Produksi Enzim Selulase

50
TUGAS TK3221 TEKNOLOGI ENZIM Semester II – 2011/2012 PRODUKSI ENZIM SELULASE Disusun oleh: Nama : Antony Program Studi : Teknik Kimia NIM : 13009105 Dosen: Dr. Ir. Ukan Sukandar, M.Sc.

Transcript of Produksi Enzim Selulase

Page 1: Produksi Enzim Selulase

TUGAS

TK3221 TEKNOLOGI ENZIM

Semester II – 2011/2012

PRODUKSI ENZIM SELULASE

Disusun oleh:

Nama : Antony

Program Studi : Teknik Kimia

NIM : 13009105

Dosen:

Dr. Ir. Ukan Sukandar, M.Sc.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2012

Page 2: Produksi Enzim Selulase

ABSTRAK

Enzim selulase sangat berperan dalam berbagai industri, di antaranya industri

dengan penggunaan selulase yang cukup besar seperti industri tekstil, pulp & paper,

deterjen, dan makanan. Potensi enzim selulase untuk menghidrolisis lignoselulosa

menjadi harapan produksi bioetanol generasi kedua. Teknologi konversi biomassa

menjadi bioenergi diperkirakan akan segera terwujud dengan berbagai pengembangan

yang dilakukan saat ini. Untuk itu produksi enzim selulase menjadi hal yang penting

dipelajari mengingat perannya tersebut.

Proses produksi enzim selulase secara komersial umumnya dilakukan secara

fermentasi submerged, disertai pengembangan ke arah solid state fermentation.

Trichoderma reesei dengan berbagai variasi strain merupakan mikroorganisme yang

paling banyak digunakan. Substrat yang dapat menjadi induser gen selulase adalah

selulosa, laktosa, selobiosa, sophorosa, dan salisin. Bahan baku mengandung selulosa

yang sering digunakan adalah pulp kertas, jerami padi, tongkol jagung, dan bahan

lignoselulosa lain. Kalsium dan magnesium merupakan dua ion anorganik utama yang

berpengaruh terhadap produktivitas selulase.

Kata kunci: selulase, Trichoderma reesei, selulosa, fermentasi submerged

i

Page 3: Produksi Enzim Selulase

DAFTAR ISI

ABSTRAK.........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iii

DAFTAR TABEL............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Selulosa dan Enzim Selulase..............................................................................1

1.2 Sejarah Penemuan dan Produksi Enzim Selulase...............................................4

1.3 Kegunaan Enzim Selulase..................................................................................6

1.4 Potensi di Indonesia..........................................................................................10

BAB II POKOK BAHASAN..........................................................................................12

2.1 Mikroba Penghasil Selulase.................................................................................12

2.2 Subtrat dan Medium Fermentasi..........................................................................15

2.3 Biosintesis Selulase..............................................................................................17

2.4 Proses Produksi Enzim Selulase...........................................................................19

2.5 Perolehan Produk Selulase...................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

ii

Page 4: Produksi Enzim Selulase

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Ikatan α14 glikosidik dan ikatan β14 glikosidik.................................1

Gambar 1.2. Tahapan-tahapan hidrolisis selulosa...........................................................3

Gambar 1.3. Kiri: Elwyn Reese dan Mary Mandels; kanan: Percobaan produksi

selulase secara kontinu tahun 1975 (sumber: Allen dkk, 2009).................5

Gambar 1.4. Perbedaan hasil cucian dengan deterjen tanpa selulase dan ada selulase. . .8

Gambar 1.5. Dua contoh skema produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa

memanfaatkan enzim selulase (sumber: Soerawidjaja, 2009)..................11

Gambar 2.1. Trichoderma reesei strain QM6a..............................................................12

Gambar 2.2. Perbandingan struktur beberapa substrat induser enzim selulase; kiri:

sophorosa; tengah: salisin; kanan: selobiosa (sumber:

www.chemspider.com).............................................................................16

Gambar 2.3. Diagram blok produksi enzim secara fermentasi submerged dan solid

state...........................................................................................................22

Gambar 2.4. Spesifikasi proses untuk produksi enzim selulase dengan metode

fermentasi submerged (sumber: Zhuang, 2006).......................................23

Gambar 2.5. Spesifikasi proses untuk produksi enzim selulase dengan metode

fermentasi solid state (sumber: Zhuang, 2006).........................................24

Gambar 2.6. Produktivitas selulase oleh A. niger NRRL567 pada berbagai pH...........26

Gambar 2.7. Produktivitas selulase oleh A. niger NRRL567 pada berbagai pH...........26

iii

Page 5: Produksi Enzim Selulase

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Komponen enzim di dalam kompleks enzim selulase.....................................3

Tabel 2.1. Mikroorganisme penghasil selulase...............................................................13

Tabel 2.2. Beberapa jenis mutan Trichoderma reesei produksi selulase kadar tinggi. . .14

Tabel 2.3. Produktivitas selulase dari mutan T. reesei dalam kultur batch....................15

Tabel 2.4. Komposisi garam anorganik untuk medium fermentasi T. reesei.................17

Tabel 2.5. Produksi selulase-mikroorganisme, substrat, metode, dan skala yang

digunakan......................................................................................................20

Tabel 2.6. Produksi selulase oleh fungi pada berbagai substrat.....................................25

iv

Page 6: Produksi Enzim Selulase

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber energi dari bahan baku yang terbarukan menjadi salah satu fokus utama

penelitian sejak beberapa dekade yang lalu. Salah satunya adalah pemanfaatan bahan

selulosa untuk menghasilkan etanol sebagai sumber energi. Sebagai senyawa yang

paling melimpah di muka bumi, selulosa dapat menjadi sumber energi yang murah dan

terbarukan. Di samping sebagai sumber energi, selulosa juga dimanfaatkan untuk

pembuatan sirup glukosa dan protein sel tunggal. Untuk dapat dimanfaatkan, selulosa

membutuhkan proses hidrolisis, dan penggunaan enzim selulase menjadi pilihan utama.

Peran enzim selulase dalam industri yang berhubungan dengan selulosa tidak dapat

dipisahkan. Oleh karena itu, produksi enzim selulase perlu dikembangkan untuk

menjawab tantangan pemanfaatan bahan selulosa dalam industri bioproses.

1.1 Selulosa dan Enzim Selulase

Selulosa merupakan homopolisakarida, dengan glukosa sebagai monomernya. Molekul

selulosa berbentuk linier dan tak bercabang, dan terdiri dari 10.000-15.000 unit D-

glukosa (Lehninger, 2008). Perbedaan selulosa dengan amilosa yang juga polisakarida

dari glukosa terletak pada konfigurasi residu glukosa penyusunnya. Selulosa tersusun

dari residu-residu β-glukopiranosil yang dihubungkan dengan ikatan 14 (β14),

sedangkan amilosa oleh ikatan α14. Akibatnya terdapat perbedaan yang kontras

dalam hal struktur dan sifat fisik keduanya. Gambar 1.1 menunjukkan perbedaan ikatan

glikosidik glukosa yang terdapat pada amilosa dan selulosa.

Gambar 1.1. Ikatan α14 glikosidik dan ikatan β14 glikosidik(sumber: Lehninger, 2008)

1

Page 7: Produksi Enzim Selulase

2

Selulosa adalah senyawa organik yang paling melimpah di alam. Ada dua tipe dasar

selulosa yang terdapat di alam, yaitu pektoselulosa, seperti rami yang mengandung 80%

selulosa dan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sebagai

senyawa utama penyusun dinding sel tanaman, selulosa mencakup sekitar 30% dari

keseluruhan material tumbuhan (90% dari kapas dan 50% dari kayu merupakan

selulosa.

Pemanfaatan selulosa telah dilakukan di berbagai bidang, di antaranya untuk

produksi kertas, fiber, dan senyawa kimia turunannya untuk industri plastik, film

fotografi, rayon, dan lainnya. Produk hidrolisis selulosa yaitu gula (glukosa) juga

merupakan senyawa yang vital dalam industri bioproses. Oleh karena itu penggunaan

selulosa sebagai sumber glukosa, di samping sebagai sumber energi terbarukan yang

murah dan melimpah untuk berbagai keperluan semakin berkembang. Hidrolisis

selulosa dapat dilakukan dengan menggunakan asam kuat maupun enzim selulase.

Sebagai contoh, hewan herbivora dapat mengutilisasi selulosa sebagai bahan makanan

karena memiliki rumen mikroflora untuk menghasilkan enzim selulase. Rumen

mikroflora merupakan komunitas dari berbagai jenis mikroorganisme yang hidup di

dalam perut hewan herbivora tersebut.

Selulase merupakan kumpulan dari beberapa enzim yang bekerja bersama untuk

hidrolisis selulosa. Mikroorganisme tertentu menghasilkan partikel yang dinamakan

selulosom. Partikel inilah yang akan terdisintegrasi menjadi enzim-enzim, yang secara

sinergis mendegradasi selulosa (Belitz dkk, 2008). Sedikitnya ada tiga enzim yang

terlibat dalam degradasi atau hidrolisis selulosa, yaitu endo-β-glukanase, ekso-β-

glukanase, dan β-glukosidase. Nama lain dan fungsi dari enzim tersebut dalam hidrolisis

selulosa dapat dilihat pada .

Reaksi hidrolisis selulosa oleh selulase adalah sebagai berikut.

SelulosaC x¿C1→

SelobiosaSelobiase→

Glukosa

Tahapan-tahapan hidrolisis selulosa oleh selulase dapat dilihat pada Gambar 1.2. Faktor

C1 sangat diinhibisi oleh produknya, sehingga selobiase diperlukan agar hidrolisis

selulosa dapat berlangsung. Selobiase juga diinhibisi oleh produknya, glukosa, sehingga

hidrolisis sempurna selulosa hanya dapat dilakukan jika tersedia selobiase dalam jumlah

besar atau glukosa yang terbentuk segera dipisahkan.

Antony/13009105

Page 8: Produksi Enzim Selulase

3

Gambar 1.2. Tahapan-tahapan hidrolisis selulosa(sumber: Ghori, 2001)

Tabel 1.1. Komponen enzim di dalam kompleks enzim selulase(sumber: Belitz dkk, 2008)

EC No. Nama Sinonim Reaksi

3.2.1.4 Endo-β-glukanase Faktor Cx; CMCase;

1,4-β-D-glukan

glukanohidrolase

Endohidrolisis ikatan 1,4-β-D-

glukosidik, membentuk glukosa

dan selo-oligosakarida.

3.2.1.91 Ekso- β-glukanase Faktor C1; avicelase;

1,4-β-D-glukan

selobiohidrolase

Eksohidrolisis ikatan 1,4-β-D-

glukosidik membentuk selobiosa

dari selulosa atau 1,4-β-

glukooligosakarida.

3.2.1.21 β-glukosidase Selobiase;

amygdalase

Hidrolisis residu β-D-glukosa

terminal dalam β-glukan.

Antony/13009105

Page 9: Produksi Enzim Selulase

4

1.2 Sejarah Penemuan dan Produksi Enzim Selulase

Penemuan selulosa oleh ilmuwan Jerman, Anselme Payen, pada tahun 1838, tidak

disertai dengan pemanfaatannya pada waktu itu. Pada tahun 1922, dibentuklah Division

of Cellulose Chemistry oleh American Chemical Society (ACS) sebagai langkah awal

era pemanfaatan selulosa. Terobosan terbesar dalam teknologi hidrolisis selulosa adalah

penemuan mikroorganisme yang mampu mengubah selulosa menjadi gula pada tahun

1950-an.

Pada masa Perang Dunia II, U.S. Army membentuk sebuah program penelitian

untuk memahami penyebab pembusukan peralatan militer di dalam hutan Pasifik

Selatan. Kegiatan ini berujung pada berdirinya U.S. Army Natick Laboratory. Elwyn

Reese bersama timnya melakukan screening terhadap ribuan jenis sampel dari hutan

dan berhasil mengidentifikasi mikroorganisme penghasil enzim selulase yang dapat

mendegradasi kristal selulosa. Mikroorganisme ini adalah Trichoderma viride, yang

akhirnya diberi nama Trichoderma reesei pada tahun 1977, sebagai penghargaan bagi

Elwyn Reese. T. reese merupakan nenek moyang dari berbagai jenis fungi penghasil

enzim selulase komersial sekarang.

Penelitian dengan tujuan meningkatkan produktivitas enzim selulase dari

mikroorganisme penghasilnya semakin marak dilakukan sejak penemuan T. reesei.

Seperti kebanyakan polisakarase, selulase merupakan enzim adaptif dalam kebanyakan

fungi, meskipun konstitutif dalam bakteri selulolitik. Selulosa merupakan substrat yang

tidak larut, sehingga muncul pertanyaan bagaimana substrat yang tidak larut tersebut

dapat menginduksi pembentukan enzim ekstraseluler ini. Penelitian yang dilakukan oleh

Mary Mandels dan Elwyn T. Reese (Gambar 1.3-kiri) menunjukkan bahwa beberapa

jenis gula dapat menginduksi enzim selulase dengan penambahan beberapa jenis ion

logam seperti mangan, seng, kobalt, atau besi (Mandels dkk, 1956). Di samping selulosa

dan selobiosa, induser lain seperti laktosa, selobiosa oktasetat, dan salisin memiliki

ikatan β-glikosidik. Mandels dkk. (1959) menyatakan bahwa perolehan selulase dengan

substrat selobiosa akan meningkat dengan memperlambat laju pertumbuhan.

Peningkatan produksi selulase dilakukan dengan pengembangan mutan hypercellulase-

producing, optimasi media kultur dengan menggunakan surfaktan dan induser, dan

peningkatan lebih lanjut dilakukan dengan penggunaan proses fermentasi fed-batch dan

kontinu dua tahap yang melibatkan scale-up fermentor hingga 400 L dan reaktor

hidrolisis 250 L (Gambar 1.3-kanan).

Antony/13009105

Page 10: Produksi Enzim Selulase

5

Gambar 1.3. Kiri: Elwyn Reese dan Mary Mandels; kanan: Percobaan produksi selulase secara kontinu tahun 1975 (sumber: Allen dkk, 2009)

Pengembangan mutan Trichoderma reesei untuk menghasilkan enzim selulase

dalam jumlah yang lebih besar terus dilakukan. Strain induk, T. reesei QM6a yang

diisolasi oleh Natick telah menghasilkan puluhan strain mutan lainnya hingga tahun

1980. Keuntungan penggunaan T. reesei adalah enzim selulase yang dihasilkan telah

lengkap dengan semua komponen yang diperlukan untuk menghidrolisis selulosa dan

perolehan protein selulase yang tinggi dapat dicapai. Laboratorium Natick berperan

sangat penting dalam sejarah pengembangan produksi selulase. Beberapa pencapaian

penting oleh Natick di antaranya:

1. Konsep C1 dan Cx, yang menyatakan bahwa selulase bukan enzim tunggal

melainkan enzim campuran (1950).

2. Trichoderma reesei merupakan sumber enzim selulolitik terbaik setelah

screening ribuan organisme (1955).

3. Hidrolisis total selulosa kristalin oleh selulase tercapai (1964).

4. Studi inhibitor selulase mencakup inhibitor alami dari sumber tanaman (1965).

5. Reaktor membran untuk produksi kontinu sirup glukosa dengan perpanjangan

penggunaan dan penggunaan ulang enzim (1970).

6. Penggunaan surfaktan untuk meningkatkan perolehan selulase dan enzim

lainnya (1970).

7. Mutasi T. reesei ke strain yang menghasilkan lebih banyak selulase (1970,

1977-1981).

8. Pilot plant produksi selulase dan sakarifikasi selulosa pada skala 300 L

(1975).

9. Peran β-glukosidase dalam penghilangan inhibitor selobiosa, sehingga

meningkatkan kualitas proses sakarifikasi (1977).

Antony/13009105

Page 11: Produksi Enzim Selulase

6

10. Optimasi fermentasi dan penggunaan mutan selulase baru untuk memproduksi

lebih dari 2% protein selulase ekstraseluler dari 6% selulosa (1977).

11. Pengembangan prosedur HPLC cepat untuk analisis dan kuantifikasi protein

selulase (1978).

12. Studi induksi selulase dan β-glukosidase, dan peran sophorosa dalam

pengendalian produksi enzim oleh T. reesei (1979-1981).

13. Pengembangan kultur T. reesei fed-batch dan kontinu pada substrat terlarut

untuk meningkatkan produktivitas enzim dan untuk memperkirakan data

kuantitatif (konstanta perolehan dan maintenance, keperluan nutrien spesifik,

produktivitas enzim spesifik) yang diperlukan dalam evaluasi ekonomi (1979-

1981).

1.3 Kegunaan Enzim Selulase

Selulase awalnya diteliti beberapa dekade yang lalu untuk keperluan biokonversi

biomassa, yang membuka peluang untuk aplikasi industrial dalam berbagai bidang.

Beberapa jenis industri yang memanfaatkan enzim selulase di antaranya industri tekstil,

makanan, deterjen, dan kertas. Menipisnya cadangan bahan bakar fosil yang dapat

ditambang dengan teknologi masa kini mendorong pemanfaatan enzim selulase untuk

biokonversi bahan lignoselulosa menjadi sumber energi.

1. Industri tekstil

Selulosa telah menjadi kelompok enzim terbesar ketiga yang dimanfaatkan

dalam industri semenjak dikenal. Selulase merupakan enzim yang paling sukses

digunakan dalam pemrosesan tekstil basah, terutama bagian proses akhir tekstil

berbasis selulosa, dengan tujuan meningkatkan kualitas. Stonewashing jeans

secara tradisional melibatkan pelepasan lapisan pati dengan bantuan amilase dan

perlakuan abrasi dengan batu apung dalam mesin pencuci besar. Selulase

umumnya digunakan untuk biostoning bahan jeans dan biopolishing kapas dan

fabrik selulosa lainnya. Selama proses biostoning, selulase bekerja pada fabrik

kapas dan memutuskan ujung fiber kecil pada permukaan tenunan, sehingga

memudahkan pelepasan pewarna untuk menciptakan efek kabur atau luntur.

Penggantian batu apung dengan selulase akan mengurangi kerusakan fiber,

meningkatkan produktivitas mesin, dan lebih sedikit kerja intensif.

Antony/13009105

Page 12: Produksi Enzim Selulase

7

Selulase juga meningkatkan kelembutan dan sifat penyerapan air dari

fiber, mengurangi kecenderungan pembentukan gumpalan, dan menghasilkan

struktur permukaan yang lebih bersih dengan sedikit bulu halus. Penyiapan

selulase yang kaya dengan endoglukanase paling cocok untuk biopolishing

peningkatan tampilan, sentuhan, dan warna fabrik tanpa perlunya pelapisan

dengan senyawa kimia lain. Aksi dari selulase dalam menghilangkan fiber kecil,

bulu halus permukaan, menghasilkan tampilan yang licin dan mengkilap, serta

meningkatkan kecerahan warna, hidrofilisitas dan absorbansi kelembapan, dan

proses yang lebih ramah lingkungan (Kuhad dkk, 2011).

2. Industri deterjen

Dibandingkan dengan enzim hidrolase lainnya di dalam deterjen, selulase

tergolong unik. Jika enzim hidrolase lain seperti amilase dan lipase umumnya

menyerang substrat yang terdapat pada kotoran atau noda, enzim selulase

menghidrolisis selulosa pada kapas atau paduannya untuk memberi keuntungan

dalam pencucian dan perawatan bahan. Aplikasi komersial enzim selulase dalam

deterjen bermula pada tahun 1987, ketika produk deterjen Kao, Attack®

menggunakan selulase alkalin dari Bacillus sp. Sejak 1991, sejumlah deterjen

Eropa dan Amerika Utara juga melibatkan selulase.

Selulase di dalam deterjen dapat membantu menjaga bahan kapas dan

paduannya terlihat baru lebih lama dengan menghilangkan bulu halus yang

terbentuk selama pemakaian. Dengan melepaskan fibril pada permukaan bahan,

kotoran juga akan terlepas, sehingga selulase di sisi lain dapat memberikan efek

pembersihan. Gambar menunjukkan perbedaan hasil pencucian dengan deterjen

tanpa selulase dan mengandung selulase (Flickinger dkk, 1999).

3. Industri makanan dan minuman

Selulase juga memiliki potensi yang besar dalam aplikasi bioteknologi makanan.

Produksi jus buah dan sayur memerlukan pengembangan metode ekstraksi,

klarifikasi, dan stabilisasi. Selulase memiliki aplikasi penting bersama-sama

dengan xilanase dan pektinase yang digunakan dalam ekstraksi dan klarifikasi

jus buah dan sayuran untuk meningkatkan perolehan jus. Penggunaan enzim

tersebut meningkatkan stabilitas dan tekstur cairan dan mengurangi viskositas

sari buah tropis seperti mangga, pepaya, prem, dan pir. Tekstur, rasa, dan aroma

Antony/13009105

Page 13: Produksi Enzim Selulase

8

dari buah dan sayur dapat ditingkatkan dengan mengurangi rasa pahit berlebih

dengan infusi enzim pektinase dan β-glukosidase.

Gambar 1.4. Perbedaan hasil cucian dengan deterjen tanpa selulase dan ada selulase(sumber: Flickinger dkk, 1999)

Dalam produksi wine, enzim seperti pektinase, glukanase, dan

hemiselulase berperan penting dengan meningkatkan ekstraksi warna, klarifikasi

lapuk, filtrasi, dan terakhir stabilitas dan kualitas wine. Pembuatan bir

berdasarkan pada aktivitas enzim selama fermentasi. Endoglukanase dan

eksoglukanase dari selulase Trichoderma berperan dalam reduksi maksimum

dari derajat polimerisasi dan viskositas (Sukumaran dkk, 2005).

4. Industri kertas dan pulp

Aplikasi selulase dalam industri pulp dan kertas telah meningkat selama dekade

terakhir. Proses pulping mekanik dengan menggunakan selulase dapat

menghemat energi 20-40% selama refining dan meningkatkan kekuatan

lembaran. Endoglukanase juga dapat mengurangi viskositas pulp dengan

menurunkan derajat hidrolisis.

Selulase sendiri atau campurannya dengan xilanase dapat digunakan

untuk proses deinking berbagai jenis limbah kertas. Aplikasi yang ada sekarang

kebanyakan menggunakan selulase dan hemiselulase untuk melepaskan tinta

dari permukaan fiber dengan hidrolisis parsial molekul karbohidrat. Keuntungan

penggunaan enzim untuk proses deinking adalah mengurangi penggunaan alkali,

Antony/13009105

Page 14: Produksi Enzim Selulase

9

meningkatkan kecerahan fiber, mempertahankan kekuatan kertas, dan

mengurangi partikel-partikel halus dalam pulp. Akan tetapi penggunaan enzim

untuk proses deinking tidak boleh berlebihan karena dapat mengurangi ikatan

antarfiber (Kuhad dkk, 2011).

5. Biofuel

Penggunaan selulase untuk menghasilkan biofuel merupakan bidang yang paling

populer dikembangkan saat ini terkait aplikasi selulase. Bahan lignoselulosa

(selulosa, hemiselulosa, dan lignin) sangat berlimpah sehingga berpotensi besar

menjadi sumber bioenergi yang murah. Mikroorganisme dengan sistem selulase

yang berpotensi untuk mengubah biomassa menjadi alkohol secara langsung

telah ditemukan. Akan tetapi, proses produksi komersial masih memerlukan

biaya tinggi sehingga tidak dapat berkompetisi dengan produk dari bahan baku

lain. Beberapa faktor dalam proses mengurangi produktivitas biofuel di

antaranya inhibisi produk terhadap enzim selulase, deaktivasi termal, ikatan

nonspesifik pada lignin, dan adsorpsi irreversibel enzim pada substrat yang

heterogen (Kuhad dkk, 2011). Untuk itu, pengembangan lebih lanjut terkait

teknologi pengubahan biomassa lignoselulosa menjadi biofuel perlu dilakukan.

Saat ini, proses yang mungkin dilakukan adalah produksi bioetanol dari

bahan lignoselulosa secara multitahap. Pre-treatment terhadap bahan baku perlu

dilakukan untuk mengurangi/menghilangkan kandungan lignin dan

hemiselulosa. Selanjutnya selulosa dihidrolisis menjadi glukosa dan gula lainnya

dengan selulase. Kemudian proses produksi bioetanol dilakukan dengan

fermentasi menggunakan glukosa dan gula hasil hidrolisis tersebut. Untuk

menekan biaya produksi enzim selulase, dapat dilakukan on-site production,

karena penggunaan enzim murni sangat tidak ekonomis (Sukumaran, 2005).

Pengembangan lainnya yang dapat dilakukan adalah penggunaan ulang enzim

selulase, pencegahan adsorpsi enzim pada bahan lignin, dan peningkatan

produktivitas enzim dari mikroorganisme, baik dengan pengaturan kondisi

maupun rekayasa genetik.

Selain aplikasi-aplikasi yang telah disebutkan, enzim selulase juga banyak

digunakan di berbagai industri lainnya, seperti pertanian, ekstraksi karotenoid, ekstraksi

minyak zaitun, pengolahan limbah, hingga bidang medikal.

Antony/13009105

Page 15: Produksi Enzim Selulase

10

1.4 Potensi di Indonesia

Berbagai aplikasi dari enzim selulase menjadikannya sangat potensial untuk diproduksi,

terutama di Indonesia. Selulase dapat digunakan secara luas dalam industri tekstil, pulp

dan kertas, deterjen, makanan, hingga pengolahan limbah. Pengembangan terbaru

aplikasi selulase adalah pembuatan biofuel dengan bahan baku selulosa.

Indonesia merupakan negara pertanian, dengan produksi padi yang cukup besar.

Menurut angka ramalan dari data BPS tahun 2011, luas lahan pertanian padi Indonesia

mencapai 13,26 juta hektar dengan produksi padi rata-rata 5 ton/hektar. Menurut Badan

Litbang Departemen Pertanian, tiap hektar sawah dapat menghasilkan 12-15 ton jerami

segar untuk sekali panen. Hal ini menunjukkan betapa besarnya limbah pertanian

Indonesia jika tidak dimanfaatkan. Jerami padi tersebut umumnya dibakar untuk

dijadikan pupuk dan sebagian sebagai pakan ternak. Mengingat kandungan selulosa

yang cukup tinggi dalam jerami tersebut yaitu sekitar 30% (Lehninger, 2008), maka

bahan tersebut sangat potensial untuk menghasilkan enzim selulase.

Di samping jerami padi, Indonesia juga memiliki bahan baku potensial lainnya

untuk produksi enzim selulase, seperti tandan kosong kelapa sawit, tanaman nonpangan

dengan kandungan lignoselulosa tinggi seperti jarak pagar (Jatropha curcas), mabai

(Pongamia pinnata), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan tanaman berkayu

tumbuh cepat seperti akasia (Acacia sp.), cemara (Casuarina equisetifolia), kayu putih

(Eucalyptus sp.) dan tanaman lainnya (Soerawidjaja, 2009).

Terjadinya krisis energi global mendorong pemanfaatan enzim selulase untuk

menghasilkan biofuel. Pemanfaatan bahan baku mengandung lignoselulosa untuk

menghasilkan enzim selulase dapat diintegrasikan dengan proses produksi bioetanol

dari bahan tersebut. Hal ini dapat mengurangi biaya produksi di samping mengatasi

kebutuhan akan sumber energi alternatif. Bioetanol dari bahan lignoselulosa dikatakan

sebagai bioetanol generasi kedua, karena memanfaatkan sumber bahan baku yang

melimpah dengan teknologi yang lebih maju. Skema pemanfaatan bahan lignoselulosa

dan selulase untuk pembuatan bioetanol dapat dilihat pada Gambar 1.5. Hingga saat ini,

produksi komersial bioetanol belum terwujud akibat tingginya biaya produksi, terutama

di bagian produksi enzim. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara dengan sumber

keanekaragaman yang tinggi sangat berpotensi untuk mengembangkan teknologi

menghasilkan enzim selulase dan bioetanol dari bahan lignoselulosa yang kompetitif.

Antony/13009105

Page 16: Produksi Enzim Selulase

11

Gambar 1.5. Dua contoh skema produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa memanfaatkan enzim selulase (sumber: Soerawidjaja, 2009)

Antony/13009105

Page 17: Produksi Enzim Selulase

BAB II

POKOK BAHASAN

2.1 Mikroba Penghasil Selulase

Mikroba penghasil selulase umumnya merupakan pengurai karbohidrat dan tidak dapat

memanfaatkan protein atau lipid sebagai sumber energi. Mikroba penghasil selulase

terutama bakteri Cellulomonas dan Cytophaga serta kebanyakan fungi dapat

mengutilisasi berbagai jenis karbohidrat lainnya selain selulosa, sedangkan spesies

mikroba selulolitik anaerobik terbatas pada selulosa dan/atau produk hidrolisisnya.

Contoh-contoh utama mikroorganisme penghasil selulase dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tidak semua mikroorganisme yang dapat mengutilisasi selulosa sebagai sumber

energi menghasilkan kompleks enzim selulase yang lengkap. Hanya beberapa strain

yang dapat menghasilkan kompleks enzim selulase yang terdiri dari tiga komponen

utama yaitu endo-β-glukanase, ekso-β-glukanase, dan β-glukosidase. T. reesei

merupakan salah satunya dengan kemampuan menghasilkan enzim selulase dalam

jumlah besar. Mikroba yang digunakan secara komersial untuk produksi enzim selulase

umumnya terbatas pada T. reesei, H. insolens, A. niger, Thermomonospora fusca, dan

Bacillus sp. (Sukumaran dkk, 2005).

Trichoderma reesei

Gambar 2.1. Trichoderma reesei strain QM6a(sumber: www.science.energy.gov)

12

Page 18: Produksi Enzim Selulase

13

Tabel 2.1. Mikroorganisme penghasil selulase (sumber: Sukumaran dkk, 2005)

KelompokMikroorganisme

Genus Spesies

Fungi

Aspergillus A. nigerA. nidulansA. oryzae (rekombinan)

Fusarium F. solaniF. oxysporum

Humicola H. insolensH. grisea

Melanocarpus M. albomycesPenicillium P. brasilianum

P. occitanisP. decumbans

Trichoderma T. reeseiT. longibrachiatumT. harzianum

Bacteria

Acidothermus A. cellulolyticusBacillus Bacillus sp.

Bacillus subtilisClostridium C. acetobutylicum

C. thremocellumPseudomonas P. cellulosaRhodothermas R. marinus

Actinomycetes

Cellulomonas C. fimiC. bioazoteaC. uda

Streptomyces S. drozdowicziiS. spS. lividans

Thermomonospora T. fuscaT. curvata

Genus Trichoderma mencakup kelompok ascomycetes yang digunakan

secara luas dalam industri karena kemampuannya menghasilkan enzim hidrolase

ekstraselular untuk degradasi lignoselulosa dalam jumlah besar (Miettinen,

2004). Trichoderma reesei (Gambar 2.1) yang dikenal juga sebagai Hypocrea

jecorina merupakan fungi mesofilik dengan kemampuan tinggi menghasilkan

enzim selulase secara efisien. Strain industrial dari Trichoderma reesei mampu

mencapai produksi protein ekstraselular hingga 100 g/L (Xiong, 2004).

Keunggulan lain dari T. reesei adalah mudah dan murah dikultivasi, tergolong

mikroorganisme yang aman karena tidak bersifat patogen dan tidak

menghasilkan mycotoksin atau antibiotik dalam kondisi produksi enzim.

Antony/13009105

Page 19: Produksi Enzim Selulase

14

Selulase yang dihasilkan juga resisten terhadap inhibitor kimia dan stabil di

dalam reaktor tangki berpengaduk pada pH 4,8, 50oC selama 48 jam atau lebih.

Kelemahannya adalah Trichoderma reesei tidak menghidrolisis lignin dan

selulase yang dihasilkan memiliki aktivitas spesifik yang rendah, terinhibisi oleh

produk, mengandung sedikit selobiase, dan mengalami inaktivasi pada

temperatur di atas 50oC (Ryu dkk, 1980).

Untuk meningkatkan produktivitas enzim selulase, berbagai strain mutan

T. reesei telah dikembangkan dari strain induk T. reesei QM6a yang diisolasi

oleh Natick Laboratory. Mutasi strain umumnya dilakukan dengan perlakuan

sinar ultraviolet maupun perlakuan dengan nitrosoguanidine (FAO, 1997). Tabel

2.2 menunjukkan perkembangan strain mutan T. reesei dari jenis T. reesei

QM6a.

Tiap strain mutan memiliki karakteristiknya masing-masing dalam

menghasilkan jumlah enzim selulase. Salah satu pengujian produktivitas strain

mutan dilakukan oleh FAO (1997) dengan menggunakan kultur batch dalam

fermentor 5 L. Sumber karbon yang digunakan adalah Avicel dengan

konsentrasi 6%. Temperatur diatur pada 28oC dan fermentasi selama 7 hari.

Perbandingan produktivitas selulase dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Antony/13009105

Page 20: Produksi Enzim Selulase

15

Tabel 2.2. Beberapa jenis mutan Trichoderma reesei produksi selulase kadar tinggi(sumber: Xiong, 2004)

Tabel 2.3. Produktivitas selulase dari mutan T. reesei dalam kultur batch (sumber: FAO, 1997)

Mutant CMCase (U/ml)

FPU (U/ml)

ß-Glucosidase (U/ml)

Extracellular protein (mg/ml)

QM-941 4 60 6.1 3.2 10KY-746 88 7.2 3.5 11K-14 106 12 1.1 17KDR-27 150 18 2.9 20KDG-3 324 19.5 7.7 23PC-3-7 345 21 6.7 24PCD-10 385 22.4 6.4 28CDU-11 330 19 17.4 235-L jar fermentor, 6% Avicel, 28/C, 7 days

2.2 Subtrat dan Medium Fermentasi

Menurut Mandels dkk. (1956), T. reesei dapat tumbuh pada susbtrat selulosa, laktosa,

glukosa, dan selobiosa. Selulosa dan laktosa merupakan induser gen selulase, sedangkan

glukosa bukan induser. Konsentrasi glukosa awal yang tinggi diperlukan untuk produksi

selulase, tetapi selulase tidak muncul hingga glukosa dipisahkan dari medium. Beberapa

senyawa yang mungkin terbentuk dari glukosa seperti pati, maltosa, trehalosa, dan β-

metil glukosida, mendukung pertumbuhan yang baik tetapi tidak menginduksi selulase.

Antony/13009105

Page 21: Produksi Enzim Selulase

16

Kemungkinannya adalah glukosa dimetabolisme menjadi induser lain seperti β-

glukosida.

Penelitian lebih lanjut oleh Mandels dkk. (1959) menunjukkan bahwa selobiosa

juga merupakan induser bagi produksi selulase. Untuk menjadi induser, suatu senyawa

harus dapat mencapai sisi produksi enzimnya. Selulosa merupakan senyawa yang tidak

larut dalam air, sehingga pada saat itu diragukan kemampuannya sebagai induser bagi

produksi selulase. Beberapa senyawa turunan selulosa yang dapat larut tidak dapat

menjadi induser yang baik untuk produksi selulase. Induser alami yang baik merupakan

hasil hidrolisis selulosa. Oleh karena itu, mekanisme produksi selulase dengan induser

selulosa yang tidak larut dijelaskan sebagai berikut.

1. Pada keadaan tidak terinduksi, mikroorganisme tetap menghasilkan enzim

selulase dalam jumlah sedikit.

2. Enzim tersebut kemudian menyerang selulosa dan menghidrolisisnya

menjadi senyawa lain termasuk selobiosa.

3. Senyawa hasil hidrolisis tersebut menjadi induser sehingga dihasilkan enzim

selulase lebih banyak untuk hidrolisis selulosa.

Meskipun substrat selobiosa (4-O-β-D-Glucopyranosyl-β-D-glucopyranose)

merupakan induser bagi produksi selulase, akan tetapi perolehan enzimnya lebih rendah

dibanding menggunakan substrat selulosa. Hal ini disebabkan karena faktor inhibisi dan

inaktivasi. Untuk mengatasinya, laju pertumbuhan perlu diperlambat.

Berdasarkan laporan dari Natick Laboratory (1981), T. reesei juga dapat

menggunakan sophorosa (Gambar 2.2) sebagai indusernya. Pada konsentrasi 10-5 M,

sophorosa (2-O-β-D-Glucopyranosyl-α-D-glucopyranose) merupakan induser yang baik

bagi endo- dan ekso-β-1,4-glukanase, tetapi tidak menginduksi selobiase. Laktosa juga

merupakan induser yang baik, akan tetapi perolehan enzim tertinggi diperoleh jika

selulosa yang menjadi indusernya.

Antony/13009105

Page 22: Produksi Enzim Selulase

17

Gambar 2.2. Perbandingan struktur beberapa substrat induser enzim selulase; kiri: sophorosa; tengah: salisin; kanan: selobiosa (sumber: www.chemspider.com)

Penggunaan substrat selulosa untuk produksi enzim selulase memerlukan biaya

tinggi karena substrat murni selulosa cukup mahal. Penggunaan substrat lain seperti

laktosa, sophorosa, selobiosa, salisin, dan senyawa hidrolisis selulosa lainnya dapat

menginduksi enzim selulase. Akan tetapi perolehan enzim selulase lebih rendah

dibanding substrat selulosa. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menekan biaya

produksi dan mendapatkan produktivitas cukup tinggi adalah menggunakan campuran

substrat tersebut. Penelitian yang marak dilakukan sekarang adalah memanfaatkan

bahan yang lebih murah sebagai substrat seperti jerami padi dan limbah pertanian

dengan kadar lignoselulosa tinggi.

Mandels dkk. (1956) menemukan bahwa beberapa ion logam diperlukan untuk

produksi selulase. Magnesium (Mg2+) diperlukan untuk produksi selulase, tetapi ketika

konsentrasinya ditingkatkan, menunjukkan aktivitas inhibisi. Kalsium diperlukan untuk

menghasilkan selulase, tetapi tidak untuk pertumbuhan kecuali dalam selulosa murni.

Ion anorganik lain yang diperlukan adalah mangan, zinc, fosfat, sulfat, kobalt, dan besi.

Tabel 2.4 menunjukkan komposisi larutan anorganik untuk medium fermentasi

dengan menggunakan mikroorganisme T. reesei. Bahan lain yang perlu ditambahkan

sebagai medium fermentasi meliputi substrat (selulosa atau substrat lain), anti-foaming,

dan ekstrak ragi (Warzywoda dkk, 1988). Menurut Cho (1990), proses fermentasi

menggunakan T. reesei harus dilakukan dalam kondisi aerobik. Udara dengan

kandungan 6 hingga 12 persen oksigen dapat digunakan (umumnya 10 persen).

Campuran medium fermentasi dengan komposisi tertentu kemudian disterilkan

dan diatur kondisinya. Warzywoda dkk. (1988) dalam prosesnya menggunakan 0,5 L

campuran pada Tabel 2.4, 2 gram ekstrak ragi, 160 gr selulosa, dan 2 mL anti-foam.

Medium tersebut kemudian dimasukkan ke dalam fermentor dan disterilisasi

Antony/13009105

Page 23: Produksi Enzim Selulase

18

menggunakan autoklaf selama 20 menit pada temperatur 120oC. Setelah didinginkan,

temperatur medium diatur pada 27oC dan pH 5. Fermentor kemudian dicampurkan

dengan 200 mL kultur cair T. reesei (dalam percobaan Warzywoda menggunakan strain

CL847).

Tabel 2.4. Komposisi garam anorganik untuk medium fermentasi T. reesei(sumber: Warzywoda dkk, 1988)

No. Garam Anorganik Komposisi

1. Kalium hidroksida (KOH) 3,32 g/L

2. Asam fosfat 85% (H3PO4) 4 mL/L

3. Amonium sulfat ((NH4)2SO4) 5,6 g/L

4. Magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) 1,2 g/L

5. Kalsium klorida (CaCl2) 1,2 g/L

6. Mangan sulfat (MnSO4) 6,4 mg/L

7. Zinc sulfat (ZnSO4.7H2O) 5,6 mg/L

8. Kobalt klorida (CoCl2) 8 mg/L

9. Besi sulfat (FeSO4.7H2O) 20 mg/L

2.3 Biosintesis Selulase

Selulase merupakan sistem enzim induktif. Induser terbaik adalah selulosa untuk

menghasilkan kompleks selulase yang lengkap. Disakarida seperti laktosa, sophorosa

(dua unit glukosa dengan ikatan β-1,2), dan selobiosa juga dapat menginduksi selulase.

Dalam kondisi terinduksi, gen selulase (cbh1, cbh2. egl1, egl2, egl 4, dan egl5)

menunjukkan aktivitas ekspresi secara terkoordinasi, dan ekspresi gen cbh1 paling

tinggi. Gen egl3 berekspresi ketika diinduksi oleh sophorosa. Gen cbh merupakan gen

enkoding selobiohidrolase dan gen egl merupakan gen enkoding endoglukanase.

Gen selulase mengalami represi jika terdapat glukosa oleh CRE1 (carbon

catabolite repressor element). Faktor transkripsi activator of cellulase expression

(ACE1 dan ACE2) dikenal mengatur promotor selulase dalam T. reesei. ACE2 akan

berikatan dengan promotor cbh1, dan merupakan aktivator dari gen selulase utama di

dalam kultur dengan selulosa sebagai induser. ACE1 juga mengikat promotor cbh1.

Delesi ace1 akan berakibat pada peningkatan ekspresi semua gen selulase utama di

Antony/13009105

Page 24: Produksi Enzim Selulase

19

dalam kultur dengan sophorosa dan selulosa sebagai induser, yang menunjukkan bahwa

ACE1 bertindak sebagai represor ekspresi selulase.

Penelitian tentang jalur sekresi protein dengan mekanisme molekular pada

sistem fungi filamentous termasuk T. reesei dilakukan untuk meningkatkan efisiensi

sekresi protein. Dalam fungi, pembentukan struktur protein, glikosilasi, pembentukan

ikatan disulfida, fosforilasi, dan perangkaian subunit terjadi dalam retikulum

endoplasma (ER). Peristiwa yang berhubungan dengan ER berkontribusi dalam

pembentukan protein dan dipercaya menjadi penyebab rendahnya perolehan dari produk

heterologous. Mekanisme UPR (unfolded protein response) mendeteksi keberadaan

protein yang belum folding (melipat) dan menginduksi sintesis enzim yang terlipat atau

terbentuk struktur tiga dimensinya.

Gen pdi1 berperan dalam enkoding protein disulfida isomerase, sebuah ER

foldase, yang telah diisolasi dari T. reesei. Promotor pdi1 memiliki dua elemen

potensial UPR (unfolded protein response) dan menunjukkan bahwa gen berada di

bawah kendali jalur UPR. Gen hac1 untuk enkoding faktor transkripsional UPR juga

telah diidentifikasi.

Pada mikroorganisme eukariotik, protein berpindah dari ER ke badan Golgi,

tempat modifikasi tambahan (glikosilasi) berlangsung. Struktur dan fungsi dari protein

yang disekresi dapat berubah selama proses glikosilasi. Secara umum, fungi filamentous

menghasilkan lebih banyak manosa tipe N-glikan dan O-glikosilasi yang efektif. O-

glikosilasi berperan penting dalam sekresi endoglukanase (EG1 dan EG2) dalam T.

reesei. Protein yang ada di vesikel sekretori dikemas dan ditujukan ke membran plasma

untuk disekresikan. Jalur sekresi juga melibatkan transport dari ER melewati kompleks

Golgi menuju membran plasma T. reesei (Miettinen, 2004).

2.4 Proses Produksi Enzim Selulase

Produksi selulase secara mikrobial kebanyakan menggunakan teknologi fermentasi

submerged (SmF) dan mikroorganisme yang digunakan sebagian besar adalah T. reesei.

Akan tetapi di alam, pertumbuhan dan penggunaan selulosa oleh mikroorganisme

aerobik menghasilkan selulase cenderung berupa fermentasi solid state dibanding kultur

cair. Keuntungan dalam hal pengendalian dan penanganan untuk kultur submerged

masih menjadi prioritas industri (Sukumaran, 2005).

Produksi selulase di dalam kultur merupakan growth associated dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor dan interaksinya. Dari semua induser gen selulase, laktosa adalah

Antony/13009105

Page 25: Produksi Enzim Selulase

20

satu-satunya yang paling ekonomis untuk dijadikan sebagai aditif dalam medium

fermentasi industrial. Sumber karbon yang digunakan untuk fermentasi selulase

komersial umumnya adalah biomassa berbahan selulosa termasuk jerami, sisa tanaman,

bagasse, limbah pabrik kertas, dan berbagai bahan lignoselulosa lainnya. Kebanyakan

proses dilakukan secara batch, dan pengembangan ke arah fed-batch dan kontinu terus

dilakukan karena memungkinkan produktivitas yang tinggi dengan mengurangi represi

akibat akumulasi gula pereduksi.

Fermentasi solid state semakin diminati karena diyakini dapat mengurangi biaya

produksi, tidak hanya dalam produksi enzim tetapi juga konversi bahan lignoselulosa

oleh mikroorganisme selulolitik. Akan tetapi untuk produksi skala besar, proses

submerged masih lebih diminati. Beberapa contoh produksi enzim selulase dengan

menggunakan proses berbeda dan skala yang diaplikasikan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Berbagai proses untuk produksi selulase telah dikembangkan dengan

menggunakan berbagai jenis mikroba. Warzywoda dkk. (1988) mempatenkan proses

produksi selulase yang terdiri dari dua tahapan:

1. Tahap pertama: Fermentasi secara aerobik medium kultur yang mengandung

T. reesei, senyawa nutrisi, dan sejumlah kecil selulosa dan gula.

2. Tahap kedua: Fermentasi aerobik secara kontinu dengan menambahkan gula

pada kecepatan tertentu, sehingga konsentrasi gula di dalam fermentor tetap

di bawah 0,3%-berat.

Tahap pertama dijalankan dengan fermentasi aerobik menggunakan medium kultur

mengandung strain T. reesei, garam anorganik, substrat karbon awal (minimal satu jenis

bahan mengandung selulosa) seperti pulp kertas atau selulosa murni, dan minimal satu

jenis gula terlarut, umumnya laktosa. Tahap pertama dijalankan secara kontinu tanpa

penambahan gula terlarut hingga waktu yang diperlukan untuk mengkonsumsi

sedikitnya 10% gula dan diperoleh konsentrasi gula di bawah 0,3%-berat. Penambahan

gula terlarut dilakukan pada tahap kedua.

Tabel 2.5. Produksi selulase-mikroorganisme, substrat, metode, dan skala yang digunakan(sumber: Sukumaran, 2005)

Mikroorganisme Substrat Metod

e

Skala

Aspergillus niger A20 Selulosa SmF Labu kocok

A. niger NRRL3 Kulit gandum SSF Labu

Bacillus pumilus CMCellulose atau SmF Labu kocok

Antony/13009105

Page 26: Produksi Enzim Selulase

21

Gliserol

Bacillus subtilis Sisa industri kedelai SSF Bioreaktor silinder

Melnocarpus

albomyces

Flok solka SmF Fermentor 700L

Penicillium decumbans Jerami gandum SSF Bioreaktor SSF

Streptomyces sp. T3-1 Selulosa

karboksimetil

SmF Fermentor 50L

Trichoderma reesei Xilosa/sorbosa SmF-

kontinu

Bioreaktor

T. reesei Willow dengan

perlakuan steam

SmF Fermentor 22L

T. reesei RUT C30 Selulosa SmF Bioreaktor dispersi

mikrogelembung

T. reesei ZU 02 Sisa tongkol jagung SSF Fermentor tray

T. viridae Bagasse tebu SmF Labu kocok

Berikut salah satu contoh proses yang diuraikan oleh Warzywoda (1988) di

dalam patennya. Sebuah larutan garam anorganik dengan komposisi seperti pada Tabel

2.4 dibuat. Sebuah fermentor yang mengandung 0,5 liter larutan garam anorganik

tersebut dicampur dengan 1,3 liter air, 2 gram ekstrak ragi, 25 gram pulp kertas, 2 mL

Tween 80 (produk dagang), 2 mL anti-foam, dan 7,5 gram laktosa. Fermentor kemudian

disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit pada 120oC. Setelah didinginkan,

temperatur medium diatur pada 27oC dan pH 5. Ke dalam fermentor kemudian

ditambahkan 200 mL kultur cair T. reesei strain CL847. Temperatur dipertahankan pada

27oC selama 24 jam pertama, kemudian diatur pada 25oC hingga periode kultivasi yang

diperlukan. Selama periode kultivasi, pH diatur 5 dengan menambahkan larutan amonia.

Konsentrasi oksigen terlarut dalam kultur dipertahankan 15%-berat dari konsentrasi

jenuh dengan pengaturan kecepatan stirrer dan laju aerasi. Setelah 23 jam, konsentrasi

laktoda dalam cairan (broth) fermentasi adalah 1,2 g/L, sehingga dilakukan penambahan

larutan gula (laktosa) steril. Larutan gula dibuat dari campuran laktosa dan larutan

garam anorganik sebelumnya. Untuk 1 liter larutan gula terkandung 250 gram laktosa

dan 0,625 liter larutan garam anorganik. Laju alir larutan gula ke dalam fermentor diatur

sehingga konsentrasi laktosa tidak mencapai 2 g/L selama periode kultivasi. Rata-rata

laju alir laktosa adalah 1,9 gram/jam hingga jam ke-100 dan 2,25 gram/jam hingga akhir

periode kultivasi. Setelah 145 jam, 1 liter larutan gula telah dimasukan ke dalam kultur.

Antony/13009105

Page 27: Produksi Enzim Selulase

22

Proses dihentikan, dan hasil analisis menunjukkan bahwa 246 unit selulase diperoleh

untuk tiap gram substrat karbon.

Zhuang (2006) dalam publikasinya membandingkan proses produksi enzim

selulase dengan cara fermentasi submerged (SmF) dan solid state cultivation (SSC).

Jika fermentasi dilakukan secara submerged maka diperlukan proses downstream untuk

mendapatkan enzim dari cairan hasil fermentasi, sedangkan fermentasi solid state tidak

memerlukannya (Gambar 2.3).

Dalam proses produksi enzim secara SmF (Gambar 2.4), mikroba awal

(contohnya C. thermocellum) disiapkan dan dipindahkan dari pendingin/freezer (-80oC)

ke dalam labu kocok steril (SFR-101) yang mengandung medium dan selulosa. Kultur

difermentasi pertama kali dalam labu kocok (SFR-101), kemudian dipindahkan ke

fermentor bibit #1 (SF-101) dan fermentasi kedua kali, dengan medium dan selulosa

(substrat) yang disiapkan oleh media blender #1 (MB-101) dan heat sterilizer #1 (HS-

101). Kemudian kultur dipindahkan ke fermentor bibit #2 (SF-102) dan fermentasi

ketiga kali, dengan medium dan selulosa dari media blender #2 (MB-102) dan heat

sterilizer #2 (HS-102). Terakhir kultur dipindahkan ke fermentor cair utama (LF-101)

dan difermentasi keempat kali, menggunakan substrat pulp kertas yang sebelumnya

disimpan pada sebuah hopper (HP-101). Medium terpisah dimasukkan ke dalam

fermentor cair utama. Emisi gas yang dihasilkan oleh fermentor dikeluarkan melalui

mixer (MX-101) dan penyaring udara (AF-101). Produk dari fermentor cair utama

adalah enzim selulase, dengan campuran beberapa residu dan air. Sebuah konsentrator

(EV-101) digunakan untuk menghilangkan air, dan sebuah freeze-dryer (FDR-101)

digunakan untuk menghilangkan air lebih lanjut membentuk produk akhir-selulase.

Konsentrasi dan freeze-drying merupakan proses downstream untuk proses SmF.

Untuk metode SSC (Gambar 2.5), hampir sama dengan proses SmF, dengan dua

perbedaan akibat substrat yang digunakan dalam bentuk solid.

1. Pulp kertas dan medium disterilisasi dalam drum sterilizer (SD-101), diaduk

dan dicampur dengan kultur dari fermentor bibit #2 (SF-102) dan

dipindahkan ke fermentor padat utama (SMF-101) menggunakan conveyor

steril (SC-101). Penggunaan drum sterilizer dikarenakan pengadukan sangat

susah dilakukan dalam fermentor padat.

2. Produk akhir-selulase dihasilkan dari fermentor padat dan jika ingin

digunakan secara on-site tidak memerlukan proses lebih lanjut. Proses on-

Antony/13009105

Page 28: Produksi Enzim Selulase

23

site misalnya untuk konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol secara

langsung.

Gambar 2.3. Diagram blok produksi enzim secara fermentasi submerged dan solid state(sumber: Zhuang, 2006)

Antony/13009105

Page 29: Produksi Enzim Selulase

24

Gambar 2.4. Spesifikasi proses untuk produksi enzim selulase dengan metode fermentasi submerged (sumber: Zhuang, 2006)

Antony/13009105

Page 30: Produksi Enzim Selulase

25

Gambar 2.5. Spesifikasi proses untuk produksi enzim selulase dengan metode fermentasi solid state (sumber: Zhuang, 2006)

Antony/13009105

Page 31: Produksi Enzim Selulase

2.5 Perolehan Produk Selulase

Produksi enzim selulase dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya jenis

mikroorganisme, jenis substrat, proses fermentasi, nutrisi, hingga kondisi operasi. Tabel

2.6 menunjukkan pengaruh jenis substrat terhadap perolehan enzim selulase (Cx) untuk

berbagai mikroorganisme. Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 menunjukkan pengaruh pH dan

temperatur terhadap perolehan selulase (mikroorganisme yang digunakan adalah

Aspergillus niger NRRL567). Pengaruh kondisi operasi seperti pH dan temperatur

sangat signifikan terhadap perolehan selulase. Oleh karena itu, sebelum proses

fermentasi perlu diketahui pH dan temperatur optimum operasi.

Tabel 2.6. Produksi selulase oleh fungi pada berbagai substrat(sumber: Mandels dkk, 1959)

Page 32: Produksi Enzim Selulase

27

Gambar 2.6. Produktivitas selulase oleh A. niger NRRL567 pada berbagai pH(sumber: Ghori, 2001)

Gambar 2.7. Produktivitas selulase oleh A. niger NRRL567 pada berbagai pH(sumber: Ghori, 2001)

Antony/13009105

Page 33: Produksi Enzim Selulase

DAFTAR PUSTAKA

Allen, F., Andreotti, R., Eveleigh, D.E., dan Nystrom, J. 2009. Mary Elizabeth Hickox

Mandels, 90, Bioenergy Leader. Journal of Biotechnology for Biofuels. 1

September 2009, Vol 2:22.

American Chemical Society. 2012. History of the Division: Cellulose, Paper and

Textile. ACS-Cellulose and Renewable Materials Division. Revisi: 12 Maret

2012. (http://cell.sites.acs.org/history.htm#cellulose. Akses: 12 Mei 2012)

Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan Bulanan: Data Sosial Ekonomi, Edisi Maret 2011.

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Belitz, H.D., Grosch, W., dan Schieberle, P. 2008. Food Chemistry, 4th ed. Berlin:

Springer-Verlag. (hal: 327-337)

Cho, M.Y. 1990. Fermentation of Trichoderma reesei and Apparatus Therefor. United

States Patent, No. 4952505. 28 Agustus 1990.

FAO. 1997. Renewable Biological Sytems for Alternative Sustainable Energy

Production. FAO Agricultural Services Buletin-128.

Flickinger, M.C. dan Stephen W.D. 1999. Encyclopedia of Bioprocess Technology:

Fermentation, Biocatalysis, and Bioseparation. New York: John Wiley & Sons,

Inc. (hal: 964-966, 1095-1103, 1895-1904)

Ghori, M.I. 2001. Production and Kinetic Study of Cellulases From Agricultural

Wastes. Thesis for the degree of Doctor of Philosophy in Chemistry: Bahauddin

Zakryia University, Pakistan.

Kuhad, R.C., Gupta, R., dan Singh, A. 2011. Microbial Cellulases and Their Industrial

Applications. Review Article of Enzyme Research. 9 Juli 2011, Vol. 2011, 10

pages.

Mandels, M. dan Reese, E. 1956. Induction of Cellulase in Trichoderma viride as

Influenced by Carbon Sources and Metals. Journal of Bacteriology. 23 Agustus

1956, Vol 73(2), pp. 269-278.

Mandels, M. dan Reese, E. 1959. Induction of Cellulase in fungi by Cellobiose. Journal

of Bacteriology. 19 Oktober 1959, Vol 79(6), pp. 816-826.

Miettinen, A. 2004. Trichoderma reesei Strains for Production of Cellulases for the

Textile Industry. Helsinki: VTT Biotechnology.

Page 34: Produksi Enzim Selulase

29

Natick R&D. 1981. Enzymantic Hydrolisis of Cellulose to Glucose. A Report on the

Natick Program, Natick, Massachusetts.

Nelson, D.L. dan Cox, M.M. 2008. Lehninger Principles of Biochemistry, 5th ed. New

York: W.H. Freeman and Company. (hal: 245-249)

Ryu, D.D.Y. dan Mandels, M. 1980. Cellulases: Biosynthesis and Applications. Journal

of Enzyme Microb. Technol. April 1980, Vol 2, pp. 91-102.

Soerawidjaja, T.H. 2009. Kimia Ringkas dan Sumber-sumber Potensial Bahan Nabati.

Disampaikan dalam kuliah Teknologi Kemurgi, Teknik Kimia-ITB.

Sukumaran, R.K., Singhania, R.R., dan Pandey, A. 2005. Microbial Cellulases-

Production, Applications, and Challenges. Journal of Scientific & Industrial

Research. November 2005, Vol. 65, pp. 832-844.

Warzywoda, M., Ferre, V., dan Pourquie, J. 1988. Process for Producing Cellulolytic

Enzymes. United States Patent, No. 4762788. 9 Agustus 1988.

Xiong, H. 2004. Production and Chareacterization of Trichoderma reesei and

Thermomyces lanuginosus Xilanases. Dissertation for the degree of Doctor of

Science in Technology: Helsinki University of Technology, Finlandia.

Zhuang, J. 2006. Economic Analysis of Cellulose Production Methods for Bioethanol:

Comparison of Liquid Versus Solid State Cultivation Approaches Using

Superpro Designer. Madison: University of Winsconsin.

Antony/13009105