Produk Halal Di Aceh

5
Produk ‘Halal’ Palsu Beredar http://aceh.tribunnews.com/2013/02/09/produk-halal-palsu-beredar Di Aceh Hanya 23 Produk Bersertifikat Halal MPU BANDA ACEH - Lebih dari 6.000 usaha Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) di Aceh dilaporkan tidak mengantongi sertifikat halal Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh atau Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berdasarkan data MPU, sejak 2007 hingga 2012 hanya 23 PIRT di Aceh yang bersertifikat halal MPU/MUI. (Lihat, Produk Bersertifikat MPU) “Ada kecenderungan selama ini, jika produsen menganggap hasil produksinya halal, mereka merasa tak perlu mengurus sertifikat halal ke MUI. Mereka bubuhkan sendiri label halalnya,” kata Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MPU Aceh, Dr Ir H Komala Pontas, kepada Serambi, kemarin. Diakuinya, hal ini terjadi karena minimnya sosialisasi yang dilakukan LPPOM MPU. Ke depan pihaknya akan menggelar workshop bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan mengundang PIRT yang ada di Aceh. Hal ini dinilai perlu dilakukan guna menyosialisasikan prosedur pengurusan sertifikat halal MPU/MUI serta menumbuhkan kesadaran produsen tentang hukum Islam. “Kepada konsumen diharapkan jeli membedakan label halal MPU atau MUI dengan label halal palsu yang beredar di pasaran. Label Halal MPU/MUI, selain bertuliskan halal dengan tulisan Arab lalu dipinggir lingkaran ada tulisan Majelis Ulama Indonesia, juga terdapat nomor seri,” jelasnya. Cara urus sertifikat

Transcript of Produk Halal Di Aceh

Page 1: Produk Halal Di Aceh

Produk ‘Halal’ Palsu Beredar

http://aceh.tribunnews.com/2013/02/09/produk-halal-palsu-beredar

Di Aceh Hanya 23 Produk Bersertifikat Halal MPU

BANDA ACEH - Lebih dari 6.000 usaha Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) di Aceh dilaporkan tidak mengantongi sertifikat halal Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh atau Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berdasarkan data MPU, sejak 2007 hingga 2012 hanya 23 PIRT di Aceh yang bersertifikat halal MPU/MUI. (Lihat, Produk Bersertifikat MPU)

“Ada kecenderungan selama ini, jika produsen menganggap hasil produksinya halal, mereka merasa tak perlu mengurus sertifikat halal ke MUI. Mereka bubuhkan sendiri label halalnya,” kata Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MPU Aceh, Dr Ir H Komala Pontas, kepada Serambi, kemarin.

Diakuinya, hal ini terjadi karena minimnya sosialisasi yang dilakukan LPPOM MPU. Ke depan pihaknya akan menggelar workshop bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan mengundang PIRT yang ada di Aceh. Hal ini dinilai perlu dilakukan guna menyosialisasikan prosedur pengurusan sertifikat halal MPU/MUI serta menumbuhkan kesadaran produsen tentang hukum Islam.

“Kepada konsumen diharapkan jeli membedakan label halal MPU atau MUI dengan label halal palsu yang beredar di pasaran. Label Halal MPU/MUI, selain bertuliskan halal dengan tulisan Arab lalu dipinggir lingkaran ada tulisan Majelis Ulama Indonesia, juga terdapat nomor seri,” jelasnya.

Cara urus sertifikat

Kepada Serambi, Komala juga merincikan tahapan pengurusan sertifikat halal MPU/MUI. Pertama, katanya, produsen mengurus izin ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Disperindag. Setelah mengantongi izin BPOM, produsen mengajukan permohonan sertifikat halal ke LPPOM MPU, dengan melengkapi persyaratan administrasi.

Pihak LPPOM MPU Aceh melakukan audit/evaluasi ke lapangan. Hasil evaluasi disampaikan dalam sidang MPU untuk penerbitan fatwa/sertifikat halal atau tidaknya produk tersebut. Selama ini, tambah Komala,

Page 2: Produk Halal Di Aceh

pihaknya masih menemui kendala karena terbatasnya dana operasional untuk audit ke lapangan serta belum adanya laboratorium untuk uji kehalalan.

Masih menurut Komala, ke depan akan ada perubahan prosedur yang disesuaikan dengan LPPOM Pusat, yaitu penambahan persyaratan seperti pemberlakuan Sistem Jaminan Halal (SJH) berupa audit internal dari produsen dengan mengajukan laporan per enam bulan kepada LPPOM MPU.(n)

* produk

bersertifikat mpu

- Kopi Gayo Coffee Café PT Genap Mupakat Gayo Spesialty Coffee

- Kopi Ulee Kareng/UD Ulee Kareng

- Kari Aceh, Soup Aceh, Rendang Padang, dan Kurma Aceh/Shan’

- Sirup Cap Menara

- Dendeng Aceh Cap Ikan Tenggiri UD Blang Raya

- Emping Melinjo Blang Rakal

- Biji Kopi Blang Rakal

- Dendeng Sapi Blang Rakal

- Kue Ade Kak Nah Meureudu

- Bakso Sapi Blang Rakal

- Roti Paten Bakery Paten Bakery

- Bubuk Kopi NA/NA Coffee

- Bubuk Kopi Rencong Aceh

- Emping Melinjo Mekar

- Emping Melinjo UD M Saad

- Emping Melinjo Koperasi Wanita Hareukat Poma

- Emping Melinjo UD Ataka Baru

- Emping Melinjo Araco

Page 3: Produk Halal Di Aceh

- Garam Viscos/CV Aqsa Prima

- Benara Coffee/PT Benara Coffee Gayo

- Roti Manis dan Tawar/UD Al Fayedh Bakery & Cake

- Bubuk Kopi UD Koprosa

- Abon, Ikan Kayu dan Dendeng UD Abon Ikan Thunnus

SNI Sepi Pendaftar

SEMENTARA itu, Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand) Aceh, sejak berdiri pada 2011, baru memfasilitasi 16 perusahaan dan mengeluarkan tiga Sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).

Ketiga perusahaan yang telah berlabel SNI tersebut adalah UD Tgk Aceh (produsen kopi bubuk), CV Lampoih Raya (produsen Air Minum Dalam Kemasan/AMDK), dan produsen semen impor Vietnam, Halong. Sementara itu lima perusahaan lainnya masuk dalam daftar tunggu.

Menurut Kepala Baristand Aceh, Ir Abd Rahman MT, minimnya perusahaan yang mendaftar karena kurangnya sosialisasi. “Saya berharap Pemerintah Aceh memaksimalkan keberadaan Baristand guna mendukung pertumbuhan industri daerah,” katanya kepada Serambi, kemarin.(n)

* pengajuan sertifikat sni

- Pemohon melakukan registrasi

- Kontrak kerjasama antara LS Pro Baristand dengan pemohon

- Pengkajian oleh tim evalusasi

- Keputusan sertifikasi produk

- Penerbitan sertifikasi

- Penyerahan sertifikat kepada pemohon

Page 4: Produk Halal Di Aceh

MPU Permudah Pengurusan Sertifikasi Halal

BANDA ACEH - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) Aceh, terus mempermudah pengurusan sertifikasi halal untuk kelompok usaha yang menciptakan suatu produk. Kemudahan yang diberikan antara lain, kelompok usaha tidak perlu lagi melampirkan NPWP (nomor pokok wajib pajak) dan akte notaris saat mengajukan permohonan sertifikasi.

“Khusus di Aceh, pemohon sertifikat halal tidak dikenakan biaya. Meskipun, hal itu menjadi kendala bagi kami untuk melakukan perjalanan saat melakukan pemeriksaan ke daerah-daerah,” ujar Drs Hasbi Yusuf, Pengurus LPPOM MPU Aceh, kepada Serambi, Senin (18/2).

Dia mengatakan, persyaratan untuk melampirkan akte notaris dan NPWP --seperti yang berlaku sebelumnya-- itu dipandang memberatkan pemohon. Menurutnya untuk UKM persyaratan tersebut tidak diperlukan.(n)

Terkendala Dana

HASBI juga mengatakan, karena tidak dipungut biaya, pihaknya kini kesulitan untuk melakukabn pemeriksaan ke unit-unit usaha yang berada di luar Banda Aceh.

Ia pun berpendapat, ada baiknya dikenakan biaya kepada pemohon guna memudahkan proses sertifikasi. Biaya tersebut dapat diklasifikasikan menurut skala usaha yaitu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dikenakan Rp 2-3 Juta, dan usaha besar dikenakan Rp 3-4 juta. Namun di kalangan MPU sendiri, lanjut Hasbi, belum mengeluarkan suara bulat terkait hal tersebut.

“Oleh karenanya MPU mengajukan anggaran kepada pemerintah dan berharap ada dana untuk itu. Jika dana tersebut tersedia, nantinya kami bisa melakukan audit ke daerah di sepanjang pantai timur-utara dan barat-selatan Aceh,” tambahnya