PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI … · kabupaten deli serdang dan serdang bedagai ......
Transcript of PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI … · kabupaten deli serdang dan serdang bedagai ......
PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR
KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA
MARUNGGAS SINAGA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prioritas Pengembangan
Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Marunggas Sinaga NIM A156120444
RINGKASAN
MARUNGGAS SINAGA. Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera
Utara. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan NEVIATY PUTRI ZAMANI.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis, mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan rentan terkena dampak kondisi ekologi, ekonomi serta sosial budaya. Potensi penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaannya masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menentukan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, (2) Mengetahui pandangan stakeholder terhadap arahan
program pengembangan lahan yang tepat untuk dikembangkan di wilayah pesisir Kabupaten Deli dan Serdang Bedagai. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution), AHP (Analitical Hierarchy Process), dan analisis GIS (Geographic Information System). Kriteria-kriteria
yang digunakan adalah kesesuaian lahan, pemusatan penggunaan lahan, hirarki wilayah, dan bukan merupakan kawasan lindung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah tubuh air 1,1%, hutan mangrove sekunder 2,4%, lahan terbangun 11,8%, perkebunan 29,4%, pertanian
lahan kering 18,1%, sawah 24,9%, semak belukar/belukar rawa 3,9%, tambak 8,1% dan tanah terbuka 0,4%. Lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan
di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang yaitu : (1) Prioritas I berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan dengan penggunaan lahan tambak masing-masing seluas 560 ha dan 980 ha, (2) Prioritas II berada di
Kecamatan Hamparan Perak dengan penggunaan lahan perkebunan seluas 10.720 ha dan di Kecamatan Labuhan Deli dengan penggunaan lahan sawah 2.050 ha dan
(3) Prioritas III berada di Kecamatan Pantai Labu dengan penggunaan lahan Pertanian lahan kering seluas 1.130 ha. Lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah : (1)
Prioritas I berada di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk Mengkudu dengan penggunaan lahan sawah masing-masing seluas 2.650 ha dan 1.450 ha, (2)
Prioritas II berada di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan sawah seluas 4.640 ha, (2) Prioritas III di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan perkebunan seluas 3.480 ha, (4) Prioritas IV berada di Kecamatan Bandar
Khalipah dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 970 ha dan sawah seluas 3.290 ha serta (5) Prioritas V berada di Kecamatan Tanjung Beringin
dengan penggunaan lahan sawah seluas 2.640 ha. Menurut pandangan stakeholder diperoleh hasil bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas terhadap arahan pengembangan penggunaan lahan dengan cara peningkatan pendapatan dari
masyarakat. Kata kunci: Kesesuaian lahan, penggunaan lahan, TOPSIS, Wilayah Pesisir
SUMMARY
MARUNGGAS SINAGA. Priority of Land Use Development in Coastal Area of Deli Serdang and Serdang Bedagai Regencies. Supervised by KOMARSA
GANDASASMITA and NEVIATY PUTRI ZAMANI.
The Coastal area is a dynamic and strategic area due to its topography, rich
of diverse habitats but susceptible from ecology, economic, and sosiocultural effect. Potential utilization of coastal areas in Deli Serdang and Serdang Bedagai
Regencies are not optimally managed, since yet exploitative, sectoral and overlapping management.
This study aims : (1) to determine the prioritize location of land use
development and (2) to know the stakeholders preference for referral program of land use development in coastal areas of Deli Serdang and Serdang Bedagai
Regencies. A systematic approach for this land use development in coastal areas by integrating Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) a based Multi Criteria Decision Making (MCDM) technique, Analitical
Hierarchy Process (AHP), and Geographic Information System (GIS) analysis. Criterias used for this determination are land suitability, Location Quotient (LQ),
hierarchy region, and evade conservation areas. The results showed that the land use in coastal area of Deli Serdang and
Serdang Bedagai Regencies are body of water 1,1%, secondary mangrove forest
2,4%, building area 11,8%, plantation 29,4%, dry land agriculture 18,1%, paddy fields 24,9%, embankment 8,1%, open land 0,4%. The prioritize locations of land
use planning in Deli Serdang Regency are (1) First priority is located in Hamparan Perak with 560 ha of embankment and Percut Sei Tuan with 980 ha of embankment, (2) Second priority is located in Hamparan Perak with 10.720 ha of
plantation and Labuhan Deli with 2.050 ha of paddy field, (3 ) Third priority is located in Pantai Labu with 1.130 ha of dry land agriculture. And the prioritize
locations of land use planning in Serdang Bedagai Regency are (1) F irst priority is located in Pantai Cermin 2.650 ha of paddy field and Teluk Mengkudu with 1.450 ha of paddy field, (2) Second priority is located in Perbaungan with 4.640
ha of paddy field, (3) Third priority is located in Perbaungan with 3.480 ha of plantation. (4) Fourth priority is located in Bandar Khalipah with 970 ha of dry
land agriculture and 3.290 ha of paddy field, (5) Fifth priority is located in Tanjung Beringin with 2.640 ha of paddy field. According to stakeholders preference, economic aspects by increasing the income of society to be the
priority of referral programs for land use development.
Keywords: coastal areas, land suitability, land use pattern, TOPSIS,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
PRIORITAS PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR
KABUPATEN DELI SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
MARUNGGAS SINAGA
Judul Tesis : Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara
Nama : Marunggas Sinaga NIM : A156120444
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc
Ketua
Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Prof Dr Ir Santun RP Sitorus
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.
Tanggal Ujian: 13 Maret 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Prioritas Pengembangan Penggunaan Laban di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara
Nama : Marunggas Sinaga NIM : A1 56120444
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Komarsa Gandasasmita. MSc Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
ProfDr Ir Santun RP Sitorus
Tanggal Ujian: I3 Maret 2014 Tanggal Lulus: 2 B MAR 2014
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah perencanaan wilayah dengan judul Prioritas Pengembangan
Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada : 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani M.Sc
selaku Ketua Komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang ditengah kesibukannya selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing Penulis, memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis.
2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. 3. Ketua Program Studi Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus, serta segenap dosen
pengajar, asisten dan staf pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.
4. Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.
5. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada Penulis.
6. Rekan-rekan satu angkatan di PWL 2012 kelas khusus maupun reguler untuk
kebersamaan yang indah, berbagi ilmu dan dukungannya. 7. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tak
bisa Penulis sebut namanya satu-satu tapi tetap tertulis dihati. 8. Dan yang terutama Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak
terhingga kepada Kedua Orangtua Harapan Sinaga dan Sinur
Sitanggang(Alm) serta seluruh keluarga atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah dilimpahkan selama ini. Kepada mereka
karya tulis ini Penulis persembahkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.
Bogor, Maret 2014
Marunggas Sinaga
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Definisi Wilayah Pesisir 5
Konsep Pengembangan Wilayah 6
Perencanaan Tata Guna Lahan 6
Lahan dan Kesesuaian Lahan 7
Penginderaan Jauh 8
Sistem Informasi Geografis 9
Multi Criteria Decision Making 10
3 METODE 13 Lokasi dan Waktu Penelitian 13
Alat dan Jenis Data 13
Prosedur Analisis Data 13
4. KONDISI UMUM PENELITIAN 25 Kondisi Geografis dan Batas Administrasi 25
Kondisi Fisik Wilayah 25
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi 27
Potensi Sumber Daya Alam 28
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Pola dan Trend Perubahan Penggunaan Lahan 31
Kesesuaian Lahan 36
Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan 40
Pemusatan Aktivitas Penggunaan Lahan 41
Peruntukan Kawasan Lindung 42
Tingkat Perkembangan Kecamatan 44
Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan 45
Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan
Penggunaan Lahan 47
DAFTAR TABEL
1. Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 2
2. Jenis dan Sumber Data Sekunder Penelitian 14 3. Tujuan, Teknik Analisis dan Keluaran Penelitian 14 4. Variabel dalam Penyusunan Indeks Hirarki 19
5. Matrik Perbandingan Berpasangan 23 6. Nilai Random Indeks 24
7. Jumlah Desa, Luas Kecamatan dan Panjang Garis Pantai di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 25
8. Penyebaran Ketinggian Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai 26 9. Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai 27 10. Kerapatan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan
Serdang Bedagai 28
11. Deskripsi dan Kunci Penafsiran Citra Landsat-ETM dengan Kombinasi 543 31
12. Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan 2013 di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 33
13. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2013 di Wilayah
Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 35 14. Kesesuaian Lahan untuk Setiap Peruntukan Penggunaan Lahan 36 15. Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan 40
16. Nilai Location Quotient (LQ) pada setiap Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 41
17. Luas Penggunaan Lahan pada setiap Nilai Loccation Quotient 42 18. Tingkat Perkembangan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai 44
19. Prioritas Lokasi Pengembangan penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang 46
20. Prioritas Lokasi Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai 46
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian 13 2 Tahapan Alir Penelitian 15 3 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000 34
4 Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2013 34 5 Peta Kesesuaian Lahan Perkebunan 37
6 Peta Kesesuaian Lahan Sawah 38 7 Peta Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 39 8 Peta Kesesuaian Lahan Tambak 40
9 Peta Location Quotient (LQ) Penggunaan Lahan 42 10 Peta Kawasan Lindung di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan
Serdang Bedagai 43 11 Peta Tingkat Perkembangan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten
Deli Serdang dan Serdang Bedagai 45
12 Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 47
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Skalogram Data Podes 2011 di Wilayah Pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 53 2 Penentuan Prioritas Aspek dalam Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai 56
3 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Ekologi dalam Penggunaan Lahan 56
4 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Ekonomi dalam Penggunaan Lahan 57
5 Penentuan Prioritas Alternatif Aspek Sosial Budaya dalam Pemanfaatan
Lahan 57 6 Kriteria Kesesuaian Lahan Sawah (Oryza sativa) 58
7 Kriteria Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 59 8 Kriteria Kesesuaian Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis
JACK.) 60
9 Kriteria Fisik Kesesuaian Lahan Tambak 61 10 Kesesuaian Lahan Perkebunan berdasarkan Karakteristik Fisik Lahan 62
11 Kesesuaian Lahan Sawah Berdasarkan Karakteristik F isik Lahan 63 12 Kesesuaian Pertanian Lahan Kering 64 13 Kesesuaian Lahan Tambak 65
14 Arahan Prioritas Lokasi Penggunaan Lahan 71
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah
darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 dalam Dahuri et al. 1996; Zahro et al. 2011). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang dinamis, mempunyai kekayaan habitat yang beragam dan rentan terkena dampak
kondisi ekologi, ekonomi serta sosial budaya (Pourebrahim et al. 2011). Pemanfaatan sumber daya lahan di pesisir berpengaruh langsung terhadap
lingkungan dan sumber daya pesisir lain disekitarnya. Penggunaan lahan di wilayah pesisir mempunyai banyak tujuan dengan
berbagai macam aktivitas yang ada. Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
Bedagai merupakan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi dimana
dekat dengan ibukota provinsi. Wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditinjau dari segi kondisi topografi lahannya relatif datar. Dengan letak geografis tersebut kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang
memiliki pemanfaatan lahan yang potensial di berbagai sektor diantaranya : (1) Sektor perikanan dengan budidaya tambak, (2) Sektor kehutanan hal ini ditandai
bahwa sepanjang wilayah pesisir ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara, (3) Sektor parawisata
ditandai bahwa di sepanjang pantai terdapat objek wisata, (4) Sektor pertanian yang didominasi oleh lahan sawah dan pertanian lahan kering dan (5) Sektor
perkebunan dengan komoditas sawit yang menjadi komoditas primadona di sumatera utara.
Potensi pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan
Serdang Bedagai belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaannya masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih (Renstra wilayah pesisir
Sumatera Utara 2004). Pengelolaan secara sektoral dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir yang sama (Dahuri et al. 1996). Eksploitasi
sumber daya pesisir yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang panjang terhadap lingkungan. Kebanyakan investor mengeksploitasi sumber daya pesisir
hanya melihat profit semata. Banyak kasus yang dapat dilihat di beberapa wilayah sepanjang pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Pada tahun 1990 terjadi eksploitasi lahan untuk penggunaan tambak karena memiliki profit yang
tinggi. Dampak yang terjadi adalah banyak lahan bekas tambak yang terlantar karena sudah tidak produktif. Trend saat ini adalah pemaksaan eks lahan tambak
dikonversi menjadi lahan perkebunan. Pola penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dari tahun 1990, 2000 dan 2009 disajikan pada Tabel 1.
2
Tabel 1 Penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
Penggunaan lahan 1990 (ha)
2000 (ha)
2009 (ha)
Dinamika
Belukar 16.531 7.179 6.312 Menurun
Hutan mangrove 4.779 2.921 1.754 Menurun
Pemukiman 8.736 9.552 9.689 Meningkat
Perkebunan 26.871 27.724 28.681 Meningkat
Tegalan 29.298 28.535 26.628 Menurun
Sawah 16.945 21.950 24.779 Meningkat
Tambak 6.124 10.786 11.477 Meningkat
Lain- lain 2.661 3.298 2.625 -
Sumber : Kementerian Kehutanan (2010)
Manurung (2002) menyatakan perubahan penggunaan lahan di wilayah
pesisir Deli Serdang memberikan pengaruh yang positip terhadap sosial ekonomi masyarakat tetapi kurang menguntungkan dari segi lingkungan hidup karena
sebagian besar lahan hutan mangrove telah dikonversi menjadi tambak sehingga sebagian lokasi terjadi pengendapan lumpur serta abrasi air laut. Purwoko (2011) menyatakan bahwa secara umum telah terjadi kerusakan hutan mangrove di
wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dengan tingkat kerusakan rata-rata antara sedang sampai dengan rusak. Bebarapa penyebabnya adalah adanya
kegiatan pertambakan, kegiatan perkebunan dan rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan. Penggunaan lahan dengan pola seperti di atas dapat menyebabkan permasalahan dalam pemanfaatan ruang apalagi tidak
didasarkan pada perencanaan penggunaan ruang yang baik. Banyaknya sektor dan stakeholder yang berkepentingan dalam
penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai jika tidak ada keterpaduan didalamnya justru berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Untuk itu sangat dibutuhkan skala prioritas pengembangan
penggunaan lahan yang dapat mengintegrasikan aspek konservasi, ekonomi dan sosial sebagai suatu kesatuan yang sinergis. Berbagai pendapat mengenai
pengembangan lahan diantaranya : (1) Pengembangan lahan (land development) adalah peningkatan kemanfaatan, mutu dan penggunaan suatu bidang lahan untuk kepentingan penempatan suatu kegiatan fungsional sehingga dapat memenuhi
kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal dari segi ekonomi, sosial, fisik, dan aspek legalnya (Yodoyono 2011), (2) Pengembangan lahan adalah
pengubahan guna lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari nilai tambah yang terjadi karena perubahan guna lahan tersebut (Winarso et al. 2006) dan (3) Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 50/Permentan/OT.140/8/2012 bahwa pengembangan kawasan pertanian adalah untuk memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian
menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani. Dari
berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa maksud dari pengembangan
3
penggunaan lahan adalah bagaimana cara mendorong peningkatan manfaat dan
nilai lahan dari suatu penggunaan lahan. Dalam perencanaan tata guna lahan, pengambilan keputusan secara keruangan (spatial decision making) sangat
diperlukan untuk dapat mengarahkan dua hal. Pertama, dimana dan seberapa luas (termasuk dalam sebaran ruang) suatu aktivitas akan diarahkan. Kedua, apa yang harus dilakukan (terkait aspek sosial, ekonomi, dan teknologi) sehubungan dengan
karakteristik ruang yang direncanakan (Baja 2012).
Perumusan Masalah
Lahan merupakan sumber daya yang terbatas dan merupakan sumber daya yang hampir tak terbaharui (non renewable), sedangkan peningkatan jumlah
penduduk dan aktivitas ekonomi menuntut peningkatan kebutuhan lahan dan konversi penggunaan lahan tidak dapat dihindari. Dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat meningkatkan persaingan penggunaan lahan sehingga
sering terjadi konflik penggunaan lahan. Pola penggunaan lahan tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan
Serdang Bedagai masih bersifat exploitatif dimana lahan yang seharusnya digunakan untuk menjaga kelestarian sumber daya kemudian digarap menjadi penggunaan lahan dengan pandangan bahwa lahan hanya sebagai faktor produksi.
Banyaknya sektor dan stakeholder yang berkepentingan dalam penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, jika tidak ada
keterpaduan didalamnya justru berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Dampak dari suatu aktivitas yang satu terhadap yang lain mempunyai potensi saling merugikan manakala tidak diatur keselarasannya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut dibutuhkan pengembangan penggunaan lahan yang dapat mengintegrasikan aspek konservasi, ekonomi dan sosial sebagai suatu kesatuan
yang sinergis. Salah satu cara dalam penetapan pengembangan penggunaan lahan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 50/Permentan/OT.140/8/2012 adalah penetapan lokasi pengembangan
penggunaan lahan. Penetapan lokasi pengembangan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan skala prioritas. Skala prioritas adalah membuat urutan
pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat kepentingannya, yaitu mulai pemenuhan kebutuhan yang paling mendesak sampai kebutuhan yang bisa ditangguhkan pemenuhannya. Skala prioritas menggambarkan tingkatan yang
dapat dilaksanakan dalam pengembangan penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan dengan dengan skala sangat prioritas akan lebih diutamakan dibandingkan
dengan yang kurang prioritas. Hal ini berguna dalam rangka penyusunan rencana jangka pendek sampai dengan rencana jangka panjang. Penyusunan skala prioritas dalam pengembangan penggunaan lahan mempertimbangkan beberapa aspek
yaitu : 1. Pengembangan penggunaan lahan berada di kawasan budidaya dan bukan
merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan;
3. Pengembangan penggunaan lahan adalah wilayah yang belum berkembang; 4. Penggunaan lahan merupakan pemusatan/basis.
4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah : 1. Menentukan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai;
2. Mengetahui pandangan stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan yang tepat untuk dikembangkan di wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam
kebijakan dan perencanaan pemanfaatan lahan di wilayah pes isir Kabupaten Serdang Bedagai;
2. Menambah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam rencana penelitian ini batasan penelitian mengacu pada UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pada
pasal 2 yang menyatakan bahwa “ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut, ke arah darat mencakup wilayah
administrasi kecamatan dan kearah laut sejauh 4 (empat) mil diukur dari garis pantai”. Pada penelitian ini, wilayah penelitian dibatasi pada wilayah daratan
dengan batas administrasi kecamatan, diataranya meliputi 9 (sembilan) kecamatan yaitu (1) Kecamatan Pantai Cermin, (2) Perbaungan, (3) Teluk Mengkudu, (4) Tanjung beringin, (5) Bandar Khalipah, (6) Pantai Labu, (7) Percut Sei Tuan, (8)
Hamparan Perak dan (9) Labuhan Deli. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang, pada pasal 17 menyatakan bahwa : (1 ) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, (2) Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat pemukiman dan rencana sitem jaringan
prasarana dan (3) Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Mengacu pada ketentuan tersebut kajian penelitian ini adalah
penggunaan lahan pada kawasan budidaya. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Dalam membatasi antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya mengacu pada
5
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung. Kriteria kawasan lindung yang dimaksud dalam dalam ketentuan ini adalah : (1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan yang dibawahnya,
(2) Kawasan perlindungan setempat, (3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya serta (4) Kawasan rawan bencana alam.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah merupakan wilayah geografis yang dinamis dan
terus berubah akibat bermacam interaksi antara daratan dan lautan. Batasan wilayah pesisir untuk keperluan perencenaan biasanya didasarkan pada batas
administrasi. Batasan administrasi wilayah lebih sering digunakan karena memiliki batas-batas yang lebih jelas. Dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya
disebut PWP-PK) Pasal 1 Ayat (2), disebutkan bahwa: ”Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut”. Selanjutnya, pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK disebutkan bahwa: ”Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 4 (empat) mil laut diukur
dari garis pantai.” Karakteristik, pengertian dan batasan wilayah pesisir di setiap negara
berbeda-beda, tergantung kondisi geografisnya. Menurut Dahuri dan Nugroho
(2004), Pada umumnya karakteristik umum wilayah pesisir dan laut adalah sebagai berikut :
1. Laut merupakan sumber dari “common property resources” (sumber daya milik bersama), sehingga memiliki fungsi publik / kepentingan umum;
2. Laut merupakan “open access”, memungkinkan siapapun untuk
memanfaatkan ruang laut untuk berbagai kepentingan; 3. Laut bersifat “fluida”, dimana sumber daya (biota laut) dan dinamika
hydrooceanography tidak dapat disekat /dikapling; 4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki topografi yang
relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan
memanfaatkan laut sebagai prasarana pergerakan); 5. Pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam, baik yang
terdapat di ruang daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
6
Konsep Pengembangan Wilayah
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional (UU Nomor 26 Tahun 2007). Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat
perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya secara harmonis serasi dan
terpadu melalui pendekatan yang komprehensif mencakup aspek ekonomi, fisik, sosial budaya dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan (Djakapermana 2010)
Dalam pengembangan wilayah, perlu lebih dulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah.
Perencanaan pengggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan (Sitorus 2004). Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah,
daya dukung, manfaat ruang wilayah melalui proses penilaian kondisi lahan, potensi wilayah (Djakapermana 2010)
Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, penurunan kesenjangan antar wilayah, dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di suatu wilayah. Upaya ini diperlukan karena setiap
wilayah memiliki kondisi sosial ekonomi, budaya, dan keadaan geografis yang berbeda-beda, sehingga pengembangan wilayah bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah. Optimal berarti dapat tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan (Riyadi dan Bratakusumah 2005).
Dari berbagai pendekatan, tiga tujuan pengembangan wilayah yaitu : (1) Produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan, (2) Pemerataan keadilan dan
keberimbangan, serta (3) Keberlanjutan (Rustiadi et al. 2011)
Perencanaan Tata Guna Lahan
Perencanaan tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang
mengatur jenis-jenis penggunaan lahan di suatu daerah agar dapat digunakan secara optimal yaitu memberi hasil yang tertinggi dan tidak merusak tanahnya
sendiri dan lingkungannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011; Baja 2012). Ruang lingkup perencanaan tata guna lahan meliputi : (1) Penilaian secara sistematis potensi tanah dan air, (2) Mencari alternatif-alternatif penggunaan lahan
terbaik serta (3) Menilai kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan agar dapat memilih dan menetapkan tipe penggunaan lahan yang paling menguntungkan,
memenuhi keinginan masyarakat dan dapat menjaga tanah agar tidak mengalami kerusakan di masa yang akan datang.
Lebih lanjut dijabarkan bahwa fokus perencanaan tata guna lahan
menyangkut empat unsur pokok yaitu rakyat, lahan, teknologi dan keterpaduan. 1. Rakyat
Perencanaan pada dasarnya dilakukan untuk rakyat oleh karena itu tim perencana harus mengetahui apa keinginan rakyat, kemampuan sumber daya setempat, tenaga kerja dan masalah penggunaan lahan yang ada.
7
2. Lahan
Lahan yang berbeda memberi peluang dan masalah pengelolaan yang berbeda pula. Lahan juga dapat mengalami degradasi misalnya berkurangnya sumber
air, kehilangan tanah karena erosi yang dalam banyak hal bersifat tidak balik. 3. Teknologi
Fokus ketiga dalam perencanaan tata guna lahan adalah pengetahuan tentang
teknologi penggunaan lahan, teknologi yang disarankan haruslah teknologi, dimana pengguna lahan memiliki modal, kemampuan dan teknologi yang
sesuai dengan keadaan masyarakat setempat. 4. Keterpaduan
Keputusan penggunaan lahan tidak dapat hanya berdasarkan pada kesesuaian
lahannya, tetapi juga harus didasarkan pada permintaan terhadap hasil dan sejauh mana penggunaan lahan tersebut bersifat kritikal untuk tujuan tertentu.
Perencanaan harus memadukan informasi tentang kesesuaian lahan, permintaan pada yang tersedia sekarang dan masa yang akan datang.
Tujuan utama perencanaan tata guna lahan adalah untuk memilih dan
mempraktikkan penggunaan lahan yang terbaik dalam upaya memenuhi kebutuhan orang atau generasi saat ini, dan melindungi untuk kepentingan
generasi yang akan datang (Baja 2012)
Lahan dan Kesesuaian Lahan
Definisi lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, hidrologi, iklim relief dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia
baik pada masa lampau maupun sekarang (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011). Lahan merupakan sumber daya terbatas jumlahnya dan
hampir tidak bisa diperbaharui, sedangkan manusia yang memutuhkan dan sebagai pengguna lahan jumlahnya semakin bertambah sehingga jika penggunaan lahan tidak teratur dan terencana maka kedepan akan menmbulkan masalah sosial
dan ekonomi yang dapat memicu persaingan dan konflik. Oleh karenanya penggunaan lahan haruslah seefisien mungkin dengan menjaga fungsi dan nilai
lahan tesebut agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan bagi tipe
aktivitas manusia diatas lahan misalnya jenis tanaman dan cara pengelolaan
tertentu (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan dalam kondisi
alami dan belum dilakukan perbaikan pada kemampuannya. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka evaluasi lahan FAO
(1976), pada saat ini banyak digunakan di Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya. Kerangka sistem ini sangat lengkap dan rinci sehingga dapat digunakan untuk evaluasi lahan secara fisik (kualitatif) maupun secara ekonomi
(kuantitatif), bila data-data yang diperlukan tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011).
Dalam metode FAO (1976) Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi
empat kategori (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011), yaitu :
8
1. Ordo, menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu; 2. Kelas, menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan;
3. Sub-kelas, menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan dalam musim-musim kelas;
4. Unit, menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang
berpengaruh dalam masing-masing suatu sub-kelas. Deskripsi kesesuaian lahan pada tingkat kelas diuraikan sebagai berikut :
1. Kelas S1 ( sangat sesuai). Lahan tidak mempunyai faktor pembatas sedang untuk suatu penggunaan secara berkelanjutan atau pembatas sangat ringan (tidak berat) yang tidak mengurangi produktivitas atau manfaat dan/atau
hanya memerlukan masukan dengan biaya ringan; 2. Kelas S2 (cukup sesuai). Lahan mempunyai faktor pembatas sedang untuk
suatu penggunaan secara berkelanjutan, faktor pembatas tersebut akan mengurangi produktifitas atau manfaat, dan memerlukan masukan terus-menerus agar tercapai tingkat keuntungan yang optimal;
3. Kelas S3 (sesuai marginal). Lahan mempunyai faktor pembatas berat untuk penerapan suatu penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi
produktivitas atau manfaat, memerlukan masukan yang memberikan nilai tambah marginal;
4. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini - currently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal.
Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang;
5. N2 (tidak sesuai untuk selamanya – permanently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi
mengenai suatu objek, area, atau fenomena, melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1997).
Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), proses dan elemen yang terkait didalam sistem penginderaan jauh dengan elektromagnetik meliputi dua proses
utama yaitu pengumpulan dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat terbang dan
atau satelit dan hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan atau bentuk numerik. Singkatnya adalah menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi
pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di permukaan bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau
komputer untuk menganalisis sensor numerik. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi
9
obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Informasi ini kemudian
disajikan biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan yang dapat diperuntukkan bagi pengguna yang memanfaatkan untuk
proses pengambilan keputusan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh yang ideal meliputi : 1. Suatu sumber tenaga seragam;
2. Atmosfir yang tidak terganggu; 3. Serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi;
4. Sensor sempurna; 5. Sistem pengolahan data tepat waktu; 6. Berbagai penggunaan data.
Menurut Danoedoro (2012) citra digital penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan yang
diperoleh melalui proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran (emmitance), atau hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana (platform), baik wahana di
menara (crane), pesawat udara maupun wahan ruang angkasa. Semua citra yang diperoleh melalui perekaman sensor tak lepas dari
kesalahan, yang diakibatkan oleh mekanisme perekaman sensor, gerakan, wujud geometri dan konfigurasi permukaan bumi, serta kondisi atmosfer saat perekaman. Tinggi rendahnya kualitas citra dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain kualitas
sensor atau detektor, posisi wahana pada saat perekaman, kondisi topografi daerah yang diliput, dan juga kondisi atmosfer pada saat perekaman. Kesalahan yang
terjadi pada proses pembentukan citra ini perlu dikoreksi supaya aspek geometrik dan radiometrik yng dikandung oleh citra tersebut benar-benar dapat mendukung pemanfaatan untuk aplikasi yang berkaitan dengan pemetaan sumber daya dan
kajian lingkungan atau kewilayahan lainnya. Kualitas geometri dinilai berdasarkan tingkat kebenaran (yang berarti tingkat akurasi) bentuk serta posisi
objek pada citra, dengan mengacu pada bentuk dan posisi sebenarnya di lapangan ataupun bentuk dan posisi pada peta dengan proyeksi tertentu. Kualitas radiometrik dinilai berdasarkan nyaman tidaknya gambar dalam pandangan secara
visual, dan juga benar tidaknya informasi spektral yang diberikan oleh objek dan tercatat oleh sensor (Danoedoro 2012).
Penajaman citra secara digital dilakukan untuk menghasilkan efek kenampakan citra yang lebih ekspresif sesuai dengan kebutuhan pengguna. Penajaman kontras diterapkan untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih
tinggi. Disamping penajaman citra jenis operasi lain adalah pemfilteran (filtering). Filter dalam pengolahan data citra secara digital dirancang untuk menyaring
informasi spektral sehingga menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral yang berbeda dari citra asli (Danoedoro 2012)
Proses klasifikasi multispektral dapat dibedakan menjadi dua metode yaitu
klasifikasi terselia (supervised clasification, atau klasifikasi ter-awasi) dan klasifikasi tak-terselia (unsupervised clasification, atau klasifikasi tak –terawasi).
Klasifikasi terselia meliputi sekumpulan algoritma yang didasari pemasukan contoh objek oleh operator. Lokasi geografis kelompok pixel sampel ini disebut sebagai daerah contoh (training area). Dua hal yang dipertimbangkan dalam
klasifikasi ini adalah sistem klasifikasi dan kriteria sampel. Klasifikas i tak terselia secara otomatis diputuskanoleh komputer tanpa campur tangan operator. Proses
10
dalam klasifikasi ini adalah suatu proses iterasi, sampai menghasilkan
pengelompokan akhir gugus-gugus spektral.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan) atau
berkoordinat geografi. Kemampuan-kemampuan SIG dapat berupa memasukkan, mengumpulkan, mengintegrasikan, memeriksa dan meng-update, mempersentasikan dan menampilkan, mengelola, memanipulasi, menganalisis,
serta menghasilkan data unsur-unsur geografis berupa spasial dan atribut (Prahasta 2009).
Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya
berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute). Dalam SIG, data spasial dapat dipresentasikan dalam dua format yaitu
data vektor dan data raster. Data-data spasial dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain : peta
analog (peta topografi, peta tanah dan lain sebagainya) dalam bentuk cetak, data
penginderaan jauh (citra satelit, foto udara dan lain sebagainya), data hasil pengukuran lapangan, dan data GPS (Global Positioning System).
Analisis spasial merupakan suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan (potensi) hubungan (relationship) atau pola-pola yang
mungkin terdapat unsur-unsur geografis yang terkandung didalam data dijital dengan batas-batas wilayah studi tertentu (Prahasta 2009). Lebih lanjut dijelaskan
bahwa pernyataan ringkas tersebut menyatakan bahwa analisis spasial merupakan : 1. Sekumpulan teknik untuk menganalisis data spasial;
2. Sekumpulan teknik yang hasil-hasilnya sangat bergantung pada lokasi objek yang bersangkutan (yang sedang dianalisis);
3. Sekumpulan teknik yang memerlukan akses baik terhadap lokasi objek maupun atribut-atributnya.
Sistem informasi geografis mempunyai kelebihan dalam analisis spasial,
terdapat dua hal yang penting yaitu : 1. Analisis Overlay merupakan proses integrasi data dari lapisan layer-layer
yang berbeda. Secara sederhana, hal ini dapat disebut operasi visual, tetapi operasi ini secara analisa membutuhkan lebih dari satu layer, untuk dijoin secara fisik. Contoh overlay yaitu integrasi antara data tanah, lereng, vegetasi ,
hujan, pengelolaan lahan; 2. Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak
antar layer, dalam hal ini menggunakan proses buffering (membangun lapisan pendukung disekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.
Dengan melihat kemampuan SIG tersebut, maka SIG merupakan sistem yang berkemampuan dalam menjawab baik pertanyaan spasial maupun
11
pertanyaan non spasial beserta kombinasinya dalam rangka memberikan solusi-
solusi atas permasalahan keruangan. Persoalan alokasi penggunaan/pemanfaatan lahan yang optimal di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
Bedagai dapat dipecahkan melalui kemampuan analisis yang dimiliki SIG.
Multi Criteria Decision Making (MCDM)
Proses pemecahan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, dapat dilakukan dengan menentukan prioritas pengembangan wilayah melalui penentuan kriteria-kriteria pemanfaatan dan pengelolaan yang berkelanjutan.
Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif
berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
MCDM, antara lain sebagai berikut : a. Simple Additive Weighting Method (SAW);
b. Weighted Product Model (WPM); c. Elimination Et Choix Traduisant la Realite (ELECTRE); d. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS);
e. Analytic Hierarchy Process (AHP). TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria
yang pertama kali diperkenalkan oleh Hwang dan Yoon (1981). TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan jarak terpanjang (terjauh) dari solusi ideal
negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean (jarak antara dua titik) untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan
solusi optimal. Metode TOPSIS didasarkan pada konsep bahwa alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif tetapi juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif.
Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai. Metode ini banyak digunakan untuk menyelesaikan
pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan. TOPSIS banyak digunakan
dengan alasan : (1) Konsepnya sederhana dan mudah dipahami, (2) Komputasinya efisien, serta (3) Memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari
alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana. AHP adalah salah satu alat analisis dalam pengambilan keputusan yang baik
dan fleksibel. Metode ini berdasarkan pada pengalaman dan penilaian dari
pelaku/pengambil keputusan. Metode yang dikembangkan oleh Saaty (1977), terutama dalam membantu mengambil keputusan untuk menentukan
kebijaksanaan yang akan diambil dengan menetapkan prioritas dan membuat keputusan yang paling baik ketika data kualitatif dan kuantitatif dibutuhkan untuk dipertimbangkan.
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata
12
dalam suatu hirarki, kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai
numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut
kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menyelesaikan proses
pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari
nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang.
13
3. METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan
Serdang Bedagai. Secara geografis terletak pada posisi 030 20’-4000’ Lintang Utara dan 98030 ’-99020’ Bujur Timur. Lokasi penelitian difokuskan pada kecamatan-kecamatan pesisir meliputi 9 (sembilan) kecamatan yaitu Kecamatan
Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin, Bandar Khalipah, Pantai Labu, Percut Sei Tuan, Hamparan Perak dan Labuhan Deli. Luas
lokasi penelitian adalah 111.840 ha dengan panjang garis pantai 120 km. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Penelitian berlangsung selama + 6 bulan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2013.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Jenis Data
Alat yang akan digunakan adalah berupa hardware dan software
diantaranya: Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, Microsoft Excel, GPS, Sanna, Note book dan kamera.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data sekunder diuraikan dalam Tabel 2.
14
Tabel 2 Jenis dan sumber data sekunder penelitian
No Jenis Data Sumber Tahun skala 1 Citra Landsat ETM-7 path/row 129/057 Biotrop 2000 Resolusi 30 x 30 m
2 Citra Landsat ETM-7 path/row 128/058 Biotrop 2000 Resolusi 30 x 30 m 3 Citra Landsat ETM-8 path/row 129/057 Biotrop 2013 Resolusi 30 x 30 m
4 Citra Landsat ETM-8 path/row 128/058 Biotrop 2013 Resolusi 30 x 30 m
5 Peta wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dan peta RBI
Bappeda - 1: 250.000
6 Peta Penggunaan Lahan Planologi
Kehutanan 2011 1:250.000
7 Data Potensi Desa BPS 2011 -
8 Peta Satuan Lahan
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
(LREP)
1990 1 : 250.000
Data primer yang digunakan adalah data preferensi responden. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner maupun wawancara untuk mengetahui
pandangan responden terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Responden yang dimaksud adalah stakeholder yang terdiri dari unsur pemerintah,
masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Tujuan, jenis data, tehnik analisis, dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tujuan, tehnik analisis dan keluaran penelitian
No Tujuan Teknik analisis Output yang diharapkan 1 Menentukan lokasi prioritas
pengembangan penggunaan lahan Analisis TOPSIS
Arahan Lokasi Penggunaan lahan
- Menganalisis pola dan trend perubahan penggunaan lahan
Digitasi on screen
Peta penggunaan dan perubahan lahan
- Analisis kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan
Metode matching
Peta kesesuaian lahan
- Analisis pemusatan penggunaan lahan LQ Peta pemusatan/sektor basis penggunaan lahan
- Analisis hirarki perkembangan wilayah Skalogram Hirarki perkembangan wilayah
- Kajian kawasan lindung Analisis GIS Peta kawasan lindung
2 Mengetahui persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan
AHP Persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan
15
Prosedur Analisis Data
Tahapan analisis data dalam mencapai tujuan penelitian mengikuti bagan alir
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 1 Tahapan alir penelitian
Interpretasi Citra
Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang
lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap
obyek-obyek tersebut. Pemilihan kelas penutupan/penggunaan lahan di wilayah pesisir dalam penelitian ini terdiri dari delapan kelas, yaitu : semak/belukar, tubuh air, hutan (mangrove), pemukiman, sawah, perkebunan, tambak dan
pertanian lahan kering. Analisis citra yang dilakukan mencakup beberapa hal sebagai berikut :
a. Koreksi Citra
Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian supaya citra yang akan digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris
Citra Landsat ETM
2000,2013
Peta Satuan Lahan
Peta Penggunaan
Lahan
Metode
Matching
Overlay
Peta Kesesuaian
terhadap PL
LQ
Data jarak dan
jumlah fasilitas
Analisis Skalogram
Persepsi
Stakeholders
Persepsi stakeholder
terhadap Arahan Program
Pengembangan
Penggunaan Lahan
Digit On
screen
Prioritas Lokasi
Pengembangan
Penggunaan Lahan
Pemusatan PL Hirarki perkembangan
wilayah
Perubahan lahan
Analisis
TOPSIS
Kawasan
Lindung (Kepres
32 Th 1990
Peta Kesesuaian
Lahan
Analisis AHP
16
dan radiometris (Danoedoro 2012). Koreksi radiometrik ditujukan untuk
memperbaiki nilai pixel supaya sesuai dengan yang seharusnya dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan
utama. Koreksi geometrik dilakukan agar citra memiliki referensi geografis. Adanya sumber-sumber distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dan beberapa
sensor yang tidak normal menyebabkan posisi setiap objek di citra tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang sebenarnya. Untuk mengatasi
kesalahan-kesalahan geometrik citra, berbagai macam koreksi dilakukan. Marther (2004) dalam Danoedoro (2012) mengelompokkan koreksi geometrik dalam dua kategori besar yaitu : (1) Model geometrik orbital dan
(2) Transformasi berdasarkan titik-titik kontrol lapangan (ground control points/GCP).
b. Pra-procesing data citra
- Menggabungkan beberapa data layer band citra landsat
Dalam landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran
infra merah tengah dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan
sekecil mungkin pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar
30 m, sedangkan resolusi spasial untuk saluran infra merah thermal adalah 120 m.
- Subset Image
Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan daerah kawasan yang diteliti dari citra tersebut. Pemotongan data dilakukan untuk memfokuskan areal kerja/penelitian. Pemotongan data
dilakukan untuk mengurangi kapasitas data agar pengolahan data atau processing dapat dilakukan lebih singkat daripada data yang tidak
dipotong - Mosaic image
Mosaic image adalah penggabungan dua citra atau lebih yaitu
menggabungkan citra landsat ETM-7 Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai pada tahun 2000 dan 2013 yang terdiri dari yang tediri dari path/row : 129/057 dan path/row : 128/058. Mosaik dilakukan untuk
untuk mendapatkan suatu kenampakan yang utuh dari suatu wilayah. c. Penajaman Citra dan Pemfilteran Spasial
Penajaman citra (image enhancement) meliputi semua operasi yang
menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda.
- Penajaman kontras ditetapkan untuk memperoleh kesan kontras citra
yang lebih tinggi. Secara visual, hasil ini berupa citra baru yang variasi
hitam putihnya lebih menonjol sehingga tampak lebih tajam dan
memudahkan interpretasi. Alogaritma penajaman kontras ini
dikelompokkan menjadi dua perentangan contras/contras stretching
dan ekualisasi histrogram/histogram equalization (Danoedoro 2012).
17
- Penajaman spasial melalui fusi citra multiresolusi.
Secara umum citra sensor mampu menghasilkan citra multispektral dengan resolusi spasial tertentu akan memberikan citra pankromatik dengan resolusi spasial yang lebih tinggi. Penggabungan ini
menghasilkan citra multispektral yang tetap berwarna warni dan dipertajam secara spasial oleh citra pankromatik. Dalam proses
penggabungan menggunakan metode transformasi brovey. Transformasi brovey mengubah nilai spektral asli pada setiap saluran multispektral menjadi saluran-saluran baru yang telah diperinci secara spasial oleh
citra pankromatik dan dinormalisasi nilai kecerahannya dengan mempertimbangkan nilai-nilai pada saluran lainnya (Short 1982;
Variabel 1996 dalam Danoedoro 2012). Rumusannya adalah sebagai berikut :
Saluran MP = (sal. M/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P
Saluran HP = (sal. H/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P Saluran BP = (sal. B/(sal. M+sal. H + sal. B)) x sal. P
Wandayani (2007) menyatakan bahwa penggabungan citra multispektral dengan citra pankromatik dengan metode brovey memberikan nilai korelasi tinggi dimana menunjukkan penambahan
informasi spasial yang tinggi akan tetapi kurang meminimalkan nilai RMSE pada perbandingan warna antara citra hasil dengan citra
multispektral awal. - Filter high pass edgesharpen
Penggunaan filter spasial merupakan operasi berdasarkan manipulasi nilai Digital Number (DN) citra dengan tujuan mengurangi kejelasan
atau kecerahan citra atau pun sebaliknya. Filter high-pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari pixel ke pixel.
Penggunaan filter high-pass adalah untuk menaikkan frekuensi sehingga batas satu bentuk dengan bentuk lain menjadi semakin tajam (Danoedoro 2012).
d. Klasifikasi citra dengan tehnik digitasi onscreen
Klasifikasi ini bertujuan untuk pengelompokan atau segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan
perangkat lunak dengan teknik digitasi onscreen pada masing-masing citra.
Analisis Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing peta satuan lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang ditetapkan (Hadjowigeno dan Widiatmaka 2011). Teknik dalam evaluasi
lahan adalah dengan menggunakan metode matching. Metode matching adalah metode yang didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan
data kualitas lahan. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses matching meliputi : (1) Kualitas lahan pada setiap satuan pemetaan lahan, (2) kualitas lahan yang dipertimbangkan untuk setiap penggunaan lahan dan (3)
Rating kualitas lahan (persyaratan tipe penggunaan lahan) Pembuatan peta kesesuaian lahan setiap tipe penggunaan lahan di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dilakukan berdasarkan hasil
18
analisis spasial terhadap berbagai faktor-faktor pembatas untuk setiap peruntukan
lahan. Peta kesesuaian lahan pada setiap penggunaan lahan pada kawasan budidaya yaitu perkebunan, pertanian lahan kering, sawah dan tambak. Analisis
kesesuaian lahan diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mencakup berbagai tahapan yaitu penyusunan peta wilayah pesisir, penyusunan matriks kesesuaian lahan, analisis spasial untuk mengetahui
kesesuaian tipe penggunaan lahan. Menurut FAO (1976) dalam Hadjowigeno dan Widiatmaka (2011)
klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit, dimana dalam unit kelas dibagi menjadi 5 (empat) yaitu : 1. Kelas S1 (sangat sesuai). Lahan tidak mempunyai faktor pembatas sedikit
ringan untuk suatu penggunaan lahan; 2. Kelas S2 (cukup sesuai). Lahan mempunyai faktor pembatas sedang untuk
suatu penggunaan lahan; 3. Kelas S3 (sesuai marginal). Lahan mempunyai faktor pembatas berat untuk
penerapan suatu penggunaan lahan;
4. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini - currently not suitable). Lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi
tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal; 5. N2 (tidak sesuai untuk selamanya – permanently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan
penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk masing-masing penggunaan
lahan disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan untuk masing-masing penggunaan lahan.
Analisis Pemusatan Penggunaan Lahan
Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Namun demikian, LQ ini sering juga
digunakan di bidang ilmu yang lain. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu
dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub
wilayah ke- i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) Kondisi geografis relatif seragam, (2) Pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) Aktifitas
menghasilkan produk yang sama. Data yang biasa digunakan untuk analisis ini antara lain : data tenaga kerja, data luas atau total suatu komoditas, data PDRB
dan data lainnya (Widiatmaka 2013). Dalam penelitian ini analisis location Queotient (LQ) digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktivitas
penggunaan lahan tertentu (Widiatmaka 2013), dimana data yang digunakan adalah data luas penggunaan lahan.
Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :
XXXXLQ
J
IIJ
IJ...
.
/
/
19
Dimana :
LQij : Indeks kuosien lokasi wilayah i untuk penggunaan lahan ke-j.
Xij : Luas penggunaan lahan ke-j di wilayah ke-i. Xi. : Total luas penggunaan lahan di wilayah ke- i X.j : Total luas penggunaan lahan ke-j di seluruh wilayah.
X.. : Total seluruh luas penggunaan lahan di seluruh wilayah Kriteria penilaian dalam penentuan interpretasi ukuran hasil LQ
(Widiatmaka 2013), adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQij >1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu
aktivitas di sub wilayah ke- i secara relatif dibandingkan dengan total
wilayah atau terjadi pemusatan aktivitas di sub wilayah ke- i - Jika nilai LQij =1, maka sub wilayah ke- i tersebut mempunyai konsentrasi
aktivitas di wilayah ke- i sama dengan rata-rata total wilayah. - Jika LQij <1, maka sub wilayah ke- i tersebut mempunyai aktivitas lebih
kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan
diseluruh wilayah.
Analisis Hirarki Perkembangan Wilayah
Analisis skalogram digunakan untuk menetukan tingkat perkembangan suatu wilayah, dimana berkembangnya suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah jenis fasilitas umum, industri, aksesibilitas dan jumlah
penduduk (Panuju dan Rustiadi 2012). Tahapan dalam analisis skalogram adalah : 1. Memilih variabel yang digunakan dalam penyusunan indeks hirarki.
Pemilihan variabel ini dibagi menjadi dua kelompok. Variabel A adalah jumlah fasilitas dan variabel B adalah Variabel jarak menuju fasilitas. Variabel data yang digunakan dalam analisis skalogram disajikan dalam
Tabel 4;
Tabel 4 Variabel dalam penyusunan indeks hirarki Kelompok Variabel
Variabel yang digunakan satuan
Aksesibilitas - Jarak dari desa ke ibukota kecamatan - Jarak dari desa ke ibukota kabupaten - Jarak dari desa ke ibukota kabupaten terdekat
km km km
Jumlah Fasilitas - Fasilitas pendidikan (jumlah TK, SD, SMP, SLTA/SMA, dan pendidikan formal lainnya.
- Fasilitas kesehatan (jumlah rumah sakit/poliklinik, jumlah puskesmas/puskesmas pembantu, jumlah tempat praktek dokter/bidan, dan jumlah apotek)
- Fasilitas Ekonomi (jumlah industri kecil dan mikro, pasar, mini market, toko/warung kelontong, warung kedai makanan dan minuman, restoran, hotel/penginapan, dan jumlah fasilitas perbankan)
- Fasilitas Sosial (jumlah fasilitas peribadatan)
unit
unit
unit
unit
20
2. Menyusun matriks data;
3. Menghitung indeks invers data pada keompok variabel aksesibilitas dengan persamaan :
Bij = 1/Xij, dimana Bij adalah indeks invers; sedangkan Xij adalah nilai data wlayah ke- i ke-j
4. Menghitung indeks fasilitas per 1000 penduduk pada kelompok jumlah
fasilitas, dengan persamaan sebagai berikut : Aij = 1000 * (Fij/Pi), dimana Aij adalah indeks fasilitas ke-j pada
wilayah ke-i; Fij adalah jumlah fasilitas ke-j di wilayah ke- i; Pi adalah jumlah penduduk di wilayah ke-1
5. Menghitung bobot indeks penciri dan melakukan pembakuan indeks untuk
semua variabel, dengan persamaan sebagai berikut :
Kij= 𝑋𝑖𝑗 −min (𝑋𝑗 )
𝑆𝑗 dimana Kij adalah nilai baku indeks hirarki untuk
wilayah ke- i; min(xj) adalah nilai minimum indeks pada ciri ke-j; dan Sj
adalah nilai standar deviasi. 6. Menyusun urutan hirarki dari nilai tertinggi hingga nilai terendah. Nilai bobot
indeks dari semua kelompok variabel jumlah fasilitas dan aksesibilitas
dijumlahkan sehingga diperoleh nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) untuk mengetahui hirarki masing-masing wilayah, dengan selang indeks
sebagai berikut :
- Kij > Rataan (Kij)+Rataan (Kij) + (2x Stdev Kij) termasuk dalam
kelompok wilayah hirarki I;
- Rataan (Kij)+Rataan (Kij) + (2x Stdev Kij) ≥ Kij ≥ Rataan (Kij)
termasuk dalam kelompok wilayah Hirarki II;
- Kij < Rataan (Kij) termasuk dalam kelompok wilayah hirarki III.
Analisis Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan
Analisis lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan yang digunakan adalah kombinasi metode analisis SIG dengan metode analisis MCDM-TOPSIS.
Kriteria penentuan lokasi pengembangan setiap penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah :
1. Wilayah pengembangan adalah bukan merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan; 3. Merupakan wilayah basis dalam penggunaan lahan tertentu dengan analisis
Location Quotient ( LQ>1); 4. Wilayah yang menjadi prioritas adalah wilayah yang belum berkembang yang
mengacu pada ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas berdasarkan analisis
tingkat hirarki perkembangan wilayah. Untuk melakukan pemilihan alternatif keputusan terbaik terkait arahan
lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan maka dilakukan Analisis MCDM dengan metode TOPSIS. TOPSIS (Technique for Order Performance by Similarity to Ideal Solution) merupakan teknik yang digunakan dalam
pengambilan keputusan multi-atribut atau multi-kriteria (Shih et al. 2007). Alat spatial GIS digunakan untuk mengetahui lokasi arahan pengembangan
penggunaan lahan.
21
Adapun langkah-langkah algoritma dari TOPSIS ini adalah sebagai berikut
(Jahanshahloo et al. 2009) : 1. Rangking Tiap Alternatif
TOPSIS membutuhkan ranking kinerja setiap alternatif Ai pada setiap kriteria Cj yang ternormalisasi yaitu :
dengan i=1,2,....m; dan j=1,2,......n;
2. Matriks keputusan ternormalisasi terbobot
dengan i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n
3. Solusi Ideal Positif Dan Negatif
Solusi ideal positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan ranking bobot ternormalisasi (yij) sebagai berikut :
4. Jarak Dengan Solusi Ideal
5. Nilai Preferensi Untuk Setiap Alternatif
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai :
i=1,2,...,m Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih dipilih Dari hasil analisis MCDM-TOPSIS, akan diperoleh alternatif, dimana
atribut yang dengan nilai RUV (Ranking Unit Value) tertinggi sebagai prioritas lokasi dalam pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten
Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
22
Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan
Penggunaan Lahan
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap
arahan program pengembangan penggunaan lahan adalah AHP (Analytic Hierarchy Process). Dalam analisis ini jumlah responden yang dipilih sebanyak 11 orang secara sengaja (Purposive sampling), dimana para responden mewakili
kelompok stakeholders dalam pengambilan keputusan, diantaranya adalah pemerintah daerah yang terdiri dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA), Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Kelompok Tani.
Saaty (1977), mengatakan bahwa dalam memecahkan suatu persoalan
dengan AHP terdapat tiga prinsip yaitu (1) Menyusun hirarki, (2) Menetapkan prioritas dan (3) Konsistensi logis. Tahapan pengolahan data dengan metode AHP
adalah : 1. Menyusun hirarki, tujuan utama dalam analisis persepsi stakeholders ini
adalah untuk mengetahui apa yang menjadi arahan prioritas program
pengembangan penggunaan lahan yang optimal di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Struktur hirarki yang dibangun adalah :
Level 1 adalah mengetahui aspek-aspek mana yang lebih diutamakan dalam pengembangan penggunaan lahan yang optimal, yang terdiri atas aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Wilayah pesisir adalah sistem yang
dinamis dan rentan terkena dampak oleh kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan (Dahuri et al. 1996; Pourebrahim et al. 2011). Dengan alasan
diatas perlu strategi yang tepat dalam memahami hubungan antara kondisi ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Level 2 adalah untuk mengetahui sasaran yang lebih diutamakan dalam setiap
aspek pertimbangan. Hal yang dipertimbangkan dalam aspek ekologi adalah potensi dampak, kesesuaian lahan, sistem life supporting dan
keanekaragaman hayati. Sasaran/target untuk aspek ekonomi adalah peningkatan pendapatan, masyarakat, peningkatan produktivitas lahan, dan peningkatan lapangan kerja. Sasaran/target untuk aspek sosial budaya adalah
struktur penduduk, tenaga kerja, aksesibilitas, dan kedekatan terhadap fasilitas. Sasaran/target di setiap aspek tersebut mengacu pada literatur
tentang kriteria dan indikator dalam pengelolaan dan perencanaan wilayah pesisir (Pourebrahim et al. 2011) dan hasil modifikasi penelitian Vincentius (2003) dan disesuaikan dengan kondisi wilayah pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai. 2. Menyusun matriks pendapat individu dari masing-masing responden seperti
disajikan dalam Tabel 5. 3. Menyusun matriks pendapat gabungan dari masing-masing responden. Bobot
penilaian dari beberapa responden dalam suatu kelompok dirata – ratakan
dengan rata – rata Geometrik (Geometric Mean). Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu nilai tunggal yang mewakili sejumlah responden.
Rumus rata – rata geometrik adalah sebagai berikut :
G = 𝑋1.𝑋2.𝑋3…… .𝑋𝑛𝑛
23
Dimana :
G = Rata – rata geometrik Xn = Penilaian ke 1,2.3…n
n = Jumlah penilaian
Tabel 5 Matrik perbandingan berpasangan
A1 A2 ...... An
A1 a11 a12 ...... a1n
A2 a21 a22 ....... a2n
.
.
.
.
An
an1
an2
.......
Ann
Sij .... .... .... ......
4. Perhitungan matrik perbandingan berpasangan dari nilai tunggal rata-rata geometrik atau normalisasi matrik perbandingan berpasangan (Normalized
Pairwise Comparison Matrix), tahap perhitungan matirk perbandingan adalah sebagai berikut :
- Menjumlahkan bobot setiap kolom j menjadi total kolom yang dilambangkan dengan (Sij) dimana :
Sij = 𝑎𝑖𝑗𝑛𝑖=1
Sij = Nilai total penjumlahan bobot perkolom
aij = Nilai bobot sub faktor baris ke- i kolom ke-j - Membagi setiap elemen dengan jumlah kolomnya (Sij), hasil
pembagian dilambangkan dengan (Vij)
Vij = 𝑎𝑖𝑗
𝑆𝑗
Dimana : Vij = hasil pembagian bobot baris ke –i kolom ke –j dengan jumlah
bobot kolom ke –j
aij = bobot perbandingan ke- i kolom ke –j
Sj = jumlah bobot perbandingan kolom ke -j 5. Perhitungan nilai Eigen
Nilai eigen adalah suatu nilai yang menunjukkan bobot kepentingan suatu kriteria terhadap kriteria lain dalam struktur hirarki. Menetukan prioritas relatif dari setiap faktor dengan merata-ratakan bobot yang sudah
dinormalisasikan dari setiap baris yang dilambangkan dengan Wi
Wi = 𝑉𝑖𝑗𝑛𝑖=1
𝑛
24
Dimana
Wi = Nilai prioritas relatif dari nilai rata-rata bobot normalisasi Vij = jumlah bobot normalisasi pada baris ke –i kolom ke –j
n = Jumlah sub faktor
6. Menentukan nilai rasio konsistensi
Perhitungan rasio konsistensi bertujuan untuk menetukan konsistensi penilaian responden yang disikan dalam kuesioner. Dalam menentukan rasio
konsistensi terlebih dahulu dihitung indek konsistensi yang dilambangkan dengan CI, dengan rumus :
CI = 𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑛
𝑛−1
Dimana :
CI = indeks konsistensi
maks = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
n = orde matriks batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan oleh Thomas L Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi, dengan rumus :
CR = 𝐶𝐼
𝑅𝐼
Dimana : CR = Rasio konsistensi
RI = Indeks random Nilai indeks random didapat dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory yang kemudian dikembangkan oleh Wharton School (Sinaga
2009) seperti tertera pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai indeks random
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9
RI 0,000 0,000 0,580 0,900 1,120 1,240 1,320 1,410 1,450
n 10 11 12 13 14 15
RI 1,490 1,510 1,540 1,560 1,570 1,590
Sumber : Sinaga (2009)
Pengujian ini dilakukan terhadap kriteria. Jika rasio inkonsisten lebih atau
lebih dari 0,1 maka nilai tersebut tidak konsisten.
25
4 KONDISI UMUM PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Batas Administrasi
Wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai secara
geografis terletak di kawasan pantai timur sumatera dengan letak geografis berada pada 30 20’ - 30 55’ Lintang Utara, 980 25’ - 990 20’ Bujur Timur. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Deli
Serdang yang berdiri tahun 2005 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai
di Provinsi Sumatera Utara. Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang diantaranya sebagai berikut : - Sebelah utara : berbatasan dengan Selat Malaka;
- Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun; - Sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Binjai, Kabupaten Karo dan
Langkat; - Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Batubara dan Simalungun.
Tabel 7 Jumlah desa, luas kecamatan dan panjang garis pantai di wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
No Kabupaten/Kecamatan Jumlah
desa/kelurahan Luas (ha)
Panjang Garis Pantai (km)
1 Kabupaten Serdang Bedagai - Pantai Cermin - Perbaungan - Teluk Mengkudu - Tanjung Beringin - Bandar Khalipah
12 28 12
8 5
8.029
11.162 6.695 7.417
11.600
95
2 Kabupaten Deli Serdang - Pantai Labu - Percut Sei Tuan - Hamparan Perak - Labuhan Deli
11
5 5 5
8.185
19.079 23.015 12.723
65
Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)
Wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang secara administratif meliputi 9 (sembilan) kecamatan dengan luas 111.840 ha dan
panjang garis pantai 160 km. Lebih jelasnya data luas, jumlah desa di setiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 7.
Kondisi Fisik Wilayah
Iklim dan Hidrologi
Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang. Rata-rata kelembapan udara per
bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 18 sampai dengan 144 mm dengan periodik tertinggi pada bulan Agustus-September, hari hujan per bulan berkisar 2-
26
16 hari dengan curah hujan yang besar pada bulan Agustus sampai dengan
September. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,8 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,1 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23,4° C dan
maksimum 32,7° C (BPS 2012). Wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang memiliki 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, Deli, Belumai, Percut dan Ular, sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai adalah
DAS Ular, Sungai Bedagai (Sungai Padang), Sungai Belutu, dan sungai-sungai kecil lainnnya yang mengalir ke pantai timur. Sungai-sungai di Kabupaten
Serdang Bedagai dan Deli Serdang sebagian besar berhulu di pegunungan bukit barisan yang terdapat di Kabupaten Simalungun.
Topografi dan Kemiringan Lereng
Berdasarkan kondisi topografinya, secara umum Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : (1) Kawasan dataran
pantai, (2) Kawasan dataran rendah dan (3) Kawasan dataran tinggi. Kabupaten Deli Serdang maupun Serdang Bedagai sebagian besar berada pada ketinggian 0 – 500 mdpl namun diwilayah bagian Selatan Kabupaten Deli Serdang terdapat
wilayah dengan ketinggian diatas 500 mdpl. Berdasarkan kemiringan lerengnya, pada dasarnya Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki topografi
yang bervariasi, yakni kondisi landai, datar, bergelombang curam dan terjal. Penyebaran kemiringan dan ketinggian lahan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8 Penyebaran ketinggian lahan di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang
No Kabupaten/Kecamatan Ketinggian Lahan
0-500 m 500-1000 m >1000 m
1 Kabupaten Serdang Bedagai - Kotarih, Silinda, Bintang Bayu, Dolok Masihul,
Serba Jadi, Sipispis, Dolok Merawan, Tebing Tinggi, Tebing Syahbandar, Bandar Khalipah, Teluk Mengkudu, Sei Rampah, Sei Bamban, Perbaungan, Pegajahan dan Pantai Cermin.
√
-
-
2 Kabupaten Deli Serdang - Pancur Batu, Namo Rambe, Biru-Biru, Bangun
Purba, Galang, Tanjung Morawa, Patumbak, Deli Tua, Sunggal, Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Beringin, Lubuk Pakam, dan Pagar Merbau.
- Gunung Meriah - STM Hilir - STM Hulu, Sibolangit dan Kutalimbaru
√ - √ √
-
√ √ √
-
√ - √
Sumber : Bappeda Kab De li Serdang dan Serdang Bedagai (2011)
Keterangan : √ = wilayah yang memiliki ket inggian lahan
Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang yaitu podsolik merah kekuningan, podsolik coklat kekuningan,
27
hidromorfik kelabu, gley humus, regosol, alluvial, andosol coklat dan organosol.
Penyebaran jenis tanah berdasarkan jenis topografinya adalah : - Wilayah dataran pantai yang terdapat di sepanjang pinggiran pantai timur di
wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai didominasi oleh jenis tanah alluvial, regosol dan organosol;
- Wilayah dataran rendah didominasi oleh jenis tanah hidroomorfik kelabu
gley humus dan andosol; - Wilayah dataran tinggi didominasi oleh jenis tanah podsolik merah
kekuningan dan podsolik coklat kekuningan.
Pola Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
umumnya didominasi oleh penggunaan lahan perkebunan baik itu perkebunan besar maupun perkebunan rakyat yang hampir merata diseluruh wilayah. Luas
Penggunaan lahan untuk perkebunan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang mencapai + 84.194 ha sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai mencapai + 115.338 ha. Penggunaan lahan lainnya adalah daerah persawahan umumnya
berada pada bagian utara, sedangkan pada bagian selatan umumnya didominasi oleh penggunaan untuk ladang/tegalan/huma/kebun campuran.
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Kependudukan
Gambaran mengenai kependudukan di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli
Serdang dan Serdang Bedagai dapat dilihat dari pertumbuhan pendud uk, jumlah dan sebaran penduduk serta kepadatan penduduk. Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang
Deli Serdang dan Serdang Bedagai
No Kecamatan Perkembangan jumlah penduduk (jiwa) Pertumbuhan
penduduk (%) 2005 2006 2007 2008
Kabupaten Serdang Bedagai 1 Bandar Khalipah 25.121 25.393 25.940 26,446 1,95 2 Tanjung Beringin 35.681 36.066 37.561 38.291 1,95 3 Teluk Mengkudu 40.842 41.304 42.192 43.015 1,95 4 Perbaungan 123.513 97.031 99.118 101.052 1,95 5 Pantai Cermin 40.367 40.804 41.681 42.494 1,95 Kabupaten Deli Serdang 6 Hamparan Perak 133.348 137.722 141.126 145.483 2,95 7 Labuhan Deli 51.691 53.387 54.094 55.794 2,56 8 Percut Sei Tuan 310.016 320.186 333.424 343.718 3,50 9 Pantai Labu 41.264 42.618 43.981 45.339 3,19
Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)
28
Laju pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang
Bedagai dengan rata-rata 1,95%, sedangkan Kabupaten Deli Serdang laju pertumbuhan penduduk lebih besar yaitu sebesar 3,05%. Laju Pertumbuhan di
wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang lebih besar bila dibandingkan dengan total laju pertumbuhan pertumbuhan penduduk Kabupaten Deli Serdang yaitu sebesar 2,93%, sedangkan untuk Kabupaten Serdang Bedagai laju pertumbuhan
penduduk di wilayah pesisir hampir sama dengan laju pertumbuhan penduduk di wilayah lainnya.
Jika dibandingkan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah, maka rata-rata kerapatan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai adalah 564 jiwa/km2, sedangkan kerapatan penduduk di wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang 937 jiwa/km2. Kerapatan penduduk di wilayah pesisir kabupaten Serdang Bedagai lebih besar bila dibandingkan dengan wilayah
lainnya, dimana rata-rata total kerapatan penduduk di tahun yang sama sebesar 332 jiwa/km2. Demikian halnya di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang, dimana total kerapatan penduduk hanya sebesar 696 jiwa/km2. Kerapatan
penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dapat dilihat dalam Tabel 10.
Tabel 10 Kerapatan penduduk di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
No Kecamatan Luas Wilayah
(km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kerapatan Penduduk
(jiwa/km2)
Kabupaten Serdang Bedagai 1 Bandar Khalipah 116 26.446 228 2 Tanjung Beringin 74,17 38.291 516 3 Teluk Mengkudu 66,95 43.015 642 4 Perbaungan 111,62 101.052 905 5 Pantai Cermin 80,296 42.494 529
Jumlah 449,036 251.298 564 Kabupaten Deli Serdang
6 Hamparan Perak 230,15 145.483 632 7 Labuhan Deli 127,23 55.794 438 8 Percut Sei Tuan 190,79 343.718 1.802 9 Pantai Labu 81,85 45.339 1.274
Jumlah 630,02 590.334 937
Sumber : Bappeda Kab. Deli Serdang dan Serdang Bedagai (2011)
Potensi Sumber Daya Alam
Sumber Daya Air
Kondisi sumber daya air di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber air minum, pengairan, pengendalian banjir, pariwisata, pembangkit listrik (hidro-mikro) dan sebagainya. Berdasarkan kondisi topografinya, di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
29
Bedagai banyak terdapat potensi pengembangan daerah irigasi untuk persawahan.
Potensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : - Sumber Air minum yang akan dikelola oleh PDAM dengan sumber air dari
sungai Ular; - Mengairi daerah persawahan seluas dan dapat berpotensi sebagai lumbung
padi Sumatera Utara dan nusantara;
- Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan Wilayah Sungai Strategis Nasional Belawan – Ular – Padang;
- Sebagai sumber air untuk perikanan darat Berdasarkan Permen PU Nomor 11A Tahun 2006, Sumatera Utara
memiliki 10 (sepuluh) Wilayah Sungai (WS) yaitu WS Alas-Singkil, WS Toba-
Asahan, WS Bahbolon, WS Barumun-Kualuh, WS Batang Angkola-Batang Gadis, WS Batang Natal-Batang Batahan, WS Sibundong-Batang Toru, WS Belawan -
Ular - Padang, WS Nias dan WS Wampu Besitang. Dari Kesepuluh WS tersebut 4 (empat) WS dikelola Pemerintah Pusat yang tanggung jawab pelaksanaan pengelolaannya berada pada Balai Wilayah Sungai Sumatera. Dari ke empat WS
tersebut satu diantaranya berada di Kabupaten Deli Serdang yaitu WS Belawan - Ular - Padang. WS Belawan - Ular - Padang meliputi DAS Deli yang melintasi
Kota Medan, ibukota Propinsi Sumatera Utara yang berpotensi rawan banjir, DAS Ular yang merupakan sumber air bagi areal persawahan Irigasi Sungai Ular seluas 19.000 ha serta DAS Padang yang melintasi Kota Tebing Tinggi, kota
berpenduduk padat dan rawan banjir.
Sumber Daya Kehutanan
Luas kawasan hutan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 terdapat seluas (80.083 ha), yang meliputi hutan suaka
alam/pelestarian alam (22.184 ha), hutan lindung (7.465,18 ha), hutan produksi terbatas (7.654,28 ha), hutan produksi (41.843 ha) dan hutan yang dapat
dikonversi seluas 936 ha. Kabupaten Deli Serdang mempunyai potensi hutan rakyat seluas 38.520 ha, dengan jenis tanaman durian, kemiri, manggis, duku, mindi, mahoni, karet, petai, jengkol, asam glugur dan sebagainya yang tersebar di
13 (tiga belas) kecamatan. Potensi sumber daya kehutanan berdasarkan hasil usulan revisi kawasan hutan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah 9.448,73 ha,
dengan fungsi sebagai kawasan hutan lindung seluas 5.828 ha dan kawasan hutan produksi seluas 3.620 ha. Sebagian besar kawasan hutan tersebut berada di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai.
Pariwisata
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki objek wisata yang
terkenal, baik wisata alam maupun wisata buatan. Objek wisata di wilayah Kabupaten Deli Serdang diantaranya seperti pemandangan alam, mata air panas, wisata alam dengan kondisi yang masih alami. Sampai dengan tahun 2009, objek
wisata yang telah dikembangkan dan telah mempunyai izin antara lain : Taman Rekreasi Sinar Bulan Purnama Ancol, Pantai Sari Laba Biru Indah, Pantai
Kasanova, Pantai Ginbers, Pemandian Alam Loknya, Taman Rekreasi Dewi, Taman Rekreasi Hairos Indah, dan Hill Park Sibolangit. Wilayah pesisir dengan
30
panjang garis pantai mencapai 65 km sangat potensial untuk dikembangkan
dengan wisata bahari. Sumber daya pariwsata di Kabupaten Serdang Bedagai terbagi atas beberapa jenis mulai dari wisata budaya, dan wisata alam. Wisata
Budaya terdiri dari kawasan cagar budaya berupa obyek peninggalan bersejarah yaitu Pura Bali di kecamatan Pegajahan, Mesjid Raya Sulaiman dan Peninggalan Kerajaan Bedagai di kecamatan Tanjung Beringin, tempat bersandar kapal
saudagar-saudagar Arab Saudi pada zaman dahulu di kecamatan Bandar Khalifah. Potensi parawisata di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai diantaranya :
- Wisata bahari berada di Kecamatan Pantai Cermin dimana areal itu terdapat pemandian pantai lengkap dengan arena bermain Theme Park dengan penerapan teknologi plus hotel dengan melibatkan investor (penanam modal).
Selain itu wisata bahari berada di kecamatan Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin (pusat ekonomi dipinggir pantai), dan Bandar Khalipah;
- Bentangan Pantai yang indah di Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah;
- Ekowisata (wisata berwawasan lingkungan) di Pulau Berhala Kecamatan
Tanjung Beringin. Pulau Berhala merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang merupakan Kawasan Strategis Pertahanan dan Keamanan
Nasional dengan potensi laut yang cukup indah alami sehingga Kabupaten Serdang Bedagai menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2006 sebagai Ecomarine Tourisme (wisata berwawasan lingkungan);
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Deli Serdang memiliki potensi perikanan yang cukup besar
mengingat wilayahnya sebagian besar merupakan kawasan pantai dengan panjang garis pantai 65 km, yang dapat dikembangkan untuk berbagai komoditi perikanan laut, pertambakan, budidaya laut dan budidaya air tawar. Jumlah produksi ikan
yang dihasilkan dari budidaya perikanan laut pada tahun 2008 mencapai sekitar 18.684,7 ton sedangkan produksi ikan dari budidaya air payau/tambak mencapai
3.979,7 ton. Produksi ikan dari budidaya air tawar mencapai sekitar 1.384 ton, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sumber daya kelautan pada tahun 2008 menurut daerah tangkapannya menghasilkan 294 ton untuk daerah
tangkapan air payau, 1.983,6 ton untuk tangkapan air tawar dan daerah tangkapan perairan umum sebesar 46,6 ton
Pertanian
Luas lahan pertanian untuk padi sawah di Kabupaten Deli Serdang sampai dengan tahun 2008 terdapat seluas 73.148 ha dengan jumlah produksi sebesar
381.046 ton. Selain padi sawah komoditi pertanian lainnya yang mengalami perkembangan cukup signifikan diantaranya adalah; tanaman jagung dengan luas
lahan 21.449 ha dengan jumlah produksi sebesar 74.572 ton. Tanaman ubikayu dengan luas lahan 6.352 ha dengan jumlah produksi sebesar 135.647 ton. Sektor pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2008 memiliki luas areal
pertanian padi sekitar 73.169 ha dengan produksi sebesar 345.420 ton, tanaman jagung seluas 6.183 ha dengan jumlah produksi sebesar 20.839 ton, tanaman ubi
kayu luas areal sebesar 7.864 ha dengan hasil produksi sebesar 176.187 ton, tanaman ubi jalar memiliki luas areal sekitar 211 ha dengan hasil produksi sebesar
31
2.620 ton, tanaman kacang tanah memiliki luas 361 ha dengan hasil produksi
sebesar 526 ton, tanaman kacang kedelai memiliki luas 1.759 ha dengan hasil produksi sebesar 2.529 ton, dan kacang hijau seluas 1.004 ha dengan jumlah
produksi 962 ton.
Perkebunan
Tanaman perkebunan yang cukup menonjol di Kabupaten Deli Serdang
adalah kelapa sawit, karet, coklat dan kelapa. Sampai tahun 2008 luas areal tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan mencapai sekitar 9.844 ha dengan
jumlah produksi sebesar 178.451,32 ton. Tanaman karet seluas 4.462 ha dengan jumlah produksi sebesar 5.559 ton. Tanaman coklat seluas 5.528 ha dengan jumlah produksi sebesar 6.371,53 ton, tanaman kelapa seluas 2.709,30 ha dengan
jumlah produksi sebesar 2.609 ton. Sumber daya perkebunan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2008 menghasilkan produksi tanaman kakao sebesar
1.223 ton, tanaman kelapa sebesar 2.446 ton, tanaman karet sebesar 9.760 ton, tanaman kelapa sawit sebesar 152.724 ton, tanaman pinang sebesar 306 ton, tanaman kemiri sebesar 92 ton, tanaman pala sebesar 0,32 ton, dan tanaman aren
sebesar 4 ton.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola dan Trend Perubahan Penggunaan Lahan
Tipe penutupan/penggunaan lahan dari hasil klasifikasi data citra landsat dengan cara interpretasi visual di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dapat diklasifikasikan kedalam 9 (sembilan) penutupan lahan/penggunaan lahan
yaitu hutan mangrove sekunder, lahan terbangun, perkebunan, sawah, pertanian lahan kering, tambak, lahan terbuka, badan air dan semak belukar/belukar rawa.
Penentuan tipe penutupan/penggunaan lahan berdasarkan survey pendahuluan dan berdasarkan bahan-bahan literatur. Proses klasifikasi dengan metode digitasi on screen menggunakan kombinasi 543. Adapun deskripsi masing-masing tipe
penutupan/penggunaan lahan dan kunci penafsiran berdsarkan rona warna, tekstur, dan pola pada citra landsat dengan kombinasi 543 disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Deskripsi dan kunci penafsiran citra landsat-ETM dengan kombinasi 543
No Tipe penutupan lahan Kunci penafsiran kombinasi 543
1 Hutan Mangrove Sekunder
Hutan bakau, nipah berada disekitar pantai
yang telah memperlihatkan bekas
penebangan, dengan pola alur, bercak dan
genangan
Rona agak gelap s.d terang, warna hijau
keunguan, pola tidak teratur, biasnya terdapat
tambak, dan lahan terbuka, b iasanya terletak di
daerah pantai dan dimuara sungai-sungai besar
2 Perkebunan
Seluruh perkebunan, baik yang sudah
ditanami maupun yang belum d itanami
Rona agak terang, warna h ijau muda sampai tua,
tekstur agak halus dan agak kasar, bentuk
beraturan, pola seragam dan terdapat pemukiman,
32
(masih berupa lahan kosong) bukaan dan adanya jaringan jalan bangunan
3 Pertanian lahan kering
Semua akt ivitas pertanian dilaha kering
seperti tegalan, dan ladang. Pertanian lahan
kering juga berselang-selang dengan semak
belukar.
Rona agak terang, warna merah muda dan bercak-
bercak h ijau, tekstur agak kasar, po la dan bentuk
tidak beraturan, dekat dengan pemukiman
4 Sawah
Semua akt ivitas pertanian lahan basah yang
dicirikan oleh pola pematang
Rona agak terang sampai gelap, warna biru
bercak merah muda, tekstur halus, pola seragam,
dekat dengan pemukiman dan perairan
5 Tambak
Aktivitas perikanan darat atau penggaraman
yang tampak dengan pola pematang
disekitar pantai
Rona agak gelap, warna biru kehitaman, tekstur
halus, pola seragam
6 Lahan terbangun
Kawasan pemukiman, baik perkotaan,
perdesaan, industri dll yang memperlihatkan
pola alur rapat
Rona terang merah muda, tekstur agak kasar, pola
seragam, terdapat jaringan jalan, kenampakan
lahan terbangun
7 Tanah terbuka
Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa
vegetasi
Rona agak terang warna kemerahan, tekstur halus,
pola tidak tertur
8 Tubuh air
Semua kenampakan air, termasuk laut,
sungai danau, waduk, terumbu karang dll
Rona gelap, warna biru kehitaman, tekstur halus,
pola tidak teratur
9 Bandara
Kenampakan bandara dan pelabuhan
berukuran besar dan memungkinkan untuk
didelin iasi sendiri
Rona terang, merah keh ijauan, tekstur halus, pola
teratur, dan terlihat kenampakan jalan, biasanya
berada di daerah pemukiman dan kenampakan
lahan terbuka
10 Semak belukar/belukar rawa
Kawasan bekas hutan lahan kering yang
telah tumbuh kembali, kawasan bekas
hutan rawa/mangrove yang telah tumbuh
kembali atau kawasan dengan dominasi
vegetasi rendah
Rona agak terang warna hijau muda ke kuningan,
tekstur agak kasar, bentuk tidak beraturan, pola
tidak teratur, dekat dengan sungai dan perairan.
Sumber : Kementerian Kehutanan (2010)
Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan Tahun 2013
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 2000 dan 2013, luas dan persentase penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 disajikan pada Tabel 12. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang dominan
pada tahun 2000 maupun tahun 2013 di wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang adalah perkebunan, sawah dan pertanian lahan kering.
Dari hasil interpretasi pada tahun 2013, ketiga penggunaan lahan tersebut mencapai 72,4% dari total luas kecamatan wilayah pesisir. Penggunaan lahan yang paling tinggi adalah perkebunan, dimana tahun 2000 seluas 29.370 ha
(26,3%) dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 32.870 ha (29,4%). Dari segi penyebaran secara spasial bahwa penggunaan lahan perkebunan hampir
ada di setiap kecamatan wilayah pesisir. Penggunaan lahan perkebunan paling luas terdapat di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Perbaungan.
Penggunaan lahan lain yang mendominasi adalah sawah dan pertanian
lahan kering, dimana penggunaan lawah sawah pada tahun 2000 dan 2013 masing masing sebesar 28.460 ha (25,4%) dan 27.820 ha (24,9%), sedangkan
pengggunaan lahan pertanian lahan kering pada tahun 2000 dan 2013 adalah 22.620 ha (20,2%) dan 20.260 ha (18,1%). Penyebaran penggunaan lahan sawah dan pertanian lahan kering secara spasial hampir merata di setiap kecamatan.
33
Penyebaran penggunaan lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang adalah
Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan sedangkan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sebagian besar berada di Kecamatan Perbaungan,
Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah. Tingginya luasan penggunaan lahan sawah dan pertanian lahan kering diwilayah pesisir didukung oleh fisik lahan dimana kemiringan lereng yang relatif datar (<8%) dan jumlah aliran sungai yang
cukup banyak yang bermuara ke arah hilir. Penggunaan lahan selanjutnya diwilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang
dan Serdang Bedagai adalah lahan terbangun. Penggunaan lahan terbangun pada tahun 2000 dan 2013 masing masing sebesar 7.660 ha (6,8%) dan 13.240 ha (11,8%). Dari hasil interpretasi, sebagaian besar pola penggunaan lahan terbangun
seperti pemukiman cenderung terkonsentrasi pada satu tempat, dan sebagian lagi terkonsentrasi di sepanjang jalan.
Tabel 12 Penggunaan lahan tahun 2000 dan 2013 di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
No Penggunaan Lahan Tahun 2000 Tahun 2013
Perubahan
Penggunaan lahan
Luas (ha) % Luas (ha) % ha %
1 Tubuh air 1.200 1,1 1.180 1,1 -20 -1,7
2 Hutan mangrove sekunder 3.420 3,1 2.640 2,4 -780 -22,8
3 Lahan terbangun 7.660 6,8 13.240 11,8 5580 72,8
4 Perkebunan 29.370 26,3 32.870 29,4 3500 11,9
5 Pertanian lahan kering 22.620 20,2 20.260 18,1 -2360 -10,4
6 Sawah 28.460 25,4 27.820 24,9 -640 -2,2
7 Semak belukar/belukar rawa 8.770 7,8 4.380 3,9 -4390 -50,1
8 Tambak 9.680 8,7 9.010 8,1 -670 -6,9
9 Tanah terbuka 660 0,6 440 0,4 -220 -33,3
Jumlah 111.840 100 111.840 100
Ket: (+) = terjadi penambahan
(-) = terjadi pengurangan
Hal yang menarik diperhatikan adalah penggunaan tutupan lahan di
sepanjang pinggiran pantai wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, dimana luas penutupan lahan mangrove pada tahun 2000 dan 2013 masing-masing hanya sebesar 3.420 ha (3,1%) dan 2.640 ha (2,4%). Penutupan
lahan yang mendominasi di pinggiran pantai adalah penggunaan lahan untuk tambak dengan persentase luasan pada tahun 2000 dan 2013 sebesar 9.680 ha
(8,7%) dan 9.010 ha (8,1%). Hal ini sesuai dengan kondisi dimana dari hasil informasi yang dikumpulkan dari masyarakat ataupun dari pemerintahan setempat bahwa pada tahun 1990 terjadi pembukaan besar-besaran penggunaan lahan
mangrove terhadap penggunaan lahan tambak. Tekanan terhadap penggunaan lahan mangrove ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara aspek ekologi
dan ekonomi di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dampak negatif yang dirasakan adalah tergerusnya garis pantai dan bertambah dangkalnya perairan pantai akibat adanya sedimentasi. Peta penyebaran
penutupan/penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
34
Gambar 3 Peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000
Gambar 4 Peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2013
Trend Perubahan Penutupan Lahan : Periode 2000-2013
Trend perubahan penggunaan lahan pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada tabel Tabel 13. Dari Tabel 13 penggunaan lahan yang
35
mengalami perubahan penambahan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2013
adalah lahan terbangun, sebesar 72,8% dari total luas awal penggunaan lahan tersebut. Penambahan penggunaan lahan perkebunan berasal dari penggunaan
perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar dan tanah terbuka. Penyebaran penambahan lahan terbangun di Kabupaten Deli Serdang berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan, sedangkan di wilayah
Kabupaten Serdang Bedagai penyebaran penambahan lahan terbangun paling banyak di Kecamatan Perbaungan dan Pantai Cermin. Besarnya luas penggunaan
lahan terbangun di kecamatan tersebut sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk dan tingginya kerapatan penduduk di kecamatan tersebut. Dari data BPS (2008) bahwa keempat kecamatan tersebut mempunyai kepadatan penduduk
yang cukup besar bila dibandingkan dengan kecamatan wilayah pesisir lainnya dengan total persentase sebesar 75% dari semua total penduduk di wilayah pesisir.
Penyebab lain yang menyebabkan penambahan penggunaan lahan terbangun di wilayah tersebut adalah pembangunan bandara kuala namun dan wilayah tersebut merupakan wilayah pengembangan wisata. Pengunaan lahan lain yang mengalami
penambahan adalah penggunaan lahan perkebunan sebesar 11,9% dari luas awal. Penambahan penggunaan lahan tersebut berasal dari penggunaan lahan hutan
mangrove sekunder, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar dan tambak yang sudah lama ditelantarkan sehingga dikonversi menjadi lahan perkebunan. Bentuk perubahan penggunaan lahan perkebunan paling besar adalah menjadi
lahan terbangun seluas 1.950 ha.
Tabel 13 Matriks perubahan penggunaan lahan pada tahun 2000-2013 di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
Tahun 2000
Tahun 2013
Jumlah
BA HtMgS LT Pkb PLK Swh
SmBlk
/BlkR Tbk TT
(ha) (ha)
BA 1.180 20 - - - - - - - 1.200
HtMgS - 2.100 - 930 - - 30 280 80 3.420
LT - - 7.660
- - - - - 7.660
Pkb - - 1.950 26.820 430 170 - - - 29.370
PLK - - 2.060 610 16.280 3.670 - - - 22.620
Swh - - 1.390 380 3.290 23.400 - - - 28.460
SmBlk - 40 90 2.560 50 500 3.990 1.500 40 8.770
Tbk - 480 - 1.210 160 - 360 7.230 240 9.680
TT - - 90 360 50 80 - - 80 660
Jumlah (ha) 1.180 2.640 13.240 32.870 20.260 27.820 4.380 9.010 440 111.840
Ket : BA =badan air; Bd=bandara; HtMgS=hutan mangrove sekunder; LT=lahan terbangun;
Pkb=Perkebunan; PLK=pertanian lahan kering; Swh=sawah; SmBlk=semak belukar;
Tbk=tambak; TT=tanah terbuka.
Penggunaan lahan yang tidak terlalu mengalami perubahan adalah sawah dengan persentase perubahan 2,3%. Luas sawah walaupun sebagian mengalami
konversi tetapi luasan penggunaan lawah sawah dari tahun 2000 sampai 2013 cenderung tetap. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada tahun 2000
sampai dengan 2013 adalah semak belukar/belukar rawa, hutan mangrove
36
pertanian lahan kering dan tambak. Tingginya penurunan penggunaan lahan
semak belukar/belukar rawa dan hutan mangrove mengindikaisikan bahwa penggunaan lahan kurang memperhatikan aspek konservasi.
Kesesuaian Lahan
Berdasarkan ruang lingkup penelitian bahwa kajian penggunaan lahan hanya
di kawasan budidaya maka analisis kesesuaian penggunaan lahan adalah perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Prosedur penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan satuan lahan berdasarkan
ketentuan FAO (1976) yaitu dibedakan atas : (1) Kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan (2) Kesesuaian lahan secara ekonomi (kuantitatif). Dalam
penelitian ini, analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan faktor pembatas untuk masing-masing peruntukan penggunaan lahan ditinjau dari aspek biofisik. Hasil analisis kesesuaian lahan dikelompokkan kedalam 4 (empat) kategori/kelas, yaitu
(1) Sangat sesuai/S1, (2) Cukup sesuai/S2, (3) Sesuai marginal/S3 dan (4) Tidak sesuai/N. Hasil analisis spasial dengan pendekatan sistem informasi geografis
untuk masing-masing peruntukan lahan lahan disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14 Kesesuaian lahan untuk setiap peruntukan penggunaan lahan
PL
Sangat Sesuai (S1)
Cukup Sesuai (S2)
Sesuai Marginal (S3)
Tidak Sesuai (N) Jumlah
(ha) (ha) % (ha) % (ha) % (ha) %
Pkb - - 4.570 4,1 55.050 49,2 52.220 46,7 111.840
Swh 43.010 38,5 4.570 4,1 38.210 34,2 26.050 23,3 111.840
PLK 4.570 4,1 - - 61.520 55,0 45.750 40,9 111.840
Tbk 2.690 2,4 25.230 22,6 - - 83.920 75,0 111.840
Ket : PL=penggunaan lahan; Pkb=perkebunan; Swh=sawah; PLK=pertanian lahan kering;
Tbk=tambak.
Kesesuaian lahan Perkebunan
Persyaratan penggunaan lahan/karakteristik lahan yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan adalah
kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah, reaksi tanah lapisan atas, banjir dan salinitas. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa kesesuaian
lahan perkebunan dengan kelas kategori cukup sesuai (S2) seluas 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal (S3) 55.050 ha (49,2%), tidak sesuai (N) 52.220 ha (46,7%). Kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan di dominasi oleh kategori
sesuai marginal dengan faktor pembatas drainase, reaksi tanah lapisan atas dan kedalaman, sedangkan lahan yang tidak sesuai disebabkan oleh faktor pembatas
drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan perkebunan disajikan pada Gambar 5.
37
Gambar 5 Peta kesesuaian lahan perkebunan
Kesesuaian Lahan Sawah
Karakteristik lahan yang menjadi parameter untuk menganalisa kesesuaian lahan sawah adalah kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah,
reaksi tanah lapisan atas, banjir dan salinitas. Luas lahan kategori kelas kesesuaian lahan adalah sangat sesuai (S1) seluas 43.010 ha (38,5%), cukup sesuai 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal 38.210 ha (34,2%) dan tidak sesuai 26.050 ha (23,3%).
Faktor pembatas untuk masing-masing kategori kelas yaitu (1) kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas drainase, (2) kelas sesuai marginal dengan faktor
pembatas drainase, kedalaman efektif, dan reaksi tanah terhadap lapisan atas dan (3) tidak sesuai dengan faktor pembatas tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan sawah disajikan
pada Gambar 6.
38
Gambar 6 Peta kesesuaian lahan sawah
Kesesuaian Pertanian Lahan Kering
Persyaratan penggunaan lahan yang digunakan untuk menganalisis
kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering adalah kelerengan, tekstur tanah, drainase, kedalaman efektif tanah, reaksi tanah lapisan atas, bahaya banjir dan salinitas. Luas kesesuaian lahan pada masing-masing kelas kategori adalah sangat
sesuai 4.570 ha (4,1%), sesuai marginal 61.520 ha (55,0%) dan tidak sesuai 45.750 ha (40,9%). Faktor pembatas untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan
yaitu (1) sesuai marginal dengan faktor pembatas drainase, kedalaman efektif, reaksi tanah lapisan atas dan bahaya banjir, (2) tidak sesuai dengan faktor pembatas drainase, kedalaman efektif dan salinitas. Sebaran kesesuaian lahan
untuk penggunaan lahan sawah disajikan pada Gambar 7.
39
Gambar 7 Peta kesesuaian pertanian lahan kering
Kesesuaian Lahan Tambak
Karakteristik lahan yang digunakan dalam menganalisa kesesuaian lahan
untuk penggunaan tambak adalah lereng, reaksi tanah terhadap lapisan atas (pH), jarak dari pantai dan jarak dari sungai. Luas masing-masing kelas kesesuaian
lahan adalah sangat sesuai seluas 2.690 ha (2,4%), cukup sesuai seluas 25.230 ha (22,6%) dan tidak sesuai seluas 83.920 ha (75,0%). Sebaran kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan sawah disajikan pada Gambar 8.
40
Gambar 8 Peta kesesuaian lahan tambak
Kesesuaian Lahan terhadap Penggunaan Lahan
Kesesuaian pengggunaan lahan aktual diperoleh dari hasil overlay
penggunaan lahan dengan kelas kesesuaian lahan seperti disajikan pada Tabel 15. Penggunaan lahan perkebunan jika ditumpang tindihkan dengan kelas kesesuaian didapat bahwa luas lahan yang cukup sesuai sebesar 3.660 ha (11,1%), sesuai
marginal 20.920 ha (88,2%) dan tidak sesuai 8.290 ha (25,2%). Hal ini dipengaruhi karakteristik fisik lahan yang sangat mendukung seperti kelerengan,
drainase atau tekstur tanah. Penggunaan lahan perkebunan yang tidak sesuai pada umumnya berasal dari konversi lahan mangrove dan bekas tambak yang tidak produktif. Kelas kesesuaian terhadap pengggunaan lahan sawah adalah sangat
sesuai seluas 11.400 ha (41,0%), cukup sesuai 310 ha (1,1%), sesuai marginal 14.170 ha (50,9%) dan tidak sesuai 1.940 ha (7,0%). Walaupun kesesuaian lahan
sawah didominasi kelas sesuai marginal tetapi didukung dengan kondisi sumber daya air di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai yang sangat potensial untuk mengairi daerah persawahan dan letak topografi yang relatif datar. Kelas
kesesuaian terhadap Penggunaan lahan peruntukan pertanian lahan kering adalah sangat sesuai seluas 130 ha (0,6%) dan cukup sesuai seluas 4.280 ha (47,5%) dan
tidak sesuai seluas 4.050 ha (45,0%).
41
Tabel 15 Kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan
PL
Sangat Sesuai (S1)
Cukup Sesuai (S2)
Sesuai Marginal (S3)
Tidak Sesuai (N) Jumlah
(ha) (ha) % (ha) % (ha) % (ha) %
Pkb - - 3.660 11,1 20.920 63,6 8.290 25,2 32.870
Swh 11.400 41,0 310 1,1 14.170 50,9 1.940 7,0 27.820
PLK 130 0,6 0 - 9.670 47,7 10.460 51,6 20.260
Tbk 680 7,5 4.280 47,5 - - 4.050 45,0 9.010
Ket : PL=penggunaan lahan; Pkb=perkebunan; Swh=sawah; PLK=pertanian lahan kering;
Tbk=tambak.
Penggunaan lahan tambak yang menempati kelas sangat sesuai seluas 680 ha (7,5%), cukup sesuai 4.280 ha (47,5%) dan tidak sesuai seluas 4.050 ha (45,0%). Dari data tersebut didapat bahwa penggunaan lahan tambak banyak
didominasi pada kelas cukup sesuai dan tidak sesuai dikarenakan jauhnya dari jarak sungai, jarak dari pantai, adanya lahan- lahan yang sudah tidak produktif dan
rusaknya kondisi mangrove di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Pemusatan Aktivitas Penggunaan Lahan
Location Quotient merupakan metode yang digunakan di bidang ekonomi
geografi. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis (Widiatmaka 2013). Dalam merencanakan perencanaan penggunaan lahan dilakukan suatu analisis potensi wilayah yang menjadi
pemusatan aktivitas di suatu wilayah. Menurut Widiatmaka (2013) untuk dapat mempersentasikan hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : (1) Jika nilai LQ > 1,
maka dapat diartikan bahwa aktivitas penggunaan lahan terkonsentrasi di wilayah tersebut, (2) jika nilai LQ = 1 maka dapat diterjemahkan penggunaan lahan tersebut mempunyai kesamaan rata-rata dengan wilayah lainnya dan (3) jika LQ <
1 maka penggunaan lahan di wilayah tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.
Tabel 16 Nilai Location Quotient (LQ) pada tiap penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
Kecamatan Nilai LQ
Pkb PLK Swh Tbk
Bandar Khalipah 0,7 1,2 1,8 0,5
Hamparan Perak 1,4 1,1 0,5 1,3
Labuhan Deli 0,4 0,0 1,4 1,4
Pantai Cermin 0,7 1,0 1.4 1,3
Pantai Labu 0,3 3,0 0,2 1,1
Perbaungan 1,3 0,3 1,8 0,1
Percut Sei Tuan 0,9 0,5 0,6 1,3
Tanjung Beringin 1,1 0,7 2,0 0,1
Teluk Mengkudu 0,9 1,8 1,2 0,9
42
Ket : Pkb = perkebunan; PLK = pertanian lahan kering; Swh = sawah; Tbk = tambak
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luasan penggunaan
lahan hasil olahan data citra tahun 2013. Dari hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa setiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai mempunyai pemusatan aktivitas
dalam penggunaan lahan. Penggunaan lahan perkebunan terkonsentrasi/memusat di Kecamatan .Hamparan Perak, Perbaungan, dan Tanjung Beringin. Penggunaan
lahan pertanian lahan kering memusat di Kecamatan Bandar Khalipah, Hamparan Perak, Pantai Cermin, Pantai Labu dan Teluk Mengkudu. Penggunaan lahan sawah terkonsentrasi di Bandar Khalipah, Labuhan Deli, Pantai Cermin, Pantai
Labu dan Percut Sei Tuan. Penggunaan lahan tambak memusat di Kecamatan Hamparan Perak, Labuhan Deli, Pantai Cermin, Pantai Labu, dan Percut Sei Tuan.
Luasan dan sebaran Location Quotient pemusatan penggunaan lahan di setiap wilayah Kecamatan pesisir disajikan pada Gambar 9 dan Tabel 17.
Gambar 9 Peta Location Quotient (LQ) penggunaan lahan
Tabel 17 Luas penggunaan lahan pada setiap nilai Location Quotient
Penggunaan Lahan LQ <1
(ha) LQ>1
(ha) Jumlah
(ha)
Perkebunan 12.590 20.280 32.870
Pertanian lahan kering 3.200 17.060 20.260
Sawah 7.610 20.210 27.820
Tambak 990 8.020 9.010
Peruntukan Kawasan Lindung
Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung, kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
43
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelamjutan. Ruang lingkup kawasan lindung yang
dimaksud adalah (1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, (2) Kawasan perlindungan setempat, (3) Kawasan suaka alam dan cagar alam serta (4) Kawasan rawan bencana alam. Berdasarkan ruang lingkup tersebut maka
kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Kawasan hutan lindung; Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 di sepanjang pantai wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Lindung.
2. Sempadan Pantai; Kawasan sempadan pantai adalah wilayah tertentu sepanjang yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai. Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai memiliki panjang pantai + 160 km, dengan demikian sempadan pantai yang direncanakan
adalah minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 3. Sempadan sungai;
Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk
sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah sekurang-
kurangnya 100 m kiri kanan sungai besar dan 50 m dikiri-kanan sungai kecil yang berada diluar pemukiman.
Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan analisis GIS maka kawasan
lindung yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai adalah seluas + 7.930 ha. Penyebaran kawasan lindung disajikan dalam Gambar
10.
Gambar 10 Peta kawasan lindung di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang
dan Serdang Bedagai
44
Tingkat Perkembangan Kecamatan
Identifikasi tingkat perkembangan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai di analisis pada tingkat kecamatan dengan melihat
Nilai Indek Perkembangan Kecamatan (IPK). Berdasarkan konsep wilayah nodal, tipologi wilayah merupakan pengembangan dari konsep hidup yang terdiri dari
inti dan plsama. Inti yang dianalogikan sebagai pusat wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan plasma yang dianalogikan sebagai daerah belakang (hinterland) mendukung
keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Menurut Rustiadi et al. (2007) inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman
sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland) yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi untuk mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland, sedangkan
wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai wilayah suplai bagi wilayah inti. Dari analisis yang dilakukan terhadap data jumlah keseluruhan fasilitas dan
data aksesibilitas pada tahun 2011 diperoleh hasil rataan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) wilayah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang adalah 24,66 dengan nilai maksimum 35,17 dan nilai minimum adalah 12,11.
Tabel 18 menunjukkan bahwa hanya 1 (satu) kecamatan yang termasuk kedalam hirarki I yaitu Kecamatan Perbaungan. Kecamatan-kecamatan yang berada di
wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang didominasi oleh hirarki-3 sedangkan kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai didominasi oleh hirarki-2. Fasilitas yang menjadi penciri di wilayah inti adalah banyaknya jumlah
fasilitas ekonomi dan aksesibiltas yang dekat dengan antar dua kabupaten. Fasilitas- fasilitas lain seperti pendidikan dan kesehatan dan sosial lebih lengkap di
Kecamatan Perbaungan bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya di wilayah pesisir. Tabel 18 dan Gambar 11 menunjukkan tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Tabel 18 Tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai
No Nama Kecamatan Indeks Perkembangan
Kecamatan HIERARKI
Kabupaten Serdang Bedagai
1 Bandar Khalipah 20,82 HIRARKI-3
2 Pantai Cermin 28,87 HIRARKI-2
3 Perbaungan 35,17 HIRARKI-1
4 Tanjung Beringin 27,36 HIRARKI-2
5 Teluk Mengkudu 27,55 HIRARKI-2
Kabupaten Deli Serdang
6 Hamparan Perak 21,11 HIRARKI-3
7 Labuhan Deli 23,59 HIRARKI-3
8 Pantai Labu 25,37 HIRARKI-2
9 Percut Sei Tuan 12,11 HIRARKI-3
45
Gambar 11 Peta tingkat perkembangan kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten
Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Lokasi Prioritas Pengembangan Penggunaan Lahan
Berdasarkan kriteria prioritas arahan pengembangan penggunaan lahan seperti pada metodologi penelitian dapat ditentukan prioritas pengembangan
penggunaan lahan di setiap wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dalam memilih jenis penggunaan lahan yang akan
diprioritaskan untuk dikembangkan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai ditetapkan 4 (empat) kriteria berdasarkan hasil analisis data yang ada yaitu :
1. Wilayah pengembangan adalah bukan merupakan kawasan lindung sesuai yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung; 2. Sesuai dengan daya dukung lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan yang
sesuai dan sesuai bersyarat;
3. Wilayah pengembangan merupakan wilayah pemusatan/basis penggunaan lahan;
4. Wilayah yang menjadi prioritas adalah wilayah yang belum berkembang.
Berdasarkan hasil analisis TOPSIS urutan alternatif pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
Bedagai disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Berdasarkan Tabel 19, arahan lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli
Serdang adalah prioritas I berada di Kecamatan Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan dengan penggunaan lahan tambak masing-masing seluas 560 ha dan 980 ha. Prioritas II berada di Kecamatan Hamparan Perak dengan penggunaan lahan
46
sawah seluas 2.050 ha. Prioritas III berada di Kecamatan Pantai Labu dengan
penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 1.130 ha.
Tabel 19 Prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang
Kecamatan/Penggunaan lahan Prioritas penggunaan lahan (ha) RUV
TOPSIS I II III
Hamparan Perak
Perkebunan
10.720
0,47
Tambak 560 0,67
Labuhan Deli
Sawah 2.050 0,47
Pantai Labu
pertanian lahan kering 1.130 0,43
Percut Sei Tuan
Tambak 980 0,67
Arahan lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah
pesisir Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan Tabel 20 adalah prioritas I berada di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk Mengkudu dengan penggunaan
lahan sawah masing-masing seluas 2.650 ha dan 1.450 ha. Prioritas II berada di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan sawah dengan luas 4.660 ha. Prioritas III di Kecamatan Perbaungan dengan penggunaan lahan perkebunan
seluas 3.480 ha. Prioritas IV berada di Kecamatan Bandar Khalipah dengan penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 970 ha, sawah seluas 3.290 ha.
Prioritas V berada di Kecamatan Tanjung Beringin dengan penggunaan lahan sawah 2.640 ha.
Tabel 20 Prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai
Kecamatan/penggunaan lahan
Prioritas penggunaan lahan (ha) RUV TOPSIS
I II III IV V
Bandar Kalifah
pertanian lahan kering
970
0,47
Sawah
3.290
0,47
Pantai Cermin
Sawah 2.650
0,84
Perbaungan
Perkebunan
3.480
0,57
Sawah
4.640
0,72
Tanjung Beringin
Sawah
2.640 0,43
Teluk Mengkudu
Sawah 1.450
0.84
47
Gambar 12 Peta lokasi prioritas pengembangan penggunaan lahan di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
Persepsi Stakeholder Terhadap Arahan Program Pengembangan
Penggunaan Lahan
Penentuan arahan pengembangan penggunaan lahan di suatu wilayah tidak
hanya didasarkan pada hasil analisis terhadap potensi dan fisik wilayah tetapi juga perlu mempertimbangkan aspirasi masyarakat atau stakeholders dimana sebagai pelaku dan penerima manfaat. Dalam perencanaan tata guna lahan menurut FAO
(1993) dalam Hardjowigeno (2007) dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan tata guna lahan dilaksanakan setelah mempertimbangkan berbagai aspek diantaranya pelibatan masyarakat dalam perencanaan pengambilan
keputusan. Perencanaan penggunaan lahan menyangkut unsur pokok yaitu rakyat, lahan, teknologi, dan keterpaduan. Perencanaan pada dasarnya dilakukan untuk rakyat, artinya keinginan rakyat adalah yang menggerakkan arahan perencanaan
penggunaan lahan. Dalam penelitian ini, Persepsi stakeholders akan menentukan arahan prioritas program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP), dimana metode ini untuk mendapatkan bobot prioritas pandangan stakeholder terhadap arahan program pengembangan
48
penggunaan lahan. Dengan menggunakan metode pembobotan terhadap hasil
kuesioner maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 13.
Gambar 13 Hasil pembobotan arahan prioritas program perencanaan penggunaan
lahan
Skor AHP menunjukkan bahwa persepsi stakeholder terhadap arahan
program pengembangan penggunaan lahan yaitu prioritas I peningkatan aspek ekonomi (0,46), prioritas II dengan memperhatikan aspek ekologi (0,43) dan
prioritas III adalah memperhatikan aspek sosial budaya (0,12). Dari segi aspek ekonomi persepsi stakeholder terhadap arahan program pengembangan penggunaan lahan adalah dengan meningkatkan pendapatan masyarakat (0,43),
peningkatan produktivitas (0,36) dan peningkatan lapangan kerja (0,21). Persepsi stakeholder terhadap aspek ekologi terhadap arahan program pengembangan
penggunaan lahan adalah memperhatikan potensi dampak (0,33), sistem life supporting (0,32), keanekaragaman hayati (0,20) dan kesesuaian lahan (0,15). Aspek sosial budaya yang menjadi prioritas dalam arahan pengembangan
penggunaan lahan adalah memperhatikan struktur penduduk (0,31), aksesibilitas (0,29), pekerja (0,23%) dan kedekatan terhadap fasilitas (0,17%).
49
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada uraian pembahasan
dan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian, maka dapat di kemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Prioritas I lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir
Kabupaten Deli Serdang adalah Penggunaan lahan tambak di Kecamatan
Hamparan Perak dan Percut Sei Tuan. Prioritas II adalah Perkebunan di
Kecamatan Hamparan Perak dan sawah di Kecamatan Labuhan Deli,
sedangkan prioritas III adalah pertanian lahan kering di Kecamatan Pantai
Labu.
2. Urutan prioritas lokasi pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai yaitu :
- Prioritas I adalah sawah di Kecamatan Pantai Cermin dan Teluk
Mengkudu;
- prioritas II adalah penggunaan lahan sawah di Kecamatan Perbaungan;
- prioritas III adalah perkebunan di Kecamatan Perbaungan;
- prioritas IV adalah pertanian lahan kering dan sawah di Bandar Khalipah;
- prioritas V adalah sawah di Kecamatan Tanjung Beringin.
3. Persepsi stakeholder terhadap prioritas arahan program pengembangan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang dan Serdang
Bedagai adalah aspek ekonomi. Untuk mencapai sasaran aspek ekonomi perlu peningkatan pendapatan dari masyarakat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai valuasi ekonomi lahan untuk mendapatkan opsi pemilihan penggunaan lahan yang optimal.
50
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai 2011-2031. Serdang Bedagai (ID): Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.
[Bappeda]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Deli Serdang 2011-2031. Deli Serdang (ID):
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah :
Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta : CV. Andi Offset.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012a. Kecamatan Bandar Khalipah dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012b. Kecamatan Perbaungan dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012c. Kecamatan
Teluk Mengkudu dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012d. Kecamatan
Pantai Cermin dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012e. Kecamatan
Tanjung Beringin dalam Angka 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 2012f. Data Potensi Desa 2011. Serdang Bedagai (ID): BPS.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. 2012. Data Potensi Desa 2011. Deli Serdang (ID): BPS.
Dahuri R, Rais J, Ginting S.P, dan Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. PT. Pradnya Pramita. Dahuri R dan Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah Prespektif : Prespektif
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta. Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia.
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta. Penerbit
Andi Yogyakarta. Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, dan Hidayat A. 2011. Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah : Melalui Pendekatan
Kesisteman. Bogor. IPB Press. Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tata Guna Lahan. Jogjakarta. Gajah Mada University Press. Hwang CL and Yoon K. 1981. Multiple Attribute Decision Making Methods and
Aplication. Berlin: Springer-Verlag.
Jahanshahloo GR, Lotfi FH and Davoodi AR. 2009. Extention of TOPSIS for Decision-Making Problems with Interval Data: Interval Eficiency.
Mathematical and Computer Modelling 49:1137-1142 Junaidi IA. 2011. Penyusunan Prioritas Pengembangan Desa Pesisir Menurut
Pandangan Stakeholder Dengan Menggunakan AHP (Analytical Hierarchy
Process) di Kabupaten Kulonprogo. [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Sekolah Pasca Sarjana: Universitas Gajah Mada.
51
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2005. Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 44/Menhut-II/2005, tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Jakarta(ID). Kementerian Kehutanan.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Dirjen Planologi Kehutanan. 2010. Petunjuk Teknis : Penafsiran Citra Resolusi Sedang Menghasilkan Data Penutupan Lahan Tahun 2009. Jakarta(ID): Kementerian Kehutanan.
[Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 11 A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah
Sungai. Jakarta(ID). Kementerian Pekerjaan Umum. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian. Jakarta(ID). Kementerian Pertanian. Lillesand TM, and Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image Interpretation.
Manurung H. 2002. Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Deli
Serdang Propinsi Sumatera Utara. [Tesis]. Medan (ID) : Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta . Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Paliawaluddin LO. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Penggunaan
Ruang Kawasan Pesisir Teluk Kendari. [Tesis]. Bogor(ID). Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990,
tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007,
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
tentang Penataan ruang. Jakarta.
[Pemprovsu] Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2004. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 136/3240. Tentang Rencana Strategis Pengelolaan
Wilayah Pesisir Propinsi Sumatera Utara. Medan. Pourebrahim S, Hadipour M and Mokhtar M.B. 2011.Integration of spatial
suitability analysis for land use planning in coastal areas; case of Kuala
Langat District, Selangor, Malaysia.J. Landscape and Urban Planning 111: 84–97
Prahasta E. 2009 Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. Penerbit Informatika Bandung.
Purwoko A. 2011. Analisis Perencanaan Peruntukan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove untuk Pengembangan Wilayah di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. [Disertasi]. Medan (ID) : Sekolah Pascasarjana.
Universitas Sumatera Utara. Riyadi dan Bratakusumah D. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi
Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta (ID): PT,
Gramedia Pustaka Utama.
52
Panuju DR dan Rustiadi E, 2012. Teknis Analisis Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E, Saefulhakim F dan Panuju D.R. 2011. Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Jakarta. Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Saaty TL. 1977. A Scaling Method for Priorities in Hierarchical Structures.J.
Mathematical Psychology 15:234-281 Shih H, Shyur HJ and Lee ES 2007. An Extension of TOPSIS for Group Decision
Making.J. Mathematical and Computer Modelling 45: 801-8013. Sitorus SRP. 2004. Evaluasi Sumber daya Lahan. Bandung. PT Tarsito Bandung. Sinaga J. 2009. Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Pemilihan
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tempat Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Medan (ID): Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Vincentius A. 2003. Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan Pengembangan
Kawasan Pesisir Teluk Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pasca Sarjana : Institut Pertanian Bogor.
Wahyunto, Puksi DS, Rochman A, Wahdini W, Paidi, Dai J, Hidayat A, Buurman P, dan Balsem T. 1990. Buku Satuan Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Medan (0619), Sumatera. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Wahyunto, Puksi DS, Rochman A, Wahdini W, Paidi, Dai J, Hidayat A, Buurman
P, dan Balsem T. 1990. Buku Satuan Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Medan (0719), Sumatera. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Wandayani A. 2007. Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral. [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Matemetika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Widiatmaka. 2013. Analisis Sumberdaya untuk Perencanaan Tataguna Lahan dan
Wilayah. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor Winarso H, Ramadhan M dan Guntur M. 2006. Studi Pengembangan Lahan
Informal di Perkotaan, Studi Kasus: Cirebon dan Palangkaraya. [Seri Penelitian]. Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung.
Zahro F, Usman F, dan Wardhani DK. 2011. Arahan Fungsi Lahan Berdasarkan
Pendekatan Konservasi Tanah Kawasan Pesisir Utara Jawa Timur Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik . J. Tata Kota dan Daerah. 3:
33-38.
60
Lampiran 8 Kriteria kesesuaian lahan perkebunan Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACK.)
Sumber : Djaenudin et al. (2011)
71
Lampiran 14 Arahan prioritas lokasi penggunaan lahan
KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV
TOPSIS
Bandar Kalifah tambak S2 <1 HIRARKI-3 0.43
Bandar Kalifah tambak S1 <1 HIRARKI-3 0.60
Tanjung Beringin tambak S2 <1 HIRARKI-2 0.37
Tanjung Beringin tambak S1 <1 HIRARKI-2 0.57
Teluk Mengkudu tambak S2 <1 HIRARKI-2 0.37
Teluk Mengkudu tambak S1 <1 HIRARKI-2 0.57
Perbaungan tambak S2 >1 HIRARKI-1 0.57
Perbaungan tambak S2 <1 HIRARKI-1 0.33
Percut Sei Tuan tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67
Percut Sei Tuan tambak S1 >1 HIRARKI-3 1.00
Labuhan Deli tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67
Hamparan Perak tambak S2 >1 HIRARKI-3 0.67
Hamparan Perak tambak S1 >1 HIRARKI-3 1.00
Pantai Labu tambak S2 >1 HIRARKI-2 0.63
Pantai Cermin tambak S2 >1 HIRARKI-2 0.63
Pantai Cermin tambak S1 >1 HIRARKI-2 0.84
Teluk Mengkudu perkebunan S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Perbaungan perkebunan S3 >1 HIRARKI-1 0.40
Hamparan Perak perkebunan S3 >1 HIRARKI-3 0.47
Pantai Cermin perkebunan S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Bandar Kalifah perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Teluk Mengkudu perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Perbaungan perkebunan S3 <1 HIRARKI-1 0.00
Percut Sei Tuan perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Labuhan Deli perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Hamparan Perak perkebunan S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Pantai Labu perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Pantai Cermin perkebunan S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Bandar Kalifah perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00
Tanjung Beringin perkebunan N >1 HIRARKI-2 0.00
Perbaungan perkebunan N >1 HIRARKI-1 0.00
Labuhan Deli perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak perkebunan N >1 HIRARKI-3 0.00
Pantai Cermin perkebunan N >1 HIRARKI-2 0.00
Bandar Kalifah perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00
Teluk Mengkudu perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00
Percut Sei Tuan perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00
Labuhan Deli perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak perkebunan N <1 HIRARKI-3 0.00
72
Pantai Labu perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00
Lampiran 14 (lanjutan)
KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV
TOPSIS
Pantai Cermin perkebunan N <1 HIRARKI-2 0.00
Perbaungan perkebunan S2 >1 HIRARKI-1 0.57
Bandar Kalifah perkebunan S2 <1 HIRARKI-3 0.43
Teluk Mengkudu perkebunan S2 <1 HIRARKI-2 0.37
Bandar Kalifah sawah S1 >1 HIRARKI-3 1.00
Tanjung Beringin sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84
Teluk Mengkudu sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84
Perbaungan sawah S1 >1 HIRARKI-1 0.72
Labuhan Deli sawah S1 >1 HIRARKI-3 1.00
Pantai Cermin sawah S1 >1 HIRARKI-2 0.84
Percut Sei Tuan sawah S1 <1 HIRARKI-3 0.60
Hamparan Perak sawah S1 <1 HIRARKI-3 0.60
Bandar Kalifah sawah N >1 HIRARKI-3 0.00
Tanjung Beringin sawah N >1 HIRARKI-2 0.00
Teluk Mengkudu sawah N >1 HIRARKI-2 0.00
Perbaungan sawah N >1 HIRARKI-1 0.00
Labuhan Deli sawah N >1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak sawah N >1 HIRARKI-3 0.00
Pantai Cermin sawah N >1 HIRARKI-2 0.00
Percut Sei Tuan sawah N <1 HIRARKI-3 0.00
Labuhan Deli sawah N <1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak sawah N <1 HIRARKI-3 0.00
Pantai Labu sawah N <1 HIRARKI-2 0.00
Bandar Kalifah sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47
Tanjung Beringin sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Teluk Mengkudu sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Perbaungan sawah S3 >1 HIRARKI-1 0.40
Labuhan Deli sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47
Hamparan Perak sawah S3 >1 HIRARKI-3 0.47
Pantai Cermin sawah S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Percut Sei Tuan sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Labuhan Deli sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Hamparan Perak sawah S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Pantai Labu sawah S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Bandar Kalifah sawah S2 >1 HIRARKI-3 0.67
Teluk Mengkudu sawah S2 >1 HIRARKI-2 0.63
Perbaungan sawah S2 >1 HIRARKI-1 0.57
Bandar Kalifah pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-3 0.47
73
Lampiran 14 (lanjutan)
KECAMATAN Penggunaan lahan Kesesuaian LQ Hirarki RUV
TOPSIS
Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Perbaungan pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-1 0.40
Hamparan Perak pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-3 0.47
Pantai Labu pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Pantai Cermin pertanian lahan kering S3 >1 HIRARKI-2 0.43
Tanjung Beringin pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-2 0.16
Perbaungan pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-1 0.00
Percut Sei Tuan pertanian lahan kering S3 <1 HIRARKI-3 0.28
Bandar Kalifah pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00
Teluk Mengkudu pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00
Perbaungan pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-1 0.00
Labuhan Deli pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-3 0.00
Pantai Labu pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00
Pantai Cermin pertanian lahan kering N >1 HIRARKI-2 0.00
Tanjung Beringin pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-2 0.00
Perbaungan pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-1 0.00
Percut Sei Tuan pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00
Labuhan Deli pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00
Hamparan Perak pertanian lahan kering N <1 HIRARKI-3 0.00
Teluk Mengkudu pertanian lahan kering S1 >1 HIRARKI-2 0.84
Perbaungan pertanian lahan kering S1 <1 HIRARKI-1 0.53
Percut Sei Tuan pertanian lahan kering S1 <1 HIRARKI-3 0.60
74
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Buhit pada tanggal 30 September 1983, merupakan putra kelima dari enam bersaudara dari pasangan Harapan Sinaga dan Sinur Sitanggang(Alm). Penulis
memperoleh gelar sarjana kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 dan melanjutkan jenjang S2 di
Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa yang disponsori oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Republik Indonesia tahun anggaran 2012. Saat
ini penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara.