Priboemi edisi 20

32
edisi 20, April 2015 Membangun Kembali Wacana Kebangsaan Kita PEJUANG PEMIKIR-PEMIKIR PEJUANG PRIBOEMI PRIBOEMI PRIBOEMI

description

Selamat membaca Bung dan Sarinah :)

Transcript of Priboemi edisi 20

Page 1: Priboemi edisi 20

edisi 20, April 2015

MembangunKembaliWacanaKebangsaanKita

PEJUANG PEMIKIR-PEMIKIR PEJUANGPRIBOEMIPRIBOEMIPRIBOEMI

Page 2: Priboemi edisi 20

Tim Redaksi

Penanggung Jawab

Syafril Nazirudin

Pemimpin Redaksi

Fajar Rodhani Putra

Kontributor

Fian Muhammad Rofiulhaq, Jefri

Adriansyah, Satya Vhisnu

Dharma Kusuma, Obed Kresna,

Fajar Rodhani Putra, Arman

Kurniawan, Reyani Anggi

Ariesta Siregar.

Editor

Andriyan Yuniantoko, Margareth

Bertha Chrisnadia, Irfan Rizki

Darajat.

Kontributor Foto

Tiarra Dya, Margareth Bertha,

Sukma Jati W, Ibnu Nugroho.

Ilustrasi dan Layout

Bagaskara Rizqian

Foto Sampul

Margareth Bertha C. L.

Diterbitkan oleh:

Bidang Pers

Komisariat GMNI Fisipol UGM,

Jl. Dumung 96, Karanggayam,

Depok, Sleman

EDITORIAL

Merdeka!

Salam sejahtera bagi kita semua,Nasionalisme itu tak usah

dibela karena tidak ada dalil yang mendasarinya. Ya, itu adalah celotehan seorang ustadz tenar setahun lalu. Celotehan tersebut secara tidak langsung meng-indikasikan lemahnya pemahaman kebangsaannya. Padahal rasa nasionalisme merupakan pelecut semangat para pahlawan dalam mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.

Dewasa ini, nasionalisme makin terancam karena banyak warga negara yang t idak mengamalkan bahkan melupakan maknanya. tentu pertanyaan akan berlanjut pada pentingkah nasionalisme bagi kita sekarang ini? Pada penerbitan buletin Priboemi edisi ke-20 ini, kami

Page 3: Priboemi edisi 20

EDITORIAL

berusaha mengangkat wacana hari makin terpinggirkan. Maka dari itu, pada edisi kali ini kami memilih judul “Membangun Kembali Wacana Kebangsaan”. Setidaknya kami ingin mengajak sidang pembaca lebih menyelami makna nasionalisme kita. Apakah kita sedang dilanda “nasionalisme sepak bola” atau nasionalisme chauvinistik? Sesudah gambaran tentang nasionalisme pembaca tangkap dengan cermat. Pertanyaan yang ingin kami gulirkan adalah nasionalisme untuk apa? apakah hanya ingin kita gunakan sebagai alat pemersatu bangsa? Atau nasionalisme kita gunakan sebagai sarana agar kita bisa bisa jumawa terhadap negeri tetanggakarena kita memiliki keindahan alam yang tiada duanya? Apapun interpretasi pembaca terhadap tulisan-tulisan kami, kami terima sebagai proses dialektika. Harapan kami semoga buletin ini dapat menumbuhkan rasa kebangsaan kita. Selamat membaca.

Merdeka !!Salam Hangat,

Page 4: Priboemi edisi 20

wacanaFoto : Margareth Bertha

Berkibarlah benderaku Lambang suci gagah perwiraDi seluruh pantai IndonesiaKau tetap pujaan bangsa

Siapa berani menurunkan engkau Serentak rakyatmu membelaSang merah putih yang perwiraBerkibarlah slama-lamanya

Kami rakyat IndonesiaBersedia setiap masaMencurahkan segenap tenagaSupaya kau tetap cemerlang

Tak goyang jiwaku menahan rintanganTak gentar rakyatmu berkorbanSang merah putih yang perwiraBerkibarlah slama-lamanya

Ciptaan: Ibu Sud

Page 5: Priboemi edisi 20

WACANA

Disadari atau tidak disadari ada fenomena sosial yang aneh sedang mondar-mandir di sekitar kita. Fenomena aneh ini terkait doktrin Orde Baru yang masih ber- gentayangan. Salah satu doktrin Orde Baru yang masih terasa adalah tentang bahaya laten Komunisme. Dalam sanubari sebagian besar masyarakat Indonesia, Komunisme masih dianggap sebagai paham yang menentang Pancasila. Ditambah lagi, masyarakat kita masih meyakini cerita rekayasa Orde Baru tentang peristiwa Gestok '65 yang didalangi oleh PKI.

Saat ini bisa dinyatakan Orde Baru sudah wafat, PKI lenyap, dan Uni Sovyet juga tamat. Namun demikian, sentimen masyaraka t k i t a te rhadap komunisme dan PKI masih ada. Seperti yang terjadi bulan Februari lalu, ketika Puteri Indonesia 2015 Anindya Kusuma Putri dikecam gara–gara mengunggah foto dirinya saat memakai kaos “palu–arit”. Sungguh ironis, ketika masyarakat (pengguna media sosial) seakan–akan hanya menjustifikasi foto itu berdasarkan sablonnya, tanpa memperdulikan alasan kenapa seorang Puteri Indonesia melakukannya. Padahal menurut Anindya foto tersebut sudah lama diunggah.

Menjebol Pola Pikir Lama dan Mengibarkan Wacana Kebangsaan Baru

Oleh : bung Fian Muhammad Rofiulhaq

11

Page 6: Priboemi edisi 20

WACANAFenomena di atas meng-

gambarkan bagaimana sensitifnya orang Indonesia akan hal–hal berbau komunisme. Barang tentu ini juga melukiskan betapa suksesnya rezim Soeharto menanamkan sentimen anti-komunis yang mereka anggap bertentangan dengan Pancasila itu. Namun, coba kita simak kasus lain yang bisa dianggap bertentangan dengan Pancasila. Fenomena itu adalah wacana khilafah yang beberapa tahun ke belakang mulai booming di Indonesia. Sepertinya masyarakat lalai atau mungkin tahu tapi tak bersuara bahwa HTI mencoba mengubah ideologi bangsa ini dari Pancasila menjadi ideologi khilafah. Mukhtamar nasional HTI tahun 2013 lalu justru berjalan sukses. Bahkan negara malah turut mengamankan jalannya acara. Hal ini mempertegas kurang pekannya negara dan masyarakat akan bahaya laten baru negara ini. Belum lagi, kalau kita tengok organisasi –organisasi massa lain yang mendu-kung tegaknya ideologi khilafah semakin berkembang-biak di Indonesia.

Menjadi aneh ketika Komu-nisme dan PKI yang katanya rezim Orde Baru anti-Pancasila diperangi sedangkan gagasan kh i la fah

dan HTI yang tidak taat konstitusi dibiarkan. Menjadi aneh ketika Komunisme dan PKI yang katanya rezim Orde Baru anti-Pancasila diperangi sedangkan gagasan khilafah dan HTI yang tidak taat konstitusi dibiarkan. Jika ditilik sek i la s gagasan dua paham berdasarkan tujuan akhir mereka hampir sama. Komunisme ingin meniadakan sekat-sekat negara karena negara sendiri adalah perpanjangan tangan kaum kapitalis. Setelah tidak negara negara maka akan tercipta masyarakat komunis. Sedangkan HTI ingin membangun imperium Islam. Tentu sebelum imperium Islam terbentuk, negara Indonesia harus dihapuskan terlebih dahulu. Selain itu, kedua paham ini juga menolak sistem demokrasi.

Dari persamaan–persamaan yang dipaparkan di atas, Lalu kenapa pandangan dan tingkah polah masyarakat dan negara berbeda terhadap keduanya? Apakah dogma Orde Baru bagi yang menentang Pancasila hanya berlaku bagi komunis? Atau rasa nasionalisme kita hilang ketika bertemu dengan gerakan yang mengusung ke-khilafahan? Namun, di sini saya menilai slogan “NKRI harga mati” hanyalah bualan belaka yang dilafadzkan tidak sampai melewati

2

Page 7: Priboemi edisi 20

WACANAMelihat wacana kebangsaan

yang semakin hari semakin memudar, menjadi barang wajib bagi saya sebagai warga negara untuk merekonstruksi arti dan pentingnya nasionalisme. Negara Indonesia dibangun di atas keberagaman bangsanya. Keberagaman ini sifatnya given atau dengan kata lain ini adalah anugrah Illahi yang sukar ditolak. Jika boleh memelintir perkataan Imam besar nasionalisme Indonesia, PJM Sukarno, kita yang bersuku-suku, berbeda agama dan kulit tumbuh subur da lam taman sar inya nasionalisme. Begitu juga sebaliknya, nasionalisme berpijak pada buminya multi-kulturalisme.

Keberagaman yang dibalut rasa persatuan harus disirami setiap hari. Di samping itu, ketika ada gerakan penyeragaman atau pembangunan sebuah tatanan di atas dominasi satu golongan, seyogyanya kita menjadi pagar dari taman sari nasionalisme. Selanjutnya, ketega-san dalam diri yang diuji dalam berhadapan dengan musuh yang menentang kedaulatan negeri— dalam hal ini kedaulatan di bidang kebudayaan. Jika masih ragu ingatlah perkataan Bung Pram, “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan”.

end note

“ engkau jangan sekali-kali membenci NU. kau pun jangan

membenci muhammaddiyah. jangan pula membenci pni dan partai-partai lain. Kau harus

dapat berdiri di tengah-tengah dan berbuat

adilterhadap mereka. Dan, negara harus kau junjung

tinggi”

KH. ma’shum ahmad

Diakses dari liputan6.com pada pukul 19:16 tanggal 15 Maret 2015, http://showbiz.liputan6.com/read/2180056/foto-anindya-kusuma-putri-pakai-kaos-palu-arit-diprotes. Diakses dai situs Globalmuslim pada pukul 19:30 tanggal 15 Maret 2015, http://www.globalmuslim.web.id/2013/06/pernyataan-hti-tentang-penyelenggaraan.html

1

2

Page 8: Priboemi edisi 20

PERSPEKTIF

Negara adalah sebuah organ yang memiliki kekuasaan untuk mewujudkan adanya cita-cita suatu masyarakat adil dan makmur. Sedangkan bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki keinginan untuk bersatu serta hidup dalam suatu kesatuan wilayah, meski di dalamnya ada perbedaan adat dan budaya. Bung Karno mengutip pendapat Otto Bauer mengatakan bahwa bangsa sebagai Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeinschaft erwaschsene Charaktergemeinschaft (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).

Sebab itulah Bung Karno mengusulkan adanya nation state (negara bangsa). Negara bangsa ini menempatkan masyarakat Indonesia hidup tanpa melihat adanya perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Suatu Negara akan menjadi sangat kuat apabila didasari dengan rasa kebangsaan. Rasa kebangsaan itulah yang dinamakan persatuan Indonesia. Persatuan Indonesia perlu dipahami bukan wujud dari adanya persamaan budaya atau bahasa. Tetapi berdasar pada pengalaman bersama dalam kemelaratan, penindasan, dan penjajahan atas bangsa lain.

Lemahnya Nation and Character Building Menghadirkan Konsep Baru Negara di Indonesia

Oleh: bung Jefri Adriansyah

1

Page 9: Priboemi edisi 20

PERSPEKTIFKini Indonesia sudah menjadi

bangsa, tetapi proses menjadi bangsa merupakan proses panjang yang dan harus diusahakan terus menerus. Oleh karena itu Bung Karno sangat menekankan adanya nation and character building. Nilai kebangsaan warga negara ini harus terus senantiasa dipelihara, dipupuk, diperdalam, dan dikembangkan. Jika tidak terpelihara dengan baik nilai kebangsaan atau persatuan Indonesia akan menguap.

Sampai abad ke-21, diharap- kan Indonesia tetap berproses dalam penguatan nation and character building. Tetapi untuk menuju kepada proses tersebut terdapat beberapa tantangan. Tantangan itu yakni hadirnya paham-paham lain dan organ-organ lain yang membawa konsep-konsep baru. Muaranya adalah keinginan untuk membangun negara dengan format baru.

Tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan banyak gerakan funda-mentalis Islam ingin mengganti konsep nation state di Indonesia adalah buah lemahnya bangsa ini melakukan penguatan nation and character bui lding . Gerakan Fundamentalis Islam bercita-cita membuat imperium Islam di dunia. Oleh karena itu, mereka menolak Pancasila sebagai philosophisce

grondslag dan weltanschauung-nya Bangsa Indonesia.

Sebagai Aria Bima-putera, yang lahir di tengah keberagaman suku, ras, dan agama, saya berpendapat bahwa gerakan fundamentalisme Islam yang ingin mendirikan negara khilafah harus dibendung. Gerakan mengatas-namakan agama untuk mencapai hasrat politik salah satu golongan tidak dapat dibenarkan. Jika ada salah satu golongan yang mendomi-nasi di tengah pluralitas bangsa, barang tentu bakal ada perpecahan. Selain itu, jika gerakan fundamen-talis Islam memaksakan Syariat Islam sebagai pedoman bernegara justru menunjukan arogansi umat muslim. Padahal yang kita tahu bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam.

Menurut saya Pancasila tetap menjadi jalan tengah untuk mengatasi masalah keberagaman yang ada di Indonesia. Di sini saya tidak bermaksud meragukan ajaran Islam meskipun saya beragama Islam. Akan tetapi saya ingin berpandangan lain dari saudara-saudara ISIS dalam meletakan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip Islam seperti Musawah (persamaan), ta'awun (tolong-

2

Page 10: Priboemi edisi 20

perspektifmenolong), dan 'adalah (keadilan) harus dimasukan dalam hukum positif negeri ini tanpa harus menegasikan pandangan non-muslim. Sikap saya ini seturut dengan dengan pandangan Bung Karno di depan sidang BPUPKI.

"… Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi semua untuk semua”.

Melalui Pancasila sebagai dasar Negara dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tetap harus perlu ditekankan dalam nation and character building bangsa Indonesia. Bentuk konkret pelaksanaan nation and character building harus diupaya-kan lewat saluran pendidikan, budaya, dan saluran lain yang menurut Louis Althusser termasuk sebagai Aparatus Ideologis Negara. Sehingga nantinya pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tetap akan anti terhadap l' exploitation de l ' h o m m e p a r l ' h o m m e d a n l'exploitation de nation par nation (penindasan manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa).

Pancasila merupakan wadah akomodasi nilai-nilai etika

yang mengakar kuat dalam berbagai agama

dan kebudayaan untuk kepentingan hidup berbangsa dan bernegara

Prof. dr. Din syamsuDdin

Sukarno, 2008, Pancasila Dasar Negara: Kursus Presiden Soekarno tentang Pancasila, Yogyakarta: PSP UGM, hal. 12.

Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal xxiii.

Sukarno, Op.cit., Hal. 10.

1

2

3

End note

3

Page 11: Priboemi edisi 20

PerspekstifFoto : Margareth Bertha

Dalam cita-cita politikku, aku ini seorang nasionalis.

Dalam cita-cita sosialku, aku ini sosialis.

Dalam cita-cita sukmaku, aku ini Theis. Benar-benar

Percaya adanya Tuhan. Benar-benar menyembah

Tuhan.

Page 12: Priboemi edisi 20

reviewfilm

Page 13: Priboemi edisi 20

reviewFilm

Lagi-lagi Bangsa India mampu mengguncangkan Jagat raya melalui filmnya. Kali ini film besutan Rajkumar Hirani berhasil menyedot a t e n s i j u t a a n p e n o n t o n d i penghujung tahun 2014. Melalui film PK, Rajkumar Hirani mengkritik realitas sosial yang ada pada masyarakat India atau bahkan dunia. Cerita film ini bermula dari kehadiran Aamir Khan sebagai seorang alien yang ditugaskan untuk penelitian di bumi. Alien ini melihat sekaligus tercengang dengan orang Sikh yang memakai ikat kepala dan berkumis tebal. Lantas dia menghampirinya. Akan tetapi, orang Sikh tersebut malah merampas remot kalung milik alien itu. Sang alien pun kebingungan karena kalung remot itu adalah satu-satunya alat komunikasi dengan dengan pesawat luar angkasanya.

Di hari yang sama namun di tempat yang berbeda, Jaggu (Anushka Sharma) seorang jurnalis wanita muda secara tidak sengaja be rkena lan dengan seo rang mahasiswa arsitek Universitas Belgia bernama Sarfaraz Yousuf (Sushant Singh Rajput). Pada awal perkenalan, senyuman Jaggu sempat menghilang ketika mengetahui Sarfaraz merupakan warga Pakistan dan seorang Muslim. Namun,lama-kelamaan Jaggu mengabaikan hal tersebut dan mulai menyukai Sarfaraz.

Cerita cinta mereka tak berlangsung lama. Kandasnya kisah asmara mereka bermula ketika Jaggu memperkenalkan Sarfaraz pada keluarganya via video call. Keluarga Jaggu tidak merestui mereka karena Sarfaraz seorang Muslim dan bangsa Pakistan (musuh bebuyutan bangsa India). Ditambah lagi, Tapaswi (Saurabh Shukla) seorang pemuka agama Hindu tersohor dan juga teman ayah Jaggu meramalkan bahwa Sarfaraz akan meng-khianatinya. Namun demikian, Jaggu tak percaya akan ramalan itu dan ingin mematahkannya dengan menikah dengan Sarfaraz keesokan harinya di Gereja.

BERKACA PADA FILM PK UNTUK MELIHAT KONDISIMASYARAKAT DI INDONESIAOleh : bung Satya Vhisnu Dharma Kusuma

Page 14: Priboemi edisi 20

REVIEWFILM

Jaggu sudah menunggu Sarfaraz di Gereja. Namun, Sarfaraz belum juga datang. Malahan ada seorang anak kecil memberi sebuah surat kepada Jaggu. Surat tersebut berisi pembatalan pernikahan karena perbedaan negara dan agama. Jaggu yang sakit hati langsung memutuskan untuk kembali ke New Delhi.

Pada suatu ketika Jaggu bertemu dengan Alien tadi di stasiun kereta. Jaggu tertarik dengan sang alien karena penampilannya nyentrik dan tingkah lakunya aneh. Alien tersebut menyebarkan poster tentang Tuhan yang hilang. Maka dari itu dia dianggap peekay/PK (mabuk) oleh orang-orang. Sebagai sorang jurnalis, Jaggu merasa PK bakal menjadi bahan pemberitaan yang sedap. Sehingga, Jaggu ingin mengulik kisah PK lebih dalam.

PK pun bercerita tentang kisahnya selama di bumi kepada Jaggu. PK mengaku sempat kebingungan dengan bahasa yang digunakan penduduk bumi. Di planet asalnya, cara berkomunikasi satu sama lainnya adalah dengan me-megang tangan kemudian seseorang bisa membaca pikiran orang lain. Dengan memegang tangan pula PK mampu memindai bahasa India dari seorang 'wanita malam' selama 6 jam.

Setelah bisa memahami bahasa India, dia pergi ke New Delhi untuk mencari kalung remotnya. Dia bertanya ke banyak orang tentang keberadaan kalung remotnya tapi jawabannya mereka tidak jauh beda “hanya Baghwan (Tuhan) yang tahu”. Dia bingung Tuhan, itu siapa karena di planetnya tidak mengenal-Nya.

Setelah menelusuri identitas Tuhan, PK Justru merasa kebing-ungan. Dia sadar kalau di dunia ini tidak hanya ada satu Tuhan. Setiap agama memiliki Tuhannya masing-masing. Di setiap agama pula terdapat pemuka dan ajaran yang berbeda-beda. Ditambah, setiap orang hanya menganut satu agama.

Ada 2 Tuhan. Pertama, yang menciptakan kita

semua. Yang kedua, yang diciptakan oleh

orang sepertimu (Tapaswi)

peekay

Page 15: Priboemi edisi 20

REVIEWFILM

Setelah mendengarkan cerita-cerita PK, sebenarnya Jaggu tidak percaya dengan apa yang dia ucapkan. Namun, semua itu berubah ketika PK mampu membuktikan kalau dia bisa membaca pikiran orang. Pada akhirnya, Jaggu ingin membantu PK mencari kalung remotnya.

Dengan meman faa tkan profesinya sebagai seorang jurnalis di salah satu stasiun TV nasional India, Jaggu ingin membuat program acara tentang perdebatan PK dengan Tapaswi. Agar Tapaswi bersedia mengisi program acara tersebut, PK mulai mengkritiknya. Selain itu, PK juga mengkritik pola pikir masyarakat tentang agama yang dianggap tabu untuk diperdebatkan kebenarannya. Geram dengan kelakuan PK, Tapaswi pun sudi berdebat dengan PK dalam program acara yang digagas Jaggu.

PK tidak tahu dia masuk agama yang mana. Sampai dia mengecek tanda agama yang diberikan Tuhan di setiap bayi yang baru lahir. Tapi, tanda itu tidak ditemukan. Dus, ia memutuskan untuk meneyembah Tuhan setiap agama. Dia berpikiran pasti ada satu Tuhan yang benar di antara banyak agama. Akan tetapi, Tuhan belum menjawab permintaan PK.

Dalam dalam acara debat PK, Tapaswi mengajukan penyataan dan pertanyaan Pada PK. “…Pertama dia (PK) bilang Tuhan menghilang. Lalu dia sebut Tuhan itu penipu. Mungkin besok dia bilang kalau Tuhan sudah mati. Nak, Apa yang kau inginkan? Adakah dunia yang tak punya Tuhan? Kenapa engkau mati-matian ingin melukai perasaan orang lain? Ada yang tak punya makanan. Ada yang tak punya tempat tinggal. Setiap hari, berapa banyak orang yang bunuh diri, kau tahu? Karena mereka tak punya harapan. Jika ada Tuhan. …Dan memberi mereka harapan untuk hidup lalu kenapa kau hapus harapan mereka? Dan jika kau ingin merenggut Tuhan dari kehidupan masyarakat katakan, kau akan memberi mereka apa?”

PK tidak menbantahkan omongan Tapaswi namun dia juga tak sepenuhnya mengiyakannya. PK terkadang tak punya makanan, tempat tinggal dan teman. Satu-satunya yang dia punya adalah Tuhan yang selalu memberi harapan dan kekuatan. Tetapi lantas PK bertanya Tuhan mana yang harus dipercayai dari sekian banyak Tuhan di dunia? Kemudian PK berpendapat kalau di dunia ini hanya ada dua Tuhan.

Page 16: Priboemi edisi 20

REVIEWFILM

Tuhan yang pertama adalah Dia yang menciptakan alam semesta yang kita belum mengetahui siapa Dia. Sedangkan Tuhan yang kedua adalah Tuhan yang diciptakan oleh manusia. Tuhan yang kedua ini lah yang menurut PK sama halnya dengan Tapaswi yang pembohong, pemberi harapan palsu, dan suka dipuja-puja.

Di akhir perdebatan, Tapaswi mempertaruhkan remot kalung milik PK yang ada di tangannya. Jika PK mampu membantah ramalannya tentang kisah cinta antara Jaggu dan Sarfaraz maka remot kalung tersebut kembali ke tangan PK. PK pun mampu menyangkal ramalan Tapaswi. Sebelum acara perdebatan ini, PK membaca pik i ran Jaggu. PK mengungkapkan bahwa sebenarnya surat yang diberikan anak kecil sewaktu di gereja bukan untuk Jaggu melainkan untuk wanita lain yang kebetulan juga ada di sana. Dan memang benar, setelah Jaggu menelfon Sarfaraz untuk meng-konfirmasi ucapan PK. Sarfaraz ternyata pada saat itu datang ke gereja dan tidak berniat meng-khianati Jaggu. Dengan demikian, ramalan Tapaswi berarti sebuah kebohongan besar.

Pesan Film PK dalam Konteks Masyarakat Indonesia

Menurut saya film PK bisa jadi totonan wajib bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dilandaskan karena kondisi sosiologis masyarakat India yang tidak jauh beda dengan Indonesia. Film PK ini mengajak kita belajar filsafat agama. Namun, film ini juga menyajikan kisah cinta segi tiga anak manusia serta dibumbui dengan banyak parodi. Sebelum menonton saya sarankan anda menidurkan terlebih dahulu sikap fanatik anda. Film PK ini mengkritik adanya komodifikasi agama oleh manusia. Sebagai contoh, pada scene dimana seorang penjual sesaji yang menipu PK terlebih dahulu agar mau membeli sesajinya. Selain itu, dengan mengatasnamakan Tuhan Tapaswi menyuruh umat Hindu untuk membuat kuil yang ia tinggali.

Komoditifikasi agama juga terjadi di masyarakat Indonesia. Tentu masih segar dalam ingatan kolektif kita pada pemilu legislatif lalu, banyak politisi yang menipu orang. Mereka memamerkan deretan gelar haji atau kiai demi ambisi pribadi. Belum lagi, sekarang banyak pemuka agama yang memasang tarif ceramah. Padahal syiar agama itu

Page 17: Priboemi edisi 20

REVIEWFILM

wajib tanpa dilatarbelakangi motif ekonomi. Selain komodifikasi agama, Film PK juga menyoroti lemahnya sikap pluralis di masyarakat. Ada dua scene di film ini yang menunjukkan hal tersebut. Pertama ketika senyum Jaggu yang berubah menjadi kecut setelah mendengar kalau Sarfaraz orang Pakistan. Kedua, ketika orang tua Jaggu tidak setuju jika anaknya menjalin hubungan dengan Sarfaraz

yang notabene seorang muslim dan warga Pakistan. Kadang kala, kita sering bersikap demikian, seperti halnya Jaggu sekeluarga. Masyarakat Indonesia masih sering memberi pagar tinggi dalam hubungan pertemanan atau yang lain terhadap siapa saja yang berbeda entah suku, ras, atau agama. Padahal sebagai warga negara, kita semua sudah hafal kalau semboyan negara itu Bhinneka Tunggal Ika.

cuplikan film

Page 18: Priboemi edisi 20

pojokkampus

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan

masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita

yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama

sekali

Tan Malaka

Photo by :Tiarra Dya

Page 19: Priboemi edisi 20

Pojok

Jum’at (20/3) Ratusan warga Rembang yang tergabung Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mendatangi kampus UGM. Mereka menggelar aksi un juk r a s a s ebaga i ben tuk kekecewaan atas pernyataan para saksi ahli dari UGM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Massa-aksi yang didominasi kaum ibu merasa sudah dilukai hatinya oleh intelektual kampus kerakyatan.

“Jika kerja di kampus yang dibiayai rakyat. Seharusnya dosen UGM berjuang untuk rakyat.” Begitu ungkap Sukinah seperti yang dilansir Jurnal Kendeng.

Aksi-massa yang dilakukan oleh JM-PPK juga mendapat dukungan dari kalangan mahasiswa UGM. Beberapa organisasi mahasiswa seperti Dema Fisipol UGM, GAMAPI dan, KOMAP UGM ikut tergabung dalam aksi-massa tersebut. Presiden KOMAP UGM sekaligus aktivis GMNI, Ibnu Nugroho (20) menyatakan dukungannya terhadap aksi ini. “saya setuju dengan aksi tadi agar kejahatan intelektual tidak terulang lagi. UGM sebagai kampus yg "katanya " kerakyatan sudah seharusnya melihat kasus-kasus seperti ini.”

“Ka su s Rembang akan berdampak pada pembangunan pabrik-pabrik lainnya di Jawa. Jawa semakin gundul, tindakan ibu sukinah dan kawan-kawannya juga baik agar media massa nasional juga melihat kasus ini. Selama ini, tak ada media massa yang meliput. Mungkin mereka sudah dibayar semen.” Tambah Ibnu.

Ibnu juga mengajak para aktifis mahasiswa UGM untuk terus mengawal kasus ini. “sekaligus juga mengingatkan gerakan mahasiswa baik internal maupun eksternal kampus, karena dari kemarin hanya sedikit yg melihat kasus ini”. Pungkasnya.

Warga Rembang dan Mahasiswa UGM Menyerbu Kampus UGMOleh: Bung Arman ‘Kurniawan

kampus

Page 20: Priboemi edisi 20

info gmni

Sebagai salah satu rangkaian kegiatan rutin tahunan, Komisariat GMNI Fisipol UGM menyelenggarakan kegiatan Analasis Sosial (Ansos). Kegiatan ini merupakan upaya para kader GMNI untuk lebih mendekatkan diri dan kemudian memahami secara langsung persoalan dalam kehidupan masyarakat, khususnya di daerah yang jauh dari pusat kota. Setidaknya kegiatan ini menjadi pembelajaran alternatif selain dunia perkuliahan di kampus.

Kegiatan Analisis Sosial yang dilaksanakan pada tanggal 6–8 Desember 2014. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30 peserta yang berasal

dari kader Komisariat GMNI Fisipol UGM dan juga beberapa dari Komisariat lain, seperti Komisariat GMNI UNY. Seluruh rangkaian kegiatan dilfokuskan di Desa Kepek, Kecamatan Pedowoharjo, Kabupaten Kulon Progo.

Sebelum diterjunkan ke lapangan, para peserta dibekali pemahaman mengenai Materialisme-Dialektis dan Materialisme-Historis. Pembekalan ini sebagai upaya agar para kader dapat melihat realita masyarakat dengan pisau analisis Materialisme-Dialektis. Lebih spesifik lagi, kader diharapkan mampu mengupas fenomena-fenomena di mayarakat terkait dampak realokasi anggaran subsidi BBM menggunakan pisau analisis tersebut.

Kegiatan Analisis Sosial Komisariat GMNI Fisipol UGM 2014OLEH:BUNG OBED KRESNA

Page 21: Priboemi edisi 20

info gmni

Peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil untuk k e m u d i a n d i t e m p a t k a n d i rumah–rumah warga yang berbeda RT. Setiap kelompok tinggal bersama satu keluarga selama tiga hari dua malam. Namun, karena sempat ada kendala pada saat perjalanan berangkat yang menyebabkan kedatangan rombong-an sudah terlalu malam, seluruh peserta harus menginap di rumah Bu Dukuh Desa Kepek pada hari pertama. Kegiatan baru dimulai sesuai jadwal pada hari kedua.

Ketika sudah berada di rumah warga, para peserta mulai berdiskusi tentang banyak hal. Meski banyak masalah yang diperbincangkan antara peserta dan warga namun tidak boleh melupakan topik realokasi subsidi BBM. Mata pencaharian penduduk Desa Kepek cukup beragam sehingga pandang setiap warganya berbeda satu sama lain.

Sebagai contoh, Warno (39) merupakan seorang pengusaha kayu Desa Kepek. Dengan kenaikan BBM yang terjadi, hampir semua harga produksi (upah karyawan, jasa pengiriman barang, dll) menjadi naik. padahal harga jual di pasaran masih rendah. “ Sejak Harga BBM naik dari Rp 6500 jadi Rp 8500 ongkos buat kirim kayu ke Semarang atau sekitarnya jadi naik, belum lagi

supirnya minta upahnya dilebihin”Hal berbeda justru datang

Kasdi (47) yang berprofesi sebagai petan i . Menurutnya dengan kebijakan pemerintah mengalihkan subsidi BBM tidak terasa baginya. “ Saya sih biasa saja mas, tidak ada perubahan harga BBM naik apa tidak.” Pungkasnya.

Selain berdiskusi dengan masyarakat, para peserta juga ikut terlibat dalam kerja bakti bersama. Kerja bakti memang merupakan kegiatan yang rutin dilakukan khususnya pada akhir pekan. Kegiatan kerja bakti ini dimulai dengan membersihkan tempat-tempat umum seperti balai desa, pemakaman, dan selokan sekitar jalan.

Secara keseluruhan, rang-kaian acara analisis sosial mampu memberi pemahaman mengenai realitas sosial yang ada di masyarakat pedesaan. Bagi para peserta, kegiatan ini mampu memberi hal baru karena kebanyakan peserta berasal dari daerah perkotaan. Seperti kata Aris Yodi setelah mengikuti analisis sosial, “kegiatan membuat kami merasakan getirnya kehidupan kaum marhaen” ujarnya.

Page 22: Priboemi edisi 20

REVIEW

Membaca Sejarah Musik Indonesia dan Membangun Diskursus Identitas

serta Karakter Bangsa:Review Buku Nyanyian bangsa

Page 23: Priboemi edisi 20

REVIEW

Andai kata ada bule sedang lapar dan ingin mengajak anda makan masakan Indonesia, mungkin referensi anda tidak jauh dari rendang, soto, atau gudeg kalau anda berada di Jogja. Pun, demikian ketika bule tersebut mengajak anda lagi untuk menemaninya beli baju khas Indonesia. Dengan tangkas, anda langsung bergegas membawanya ke gerai butik batik. Mungkin lain cerita ketika bule tersebut meminta anda menjawab pertanyaannya “please describe to me, what is about Indonesian music?”. Saya beryakinan bahwa jawaban yang terlontar dari mulut anda tentang musik Indonesia tak setegas ketika anda menyebutkan makanan atau pakaian a la Indonesia beserta ciri-cirinya.

J ika se lan jutnya anda menga lami kegusaran pasca mendapat pertanyaan di atas, itu wajar. Anda tidak sendirian. Dalam

buku Nyanyian Bangsa ini, sebagai penulis, Bung Irfan Darajat juga merasa penasaran dan tidak berhasil menjawab pertanyaan ihwal musik Indonesia itu seperti apa? (h.xv). Bahkan, saya rasa musik—yang menjadi objek pertanyaan ini—juga sukar mendefinisikan identitas ke-Indonesia-annya sendiri. Hal ini mengingat petualangan “musik Indonesia” dari rezim ke rezim pemerintahan membuatnya berubah “rupa” sesuai kehendak penguasa.

Sebelum menelisik buku ini lebih lanjut, perlu untuk didudukan terlebih dahulu teori yang me-landasinya. Sejatinya buku ini merupakan transformasi dari bendelan skripsi penulis. Hal utama yang ingin diteliti dalam buku ini adalah wacana identitas dan karakter bangsa melalui musik. Wacana sendiri menurut Foucault ada l ah p rak t i k kua sa yang membangun suatu bangunan pengetahuan ke dalam sistem bahasa (h.9). Kekuasaan di sini tidak dilukiskan dalam wajah represif, namun bersifat produktif. Kekuasaan bekerja dalam alam bawah sadar kita dengan perantara wacana benar salah, normal-tidak normal yang terus menerus diproduksi. Dan medium wacana sendiri salah

Judul Buku : Nyanyian BangsaPenulis : Irfan Rizki DarajatJumlah Hal : xxviii + 132 hlm.Penerbit : PolGovTahun Terbit : 2014Reviewer : Fajar Rodhani P.

Page 24: Priboemi edisi 20

REVIEW

sebelumnya hanya berpedoman pada nada-nada kaum kolonial—nada-nada yang berpakem pada tangga nada do re mi fa sol la si do—dimodifikasi hingga memiliki tangga nadanya sendiri. Misalkan, para komposer lagu di Jawa waktu itu mulai meng-gunakan pola tangga nada pelog dan slendro (h.34).

Memasuki berakhirnya Perang Dunia ke-II, babakan musik Indonesia berada pada fase yang lebih seru. Radio sebagai medium komunikasi informasi saat itu menduduki posisi yang strategis. Selain menyampaikan pesan pemerintah kepada ma-syarakat, radio juga membuat penyanyi macam Perry Como, Bing Crosby, dan Elvis Presley meraih ketenarannya lewat radio. Dan musisi-musisi Barat itu lah yang mempengaruhi penyanyi-penyanyi Indonesia saat itu seperti Norma Sanger dan Bing Slamet (h.35).

satunya melalui musik.

Sekitar medio tahun 1600-an, Bangsa Portugis mulai menapakan kakinya di bumi Malaka. Peristiwa ini juga menandai perkenalan antara kebudayaan Barat dengan orang pribumi. Proses perkenalan kesenian dan kebudayaan Barat ini tereja-wantahkan mela lu i lembaga fungsional pemerintahan kolonial maupun swasta: gereja, sekolah, barak militer, dan lain sebagainya. Akan tetapi, pada saat itu orang-orang pribumi hanya dijadikan budak musik oleh para penjajah (h.32). Mereka yang menjadi budak musik penjajah tidak bisa memainkan nadanya sendiri. Pemerintah kolonial Portugis mewajibkan para budak musik ini memainkan musik sesuai dengan selera kuping orang Portugis, nada-nada diatonis menggunakan instrument berdawai (h. 32).

Baru sekitar tahun 1940-an dimana Indonesia hampir mencapai pintu gerbang kemerdekaannya, para pejuang Indones ia berupaya memberikan cita rasa Indonesia pada musik-musik yang telah lama ada. Katakanlah, musik keroncong yang

Dinamika Musik Indonesia: relatie musik dan politik

musik sebagai instrumen dalam kekuasaan yang begitu ampuh

sehingga seringkali musik menjadi sarana untuk pendidikan politik,

alat penyebar luas ideologi, bahkan sarana pemersatu bangsa, simbol kenegaraan, dan sebagai identitas

karakter bangsa

Plato

Page 25: Priboemi edisi 20

REVIEW

Pada tahun 1959, di atas podium perjuangan Bung Karno mengecam generasi muda yang mengonsumsi produk kebudayaan nekolim melalui pidato manifesto politiknya:

“Dan engkau, hei pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi…

…engkau jang menentang imprialisme politik; kenapa di kalangan engkau banjak

jang tidak menentang imprialisme kebudajaan? Kenapa di kalangan engkau

banjak jang masih rock-'n-roll-rock-'n-rollan, dansi-dansian ala cha-chacha,

musik-musikan ala ngak-ngik-ngok, gila-gilaan, dan lain-lain sebagainja lagi?..”

Pemberedelan dan pelarang-an musik ngak-ngik-ngok dilakukan pemerintah saat itu. Musisi seperti Koes plus yang menjadi simbol band musik ngak-ngik-ngok ikut dibui sebagai bentuk pendisiplinan. Pada masa ini industri musik melahirkan jenis musik yang bersifat kedaerahan dan berbau agitasi politik. Jadi, unsur estetika dalam musik kerap diabaikan. Namun anehnya, pada waktu musik-musik dari Eropa Timur d i i z i nkan be rkembang . Dan berkembangnya musik dari Eropa

Ekspansi musik asing ke Indonesia nyatanya tidak hadir sendirian. Ia tak luput memboncengi kebudayaannya juga. Barang tentu kaum muda Indonesia langsung menggandrungi produk budaya komprador ini mengingat spirit yang dibawa adalah kebebasan. Lantas implikasinya adalah para pemuda-pemudi waktu itu malah kembali memainkan dan meniru musik-musik asing. Melihat kaum muda Indonesia terlena oleh budaya asing, Paduka Jang Mulia Soekarno merasa gundah gulana karena di saat yang bersamaan revolusi belum usai. Musik asing ini menurut anggapan Bung Karno dapat melemahkan semangat revolusi. Menanggapi hal ini, Sukarno bertekad mempertahankan bangsanya di atas samudra subversi dan intervensi pihak kolonialis dan imperialis.

Pe m b a n g u n a n w a c a n a identitas dan karakter bangsa dimulai dari sini. Sang Pemimpin Besar Revolusi Indonesia mulai menetapkan kategorisasi mana musik nekolim dan mana musik yang dianggapnya mencerminkan indentitas dan karakter bangsa—meski pengka-tegorisasian ini masih ada kerancuan sehingga terkesan tidak jelas dan tidak tegas. PerlawananBung Besar terhadap musik asing semakin nyata.

1

2

Page 26: Priboemi edisi 20

Review

Timur ini tak lepas dari orientasi politik Sukarno yang lebih condong ke negara-negara komunis (h.37).

Pasca peristiwa Gestok tahun 1965, konstelasi perpolitikan Indonesia berubah. Keberhasilan kolaborasi antara Soeharto dan intelegen-intelegen Amerika Serikat mendongkel Sukarno dari singgahsana kekuasaan otomatis mengubah haluan Indonesia yang sebelumnya ke “kiri” menjadi pro Barat. Suharto berupaya memalingkan hati rakyat dari Sang Penyambung Lidah Rakyat dengan membangun rezim yang ia namakan Orde Baru. Harapannya dengan berdirinya Orde Baru bisa lebih baik di bidang apapun dibandingkan rezim sebelumnya. Jalinan ukhuwah wathaniyah antara rezim militer Suharto dengan Amerika mulai diperbaiki dengan masuknya investasi asing di sektor ekonomi. Begitu pula dalam hal kebudayaan, yang sebelumnya musik-musik dari Amerika dilarang sekarang dikasih jalan.

Soeharto menganggap dirinya sebagai “Bapak” dalam struktur keluarga dan mengaplikasikannya ke sistem pemerintahannya. Perwu-judan kasih sayangnya sebagai seorang“Bapak” terlihat ketika mulaidibentuknya Badan Koordinasi Seni Komando Strategis Angkatan

Darat atau biasa disingkat BKS Kostrad. Badan yang legal secara institusional ini berusaha mewadahi artis-artis Indonesia yang karyanya sempat diberedel di era Sukarno. Badan ini juga menginisiasi panggung hiburan di kota-kota besar Indonesia (h.43). Para remaja saat itu juga dibebaskan kembali mengkonsumsi produk-produk kebudayaan Barat.

Belantika musik Indonesia pada era ' 70 -an menga lami perkembangan pesat. Genre musik pada masa ini menjadi lebih bervariatif. Legenda hidup dangdut, Rhoma Irama meraih kemahsyuran-nya pada masa ini. Pun demikian dengan penyanyi pop tunggal seperti Titiek Sandora. Namun, petualangan musik Indonesia tak pernah menemui jalan lurus di setiap rezimnya. Kekuasaan Suharto yang cenderung diktator justru melahirkan anti-kuasa. Penyanyi macam Iwan Fals menggencarkan kritikan melalui lirik dan lagu atas ketidakberesan kebijakan pemerintah. Barang tentu Pak Harto dengan watak aslinya berang sehingga melancarkan represi dan pelarangan terhadap musik Iwan Fals karena dianggap menggangu stabilitas nasional. Selain itu, Penyanyi Melankolis Betharia Sonata juga tak luput dari tekanan rezim.

Page 27: Priboemi edisi 20

review

Melalui Menteri Penerangan waktu itu, Harmoko, melarang lagu “cengeng” mengudara di Radio dan TVRI (h.45). Dapat ditarik kesimpulan bahwa Suharto sendir i juga mengalami ketakutan yang sama seperti pendahulunya sehingga perlu adanya pendisiplinan pada musisi dan jenis musik yang tdak disukai mereka.

Pada tahun 1998, rezim militerisme Suharto resmi terjungkal dari tampuk kekuasaan. Perjalanan musik Indonesia kemudian memasuki zaman edan. Mulai dari era B. J. Habibi sampai Jokowi sikapnya sama, tidak terlalu menggubris perihal musik. Mungkin hanya SBY yang memiliki talenta di bidang seni musik. Namun, tidak serta merta ia membakukan selera musiknya dalam sebuah Keppres sehingga harus dipatuhi dan ditiru oleh artis lokal maupun nasional.

Pasca Soeharto lengser, dalam buku ini mencatat mantan wartawan harian Kompas, seniman multi-talenta, penulis buku, Presiden Jancukers, Sudjiwo Tedjo yang berusaha membangun wacana

Membangun Diskursus Identitas dan Karakter Bangsa di Tengah Budaya Populer

identitas dan karakter bangsa mela lu i mus ik. Ia berusaha memerdekakan bangsanya dari keterjajahan musik asing (h.50). Ia merasa resah dan protes kepada film The Sounds of Music karena telah m e m b a n g u n d i n d i n g k u a s a pengetahuan tentang tangga nada—tangga nada do re mi fa sol la si do selanjutnya menjadi standar dalam bermusik di seluruh dunia. “Kita hanya tahu tangga nada seperti do re mi fa sol la si do, padahal Jawa punya nada sendiri, Padang punya, beberapa daerah lain juga punya tangga nada sendiri. Kami orang asyik!”. Ini lah ungkapan Sudjiwo Tedjo yang merasa musik Indonesia masih terjajah oleh musik penjajah (h.51).

Ke r j a - k e r j a s e n i d a n propaganda yang dilakukan Sudjiwo Tedjo untuk membangun identitas dan karakter bangsa dalam musik hingga bisa diterima bangsanya sendiri nampaknya kurang mem-buahkan hasil yang gemilang. Pada kenyataannya justru musik yang dikembangkan Sudjiwo tedjo mengalami alienasi. Hal ini bisa dibuktikan ketika anda masuk ke toko kaset dan mendapati album-album Sudj iwo Tedjo berada pada kategorisasi musik tradisional nan

Page 28: Priboemi edisi 20

review

terpinggirkan. Malah musik-musik Barat berada pada rak utama dan masuk dalam kategorisasi musik populer, terlaris, paling hits pokoknya (h.25).

Tidak adanya sinergitas antara pemer i n tah ( r e z im/nega ra ) , produser, media, dan musisi disinyalir menjadi penyebab mengapa pem-bangunan karakter bangsa melalui musik tidak berkesinambungan. Namun, andaikan permasalahan sinergitas ini terselesaikan dan mereka ingin bersatu padu mem-bangun musik Indonesia (h.52). Ada pertanyaan menggelitik di kepala saya. Pertanyaan maha penting ini saya ajukan kepada majelis pembaca yang terhormat sekalian. “Seperti apakah musik Indonesia yang kita ingin bawa?”. Apakah musik Indonesia kita wujudkan berupa boy band atau girl band yang sudah dibuktikan oleh bangsa Korea mampu menaklukkan dunia dan melawan hegemoni musik Barat? Kalau anda setuju, apa ya anda tega bangsa kita diwakilken oleh segerombolan pemuda-pemudi macam grup “cmesh” atau “anabelle” asal musik Indonesia mendunia? Atau kita orbitkan musik-musik Sudjiwo Tedjo, musik campursari, atau musik pop daerah,dan lain sebagainya yang

memakai instrument musik khas Indonesia kepada dunia? Kalau usul yang ini disepakati, apa kalian yakin musik macam ini bisa mengusai dunia? Lha wong di dalam negeri aja teralienasi? Atau kita ajukan musik dangdut koplo sebagai ujung tombak musik nasional yang sudah menjadi lagu wajib di bus lintas pulau dan lintas propinsi? tetapi apa iya kita (yang ngakunya sebagai insane yang beriman dan bermoral) yakin ikhlas bangsa kita diwakilken oleh biduan-biduan yang tak tahu mana aksi panggung mana adegan mesum? Setelah membaca mohon segera minta petunjuk Illahi agar kemudian mendapat inspirasi.

Nekolim merupakan kepanjangan dari neo-kolonialisme dan Imperialisme. Paham ini merupakan wujud termutakhir dari pada penjajahan.

Soekarno, Penemuan Kembali Revolusi Kita: Manifesto Politik Bung Karno, Penerbitan Chusus Pemuda, Jakarta, 1959. Hal. 27.

1

2

End note :

Page 29: Priboemi edisi 20

liputanKhusUS

Pada hari Senin (23/3) GMNI Yogyakarta menggelar acara Dies Natalis GMNI ke-61 di Aula Asrama Bukit Barisan, Pogung Baru, Depok, Kab. Sleman. Acara ini dihadiri ratusan kader GMNI dari seluruh Komisariat dan Caretaker GMNI Se-Yogyakarta. Tidak ketinggalan para alumni GMNI Yogyakarta juga ikut hadir meramaikan acara. Acara Dies Natalis ini dibuka dengan menya-nyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan sesi diskusi, dan potong tumpeng.

Komisariat GMNI Fisipol UGM dan Komisariat GMNI UNY sebagai inisiator acara, mencoba meng-angkat tema “ Refleksi Gerakan Mahasiswa di Tengah Gempuran Zaman”. Mirza B. Ahmad selaku ketua panitia menuturkan bahwa tema ini diangkat atas pembacaan realitas mahasiswa saat ini.

Dies Natalis GMNI: Sarana persatuan

Para Kader Se-Yogyakarta

Oleh : SARINAH Reyani Anggi Ariesta Siregar

Pemotongan tumpeng oleh Prof. Dr. Wuryadi, MS. (PA GMNI)

Foto : Ibnu Nugroho

Suasana acara Dies Natalis saat diskusi

berlangsung

Foto : Ibnu Nugroho

Page 30: Priboemi edisi 20

liputan KhusUS

“ Saat ini kami melihat ada 3 tipologi mahasiswa berdasarkan aktivisme-nya. Pertama, mahasiswa yang hedonis-apatis, mahasiswa tipe ini cenderung kurang peduli dengan isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Kalau pun mereka tahu isu tersebut, reaksi mereka santai-santai saja. Kedua, mahasiswa heroik-reaksioner, mahasiswa tipe ini cenderung akitif dalam menanggapi isu-isu sosial. Mereka suka ikut aksi di jalan atau berkoar di media sosial namun landasan mereka bergerak hanya berdasar pada pemberitaan media massa. Ketiga, tipe mahasiswa yang menanggapi isu sosial dengan pe l an dan matang . Me reka mendiskusikan dengan kelompoknya terlebih dahulu mengenai isu sosial yang sedang terjadi sebelum mengambil sikap”. Kata Mirza.

Mirza Juga menambahkan bahwa ketiga tipe mahasiswa ini secara pola pikir jarang menemui titik temu”. Mereka saling mengkritik satu

sama lain atas sikap mahasiswa yang bertipe beda darinya. Oleh karena acara itu ingin mengurai perma-salahan tersebut sebagai releksi kami sebagai gerakan mahasiswa”. Pungkas Mirza.

Acara Dies Natalis ini juga mendapat tanggapan baik oleh Alumni GMNI “ Acara Dies Natalis ini sangat bagus karena ini menjadi sarana GMNI Yogyakarta untuk menjalin persatuan antar Komisariat dan caretaker”. Ungkap Wiwit Wijayanti mantan Pengurus Harian PA GMNI.

Mbak Wiwit (Sapaan akrab para kader terhadap beliau) tak lupa memberi saran kepada para kader GMNI Yogyakarta.“Dunia luar berjalan cukup dinamis. GMNI memiliki banyak potensi untuk menghadapinya, tentunya dengan catatan semua dilandasi dengan semangat persatuan internal”.

Sambundelling Van Alle

Revolutionaire Krachten

Page 31: Priboemi edisi 20

quote

“ Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah!.Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya orang-orang yang diserahi menggarap tanah itu”

Bung Karno dalam buku Di bawah Bendera Revolusi

Photo by :Sukma Jati Setya Wardana

Page 32: Priboemi edisi 20