Profil Kesehatan Ibu Di Indonesia
-
Upload
kemal-osmani -
Category
Documents
-
view
127 -
download
4
Transcript of Profil Kesehatan Ibu Di Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil
menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya, yang
berjudul “ Profil Kesehatan Ibu di Indonesia “.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari senpurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, amin.
Tasikmalaya 22 September 2013
Mohammad Kemal Osmani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................... 1
BAB II PROFIL KESEHATAN IBU DI INDONESIA.......................... 3
A. Profil kesehatan Ibu Menurut MDGs.......................................... 3
B. Sasaran Pembangunan Millenium Indonesia.............................. 5
C. Kontroversi..........…................................................................... 6
D. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak………....……….................... 7
E. Profil Kesehatan Ibu Menurut KIA dan KIB............................ 10
BAB III PENUTUP............................................................................ 14
A. Kesimpulan................................................................................ 14
B. Saran.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................ .......... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di
suatu negara (Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, pemerintah memerlukan upaya
yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di
Indonesia khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran
hidup. Tentunya hal ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah
Indonesia (Depkes RI, 2007).
AKI di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan AKI di negara Asia
lainnya (Depkes RI, 2007). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH); AKB
sebesar 34/1.000 KH; dan Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19/1.000
KH (Depkes RI, 2009).
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010), peningkatan kesehatan ibu, bayi,
Balita dan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu dari delapan
fokus prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia tahun 2010-2014 perlu
didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,
sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan melalui penataan dan
pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan
informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi yang komprehensif dan
pengembangan jaringan. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan upaya
terfokus berdasarkan perencanaan dan penganggaran yang berbasis data
(evidanced based) melalui proses yang sistematis dan partisipatif, dan ini berarti
keberadaan data dan informasi memegang peranan yang sangat penting karena
data akan memengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
B. Tujuan
1. Untuk Memenuhi salah salah satu tugas mata kuliah Maternitas I
2. Untuk Mengetahui dan memahami profil kesehatan ibu di Indonesia
3. Untuk Mengetahui dan memeahami upaya pemerintah dalam peningkatan
kesehatan ibu di Indonesia
BAB II
PROFIL KESEHATAN IBU DI INDONESIA
A. Profil Kesehatan Ibu menurut MDGs
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa
Inggris MDGs adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun
2015, merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh
dunia. Tantangan-tantangan ini sendiri diambil dari seluruh tindakan dan target
yang dijabarkan dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan
ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September
2000.
Pada September 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan 189
negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New
York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai
komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8
buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan
terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-
pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang
menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan
pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat
pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga
separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.
Sasaran
Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000
menyetujui agar semua negara:
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
Target untuk 2015: Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang
berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari dan mengalami kelaparan.
2. Pemerataan pendidikan dasar
Target untuk 2015: Memastikan bahwa setiap anak , baik laki-laki dan
perempuan mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.
3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan
Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender
dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan
untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
4. Mengurangi tingkat kematian anak
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak
usia di bawah 5 tahun
5. Meningkatkan kesehatan ibu
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam
proses melahirkan
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
Target untuk 2015: Menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran
HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup
Target:
a. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya
sumber daya lingkungan.
b. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari
jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat.
c. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan
yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang
tinggal di daerah kumuh.
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Target:
a. Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem
keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada
diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik,
pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional
dan internasional.
b. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang
berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan
kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota
untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara
miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan
menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang
berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
c. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah
utang negara-negara berkembang.
d. Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan
masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk
membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
e. Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum
muda.
f. Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses
obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang.
g. Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan
keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi
dan komunikasi.
B. Sasaran Pembangunan Milenium Indonesia
Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan
membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya dibawah
koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah
menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia
dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa
kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Laporan Sasaran
Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk
menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian
sasaran MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya
menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus
mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program
pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran ini. Dengan tujuan
utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum
regional antara tahun 1990 dan 2015.
Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk
mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari
tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya.
Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk
mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan
seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor.
Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama
dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian
tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta
mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik.
C. Kontroversi
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium
pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus
menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program
MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup,
kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang
cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan
terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009)
hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs.
Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi
Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang
Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian
Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang
solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara
meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas
minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang
tidak bermanfaat untuk Indonesia. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan
Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan
mencapai tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang
diambil dari APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala
Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak
tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010
hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara
maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk
memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju
menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin
atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum
dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar
ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.
D. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan ornop dalam
meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Baik dalam hal peningkatan ketrampilan
pada tenaga kesehatan, pemberdayaan pada kader atau masyarakat, maupun
penyusunan Peraturan Pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Hanya saja masih
dihadapi banyak kesulitan dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak, sehingga
angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan balita.
Yang menyebabkan sulitnya mencapai penurunan angka kematian ibu
antara lain :
1. Penolong persalinan terlatih selama kehamilan, proses persalinan, post
persalinan;
2. Layanan kesehatan ibu dan anak yang belum memadai;
3. Keterbatasan anggaran dalam kesejahteraan yang menyebabkan biaya
untuk persalinan cukup mahal.
Penyebab kematian anak antara lain :
1. Infeksi.
2. Masalah bayi baru lahir /neonatal (prematur, berat bayi lahir rendah
/BBLR, asfiksia, dan sepsis).
Salah satu cara mengurangi kematian anak adalah dengan Standar Emas
Makanan Bayi antara lain :
1. Inisiasi menyusui dini /IMD dini dapat mengurangi perdarahan post
partum dan anemia, dan mengurangi angka kematian Ibu melahirkan.
2. ASI ekslusif 6 bulan,
3. Makanan pendamping air susu ibu /MP ASI setelah 6 bulan, makanan
keluarga yang tepat waktu dan adekuat menurunkan kematian balita;
4. ASI sampai dengan 2 tahun.
Dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKN tersebut, pada tanggal
26 Januari 2012 Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita,
MPHM telah meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival
(EMAS). Program EMAS merupakan program hasil kerja sama antara Pemerintah
Indonesia dengan lembaga donor USAID, yang bertujuan untuk menurunkan AKI
dan AKN di Indonesia sebesar 25%. Untuk mencapai target tersebut, program
EMAS akan dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian
yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Sulawesi Selatan, dimana pada tahun pertama akan dilaksanakan pada 10
kabupaten.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena berdasarkan data Kementerian
Kesehatan sekitar 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia
berasal dari enam provinsi tersebut. Demikian pula dengan kematian neonatal,
sekitar 58,1% dari jumlah total nasional juga “disumbangkan” oleh keenam
provinsi tersebut. Dari hasil analisis, diyakini bahwa percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia akan
dapat diakselerasi apabila kematian ibu dan kematian neonatal di enam provinsi
tersebut dapat dikurangi secara signifikan.
Upaya penurunan AKI dan AKN melalui program EMAS akan dilakukan
dengan cara:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 Rumah Sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas
(PONED)
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan
Rumah Sakit
Dalam pelaksanaannya di lapangan, upaya tersebut dilakukan dengan
pendekatan “Vanguard”, yaitu:
1. Memilih dan memantapkan sekitar 30 RS dan 60 Puskesmas yang sudah
cukup kuat agar berjejaring dan dapat membimbing jaringan Kabupaten
yang lain, dan
2. Melibatkan RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistem rujukan di
daerah
Pada peluncuran program EMAS yang diawali dengan keynote speech dari
Utusan Presiden RI Untuk MDGs Prof dr. Nila Moeloek dan dihadiri oleh
perwakilan dari Kemenko Kesra serta para peserta acara yang di antaranya berasal
dari provinsi-provinsi lokasi program, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan
mengharapkan agar program ini dapat berjalan dengan sukses dan pada akhirnya
nanti benar-benar dapat memberi dampak positif secara nasional dalam percepatan
pencapaian target MDGs 4 dan 5.
Dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun
2015, Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah merumuskan skenario percepatan
penurunan AKI sebagai berikut:
1. Target MDG 5 akan tercapai apabila 50% kematian ibu per provinsi dapat
dicegah/dikurangi.
2. Kunjungan antenatal pertama (K1) sedapat mungkin dilakukan pada
trimester pertama, guna mendorong peningkatan cakupan kunjungan
antenatal empat kali (K4).
3. Bidan Di Desa sedapat mungkin tinggal di desa, guna memberikan
kontribusi positif untuk pertolongan persalinan serta pencegahan dan
penanganan komplikasi maternal.
4. Persalinan harus ditolong tenaga kesehatan dan sedapat mungkin
dilakukan di fasilitas kesehatan.
5. Pelayanan KB harus ditingkatkan guna mengurangi faktor risiko 4 Terlalu.
6. Pemberdayaan keluarga dam masyarakat dalam kesehatan reproduksi
responsif gender harus ditingkatkan untuk meningkatkan health care
seeking behaviour.
Tantangan angka kematian ibu yang menyebabkan kesulitan dalam
pencapaian target MDGs antara lain :
1. Masih rendahnya cakupan ante-natal care /ANC dan persalinan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan karena posisi tawar perempuan
2. Penyakit infeksi dan perdarahan, termasuk yang disebabkan oleh abortus.
E. Profil Kesehatan Ibu menurut KIA/KB
Setiap kali bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu tanggal 22 Desember,
tiap kali itu pula mengemuka berbagai permasalahan terkait kaum perempuan,
khususnya kaum ibu. Satu hal yang seringkali muncul adalah pembahasan terkait
Angka Kematian Ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sudah berhasil diturunkan secara
signifikan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 (SDKI 1991)
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Sesuai
target MDGs, AKI harus diturunkan sampai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Untuk dapat mencapai target MDGs, diperlukan terobosan dan upaya
keras dari seluruh pihak, baik Pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat.
Terjadinya kematian ibu terkait dengan faktor penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia
masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak
langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3
Terlambat dan 4 Terlalu, yang terkait dengan faktor akses, sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi. Kasus 3 Terlambat meliputi:
1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan
2. Terlambat dirujuk
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
Berdasarkan Riskesdas 2010, masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor risiko
4 Terlalu, yaitu:
1. Terlalu tua hamil (hamil di atas usia 35 tahun) sebanyak 27%
2. Terlalu muda untuk hamil (hamil di bawah usia 20 tahun) sebanyak 2,6%
3. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4) sebanyak 11,8%
4. Terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun)
Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa cakupan program kesehatan ibu dan
reproduksi umumnya rendah pada ibu-ibu di pedesaan dengan tingkat pendidikan
dan ekonomi rendah. Secara umum, posisi perempuan juga masih relatif kurang
menguntungkan sebagai pengambil keputusan dalam mencari pertolongan untuk
dirinya sendiri dan anaknya. Ada budaya dan kepercayaan di daerah tertentu yang
tidak mendukung kesehatan ibu dan anak. Rendahnya tingkat pendidikan dan
ekonomi keluarga berpengaruh terhadap masih banyaknya kasus 3 Terlambat dan
4 Terlalu, yang pada akhirnya terkait dengan kematian ibu dan bayi.
Permasalahan kesehatan, termasuk kematian ibu, merupakan tanggung jawab
bersama dan tidak akan dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri. Oleh
karena itu, Kementerian Kesehatan terus menggalang kerja sama lintas sektor,
baik dengan Kementerian/Lembaga lain, Pemerintah Daerah, sektor swasta,
kalangan akademisi, organisasi profesi, serta masyarakat. Perhatian khusus dan
upaya keras semua pihak tersebut menjadi modal bagi pencapaian target
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di
suatu negara (Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, pemerintah memerlukan upaya
yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di
Indonesia khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran
hidup. Tentunya hal ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah
Indonesia (Depkes RI, 2007).
AKI di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan AKI di negara Asia
lainnya (Depkes RI, 2007). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH); AKB
sebesar 34/1.000 KH; dan Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19/1.000
KH (Depkes RI, 2009).
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010), peningkatan kesehatan ibu, bayi,
Balita dan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu dari delapan
fokus prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia tahun 2010-2014 perlu
didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,
sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan melalui penataan dan
pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin ketersediaan data dan
informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi yang komprehensif dan
pengembangan jaringan. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan upaya
terfokus berdasarkan perencanaan dan penganggaran yang berbasis data
(evidanced based) melalui proses yang sistematis dan partisipatif, dan ini berarti
keberadaan data dan informasi memegang peranan yang sangat penting karena
data akan memengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
Data dan informasi cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program KIA yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah. Untuk memperoleh data dan informasi tersebut,
pemerintah perlu melakukan pemantauan pelaksanaan program KIA secara
berkala dan berkesinambungan. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA,
dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA) agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa
yang cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anaknya masih rendah.
Namun demikian pencapaian program kesehatan seperti program KIA yang
diperlihatkan dalam bentuk data belum dapat sepenuhnya dijadikan pedoman
untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat yang riil karena validitas
data yang dihasilkan selalu diragukan. Jika data tidak valid, tentu saja
pengambilan keputusan untuk perencanaan program KIA yang dilakukan akan
melenceng dari persoalan yang dihadapi masyarakat (Yustina, 2009). Data yang
tersedia sering kali belum/tidak digunakan sebagai dasar untuk membuat
perencanaan dan evaluasi program KIA. Padahal untuk mengetahui masalah KIA
yang ada, menentukan besar masalah KIA, dan menentukan prioritas masalah
KIA yang akan diatasi mutlak diperlukan data yang akurat (Depkes RI, 2009).
Aktivitas manajemen data dalam suatu organisasi memang seringkali
menemukan kendala/masalah terkait dengan keberadaan data/informasi sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut Lippeveld, et.al. (2000), banyak
faktor yang mempengaruhi penggunaan informasi untuk pengambilan keputusan,
seperti : politik, ideologi, anggaran, donatur, tekanan dari kelompok tertentu,
NGO (Non Government Organization), krisis, media, komunitas dalam
masyarakat dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AKI di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan AKI di negara Asia
lainnya (Depkes RI, 2007). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH); AKB
sebesar 34/1.000 KH; dan Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19/1.000
KH (Depkes RI, 2009). Dari hasil data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) memang angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di
indonesia masih cukup besar dibandingkan dengan negara asia lainya, tetapi
dalam permasalahan ini pemerintah selalu berusaha untuk menurunkan AKI dan
AKB, ini terbukti dengan berbagai upaya pemerintah dalam menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi seperti Program EMAS (Expanding
Maternal and Neonatal Survival) yang baru-baru ini diluncurkan oleh pemerintah,
Software PWS KIA “Kartini” yang terus dikembangkan oleh pemerintah yang
dapat membantu proses Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) bidang Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di wilayah kerjanya oleh Puskesmas, dan berbagai program
pemerintah lainya yang sudah diluncurkan maupun yang masih dalam tahap
perkembangan.
B. Saran
Untuk mencapai target MDGs pada 2015, diperlukan percepatan penurunan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Di sebagian wilayah di
Indonesia, kendala geografis masih dihadapi, khususnya di daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya akses
dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk rujukan bagi ibu hamil dengan
risiko tinggi. Oleh karena itu dengan adanya berbagai program dari pemerintah,
diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh ibu dan
anaknya, sehingga angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
dapat berkurang sesuai dengan target pemerintah atau bahkan melebihi target dari
pemerintah, sehingga kesejahteraan ibu dan anaknya dapat meningkat pada tahun
2015.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/ diakses tanggal 22-02-2013
http://www.jimmyzakaria.com/kesehatan/angka-kematian-bayi-di-indonesia-
masih-tingg diakses tanggal 22-02-2012
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/420/420/ diakses tanggal 22-
02-2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Sasaran_Pembangunan_Milenium diakses tanggal 22-
02-2012
http://perdhaki.org/content/gerakan-kesehatan-ibu-dan-anak-menuju-milenium-
development-goals-mdgs diakses tanggal 22-02-2012