi oleh alat yang kita
pasang. Perbedaan tekanan disini juga dapat diketahui dari suhu permukaan air
laut yang lebih tinggi dibandingan daerah sekitarnya. Hal ini merupakan indikasi
terjadinya penurunan tekanan (perubahan muka air laut). Kenaikan atau
perubahan muka air laut yang signifikan ini merupakan salah satu petunjuk utama
sebagai indikasi awal adanya bencana kelautan, seperti Tsunami, badai pasang,
dan kenaikan muka air laut. Setelah terjadi kenaikan muka air laut, kita dapat
mengidentifikasikannya ke dalam parameter untuk setiap jenis bencana kelautan,
karena sekecil apapun perubahan muka air laut dapat menunjukkan adanya suatu
tanda yang tak biasa terjadi. Gejala alam sendiri masih bisa dideteksi lebih awal
sehingga hasil deteksi itu akan terhubung ke alat sistem peringatan dini yang
akhirnya bisa menyampaikan informasi potensi bencana tersebut kepada
masyarakat. Misalnya mengintegrasikan alat sistem peringatan dini untuk gejala
banjir, alat sistem peringatan dini ini bisa diintegrasikan dengan lokasi-lokasi
pintu air sungai yang menjadi sentral informasi ketinggian air sungai yang bisa
menyebabkan banjir.
OBSERVASI
HASIL LAPANGANSensor Oseanografi:
Gelombang, arus, temperatur,
salinitas, oksigen, alga, nutrien,
radioaktif
OBSERVASIREAL TIME
DATA SATELIT
DATA ANGIN(BMKG)
DATA PASUT(BAKOSURTAL)
SISTEM PROSES DATAKontrol Data, Analisis, Model Numerik,
Peramalan
Pengolahan data
INFORMASI( WEWENANG PEMDA JABAR)
Sistem Penyebaran Informasi
WEBDATABESE
/ARSIPNETWORK
PENGGUNAPEMERINTAH, PENELITI, SEKTOR PUBLIK, SEKTOR PRIVAT
Distribusi Produk Informasi
Gagasan Sistem Terpadu Peringatan Dini
Bencana Kelautan di Pesisir Selatan Jawa
Barat
Gambar 5
Bagan Sistem Terpadu Peringatan Dini Bencana Kelautan di Pesisir Selatan Jawa Barat
Dari hasil observasi alat di lapangan, data real time satelit, serta bekerja
sama dengan instansi terkait dalam pengumpulan data angin dan pasut resmi,
seperti BMKG dan BAKOSURTANAL, data dapat di proses. Pemprosesan data
ini mencakup analisis, pembuatan model numerik dari data yang didapat serta
peramalan kedepannya. Setelah di proses,maka akan didapatkan informasi
mengenai peristiwa-peristiwa alam ekstrim di daerah pesisir selatan Jawa Barat.
Bukan hanya tsunami yang dapat di deteksi gejalanya, tetapi storm tide, badai
kelvin, imbas siklon tropis dari Australia, dan lain-lain juga dapat diketahui.
Pemerintah daerah,dalam hal ini Pemda Jawa Barat yang paling berwenang dalam
mengeluarkan serta menyebarkan informasi hasil olehan data ini melalui network
dan web. Informasi juga akan di arsipkan untuk keperluan dimasa yang akan
datang. Maka, dengan ini informasi akan bisa sampai pada pengguna, baik
peneliti, pemerintah, sektor publik (penjaga pantai, pemberi keberi kebijakan
lingkungan, manajemen pesisir, dan sebagainya) serta sektor privat (perusahaan
perikanan, perkapalan, dan lain-lain). Dalam sistem ini, peran pemerintah daerah
serta instansi-instansi terkait harus bersinergi dengan baik. Kerja sama antar
bidang sangat penting dalam perwujudan sistem terpadu peringatan dini bencana
kelautan yang efisien dan efektif, sehingga dapat tercapai upaya mengelola risiko
bencana dengan baik di negeri ini.
Manajemen risiko bencana mengkaji seluruh aktivitas baik dalam
penanganan struktural (structural measures) maupun non-struktural (non-
structural measures) untuk menghindarkan (preventif) atau untuk mengurangi
(mitigasi dan preparedness) efek yang ditimbulkan oleh bahaya bencana.
Penanganan struktural untuk bencana kelautan di pesisir selatan Jawa Barat dapat
meliputi sistem perlindungan pantai dengan membangun tembok penahan ombak
berupa seawall, breakwater, dan pintu air yang dikenal sebagai hard protection,
serta perlindungan dengan mengunakan vegetasi pantai seperti mangroove dan
coastal forest, sand dune, dan terumbu karang yang dikenal sebagai soft
protection. Untuk penanganan non-struktural dapat meliputi undang-undang dan
peraturan pemerintah, penegakan hukum, organisasi pemerintah dan non-
pemerintah yang terkait dengan penanganan bencana (PMI, ambulans, tenaga
medis, pemadam kebakaran, karang taruna dan lain-lain), penyediaan peta bahaya
dan risiko bencana kelautan, serta peta jalur evakuasi, konsep penataan ruang
yang akrab bencana, sistem peringatan dini bencana, pendidikan masyarakat, serta
penyiapan-penyiapan fasilitas penyangga hidup (life line).
Contoh kasus yang pernah terjadi adalah Badai Fiona, Tanggal 6
Februari 2003. Badai siklon tropis Fiona berada di 300 mil lepas pantai selatan
Jawa. Diperkirakan angin di pusat badai berkecepatan 104 mil per jam dan ekor
badai mencapai 84 mil per jam. Selain itu, masih teringat dalam benak kita
tentang kasus Tsunami yang menimpa Pantai Pangandaran, Ciamis yakni daerah-
daerah pesisir pantai selatan Jawa Barat, selain dikenal sebagai wilayah rawan
gempa bumi, juga harus diwaspadai adanya bencana susulan seperti Tsunami.
Selama ini baru Pangandaran Ciamis yang terkena Tsunami yang menewaskan
sejumlah penduduk dan meluluh lantakkan bangunan di daerah primadona wisata
pantai Jawa Barat itu.
Selain itu bencana yang sering menelan korban jiwa adalah peristiwa
(kecelakaan) terseretnya pengunjung pantai di pesisir selatan pulau Jawa. Dengan
analisis melalui pendekatan ilmu kebumian (geologi) dapat ditafsirkan penyebab
utama kecelakaan adalah kombinasi antara gulungan ombak dan seretan arus.
Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu karakter ombak, konfigurasi dasar laut,
dan mekanisme interaksi antara kedua faktor tersebut. Karakter ombak laut (wave)
di pesisir selatan Pulau Jawa, mulai dari pesisir Blambangan di Jawa Timur
hingga Ujung Kulon di Propinsi Banten, umumnya berenergi tinggi dengan
ombak besar. Hal ini disebabkan karena pantai berbatasan langsung dengan laut
lepas. Berdasarkan teori, ada tiga faktor pemicu terjadinya ombak, yaitu arus
pasang-surut, angin pantai (local wind), dan pergeseran (turun-naik) massa batuan
di dasar samudera.
Di pantai selatan Pulau Jawa, kombinasi antara gelombang pasang surut
dan angin lokal yang bertiup kencang, khususnya saat musim Barat, akan
menimbulkan ombak besar. Di tempat-tempat tertentu, penggabungan
(interference) antara gelombang swell dengan gelombang angin lokal, misalnya di
Cimaja, Pelabuhan Ratu, atau di Karangbolong, dapat terbentuk ombak setinggi 2
– 3 m. Bentuk morfologi dasar laut di sejumlah lokasi Pantai Selatan juga sangat
memungkinkan terjadinya hempasan gelombang dahsyat ke pantai yang sekaligus
memicu terjadinya arus seretan. Sebagai pantai yang mengalami pengangkatan
(uplifted shoreline) dengan proses abrasi cukup kuat, profil pantai selatan
umumnya memiliki zone pecah gelombang (breaker zone) dekat garis pantai.
Akibatnya, zone paparan (surf zone) menjadi sempit. Bila terjadi interferensi
gelombang, maka atenuasi ombak akan terjadi sehingga membentuk gelombang
besar. Karena daerah paparannya sempit, meski gelombang akan pecah di zone
pecah gelombang, hempasan ombaknya masih dapat menyapu pantai dengan
energi cukup kuat.
Sistem arus di pantai dipicu oleh hadirnya arus di lepas pantai (coastal
current) sebagai akibat sirkulasi air laut global. Dalam pergerakannya arus lepas
pantai mengalami perubahan arah (deviasi) menjadi arus sejajar pantai (longshore
current) akibat adanya semenanjung dan teluk. Arus balik (rip current) menuju
laut sering muncul di teluk akibat arus sejajar pantai yang berlawanan. Kekuatan
arus balik ini akan bertambah bila dasar laut memiliki jaringan parit dasar laut
(runnel atau trough). Jaringan parit merupakan saluran tempat kembalinya
sejumlah besar volume air yang terakumulasi di pantai, khususnya di zone
paparan dan zone pasang surut (swash) ke laut. Arus balik tidak bergerak di
permukaan karena pergerakannya terhalang hempasan ombak yang datang terus-
menerus. Arus balik ini diperkirakan menjadi penyebab utama tewasnya korban
yang sedang berenang di pantai. Karena selain memiliki daya seret kuat, arah
gerakannya pun bersifat menyusur dasar laut menuju tempat yang lebih dalam.
Berdasarkan pemaparan diatas terlihat bahwa tingginya frekuensi bencana
yang menerjang pesisir Indonesia serta besarnya kerugian yang ditimbulkan baik
jiwa manusia maupun harta benda, untuk itu kita perlu memahami fenomena
terjadinya bencana, bahaya, dan kerentanan, serta tata cara kajian risiko dan
mitigasinya, maka diharapkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah,
karyawan industri, peneliti, dan masyarakat umum, secara sistematis,
komprehensif, tearah, dan lebih terpadu dapat meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko bahaya bencana kelautan di tingkat masyarakat serta
memperkenalkan tindakan lokal yang perlu diambil untuk mengurangi risiko yang
ditimbulkan.
Sinergi yang baik dari pihak-pihak tersebut juga dapat merangsang
kewaspadaan para perencana baik di tingkat nasional maupun lokal untuk
mengimplementasikan perencanaan pembangunan nasional yang akrab bencana
khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana kelautan. Kerja sama terpadu
membantu politisi, pemerintah, serta penentu kebijakan untuk memahami sifat
dari jenis risiko (dalam bencana Tsunami, gelombang badai pasang, maupun
kenaikan muka air laut) yang dihadapi oleh komunitas serta memahami dampak
yang ditimbulkannya. Selain itu, dapat mendemonstrasikan cara dan arti dalam
mengurangi risiko-risiko tersebut, pada lingkup nasional dan lokal, melalui
keputusan serta perencanaan yang tepat.
KESIMPULAN
Berbagai pihak telah berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi bencana
alam yang terjadi di Indonesia, namun hasil yang didapatkan belum seperti yang
diharapkan. Korban yang timbul akibat bencana alam masih saja tinggi. Belum
lagi kerusakan lingkungan yang makin parah. Manusia memang tidak punya
kekuatan untuk menghalau bencana alam apabila bencana itu datang. Yang bisa
manusia lakukan adalah mengambil langkah penyelamatan diri dan harta benda
sedini mungkin agar terhindar dari malapetaka yang berasal dari proses alamiah
tersebut. Langkah penyelamatan ini bisa dilakukan dengan dukungan teknologi
canggih yang mampu mendeteksi gejala alam baik itu yang bersumber dari laut
maupun dari darat. Hal yang terpenting di sini adalah bagaimana meminimalkan
korban sekecil mungkin atau tidak ada korban jiwa sama sekali. Dalam konteks
ini, teknologi informasi (TI) hadir memainkan peran yang cukup penting.
Sebagaimana manusia, eksistensi TI juga tidak untuk menghalau suatu bencana
alam yang datang secara tiba-tiba melainkan untuk menyampaikan informasi
sebelum dan sesudah bencana alam itu terjadi. Teknologi informasi tersebut tentu
tidak berdiri sendiri melainkan terintegrasi dengan berbagai perangkat teknologi
canggih lainnya yang dapat memberikan peringatan dini secara sistimatis kepada
warga yang berdomisili di sekitar kawasan rawan bencana alam. Sistem ini yang
kemudian dikenal dengan nama sistem peringatan dini yang belakangan ini
menjadi perhatian hangat kita semua.
Kondisi Jawa Barat yang merupakan wilayah dengan kejadian bencana
cukup besar, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahkan terdapat istilah bahwa Jawa
Barat merupakan provinsi yang memiliki “supermarket bencana”. Segala jenis
bencana ada, mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan,
dan lain sebagainya. Kondisi ini membawa pada tingginya resiko bencana yang
terjadi di Jawa Barat. Upaya dari pengurangan risiko bencana yang akan kami kaji
adalah dengan penerapan sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan di
daerah pesisir, dalam hal ini kami mengkhususkan daerah tinjauan di pesisir
selatan Jawa Barat. Bukan hanya pendeteksi gelombang Tsunami, tetapi juga
pendeteksi adanya gejala-gejala bencana alam kelautan lainnya, seperti rob, strom
surge, dan badai. Alasan kami meninjau daerah tersebut karena pesisir Selatan
Jawa Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana kelautan akibat dari letak
geografisnya yang berada di pinggiran lempeng benua serta merupakan provinsi
dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga dampak bencana akan sangat
berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya.
Sistem terpadu ini juga diharapkan dapat memudahkan kita untuk lebih
peka terhadap alam, karena dengan indikator yang sama kemungkinan terjadinya
berbagai macam bencana kelautan dapat dideteksi sistem tersebut, sehingga akan
lebih efektif dan efisien. Melalui sistem terpadu peringatan dini bahaya kelautan
ini diharapkan masyarakat pesisir dapat tanggap terhadap peristiwa bencana alam
yang kejadiannya tak terelakkan sehingga dapat mengurangi dampak dari bencana
alam itu sendiri. Ide awal dari sistem terpadu peringatan dini bencana kelautan
disini menggunakan indikator kenaikan muka air laut (slope isobar) yang dapat
kita ketahui melalui profil perbedaan tekanan yang terdeteksi oleh alat yang kita
pasang. Perbedaan tekanan disini juga dapat diketahui dari suhu permukaan air
laut yang lebih tinggi dibandingan daerah sekitarnya. Hal ini merupakan indikasi
terjadinya penurunan tekanan (perubahan muka air laut). Kenaikan atau
perubahan muka air laut yang signifikan ini merupakan salah satu petunjuk utama
sebagai indikasi awal adanya bencana kelautan, seperti Tsunami, badai pasang,
dan kenaikan muka air laut. Setelah terjadi kenaikan muka air laut, kita dapat
mengidentifikasikannya ke dalam parameter untuk setiap jenis bencana kelautan,
karena sekecil apapun perubahan muka air laut dapat menunjukkan adanya suatu
tanda yang tak biasa terjadi.
Efektifitas sebuah sistem peringatan dini juga sangat bergantung pada
kesadaran dan partisipasi masyarakat di daerah rawan bencana alam. Informasi,
pengaturan kelembagaan, dan sistem komunikasi peringatan harus diatur
sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan setiap kelompok di dalam masyarakat
yang rentan terhadap bahaya. Kerja sama yang sinergis antar pemerintah daerah
dan instansi-instansi terkait yang konsisten dan kontinu sangat diperlukan dalam
penerapan sistem terpadu ini. Hal ini berlaku untuk segala macam bencana
kelautan yang layak dipasangi sistem peringatan dini.
Dengan demikian, tujuan sistem peringatan dini ini bisa tercapai,
diantaranya dapat mengurangi resiko korban jiwa, struktur serta harta benda
sekecil mungkin. Yang jelas, sebagai bagian dari perangkat TI, sistem peringatan
dini akan semakin dibutuhkan saat ini untuk mengantisipasi dampak terburuk
bencana alam yang sering menghampiri Indonesia. Pemahaman terhadap ciri-ciri
parameter oseanografi, kondisi fisik dan jenis litologi di daerah penyelidikan juga
sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah dan tata ruang pantai di kawasan
tersebut. Akan tetapi patut disadari bahwa tidak ada sistem yang dapat melindungi
manusia dari bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, sampai saat
ini peringatan dini bencana kelautan belum pernah menyelamatkan seorang pun
dari bencana mendadak. Walaupun demikian, peringatan dini masih dapat bekerja
efektif jika jarak pusat bencana sangat jauh. Hal ini dapat memberikan
kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan evakuasi dan kesempatan untuk
pemerintah daerah menyiapkan segala sesuatu agar dapat mengurangi risiko
bencana yang terjadi sehingga tercapai upaya pengelolaan risiko bencana dengan
terpadu dan baik di negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010a. Mengelola Risiko
Bencana di Negara Maritim Indonesia 1. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010b. Mengelola Risiko
Bencana di Negara Maritim Indonesia 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2010c. Mengelola Risiko
Bencana di Negara Maritim Indonesia 3. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Hadi, Safwan dan Ivonne M. Radjawane. 2009. Arus Laut. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Lubis, Saut M. 2005. OS-4116 Oseanografi Indonesia. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Yulianto, Eko. 2006. Bercermin Pada Tsunami Pangandaran.
http://www.geotek.lipi.go.id/?p=26 (diakses 28 Februari 2011).
Staf Sisfo FITB. 2009. Pesisir Selatan Rawan Badai.
http://www.fitb.itb.ac.id/berita/index.php?id=158 (diakses 28 Februari 2011).
Setiawan, Wahyu B. 2008. BG: Gelombang Badai/ Gelombang Tinggi.
http://wahyuancol.wordpress.com/2008/07/01/gelombang-badai-gelombang-
tinggi/ (diakses 28 Februari 2011).
Elly, Muhammad J. 2010. Sistem Peringatan Dini Bnecana Alam: Dari konsep ke
Tindakan. http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=7826 (diakses
26 Februari 2011)
Maulana, Erwin. 2008. Siklon Tropis.
http://ermala.wordpress.com/2008/12/16/siklon-tropis/ (diakses 24 Februari 2011)
CURRICULUM VITAE
Nama : Iswiati Utamiputeri
Alamat Domisili : Jalan Kanayakan Bawah
No.61 - Asrama Putri ITB,
Kecamatan Coblong, Bandung
40135
Mobile : +6281511486260
Email : [email protected]
Alamat tetap : Jalan Teluk Ratai I/1 Komp.
TNI- AL KODAMAR, Kelapa Gading Barat,
Jakarta Utara
Phone : +6221 4514463
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 14 Maret 1990
Tinggi/Berat badan : 159 cm / 52 kg
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
SEJARAH PENDIDIKAN
Institusi Tahun
Institut Teknologi Bandung 2008 - sekarang
SMAN 8 Jakarta 2005-2008
SMPN 30 Jakarta 2002-2005
SDN Kelapa Gading Barat 01 Pagi Jakarta 1999-2002
SD Angkasa IX Halim Perdana Kusuma Jakarta 1996-1999
TK Islam As-Syafi’iyah 2 Pondok Gede Bekasi 1995-1996
TK Islam Al-Multazam Antapani Bandung 1995-2001
KEMAMPUAN KOMPUTER
1. Operating system : Windows XP, Windows 7
2. Software Packages : Ms. Office (Ms. Power Point, Ms, Excel, Ms.Visio,
etc), Mathlab 7.0, Fortran 77, C++, Wind Rose PLOT View, MapInfo
Professional 7.5 SCP, Adobe Photoshop CS3, Corel Draw.
PELATIHAN DAN KURSUS
Ekskursi HMO-TRITON ITB Sindang Kerta, Tasikmalaya 2011
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Karangsong, Indramayu 2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Kesenden Cirebon 2010
Pelatihan Software dan Pengolahan data Oseanografi 2010
LKO HMO TRITON ITB – Dago pakar, Bandung 2010
Pelatihan ESQ 165 Teens 2008
Kursus Bahasa Inggris LPBA-LIA Kelapa Gading 2006-2008
Kursus Musik Yamaha Clavinova Kelapa Gading 2007
LKO SMAN 8 Jakarta 2006
Kursus Tari Daerah Sanggar Wina Kreasi 2002-2005
ORGANISASI
Bendahara HMO-TRITON ITB 2011-sekarang
Kepala Sub Divisi Seminar POSEIDON ITB 2010
Staf Divisi Pengabdian Masyarakat HMO-TRITON 2010
Bendahara Unit Aktivitas Tenis Meja ITB 2009 - 2010
Manajer Pementasan UKB ITB 2010
Kepala Divisi Danus UATM-ITB 2010
Staf Divisi Seni Budaya UKB ITB 2009
Sekretaris Subsie Koperasi Mahasiswa SMAN 8 Jakarta 2007-2008
Staf MPK SMPN 30 Jakarta 2005
CURRICULUM VITAE
Nama : Mediana Safitri
Alamat Domisili : Jalan Kanayakan Bawah
No.61 - Asrama Putri ITB,
Kecamatan Coblong, Bandung
40135
Phone : 022 – 92270887
Mobile : 085659115930
Email : [email protected]
Alamat tetap : Komplek GBA I Blok C.19 RT 03/13. Kecamatan
Bojongsoang. Kabupaten Bandung 40288
Phone : 022 - 7500534
Tempat/tanggal lahir : Bandung, 27 April 1990
Tinggi/Berat badan : 168 cm / 54 kg
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
SEJARAH PENDIDIKAN
Institusi Tahun
Institut Teknologi Bandung 2008 - sekarang
SMAN 22 Bandung 2005-2008
SMPN 18 Bandung 2002-2005
SDN NILEM III 1996-2002
TK Harapan Ibu 1995-1996
TPA Al-Mukmin 1995-2001
KEMAMPUAN KOMPUTER
1. Operating system : Windows XP
2. Software Packages : Ms. Office (Ms. Power Point, Ms, Excel, Ms.Visio,
etc), Mathlab 7.0, Fortran 77, C++, Wind Rose PLOT View, MapInfo
Professional 7.5 SCP, Adobe Photoshop CS3, Corel Draw.
PELATIHAN DAN KURSUS
TRAINING ESQ 2008
Math Day Expo 2008
LCTK Unpad 2008
Juara I Lomba Longser Se-Bandung Raya 2008
Peserta Olimpiade Matematika Se-Indonesia oleh ITS 2008
Award for Outstanding Academy Achievement(FITB) 2010
LKO HMO-TRITON ITB 2010
Tes TOEFL 2010
Pelatihan Software dan Pengolahan data Oseanografi 2010
LKO HMO Triton – Dago pakar, Bandung 2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Karangsong, Indramayu 2010
Studi Lapangan Oseanografi Pantai Kesenden Cirebon 2010
Ekskursi HMO-TRITON ITB Sindang Kerta, Tasikmalaya 2011
ORGANISASI
Pasukan Keamanan PROKM ITB 2009 2009
Pemain Kesenian - Lingkung Seni Sunda ITB 2008 - 2010
Kadiv EO (Acara) - BP Asrama Putri Kanayakan ITB 2009 - sekarang
Taplok PMA LSS ITB 2009
Staff Pubdok PMA LSS ITB 2009
Staff Senator HMO TRITON ITB 2009 - 2010
Pasukan Kemanan dan Tadis Diksar HMGM 2010
Pelatih Tari LSS ITB 2010
Kadiv Pra-Event POSEIDON ITB 2010 2010