Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi
-
Upload
bsmi-surakarta -
Category
Documents
-
view
113 -
download
5
Transcript of Prinsip Dan Cara Penjadwalan Imunisasi
Tugas Pediatri Sosial
PRINSIP DAN CARA PENJADWALAN IMUNISASI
Oleh :
M. Dody Hermawan D19 2012/G0004144
Tri Nugroho D14 2012/G0006164
Pembimbing :
dr. Hari Wahyu Nugroho, Sp. A, MKes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
Pendahuluan
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada
penyakit tertentu. (Alimul, 2009). Jadwal imunisasi ditentukan dengan pertimbangan
(Proverawati, 2010):
1. Banyaknya penyakit tersebut di masyarakat
2. Bahaya yang ditimbulkan penyakit tersebut
3. Umur mulai rawan tertular penyakit tersebut
4. Kemampuan tubuh bayi/anak membentuk zat anti melawan penyakit tersebut
5. Rekomendasi WHO
6. Rekomendasi organisasi profesi yang berhubungan dengan imunisasi
7. Ketersediaan vaksin yang efektif thd penyakit tsb
8. KIPI
9. Kemampuan Pemerintah dlm meyediakan vaksin tsb
Jenis-jenis vaksin dan penjelasannya.
1. Vaksin BCG
Vaksinasi dan jenis vaksin: pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman
BCG (Bacillus Calmette guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.
Dengan imunisasi BCG diharapkan penyakit TBC dapat diberantas dan kejadian TBC yang
berat dapat dihindari.
Cara imunisasi: Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum
umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping
pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis
regionalis, dan reaksi panas. Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru
lahir sampai berumur 2 bulan. Setiap 5 tahun imunisasi diulang. Pada anak yang berumur
lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG.
Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji
Mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi BCG.
Bila pemberian imunisasi BCG itu “berhasil”, setelah beberapa Minggu di tempat suntikan
akan terdapat benjolan kecil. Tempat suntikan itu kemudian berbekas. Kadang-kadang
benjolan tersebut bernanah, tetapi akan menyembuh sendiri meskipun lambat. Biasanya
penyuntikan BCG dilakukan di lengan kanan atas. Karena luka suntikan meninggalkan bekas
dan mengingat segi kosmetiknya, pada bayi perempuan dapat diminta suntikan di paha kanan
atas.
Kekebalan : Jaminan imunisasi tidaklah mutlak 100% bahwa anak akan terhindar sama
sekali dari penyakit TBC. Seandainya bayi yang telah mendapat imunisasi terjangkit juga
penyakit TBC, maka ia akan menderita penyakit TBC ini dalam bentuk yang ringan. Ia pun
akan terhindar dari kemungkinan mendapat TBC yang berat, seperti TBC paru yang parah,
TBC tulang atau TBC selaput otak yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup dan
membahayakan jiwa.
2. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Vaksin dan jenis vaksin: manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan
kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk
rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di pasaran terdapat 3 jenis kemasan vaksin ketiga
penyakit ini. Dapat diperoleh dalam bentuk kemasan tunggal khususnya bagi tetanus, dalam
bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin
tripel). (Herawati, 1999)
Cara imunisasi: imunisasi dasar diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak
waktu antara 2 penyuntikan 4-6 minggu. Imunisasi dasar dengan 3 kali penyuntikan lebih
baik daripada dengan 2 kali penyuntikan. Untuk imunisasi massal (di sekolah, RT/RW),
biasanya cukup diberikan 2 kali penyuntikan. Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika
anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar), dan
menjelang umur 10 tahun (sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya diberi 1
kali suntikan.
Vaksin diberikan diatas usia 6 minggu, karena komponen pertusis berbahaya jika dibawah 6
minggu. Anak Usia 10 th ke atas tidak diberikan pertusis. Sedangkan vaksin Tetanus hrs
mendapat 5 kali untuk daya lindung 25 th.
3. Vaksin Hepatitis B
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B.
Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal dengan nama penyakit lever. Jenis
vaksin ini baru dikembangkan dalam waktu 10 tahun terakhir, setelah diteliti bahwa virus
hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever tadi. Vaksin terbuat dari
plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara pengolahan tertentu. Dari bahan plasma
tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan bagian virus yang dapat dipakai dalam pembuatan
vaksin lebih lanjut. Di kalangan masyarakat dikhawatirkan pemakaian vaksin yang terbuat
dari plasma karena adanya berita akibat samping berupa penyakit AIDS. Namun setelah
pemakaiannya yang lebih dari 10 tahun, ternyata tidak didapatkan adanya efek samping
yang berarti. WHO melaporkan pula bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup aman dan
bebas dari penyakit AIDS. (Hidayat, 2010)
Cara imunisasi: Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak
2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali imunisasi ulang
dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan setiap 5
tahun. Cara pemberian imunisasi dasar di atas mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis
vaksin yang dibuat oleh pabrik. Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin buatan
Pasteur Prancis berbeda dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat.
Vaksin hepatitis B (VHB) 1 tetap direkomendasikan untuk diberikan dalam 12 jam setelah
bayi lahir, demikian pula VHB 2 tetap diberikan 1 bulan setelah VHB 2. Nnamun VHB 3
direkomendasikan diberikan pada umur 6 bulan atau 5 bulan setelah VHB2. Jadwal 0,1,6
bulan akan menghasilkan anti-HBs yang paling optimal.
Di samping itu perlu diberikan pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang dilahirkan dari
seorang ibu yang mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu dengan pemberian
imunoglobulin khusus dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dalam waktu 7 hari
berikutnya bayi ini harus sudah mendapat imunisasi aktif dengan penyuntikan vaksin
hepatitis B. Cara pemberian imunisasi aktif selanjutnya sama seperti pemberian kepada anak
lain. Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu kepada bayi, sebaiknya ibu hamil
memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B, sehingga dapat dipersiapkan
tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi. (Hadinegoro, 2010)
Pada 2005, Kemkes menjadwalkan Hep B pada saat lahir dlm kemasan uniject berupa
kombinasi DTwP/Hep B pada usia 2,3,4 dengan tujuan meningkatkan cakupan. Apabila
titer anti HBs < 10 ug/ml, booster pada usia 5 tahun
Apabila bayi terkena infeksi misalnya sewaktu persalinan karena ibunya menderita hepatitis
B maka lebih dari 90% akan menjadi hepatitis kronik. Apabila yang terkena anak-anak yang
lebih besar maka keadaan kronisitas menurun hanya menjadi 20-30% saja. Sedang jika
orang dewasa yang terkena maka keadaan kronik hanya terjadi pada 4-50% saja . Karena itu
prioritas program vaksinasi hepatitis B adalah bayi serta anak-anak. (Hadinegoro, 2010)
4. Vaksin Poliomielitis
Vaksinasi dan jenis vaksin: imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing
mengandung virus polio tipe I, II dan III, yaitu:
(1) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin
Salk). Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
(2) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi
dilemahkan (vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau
cairan.
Di Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut
mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena
cara pemberiannya lebih mudah melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di
beberapa negara dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi
DPT dan polio, cara pemberiannya dengan suntikan.
Cara imunisasi: Diberikan pada saat sebelum bayi pulang dari RS untuk mengejar cakupan
yg tinggi. Karena di daerah endemik, sangat rentan transmisi virus polio. Di Indonesia
dipakai vaksin Sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar diberikan ketika anak
berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu.
Sevaksinasi diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan
menjelang umur 10 tahun. Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada
pemberian vaksin polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI
mengandung zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio
bayi tersebut tidak diberi ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI akan menghancurkan
vaksin polio, sehingga imunisasi polio menjadi gagal. Sebenarnya masalah ini masih
dipertentangkan.
5. vaksin Hib
Epidemiologi: merupakan penyebab terbanyak meningoensefalitis dan pneumonia pada anak
dibawah 5 th. Pada anak diatas usia 2 th, Hib diberikan 1 kali
6. Vaksin Pneumokokus
Epidemiologi: Penyebab terbanyak meningoensefalitis dan pneumonia pada anak dibawah 5
th Pada anak diatas usia 2 th, Pneumokokus diberikan 1 kali
7. Imunisasi Rotavirus
Saat ini telah diluncurkan vaksinasi terbaru untuk mencegah penyakit diare atau mencret pada
anak. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa diare pada anak merupakan salah satu
penyebab kematian di Indonesia. Penyebab dari diare kebanyakan karena infeksi Rotavirus.
Untuk mencegah anak terkena penyakit ini dan mencegah keparahan penyakit jika terinfeksi
virus ini, maka para ilmuwan kedokteran telah berhasil membuat vaksin rotavirus. Saat ini ada
2 macam vaksin rotavirus yang disetujui beredar di Indonesia yaitu Rotateq dan Rotarix.
Vaksin ini diberikan sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Pemberiannya dengan cara diteteskan per oral. Untuk vaksin Rotarix dosis pertama diberikan
saat umur 6-14 minggu, dosis kedua diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya
vaksinasi Rotarix selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24
minggu. Untuk vaksin Rotateq dosis pertama diberikan umur 6-12 minggu, interval dosis ke 2
dan ke 3 antara 4-10 minggu, dan dosis ke 3 diberikan pada umur <32 minggu (interval
minimal 4 minggu).
(http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/vis/downloads/vis-rotavirus.pdf)
8. Imunisasi Influenza
Vaxigrip diindikasikan untuk pencegahan terhadap Influenza. Di Indonesia, pemberian vaksin
ini bisa dilakukan sepanjang tahun, tetapi berdasarkan rekomendasi vaksinasi IDAI
dianjurkan pada bulan September Oktober ( 3 bulan sebelum puncak prevalensi influenza).
Vaksinasi Influenza adalah vaksinasi tahunan, karena itu harus diulang setiap tahun mengikuti
perubahan virus influenza yang berubah ubah.
Berdasarkan Rekomendasi IDAI tahun 2006:
Vaksin Influenza diberikan pada bayi dan anak sejak umur 6 bulan atau lebih pada semua
individu tidak memandang ada atau tidaknya faktor risiko
Orang yang berhubungan dengan perawatan/pendidikan anak (termasuk penghuni serumah)
yang berhubungan dengan kelompok anak usia 24 -59 bulan ( ACIP 2006)
Dosis vaksin : vaksin influenza intramuscular trivalent inactivated influenza(TIV) dianjurkan
diberikan dengan dosis yang tepat menurut umur sebagai berikut:
Umur 6-35 bulan : 0,25 ml.
Umur > 3 tahun : 0,50 ml.
Umur kurang dari 9 tahun yang mendapat vaksin influenza (TIV) untuk pertama kali, harus
mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5908a1.htm)
9. Imunisasi Campak
Imunisasi Aktif
Termasuk dalam Program Imunisasi Nasional. Dianjurkan pemberian vaksin campak
dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada usia 9 bulan.
Imunisasi ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui program BIAS.
Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Indikasi :
- Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak
dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
- Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai
resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus
diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah itu
vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3
bulan setelah pemberian imunoglobulin.
Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat
0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV
maksimal 15 ml/dose IM
(http://pediatricinfo.wordpress.com/2008/07/09/campak-morbili-measles-rubeola/)
10. Imunisasi MMR
Mumps measles rubella merupakan vaksin untuk mencegah penyakit gondongan
(mumps), campak (measles) dan rubela. Vaksin MMR merupakan vaksin live attenuated
yang dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit. Mikroorganisme vaksin yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh (replikasi) dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Saat ini di Indonesia terdapat dua jenis
vaksin yang beredar yaitu MMR II®(MSD) dan Trimovax® (Aventis Pasteur). Vaksin
MMR diberikan pada umur 15-18 bulan, dosis satu kali 0.5 ml subkutan dalam atau
intramuskular. Ulangan diberikan pada umur 10-12 tahun atau 12-18 tahun. Vaksin MMR
diberikan minimal 1 bulan setelah penyuntikan dengan kuman atau virus hidup lain.
Pemberian vaksin MMR akan menurunkan risiko kejadian penyakit gondongan, campak,
dan rubella serta komplikasi yang dapat ditimbulkannya.
(http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/6-1-1.pdf)
11. Imunisasi Hepatitis A
Untuk mengurangi mewabahnya penyakit ini terutama pada bayi dan anak-anak maka
pemerintah menggalakkan imunisasi bayi untuk kesehatan bayi. Imunisasi berasal dari kata
imun yang artinya adalah resisten atau kebal. Sedangkan secara medis arti imunisasi adalah
memasukkan kuman tertentu yang telah dilemahkan ke dalam tubuh seseorang supaya
tubuh orang tersebut membentuk antibodi yang dapat melawan jika suatu saat kuman
tersebut menginfeksinya. Jadi imunisasi hepatitis A ini berarti memasukkan virus hepatitis
A yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh bayi supaya tubuh bayi membentuk antibodi.
Dengan demikian diharapkan jika kelak anak ini terinfeksi virus hepatitis A, tubuhnya
yang telah memiliki antibodi hepatitis A dapat melawan virus tersebut. Berdasarkan jadwal
imunisasi bayi yang dibuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), imunisasi hepatitis
A diberikan ketika anak telah berusia lebih dari 2 tahun dan dilakukan 2 kali dengan
interval 6-12 bulan. Selain imunisasi, salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh
masyarakat supaya tidak terjangkit penyakit ini adalah menjaga higiene dan sanitasi
makanan, badan, pakaian, dan lingkungan.
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5507a1.htm)
12. Imunisasi Varisela
Vaksin varicella merupakan vaksin yang berisi virus hidup. Vaksin ini diberikan di jepang
selama 20 tahun. Di Amerika Serikat Vaksin ini digunakan dari tahun 1995. Satu dosis
vaksin varicella direkomendasikan untuk anak berusia 12 – 18 bulan. Anak yang tidak
mendapatkan vaksin ini dapat diberikan satu dosis sampai ketika berusia 13 tahun. Usia
diatas itu harus diberikan 2 dosis dengan jarak 4 – 8 minggu terpisah. Anak yang sudah
pernah sakit cacar air tidak perlu diberikan imunisasi ini.
Vaksin ini dapat mencegah cacar air 70% sampai 90% dan dapat mencegah penyakit berat
sampai lebih dari 95%. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan imunitas seumur hidup.
Sekitar 1% – 2 % anak yang mendapatkan imunisasi ini tetap menderita cacar air, tetapi
biasanya gejalanya sangat ringan.
Varicella merupakan vaksin yang sangat aman. Pada beberapa anak dapat timbul bengkak
dan kemerahan pada lokasi suntikan. Juga dapat timbul bercak kemerahan dalam 1-3
minggu setelah imunisasi. Kejadian kejang demam juga pernah dilaporkan setelah imunisasi,
namun sangat jarang. Anak yang diketahui alergi terhadap gelatin atau neomisin jangan
diberikan vaksinini. Anak dengan efeisiensi imun seperti kanker atau HIV harus dievaluasi
oleh dokter terlebih dahulu sebelum diberikan imunisasi ini.
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5604a1.htm)
13. Imunisasi HPV
Vaksinasi HPV merupakan cara pencegahan primer untuk menghindari teridapnya kanker
serviks. Memang benar infeksi alamiah dapat merangsang terbentuknya antibodi spesifik
terhadap penyakit tertentu. Namun hal ini tidak efektif pada HPV karena sifat yang khusus
seperti virus ini sangat kuat terhadap terpaan fisik, hanya hidup pada selaput lendir
serviks/tidak masuk ke peredarah darah sistemik tubuh dan tidak merangsang antibodi atau
sel pertahanan tubuh secara luas. Sehingga respon antibodi alamiah tubuh menjadi rendah.
Maka tubuh kita masih rentan terhadap infeksi HPV.
Oleh sebab itu vaksinasi secara berulang dibutuhkan untuk merangsang tubuh membentuk
antibodi (kekebalan tubuh) yang kuat untuk melindungi tubuh dari serangan virus HPV yang
akan masuk. Antibodi akan menangkap virus yang akan masuk ke dalam tubuh sehingga
tubuh terhindar dari infeksi HPV.
Idealnya vaksinasi diberikan sebelum adanya bahaya infeksi HPV. Seperti diketahui pada 70
persen kasus, infeksi HPV menyebar melalui hubungan seksual dan HPV dapat menginfeksi
semua orang. Maka pemberian vaksinasi pada masa sebelum kontak seksual merupakan
saat paling baik. Vaksin ini memang belum masuk program nasional imunisasi, tetapi Satgas
Imunisasi IDAI merekomendasikan untuk memberikan vaksin HPV pada remaja perempuan
sejak usia 10 tahun. Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini paling efektif apabila
diberikan pada perempuan berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual.
Namun bukan berarti wanita yang sudah menikah atau berhubungan seksual tidak boleh
mendapatkannya. Hanya saja angka proteksinya tidak setinggi pada golongan sebelumnya.
Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu (bulan ke 0,1,dan 6). Dengan
vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%. Vaksin ini telah diuji
pada ribuan wanita di seluruh dunia. Hasilnya tidak menunjukkan adanya efek samping yang
berbahaya. Efek samping yang sering ditemukan adalah kemerahan, nyeri,bengkak di tempat
suntikan, atau demam. Vaksin ini sendiri tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Namun, ibu
menyusui boleh menerima vaksin ini.
Vaksinasi merupakan metode deteksi dini sebagai upaya mencegah kanker serviks. Melalui
vaksinasi semakin besar kesempatan disembuhkannya penyakit ini dan semakin besar
kemungkinan untuk menekan angka kasus kanker serviks yang mengancam kaum
perempuan.
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5920a4.htm)
Daftar Pustaka
Alimul, Hidayat.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.
Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI tahun 2010. Sari Pediatri.
2010; 11(6).
Hidayat B, Pujiarto PS. 2010. Hepatitis B. Dalam: Ranuh IGNn, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesai. Edisi ketiga. Jakarta,
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008. h.135-42
Hadinegoro SRS. Jadwal Imunisasi. 2010. Dalam: Ranuh IGNn, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesai. Edisi ketiga. Jakarta,
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008. H 97-106.
Maria Holly Herawati, SKM. Cermin Dunia Kedokteran No. 124, 1999., Pusat Penelitian
Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Proverawati, Atikah.2010.Imunisasi dan Vaksinasi.Yogyakarta:Nuha Offset.
(http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/vis/downloads/vis-rotavirus.pdf)
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5908a1.htm)
(http://pediatricinfo.wordpress.com/2008/07/09/campak-morbili-measles-rubeola/)
(http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/6-1-1.pdf)
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5507a1.htm)
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5604a1.htm)
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5920a4.htm)