Profil arista fm
-
Upload
romansanjaya -
Category
Documents
-
view
341 -
download
1
Transcript of Profil arista fm
Nama Badan Hukum Pra Perkumpulan Radio Komunitas
Nama Stasiun ARISTA FM
Frekwensi / Kanal 107.7 Mhz / 202
Jangkauan Siaran Jatiayu dan sekitarnya
Alamat Dusun Candi 6 Jatiayu Karangmojo Gunung Kidul Yogyakarta
Telephon 0274- /081328037047
Email [email protected]
Fax -
Website www.jrky.org
Pola Program Informasi Hiburan
Pendidikan
Penanggungjawab Ambar Puspitawati,SE
Jam Siaran 12.00 -21.00
Status Aktiv (1)
Demografi Pendengar Usia 17-60 tahun
No. Induk Anggota 031.8.04.2011
Wilayah Karangmojo Gunung Kidul
Sponsor/Dukungan Lembaga Sosial LSM
Masyarakat Komunitas
Pengusaha Lokal Donatur Pemerintah Desa
Profil Radio :
ARISTA Kata “Arista” di ambil dari sejarah biografi ibu Sumiatun, beliau tinggal di Desa Candi
Kelurahan Jatiayu Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunung Kidul . Di jaman penjajahan Belanda,
sekitar tahun 1936 di musim “matun“ lahirlah seorang perempuan desa bernama Sumiatun, anak kedua
dari pasangan Prawiro Harsono dan Asiah. Beliau adalah seorang carik atau sekertaris Kelurahan Jatiayu.
Menjelang usia sepuluh tahun Sumiatun kecil ditinggal oleh ayahandanya untuk selama-lamanya.
Kemudian Sumiatun kecil ikut kakak sepupunya di desa Susukan bernama Purwo Atmojo, beliau adalah
seorang Kepala Mantri Juru Rawat Kesehatan. Selama menjalani pengabdiannya Sumiatun kecil sekolah
dari Sekolah Rakyat sampai SGB (Sekolah Guru Bagian B). Setelah tamat SGB, Sumiatun beranjak
remaja dan kemudian berkenalan dengan pemuda bernama Arisno. Arisno adalah seorang guru sekolah
rakyat di desa Candi, ia anak pertama dari Lurah atau Kepala Sekolah Rakyat Negeri di desa Candi.
Kemudian Sumiatun remaja menikah dengan pemuda idamannya tersebut. Dikaruniai lima orang anak,
yaitu : Bambang Purboyo Hendro Gunawan tetapi meninggal pada usia dua tahun setengah. Anak kedua
Aryo Palgunadi, anak ketiga Aryanti Gondomananingsih, anak keempat Tri Panjiasih Endah
Haryantiningrum, serta anak kelima Armunanto Darmawan Subagyo. Pada awal kehidupan rumah
tangganya, ibu Sumiatun merasa bahagia hidup bersama suaminya. Tetapi Tuhan berkehendak lain, pada
usia perkawinan yang masih begitu muda baru sebelas tahun, mendadak ada perubahan dalam hidupnya
yang sangat tiba-tiba. Suaminya terkena “musibah“, pergi unuk selama-lamanya. Dengan dibebani empat
anak yang masih kecil–kecil dan tanpa persiapan apa–apa , ibu Sumiatun dalam mempertahankan
kehidupan dirinya beserta ke empat anaknya berusaha dengan segala macam cara, seperti menggarap
lahan pertanian kehutanan dan melakukan dagang kecil–kecilan dari pasar ke pasar demi untuk
kelangsungan hidup dan sekolah anak–anaknya. Dengan hati yang sangat tabah, beliau menjalani
kehidupan tersebut dengan tawakal dan kepasrahan hati yang begitu dalam. Selama ibu Sumiatun
menjanda , saat anak ketiganya baru kelas I SMP terpaksa harus pergi ke Jakarta ikut pamannya untuk
melanjutkan sekolahnya, saat anak keempatnya baru kelas V SD harus pergi ke Magelang ikut bibiknya,
saat anak keduanya akan melanjutkan SLA harus pergi ke Yogyakarta ikut pamannya, yang tinggal di
rumah bersama ibu Sumiatun hanya anak kelimanya. Setelah delapan tahun menjanda, pada tahun 1974
anak kelimanya baru kelas IV SD, ibu Sumiatun menemukan jodoh keduanya dengan bapak Noto
Sudarmo, beliau berstatus duda, anak dari seorang kaum dari daerah Tepus. Dari perkawinan tersebut
lahirlah anak ke enam ibu Sumiatun bernama Ambar Puspitowati. Kehidupan rumah tangga ibu Sumiatun
dengan bapak Noto Sudarmo dijalani dengan sangat bahagia. Bapak Noto Sudarmo adalah seorang
pejuang keluarga, sosok yang sangat sederhana, lugu, tanpa pamrih, serta bekerja tanpa lelah demi
kecintaannya terhadap keluarga. Sebagai orang yang bekerja pada bapak Tirto Saroyo. Seiring
berjalannya waktu, pada tahun 1997 semua anak–anak ibu Sumiatun yang berada di Jakarta bersama anak
ke enam yang kebetulan sedang libur kuliah dan sedang berada di Jakarta bermusyawarah dan sepakat
memberikan sarana kendaraan berupa mobil kepada bapak Noto Sudarmo dengan harapan dapat
membahagiakan kedua orang yang sangat disayangi. Sejak diberikan sarana kendaraan tersebut, bapak
Noto Sudarmo dapat kembali pulang ke Candi untuk berkumpul bersama ibu Sumiatun dan anak
bungsunya mengatur roda kehidupan keluarganya dengan cara memanfaatkan sarana yang telah dimiliki.
Yang pada saat itu kendaraan tersebut masih sangat jarang persaingannya, kondisi itu sangat
menguntungkan dalam mencari rejeki untuk menghidupi keluarganya. Bapak Noto Sudarmo terlihat
sangat bahagia dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya, sampai–sampai setiap hari
meninggalkan rumah dari jam 03.00 dini hari dan pulang pada sore hari. Perekonomian keluarganya
semakin hari semakin membaik, karena didukung oleh peranan ibu Sumiatun dalam menjalankan
menejemen tradisionalnya begitu sangat ketat dan disiplin, boleh dikatakan “sangat pelit”. Dalam
menjalani kehidupannya, hari demi hari dijalani dengan senang hati. Bekerja serta memberikan pelayanan
kepada masyarakat, seperti karakter asli dari bapak Noto Sudarmo yang polos, lugu, dan tanpa pamrih.
Tanpa ada tanda–tanda sebelumnya, tiba–tiba pada tanggal 01 Februari 2011 jam 09.15 pergilah beliau
meninggalkan kami semua untuk selama–lamanya. Kami semua sangat kehilangan seorang figure yang
sangat berjasa, sederhana, lugu, polos, serta tanpa pamrih dalam memperjuangkan kesejahteraan dan
kebahagiaan keluarganya. Pengorbanan serta pengabdian beliau terhadap keluarga begitu besar, oleh
karena itu Kami sebagai anak beserserta cucunya ingin mengabadikan tempat tinggal ibu Sumiatun di
Desa Candi Kelurahan Jatiayu tersebut dijadikan tempat pemancar radio komunitas yang di beri nama “
Radio ARISTA FM “ . Nama tersebut di ambil dari nama Arisno dan Noto Sudarmo kedua suami dari ibu
Sumiatun, dengan harapan nama tersebut dapat menjadi Monumen Abadi yang dapat di kenang dan dapat
menjadi perekat bagi anak cucu keturunan ibu Sumiatun .