PROBLEM ATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAW INAN BEDA AGAMA...
Transcript of PROBLEM ATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAW INAN BEDA AGAMA...
P R O B L E M A T IK A P E N D ID IK A N A G A M A A N A K D A LA M K E L U A R G A P E R K A W IN A N B E D A A G A M A DI K E L U R A H A N K A L IC A C IN G
K E C A M A TA N S ID O M U K T I K O T A S A L A T IG A T A H U N 2008
SK RIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
AENI M USTAFIDAH NIM : 121 04 011
JURUSAN TARBIYAHPROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)SALATIGA
2 0 0 8
DEPARTEMEN A G A M A RI
SEKOLAH TINGGI A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721W ebsite: www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: [email protected]
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 15 Agustus 2008
Penulis,
Aeni MustafidahNIM. 121 04 011
ii
DEPARTEMEN A G A M A RI
SEKOLAH TINGGI A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706,323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Dra. Djami'atul Islamiyah, M.Ag
DOSEN STAIN SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 3 eksemplar
Hal : Naskah skripsi
Saudari Aeni M ustafidah
Kepada
Yth. Ketua STAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari:
Nama : AENI MUSTAFIDAH
NIM : 12104 011
Jurusan / Progdi : TARBIYAH / PAI
Judul : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK
DALAM KELUARGA PERKAWINAN BEDA
AGAMA DI KELURAHAN KALICACING
KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA
TAHUN 2008
Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu 'alaikum, wr, wb
Salatiga, 15 Agustus 2008
Pembimbing
D ra. D jam i’a tu l Islam iyah, M.AgN IP /l 50 234 070
iii
DEPARTEMEN A G A M A RI
SEKOLAH TINGGI A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
J l Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721Website : www.stainsalatiea.ac.id E-mail: [email protected]
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudari : AENI MUSTAFIDAH dengan Nomor Induk Mahasiswa :
121 04 011 yang berjudul : ’’PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA
ANAK DALAM KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI
KELURAHAN KALICACING SIDOMUKTI KOTA SALATIGA TAHUN
2008”, Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Selasa, 16 September
2008 yang bertepatan dengan tanggal 16 Ramadhan 1429 H dan telah diterima
sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu
Tarbiyah.
16 September 2008 MSalatiga, -----------------------------------------
16 Ramadhan 1429 H
Panitia Ujian
IV
M OTTO
... IjU j I 1 j3 i j J l ltlb
Hai orang-orang yang 6eriman, pe&haraCaH dirimu dan {eCuargamu
dari api neraca. . ..(QJS. M 'Tahrirn: 6)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penuCis persembahkan untuki1. (Bapak- Ibunda tercinta, terkasih, tersayang yang
sefa.hu mem6im6ing, mend) 'akan dan mem6erikgn segalanya 6aik, moral maupun sprituah bagi kelancaran study ku, semoga Adah senantiasa meridhoinya
2. Kpkpk, (fan Adikku tersayang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi
3. (Buat teman-teman angkatan 20044. ‘Keluarga besar (Dot. Com thanks fo r tbeir help
VI
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat-Nya yang tiada
terhingga kepada seluruh makhluk, zat tempat bergantung dan memohon segala
hal dalam kehidupan. Sholawat dan salam kita sanjungkan kepada beliau Nabi
Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah
menghantarkan manusia pada jalan yang benar sesuai dengan perintah dan
petunjuk Allah SWT.
Penulisan skripsi ini tak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa
ada bantuan, dorongan serta bimbingan dari pihak-pihak tertentu yang terkait.
Namun, kebahagiaan tentu tidak dapat di sembunyikan dari terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
Tak lupa penulis ucapankan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya
dan setulusnya atas semua bantuan, bimbingan dan partisipasinya, khususnya
kepada:
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Fatchurrahman, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Ibu Djami'atul Islamiyah, M.Ag selaku pembimbing dalam penulisan skripsi
ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya
dalam menuntut ilmu di STAIN Salatiga.
5. Bapak Agung Widi Istiyanto, SH, MH, selaku Kepala Kelurahan Kalicacing
dan Staf yang telah membantu memberikan data-data untuk penyusunan
skripsi ini.
6. Bapak Ibu, kakak dan adikku yang telah memberikan dorongan moril
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Tak lupa teman-teman (Dot.Com yang juga telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman sekelasku dan semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada Allah SWT, semoga semua
amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat
balasan yang berlipat ganda dan selalu mendapatkan hidayah serta ridho dari-Nya.
Amin.
Dengan berbagai keterbatasan pengetahuan dan lainnya yang dimiliki
penulis, tentunya dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat, barokah bagi penulis
khususnya dan segenap pembaca pada umumnya, serta bermanfaat bagi nusa,
bangsa dan negara.
Am in - amin yarobbal'alamin
Salatiga, 15 Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
DEKLARASI....................................................................................................... ii
NOTA PEMBIMBING...................................................................................... iii
PENGESAHAN................................................................................... ............... iv
MOTTO................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR......................................................................................... vii
DAFTAR IS I ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Definisi Operasional........................................................... 5
C. Pokok Masalah................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian................................................................ 7
E. Metode Penelitian............................................................... 7
F. Sistematika Penelitian........................................................ 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Anak.................................................... 11
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ........................ 12
2. Pandangan Islam Tentang Anak................................ 14
B. Metode Pendidikan Agama............................................... 18
1. Metode Ceramah......................................................... 20
2. Metode Tanya Jawab................................................... 20
3. Metode Diskusi............................................................ 21
4. Metode Demonstrasi dan Eksperimen...................... 21
IX
5. Metode Pemberian Tugas dan Resitasi..................... 21
6. Metode Kerja Kelompok........................................... 21
C. Perkawinan Beda Agama................................................. 21
1. Pengertian................................................................... 21
2. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam... 22
3. Sebab-Sebab Perkawinan Beda Agama................... 28
4. Problem Perkawinan Beda Agama........................... 31
5. Problem Pendidikan Agama Anak Dalam
Keluarga Beda Agama................................................ 36
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Data Umum......................................................................... 39
B. Data Khusus........................................................................ 41
1. Latar Belakang orang Tua Melakukan Perkawinan
Beda Agama...................................................................... 41
2. Sikap Keluarga Terhadap Keluarga Yang Kawin
Beda Agama...................................................................... 45
3. Sikap Lingkungan Terhadap Keluarga Yang Kawin
Beda Agama...................................................................... 47
4. Aktifitas Ibadah Keluarga Yang Kawin Beda Agama... 47
5. Bentuk Pendidikan Agama Anak.................................... 51
6. Cara atau Metode Yang Digunakan Dalam Mendidik
Agama Anak...................................................................... 54
7. Materi Pendidikan Agama Yang Diberikan................... 57
BAB IV ANALISIS DATA
A. Latar Belakang Orang Tua Melakukan Perkawinan
Beda Agama........................................................................ 58
1. Karena Rasa Cinta Yang Berlebihan....................... 58
x
2. Karena Kurangnya Pengetahuan Tentang Agama... 59
3. Kesalah Pengertiannya Akan Makna Agam a.......... 60
B. Problem Yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Beda
Agama...................................................................................... 61
1. Terjadinya Erosi Im am ................................................... 61
2. Terjadinya Pola Hidup Sekuler..................................... 62
3. Salah Satu Pasangan Terkucil....................................... 62
C. Problem Pendidikan Agama Anak Dalam Keluarga
Perkawinan Beda Agama di Kelurahan Kalicacing....... 62
1. Menimbulkan Stressor Kewajiban Pada A nak........ 63
2. Menimbulkan Kebingungan Anak dalam
Memiliah Agama Yang Dianut...................................... 63
3. Dapat Memperbesar Prosentase Kekacauan
Pendidikan A nak............................................................. 64
D. Bentuk Pendidikan Agama Yang Diberikan Oleh
Orang Tua Yang Kawin Beda Agama................................ 65
E. Metode Yang Digunakan Orang Tua Yang Kawin
Beda Agama Dalam Mendidik Agama A nak..................... 66
F. Materi Yang Diajarkan Oleh Keluarga Yang Kawin
Beda Agama............................................................................ 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 67
B. Saran-Saran............................................................................. 70
C. Penutup.................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
XI
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan buah ha(i, tumpu;m, dan garapan dari keluarga selain
itu juga anak adalah amanat dari Allah diberikan kepada orang tua, maka
Islam menugaskan kepada umatnya (orang tua pendidik) agar memberikan
pendidikan terhadap anaknya, terutama dalam hal ini pendidik agama.
Pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak merupakan sesuatu
yang penting, yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua, karena anak-
anak merupakan cikal bakal generasi penerus dari sebuah bangsa. Kunci
utama keberhasilan pendidikan ini terletak kepada orang tua, sejak dari
kelahiran anak sampai berangsur-angsur menjadi orang yang dewasa.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H. Clark berjalin dengan
unsur-unsur sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah
yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleksnya.
Namun demikian melalui fungsi-fungsi yang masih sangat sederhana tersebut,
agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan
tenaga kejiwaan ini agama itu berkembang menurut W.H. Clark :4
sebagaimana dikutip oleh Dr. Jalaludin. Dalam kaitan itu terlihat peran
pendidikan keluarga dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak. Maka
1
tak mengherankan jika rosul menekankan tanggung jawab itu pada kedua
orang tua.1
Menurut Rasulullah SAW fungsi dan peran orang tua mampu untuk
membentuk keyakinan anak-anak mereka. Menrut beliau setiap bayi yang
dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan
agama akan dianut anak sepenuhnya tergantung dar bimbingan, pemeliharaan
dan pengaruh kedua orang tua mereka.
* » > *•Sjkiil ^1 J - ^ : f C? : J y * 0 ^ ^ (j )
y
o lj j j <01ySSoj <01i^J o\y\}
“Dari Abi Hurarah ra. Dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka atas kedua orang yang menjadi Yahudi atau Nasrani, atau M ajusi". (HR. Muslim)
Untuk dapat menjalankan tugas yang berat sebagai orangtua ini maka
perlu adanya kesiapan mental dan persamaan prinsip dari pasangan remaja
sebelum memasuki jenjang pekawinan. Perkawinan adalah kecenderungan
fitri dalam perjalanan sejarah umat manusia. Oleh karenanya Islam sebagai
agama fitri mengaturnya sebagai bagian dari ajaranya, sehingga perkawinan
dalam perspektif Islam, mengandung dimensi religius yang kental.
Sebagai gejala fitri, t asa cinta sebagai landasan diberlakukanya
perkawinan dapat saja terjadi pada siapa saja dan kepada siapa saja tanpa
memandang batas-batas suku, ras, bangsa, agama dan sebagainya. Sehingga
perkawinan antar agama merupakan realitas sosiologis dan hampir seluruh 1 2
1 Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998, him. 2047.2 Ibid.,
3
agama mengaturnya walaupaun masing-masing agama memberikan
kesimpulan yang berbeda-beda terhadapa tidaknya perkawinan antar agama.3
Dr. Rebecca Liswood dalam bukunya u First Aid fo r The Happy
Marriage” sebagaimana dikutip Mahmuddin Sudin mengatakan bahwa
“inferfaith marriage” (Perkawinan antar agama) termasuk ke dalam
“marriages with built in problem” yakni perkawinan yang banyak
mengandung persoalan kedalam rumah tangga.4
Menurut sang doctor yang berpengalaman dan mengkhususkan dalam
bidang perkawinan ini, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dalam
bidang tersebut mengatakan bahwa sangat sukar meyakinkan generasi muda
untuk merenungkan secara hakiki tentang perkawinan beda agama, mereka
senantiasa akan menghadapi persoalan-persoalan yang sungguh menegangkan
dan menentukan generasi muda senantiasa menolak dan selanjutnya
meyakinkan dirinya bahwa cinta akan dapat mengatasi segala-galanya.5
Setiap pasangan suami istri yang ideal senantiasa menginginkan satu
rumah tangga yang senantiasa stabil. Dan ini sudah pasti merupakan
pengharapan-pengharapan dan keinginan bersama dari setiap mereka yang
menikah.
Sebaliknya dalam kenyataan, banyak teijadi marriage conflicts atau
konflik-konflik rumah tangga yang berbeda tajam antara apa yang diharap-
harapkan. Diantara penyebabnya yaitu kurangnya penikiran dan penelitian
3 Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim Juz IV, (Indonesia: Maktabah Dahlan, 1.1.), him. 2004.
4 Mahmoudin Sudin, Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: Yayasan Sarana Keluarga, 1985, him. 31.
5 Ibid.
4
yang menimbulkan pengertian-pengertian terhadap unsur-unsur penyebab
ketidakstabilan satu rumah tangga.6
Anak merupakan buah perkawinan yang sangat membutuhkan orang
tua untuk memberikan pendidikaa agama, dalam proses pendidikan banyak
masalah yang akan dilontarkan anak pada orang tua, misalnya anak
menanyakan tentang siapa Tuhan itu, dimana surga dan neraka itu, siapa yang
membuat alam ini dar. sebagainya, untuk menjawab persoalan maka sangat
diperlukan adanya persamaan persepsi, prinsip, pemikiran dari orang tua
untuk memberikan dan membawanya agar anak menyadari dan melaksanakan
apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang agama, serta
mengerjakan hal-hal yang baik dan beramal shaleh.
Dari fenomena yang ada, tampaknya para pemuda yang melakukan
perkawinan antar agama hanya karena dorongan rasa cinta yang berlebihan
dan kebutuhan lahiriah saja. Tapi kenyataan yang mereka bina tak seperti yang
mereka harapkan, bahkan tidak sedikit rumah tangga yang berantakan, sering
cekcok, tidak direstui orang tua dan terakhir dengan perceraian, sehingga anak
menjadi korban, padahal menurut agama Islam tujuan perkawianan yaitu
mencari ridho Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam
masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.7
Berangkat dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan riset
dengan judul : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM
KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KELURAHAN
6 Ibid., him. 9-10.7 H. H i Iman Hadi Kusuma, Hukum sl Perka Indonesia, Mandar Maju, 1990, Dandung'
him. 24.
KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA TAHUN
2008.
B. Definisi Operasional
Untuk memberikan batasan-batasan yang jelas dalam skripsi ini,
penulis perlu menegaskan istialh-istilah dalam judul diatas.
1. Problem Pendidikan Agama Anak
Problem mempunyai arti persoalan atau permasalahan.8 Sedangkan
pendidikan agama berperan penting dalam kehidupan anak, usia
merupakan basic yang harus diberikan lebih dahulu sebelum mengenal
ajaran-ajaran lain dalam rangka membentuk kepribadian jasmani, rohani
yang agamis, sehingga dengan agama merupakan pendidikan dasar yang
harus diberikan pada anak sebelum ia memperoleh ajaran-ajaran yang lain.
Tujuan pendidikan agama (Islam) yaitu: Menciptakan manusia yang
berakhlak Islam, beriman, bertaqwa, dan meyakininya sebagai suatu
kebenaran, serta berusaha dan mampu membuktikanya sebagai kebenaran
tersebut melalui akal, rasa, feeling di dalam seluruh perbuatan dan tingkah
lakunya sehari-hari.9
Pendidikan agama yang dimaksud penulis yaitu pendidikan agama
Islam, merupakan usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian
anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran
8 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, him. 38.
9 Zakiah Darajat, Islam untuk Disiplin Ilmu Pedidikan, Bulan Bintang, Jakarta, 1987,him. 137
6
Islam, memikirkan, memutuskan, berbuat dan bertanggungawab sesuai
nilai-nilai Islam.10 11
2. Keluarga
Keluarga adalah seisi rumah, anak, bini, batin, kepala keluarga
yang menjadi kepala keluarga.11
3. Perkawinan Beda Agama
Perkawinan dalam bahasa Arab adalah “nikah” arti nikah ada 2
yaitu arti sebenarnya dan arti kiasan. Arti sebenarnya nikah adalah “dham”
yang artinya menghimpit, menindih, atau berkumpul, arti kiasannya sama
dengan “wathaa ”, yang artinya bersetubuh.
Menurut syara’, nikah itu pada hakikatnya adalah “aqad”, antara
calon suami istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami
istri.12 Aqad artinya ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan
qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.13
Sedang yang dimaksud perkawinan antar agama, menurut Islam
perkawinan orang Islam (pria atau wanita) dengan orang bukan Islam (pria
atau wanita).
10 Zuhairini, dkk., Filsafat pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, him. 152.11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976,
him. 731.‘2 Asmin, SH, Status Perkawinan Antar Agama Petinjau dari Undang-undang
Perkawinan No. 1/1974, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986, him. 28.13 H. Mahmud Yunus, Hukum perkawinan dalam Islam, PT. Hidayakarya Agung, Jakarta,
pasal 1, t.t, him. 1
7
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana model pendidikan anak dalam lingkungan keluarga beda
agama?
2. Apa problem yang muncul pada pendidikan agama anak dalam lingkugan
keluarga beda agama?
3. Apa solusi yang ditempuh untuk menyelasaikan problem pendidikan
agama dalam lingkungan keluarga beda agama?
D. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana keadaan keluarga yang kawin beda agama,
di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui problem apa yang dialami orang tua yang kawin beda
agama dalam mendidik agama anak.di Kelurahan Kalicacing Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan jiw a anak dalam keluarga
beda agama, di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
E. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi anak-anak dalam pendidikan agama Islam dan dari pedoman tersebut.
Dalam menerapkan pembelajaran pendidikan agama Islam melalui pendekatan
ini. Disamping itu, penulis juga berharap bahwa gambaran pendekatan yang
8
telah dihasilkan melalui penelitian akan dapat memberikan kontribusi yang
positif bagi dunia pendidikan kita. Pendidikan agama kepada anak, meliputi:
1. Materi pendidikan agama
2. Bimbingan orang tua
3. Metode orang tua dalam mendidik agama terhadap anak.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan pendekatan penelitian
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu: Tehnik lapangan {Field research). Tehnik ini dilakukan guna
mendapatkan data-data dari kancah, tempat terjadinya kejadian atau kasus.
2. Tehnik pengumpulan data
a. Wawancara bebas terpimpin
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang
problem yang dihadapai orang tua yang berbeda agama dalam
mendidik agama anak. Wawancara yang menggunakan pedoman
pertanyaan, tetapi pada prakteknya tidak harus urut sesuai dengan
urutan pertanyaan.
b. Observasi Partisipasi
Tehnik ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kedaan
keluarga yang kawin beda agama. Dalam hal ini saya mengunjungi
keluarga yang beda agama.
9
c. Dokumentasi
Dokumentasi menggunakan pendekatan dokumentasi formal,
yaitu dilakukan untuk mendapatkan data umum tentang gambaran
umum keadaan keluarga yang beda agama. Dalam hal ini saya
mempelajari tentang bagaimana interaksi antara sesama anggota
keluarga
3. Metode Analisis Data
Analisa data dapat diartikan sebagai sebuah teknik yang dapat
digunakan untuk memberi arti kepada beratus-ratus atau bahkan beribu-
ribu, lembaran catatan pernyataan dan perilaku dalam catatan.14 Definisi
yang lain menerangkan bahwa analisa data adalah teknik yang digunakan
untuk memperoleh keterangan dari isu komunikasi yang disampaikan
dalam bentuk lambang.15
Hal itu dapat disimpulkan bahwa analisa data merupakan teknik
dalam memaknai, atau menafsirkan data-data yang diperoleh. Berdasarkan
teori yang ada, dengan melihat hasil observasi, wawancara, dan
sebagainya, peneliti akan menganalisa semua data tersebut yang
selanjutnya dapat disimpulkan apakah problematikan pendidikan agama
anak dalam keluarga perkawinan beda agama di Kelurahan Kalicacing
Kecmatan Sidomukti Kota Salatiga tersebut.
14 Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Karya, Bandung, 1999, him
15 Ibid, Him 123122.
10
Dengan demikian problem atau fokus penelitian dapat dirumuskan
kembali secara lebih luas atau lebih sempit. Pelaksanaan analisis data
tersebut dilakukan selama di lapangan.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
BABI : Pendahuluan, meliputi: Latar belakang masalah, Definisi
Operasonal, Pokok Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
penelitian sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Landasan teori, terdiri atas: a) Pendidikan agama anak meliputi:
Pengertian pendidikan agama, Pengertian pendidikan agama anak,
Metode pendidikan anak b) Perkawinan beda agama, meliputi:
Pengertian perkawinan beda agama, perkawinan antar orang yang
beda agama menurut hukum Islam, Sebab-sebab timbulnya
perkawinana beda agama, Problem perkawinan beda agama, c)
Problem pendidikan agama anak dalam keluarga beda agama.
BAB III : Laporan hasil penelitian, meliputi: a) Diskripsi Umum letak
Geograris, Keadaan penduduk, Kondisi sosial ekonomi, Kondisi
sosial keagamaan, b) data hasil wawancara, meliputi: Data
tentang keadaan keluarga yang kawin beda agama, Data tentang
problem yang dialami orang tua yang kawin beda agama dalam
mendidik agama anak. Di kelurahan Kalicacing Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga.
BAB IV : Laporan hasil penelitian dalam bentuk analisis dengan
menggunakan metode induksi analitik
BAB V : Penutup, meliputi: Kesimpulan, Saran-saran penutup.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Anak
Menurut al-Ghozali, sebagaimana dikutip oleh Drs. H.M. Arifin,
M.Ed, dalam bukunya yang berjudul “Hubungan Timbal Balik Pendidikan
Agama Dilingkungan Keluarga Dan Sekolah” orang tua sebagai pendidik
yaitu melatih anak-anak sebagai suatu hal yang sangat penting, karena anak
sebagai amanat bagi orang tuanya. Hati anak suci bagaikan mutiara
cemerlang, bersih dari segala ukuran serta gambaran, ia dapat menerima
segala sesuatu yang diukirkan diatasnya dan condong kepada apa yang
dicondongkan kepadanya. Maka apabila ia dibiasakan kepada kebaikan,
jadilah ia baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Orang tuanya turut
mendapat pahalanya. Tetapi apabila ia dibiasakan kearah kejelekan, maka
celakalah ia, sedang wali dan para pendidiknya mendapat dosa.1
Berikut ini penulis akan mencoba membahas pengertian pendidikan
agama anak, kemudian penulis lanjutkan dengan membahas mengenai metode
yang dipakai dalam pendidikan agama Islam karena metode berperanan
penting dalam menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. 1
1 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Dilingkungan Keluarga, Bulan Bintang , Jakarta, 1976, him 75
11
12
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Untuk menjelaskan pengertian pendidikan agama Islam, terlebih
dahulu akan penulis kemukakan pengertian pendidikan.
Pengertian pendidikan secara sederhana yaitu segala usaha orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaannya. Atau lebih
jelas lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh
orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan
rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.2
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai
suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik.3
Sedangkan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan
diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi kegenerasi
yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada didalam suatu lingkungan
budaya tertentu.4
Dengan adanya beberapa pengertian pendidikan tersebut dapat
diambil pengertian bahwa pendidikan merupakan proses sosial yang
membantu manusia untuk berkembang sesuai dengan fase perkembangan
menuju kepada cita-cita pendidikan.
2 Galim Purwanto, Ilmu Pendidikan, Bandung, Remaja Karya, Jakarta 1986, him3 Limar Tirta Rahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000,
4 Ibid., him. 33.him 34
13
Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam
menurut pendapat beberapa Sarjana Islam, memberikan batasan :
a. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan agama Islam ialah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran agama Islam.5
b. Menurut M. Arifin
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadian.6
c. Menurut Zuhairiani
Pendidikan agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis
dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam.7 8
Sedangkan tujuan utama dari pendidikan Islam ialah membina dan
mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus
mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan syariat-
o
syariat Islam secara besar sesuai pengetahuan agama.
5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif,Bandung,, 1987,him 23
6 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, cet. 1, him 10.7 Zuhairini, Dkk, M etodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Ampel, Malang, 1983, him 278 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991,
him. 5.
14
Dengan adanya pengertian-pengertian pendidikan agama Islam
tersebut, memberikan gambaran bahwa manusia harus belajar serta
menyiapkan pribadi agar didalam masyarakat kelak dapat bertindak sesuai
dengan perintah ajaran Islam.
2. Pandangan Islam tentang anak
a. Anak lahir dengan membawa fitrah
Dalam pandangan Islam anak lahir telah dibekali oleh Allah
dengan adanya fitrah beragama, sebagaimana disebutkan dalam QS.
A r-R um : 30
z' / / z' ✓ 6 5 fl j?
JiU \\ ji*AS1 S j i j J i/ " / / / / z'
< r • > ^ V \ 3 \ % p i ^ jM o t o 411/ / / /
Artinya : “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah, tetaplah atas) fitrah-fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah A llah Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’ (Ar-Rum : 30).9
b. Anak dapat terpengaruh lingkungan
Disisi lain Islam memandang bahwa anak dalam
perkembangannya dapat terpengaruh lingkungan. Hal tersebut
sebagaimana dilukiskan oleh sebuah Hadist.
Depag RI, op. cit., him. 645.
15
• j J 6 • J j Aj ajlP <t}il5j s j * <y ' j * •• •* «• •
Ajl yaAj ©I>\j5 3 jk il JS' a!j » Vj 3j !j ^j- U
*( j j w ^ p - ' )
Artinya : “Dari Abi Hurairah r a. Dia berkata : bahwa Rasulullah SAW. Telah bersabda : setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan flrrah (suci), maka atas kedua orang tuanya ia menjadi yahudi atau nasrani atau Majusi (HR. Muslim)”.10 11
Dari ayat dan Hadist tersebut jelas bahwa pada dasarnya anak
telah membawa fitrah beragama dan kemudian tergantung pada
pendidikan selanjutnya. Pendidikan didalam keluarga merupakan
pendidikan kodrati. Apalagi setelah lahir, pergaulan diantara orang tua
dan anak-anaknya yang diliputi rasa cinta kasih, ketentraman dan
kedamaian anak-anak akan berkembang ke arah kedewasaan dengan
wajar.11
Pendidikan dalam keluarga juga merupakan dasar
perkembangan dari pendidikan anak pada saat berikutnya.
Adapun pendidikan yang dilaksanakan di dalam keluarga ada
yang disengaja dan ada yang tidak disengaja, pendidikan yang
disengaja antara lain : mengajarkan berkelakuan baik, memberikan
pelajaran agama dan sebagainya. Sedangkan pendidikan yang tidak
disengaja misalnya tingkah laku orang tua, hubungan keduanya baik
10 Imam Abu Husain bin Hajjaj, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, t-th. Juz IV, him. 204.
11 Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan dan Konseling Keluarga, Menara Mas Offset Yogyakarta, 1994, him. 20.
16
atau tidak, ini semua tanpa disadari lebih berpengaruh kepada jiwa
anak dari pada pendidikan yang disengaja. Maka keluarga yang baik,
orang tua hidup rukun dan damai akan dapat membentuk anak-anak
baik pula, tetapi sebaliknya keluarga yang berantakan, orang tua hidup
tidak tentram, suasana kacau akan membuat anak kacau tidak
tentram.12
Dalam kontek pendidikan, Islam menempatkan anak dalam
posisi yang sangat penting, karena tugas suci termasuk fardlu ain bagi
setiap orang tua, maka dosa besar bagi mereka yang tidak
memperhatikan pendidikan agama anak. Guru terbesar dalam Islam,
Nabi Muhammad SAW, mengingatkan bahwa siapa yang tidak
menyayangi anak maka bukan termasuk golongannya. Ancaman lebih
keras bagi mereka yang tidak memperhatikan yatim piatu. Kutukan
Nabi dan Allah akan selalu menimpanya serta mendapatkan sebuah
status tercela “Pendusta agama”.
Betapa pentingnya pendidikan agama anak, hingga Nabi
mengingatkan bahwa seorang calon bapak sudah semestinya
memikirkan calon anak sejak usia menseleksi calon ibunya. Karena
menurut Nabi, darah ibu dan ayah akan mengalir ke tubuh anak dan
sangat mempengaruhi masa depannya. Setelah anak berada di
kandungan ibu, seorang ayah dianjurkan meningkatkan tradisi prety.
Yakni tingkah laku kesalihan yang merupakan ekspresi syukur pada
12 Ib id ,
17
Allah dan kerinduan akan kelahiran putranya. Pada para ibu Nabi
berpesan bahwa surga berada pada telapak kaki ibunda : sebuah pesan
simbolik yang dalam dan mengagungkan tugas suci ibu. Peran ibulah
yang akan membawa sengsara atau bahagia anak.
Tegasnya pada kedua orang tua, Nabi memberi legitimasi
sebagai agen Allah dibumi yang paling berhak mendidik anak sejak
d in i: ridha Allah terletak pada ridha orang tua dan murka-Nya terletak
pada murka mereka pula. Layak tidak seorang anak meraih gelar
termulia “ Shalih dan muttaqin” disisi Allah masih harus dibuktikan
ijazah dan rekomendasikan yang diperoleh anak dari orang tua terlebih
dahulu.
Nabi menganjurkan agar setiap orang tua membacakan adzan
pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri bayi yang baru lahir.
Adzan dan iqamah merupakan ajakan kemenangan dalam arti yang
sebenarnya yakni al-Falah, true victory, kejayaan lahir batin, dunia
akherat. Alangkah indahnya ajaran Nabi yang menggambarkan
pendidikan sejak dini. Orang tua sebagai first schod dianjurkan mampu
memotivasi perkembangan anak secara total yang mencakup fisik,
emosi, intelektual senantiasa dan religius spiritual. Bahwa
perkembangan intelektual senantiasa dibarengi dan seirama dengan
perkembangan relijius ialah satu kenicayaan dalam pendidikan.13
13 Abdurrahman Mas’ud, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001, cet. 1, him 6-7.
18
Bagi umat Islam seharusnya anak lahir dan berkembang dalam
bimbingan, pengaruh dan pengarahan masyarakat dan kebudayaan
Islam jika diinginkan kelak mereka dewasa sebagai umat yang
bertaqwa.
B. Metode Pendidikan Agama
Menurut bahasa metode (method) berarti suatu cara kerja yang
sistematika dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan ia merupakan
jawaban atas pertanyaan “Bagaimana”. Methodik (methodie) sama artinya
dengan methodologi, (methodology) yaitu suatu penyelidikan yang sistematis
dan formulasi method-method yang akan digunakan dalam penelitian.14
Sedangkan methode mengajar ialah :
a. Merupakan salah sati komponen daripada proses pendidikan
b. Merupakan alat mencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu
mengajar
c. Merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan.15
Pendidikan agama merupakan suatu tugas yang pasti mempunyai
tujuan, agar tujuan itu dapat dicapai dengan cepat meyakinkan dan tepat, maka
perlu adanya suatu cara yang serasi.16 Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa cepat dan tidaknya tujuan dari pendidikan sangat ditentukan oleh
keserasian dalam menggunakan cara/methode.
14 Dir. Jend. Bin. Baga. Agama Islam, Methodik Khusus Khusus Pengajaran Agama Islam , Jakarta: 1984/1985, Cet. 2, him. 1.
15 Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983, Cet. 8, him. 79.
16 Dir. Jend. Bin. Baga. Agama Islam, op. cit, him. 1-1.
19
Methode mengajar sebagai alat pencapai tujuan, maka diperlukan
pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-
jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan
dan memilih methode mengajar yang tepat. Kekaburan didalam tujuan yang
akan dicapai menyebabkan kesulitan didalam memilih dan menentukan
metode yang tepat.17
Bertitik tolak dari pengertian metode sebagai salah satu cara untuk
mencapai tujuan, maka dapat dirumuskan pengertian metodologi pendidikan
agama adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai
tujuan pendidikan agama, dengan melalui berbagi aktivitas, baik didalam
maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah.18
Al-Qur’an al-Karim juga telah mengajarkan kepada orang tua cara
berbicara dengan anak-anaknya melalui contoh yang terkandung dalam surat
Luqman ayat 13 :
y / / 5 o > s t> s , t
p i p j & s £ p \ 'o\ is ' J i r i W A , &/ / x x
Artinya : “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “wahai janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang benar”.19
Teks Al-Qur’an ini mengarahkan secara halus kepada kedua orang tua
cara berbicara kepada anak-anaknya.20
17 Ib id ,18 Ib id , him 8019 Depag, Ibid. , him. 654.20 Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, Jakarta : Lentera, 1992, Cet. 1, him 216.
20
Para Rasul dalam menyampaikan dakwahnya juga menggunakan
metode, hal ini dapat kita lihat misalnya sebelum Nabi Musa. As.
Menjalankan misi dakwahnya, beliau berdoa : (surat Thaha : 25-28)
Artinya : “Berkata Musa : ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, mudahkanlah
Selain daripada itu, hampir semua bahan atau materi dakwah Nabi
Muhammad SAW. Sampaikan melalui metode ceramah.22 23
Metode pendidikan anak dalam keluarga :
1. Metode ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dimana
cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak didik
dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan
uraiannya, guru dapat mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain,
misalnya gambar-gambar, peta, dan alat peraga lainnya.
2. Metode tanya jawab
untukku urusanku dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka me ngeri perkataanku".21
Ialah penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan
pertanyaan dan murid menjawab atau suatu metode didalam pendidikan
21 Departemen Agama RI, op. c it., him. 47822 Zuhairini, op. c it., him. 86.23 Zuhairini, op. cit.., him 83
21
dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan atau materi
yang ingin diperolehnya.24
3. Metode diskusi
Ialah suatu metode didalam mempelajari bahan atau
menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat
menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.25
4. Metode demonstrasi dan eksperimen
Ialah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain
yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh
kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah jenazah dan sebagainya.26
5. Metode pemberian tugas atau resitasi
Adalah metode dimana murid diberi tugas khusus di luar jam pelajaran.27
6. Metode kerja kelompok
Metode kerja kelompok dalam rangka pendidikan dan pengajaran
ialah kelompok kerja dari kumpulan beberapa individu yang bersifat
paedagogis yang didalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik
(kerjasama) antara individu serta saling percaya mempercayai.28
C. Perkawinan Berbeda Agama
1. Pengertian
Perkawinan antar orang yang berlainan agama atau biasa disebut
perkawinan beda agama, merupakan diantara masalah kontemporer yang
24 Ibid., him. 8625 Ibid., him. 89.26 Ib id , him. 94.27 Ib id , him. 96-97.
2 2
saat ini masih banyak terjadi didalam kehidupan masyarakat. Kita
menyadari semakin banyaknya perkawinan beda agama antara orang Islam
(pria atau wanita) dengan orang bukan Islam (pria atau wanita). Gejala
perkawinan campur semacam ini selayaknya kita tanggapi secara arif
bijaksana, tidak hanya dengan perasaan prihatin dan was-was belaka.28 29
Di satu sisi, bila perkawinan beda agama dihayati secara
bertanggung jawab dan penuh kedewasaan, dapat menjadi berkat bagi
kedua belah pihak dan kedua agama, yakni terjadinya dialog antar agama.
Karena itu ditinjau dari masalah perkawinan berbeda agama harus
dilaksanakan secara rasional dalam semangat dialog. Disisi lain,
perkawinan ini juga sangat rentan dan mengandung resiko yang besar,
justru karena terdapat dua panutan di bawah satu atap yang sekalipun
persamaannya, terdapat perbedaan mendasar.
Yang dimaksud dengan “perkawinan antar orang yang berlainan
agama”, ialah perkawinan orang Islam (pria atau wanita) dengan orang
bukan Islam (pria atau wanita).30
2. Perkawinan beda agama menurut hukum Islam
Mengenai masalah perkawinan beda agama ini Islam membedakan
hukumnya menjadi tiga macam.31
28 Ibid. him. 99.29 Al Purwa Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam dan Implikasinya terhadap Kawin
Campur, Yogyakarta: Kanisius, 1990, Cet. 1, him. 10.30 Masjfiik Zuhdi, op .cit., him. 4.31 Ibid,
23
a. Perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita musyrik
Islam melarang perkawinan antara seorang pria muslim dengan
wanita musyrik, berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 221 :
-wj. l jA \ \ j & 1I J Ij jU l JX / // / /
Artinya: “Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita-wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatim u” (QS. Al-Baqarah : 221).32
Hikmah pengharaman ini sangat jelas, yaitu ketidakmampuan
bertemunya Islam dengan keberhalaan. Aqidah tauhid yang mumi
bertentangan secara diameterial dengan aqidah syirik.33 Selanjutnya
agama berhala tidak mempunyai kitab suci m u’tabar dan tidak
mempunyai Nabi yang dikenal dan diakui. Karena itulah Islam
melarang kaum muslimin mengawinkan kaum muslimah dengan lelaki
musyrik, keterangan tersebut mempunyai alasan (1liat) dengan firman
Allah SWT . dalam surat Al-Baqarah 221
'y .y ji. c k ^ i\ %
Artinya: “...Janganlah kamu mengawini wanita-wanta musyrik, sebelum mereka beriman. Sesunguhnya wanita budak yang
32 Depag. RI, op. cit., him. 53.33 Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontempore, Gema Insani Pres, Jakarta 1995, him.
5 8 1 .
24
beriman lebih baik dai pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu (QS. Al Baqarah 221)34
b. Perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim
Ulama telah sepakat bahwa Islam melarang perkawinan antara
seorang wanita muslimah dengan pria non muslim, baik suaminya itu
termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti Kristen
dan Yahudi (revealed religion), ataupun pemeluk agama yang
mempunyai kitab-kitab serupa dengan kitab suci seperti Budhisme,
Hiduisme, maupun pemeluk agama atau kepercayaan yang tidak punya
kitab suci dan juga kitab yang serupa kitab suci. Termasuk pula di sini
penganut annimisme, dinamisme, politeisme, dan sebagainya.35
Adapun dalail yang menjadi dasar pelarangan kawin antara
wanita muslimah dengan pria non muslim.36 *
d. Firman Allah SWT QS. Al Baqarah 221
Aiii s>uii(j 3 Z i\ j \ j\ai j \ vz' / // / X
Artinya : “Mereka mengajak keneraka, sedangkan Allah mengajak kesurga dan ampunan dengan ijinnya (QS. Al Baqarah
221 )3Y
e. Ijma’ para ulama tentang pelarangan perkawinan antara wanita
muslimah dengan pria non muslim
Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam
(pria atau wanita dengan orang yang bukan Islam pria atau wanita,
34 Depag. RI., op. cit., him. 54.35 Masjfiik Zuhdi, op. cit., him. 6.36 Ib id ,j7 Depag. RI, op. cit., him. 53-54.
26
sebaliknya, sehingga, seandainya perkawinan semacam itu dibolehkan,
maka pasti ayat tersebut akan menegaskannya.40
c. Perkawinan antara seoran pria muslim dengan wanita Ahlul Kitab
Sebelum kita membahas boleh tidaknya seorang pria muslim
kawin dengan wanita Ahlul Kitab, terlebih dahulu kita lihat apakah
wanita Ahlul Kitab itu. Wanita Ahlul Kitab yaitu wanita dari golongan
yang tetap beragama kepada Al-Kitab yang diwahyukan sebelum Al-
Qur’an seperti Taurat, Injil, Zabur.41
Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria muslim
boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Kristen).42
Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5 :
jii j, \ j ) 'd i \ j ^
Artinya : ”...dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang- orang yang diberi kitab suci sebelum kamu... ”. (QS. Al- Maidah : 5)43
Selain berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah
ayat 5, juga berdasarkan sunah Nabi Muhammad SAW, dimana Nabi
Muhammad SAW pernah kawin dengan wanita Ahlul Kitab, yakni
Mariah Al-Qibtiyah (Kristen). Demikian pula seorang sahabat nabi
40 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Q ur’an, Mizan, Bandung, 2000,him. 196.41 Dahlan Indhamy, Azas-azas Fiah Munakahat Hukum Keluarga Islam, Al-Ikhlas
Surabaya, 1984, him. 27.42 Masjfiik Yuhdi, op. cit., him. 5.43 Depag. RI, op. cit., him. 158.
25
selain Ahlul Kitab) ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir
selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way o f life dan filsafat hidup
yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada
Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab
suci, malaikat, dan percaya pula pada hari kiamat, sedangkan orang
musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semua itu.
Kepercayaan mereka penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan
mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama dan beriman
untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti
“kepercayaan atau ideologi” mereka.38
Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antara wanita
muslimah dengan pria non muslim yang lain karena dikhawatirkan
wanita muslimah itu kehilangan kebebasan beragama dalam
menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian terseret kepada agama
suaminya.39 *
Selain itu, larangan mengawinkan perempuan muslimah
dengan pria non muslim termasuk pria ahlul Al-Kitab diisyaratkan
oleh Al-Qur’an. Isyarat ini dipahami dari redaksi Surat Al Baqarah (2):
221 di atas, yang hanya berbicara tentang bolehnya perkawinan pria
muslim dengan wanita ahlul Al-Kitab, dan tidak menyinggung
38 Masjfak Zuhdi, op. cit., him. 7.39 Chalil Umum, Agama Menjawab Tantangan Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel
Suci, Surabaya 1994, him. 27.
27
yang bernama Hudzaikah bin Al-Yaman pernah kawin dengan seorang
wanita Yahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya.44
Kebanyakan ulama bahkan umat Islam sepakat bahwa seorang
pria muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab. Karena ajaran-
ajaran yang terdapat dalam kitab suci yang diturunkan sebelum Al-
Qur’an turun pada waktu itu, betul-betul wahyu dari Allah SWT
sehingga ajarannya tidak bertentangan atau sama dengan ajaran yang
terdapat dalam kitab Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan
penyempurnaan kitab suci yang turun sebelumnya. Akan tetapi, yang
menjadi permasalahan, berdasarkan realita sekarang ini, apakah ajaran
Ahlul Kitab masih mumi wahyu yang berasal dari Allah SWT. Umat
Islam memandang ajaran para Ahlul-Kitab seperti yang terdapat dalam
kitab sucinya sudah tidak mumi lagi, telah mengalami perubahan di
tangan manusia, sehingga ajarannya banyak yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Hal ini dapat kita lihat pada akidah dan praktik ibadah,
Kristen dan Yahudi telah jauh menyimpang dari ajaran tauhid yang
mumi.45
Oleh sebab itu, tepat dan bijaksana umat Islam melarang
perkawinan seorang pria muslim dengan wanita Ahlul-Kitab itu,
dengan musyawarah Nasional ke II Majelis Ulama se Indonesia
tanggal 26 Mei-1 Juni 1980 di Jakarta, itu dianggap berlaku pada
zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa kini, tidak ada lagi
44 Op-cit., him. 5.45 Ibid., him. 9.
28
golongan Ahlul-Kitab yang bisa diyakini oleh pemuda muslim. Oleh
karenanya difatwakan sebagai “haram laki-laki” muslim kawin dengan
wanita Kristen.”46
3. Sebab-sebab perkawinan beda agama
a. Karena kurangnya pengetahuan agama yang mereka yakini
Hal ini biasanya teijadi para pemuda-pemudi sekarang ini
karena makin tipisnya keyakinan agama yang mereka peluk dan rasa
cinta yang berlebihan pada lawan jenisnya, seringkah tidak mereka
bedakan dari satu nafsu seksual atau rasa asmara belaka, mungkin
lebih menguasai akal budi mereka daripada iman, dan keyakinan
agama mereka.47
Biasanya mereka yang melakukan kawin beda agama
menganggap bahwa urusan perkawinan terlepas dari urusan agama.
Yang terpenting rasa suka sama suka dan saling pengertian antara
kedua belah pihak, maka orang dapat nikah. Anggapan semacam ini
yang keliru. Agama sangat menentukan dan turut andil dalam
mewarnai jenjang perkawinan menuju keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Syekh
Muhammad Abduh tentang motivasi larangan kawin beda agama yang
terdapat dalam tafsir Al-Manajar Jilid II hal 352, yang isinya : “Untuk
memelihara akidah, menjaga ketenangan dan ketentraman dalam
rumah tangga, memupuk kecintaan (mawaddah) dan kasih sayang
46 Ib id , him. 5.47 Al Purwa Hadiwardoyo, op. cit., him. 80.
29
(rahmah) yang menjadi tujuan pokok perkawinan, memelihara anak-
anak dan turunan.48
b. Menyalahguna pengertian hak-hak asasi, toleransi dan keturunan
beragama
Melakukan perkawinan berbeda agama dengan alasan toleransi
dengan menyatukan dua agama dalam satu atap, merupakan suatu hal
yang tidak dapat dibenarkan oleh agama, terutama sekali oleh Islam.
Karena pada hakekatnya Islam telah memberikan ketentuan dan tata
cara dalam melakukan toleransi umat beragama yaitu menghormati,
menghargai dan memberikan orang meyakini dan mengamalkan ajaran
agama yang diyakini. Hal ini jelas terdapat dalam kaidah suci Al-
Qur’an, Surat Al-Kafirun ayat 6 :
' J j (& M ‘Ms s * / * s
Artinya : “Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. ”
Jadi, salah jika demi “toleransi” dan demi “kerukunan” masing-
masing mereka ’’melepaskan” prinsip-prinsip agamanya sendiri dan
tanpa disadari telah terjadi “erosi iman”.49
48 M. Yunan Nasution, Islam dan Problema Kemasyarakatan : Dilema dalam Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta 1998. Him. 49.
49 Dadang Hawari, Al-Qur ’an Ilmu Kedokteran Jiwa dari Kesehatan Jiwa, him. 217-218.
30
c. Keyakinan generasi muda bahwa cinta akan dapat mengatasi
segalanya50
It is difficult to convince young people interfaith marriage that
they face any serious problems. They refuse to believe that their love
will not conquer all.
d. Kesalahan pengertian akan makna agama
Ray E Baber dalam bukunya “Manager and the Family”,
sebagaimana yang dikutip Mahmouddin Sudin menyatakan bahwa
dapatnya berlangsung parkawinan antar agama disebabkan kesalahan
pengertian yang beranggapan "That to young people o f different
religious believes fo r more than that is involved.” Jadi remaja yang
kawin antar agama itu hanya berbeda dalam Tuhan dan dipercayanya
saja, padahal lebih banyak dan lebih jauh serta menghakiki masalah-
masalah yang terlibat di dalamnya.51
Inilah yang membentuk ciri kehidupan diambang tahun 2000,
yaitu diantaranya apa yang dinamakan dengan berlangsungnya proses
pendangkalan nilai, arti dan peranan agama dalam kehidupan manusia.
Dimana menurut RR. Alford sebagaimana dikutip oleh Mahmouddin
Sudin menyatakan bahwa proses pendangkalan arti, nilai dan agama
terjelma ke dalam tiga bentuk :
50 Mahmouddin Sudin, op.cit., him.3151 Ibid., him.32-33
31
1) Secularization, the weakening o f religious belief in general
2) Compartmentalization, the separation o f religion from other areas
o f life
3) Homogenization, the convergence, o f many religion upon a
vaguely defined consensus on teaching and practiced.52
4. Problem perkawinan beda agama
Di bawah ini akan penulis sampaikan salah satu contoh yang
merupakan akibat dari satu perkawinan antar agama (Interfaith Marriage)
yang penulis kutib dari bukunya Mahmouddin Sudin.
Contoh ini yaitu rumah tangga yang sudah melangsungkan
perkawinan selama 13 tahun. Sang suami beragama Katolik Roma,
sedangkan sang istri beragama Katolik Yunani (Greek Ortodox).
Sewaktu perkawinan akan dilangsungkan, sang istri sudah
menyadari dengan penuh kesungguhan bahwa perkawinan akan
dilangsungkan menurut agama sang suami yaitu Katolik Roma. Dalam hal
ini sang istri juga menyetujui untuk menandatangani perjanjian bahwa
anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan didik sesuai dengan agama
sang suami. Dan juga berjanji akan mematuhi seluruh isi perjanjian
tersebut.
Setelah perkawinan itu berjalan sebagaimana mestinya, sang istri
tetap memenuhi janji yang telah ditandatanganinya, tiba-tiba ada gugatan
yang datang dari dirinya sendiri yakni mengenai perjanjiannya dengan
52 Ib id , him. 10-11.
32
Tuhannya dalam agama Katolik Yunani. Karena menurut agama Katolik
Yunani setiap wanita penganutnya tidak boleh menikah dengan pria yang
tidak seagama.
Setelah 13 tahun menikah, suami istri belum pernah dapat
melakukan hubungan kelamin. Apakah suaminya impoten ataukah sang
istri Frigid (dingin nafsu sex). Ternyata tidak demikian, karena pasangan
tersebut dikaitkan dengan kebutuhan sex senantiasa berada dalam batas
kenormalan.
Diantara dokter yang melakukan pemeriksaan, menyatakan sang
istri mempunyai ketebalan selaput dara (hymen). Dianjurkan dokter untuk
melakukan operasi selaput dara. Setelah operasi dilakukan dan berhasil,
pasangan ini juga belum mampu untuk melakukan hubungan sex.
Selanjutnya suami istri ini pergi ke konsultan perkawinan, dalam
hal ini Rebecca sendiri, barulah ketahuan penyebab utama kasus fungsi
rumah tangga yang sudah berlarut-larut tersebut.
Penyebabnya sangat menghakiki, yakni tumbuhnya sense o f quilty
(rasa bersalah) sebagai akibat melanggar perjanjian dengan Tuhannya.
Dalam hukum agama sang istri, melakukan hubungan sex dengan
sang suami yang tidak seagama, nilainya sama dengan hubungan kelamin
yang dilakukan dengan tanpa nikah (qithout marriage), atau zina. Karena
perkawinan seperti itu, termasuk satu bentuk perkawinan yang terlarang
dalam agama sang istri.
33
Jadi setiap sang istri akan melakukan hubungan kelamin dengan
suaminya, dia selalu dihantui oleh dosa sebagai akibat rasa bersalah karena
sudah melanggar hukum agamanya.
Rebeeca Liswood menutup kasus ini dengan menyatakan bahwa
“People often have no conception o f how deep are the root o f their
religious belief \ Jadi dalam kasus seperti ini banyak orang tidak
menyadari bagaimana dalamnya mengakar keyakinan agama yang
dianutnya53
Diantara problem yang ditimbulkan akibat perkawinan beda agama
antara lain :
a Perkawinan beda agama lebih mengundang persoalan-persoalan yang
menghakiki yang mengguncangkan kestabilan kehidupan rumah
tangga yang berakhir kepada hancurnya sendi-sendi kehidupan
perkawinan atau pemutusan perkawinan.54
b. Perkawinan antar agama dapat menimbulkan kecurigaan antar agama
yang selanjutnya berkembang menjadi konflik agama walau secara
diam-diam atau terang-terangan.55
c. Mungkin terjadinya pola hidup yang sekuler56
Manakalah konflik perbedaan agama itu tidak terselesaikan,
maka pasangan suami istri itu tidak mengamalkan agama yang
dianutnya, yang pola hidup sekuler akan menimbulkan konflik-konflik
53 Ib id , him. 31-32.54 Ibid., him. 40.55 Ibid., him. 42.56 Dadang Hawari, op. cit., him. 217.
34
baru yang lebih sulit diatasi yang dapat menjurus kepada konflik
agama sebagaimana dialami di barat, yaitu kebahagian semu. Semakin
banyak orang yang melakukan kawin beda agama, berarti semakin
memperbanyak perilaku sekuler, yang akibatnya orang tidak lagi
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, karena mereka
menganggap agama ialah urusan dengan Tuhan, tidak ada
hubungannya dengan manusia, sehingga ajaran agama tidak
tersosialisasikan/teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau ini
yang terjadi di masyarakat, maka sangat gawat sekali karena orang tak
lagi menjadikan agama sebagai pedoman dalam hidup, melainkan
sebagai barang rongsokan tak berguna, dan orang lebih mementingkan
materi.
d. Kemungkinan terjadi erosi iman57
Kalau tidak sampai terjadi pola hidup yang sekuler, maka
pasangan kawin beda agama bukannya semakin bertambah keimanan
mereka terhadap agamanya, bahkan sebaliknya semakin melemahkan
iman mereka Dan demi “Toleransi” dan “Kerukunan” masing-masing
mereka melepaskan prinsip-prinsip akidah agamanya sendiri dari tanpa
disadari telah terjadi “erosi iman”.
e. Kemungkinan salah satu pasangan akan terkucil dan kelompok
masyarakat agama58
57 Ibid, him. 218.58 Ibid,
35
Setiap agama menghendaki pemeluknya melakukan
perkawinan yang seagama/seiman. Karena setelah memasuki dunia
keluarga/berumah tangga diharapkan dalam kehidupan sehari-hari
ajaran agama yang dianutnya turut mewarnai dan berperan dalam
membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah sesuai
dengan tujuan pokok perkawinan tersebut. Perkawinan beda agama
tidak akan pernah memuaskan kedua pihak. Kedua agama tidak
merelakan terjadinya perkawinan beda agama. Maka apabila
perkawinan tersebut terjadi, kedua pihak akan terkucilkan di komunitas
agama kedua belah pihak, terutama sekali pihak masing-masing
keluarga. Karena dalam masyarakat kita perkawinan bukan hanya
antara dua individu, melainkan perkawinan yang melibatkan keluarga
kedua belah pihak, bahkan komunitas agamanya ikut terlibat,
f. Memungkinkan terjadinya derita mental dari salah satu pasangan
kawin beda agama
Sering terjadi demi agar perkawinan dapat dilangsungkan dan
mengikuti tata cara Islam sewaktu menikah. Namun dalam perjalanan,
suami berbalik kembali memeluk agama yang semula dianutnya.59 Hal
ini dapat menimbulkan derita mental bagi si istri dan akan sulit bagi si
istri untuk bisa diterima dalam lingkungan keluarganya karena ia telah
kawin dengan suami yang berbeda agama. Bahkan ini bisa berakibat
pemutusan hubungan perkawinan.
Dadang Hawari, op. cit., him. 219.
36
5. Problem pendidikan agama anak dalam keluarga beda agama
Pada bab sebelumnya sudah penulis sampaikan bahwa menurut
Rosulullah SAW setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk
beragama, namun bentuk keyakinan agama yang dianut anak sepenuhnya
tergantung dari bimbingan, arahan dan pengaruh dan orangtua mereka.
Jadi fungsi dan peran orangtua mampu untuk membentuk arah keyakinan
anak-anak mereka.
Perbedaan dalam perkawinan, dapat merupakan stressor
psikososial untuk terjadinya berbagai bentuk gangguan kejiwaan (konflik
kejiwaan), yang pada gilirannya tidak terwujudnya keluarga yang seliat
dan sakinah!bahagia sebagaimana yang diidamkan pada waktu perkawinan
itu dilangsungkan. Faktor afeksional yang merupakan pilar utama
perkawinan sukar untuk dapat diwujudkan karena dasar akidahnya
berbeda, bahkan bisa bertentangan, konsekuensi lebih lanjut adalah pada
tumbuhkembang anak. Anak itu ke akidah yang mana, anak itu agama
ayahnya, atau agama ibunya, atau tidak beragama sama sekali.60 Anak bisa
bingung karenanya. Ini sungguh persoalan yang sangat besar sekali dan
mengandung omplikasi yang berbahaya sekali. Kita dapat membayangkan
bersama, jika yang menjadi anak hasil kawin beda agama itu kita, apa
yang akan kita lakukan dan sikap apa yang harus kita berikan kepada dua
orang tua serta siapa yang harus kita jadikan panutan/suri tauladan dalam
menapaki hidup yang masih memerlukan panutan dan ajaran serta
60 Ibid.,
37
pedoman dalam beragama termasuk didalamnya ibadah, baik ibadah
madhah atau ibadah ritual kita kepada Allah SWT maupun ibadah ghairu
mahdhah atau ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia, anak
harus dihadapkan dengan dua dilema yang menjadi penentu arah yang
sekaligus akan mewarnai segala perilaku hidupnya termasuk didalamnya
mencakup kegiatan beragama/beribadah karena agama merupakan
sandaran sekaligus pedoman untuk melangkah dalam hidup di dunia dan
hidup di akherat, dan keluarga yang termasuk kedua orang tua kita
menentukan keberagamaan kita.
Jadi, jelas bahwa kedua orangtua punya andil yang besar dalam
membimbing anak dalam beragama. Sehingga jika kedua orang tua
mempunyai agama yang berbeda, lantas mana yang seharusnya pantas kita
ikuti dalam beribadah, padahal kedua-duanya sama-sama berjasa dalam
mendidik dan membesarkan kita. Pada anak dan remaja, adalah cara
pendidikan yang berbeda antara ayah dan ibu.61 62 Pendidikan anak dari
orangtua yang berbeda agama akan tetap sulit dilaksanakan apabila
masing-masing pihak berteguh dalam hukum agama.
Keduanya punya kewajiban yang sama dalam mendidik anaknya
dan keduanya punya kewajiban yang sama dalam mendidik anaknya dan
keduanyapun menginginkan anak-anak didik sesuai dengan agamanya.
Sebagai contoh, menurut hukum Islam orang tua Islam harus mendidik
61 Ibid., him. 19.62 Al-Purwa Hadiwardoyo, op. c#.,him. 80.
38
anak-anaknya secara Islam. Sedangkan menurut Katolik menuntut hal
serupa dari warganya.63
Persoalan ini yang seharusnya kita pikirkan, sebelum memutuskan
melakukan perkawinan beda agama, kebanyakan pemuda pemudi sekarang
bertindak tidak berpikir dulu akan dampaknya dikemudian hari. Hanya
dengan cinta buta lupa segalanya. Dapat kita bayangkan nasib anak hasil
kawin beda agama, dari segi hukum agama terutama Islam tak mengakui
dan tak mensahkan perkawinan agama, lantas bagaimana dengan nasib
anaknya dalam hal nasablketurunan dan hak waris padahal Islam tak
mensahkan perkawinan tersebtu, bahkan melarang “Akibatnya anak-anak
tidak akan diakui oleh hukum Islam sebagai anak yang sah”.64 Sehingga
tidak ada nasab keturunan dan tak punya hak waris.
63 Ibid,64 Ib id , him. 18.
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Data Umum
Dalam melakukan penelitian, penulis berhasil mendapatkan informan
lima keluarga yang kawin beda agama, mereka berstatus sebagai orang biasa.
Artinya mereka bukan berasal dari status sosial pejabat atau pegawai negeri
maupun swasta. Jenis pekerjaan dari keluarga-keluarga ini pun beraneka
ragam Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat dari tabel berikut in i:
TABEL I
No Keluarga Jenis Pekerjaan Penghasilan Rata-Rata / @
1 I Swasta Rp. 800.000
2 II Pedagang Rp. 600.000
3 III Karyawan Rp. 300.000
4 IV Pedagang Rp. 450.000
5 V Pedagang Rp. 500.000
Sumber : Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 11 maret2008.
Dari data tersebut diketahui bahwa tingkat ekonomi dari jenis
pekerjaan yang kawin beda agama yang menjadi obyek dalam penilaian ini
adalah:
1. Keluarga swasta berekonomi menengah atas
2. Keluarga pedagang berekonomi menegah
3. Keluarga karyawan berekonomi bawah
39
40
4. Keluarga petani berekonomi bawah
5. Keluarga pedagang berekonomi menegah
Daftar keluarga yang kawin beda agama
Jumlah keluarga yang kawin beda agama yang penulis jadikan
responden dalam penelitian ini adalah lima keluarga, karena kelima keluarga
tersebut penulis jadikan obyek penelitian. Maka kiranya perlu penulis
cantumkan nama, pasangan, usia dan anak kandung mereka hal itu dapat
dilihat dari table II dan III sebagai berikut.
TABEL II
Daftar Keluarga Kawin Beda Agama
No Suami Istri Usia
1 Suhedro ( I ) Linda Pratiwi ( K ) 46 / 43 Th
2 Ngasman ( K ) Sriyati ( I ) 4 1 / 3 5 Th
3 Suyoto ( K a ) Rohmi ( I ) 3 2 /3 1 Th
4 K a r to ( I ) Sawiyah ( Ka ) 4 7 /4 3 Th
5 Sunardi ( K a ) Sri Ningsih ( I ) 33 / 27 Th
Sumber : Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 13 Mei 2008.
Keterangan I : Islam
Ka : Katolik
K Kristen
41
TABEL III
Daftar Nama dan Keberagamaan Anak
No Keluarga Nama Anak Agama Anak
1 I Heryanto Kristen
Ningrum Kristen
2 II Sriyanto Islam
Sulis Islam
3 III Istianah Katolik
4 IV Suburyanto Katolik
5 V Miskun Islam
Sumber: Hasil wawancara dengan orang tua yang kawin beda agama pada tanga 14 mei 2008.
B. Data Khusus
1. Latar belakang orang tua melakukan perkawinan beda agama.
Perkawinan adalah kecendrungan fitri dalam perjalanan umat
manusia, untuk itulah Islam sebagai agama fitri mengaturnya sebagai
bagian dari ajarannya dan mewajibkan kepada umatnya untu menikah bila
sudah memenuhi syarat-syarat yang mewajibkan untuk menikah.
Sebagai seorang muslim sejati menikah merupakan suatu ibadah
tersendiri karena ingin mengikuti perintah Alah SWT dan sunah Nabi
Muhammad SAW untuk melakukan pernikahan.
Dari hasil wawancara dengan orang tua yang melakukan
perkawinan beda agama, mereka mengatakan bahwa keadaan yang
membuat mereka melakukan perkawinan tersebut. Perkawinan beda
42
agama yang teijadi tersebut disebabkan karena adanya rasa cinta yang
berlebihan dan kecocokan terhadap pasangannya tanpa memandang apa
agama yang dianut oleh pasangannya tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan penuturan kepala keluarga I yang kawin
beda agama, sebagai berikut : “waktu dulu saya merasa kasihan sama
bapak, karena bapak tidak mempunyai ibu, walaupun saya menentang dari
keluarga saya sampai pasangan kami ingin ada niat kawin lari, akhirnya
kedua orang tua merestui hubungan kami sampai sekarag.” 1
Dari keterangan ini dan penuturan yang lain ternyata cinta dan
kecocokan diantara keduanya menjadi sebab yang dominan untuk
melakukan perkawinan beda agama, mereka kurang memperhatikan
faktor-faktor perbedaan agama diantara keduanya. Hal ini mereka yang
menjalaninya dari berbagai rintangan dan ditempuh dengan rasa suka sama
suka.
Dari hasil wawancara-wawancara dengan yang lain ternyata latar
belakang mereka melakukan perkawinan beda agama ini tidak begitu
berbeda dengan keluarga pertama yaitu lebih disebabkan faktor kecocokan
dan suka sama suka diantara kedua pasangan tersebut. Berikut ini kutipan
dari penuturan keluarga-keluarga yang lain :
Keluarga II
Sebab yang sama juga telah dituturkan oleh keluarga II, sang istri
menjelaskan bahwa keduanya melakukan perkawinan tersebut disebabkan
1 W aw an cara d en g an b ap ak S u h en d ro , 19 M ei 2008
43
oleh adanya faktor suka sama suka diantara keduanya. Dari pihak keluarga
sang istripun tidak keberatan, yang penting suaminya mampu bertanggung
jawab memberi nafkah bagi dia dan anak-anaknya, sehingga faktor
perbedaan agama kurang mereka perhatikan.2
Keluarga III
Pasangan keluarga ini sebenarnya sama, yaitu dalam hal yang
menyebabkan mereka melakukan perkawinan beda agama. Mereka
melakukan perkawinan beda agama lebih disebabkan faktor kecocokan
dan rasa suka sama suka diantara keduanya, hanya saja dari pihak sang
istri terutama sang ayah sangat menetang perkawinan tersebut. Namun
karena dia tetap nekat dan bersikeras untuk melakukan perkawinan
akhirnya orang tuanya mengijinkan, walaupun dengan beberapa
persyaratan. Diantaranya supaya anaknya tersebut tetap teguh menjalankan
ajaran Islam dan supaya cucunya diajarkan dengan ajaran agama Islam.3
Keluarga IV
Latar belakang keluarga inin untuk melakukan perkawnan beda
agama juga tidak jauh beda dengan keluarga beda agama yang lain. Yaitu
disebabkan faktor suka sama suka diantara kedanya. Hal ini dibuktikan
dengan penjelasan sang suami bahwa dia tidak terlalu mempersoalkan
2 Wawancara dengan ibu Linda, 22 Juni 20083 Wawancara dengan Ibu Rohmi, 22 Juni 2008
44
perbedaan agama diantara keduanya. Kalau nanti anaknya mau di didik
ajaran agama ang di anut istrinya (Katolik) dia pun tidak keberatan.4
Keluarga V
Latar belakang terjadinya perkawinan beda agama pada keluarga
ini dimulai ketika sang suami pergi merantau ke Sumatra dan menumpang
di salah satu familinya disana.
Perlu diketahui bahwa di daerah tersebut mayoritas penduduknya
beragama Islam termasuk familinya tersebut. Setelah beberapa bulan dia
tinggal disana, dia diperkenalkan dengan seorang gadis didaerah itu.
Ternyata keduannya saling menyukai dan masing-masing keluarga juga
tidak keberatan termasuk dengan perbedaan agama diantara keduannya.5
Berangkat dari fakta tersebut menunjukkan juga betapa tipisnya
kadar keimanan dan kurangnya pengetauan mereka akan makna agama
dalam kehidupan umat manusia.
Dari penjelasan-penjelasan mengenai latar belakang keluarga
dalam melakukan perkawinan beda agama dapat penulis simpulkan
melalui tabel berikut in i:
TABEL
No
Keluarga Latar Belakang
1 I Suka Sama Suka
2 II Suka Sama Suka
4 Wawancar dengan Bapak Sukarto, 24 Juni 20085 Wawancara dengan bapak Sunardi, 24 Juni 2008
45
3 III Suka Sama Suka
4 IV Suka Sama Suka
5 V Dijodohkan
Sumber : Wawancara dengan keluarga kawin beda agama tanggal 22 — 24 Juni 2008.
Dari tabel diatas dari lima keluarga yang melakukan perkawinan
beda agama tersebut ternyata latar belakang mereka melakukan
perkawinan beda agama 80% diantaranya disebabkan faktor suka sama
suka dan 20% disebabkan faktor perjodohan.
2. Sikap Keluarga Terhadap Keluarga Yang Kawin Beda Agama
Setiap agama menghendaki pemeluknya untuk melakukan
perkawinan yang seagama atau seiman sebagaimana penulis paparkan
pada bab sebelumnya, karena setelah memasuki dunia keluarga atau
berumah tangga diharapkan dalam kehidupan sehari-sehari ajaran agama
turut mewarai dan berperan dalam membentuk keluarga yang sakinah
mawadah warahmah sesuai dengan tujan pokok perkawinan tersebut.
Dari hasil wawancara dengan keluarga yang melakukan
perkawinan beda agama, ada hal menarik terutama dari keluarga pertama,
yaitu perkawinan yang terjadi ternyata menimbulkan problem, yaitu
retaknya hubungan antara keluarga sang istri dengan pihak keluarga
suami. Hal ini terjadi ketika masing-masing keluarga saling
mengendalikan rumah tangga yang baru dibangun. “Saya dulu sebenarnya
dilarang oleh keluarga saya dan saudara-saudara saya, ketika saya
mengatakan bahwa saya ingin menikah dengan suami saya tapi saya tetap
46
menikah juga dan keluarga saya mengijinkan menikah walaupun sedikit
kurang setuju.”6
Perkawinan beda agama dapat menimbulkan beban terutama beban
psikologis dari salah satu pihak yang disebabkan tidak diterimanya oleh
keluarga pasangannya.
Keretakan rumah tangga dengan permusuhan antara keluarga satu
pihak dengan keluarga yang lain juga biasa timbul. Padahal salah satu
hikmah dilakukannya perkawinan untuk menambah saudara dan
merekatkan hubungan silaturrahmi antara dua keluarga dan dua
lingkungan yang berbeda. Namun sebalikya perkawinan beda agama
malah dapat memicu terjadinya keretakan dan permusuhan pihak yang satu
dengan pihak yang lain.
Hal ini dapat dibuktikan dengan penuturan istri dari keluarga tiga
juga tidak merasa kebingungan dalam mendidik agama anak-anaknya
sebagai orang tua hanya kasih nasihat agar punya agama sebagai pedoman
hidup tapi orang tua membebaskan anak untuk memilih agama yang
disukai. Dan dari keluarga ini orang tua selalu mengingatkan supaya dia
jangan sampai menelantarkan masalah pendidikan agama anaknya. Namun
disisi lain dia terhambat oleh suaminya ingin juga mendidika agama
anaknya dengan ajaran agamanya. Bahwa dari perebutan untuk
menanamkan ajaran agama masing-masing inilah mereka terlibat
pertengkaran. Dari pihak anaknya sendiri ternyata dia lebih tertarik kepada
6 W aw an car den g an Ibu R ohm i, 13 M ei 2008
47
ibunya yaitu agama Islam, sehingga anaknya sering terkena marah dari
sang suami.7
Pendidikan agama dimulai sejak kecil, karena untuk pengenalan
dan penanaman nilai-nilai agama pada anaknya. Segala sesuatu, orang tua
selalu berdo’a lebih dulu. Di dalam keluarga pastinya ada kesulitan apalagi
yang beda agama yang seimanpun ada, tapi intinya saling pengertian,
menghormati dan mengalah walaupun penghasilannya lebih besar dari
suami. Melihat kenyataan seperti ini terlihat betapa sulitnya problem yang
mereka alami dengan dibuktikan oleh sang suami yang seperti menanggapi
apa yang dikatakan istrinya dengan ekpresi yang terlihat agak merendah
yaitu dia juga berhak untuk mendidik agama anak-anaknya.8
Menanggapi persoalan keluarga ini, salah seorang tokoh agama
Islam dan juga merupakan salah satu pemuka masyarakat mengatakan
bahwa sebenarnya sang suami dulu sudah tidak terlalu ngotot dalam hal
menjalankan agamanya dan dia sudah hampir mau pindah agama. Namn
karena orang tuanya tidak memperbolehkan maka tidak terjadi, malah
sebaliknya keluarganya terutama ayahnya sangat menghendaki kalau
cucunya dididk dengan ajaran agama Katolik.9
Dari penuturan-penuturan ini jelas terlihat betapa masing-masing
pihak keluarga saling mengendalikan keluarga ini, dan tanpa mereka
sadari telah menambah konflik yang sangat sulit untuk terselesaikan.
7 Ibid8 Wawancar dengan bapak Suyoto, 13 Mei 20089 Wawancara pendukung dari tokoh masyarakat, 15 Mei 2008
48
3. Sikap lingkungan terhadap keluarga yang kawin beda agama
Selama dilokasi menurut penulis dan dari wawancara-wawancara
tambahan, terlihat bahwa salah satu pihak keluarga baik itu suami atau istri
terutama yang non muslim terlihat kurang dapat menyesuaikan dengan
lingkungan yang mayoritas beragama Islam tersebut. Dari segi pergaulan
terlihat pihak suami atau istri dari keluarga yang kawin beda agama
terutama dari pihak non muslim lebih sering d i rumah dan lebih sering
menghabiskan waktunya dengan bekerja, mereka juga jarang keluar rumah
untuk sekedar ngobrol dengan tetangganya.
Hal ini dibuktikan dengan penuturan warga tetangganya sebagai
berikut:
“Ada juga dari keluarga yang jarang keluar rumah. Dia baru keluar semisal
ada keija bakti atau undangan syukuran. Itu saja tidak kumpul atau
ngobrol-ngobrol dulu seperti yang lainnya.” 10
Gambaran ini menunjukkan betapa perkawinan beda agama dapat
menyebabkan salah satu pihak akan terkucil dari lingkungan pihak
lainnya.
4. Aktivitas ibadah keluarga yang kawin beda agama
Mengenai aktivitas ibadah yang dilakukan oleh keluarga kawin
beda agama, ternyata ada sebuah keluarga yang saling memberikan
kebebasan dalam melakukan ibadah, masing-masin berusaha untuk saling
menghormat pihak yang lain dalam melaksanakan ibadah agamanya. Hal
10 W aw an cara den g an w arga se tem pat, 16 M ei 2008
49
ini berdasarkan penuturan seorang ibu dari keluarga pertama yang
kebetulan dari keluarga Kristen dia memperbolehkan suaminya shalat dan
sebagainya.11
Namun disisi lain, ada sebuah keluarga yang keduanya sama-sama
tekun dalam menjalankan dan menyakini agamanya, mereka sering terlihat
bertengkar terutama sang istri yang selalu mempersoalkan suaminya yang
kembali ke agamanya semula yaitu Katolik. Ternyata sebelum menikah
dia sudah menyatakan masuk Islam, namun entah kenapa sang suami
sekarang kembali keagamanya dulu.
Hal ini dibuktikan dengan penuturan seorang tokoh masyarakat
setempat, bahwa sebelum menikah dulu suaminya sudah masuk Islam,
namun entah mengapa beberapa bulan kemudian dia kembali kepada
aamanya sebelumnya. Dahulu istrinya itu sering marah-marah dan mereka
sering bertengkar terutama setelah suaminya pulang dan berangkat ke
gereja, tapi akhirnya dia sering mengalah. Dia sering bercerita kalau
sedang bertengkar suaminya mengancam akan menceraikannya, maka
demi keutuhan keluarganya dia lebih memilih diam dan mengalah. Bahkan
dia sekarang jarang terlihat di masjid, mungkin dia malu, orang tuaya
selalu mendesak untuk bercerai saja, tapi tidak mau karena kasihan
terhadap anak-anaknya.11 12
11 Wawancara dengan Ibu Linda, 16 Mei 200812 Wawancara tokoh agama setempat, 16 Mei 2008
50
Dari sini terlihat betapa berat derita mental yang dalam hal ini
dialami oleh sang istri, dia dihadapkan dua pulihan yang sama-sama berat
baginya.
Dalam hal ini anak turut pula jadi korban terutama dalam hal
agama yang mana yang akan dipeluknya, dia dihadapkan pada dua pilihan
dan dua orang panutan dalam hidupnya. Ini terlihat sekali sewaktu ibunya
menjalankan ibadah ke masjid, dia pun ikut serta, bahkan dia juga sering
pergi ke TPA, walaupun kadang dilarang ayahnya.13
Dari hal ini terlihat betapa kebingungan melanda sang anak,
diusianya yang masih sangat kecil sudah dihadapkan pada masalah yang
begitu sulit, yaitu di akan ikut agamanya siapa, mau menikuti siapa,
padahal seorang anak, apa lagi anak ang masih kecil, masih sangat
membutuhkan arahan, bimbingan, panutan dan suritauladan dari kedua
orang tuanya apalagi bimbingan dalam hal beragama.
Dari wawancara dengan keluarga yang lainnya, penulis
memperolehnya informasi tentang keluarga keempat, ternyata anaknya
dalam beragama mengikuti agama ibunya, karena ibunyalah yang lebih
tekun dalam menjalankan ibadah dan lebih tekun dalam menjalankan
ibadah dan lebih memperhatikan pendidikan anaknya. Hal ini dibuktikan
dengan penuturan sang ibu yang menjelaskan bahwa sekarang dia masih
pergi ke gereja dengan anaknya. Kelihatannya anak tersebut lebih senang
memilih agama ibunya (Katolik) karena sejak kecil anaknya tersebut
13 Ibid
51
hampi setiap kali ibunya ke gereja selalu diajak, sehingga sekarag anaknya
tersebut memeluk agama Katolik.14
Yang menjadi pertanyaan adalah sang ayah kurang dalam
memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin ini disebabkan sang ayah
sering d i luar rumah untuk mencari nafkah dan mugkin juga ini disebabkan
oleh keberagamaan sang ayah yang kurang tekun dalam menjalankan
ibadah, sehingga sang anak lebih tertarik dengan agama sang ibu. Hal ini
dibuktikan dengan penuturan seorang tokoh masyarakat setempat dengan
menjelaskan bahwa anaknya lebih memilih ikut masuk agama ibunya.
Ibunya tersebut tekun dalam menjalankan ibadah, dia rutin ke gereja dan
anaknya sering diajak, sedangkan suaminya jarang melakukan ibadah di
masjid dan tidak terlalu mempersoalkan pendidikan agama anaknya.15
5. Bentuk pendidikan agama anak
Bentuk pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada
anaknya adalah dengan meyuruh anaknya tersebut berangkat ke TPA, hal
ini diperbolehkan oleh penuturan seorang ibu dari keluarga II : "Di saya
suruh ke masjid untuk ikut TPA tiap malam sabtu dan minggu, anak saya
kelihatannya lebih senang agama saya, bapaknya juga juga tidak
mempersoalkan agamanya, jadi terserah mau ikut agama saya atau
bapaknya.” 16
Dari penuturan ini, ternyata bentuk dari pendidikan agama yang
diberikan orang tua baru sebatas memasukkan anaknya ke TPA, di
14 Wawancara dengan Ibu Sawiyah, 20 Mei 200815 Ibid16 Wawancara dengan Ibu Sriyati, 19 Mei 2008
52
samping pendidikan formal yang di berikan yaitu memasukkan anaknya ke
Sekolah Dasar (SD) setempat.
Lain lagi dengan penuturan seorang suami di keluarga V, bahwa
dia dalam mendidik agama anaknya tidak terlalu memaksakan kepada
anaknya untuk mengikuti agamanya. Ketika dia ke gereja dan anaknya
masih kecil, kadang dia mengajak anaknya, namun lama kelamaan anak
tersebut mulai jarang ikut, mungkin dia terpengaruh pada lingkungan yang
mayoritas beragama Islam, dia lebih sering pergi ke TPA dengan teman-
temannya dari pada ke gereja. Dan akhirnya lebih senang kepada agama
istrinya ( Islam).17
Hal ini diperkuat dengan penjelasan istrinya bahwa anaknya lebih
memilih Islam sebagai agamanya, ini mungkin juga disebabkan oleh
suaminya yang sekarang jarang ke gereja. Jadi kurang begitu
mempermasalahkan mengenai pendidikan agama dan jenis agama
anaknya.
Perlu diketahui bersama bahwa TPA yang ada di daerah tersebut
sifatnya sudah maju, dilihat dari segi mengajarnya menurut penulis sangat
baik dan anak yang mengikuti pendidikan di TPA tersebut sangat
banyak.18
Bentuk pendidikan ini baru dapat terjadi manakala salah satu pihak
dari suami atau istri yang non musim kurang peduli dengan pendidian
agama anaknya. Masing-masing berusaha untuk mendidik agama anak
17 Wawancara dengan Bapak Sunardi, 20 Mei 200818 Observasi, 19-20 Mei 2008
53
sesuai dengan agamanya maka bentuk penddikan ini akan sulit terlaksana
dan terjadi konfik perselisihan.
Hal ini dibuktikan dengan keluarga III dalam mendidik agama
anaknya masing-masing berusaha mendidik dengan agama masing-masing
orang tua, dengan penuturan sang suami bahwa dia kalau ke gereja
anaknya selalu di ajak dan ada juga menuturkan bahwa kelihatannya
anaknya lebih senang dengan agama Katolik.19
Hal ini ditanggapi sang istri bahwa suaminya sangat keras dalam
pendidikan anaknya, sehingga anak lebih patuh kepada ayahnya, karena
anak merasa ayahnya yang mencari dan memberi nafkah bagi keluarganya.
Ayah sering menyuruh anaknya pergi ke masjid dan TPA untuk belajar
agama Islam. Tapi anak tersebut sering memilih pergi ke gereja.20
Dengan penuturan seorang suami yang beragama Islam, dalam
bentuk mendidik agama anak sering timbul masalah yang berakhir dengan
konflik, karena dia dan istrinya sama-sama ingin mendidik anaknya sesuai
dengan agamanya masing-masing. Sehingga sampai sekarang konflik-
konflik tersebut masih sering terjadi, pertentangan ini kadang terjadi ketika
istrinya anaknya ke gereja atau ketika dia mengajari anaknya dengan
dasar-dasar ajaran Islam.
Menurut pengamatan penulis bahwa anaknya yang masih kecil
(kurang lebih usia 1,6 tahun) tersebut mengalami kebingungan dan belum
bisa memutuskan untuk ikut agama yang mana, agama ayah atau ibunya.
19 Suyoto, Op. C it20 Rohmi, Op. Cil
54
Dari penuturan di atas, terlihat bahwa bentuk pendidikan agama
yang diberikan orang tua yang melakukan kawin beda agama adalah
dengan mengajak anaknya ke gereja bagi yang non muslim, sedagkan bagi
orang tua yang muslim bentuk pendidikan yang di berikan ialah dengan
memasukkan anaknya ke TPA dan diselingi dengan memberikan
pendidikan dasar-dasar agama Islam.21
6. Cara atau metode yang digunakan dalam mendidik agama anak
Pada bab sebelumnya penulis telah paparkan bahwa metode
merupakan cara atau way yang diguinakan dalam pelaksanaan proses
pendidikan dan metode merupakan faktor yang menentukan cepat atau
lambatnya tujuan dari suatu pendidikan tercapai. Dalam mendidik agama
pada anak orang tua menggunakan beberapa metode antara lain :
a. Metode tanya jawab
Metode ini digunakan oleh orang tua yang beragama Islam
misalnya, ketika anaknya pulang TPA atau sekolah, misalnya anak
ditanya tentang masalah pelajaran yang baru diterimanya dari TPA
atau sekolah kemudian bapak atau ibu mencoba memberikan
pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran tersebut. Metode ini juga
digunakan ketika anaknya menanyakan tentang Allah SWT, di mana
tempatnya, dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan agama.
21 Suhendro, Op. C it
55
b. Metode ceramah
Dalam mendidik agama anak seorang bapak atau ibu juga
menggunakan metode ceramah, misalnya ketika memjelaskan kepada
anaknya apa itu malaikat, setan, surga atau neraka. Hal ini dibuktikan
dengan penuturan seorang ibu dari keluarga kedua yang pada suatu
waktu anaknya menanyakan tentang dimana surga, neraka, setan dan
sebagainya. Kemudian ibu menjelaskan itu semua. Dari penuturan ini
tanpa disadari telah terjadi proses pendidikan dengan menggunakan
metode ceramah.22
c. Metode diskusi
Dalam mendidik agama anak orang tua juga menggunakan
metode diskusi, ini terlihat ketika orang tua dari keluarga yang kawin
beda agama menjelaskan tentang adab bergaul dengan orang yang
lebih dewasa, adab ketika bertamu serta menjelaskan tentang perbuatan
baik dan buruk menurut agam dan sebagainya.
Contoh lain dari metode diskusi yang dilakukan oleh orang tua
adalah ketika salah satu keluarga yang beda agama yaitu keluarga
kedua, ketika ibu di tanya anaknya mengapa agama ayah dan ibunya
tidak sama, kemudian agama apa yang paling besar, kemudian ibu
menjelaskan dan sesekali anak membandingkan dengan apa yang
22 Sriyati, Op. Cit
56
diketahuinya. Hal ini menunjukkan sadar atau tidak sadar telah terjadi
proses pendidikan dengan menggunakan metode diskusi.23
d. Metode Pemberian Contoh atau suri tauladan ( Demonstrasi)
Pada dasarnya kebutuhan manusia akan seorang figur teladan
bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter
manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang
senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam persaan yang sama
dengan kelompok yang lain, sehingga dalam peniruan ini anak
cenderung meniru pada karakter orang tua atau para pendidiknya.
Metode ini khusus bagi orang tua sangat menentukan sekali,
karena ia menjadi figur anak dalam kegiatan sehari-sehari, sehingga
anak cenderung meniru sebagaimana yang dilakukan oleh orang
tuanya. Orang tua harus bisa menerapakan seperti apa yang telah
disampaikan kepada anaknya.
Metode pemberian keteladanan pada pendidikan agama anak
ini dilakukan orang tua dengan cara misalnya, dapat dilihat dari
penuturan seorang ibu dari keluarga kedua bahwa dia melaksanakan
shalat jama’ah di masjid dan sering mengajak anak-anaknya, kemudian
ketika ia melakukan ibadah shalat di rumah maka anaknya yang masih
kecil tersebut sering mengikuti gerakan-gerakan dari shalat ibunya.24
Pemberian materi pendidikan dengan memberikan contoh atau
keteladan juga dilakukan dengan cara bagimana bersikap sopan santun
23 Ibid24 i u ; a
57
ketika menghadapi tamu, bagaimana bersikap kepada yang lebih tua,
adab ketika berdo’a dan sebagainya.
7. Materi Pendidikan Agama Yang Di Berikan
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan
bahwa di antara materi yang diberikan dalam pendidikan agama pada anak
m eliputi:
a. Pendidikan Aqidah, meliputi : Pendidikan shalat, puasa dan
sebagainya.
b. Pendidikan Akhlak, m eliputi: Adab berdo’a, cara menghormati yang
lebih dewasa, cara menghormati tamu dan sebagainya.
c. Pendidikan Kebudayaan Islam, meliputi : Menjelaskan kebudayaan
yang ada dalam agama Islam, misalnya menjelaskan mengenai rencana
dan lain sebagainya.
d. Pendidikan Al Qur’an, m eliputi: Pendidikan baca tulis Al Qur’an.
BABIY
ANALISIS DATA
A. Latar Belakang Orang Tua dalam Melakukan Perkawinan Berbeda
Agama
Dari hasil wawancara dengan para orang tua yang kawin beda agama
di awal, latar belakang dan yang menjadi penyebab mereka melakukan
perkawinan beda agama antara lain :
1. Karena berdasarkan rasa cinta yang berlebihan
2. Karena kurangnya pengetahuan agama yang mereka miliki
3. Kesalah pengertian akan makna agama
1. Karena rasa cinta yang berlebihan
Rasa cinta sebagai landasan diberlakukannya perkawinan, memang
dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang batas-batas suku, ras,
bangsa dan sebagainya.
Pada orang tua yang melakukan kawin beda agama tersebut, faktor
utama yang menyebabkan terjadinya perkawinan tersebut adalah karena
rasa cinta yang berlebihan, ini terbukti dari hasil penuturan-penuturan dari
keluarga yang melakukan perkawinan antar agama, dia rela berseteru
dengan orang tuanya demi diperbolehkan nikah dengan pasangannya,
karena dia merasa sudah cinta, “cocok” dengan pasangannya tersebut.
Dengan besarnya cinta yang mereka rasakan dan “kecocokan” pada diri
mereka, mereka merasa sudah cukup untuk digunakan sebagai bekal dalam
58
59
membentuk sebuah bahtera rumah tangga dan berkeyakinan bahwa cinta
dan “kecocokannya” dengan pasangannya akan dapat mengatasi berbagai
masalah keluarga, terutama orang tuanya yang tidak mengijinkan.
Kenyataan ini membuktikan apa yang dikatakan Mahmorddin
Sudin.1 Bahwa sangat sukar menyakinkan generasi muda untuk
merenungkan secara hakiki tentang perkawinan beda agama, dimana
mereka senantiasa akan menghadapi persoalan-persoalan yang sungguh
menegangkan dan menentukan generasi muda senantiasa menolak dan
selanjutnya menyakinkan dirinya bahwa cinta akan dapat mengatasi
segala-galanya.
2. Karena kurangnya pengetahuan tentang agama
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perkawinan antar agama
di Kelurahan Kalicacing adalah karena kurangnya pengetahuan mereka
tentang agama. Mereka yang melakukan kawin beda agama di kelurahan
Kalicacing menganggap bahwa urusan perkawinan terlepas urusan agama.
Yang terpenting adalah rasa suka sama suka dan saling pengertian antar
kedua belah pihak, maka orang dapat menikah. Padahal anggapan
semacam ini keliru karena agama sangat menentukan dan turut andil
dalam mewarnai jenjang perkawinan menuju keluarga yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Ini sesuai dengan penjelasan Syekh Muhammad
1 Mahmoudin Sudin, Perkawinan Antar Agama, Yayasan Sarana Keluarga, 1985, him. 31
60
Abduh tentang motivasi larangan kawin beda agama sebagaimana dikutip
oleh M. Yunan Nasution.
Jadi orang tua yang melakukan perkawinan beda agama dapat
penulis simpulkan betapa tipisnya iman mereka dan seringkah mereka
tidak dapat membedakan nafsu seksual, akal budi mereka daripada iman
dan keyakinan agama mereka sebagaimana pendapat Al Purwa
Hadiwardoyo.2 3
3. Kesalah Pengertiannya akan makna agama
Selain faktor-faktor di atas, orang tua yang melakukan kawin beda
agama ternyata mereka merasa bahwa itu hanya berbeda dalam hal
masalah Tuhan yang dipercayainya saja, padahal lebih banyak masalah-
masalah lain yang telribat di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ray. E. Baber sebagaimana dikutip oleh Mahmouddin Sudin.4
Padahal agama dalam sejarah kehidupan umat manusia mempunyai
nilai, arti dan peranan yang sangat penting sekali dalam membentuk arah
dan bagaimana kehidupan manusia selanjutnya.
Adapun fungsi atau peranan agama yang laina dalah sebagai
pedoman hidup, misalnya dalam Islam pedoman tersebut terdapat dalam
kitab sucinya yaitu kitab suci Al Qur'an, sehingga tidak bisa dibayangkan
bagaimana nantinya bila dalam sebuah keluarga mempunyai dua pedoman
hidup yang berbeda jauh antara satu dengan yang lain, ini akan semakin
2 M. Yunan Nasution, Islam dan Problema Kemasyarakatan : Delema dalam Perkawinan, Jakarta, Bulan Bintang, 1988, cet. I, him. 49
3 Al Purwa Hadi Wardoyo, M. Si., Perkawinan Menurut Islam dan Implikasinya Terhadap Kawin Campur, Yogyakarta, Kanisius, 1990, cet. I, him. 80
4 Mahmouddin Sudin, op. c it., him. 32-33
61
menambah daftar konflik yang teijadi dalam keluarga tersebut manakala
terjadi tabrakan dua pedoman tersebut.
B. Problem yang Ditimbulkan Akibat Perkawinan Beda Agama
Dari hasil penelitian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
perkawinan antar agama menimbulkan bermacam-macam konflik. Mungkin
masih banyak lagi problem yang belum berhasil penulis ungkap, karena
penulis melihat ekspresi wajah mereka seperti menyembunyikan beban,
berikut ini adalah beberapa problem yang ditimbulkan akibat perkawinan beda
agama di Kelurahan kalicacing.
1. Terjadinya Erosi Iman
Berdasarkan kajian penulis dari berbagai data di awal tadi,
terjadinya konflik-konflik yang terjadi di dalam rumah tangga tersebut
ternyata membuat pasangan tersebut bukannya semakin menambah
keimanan mereka terhadap agamanya, namun sebaliknya semakin
melemahkan kadar keimanan mereka. Demi “toleran” dan demi
“kerukunan” dalam keluarganya. Jadi demi mempertahankan “kerukunan”
dalam keluarganya, masing-masing pihak mulai melepaskan prinsip
aqidah agamanya sendiri dan tanpa disadari telah terjadi erosi iman. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dadang Hawari.5 Selain daripada itu “konflik
keimanan” yang terjadi dapat menimbulkan perasaan bersalah atau
berdosa.
5 Dadang Hawari, A l Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, him. 218
62
2. Teijadi pola hidup sekuler
Dengan terjadinya erosi iman yang dialami oleh pasangan suami
istri tersebut akan berlanjut dengan mengakibatkan pasangan tersebut
melakukan perilaku sekuler, hal ini sesuai dengan pendapat Dadang
Hawari,6 yang berakibat pasangan tidak mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya, karena menganggap bahwa agama adalah urusan dengan
Tuhan, tidak ada hubungannya dengan manusia, sehingga ajaran agama
tidak tersosialisasikan atau teramalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Terjadinya konflik yang berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian
Perkawinan berbeda agama menimbulkan terjadinya konflik-
konflik yang berlarut-larut tanpa adanya suatu penyelesaian baik itu karena
salah satu pasangan tidak mau cerai, karena salah satu pasangan tidak mau
cerai, karena ingin mempertahankan keutuhan keluarganya, sehingga
hancurlah sendi-sendi kehidupan rumah tangga ini. Hal ini sesuai dengan
pandangan Mahmouddin Sudin.7 Sehingga bisa diibaratkan hidup segan
mati tak mau.
C. Problem Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga Perkawinan Beda
Agama
Berdasarkan hasil wawancara, baik dari keluarga yang kawin beda
agama, tetangga, tokoh agama dan tokoh masyarakat di atas selain
menimbulkan problem-problem di atas, ternyata perkawinan beda agama
6 Ib id , him. 2177 Mahmouddin Sudin, op. c it., him. 42
63
menimbulkan problem yang sangat crucial sekali yaitu problem dalam
mendidik agama pada anak-anaknya, diantar any a :
1. Menimbulkan stresor kejiwaan anak
Berdasarkan data di awal terlihat ketika masing-masing berusaha
mendidik anaknya dengan agamnya masing-masing menimbulkan stresor
psikhis pada anak, hal ini karena anak kebingungan dalam menerima
pendidikan yang berbeda dari ayah dan ibunya, karena salah satu sumber
stressor pada anak adalah disebabkan cara mendidik yang berbeda antara
ayah dan ibunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Al Purwa Hadiwardoyo8
bahwa salah satu sumber dari stressor pada anak adalah karena cara
pendidikan yang berbeda dari ayah atau ibu.
2. Menimbulkan kebingungan anak dalam memilih agama yang dianut
Sedangkan problem lain yang sangat urgen dari perkawinan beda
agama adalah anak akan menjadi kebingungan dalam memilih agama yang
akan dianutnya. Ini terlihat dari penuturan tetangga keluarga tersebut yang
mengatakan bahwa si anak suatu waktu diajak ibunya untuk pergi
beribadah ke masjid, namun di suatu saat kemudian ayahnya mengajak
pergi ke gereja. Hal ini menunjukkan betapa labilnya jiw a anak-anak dan
betapa pentingnya bimbingan, arahan dan panutan dari orang tuanya,
sehingga konsekuensi lebih lanjut pada tumbuh kembang anak. Anak ikut
8 Al Purwa Hadi Wardoyo, op. cit., him. 19
64
ke aqidah mana, anak ikut agama ayahnya atau agama ibunya, atau tidak
beragama sama sekali. Hal ini sesuai dengan pandangan Dadang Hawari.9
Dan sungguh ini merupakan sebuah persoalan yang sangat
mendasar sekali karena dalam proses pendidikan, bimbingan dan arahan
orang tua sangat membutuhkan kekompakan dalam hal prinsip, aqidah dan
keyakinan sehingga tidak menimbulkan kebingungan anak dalam
menerima proses pendidikan tersebut.
3. Berawal dari konflik-konflik yang terjadi dalam rumah tangga dapat
memperbesar prosentase kekacauan pendidikan anak
Dalam proses pendidikan keluarga sebagai lahan tempat
pendidikan pertama dan kodrati bagi sang anak sangat membutuhkan
ketenangan, ketentraman dan kedamaian. Dari data-data di atas tersebut
terlihat bahwa keluarga perkawinan beda agama lebih banyak
mengundang terjadinya konflik dalam rumah tangga, baik itu yang
disebabkan saling memperebutkan posisi sebagai yang berhak
menanamkan ajaran agamanya atau disebabkan masalah yang prinsip
lainnya, akan tetapi dapat membahayakan pertumbuhan pendidikan anak,
hal ini sesuai dengan pendapat Sayekti,10 bahwa pendidikan keluarga dan
orang tua merupakan pendidikan yang menentukan pendidikan anak
selanjutnya, jika keluarga baik, tentram orang tua yang hidup rukun dan
baik maka akan dapat membentuk anak-anak yang baik pula, tetapi
9 Dadang Hawari, op. c it, him. 21910 Sayekti Puja Suwamo, Bimbingan dan Konseling Keluarga, Yogyakarta, Menara Mas
Offset, 1994, him. 20
65
sebaliknya keluarga yang berantakan, orang tua yang hidup rukun, suasana
yang kacau akan membuat anak menjadi kacau dan tidak tentram.
D. Bentuk Pendidikan yang Diberikan oleh Orang tua yang Kawin Beda
Agama
Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga yang beda agama
tersebut di atas, bentuk nyata dari pendidikan agama yang diberikan oleh
orang tua antara la in :
1. Memasukkan anaknya ke TPA
2. Sekali waktu diberikan pendidikan tambahan di rumah (misalnya diberi
pengetahuan tentang ibadah baik ibadah mahdhah maupun ghairu
mahdhah, dan pendidikan dasar-dasar agama Islam)
3. Bagi yang beragama non muslim, bentuk pendidikan agama yang
diberikan adalah dengan mengajak anaknya ke gereja.
Dari hal ini menggambarkan betapa pentingnya pendidikan yang
dilakukan sejak kecil, karena perkembangan agama pada anak berjalan dengan
unsur-unsur kejiwaan, pada anak-anak fungsi-fungsi jiw a masih sangat
sederhana. Hal ini sesuai dengan pendapat W. H. Clark sebagaimana dikutip
Jalaluddin.11 Jadi sering dengan perkembangan kejiwaan dan jalinan unsur-
unsur ini, agama itu bisa berkembang. Untuk itulah betapa perlunya peran
pendidik yang selalu berada dekat dengan anak yaitu orang tua. 11
11 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, him. 204
6 6
E. Metode yang Digunakan Orang Tua dengan Perkawinan Beda agama
dalam Mendidik Agama Anak
Dalam mendidik agama pada anak-anak metode yang digunakan oleh
bapaka tau ibu dari keluarga yang kawin beda agama mereka sadari atau tidak
mereka menggunakan metode, diantar any a :
1. Metode tanya jawab
2. Metode ceramah
3. Metode diskusi
4. Metode demonstrasi (pemberian contoh atau teladan)
Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan metode
memegang peranan yang penting, sesuai dengan pendapat para ahli
pendidikan.12
F. Materi yang Diajarkan Oleh Keluarga dalam Perkawinan Beda Agama
Dari uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan
agama yang diajarkan oleh orang tua m eliputi:
1. Pendidikan aqidah, m eliputi: pendidikan shalat, puasa dan sebagainya
2. Pendidikan akhlak, meliputi : adab berdoa, cara menghormati yang lebih
dewasa, dan cara menghormati tamu dan sebagainya
3. Pendidikan kebudayaan Islam, meliputi : menjelaskan kebudayaan yang
ada dalam agama Islam, misalnya menjelaskan mengenai rebana dan lain
sebagainya.
4. Pendidikan Al Qur’an, meliputi pendidikan baca tulis Al Qur'an
12 Zuhairini, dkk., Methodik Khusus Pendidikan Agama, Malang, Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983, cet. VIII, him. 79
BABY
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian tentang “Problem Pendidikan Agama Anak dalam
Keluarga Perkawinan Beda Agama Di Kelurahan Kalicacing Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga 2008, maka dapat menulis simpulkan sebagai
berikut:
1. Model pendidikan anak dalam lingkungan keluarga beda agama
a. Model konsiderasi
Manusia seringkah bersifat egosentris, lebih memperhatikan,
mementingkan, dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui
penggunaan model pendidikan/model konsiderasi (consideration
model) anak di dorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang
lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama dan hidup secara
harmonis dengan orang lain.
b. Model pembentukan rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai
standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi,
dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat
multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model
pembentukan rasional {rational building model) bertujuan
mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
67
6 8
c. Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk
berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung
dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai
potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai
fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa.
Penggunaan model ini bertujuan membantu para siswa
mengaktualisasikan dirinya.
2. Dalam sebuah keluarga tidak bisa dipungkiri akan terjadinya sebuah
konflik, entah konflik besar maupun kecil. Apalagi dalam sebuah
perkawinan yang beda agama, masalah yang muncul pastilah akan lebih
komplek dibandingkan dengan keluarga yang seiman dan satu keyakinan.
Banyak hal yang mendasari terjadinya konflik dalam perkawinan yang
berbeda agama terutama masalah keyakinan anak, dalam hal ini anak akan
menjadi pigak yang sangat dirugikan ketika kedua orang tuanya tidak
dapat mendidiknya sesuai dengan semestinya.
Oleh karena itu untuk menghindari atau meminimalisir konflik yang
berdampak pada anak maka cara kedua orang tuanya harus : menciptakan
suasana keluarga yang harmonis, berkomunikasi dengan anak sesuai
dengan taraf berfikir anak, memberikan keteladanan yang baik
memberikan gambaran-gambaran tentang masing-masing agama, serta
memberikan kebebasan pada anak untuk berfikir dan memilih.
69
Perkawinan antar agama yang teijadi di Kelurahan Kalicacing
menimbulkan beberapa problem, diantaranya :
a. Terjadinya erosi iman pada pasangan suami istri tersebut, karena demi
“kerukunan” mereka masing-masing, pasangan suami istri akan
memulai menyelamatkan perkawinan mereka dengan tidak
menonjolkan aktivitas agama masing-masing dalam kehidupan rumah
tangganya, termasuk salah satu fungsi pokok rumah tangga yakni
pendidikan diri anak.
b. Ketika konflik tidak teratasi, maka masing-masing pihak itu tidak akan
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, melainkan mereka
memilih pola hidup sekuler.
c. Berawal dari pola hidup ini akan menimbulkan konflik baru yang lebih
sulit diatasi, dan keluarga ini hanya akan mendapatkan kebahagiaan
semu.
d. Salah satu pasangan akan terkucil di lingkungan pasangannya bahkan
lingkungan keluarganya.
e. Terjadinya derita mental salah satu pihak, karena konflik yang
berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian.
f. Perkawinan antar agama tersebut dapat menimbulkan kecurigaan antar
agama yang selanjutnya dapat berkembang menjadi konflik agama
walau secara diam-diam atau terang-terangan.
70
g. Dengan berlangsungnya proses pendangkalan agama, berarti akan
mulai pula pelanggaran terhadap kaum agama masing-masing,
bencana atau tidak terserah kepada penilaian kepada diri mereka
3. Perkawinan beda agama di Kelurahan Kalicacing menimbulkan problem
dalam mendidik agama anak, antara lain :
a. Teijadi konflik yang berawal karena memperebutkan posisi sebagai
pihak yang berhak menanamkan ajaran agamanya pada anaknya.
b. Menimbulkan kebingungan pada anak dalam memilih agama yang
akan dianutnya.
c. Perkawinan beda agama sangat rawan untuk menimbulkan konflik
sehingga akan menimbulkan keluarga yang kacau, tidak tenang dan
tidak tentram. Dan ini akan menyebabkan terganggunya pendidikan
anak, terutama pendidikan agama anak, sehingga akan menimbulkan
anak-anak yang tidak baik. Baik itu akhlak, karakter maupun tingkah
lakunya
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis paparkan diatas, dimana
sedemikian kompleknya problem yang ditimbulkan dari perkawinan antar
agama di Kelurahan Sidomukti terutama problem dalam mendidik agama
anak. Maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
1. Bagi mereka yang sudah mempunyai anak, penulis sarankan supaya
mendidik agama anak dengan pendidikan agama sejak dini, kalaupun ini
mendapat tantangan dari suami atau istri anda, maka anda beribadah, dan
71
jangan sampai karena demi “perdamaian” anda mengendorkan ibadah
anda, supaya anak tertarik dan mau mengambil keputusan untuk belajar
dan menganut agama Islam.
2. Keluarga adalah suatu unit terkecil dari masyarakat, dari kelurga inilah
anak mendapatkan pendidikan pendidikan yang pertama kali terutama
masalah pendidikan agama. Anak sangat membutuhkan pendidikan dasar
tentang agama sebelum mereka memasuki jenjang pendidikan
formal/sekoiah. Untuk itu, orang tua hendaknya bisa menciptakan situasi
keluarga yang damai, aman dan tentram sehingga hal ini bisa menunjang
kepada keberhasilan dalam membentuk anak yang bertingkah laku mulia.
3. Perkawinan mempunyai tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk membentuk
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Dan dari sinilah akan
dimulai terwujudnya suatu masyarakat yang rukun, anam, damai, dan
tentram, agar tercapai cita-cita yang mulia tersebut dengan baik, maka
diharapkan para remaja khususnya remaja muslim, sebelum memasuki
jenjang perkawinan perlu meningkatkkan pengetahuan dan pengertian
tentang bagaimana membina kehidupan keluarga yang sesuai dengan
tuntutan agama Islam, serta bagaimana pentingnya persamaan prinsip,
aqidah dan agama dalam menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga
yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
4. Bagi mereka yang mempunyai pacar atau calon istri yang berbeda agama,
maka hendaknya mereka membawa pacar atau calon istrinya kedalam
Islam dengan penuh hikmah kebijaksanaan. Jika segala usaha sudah gagal,
72
maka lebih baik berkorban sebelum nikah daripada menjadi korban
sesudah nikah.
5. Bagi mereka yang sudah mempunyai suami atau istri yang bukan Islam,
bawalah dia masuk Islam, dan kalau dia tidak mau, sadarilah bahwa setiap
pilihan sudah pasti membawa resiko tetapi resiko karena berpihak pada
Allah, sudah ada jaminan tertentu dari Allah. Karena Allah sudah
menjanjikan bahwa bagi siapa yang bersungguh-sungguh dengan Allah,
Dia akan menunjukkan jalan keluar untuk mengatasi resiko dari sikap
yang diambilnya. Dalam Islam, pintu taubat senantiasa terbuka, tetapi
hanya satu kali. Lebih dari satu kali tidak akan diterima.
6. Ketika ada orang yang pindah agama kedalam Islam, karena akan
melangsungkan pernikahan. Maka hendaknya pasangan tersebut berjanji
didepan pejabat yang berwenang dan berjanji, jika salah seorang dari
mereka barganti agama atau kembali kembali ke agama asalnya, maka
sebagai akibatnya secara otomatis putuslah hubungan perkawinan tersebut.
Calon suami atau istri yang akan masuk Islam hendaknya dimasukkan
terlebih dahulu kedalam pusat latihan Islam dalam jangka waktu tertentu.
Dalam pusat latihan tersebut diberikan pendidikan yang akan memberikan
jawaban “Bagaimana menjadi muslim sejati”.
C. Penutup
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan
rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
73
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaatnya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik
yang membangun demi lebih baiknya skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umumnya. Amin ya rabbal
‘alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama D.lingkungan Keluarga, Bulan Bintang , Jakarta, 1976.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, cet. 1.
Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama P e tinjau dari Undang-undang Perkawinan No. 1/1974, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Bin Hajjaj, Imam Abu Husain, Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Indonesia, t-th. Juz IV.
Darajad, Zakiah, Islam untuk Disiplin Ilmu Pedidikan, Bulan Bintang, Jakarta, 1987.Zuhairini, dkk., Filsafat pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta.
Dir. Jend. Bin. Baga. Agama Islam, Methodik Khusus Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: 1984/1985, Cet. 2.
Hadiwardoyo, Al Purwa, Perkawinan Menurut Islam dan Implikasinya terhadap Kawin Campur, Yogyakarta: Kanisius, 1990, Cet. 1.
Hawari, Dadang, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dari Kesehatan Jiwa.
Indhamy, Dahlan, Azas-azas Fiah Munakahat Hukum Keluarga Islam, Al-Ikhlas Surabaya, 1984.
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT ^oin p.rnfmdo Persada, Jakarta, 1998.
Kusuma, Hilman Hadi, Hukum sl Perka Indonesia, Mandar Maju, 1990, Bandung.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1987.
Mas’ud, Abdurrahman, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001, cet. 1.
Mazhahiri, Husain, Pintar Mendidik Anak, Jakarta : Lentera, 1992, Cet. 1.
Muslim bin Ha[jaj, Imam Abu Husain, Shahih Muslim Juz IV, Maktabah Dahlan, 1.1. Indonesia.
Nasution, M. Yunan, Islam dan Problema Kemasyarakatan : Dilema dalam Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta 1998.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976.
Pujosuwarno, Sayekti, Bimbingan dan Konseling Keluarga, Menara Mas Offset Yogyakarta, 1994.
Purwanto, Galim, Ilmu Pendidikan, Bandung, Remaja Karya, Jakarta 1986.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994.
Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontempore, Gema Insani Pres, Jakarta 1995.
Rahardja, Limar Tirta, dan La Sula, Pengantar Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000.
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 2000.
Sudin, Mahmoudin, Perkawinan Antar Agama, Yayasan Sarana Keluarga, Indonesia, 1985.
Umum, Chalil, Agama Menjawab Tantangan Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya 1994.
Yunus, Mahmud, Hukum perkawinan dalam Islam, PT. Hidayakarya Agung, Jakarta, pasal 1.
Zuhairini, Dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Malang, 1983.
Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983, Cet. 8.
DEPARTEMEN AGAMASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp.(0298) 323706,323433 Fax323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
Nomor: ST.27/K-1/PP.00.9/I-1.1.213/2008 30 Januari 2008Lamp. : Proposal Skripsi Hal : Pembimbing dan Asisten
Pembimbing Skripsi
Yth. Dra. Djami'atul Islamiyah, M.Ag
Assalam ualaikum w.w.
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S .l). Saudara ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing / Asisten Pembimbing Skripsi mahasiswa :
N a m a ' : AENI MUSTAFIDAH NIM : 12104011Jurusan : TARBIYAHJuduLSkripsi : PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM
KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA TAHUN 2008
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengoreksi tema Skripsi di atas.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan.
W assalam ualaikum w. w.
a.n. Ketua,
Tembusan : Yth. Ketua STAIN Salatiga (sebagai laporan)
DEPARTEM EN AGAMA RISEKOLAH TIN G G I AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax. 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E -m ail: administrasi@,stainsalatiga.sc.id
Nomor : ST .27/K -1/T L .01/* * /2008 26 M aret 2008Lamp : Proposal PenelitianHal : Permohonan Izin Penelitian
KepadaYth. Walikota SalatigaUp. Kepala Kantor Kesbang Dan LinmasDi Salaiga
A ssa la m u ’aluikum , Wr. Wb.
Yang bertanda tangan di bawah ini, kami menerangkan bahwa :
NamaNIMMahasiswa Jurusan Program Studi
AEN1 M USTAFIDAH 12104011Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga TarbiyahPendidikan Agama Islam (PAI)
Bermaksud mengadakan penelitian di : Kelurahan Kalicaeing, Kee. Sidomukti, Salatiga.
Dalam rangka penyelesaian studinya program S.l di STAIN Salatiga diwajibkan memenuhi salah satu persyaratan berupa Pembuatan SKRIPSI.
Adapun judul yang diambil : PR O B L E M A T IK A PEN D ID IK A N AGAM A ANAK DALAM K ELU A RG A PER K A W IN A N BEDA AGA M A DI K ELU RA H A N K A L IC A C IN G K EC A M A TA N SID O M U K T I KOTA SA LA TIG A TA H U N 2008
Dengan Pembimbing : Dra. Djamiatul Islamiyati, M.AgAsisten Pembimbing :
Untuk menyelesaikan skripsi tersebut, kami mohon Bapak / Ibu memberi izin kepada mahasiswa tersebut untuk mengadakan penelitian guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang diperlukan di Kelurahan Kalicaeing, Kec. Sidomukti, Salatiga, mulai tanggal 26 M aret 2008 s.d. selesai.
Kemudian atas pemberian izin Bapak / Ibu, kami sampaikan terima kasih.
IVassa/am u ’a la ikum , Wr. Wb.
a.n. Ketuapembantu Ketua Bidang
►adem i k
3^H. Muh. SaerozijM.Ag
N IP .1502478014
Tembusan : Ketua STAIN Salatiga (sebagai laporan)
S A L A TIG A PEMERINTAH KOTA SALATIGA
KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT
JL. LETJEND SUKOWATI NO. 51 TELP. (0298) 325 159 SALATIGA
SURAT REKOMENDASI PENELITIAN NOMOR : R / 070/1<9<9
I. Dasar : Surat dari Direktur STAIN Salatiga Nomor : ST.27/K-101 /534/2008 tentang Surat Rekomendasi untuk Melakukan Penelitian dan Pengambilan Data.
II. Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Salatiga, menyatakan Tidak Keberatan atas Permohonan ijin melakukan penelitian dan pengambilan data di wilayah Kota Salatiga yang dilaksanakan oleh :
1. N a m a2. Pekerjaan3. NIM4. Alamat5. Penanggung Jawab6. Maksud & Tujuan
: AENI MUSTAF1DAH : Mahasiswa STAIN Salatiga :12104011: Kel. Plalangan, Gunungpati, Semarang .: Dr. H. Muh Saerozi. M Ag: Mengadakan Penelitian dalam rangka penyusuna Skripsi dengan Judul : ” PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ANAK DALAM KELUARGA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA TAHUN 2008”.
Dengan Ketentuan - ketentuan sebagai berikut:a. Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan Data tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu
yang dapat mengganggu stabilitas Daerah.b. Sebelum melaksanakan Penelitian, harus terlebih dahulu melapor kepada instansi terkait.c. Setelah Penelitian selesai supaya menyerahkan hasilnya kepada Kantor Kesbang dan Linmas
Kota Salatiga.
UI. Surat Rekomendasi Penelitian ini berlaku d a r i: 26 Maret s/d 26 Juni 2008.
Tembusan disampaikan kenada Yth :1. Walikota Salatiga (sebagai laporan);2. Kepala Bapeda Kota Salatiga ;3. Camat Sidomukti Kota Salatiga ;4. Lurah Kalicacinu Kota Salatiua.
Dikeluarkan d i : S A L A T I G A Pada tanggal : 26 Maret 2008
KEPALA KANTOR KESBANG DAN LINMAS
DAFTAR RIW AYAT HIDUP
1. Nama : Aeni Mustafidah
2. Tempat dan tanggal lahir : Semarang, 12 Nopember 1983
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Warga Negara : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Alamat : Plalangan RT 02 RW 01 Gunung Pati Semarang
7. Riwayat Pendidikan :
- MI Roudlotus Sibyan, Plalangan, Gunung Pati Lulus Tahun 1996
- MTs Barat Nu Kudus Lulus Tahun 1999
- MA Al-Asror Semarang Lulus Tahun 2002
- D II STAIN Salatiga Lulus Tahun 2004
- SI STAIN Salatiga Lulus Tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, Agustus 2008 Penulis
Aeni Mustafidah114 03 002
DAFTAR N ILA I SKK
Nama : Aeni Mustafidah P.A : Drs. Miftahuddin, M,Pd
NIM : 121 04 011 Jurusan /Progdi: Tarbiyah /PAI
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai
1 OPSPEK 19-22 Agustus 2002 Peserta 32 Pusat Pendidikan pelatihan dan
sarasehan Warga Diploma II (PUSDIKLAT SWARDA) "Reaktualisasi Etos Kependidikan Menuju Insan Inovatif, Progresif, dan Profesioal" oleh FMPD II
27 Agustus 1998 Peserta 2
3 Pendidikan dan Latihan Ke-12 (Diklat XII) Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi
11 September 2002 Peserta 2
4 Gerakan Pramuka Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar oleh Kwartir Cabang Kota Salatiga
16 Juli 2003 Peserta 2
5 ITTAQO "Ritual Padusan dan Selikuran Menurut Islam"
2 November 2004 Peserta 2
6 LPM Dinamika "Workshop Komputer"
11 September 2007 Peserta 2
7 CEC " Break The Fast" 12 Oktober 2005 Peserta 28 "Silaturrahmi dan kajian Ilmiah
antar Anggota Alumni Tremas" Persatuan Alumni Tremas
26 Maret 2006 Panitia 2
9 "Training Analisa Sosial" oleh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan Jawa Timur
23 Oktober 2007 Panitia 2
10 Pesantren Kilat Libur Akhir Tahun Pelajaran 1997/1998 oleh MA Banat Nu
4 Juli 1998 Peserta 2
11 Seminar Nasional"Kepemimpinan demokrasi dan Politik pendidikan untuk Kesejahteraan Rakyat" oleh BEM STAIN Salatiga
23 April 2008 Peserta 6
12 Diskusi Gender dan Bedah Film "Membongkar Tradisi Sektarianisme Gender Menuju Masyarakat Egaliter" BEM STAIN Salatiga
20 April 2006 Peserta 2
13 Diskusi dan Pemutaran Film dalam Rangka Mengenang setahun Kematian Munir "Human Right Defender"
20 September 2005 Peserta 2
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai
14 Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) At Taubah 12 Agustus 2008
Pengurus dan Staf Pengajar
8
15 "Pelatihan Lief Skil Enceng Gondok" Persatuan Alumni Tremas (PATREM)
16 Oktober 2005 Peserta 2
16 Pembangunan Masjid "Ar Rahman" SMK Saraswati Salatiga
September 2003 Panitia 3
17 Pengurus PATREM Periode 2007-2008 Humas 418 "Konser Music Amal" STAIN
Music Club30 September 2002 Peserta 2
19 Pelatihan Jumalistuk Siswa SMK/K/MA Se Kabupaten Semarang Tahun 2008
28-29 Juli 2008Peserta
2
20 Gladi Tangguh Pramuka Pandega Ke-13 (GTPP XIII) Racana Kusuma Dilaga Woro Srikandi
12 Oktober 2003Peserta
2
Jumlah 54