Profosal_Terpadu_Revisi

28
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA Nama : WILOPO TAMBA NPM : 120320010 “Desain Arsitektur Rumah Susun” I. Latar Belakang Kebutuhan akan perumahan setiap tahun semakin meningkat di kota-kota besar yang menjadi pusat permukiman dan kegiatan niaga di Indonesia khususnya kota Medan, dimana perumahan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, tidak hanya dalam fungsinya sebagai tempat tinggal, melainkan juga sebagai sarana pembinaan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidak layakan hunian dan keterbatasan lahan salah satunya terdapat pada kota Medan yaitu di kecamatan Medan – Belawan dan sekitarnya. Akibat dari kepadatan penduduk dan keterbatasan lahan sehingga saat ini melahirkan permukiman - permukiman kumuh yang dihuni oleh orang - orang yang berpenghasilan menengah kebawah. Permukiman – permukiman tersebut terdapat hampir sepanjang jalan menuju pelabuhan Belawan dan kebanyakan berada pada sisi badan rel kereta api. Adapun konsep pembangunan rumah susun ini lahir untuk menjawab keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk membangun 1

description

fg

Transcript of Profosal_Terpadu_Revisi

Page 1: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

“Desain Arsitektur Rumah Susun”

I. Latar Belakang

Kebutuhan akan perumahan setiap tahun semakin meningkat di kota-kota

besar yang menjadi pusat permukiman dan kegiatan niaga di Indonesia khususnya

kota Medan, dimana perumahan mempunyai arti yang sangat penting bagi

kehidupan seseorang, tidak hanya dalam fungsinya sebagai tempat tinggal,

melainkan juga sebagai sarana pembinaan dalam kehidupan berkeluarga,

bermasyarakat dan bernegara.

Daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki

permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidak layakan hunian dan

keterbatasan lahan salah satunya terdapat pada kota Medan yaitu di kecamatan

Medan – Belawan dan sekitarnya. Akibat dari kepadatan penduduk dan

keterbatasan lahan sehingga saat ini melahirkan permukiman - permukiman

kumuh yang dihuni oleh orang - orang yang berpenghasilan menengah kebawah.

Permukiman – permukiman tersebut terdapat hampir sepanjang jalan menuju

pelabuhan Belawan dan kebanyakan berada pada sisi badan rel kereta api.

Adapun konsep pembangunan rumah susun ini lahir untuk menjawab

keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efesiensi dan

efektivitas penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk

membangun perumahan secara mendatar/horizontal. Rumah susun menjadi

alternatif pilihan untuk penyediaan hunian karena merupakan pilihan yang ideal

bagi negara - negara berkembang.

Berdasarkan dari latar belakang yang terdapat diatas, maka penulis tertarik

untuk membuat suatu perancangan yang diawali dari sebuah proposal dengan

judul “Desain Arsitektur Rumah Susun”.

II. Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang hendak ditanggapi diantaranya:

Bagaimana merancang sebuah Rumah Susun yang dapat memberikan

kenyamanan bagi penghuninya?

1

Page 2: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

Bagaimana rumusan konsep optimalisasi kinerja bangunan untuk

perancangan rumah susun sederhana?

III. Tujuan

Dasar dari perancangan ini diadakan bertujuan untuk menciptakan sebuah desain

rumah susun yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya serta kinerja

bangunan yang optimal.

IV. Batasan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

Perancangan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak

bagi masyarakat bertempat tinggal di permukiman kumuh dan

berpenghasilan menengah kebawah.

Faktor budaya dan agama diabaikan dalam perancangan ini.

V. Manfaat

Manfaat yang akan saya dapatkan dari hasil perancangan ini yaitu untuk memperluas

wawasan dan ilmu pengetahuan serta informasi mengenai perancangan “Desain

Arsiektur Rumah susun”

2

Page 3: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

VI. Kerangka Berpikir

3

Judul:

“Desain Arsitektur

Rumah Sususn”

Tujuan:

Dasar dari perancangan ini

diadakan bertujuan untuk menciptakan

sebuah desain rumah susun yang dapat

memberikan kenyamanan bagi

penghuninya serta kinerja bangunan

yang optimal.

Latar Belakang:

Keterbatasan lahan

Minimnya hunian sederhana dengan

fasilitas yang memadai.

Rumusan Masalah:

Bagaimana merancang sebuah Rumah

Susun yang dapat memberikan kenyamanan

bagi penghuninya?

Bagaimana rumusan konsep optimalisasi

kinerja bangunan untuk perancangan rumah

susun sederhana?

Survey:

Lapangan

Literatur

Analisa Konsep

Skematik Desain

Desain

Page 4: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

VII. Studi Literatur

Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan

dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal,

sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi

pengertian rumah susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara

bertingkat. 

Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa

berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa

yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi

dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun

vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah,

status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang

tersebut di atas adalah

1. Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah

unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan

ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

2. Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang

milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa

yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,

pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,

penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.

3. Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi pemerintah atau

badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk

melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.

4. Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang

milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa.

5. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa

rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam

4

Page 5: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikanyang

dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan

yang telah ditetapkan.

6. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat

berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa

sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu

dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa

dan/atau sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.

7. Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan,

prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan

rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.

8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola sementara

kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan

penyuluhan.

9. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan

perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan

hukum.

10. Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah

masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan

Menteri Negara Perumahan Rakyat.

VII.I Program Peremajaan Kota

Pada awalnya penerapan kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia

dihubungkan dengan usaha peremajaan kota, yaitu usaha perbaikan dan peningkatan

kualitas lingkungan perumahan kumuh dan padat di pusat kota. Lingkungan yang

termasuk golongan ini merupakan lingkungan permukiman yang sulit ditingkatkan

kualitasnya melalui program perbaikan kampong (KIP). 

Dipilihnya pusat kota sebagai rumah susun berdasarkan pertimbangan tingkat

kemudahan yang tinggi terhadap berbagai fasilitas dan prasarana yang dibutuhkan oleh

kelompok sasaran, seperti pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya. Pertimbangan lain

yang juga memepengaruhi dipilihnya pusat kota sebagai lokasi rumah susun adalah

perlunya peningkatan daya guna dan hasil guna lahn di pusat kota yang sangat dibutuhkan

5

Page 6: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

untuk menampung dinamika perkembangan kegiatan kota yang semakin meningkat serta

pertimbangan efesiensi penyediaan prasarana kota.

VII.II. Program Pengadaan Perumahan

Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan dan

memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasila rendah yang tidak memiliki

penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah susun dengan

sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun rumah susun sewa yang

dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.

Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa juga dikaitkan dengan program

peremajan kota atau program pembangunan kota terpadu. Hanya saja pelaksanaan

pembangunannya yang berbeda. Bila dalam pembangunan rumah susun dengan sistem

kepemilikan lebih banyak dilakukan oleh Perum Perumnas dan Dinas Perumahan, maka

dalam pembangunan rumah susun sewa lebih banyak ditangani oleh BUMD (Badan

Usahan Milik Daerah).

Rumah susun merupakan alternatif pilihan perumahan di kota akibat keterbatasan

lahan dan harga lahan yang mahal, maka pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan

adalah dengan memenuhi aspek-aspek yang menjadi dasar pilihan masyarakat kelompok

sasaran yaitu

1. Aksesibilitas lokasi rumah susun terhadap fasilitas perkotaan, seperti lapangan

pekerjaan, transportasi, pendidikan, perdagangan, kesehatan, perbelanjaan.

2. Status kepemilikan yang terjamin secara hukum

3. Harga yang terjangkau oleh masyarakat kelompok sasaran Kelengkapan fasilitas baik

didalam unit maupun untuk lingkungannya

4. Lingkungan yang teratur, bersih dan memenuhi syarat sebagai rumah layak.

6

Page 7: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

VII.III. Jenis Rumah Susun di Indonesia

Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : Rumah Susun

Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya

dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar

Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.

1. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh

Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah

ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.

2. Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat

konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh

Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.

VII.IV. Persyaratan Teknis Rumah Susun

Berdasarkan PP nomor 4/ 1988 mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan

Rumah Susun yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, antara lain

adalah kelengkapan, sarana dan prasarana rumah susun.

1. Kelengkapan rumah susun (Pasal 14)

Utilitas umum merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di rumah

susun. Kelengkapan utilitas rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan

perlengkapannya termasuk meter aiar, pengaturan tekanan air dan tangki air dalam

bangunan

Jaringan air listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan

perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta pengamanan

terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan

Jaringan air gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya termasuk

meter gas, pengatur arus serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-

hal yang membahayakan

7

Page 8: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas dan

pemasangan

Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas

dan pemasangan

Saluran dan atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan

terahada kebersihan, kesehatan dan kemudahan

Tempat kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya

Alat transportasi berupa tangga, lift atau eskalator dengan tingkat keperluan dan

persyaratan yang berlaku

Pintu dan tangga darurat kebakaran

Tempat jemuran

Alat pemadam kebakaran

Penangkal petir

Alat/Sistem alarm

Pintu kedap asap pada jarak- jarak tertentu

Generator listrik digunakan untuk rumah susun yang mengunakan lift

2. Lokasi Rumah Susun (Pasal 22)

Dalam memilih lokasi rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan

dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah

Lokasi harus memungkinkan berfungsinya saluran-saluran pembungan dalam

lingkungan ke system jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah.

Lokasi harus mudah dicapai angkutan umum baik langsung maupun tidak

langsung

Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan air bersih dan listrik

3. Prasarana Lingkungan (Pasal 25 dan 26)

Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan di lingkungan rumah susun, sehingga dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, berupa jalan, tangga, selasar, drainase, sistem air limbah,

8

Page 9: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

persampahan dan air bersih. Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan

prasarana sebagai berikut

Prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan

kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, kendaraan & tempat

parkir

Prasarana lingkungan harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian

hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang

membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang sesuai dengan fungsi

dan penggunaan jalan tersebut.

Jaringan distribusi air bersih, gas dan listrik dengan segala kelengkapannya seperti

tangki air, pompa air, tangki gas dan gardu-gardu listrik

Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan daru rumah susun

ke system jaringan pembuangan air kota

Saluran pembuangan air limbah dan atau septik yang menghubungkan air limbah

dari rumah susun ke system jaringan limbah kota

Tempat pembuangan sampah, sebagai pengumpul sampah dari Rusun yang

dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan mempertimbangkan faktor

kemudahan pengangkutan, kebersihan, kesehatan dan keindahan

Kran-kran air untuk mencegah dan peangamanan terhadap bahaya kebakaran yang

dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan

Tempat parkir kendaraan dan atau penyimpanan barang

Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan

4. Sarana Lingkungan (Pasal 27)

Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial dan budaya.Fasilitas

lingkungan dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan :

Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan

masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya sesuai standar

yang berlaku.

Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan sehari-hari sesuai standar yang berlaku,

seperti kesehatan, pendidikan, peribadatan, olahraga.

9

Page 10: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

VII.V. Tinjauan Sarana

Tinjauan sarana bedasarkan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara

perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas Niaga (warung) :

- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 penghuni.

- Berfungsi sebagai penjual sembilan bahan pokok pangan.

- Lokasi di pusat lingkungan rumah susun dan mempunyai radius 300 m.

- Luas lantai minimal adalah sama dengan luas satuan unit rumah susun

sederhana dan maksimal 36 m2 (termasuk gudang kecil).

2. Fasilitas Pendidikan (tingkat Pra Belajar) :

- Maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1000 penghuni dimana

anak-anak usia 5-6 tahun sebanyak 8%.

- Berfungsi untuk menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6

tahun.

- Berada di tengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-

taman tempat bermain di RT/RW.

- Luas lantai yang dibutuhkan sekitar 125 m2 (1,5 m2/siswa).

3. Fasilitas Kesehatan.

- Maksimal penghuni yang dilayani adalah 1000 penghuni.

- Berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia Balita.

- Berada di tengah-tengah lingkungan keluarga dan menyatu dengan kantor

RT/RW.

- Kebutuhan minimal ruang 30 m2, yaitu ruangan yang menampung segala

aktivitas.

4. Fasilitas Peribadatan.

Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan

harian, dapat disatukan dengan ruang serbaguna atau komunal, dengan ketentuan

jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu musholla.

Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap satu blok,

10

Page 11: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

dengan luas lantai 9 – 36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk setiap satu masjid kecil

adalah 400 KK.

5. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.

a. Siskamling.

- Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 orang.

- Dapat berada pada lantai unit hunian.

- Luas lantai minimal adalah sama dengan unit hunian terkecil.

b. Gedung Sebaguna.

- Jumlah maksimal yang dapat dilayani adalah 1000 orang.

- Dapat berada pada tengah-tengah lingkungan dan di lantai dasar.

- Luas lantai minimal 250 m2.

c. Kantor Pengelola.

6. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum.

a. Tempat Bermain.

- Maksimal dapat melayani 12 – 30 anak.

- Berada antara bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah

diawasi.

- Luas area minimal 75 – 180 m2.

b. Tempat Parkir.

- Berfungsi untuk menyimpan kendaraan penghuni (roda 2 dan 4).

- Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m,

sedangkan untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.

- Tempat parkir 1 kendaraan roda 4 disediakan untuk setiap 5 keluarga,

sedang roda 2 untuk setiap 3 keluarga.

- 2 M2 tiap kendaraan roda 4; 1,2 M2 untuk kendaraan roda 2 dan satu tamu

menggunakan kendaraan roda 4 untuk tiap 10 KK.

7. Tinjauan Prasarana

Tinjauan prasarana berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.05/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun

Sederhana Bertingkat Tinggi adalah sebagai berikut :

11

Page 12: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

1. Sistem air minum

Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem

distribusi, dan penampungannya.

Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau

sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman

dan standar teknis yang berlaku.

Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus

memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian

rupa agar menjamin kualitas air.

Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelayakan

bangunan gedung.

Persyaratan plambing bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mengikuti:

1. Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes

907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman

Plambing; dan

2. SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru. Dalam

hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman

teknis.  

2. Sistem air limbah

Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan

dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk

pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang

dibutuhkan.

Pertimbangan tingkat bahaya air limbah dan/atau air kotor diwujudkan

dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.

12

Page 13: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

Air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya tidak boleh

digabung dengan air limbah domestik.

Air limbah yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) harus diproses

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Air limbah domestik sebelum

dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan

standar teknis yang berlaku.

Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:

1. SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;

2. SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem

resapan, atau edisi terbaru;

3. SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau

edisi terbaru; dan

4. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem

pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti

standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku. 

 

3. Drainase

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi dan pekarangannya harus

dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.

Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,

dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.

Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah

pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan dan/atau sumur

penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku.

Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat

diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang

dibenarkan oleh instansi yang berwenang.

13

Page 14: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah

terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.

Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:

1. SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;

2. SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan

untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru;

3. SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan

pekarangan, atau edisi terbaru; dan

4. Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan

sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung; Dalam hal masih

ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum

mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 

 

4. Pengolahan sampah.

Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.

Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk

penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-

masing bangunan rusuna bertingkat tinggi, yang diperhitungkan

berdasarkan jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.

Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan

pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan

penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

Ketentuan pengelolaan sampah padat

1. Bagi pengembang perumahan wajib menyediakan wadah sampah, alat

pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan

pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan

sistem yang sudah ada.

2. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang,

memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas,

14

Page 15: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

kertas, kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan

sebagainya.

3. Sampah padat kecuali sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

harus dibakar dengan insinerator yang tidak mengganggu lingkungan.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau

yang belum mempun 

5. Persyaratan Terhadap Bahaya Kebakaran

Bangunan rusun bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem proteksi

pasif dan sistem proteksi aktif.

1. Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai sistem proteksi

pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis

pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur

bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari

kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.

Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko

kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah

dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung.

Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan

kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe

konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan

perlindungan pada bukaan.

Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi

terbaru; dan

2. SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan

ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan

gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya

15

Page 16: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan

standar baku dan/atau pedoman teknis.

2. Sistem Proteksi Aktif

Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi, harus dilindungi terhadap

bahaya kebakaran dengan proteksi aktif.

Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,

ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni

dalam bangunan rusuna bertingkat tinggi.

Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:

1. Sistem Pemadam Kebakaran baik berupa APAR, sprinkler, hidran box

maupun hidran pilar/halaman;

2. Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;

3. Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan

4. Pusat Pengendali Kebakaran

Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-3987-1995 Tata cara perencanaan, pemasangan pemadam api

ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan

gedung;

2. SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa

tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan

gedung, atau edisi terbaru;

3. SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian

sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya

kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;

4. SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem

springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru;

5. SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan

16

Page 17: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

6. SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan

ruangan bervolume besar, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada

persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum

mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk Pemadaman Kebakaran

Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran

meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan

bahaya kebakaran pada bangunan rusuna bertingkat tinggi, dan

perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan

terhadap bahaya kebakaran.

Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran

tersebut harus mengikuti:

1. SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses

lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah

dan gedung, atau edisi terbaru; dan

2. SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan

keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung,

atau edisi terbaru.

3. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau

yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau

pedoman teknis.

Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem

Peringatan Bahaya

1. Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan sistem

peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas

bagi pengguna bangunan rusuna bertingkat tinggi dalam keadaan

darurat untuk dapat menyelamatkan diri, yang meliputi:

1. Sistem pencahayaan darurat;

2. Tanda arah keluar/eksit; dan

3. Sistem Peringatan Bahaya.

17

Page 18: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

2. Pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan sistem peringatan bahaya

dalam gedung harus mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata cara

perancangan pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan

bahaya pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada

persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum

mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

Persyaratan Komunikasi Dalam Bangunan Rusuna Bertingkat Tinggi

1. Persyaratan komunikasi bangunan rusuna bertingkat tinggi

dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk

keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada

saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Antara lain:

sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dll.

2. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat

dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis.

Persyaratan Instalasi Bahan Bakar Gas

1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran dari

Instalasi Gas Kota, maka harus memenuhi ketentuan:

1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan

konstruksinya mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang berwenang, atau

ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.

2. Instalasi pemipaan (mulai dari katup penutup, meter-gas atau regulator)

mengikuti peraturan berlaku dari instansi yang berwenang, atau ketentuan

lainnya sepanjang tidak bertentangan. Katup penutup, meter-gas harus

ditempatkan di luar bangunan.

3. Pada instalasi untuk pembakaran, harus dilengkapi peralatan khusus untuk

mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan aliran gas.

1. Dalam hal rusuna bertingkat tinggi menggunakan gas pembakaran

Instalasi gas elpji (LPG), maka harus memenuhi ketentuan:

18

Page 19: Profosal_Terpadu_Revisi

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

Nama : WILOPO TAMBANPM : 120320010

1. Rancangan sistem distribusi gas pembakaran, pemilihan bahan dan

konstruksinya mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang,

atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.

2. Instalasi pemipaan untuk rumah tangga (domestik) dan gedung (komersial)

mengikuti peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, atau

ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.

3. Bila pasokan dari beberapa tabung silinder digabung ke dalam satu manipol

(manifold atau header), maka harus mengikuti peraturan yang berlaku dari

instansi yang berwenang, atau ketentuan lainnya sepanjang tidak bertentangan.

Tabung-tabung silinder yang digabung harus ditempatkan di luar bangunan

rusuna bertingkat tinggi.

4. Pada instalasi pembakaran, harus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk

mendeteksi kebocoran gas yang secara otomatis mematikan aliran gas, dan

tanda “DILARANG MEROKOK”.

VIII. Lokasi Site

19