Prevalensi Penyakit Parkinson

20
PREVALENSI PENYAKIT PARKINSON diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikiatri Dosen : Drs. MIF. Baihaqi, M.Si. Disusun Oleh : Laila Purnamasari (1106222) JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

description

prevalensi

Transcript of Prevalensi Penyakit Parkinson

Page 1: Prevalensi Penyakit Parkinson

PREVALENSI PENYAKIT PARKINSON

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikiatri

Dosen: Drs. MIF. Baihaqi, M.Si.

Disusun Oleh :

Laila Purnamasari (1106222)

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

Page 2: Prevalensi Penyakit Parkinson

CONTOH KASUS

1

Pemakaian Pestisida Sebabkan Parkinson

Penulis: Asep Candra | Minggu, 30 Maret 2008 | 17:53 WIB

PENGGUNAAN pestisida yang tidak terkendali memang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia.  Salah satu kekhawatiran yang mengemuka adalah pemakaian pestisida ternyata dapat meningkatkan risiko seseorang mengidap penyakit Parkinson.

Dugaan kuat akan adanya kaitan risiko penyakit syaraf dengan zat kimia pemberantas hama tersebut muncul lewat hasil penelitian yang dipublikasikan jurnal BMC Neurology belum lama ini.

Penelitian terhadap 600 partisipan di Amerika Serikat menemukan bahwa mereka yang terpapar kandungan kimia dalam pestisida berisiko 1,6 kali mengidap penyakit Parkinson ketimbang yang tidak terkena pestisida.

Para ahli mengatakan temuan ini mengindikasikan bahwa pestisida kini memegang peran penting sebagai penyebab penyakit walaupu dipengaruhi oleh kombinasi banyak faktor.

Parkinson, yang biasanya timbul pada pasien usia lanjut, dapat mempengaruhi dan mengganggu kemampua  motorik serta berbicara.  Faktor genetika  sejak lama dipercaya memberi kontribusi penting akan timbulnya penyakit ini.

Penggunaan pestisida

Kaitan antara Parkinson dengan penggunaan pestisida belum lama ini terungkap lewat riset yang dilakukan tim ahli dari Duke University, Miami University dan Udall Parkinson Disease Research Center of Exellence.

Sekitar 319 pasien pengidap Parkinson direkrut untuk ditanyai mengenai penggunaan pestisida dan jawaban mereka dibandingkan dengan 200 orang anggota keluarga serta partisipan lain yang tidak mengalami penyakit ini.

Individu-individu yang memiliki hubungan dengan penggunaan pestisida dipilih dan dianalisis.  Mereka yang terpilih menceritakan latar belakang lingkungan serta faktor genetika dengan tujuan untuk mengisolasi dampak pestisida.

Hasil analisis mengindikasikan, mereka yang terpapar pestisida berisiko hingga 1,6 kali lebih besar mengalami Parkinson.   Penggunaan pestisida berlebihan atau yang diklasifikasikan lebih dari 200 hari terpapar pestisida sepanjang hidup, tercatat memiliki risiko dua kali lipat.  

Dalam penelitian ini juga diungkapkan bahwa herbisida dan insektsida adalah jenis pestisida yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan risiko Parkinson

Page 3: Prevalensi Penyakit Parkinson

KAJIAN TEORI

ASPEK NEUROPSIKIATRI PADA PENYAKIT PARKINSON

(PARKINSON’S DISEASE)

A. Pengertian Parkinson

Penyakit Parkinson (PD) pertama kali dideskripsikan secara lengkap gejalanya oleh

seorang dokter dan geologis dari Inggris yaitu James Parkinson sekitar 2 abad yang lalu

(1817) melalui monografnya An Essay on the Shaking Palsy. Atas jasa dari Arvid Carlsson

sebagai pemenang Nobel Prize, saat ini kita mengetahui lebih dalam lagi mengenai prinsip

kelainan penyakit Parkinson yaitu hilangnya fungsi dopamine (DA) dan pengobatan

menggunakan levodopa sebagai metoda pengobatan yang dipakai, setidaknya saat ini kita

telah mencapai suatu tahap pengertian dimana kelainan yang terjadi dan bagaimana cara

memperbaikinya.

Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegenerative progresif yang disebabkan

karena proses degenerasi spesifik neuron-neuron dopaminergik ganglia basalis terutama di

substansia nigra pars kompakta yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (badan lewy).

Penyakit Parkinson adalah tipe tersering dari suatu keadaan Parkinsonism, lebih kurang 80%

dari seluruh kasus. Selain itu penyakit Parkinson juga merupakan penyakit neurodegenerative

tersering kedua setelah demensia Alzheimer.

B. Gejala Klinis Penyakit Parkinsons : Hubungannya terhadap Psikopatologi

1. Gejala Motorik

Penyakit Parkinson dapat didiagnosis secara pasti melalui ditemukannya :

degenerasi dan hilangnya sel saraf berpigmen di substansia nigra (pars compacta) dan

badan inklusi (Badan Lewy) intraneuronal di substansia nigra. Penyakit ini dapat

ditegakkan secara klinis yang timbul berupa trias motorik : 1) tremor saat istirahat, 2)

rigiditas, dan 3) bradikinesia/akinesia (berkurang atau lambatnya suatu gerakan).

Penegakkan diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan kombinasi gejala spesifik yang

timbul, namun terdapat heterogenitas pada setiap individu dan tidak ada yang spesifik.

Salah satu klasifikasi yang dipakai untuk penegakkan diagnosis PD secara klinis yaitu

melalui kriteria dari Hughes :

2

Page 4: Prevalensi Penyakit Parkinson

a) Possible

Terdapat salah satu dari gejala utama : resting tremor, rigiditas, bradikinesia,

kegagalan refleks postural

b) Probable

Kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks postural) atau satu dari tiga

gejala pertama yang tidak simetris (dua dari empat tanda motorik)

c) Definite

Kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak

simetris (tiga tanda kardinal) dan responsif terhadap pengobatan levodopa.

Pada suatu seri penelitian klinis paling akhir menunjukkan bahwa gejala klasik

tremor pada pasien PD terjadi sekitar 70 % pada awal penyakit, dan sekitar 5 % nya

datang dengan depresi atau nervousness. Pada penelitian yang sama, terdapat subgroup

penelitian mengalami gejala somatik yang bervariasi, yaitu terdapatnya muka topeng

atau kelelahan, yang dapat disalah persepsikan sebagai gejala primer depresi dibanding

sebagai PD.

Gejala-gejala yang terjadi pada pasien berhubungan dengan trias motorik pada PD,

beberapa diantaranya bertumpang tindih dengan terjadinya suatu gangguan mood. PD

dapat dianggap sebagai suatu kelainan primer depresi, dan terjadinya depresi menjadi

tidak dikenali pada pasien PD. Setelah dua keadaan klinis tersebut terdeteksi akan timbul

kesulitan dalam menentukan manakah yang menjadi fenomena klinis motor primer atau

patologi primer psikiatrik. (lihat table 1). Sebagai contoh, bradikinesia juga dikenal

sebagai komponen didalam depresi, dan biasa dideskripsikan sebagai retardasi

psikomotor.

Gejala tremor yang terjadi pada sekitar 80 % pasien dengan penyakit Parkinson,

dapat menjadi suatu komponen yang signifikan pada gejala ansietas. Beberapa pasien

juga melaporkan adanya tremor anggota dalam tubuh yang juga dapat berhubungan

dengan ansietas. Tremor yang timbul pada awal dari PD menjadi sulit dikenali sebagai

suatu gejala PD bila tidak disertai gejala motorik lainnya. Rigiditas ditandai adanya

peningkatan tonus saat pergerakan pasif, dapat juga bermanifestasi dalam bentuk seperti

keram otot ataupun nyeri. Adanya rigiditas meimbulkan suatu kelainan dalam berjalan

dan mengganggu postur tubuh, refleks posisi tubuh yang menghilang, gangguan

keseimbangan bahkan kejadian jatuh pada pasien PD sering terjadi seiring dengan

progresivitas penyakit. Gejala lainnya seperti disartri, gangguan visual dan

3

Page 5: Prevalensi Penyakit Parkinson

genitourinarius, gangguan tidur, kulit berkeringat dan berminyak, edema, konstipasi,

parestesia, kelelahan dan penurunan rasa penciuman juga dapat terjadi pada keadaan PD

tingkat lanjut. Fenomena-fenomena tersebut dapat terjadi sebagai gangguan mood dan

terapi antidepresan.

TABEL 1. Gejala Umum pada Penyakit Parkinson dan Depresi Mayor

Penyakit Parkinson Depresi Mayor

Motor Bradikinesia Psikomotor

Postur terhenti +/- Postur terhenti

Muka topeng Afek terbatas/depresi

Kognitif Gangguan Memori Gangguan Memori

Gangguan konsentrasi Gangguan konsentrasi

Indecisiveness Indecisiveness

Vegetatif Energi berkurang Energi berkurang

Fatigue Fatigue

Gangguan tidur Gangguan tidur

Nafsu makan berubah Nafsu makan berubah

Somatik Gangguan fisik Gangguan fisik

  

2. Gangguan Kognitif

Dalam perkembangan penyakitnya, PD dapat menyebabkan gangguan kognitif yang

bervariasi tingkat keparahannya.  Penyebabnya adalah multifaktorial, menyangkut di

dalam sistem dopamin di subkortikal – frontal dan sistem ekstrastriatum. Terdapatnya

gangguan mood yang terjadi, menyertai, atau mengikuti perubahan kognitif dapat

mengganggu dalam penilaian gangguan fungsi kognitif yang terjadi dan gangguan yang

terjadi seakan lebih berat daripada kenyataannya. Sekitar 25 % pasien berkembang

menjadi demensia tipe Alzheimer dengan terdapatnya afasia, apraksia, dan defisit

memori. Sementara depresi dapat terjadi bersamaan pada pasien PD dengan demensia,

keluarga dan klinisi yang melihat terjadinya kurangnya sosialisasi pada pasien

menganggapnya sebagai suatu kelainan depresi dibandingkan suatu keadaan hendaya

fungsi kognitif sehingga pasien diberikan obat-obatan antidepresan.

Pengenalan gejala demensia pada PD sangatlah penting bagi klinisi karena pada

pasien-pasien ini sangat rentan dalam pemberian obat-obatan psikoaktif yang dapat

4

Page 6: Prevalensi Penyakit Parkinson

mengakibatkan terjadinya delirium, dan lebih jauh lagi sebagai penyebab nursing home

pada pasien PD.

3. Komplikasi Psikiatri

Selama bertahun-tahun, diperkirakan fenomena psikiatri yang terjadi pada PD,

seperti perubahan afek, dikatakan berhubungan dengan berkurangnya dopamine dan

gangguan motorik. Setelah ditemukannya penggunaan terapi levodopa pada tahun 1960,

hampir dua pertiga pasien PD mengalami gangguan afektif yang persisten, walaupun

telah diberikan terapi antiparkinson, dan perubahan mood yang terjadi sulit diperbaiki

dengan terapi antidepresan. Jadi dapat dikatakan penyebab utama gangguan psikiatrik

pada PD disebabkan oleh kelainan neurodegeneratif, selain itu reaksi psikologis terhadap

keadaan klinis yang terjadi harus pula dipertimbangkan. Perkembangan PD menjadi

suatu tahap yang lebih lanjut didasari oleh kehilangan saraf-saraf dopaminergik di

substansia nigra dan efek sekunder pada proyeksi pada sistem yang menyangkut nucleus

kaudatus, putamen (striatum), frontal dan bagian dari girus cinguli. Berdasarkan hal

tersebut, bervariasinya gejala motorik dan non motorik pada PD dan hubungan diantara

gejala tersebut merupakan hasil dari terjadinya disfungsi sirkuit kortiko-basal ganglia-

thalamus.

Selain hilangnya neuron dopaminergik pada PD juga terjadi degenerasi pada

neuron-neuron noradrenergik di lokus seruleus, neuron serotonergik di bagian dorsal

dari raphe, dan saraf kolinergik di nucleus basalis dan sistem proyeksinya. Tingkat

kehilangan saraf pada saraf-saraf tersebut diperkirakan menjadi penyebab dari

heterogennya gejala motorik, kognitif, dan psikiatri yang terjadi pada pasien PD. Hal ini

telah dibuktikan oleh Paulus dan Jellinger yang menunjukkan terjadinya perbedaan pola

neuropatologis yang terjadi pada pasien PD yang rigid-akinetik dibandingkan dengan PD

dengan dominant tremor.

4. Gangguan Mood 

Pasien dengan PD idiopatik sekitar 90 % nya mengalami komplikasi psikiatri,

termasuk didalamnya gangguan mood mayor (depresi mayor, distimia, atau gangguan

bipolar), gangguan penyesuaian, gejala ansietas disabling, perubahan mood yang

dicetuskan oleh obat, rasa sedih patologis, demensia, keadaan apatis, atau delirium.

Gangguan mood yang berfluktuasi (perubahan mood dari mood depresi menjadi

hipomani yang dapat terjadi beberapa kali sehari) diperkirakan terjadi pada 7 % hingga

5

Page 7: Prevalensi Penyakit Parkinson

21 % pasien PD. Perubahan mood ini diasanya terjadi mengikuti fluktuasi motorik, pada

saat pasien mengalami mood yang rendah (bercampur dengan keadaan depresi-ansietas)

terjadi pada saat periode off dan mood yang normal atau meningkat (euphoria dan

hipomanik) terjadi pada periode on. Namun, fluktuasi mood ini juga dapat terjadi tanpa

disertai fluktuasi motorik pada beberapa pasien.

5. Depresi

Depresi mayor terjadi hampir 40 % pada pasien dengan PD, angka kejadian tersebut

bervariasi dari tiap studi yang ada yaitu dari 4% hingga 70 %. Depresi mayor terjadi pada

hampir setengahnya pasien dengan depresi, sedangkan lainnya disertai gangguan

penyesuaian, distimia atau kelainan bipolar. Intensitas gejala depresi mayor secara umum

terjadi dari sedang hingga berat dan sering bersamaan dengan gejala ansietas.

Terlihat dengan jelas hubungan antara mood dan fenomena motorik  sangatlah

kompleks. Menariknya adalah perbaikan motorik dengan obat-obatan tidak diikuti

dengan perbaikan mood, tetapi keberhasilan pengobatan depresi berhubungan dengan

perbaikan fungsi motorik. Dalam beberapa studi menunjukkan hubungan antara

perbaikan dari suatu episode depresi dan gangguan kognitif setelah mendapatkan

pengobatan gangguan mood.

6. Apatis   

Gejala apatis dapat timbul pada PD dengan gejala depresi mayor. Terdapat dua studi

yang menelaah apatis yang terjadi pada PD. Pada studi sebelumnya, depresi dan apatis

dapat timbul bersamaan pada sekitar 30 % sample, dan 12 % hingga 16 % pasien hanya

mengalami apatis saja. Dibandingkan dengan pasien PD yang eutimik, tidak terdapat

perbedaan bermakna dalam usia, jenis kelamin, lamanya menderita PD, atau beratnya

gangguan motorik tetapi pada pasien dengan sindoma apatis terjadi relatif pada usia

lanjut dibandingkan dengan PD yang disertai depresi.

Keadaan apatis merupakan analogi dari aspek PD itu sendiri, seperti keadaan

bradiphrenia dan bradikinesia, diperkirakan beberapa gejala kognitif, behavioral, dan

motorik pada PD saling berhubungan patofisiologinya. Sebagai buktinya yaitu keadaan

bradiphrenia berhubungan dengan hilangnya neuron pada lokus seruleus yang

berimplikasi terjadinya disfungsi noradrenergik.

6

Page 8: Prevalensi Penyakit Parkinson

7. Emosionalisme

Keadaan emosi yang timbul pada PD merupakan suatu keadaan sentimental yang

tinggi dan berlebihan yang tidak sesuai, tidak dimotivasi dan tidak disadari. Biasanya

berlangsung singkat, tetapi sering mereka sampai timbul air mata. Keadaan menangis

yang berlebihan pada PD dapat terjadi sebagai tanda depresi mayor, inkontinensia

emosional (dikenal sebagai tertawa atau menangis patologis), delirium, atau dengan

penggunaan benzodiazepine. Pasien sering mendeskripsikan keadaan emosional yang

berlebihan dan tidak terkontrol biasanya dicetuskan melalui berbagai stimulus positif

ataupun negatif, sebagai contoh adegan di televisi yang membuat sedih, hal-hal

pengkhawatiran tentang masa depan, atau melihat orang sedang berbuat kebaikan. Pada

beberapa pasien, emosionalitas ini membuat suatu keadaan yang sangat memalukan

secara sosial, yang menimbulkan fobia bagi pasien. Dari segi pasien sendiri dan atau

keluarganya menyimpulkan bahwa menangis ini berarti mereka “mengalami depresi”

dan hal ini harus disadari keadaan ini sering terjadi pada PD, bahkan tanpa disertai

sindroma depresi sekalipun. Pemeriksaan yang seksama mengenai keadaan emosional

pasien PD menunjukkan hampir 40 % pasien mengalami peningkatan keadaan menangis

sejak onset PD, dan 11 % nya keadaan emosionalnya lebih pervasif. Tidak ada hubungan

yang pasti antara emosionalitas dan gangguan kognitif atau sindroma depresi mayor.

8. Ansietas  

Keadaan ansietas merupakan masalah umum terjadi pada pasien PD, tetapi sering

kurang diperhatikan mengenai fenomena ini. Ansietas ini dapat terjadi ‘berdiri sendiri’

atau merupakan suatu gejala depresi, secara klinis keadaan ansietas terjadi pada sekitar

40 % pasien PD. Secara umum gejala yang timbul dapat berupa kelainan umum ansietas,

fobia sosial, dan kelainan panik, yang prevalensinya rata-rata sekitar 25 % pada beberapa

studi. Sindroma tersebut dapat terjadi sebelum atau menyertai sindroma depresi mayor,

dan dapat terjadi setelah keadaan depresi diterapi. Disamping itu semua, kita sebagai

klinisi haruslah memilah apakah keadaan ansietas yang terjadi akibat respon psikologis

yang masih bias ditolerir karena akibat gejala motorik yang timbul atau apakah suatu

keadaan yang lebih personal. Sindroma ini juga dapat terjadi secara independent akibat

kadar levodopa yang berfluktuasi. Disfungsi otonom yang merupakan komplikasi yang

umum pada pasien PD disamping suatu keadaan status psikiatri, juga dapat berhubungan

dengan keadaan ansietas atau depresi. Berdasarkan hal tersebut, keluhan somatik

(flusing, dizziness, sering berkemih, atau perubahan dari denyut jantung) harus dievaluasi

7

Page 9: Prevalensi Penyakit Parkinson

lebih hati-hati karena dapat terjadi kesalahan diagnosis (dan salah terapi), bila hal

tersebut mewakili dari sindroma afektif.

9. Psikosis

Halusinasi dan delusi terjadi pada 40 % pasien PD dan merupakan penyebab utama

penempatan pasien di tempat perawatan. Gejala halusinasi yang sering timbul berupa

halusinasi visual pada sekitar 15 % hingga 40 % pada suatu studi cross-sectionally.

Prevalensi pada suatu studi komunitas kejadian halusinasi sekitar 9,8% dengan insight

yang baik dan 6% mengalami halusinasi berat atau delusi. Delusi sangat jarang terjadi

biasanya terjadi disertai dengan halusinasi dengan prevalensi yang bervariasi yaitu

sekitar 3 % hingga 30%. Halusinasi auditorik dilaporkan terjadi pada 8 % hingga 13 %

pasien dan dapat tidak terdiagnosis.

Gejala psikosis yang timbul secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori.

Kategori pertama terdiri dari gejala halusinasi visual berupa gambaran ‘binatang’ atau

‘orang’ yang terjadi dengan rasa sensasi yang jelas dan disertai insight. Tipe yang kedua

halusinasi atau delusi yang terjadi menjadi persisten tetapi dengan hilangnya insight.

Pada grup yang ketiga, halusinasi atau delusi terjadi pada keadaan delirium.

Halusinasi dan delusi juga terjadi sebagai gejala dari depresif mayor atau gejala

manik, hal ini merupakan diagnosis yang harus diperhatikan pada saat pasien dalam

keadaan agitasi. Pada suatu studi pada populasi tentang psikosis menunjukkan adanya

hubungan antara gejala psikotik dan umur, tahap perkembangan, dan subgrup diagnostik

dari PD, beratnya depresi, dan gangguan kognitif, dimana pengobatan antiparkinson

tidak dibedakan diantara pasien PD dengan atau tanpa psikosis. Penemuan ini

menunjukkan patologi pada otak yang dipengaruhi sangatlah luas pada pasien dengan

keadaan psikosis dan menyangkal adanya pendapat mengenai perkembangan psikosis

akibat pengobatan antiparkinson. Adanya defisit kolinergik pada psikosis pasien PD telah

menjadi wacana.

Patofisiologi psikosis pada PD tidak diketahui secara pasti (table 2). Laporan

terjadinya psikosis pada pasien PD sering timbul pada penggunaan terapi levodopa.

Semua agen, termasuk agonis dopamine, amantadin, dan levodopa dapat menyebabkan

psikosis dan mengalami perbaikan dengan penurunan dosis. Hal inilah yang menjadi

pemikiran bahwa psikosis yang terjadi akibat sekunder hipersensitifitas reseptor

dopamine di regio mesokortikal dan mesolimbik yang diakibatkan stimulasi berlebihan

dari pengobatan dopaminergik. Teori lain mengatakan, adanya ketidakseimbangan antara

8

Page 10: Prevalensi Penyakit Parkinson

sistem dopaminergik dan serotonergik akibat pengobatan dengan dopaminergik yang

menurunkan kadar serotonin atau stimulasi yang berlebihan dari reseptor serotonergik

karena terapi dopaminergik. Teori lainnya yaitu psikosis yang berkaitan dengan

defisiensi kolinergik yang biasanya terjadi pada pasien PD dengan gangguan kognitif,

dikatakan defisiensi kolinergik memegang peranan terjadinya psikosis.

Tabel 2

Faktor Resiko terjadinya Psikosis pada PD

Faktor Primer

Terapi Dopaminergik

Dopamin agonis (pergolid, bromokriptin, rapinirole, pramipexole), L-dopa Catechol-O-

methyltransferase inhibitor (entacapone, tolcapone)

Faktor Tambahan

Pengobatan Psikoaktif

o Agen antiparkinson : antikolinergik, selegeline, amantadin

o Agen lain : benzodiazepine, antikolinergik lain, antihistamin, steroid, opiate

Kelainan Medis lain

Kondisi sistemik, dehidrasi, nyero, trauma intracranial yang tidak terdeteksi atau fraktur,

infeksi akut atau subakut (ISK, pneumonia, konstipasi, selulitis)

Kondisi Komorbiditas Neuropsikiatrik

Gejala depresi, sindroma depresi, demensia, penyalahgunaan L-dopa

Gangguan tidur

C. Penyebab Penyakit Parkinson

Penyebab pasti Penyakit Parkinson masih belum diketahui, meskipun penelitian

mengarah pada kombinasi faktor genetik dan lingkungan.Jauh di dalam otak ada sebuah

daerah yang disebut ganglia basalis. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya

mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu

menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis

mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi

yang telah diolah kembali ke korteks serebri. Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh

bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara

saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin.

9

Page 11: Prevalensi Penyakit Parkinson

Pada Penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran

sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya

juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya

tidak diketahui. Tampaknya faktor genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit

ini cenderung diturunkan. Neurodegenerative disorders lainnya termasuk Penyakit

Alzheimer’s, penyakit Huntington’s, dan amyotrophic lateral sclerosis, atau penyakit Lou

Gehrig’s serta banyak penyakit mental lainnya.

Akan tetapi ada beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah dikenalpasti dan

mungkin menjadi penyebab penyakit parkinson yakni :

1. Usia, karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang

timbul pada usia di bawah 30 tahun.

2. Ras, di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada

orang Asia dan Afrika.

3. Genetik, factor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen

tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita

Parkinson pada usia muda.

4. Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg,

CS2, methanol, etanol dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta

jangkitan.

5. Cedera kranio serebral, meski peranannya masih belum jelas, dan

6. Tekanan emosional, yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

D. Prevalensi Penyakit Parkinson

Penyakit parkinson sangat sulit didiagnosis karena gejalanya mirip dengan gejala

penyakit lain dan kecil kemungkinannya dua pasien memiliki gejala atau prognosis yang

sama. Di Amerika ada 1,5 juta penyandang parkinson, sementara di Indonesia data

lengkapnya belum ada.

”Yang saya tahu di poliklinik saraf RSCM, tahun 2005, ada 219 penyandang parkinson

yang berobat,” kata dr Banon Sukoandri SpS, Ketua Yayasan Penyandang Parkinson

Indonesia, di Jakarta, Sabtu (4/4).

Menurut dr Banon, Indonesia pada 1990-2025 akan mengalami kenaikan jumlah

penduduk usia lanjut sebesar 414 persen. Ini disebabkan angka harapan hidup orang

Indonesia mencapai 70 tahun atau lebih pada 2015-2020. Dengan kondisi tersebut, prevalensi

10

Page 12: Prevalensi Penyakit Parkinson

penyakit-penyakit yang ditemukan pada golongan usia lanjut mengalami kenaikan, termasuk

di dalamnya penyakit degenerasi otak.

Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah

penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit Parkinson di Indonesia

menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan prevalensi mencapai

1100 kematian pada tahun 2002 (Noviani dkk, 2010). Penelitian terhadap prevalensi

parkinson di Indonesia belum pernah ada, tetapi diperkirakan sekitar 1-3% dari jumlah orang

berusia di atas 65 tahun. Namun demikian terdapat pula data penderita parkinson yang baru

berusia 30-40 tahun (Suryamiharja, dalam Mulyadin dkk., 2012).

Penyakit parkinson, yang merupakan salah satu penyakit degeneratif otak tersering kedua

setelah demensia Alzheimer, prevalensinya diperkirakan 1-3 persen pada orang berusia di

atas 65 tahun. ”Pada dekade terakhir, parkinson semakin banyak menyerang usia lebih muda,

yaitu golongan usia produktif, awal 40 tahun,” kata dr Banon.

Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit Parkinson tidak diketahui. Namun,

prevalensi tinggi terdapat pada penduduk Kaukasia di Eropa dan Amerika Utara, selanjutnya

penduduk Asia di Jepang, dan paling rendah adalah penduduk kulit hitam di Afrika. Pada

umumnya PD muncul pada usia 40-70 tahun, rata-rata diatas usia 55 tahun, lebih sering

ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2. Suatu kepustakaan

menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit Parkinson terjadi pada ras Kaukasian di Amerika

Utara dan ras Eropa (0,98 % hingga 1,94%); menengah terdapat pada ras Asia (0,018 %) dan

prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika (0,01 %).

Prevalensi penyakit Parkinson secara keseluruhan diperkirakan 0,2% akan tetapi

meningkat sesuai dengan peningkatan umur yaitu 0,5-2% pada orang diatas 70 tahun.

Prevalensinya diperkirakan 25-50 kasus per 100.000 populasi pada orang yang berumur

dibawah 50 tahun seperti pada 100.000 pasien di Amerika Serikat dan diperkirakan 5 kasus

per 100.000 pada orang yang berumur 40 tahun.

Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1

diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia

diatas 65 tahun. Beberapa orang ternama yang mengidap Penyakit Parkinson diantaranya

adalah Bajin (sasterawan terkenal China), Chen Jingrun (ahli matematik terkenal China),

Muhammad Ali (mantan peninju terkenal A.S.).

11

Page 13: Prevalensi Penyakit Parkinson

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Parkinson Sulit Didiagnosis. [Online] tersedia di:

http://otomotif.kompas.com/read/2009/04/06/21295765/direktori.html

Asep, Chandra. 2008. Pemakaian Pestisida Sebabkan Parkinson. [Online] tersedia di:

http://health.kompas.com/read/2008/03/30/17533523/Pemakaian.Pestisida.Sebabkan.Pa

rkinson

Mulyadin, dkk. 2012. Parkinson Desease. Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran. Tidak diterbitkan.

Nasution, Mukri. 2010. Penyakit Parkinson Pada Dewasa Muda. [Online] tersedia di:

http://mukrinasution.blogspot.com/2010/07/penyakit-parkinson-pada-dewasa-

muda.html

Niesha. 2010. Contoh Penanggulangan Kasus Parkinson. [Online] tersedia di:

http://dephinies.blogspot.com/2010/06/contoh-penanganan-kasus-parkinson.html

Sarifuddin. 2011. Parkinson. [Online] tersedia di:

http://doctorjflazz.blogspot.com/p/parkinson.html

12