PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati...

43
PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI KECAMATAN LIBURENG, KABUPATEN BONE S K R I P S I SUHARMITA DARMIN O 111 10 127 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

Transcript of PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati...

Page 1: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI

KECAMATAN LIBURENG, KABUPATEN BONE

S K R I P S I

SUHARMITA DARMIN

O 111 10 127

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 2: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI

KECAMATAN LIBURENG, KABUPATEN BONE

SUHARMITA DARMIN

O 111 10 127

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 3: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Prevalensi Paramphistomiasis pada Sapi Bali di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone

Nama : Suharmita Darmin

NIM : O 111 10 127

Disetujui Oleh,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc Drh. Meriam Sirupang

NIP. 19860720 201012 2 004

Diketahui Oleh

Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Program Studi

Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs Prof.Dr.Drh. Lucia Muslimin M.Sc

NIP.19551019 198203 1 001 NIP.19480307 197411 2 001

Tanggal Lulus : 19 November 2014

Page 4: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Suharmita Darmin

Nim : O 111 10 127

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

a. Karya skripsi saya adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil

dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan

dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, November 2014

Suharmita Darmin

Page 5: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

ABSTRAK

SUHARMITA DARMIN. O11110127. Prevalensi Paramphistomiasis pada Sapi

Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Dibimbing oleh FIKA YULIZA

PURBA dan MERIAM SIRUPANG.

Paramphistomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Paramphistomum sp. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi produktivitas sapi

Bali. Penelitian dengan metode deskripsi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya

prevalensi paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten

Bone. Sampel feses diambil dari 100 ekor sapi Bali dan dipilih secara rambang

proporsional pada setiap desa. Penelitian dilakukan pada tanggal 29 Juni sampai

16 Juli 2014. Pengambilan feses dilakukan per rektal. Feses diperiksa dengan uji

sedimentasi untuk mendekteksi keberadaan telur Paramphistomum sp.

berdasarkan morfologinya. Prevalensi dihitung dengan membagi sampel positif

dengan jumlah sampel yang diperiksa dikalikan 100%. Hasil penelitian

menunjukkan prevalensi paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone adalah 57%.

Kata Kunci: prevalensi, paramphistomiasis, Libureng, Bone

ABSTRACT

Prevalence of Paramphistomiasis on Bali Cattle in Libureng Sub-district, Bone

Regency. Suvervised by FIKA YULIZA PURBA and MERIAM SIRUPANG.

Paramphistomiasis is a disease caused by infection of Paramphistomum sp.

The disease can be affecting productivity of Bali cattle. A description study was

conducted to determine the prevalence of paramphistomiasis in Bali cattle of

Libureng sub-district, Bone regency. Faecal samples were collected from 100

cattle and were selected with proporsional random sampling in each village.

Research was done at June 29th

until July 16th

2014. Faecal samples were

collected from the rectal of Bali cattle in Libureng sub-district, Bone regency.

Faecal were examined by sedimentation method to detect eggs of

Paramphistomum sp. on the basis of their morphology. Prevalance was calculated

by dividing positive of sample with the total sample of examined then multiplied

100%. The result showed that prevalence paramphistomiasis in bali cattle of

Libureng sub-district, Bone regency were 57%.

Key words: paramphistomiasis, prevalence, Libureng, Bone

Page 6: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin atas segala nikmat iman, islam, cinta,

kesempatan, kesehatan serta kekuatan yang telah diberikan oleh Allah SWT

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini

sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat beriring salam untuk

tuntunan dan suri tauladan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat

beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai islam yang sampai saat ini

dapat dinikmati oleh seluruh manusia di berbagai penjuru dunia.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan

mendapat gelar sarjana dari Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Judul skripsi ini adalah “Prevalensi

Paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten

Bone”.

Dalam proses perjalanan panjang hingga berada pada titik akhir penulisan

skripsi ini. Penulis telah banyak mendapat dukungan, semangat dan bantuan dari

berbagai pihak. Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Kedua orang tua, Mama Hj. Hardiana dan Bapak Darmin, S.Pd yang selalu

melimpahkan kasih sayang tak terhingga, suntikan semangat setiap saat,

dukungan tak kenal lelah dan pengorbanan tanpa bisa terbalas dengan apapun

dan sampai kapanpun. Kepada adik-adikku Waiz Al Qarni dan Darussalam

Al Qadar serta My Big Family yang selalu menjadi penyemangat. Semoga

karya kecil ini dapat menghadirkan senyum terindah di wajah kalian. I Love

you more than you’ll ever know...♥

2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.Bs selaku Dekan Fakultas Kedokteran

3. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi

Kedokteran Hewan

4. Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc dan Drh. Meriam Sirupang selaku dosen

pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan serta dukungan yang telah

diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc dan Drh. Waode Santa Monica,

M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan.

6. Penasehat Akedemik Drh. A. Magfira Satya Apada serta seluruh dosen dan

staf Program Studi Kedokteran Hewan yang telah banyak membantu penulis

dalam menyelesaikan studi.

7. Hamsari Aswar for all (time, experience, support, motivate, energy, idea and

so on). Belajar banyak hal darimu ri’ and I’ll always remember you this way.

See you in another life boss .

8. Sahabat-sahabatku Ainin, Wulan, Nana dan Ety. Kita telah menjalani beribu

episode hidup yang telah tercatat di skenarioNya, ntah itu peran antagonis

atau protagonis, menangis atau tertawa, susah atau senang. Jazakumullah atas

persahabatan tulusnya. Happy together with you..!!

9. My best partner Anna Anggriana dan Zainal suka duka telah dilewati

bersama selama pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian hingga

Page 7: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

penyusunan skripsi. Eka Syafrisal, Ryan Payung dan Muh. Aqhsar

Marsani yang telah banyak menguras tenaga dalam pelaksanaan penelitian.

10. Teman-teman V-GEN 10 mulai dari pojok kiri, kanan dan belakang sampai

yang merasa terpojokkan. Semangat melangkah rekan-rekan CADOHE,

tantangan dan masalah Veteriner sedang menanti KITA. Selamat berjuang

calon terkuat penghuni surga “Insya Allah”. Man jadda wa jadda..!!

11. Saudara(i)ku “KAMIKASE 09” yang selama ini sudah menjadi keluarga

kecilku dan telah banyak membantu penulis dalam segala hal. Terspesial buat

sahabat sehati Musdar Liani Mustafa, Karmila dan Suprianto.

12. Saudara seperjuanganku SMP Negeri 2 Watang Pulu Tersomething for my

beloved neighbour Rooney serta SEPEROS Smaeli & KKN 85 Mangalle.

13. Dinas Peternakan Bone “Kecamatan Libureng”, khususnya Drh.Agus Riadi,

Andi Rustam, bapak Firdaus dan bapak Imam Desa Ceppaga.

14. Seluruh Staf Laboratorium Parasitologi BBVET Maros.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut

menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk penulis.”Jika perjalanan hidup

kuceritakan di halaman ini, entah berapa banyak lembaran kertas yang akan

habis hanya untuk menulis ucapan terima kasihku☻”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun agar dalam penyusunan karya berikutnya dapat lebih

baik. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi setiap jiwa yang

bersedia menerimanya. Amiin ya rabbal alamain.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan

memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

“Dalam menapaki perjalanan hidup menggapai ridho Ilahi

Ku lukis sederetan ceritaku di persinggahan samudera kasihNya

Biarlah angan dan impian berlari menulusuri jejak berandaku

Ku hanyutkan perjuanganku pada sungai kecil yang mengalir dari sudut mata

Seulas senyum yang telah lama bersembunyi kembali menyapa cahayaNya

Ku hantarkan serangkaian aksara hingga menjelma menjadi cerita indah

Lewat persembahan seuntai karya kecil dari jemari ini

Untuk KALIAN yang tertulis dalam catatan hati disetiap doa’ku

Sebagai bingkai ungkapan terima kasih ♥”

Makassar, November 2014

Penulis

Page 8: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parepare, Sulawesi Selatan pada

tanggal 08 April 1991 dari pasangan Bapak Darmin, S.Pd

dan Ibu Hj. Hardiana. Penulis merupakan anak pertama

dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah

dasar pada tahun 2003 di SD Negeri 2 Lainungan dan pada

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP

Negeri 2 Watang Pulu hingga lulus pada tahun 2006.

Pendidikan sekolah menengah umum diselesaikan pada

tahun 2009 di SMA Negeri 5 Unggulan Parepare.

Pada tahun 2010 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di

Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(PSKH-FK UNHAS) melalui Jalur Non Subsidi (JNS). Semasa menjadi

mahasiswa PSKH-FK UNHAS penulis pernah aktif dalam kegiatan eksternal dan

internal kampus, yaitu di Organisasi Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan

(HIMAKAHA PSKH-FK UNHAS) periode 2013/2014, anggota Himpunan Minat

dan Profesi Ternak Besar dan Unggas periode 2013/2014 dan Ikatan Alumni

Smaeli (Katalis) serta mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam dan di luar

kampus.

Tugas akhir berupa skripsi dengan judul Prevalensi Paramphistomiasis pada

Sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, berhasil diselesaikan penulis

dengan bimbingan dari Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc dan Drh. Meriam Sirupang.

Page 9: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Hipotesis Penelitian 3

1.6 Keaslian Penelitian 3

1.7 Kerangka Konsep 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Paramphistomiasis 5

2.1.1 Etiologi 5

2.1.2 Siklus Hidup 6

2.1.3 Epidemiologi 7

2.1.4 Patogenesis 7

2.1.5 Gejala Klinis 8

2.1.6 Diagnosa 8

2.1.7 Pengendalian dan Pencegahan 10

2.1.8 Pengobatan 10

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Paramphistomiasis pada Ternak 10

3 METODOLOGI PENELITIAN 12

3.1 Lokasi dan Waktu 12

3.2 Materi Penelitian 12

3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling 12

3.2.2 Bahan 13

3.2.3 Alat 13

3.3 Metode Penelitian 13

3.3.1 Desain Penelitian 13

3.3.2 Pengambilan Feses 13

3.3.3 Pengujian Laboratorium 13

3.3.4 Analisa Data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

5 KESIMPULAN DAN SARAN 21

5.1 Kesimpulan 21

5.2 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

Page 10: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

DAFTAR TABEL

1. Hasil perhitungan jumlah sampel dalam setiap desa di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone 15

2. Distribusi paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng,

Kabupaten Bone 17

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka konsep penelitian 4

2. Paramphistomum sp. 6

3. Telur Paramphistomum sp. 6

4. Siklus hidup Paramphistomum sp. 7

5. Infeksi Paramphistomum sp. pada rumen (a) dan retikulum (b) 9

6. Paramphistomum sp. melekat pada usus kecil 9

7. Mikroskopik Paramphistomum sp. melekat pada lapisan

usus kecil 9

8. Hasil pemeriksaan feses dengan metode sedimentasi 16

9. Telur Paramphistomum sp. pada hasil penelitian dan literatur 16

10. Sistem pemeliharaan di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone 18

11. Hospes antara (siput) yang ditemukan di areal kandang sapi warga 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pemeriksaan Paramphistomum sp. pada sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone 25

2. Dokumen Penelitian 27

3. Data Spesimen 29

Page 11: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil

domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Bangsa sapi asli Indonesia ini memiliki

keunggulan berupa kemampuan adaptasi dalam lingkungan dengan ketersediaan

pakan kualitas rendah dan tingkat fertilitas yang tinggi. Tingginya impor daging

dan sapi bakalan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dapat dijadikan

pendorong untuk memperbaiki produktivitas dan pengelolaan sapi Bali.

Kemurnian bangsa sapi Bali sebagai cadangan plasma nutfah sangat diperlukan

untuk perkembangan peternakan di masa mendatang (Ditjennak, 2002).

Penyakit parasitik merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan

produktivitas ternak. Parasit bertahan hidup dalam tubuh hospes dengan memakan

jaringan tubuh, mengambil nutrisi yang dibutuhkan dan menghisap darah hospes.

Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan bobot badan, pertumbuhan yang

lambat, penurunan daya tahan tubuh dan kematian hospes. Ternak yang terinfeksi

parasit biasanya mengalami kekurusan dan akibatnya ternak mempunyai nilai jual

yang rendah (Khan et al., 2008).

Peternak sapi di Indonesia kurang memperhatikan masalah penyakit

parasitik. Mereka masih menggunakan sistem semi intensif dengan membiarkan

sapi mencari makan sendiri (sistem gembala) bahkan ada yang sama sekali tidak

dikandangkan (sistem tradisional). Pemeliharaan sapi dengan kedua sistem inilah

yang dapat meningkatkan peluang besar bagi cacing untuk berkembang biak

(Harminda, 2011).

Muzani et al. (2010) mengemukakan bahwa sebagian besar sapi yang

dipelihara secara tradisional terserang penyakit parisitik. Akibat yang ditimbulkan

tergantung dari jenis parasit, jumlah parasit, umur sapi dan kondisi pakan.

Berdasarkan morfologinya, cacing pada sapi dibagi menjadi tiga kelas, yaitu

trematoda, cestoda dan nematoda.

Salah satu penyakit parasitik yang penting pada ternak sapi adalah

paramphistomiasis. Paramphistomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh

infeksi Paramphistomum sp. yang merupakan salah satu cacing dalam kelas

trematoda dari famili Paramphistomidae (Mage et al., 2002). Paramphistomum

sp. disebut juga sebagai cacing hisap karena pada saat menempel, cacing ini

menghisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh hospesnya (Subronto and

Tjahajati, 2001). Infeksi Paramphistomum sp. dalam jumlah sedikit tidak

menimbulkan gejala klinis pada ternak, tetapi pada infeksi yang berat dapat

menimbulkan gastroenteritis dan menyebabkan kematian cukup tinggi, terutama

pada ternak muda (Melaku and Addis, 2012).

Hasil penelitian mengenai infeksi Paramphistomum sp. di Indonesia pernah

dilaporkan oleh Beriajaya and Soetedjo (1979) pada sapi yang dipotong di Rumah

Potong Hewan (RPH) Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Beriajaya et al. (1981) melaporkan prevalensi paramphistomiasis pada sapi di

Aceh sebanyak 94.5%, di Sumatera Barat 99.5%, di Lampung sebanyak 69.84%,

di Jawa 41.6%, di Sulawesi Selatan 53.23%, di Kalimanatan Selatan 56%, di Nusa

Tenggara Barat 80% dan di Nusa Tenggara Timur 32.27%. Yasa (2013)

Page 12: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

2

melaporkan bahwa prevalensi paramphistomiasis di Kecamatan Ujungjaya,

Sumedang adalah 18.52%, sedangkan penelitian Nofyan et al. (2008)

menunjukkan prevalensi paramphistomiasis sebesar 32.30% pada sapi di daerah

Palembang.

David et al. (2013) menyatakan bahwa hasil pemeriksaan terhadap 60

lambung sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) Andalas dan Biau

kota Gorontalo, terdapat 54 ekor sapi yang terinfeksi Paramphistomum sp.

sehingga hasil penelitian tersebut dapat dilakukan kajian lebih lanjut mengenai

tingkat infeksi Paramphistomum sp. pada sapi yang dipelihara di masyarakat

Indonesia. Kabupaten Bone pernah juga dilaporkan 57 dari 195 sampel feses sapi

Bali yang diambil dari 2 kecamatan mengandung Paramphistomum sp. Cacing

tersebut merupakan golongan cacing trematoda yang paling banyak menginfeksi

dibandingkan dengan cacing trematoda lainnya (Wirawan, 2011).

Umumnya paramphistomiasis merupakan penyakit parasitik subklinik

sehingga diagnosanya lebih sulit. Infeksi Paramphistomum sp. dapat didiagnosa

melalui pemeriksaan feses dengan menggunakan metode sedimentasi sedangkan

untuk mengetahui derajat infeksi dapat diperoleh dari perhitungan telur tiap gram

feses (EPG) dengan asumsi ada korelasi positif antara jumlah parasit internal dan

telur yang diproduksi oleh cacing-cacing tersebut (Subekti et al., 2007).

Akibat tingginya tingkat infeksi Paramphistomum sp. dan kurangnya

pelaporan terhadap kasus tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Berdasarkan Badan Pusat Statistika

(2013), populasi sapi Bali di Kecamatan Libureng merupakan populasi sapi

terbesar di Kabupaten Bone. Selain itu, di kabupaten ini pernah dilaporkan

kejadian paramphistomiasis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa prevalensi

paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya prevalensi

paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengidentifikasi telur Paramphistomum sp. pada feses sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone

2. Untuk mendiagnosa paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng,

Kabupaten Bone.

Page 13: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu

Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi mengenai besarnya prevalensi

paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone.

1.4.2 Manfaat Aplikasi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun

program pencegahan dan pengendalian paramphistomiasis pada sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sehingga kerugian akibat parasit ini bisa

ditangani lebih lanjut oleh peternak dan instansi yang berwenang.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah prevalensi paramphistomiasis pada sapi Bali

di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sebesar 50%.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai prevalensi paramphistomiasis pada sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone belum pernah dilakukan. Penelitian

prevalensi paramphistomiasis di Indonesia pernah dilakukan. Namun, tujuan dan

lokasinya yang berbeda. Nofyan et al. (2008) pernah melaporkan prevalensi

paramphistomiasis pada sapi di daerah Palembang, sedangkan Purwanta et al.

(2009) mengemukakan adanya kejadian paramphistomiasis pada sapi di

Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Yasa (2013) melaporkan tingkat prevalensi

paramphistomiasis pada sapi potong di Kecamatan Ujungjaya, Sumedang.

Page 14: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

4

1.7 Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

SAPI

Feses

Identifikasi karakteristik telur

Analisis Data

Warna

Bentuk

Dinding

Operculum

NEGATIF

POSITIF

Page 15: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paramphistomiasis

Paramphistomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Paramphistomum sp. yang merupakan salah satu cacing dalam kelas trematoda.

Paramphistomum sp. hidup di dalam rumen, retikulum, usus, saluran empedu atau

kandung kemih hewan yang diserangnya. Hal ini menyebabkan kerja rumen

menjadi terganggu sehingga pakan tidak dapat dicerna dengan sempurna

(Hamdan, 2014).

Paramphistomiasis juga merupakan salah satu penyakit ekonomi yang dapat

merugikan masyarakat. Kerugian ekonomi yang dtimbulkan adalah pertumbuhan

sapi terhambat, rusaknya jaringan/organ dan sapi kekurusan karena kurangnya

nafsu makan (Suryana, 2006). Keberadaan Paramphistomum sp. sering diabaikan

pada ternak meskipun cacing ini memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan dan

produktivitas ternak itu sendiri (Murtiyeni et al., 2009).

2.1.1 Etiologi

Paramphistomiasis pada sapi dapat disebabkan oleh satu atau lebih cacing

dari genus Paramphistomum sp., misalnya P. cervi, P. microbothrioides, P.

liorchis, P. ichikawi, P. gotoi, dan Calicophoron sp. atau Ceylonocotyle sp.

maupun Cotyledophoron sp. Ada 2 spesies Paramphistomum sp. yang telah

ditemukan di Indonesia, yaitu P. cervi dan P. (Gygantocotyl) explanatum. Salah

satu jenis yang sering terdapat pada sapi adalah Paramphistomum cervi

(Subronto, 2007).

Hewan yang diserang Paramphistomum sp. sebagai hospes definitif, yaitu

hewan ternak (kerbau, sapi, domba, kambing) dan ruminansia lain. Cacing muda

Paramphistomum sp. berpredeliksi di dalam usus halus dan akan bermigrasi ke

dalam rumen dan retikulum setelah dewasa. Daerah penyebaran Paramphistomum

sp. adalah daerah yang memiliki suhu udara 25-30 0C dengan kelembaban kira-

kira 85% (Kamaruddin et al., 2005).

Paramphistomum sp. merupakan cacing trematoda yang tebal, berbentuk

pipih, seperti Fasciola sp. dan Eurythrema sp. Cacing ini mempunyai batil isap di

bagian perut (ventral sucker) yang disebut asetabulum, dan di bagian mulut ada

batil isap mulut yang kecil (oral sucker). Paramphistomum sp. memiliki saluran

pencernaan yang sederhana dan juga testis yang bergelambir, terletak sedikit di

bagian anterior ovarium. Cacing dewasanya berukuran panjang sekitar 5-13 mm

dan lebar 2-5 mm, seperti pada Gambar 2 (Michel and Upton 2006), sedangkan

ukuran telur Paramphistomum sp. panjangnya 113-175 mikron dan lebar 73-100

mikron dan berwarna sedikit kuning muda transparan, seperti pada Gambar 3

(Lukesova, 2009).

Page 16: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

6

Gambar 2. Paramphistomum sp. (Michel and Upton, 2006)

Gambar 3. Telur Paramphistomum sp. (Lukesova, 2009)

Perbedaaan karakteristik antara telur Paramphistomum sp. dan Fasciola sp.

adalah telur Fasciola sp. berkulit kuning, sel embrional dan operkulum tidak jelas,

ukuran telur yaitu panjang 118,8-158 mikron dan lebar 66-105 mikron, sedangkan

morfologi telur Paramphistomum sp. transparan, sel embrional dan operkulum

yang jelas, dinding berwarna jernih (transparan), sering terdapat tonjolan kecil di

ujung posterior dan ukuran telur Paramphistomum sp. lebih besar daripada telur

Fasciola sp. dengan panjang 113-175 mikron dan lebar 73-100 mikron (Purwanta

et al., 2009).

2.1.2 Siklus Hidup Kelangsungan hidup Paramphistomum sp. memerlukan siput sebagai hospes

antara. Dua famili siput penting yang bertindak sebagai hospes antara cacing ini

adalah Planorbidae dan Lymneaeidae. Infeksi pada hospes definitif terjadi pada

saat ternak memakan rumput atau meminum air yang mengandung metaserkaria.

Menurut Javed et al. (2006), metaserkaria mampu bertahan hidup di rerumputan

sampai 12 minggu tergantung dari kondisi lingkungan. Metaserkaria masuk ke

dalam saluran pencernaan, ekskistasi, dan keluar cacing muda. Cacing muda

menembus mukosa usus, bermigrasi ke rumen dalam waktu 4-6 minggu setelah

infeksi dan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa bertelur di dalam

rumen dan retikulum. Telur Paramphistomum sp. keluar bersama feses dan

terjatuh di tempat yang basah dan lembab. Telur Paramphistomum sp.

memerlukan waktu minimal 4 minggu pada suhu 17 ºC untuk berkembang

menjadi mirasidium dan mencari siput yang cocok sebagai hospes antara, seperti

ditunjukkan pada Gambar 4 (Lloyd et al., 2007).

Page 17: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

7

Gambar 4. Siklus hidup Paramphistomum sp. (Lloyd et al., 2007)

2.1.3 Epidemiologi

Paramphistomiasis tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi tertinggi

terjadi pada daerah beriklim tropis dan subtropis, seperti Asia, Afrika, Australia,

Eropa timur dan Rusia (Melaku and Addis 2012). Kejadian paramphistomiasis

banyak terjadi di bagian dunia dengan curah hujan yang tinggi dan di padang

rumput yang basah, hal ini berkaitan dengan siklus hidup cacing tersebut. Infeksi

Paramphistomum sp. pada ternak biasa terjadi pada akhir musim hujan dan awal

musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan optimal telur menjadi

mirasidium terjadi pada awal musim hujan dan perkembangan di dalam tubuh

siput mencapai tahap yang lengkap pada akhir musim hujan. Pelepasan serkaria

pada hospes antara dimulai awal musim kemarau dengan curah hujan yang masih

cukup tinggi dan menurun seiring makin rendahnya curah hujan (Subronto, 2007).

Prevalensi paramphistomiasis di Indonesia hampir sama dengan fasciolosis.

Beriajaya et al. (1981) melaporkan prevalensi paramphistomiasis pada sapi di

beberapa bagian Indonesia, yaitu di Aceh 94.80%, di Sumatera Barat 99.50%, di

Lampung 69.84%, di Jawa 41.60% dan di Nusa Tenggara Barat 80.00%.

Penelitian Darmono et al. (1983) melaporkan prevalensi paramphistomiasis pada

sapi di Bali adalah sebesar 88.89%. Paramphistomiasis pada sapi juga dilaporkan

di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan adalah sebesar 66.7%

(Siswansyah et al., 2006). Selain itu, Tantri et al. (2013) melaporkan kejadian

paramphistomiasis sebanyak 18.75% pada sapi (Bos sp.) di RPH Kota Pontianak,

Kalimantan Barat.

2.1.4 Patogenesis

Infeksi Paramphistomum sp. terdiri atas dua fase, yaitu fase intestinal dan

fase ruminal. Pada fase intensital, cacing muda menyebabkan pendarahan,

bengkak serta merah di dalam duodenum dan abomasum. Hal ini dapat

menyebabkan duodenitis dan abomasitis. Pada kasus infeksi massal, pertumbuhan

cacing menjadi lambat sehingga gejala klinis akan terlihat lebih lama. Pada fase

ruminal, cacing akan menyebabkan perubahan epitel dari rumen yang menganggu

kapasitas resorbsi (Kamaruddin et al., 2005).

Page 18: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

8

Cacing muda Paramphistomum sp. yang menembus masuk ke dalam

submukosa akan menyebabkan peradangan usus, nekrosis sel dan erosi vili-vili

mukosa. Cacing muda dalam jumlah banyak yang berada di dalam usus halus

dapat menyebabkan kematian pada sapi. Cacing dewasa yang berada di dalam

rumen dan retikulum akan menghisap bagian permukaan mukosa sehingga

menyebabkan kepucatan pada mukosa. Papilla rumen pada sapi yang terinfeksi

Paramphistomum sp. akan mengalami degenerasi sehingga perubahan tersebut

mengakibatkan gangguan kerja rumen dan makanan tidak dapat dicerna dengan

sempurna (Subronto, 2007).

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala klinis akibat paramphistomiasis pada fase intestinal, yaitu adanya

peradangan usus yang ditandai dengan diare yang berbau busuk. Sapi yang

terinfeksi akan menjadi lemah, depresi, dehidrasi dan anoreksia. Selain itu, sapi

mengalami hipoproteinemia yang ditandai dengan oedema submandibular dan

mukosa mulut kelihatan pucat. Kemungkinan sapi akan mengalami kematian

dalam waktu 15-20 hari setelah gejala klinis teramati. Paramphistomiasis fase

ruminal dapat menyebabkan penyakit kronik yang berupa kekurusan, anemia,

bulu kusam serta produktivitas menurun (Subronto, 2007).

Cacing dewasa yang melekat pada dinding rumen menyebabkan sedikit atau

tidak ada tanda-tanda klinis, terutama pada sapi dewasa. Migrasi proksimal cacing

dewasa dapat menyebabkan ulserasi dan tanda-tanda klinis termasuk diare dan

kematian pada hewan muda (Roger and David 2011).

2.1.6 Diagnosa

Diagnosa paramphistomiasis pada ternak dapat dilakukan dengan melihat

gejala klinis yang timbul, pemeriksaan feses, deteksi antibodi dalam serum dan

deteksi antigen dalam serum maupun feses ternak yang terinfeksi. Metode

pemeriksaan feses yang dapat digunakan adalah metode sedimentasi, metode

filtrasi, metode kombinasi filtrasi-sedimentasi dan metode kombinasi filtrasi-

sedimentasi-sentrifugasi feses. Deteksi antibodi dan antigen pada ternak yang

terinfeksi dapat dilakukan dengan menggunakan uji ELISA (Enzyme Linked

Immunosorbant Assay) (Shabih and Juyal 2006).

Diagnosa paramphistomiasis melalui pemeriksaan feses bertujuan

mengetahui keberadaan telur dan larva cacing. Perubahan populasi cacing dalam

lambung sapi dapat diketahui dengan menghitung total telur per gram feses (EPG)

secara rutin (Subronto and Tjhajati 2001).

Infeksi Paramphistomum sp. pada sapi dapat diketahui ketika pemeriksaan

postmortem ditemukan cacing di dalam rumen dan retikulum. Sapi yang terinfeksi

Paramphistomum sp. dalam jumlah sedikit akan ditemukan beberapa ekor saja,

sedangkan sapi yang terinfeksi Paramphistomum sp. dalam jumlah banyak akan

terlihat permukaan rumen dan retikulum dipenuhi Paramphistomum sp. sehingga

rumen tersebut terlihat berwarna merah muda atau merah kecoklatan, seperti pada

Gambar 5 (David et al., 2010).

Page 19: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

9

Gambar 5. Infeksi Paramphistomum sp. pada rumen (a) dan retikulum (b)

(David et al., 2010)

Paramphistomum sp. yang berhabitat di usus halus akan menempel pada

lapisan usus, seperti yang terlihat pada Gambar 6. Dalam jumlah banyak, cacing

dapat merusak dan menyebabkan peradangan usus akut sehingga infeksi ini dapat

mengakibatkan kematian. Perubahan histopatologi pada usus halus yang dilewati

cacing muda akan memperlihatkan daerah-daerah yang mengerut (strangulasi) dan

mukosa terlihat nekrosis, seperti terlihat pada Gambar 7 (Llyod et al., 2007).

Gambar 6. Paramphistomum sp. melekat pada usus kecil

(Llyod et al., 2007)

Gambar 7. Mikroskopik Paramphistomum sp. melekat pada lapisan

usus kecil (Llyod et al., 2007)

Page 20: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

10

2.1.7 Pengendalian dan Pencegahan

Pengendalian penyakit parasitik terutama yang disebabkan oleh cacing

Paramphistomum sp. tidak hanya dilakukan dengan pengobatan ternak yang

terinfeksi, tetapi juga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya reinfeksi pada

ternak (Melaku and Addis 2012). Pencegahan paramphistomiasis dapat dilakukan

dengan memberikan obat pembunuh siput, pengeringan parit dan menutup

genangan air (Morgan, 2003).

Pencegahan terhadap cacing dewasa Paramphistomum sp. dengan

pemberian anthelmintika. Anthelmintika juga berperan dalam mengurangi sumber

infeksi untuk hospes perantara sehingga mengurangi perkembangan larva di

padang rumput. Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan

menghindarkan ternak dari penggembalaan di padang rumput ketika musim hujan

(Llyod et al., 2007).

2.1.8 Pengobatan

Pengobatan terhadap infeksi Paramphistomum sp. terdiri atas dua bagian,

yakni pengobatan yang ditujukan untuk membunuh cacing dewasa di dalam

rumen dan pengobatan yang ditujukan untuk membunuh cacing muda bila terjadi

suatu ledakan penyakit (outbreak) (Gandahusada et al., 2000).

Obat-obat yang dapat digunakan untuk membunuh Paramphistomum sp.

adalah meniclopholen (niclofolan®, bilevon

®), mensonil (niclosaminde

®,

yomeson®

) dan resorentel (terenol®

) (Subronto, 2007).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Paramphistomiasis pada Ternak

Paramphistomiasis umumnya menyerang ternak ruminansia terutama sapi

dan kerbau. Tingkat infeksi cacing tergantung dari derajat infeksi dan daya tahan

tubuh ternak terhadap penyakit (Tuasikal and Suhardono, 2006). Menurut Raza et

al. (2009), paramphistomiasis pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain umur ternak, jenis kelamin, jenis ternak, penggunaan anthelmintika,

pendidikan dan status ekonomi peternak, serta manajemen ternak. Manajemen

pemeliharaan ternak merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

infeksi cacing pada ternak (Purwanta et al., 2009).

Daerah yang memiliki suhu 25-30 0C membantu pertumbuhan telur-telur

cacing menjadi larva yang infektif bagi hospes definitif dan merupakan kondisi

optimum berlangsungnya penularan lewat padang rumput. Banyaknya vegetasi

pada lahan penggembalaan, menjadikan daerah tersebut lembab dan lama dalam

menyimpan air sehingga memungkinkan berbagai jenis cacing untuk melanjutkan

siklus hidupnya. Hasil penelitian dari 9 jenis parasit gastrointestinal yang

menginfeksi paling banyak adalah Paramphistomum sp. dan Fasciola sp. yang

keduanya termasuk kelas trematoda (cacing daun). Kejadian kedua jenis parasit

cacing ini disebabkan oleh pengambilan sampling dilakukan pada daerah yang

basah atau pakan yang diberikan berasal dari lahan persawahan sehingga

memungkinkan perkembangan cacing ini yang memerlukan hospes perantara

(siput air) (Sugama and Suyasa 2011).

Page 21: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

11

Melaku and Addis (2012) menyatakan bahwa prevalensi paramphistomiasis

yang lebih tinggi pada ternak betina diduga disebabkan ternak betina umumnya

dipelihara lebih lama sebagai induk untuk breeding sehingga resiko paparan oleh

Paramphistomum sp. akan lebih besar. Selain itu, ketidakstabilan imunitas ternak

betina pada masa bunting, melahirkan dan laktasi diduga dapat berpengaruh

terhadap infeksi cacing dan kondisi tubuh yang buruk pada ternak akan

memperparah paramphistomiasis.

Sapi dewasa (usia >12 bulan) memiliki prevalensi paramphistomiasis lebih

tinggi dibandingkan dengan sapi yang lebih muda (usia<12 bulan). Tingginya

kejadian paramphistomiasis pada hewan dewasa diduga berkaitan dengan

frekuensi penggembalaan yang lebih sering sehingga meningkatkan peluang

terinfeksi metaserkaria Paramphistomum sp., sedangkan tingginya prevalensi

pada ternak yang digembalakan diduga berkaitan dengan tingginya tingkat

kontaminasi lapangan penggembalaan, potensi biologi yang tinggi dari siput

sebagai hospes perantara dan pemberian anthelmintik yang tidak tepat, serta

kurangnya tindakan pengendalian (Yasa, 2013).

Menurut Abidin (2002), konsumsi pakan hijauan yang tercemar

metaserkaria dapat menyebabkan tingkat infeksi cacing yang cukup tinggi. Sapi

yang diberi pakan dengan ¾ bagian jerami menderita paramphistomiasis cukup

tinggi. Infeksi ini terjadi dikarenakan metaserkaria pada batang padi umumnya

tersebar di sepertiga bagian bawah batang padi atau pada bagian bawah sekitar 10-

15 cm dari tanah.

Pemberian anthelmintika pada ternak mutlak diperlukan dalam

pengendalian infeksi cacing. Pada umumnya sebagian besar ternak sudah diberi

anthelmentik. Akan tetapi, masih banyak yang terinfeksi Paramphistomum sp.

Efektivitas pemberian anthelmintika dipengaruhi oleh ketepatan dosis, sprektrum

anthelmintika dan cara pemberian (Pfukenyi et al., 2006). Tingginya prevalensi

paramphistomiasis pada ternak yang diberi anthelmintika diduga berkaitan dengan

kurangnya pengetahuan peternak terhadap penggunaan anthelmintik (Yasa, 2013).

Selain itu, Purwanta et al. (2009) berpendapat bahwa peternak hanya akan

memberi anthelmintika jika ternaknya menunjukkan gejala klinis terinfeksi

cacing.

Sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menjaga kesehatan ternak

sebagai tindakan preventif untuk mencegah terjangkitnya penyakit pada ternak.

Selain itu, sanitasi kandang yang buruk dapat menyebabkan imunitas tubuh hewan

menurun. Melaku and Addis (2012) mengatakan bahwa infeksi

Paramphistomum sp. pada ternak akan lebih tinggi kejadiannya pada hewan

ternak dengan imunitas yang rendah. Sebagian besar kandang sapi yang sudah

dilakukan pembersihan secara teratur, tetapi masih ditemukan ternak sapi yang

terinfeksi Paramphistomum sp. Infeksi ini terjadi pada saat ternak digembalakan

di tempat penggembalaan atau melalui pakan yang mengandung metaserkaria.

Page 22: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

12

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2014 sampai 16 Juli 2014.

Pengambilan sampel dilaksanakan di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone.

Pemeriksaan sampel feses dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Balai Besar

Veteriner (BBVET) Maros.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling

Populasi penelitian adalah semua sapi Bali yang terdapat di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone sebanyak 32.410 ekor (BPS, 2013). Kecamatan

Libureng dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki jumlah populasi sapi

yang paling tinggi di Kabupaten Bone.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor sapi Bali yang

tersebar di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Besaran sampel ditentukan

dengan asumsi tingkat kejadian paramphistomiasis sebesar 50% dan tingkat

kepercayaan 90%. Besaran sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Selvin, 2004) :

𝒏 =𝟒 𝑷(𝟏 − 𝑷)

𝑳𝟐

Keterangan : n = Besaran sampel feses sapi yang diambil

P = Asumsi dugaan tingkat kejadian paramphistomiasis (50%)

L = Tingkat kesalahan 10% (0.1)

n = 4(0.5)(1-0.5)

(0.1)2

n = (2)(0.5)

0.01=

1

0.01

n = 100 ekor

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah rambang proporsional

dengan mengambil sampel dalam setiap desa yang terdapat di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone. Setiap desa ditentukan jumlah sampel yang akan

diambil dengan cara membagi jumlah populasi per desa dengan jumlah populasi

per kecamatan kemudian dikalikan dengan jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian.

n =4P(1-P)

L2

Page 23: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

13

3.2.2 Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah feses, kapas, air,

methylene blue dan formalin 10%.

3.2.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantong plastik,

coolbox, refrigerator, timbangan, object glass, cover glass, mikroskop, sentrifus,

tabung plastik sentrifus bertutup yang mempunyai skala ukuran volume 30 ml,

saringan teh, mortar, gelas ukur, pipet pastuer, sendok pengaduk dan botol pot

plastik.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang

memberikan gambaran atau uraian mengenai prevalensi paramphistomiasis pada

sapi Bali. Keberadaan telur Paramphistomum sp. dalam feses dideteksi dengan

menggunakan metode sedimentasi, sedangkan untuk mengetahui angka prevalensi

paramphistomiasis menggunakan rumus prevalensi.

3.3.2 Pengambilan Feses

Pengambilan feses dilakukan secara per rektal, sebanyak kurang lebih 4

gram setiap ekor sapi. Feses segar dimasukkan ke dalam kantong plastik bersama

dengan kapas yang telah diberi formalin untuk mencegah menetasnya telur selama

pengangkutan dan penyimpanan. Setiap spesimen diberi label yang memuat

keterangan nama sapi, waktu pengambilan dan catatan lain yang dianggap perlu.

Setelah itu, spesimen dibawa dengan menggunakan coolbox dari tempat

pengambilan sampel, kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator selama ± 3 hari

sampai dilakukan pemeriksaan di laboratorium.

3.3.3 Pengujian Laboratorium

Pemeriksaan feses dengan metode sedimentasi digunakan untuk

mengidentifikasi telur trematoda (Paramphistomum sp.) di dalam feses karena

telur trematoda yang relatif besar dan berat dibandingkan dengan telur nematoda.

Feses ditimbang sebanyak 2 gram dan dicampur dengan sedikit air kemudian

diaduk sampai merata dengan menggunakan mortar. Setelah campuran homogen,

lalu disaring menggunakan saringan teh dan hasil saringan tersebut dimasukkan

ke dalam tabung sentrifus. Setelah itu, tabung sentrifus diseimbangkan kemudian

disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Jika sentrifus tidak bisa

digunakan, campuran tersebut didiamkan selama 20-30 menit. Proses selanjutnya,

supernatan dibuang sementara sedimennya dibiarkan mengendap. Sedimen yang

berada pada permukaan dan dasar tabung masing-masing diambil dengan pipet

pastuer dan diletakkan di atas object glass yang berbeda (jika terlalu keruh

ditambahkan 1 tetes air dan diaduk), kemudian ditambahkan 1 tetes larutan

methylene blue lalu dicampur secara merata dan ditutup dengan cover glass.

Selanjutnya, kedua object glass tersebut diperiksa menggunakan mikroskop

dengan perbesaran 100 x (Urquhart et al., 2000).

Page 24: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

14

3.3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis secara

deskriptif. Prevalensi dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini

(Budiharta, 2002) :

Keterangan: F : Jumlah sampel positif

N : Total jumlah sampel yang diperiksa

Prevalensi = F

N × 100%

Page 25: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui kejadian paramphistomiasis di Kecamatan Libureng,

Kabupaten Bone telah dilakukan penelitian mulai tanggal 29 Juni 2014 sampai 16

Juli 2014. Sebanyak 100 sampel feses dikumpulkan secara rambang proporsional

dengan mengambil sampel dalam setiap desa. Sampel diambil pada 20 desa yang

terdapat di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Setiap desa ditentukan jumlah

sampel yang diambil dengan cara membagi jumlah populasi per desa dengan

jumlah populasi per kecamatan kemudian dikalikan dengan jumlah sampel yang

digunakan dalam penelitian (100 ekor). Hasil perhitungan jumlah sampel dalam

setiap desa di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, disajikan pada Tabel 1 di

bawah ini.

Tabel 1. Jumlah sampel dalam setiap desa di Kecamatan Libureng, Kabupaten

Bone

No Desa Populasi Jumlah Sampel

1 Baringeng 2063 6

2 Tompobulu 1682 5

3 Ponre-ponre 1836 5

4 Laburasseng 1589 5

5 Tappale 1735 5

6 Polewali 1196 3

7 Suwa 480 2

8 Pitumpidange 1129 4

9 Wanuawaru 1150 4

10 Ceppaga 1994 6

11 Mattiro walie 2685 8

12 Mario 1882 6

13 Poleonro 1947 6

14 Tanabatue 1073 3

15 Swadaya 1547 5

16 Binuang 1291 4

17 Mattiro deceng 1305 4

18 Bune 3095 10

19 Mallinrung 1754 6

20 Mattiro bulu 977 3

Jumlah 32410 100

Pemeriksaan feses dilakukan dengan menggunakan metode sedimentasi di

Laboratorium Parasitologi, Balai Besar Veteriner (BBVET) Maros. Hasil

pemeriksaan tersebut dapat diidentifikasi telur Paramphistomum sp. yang nampak

di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x, seperti pada Gambar 8.

Page 26: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

16

Gambar 8. Hasil pemeriksaan feses dengan metode sedimentasi (panah merah:

telur Paramphistomum sp.)

Telur Paramphistomum sp. dengan morfologi berkerabang tipis dan agak

menebal di bagian ujung operkulum dengan warna blastomer kuning cerah dan

tidak terlalu padat serta ukuran yang relatif besar. Secara umum morfologi ini

hampir sama dengan telur Paramphistomum sp. menurut literatur, seperti yang

terlihat pada Gambar 9. (Lukesova, 2009). Telur cacing yang mempunyai

persamaan dengan Paramphistomum sp. adalah Fasciola sp. sehingga adanya

telur cacing ini akan mempersulit dalam pemeriksaan. Telur Paramphistomum sp.

mempunyai kulit telur transparan dan menyerap warna bila diwarnai dengan

methylen blue sehingga akan nampak berwarna biru sedang sel-selnya agak lebih

besar bila dibandingkan dengan telur Fasciola sp. sedangkan telur Fasciola sp.

kulit telur berwarna kuning dengan operkulum pada salah satu ujung telur dan sel-

sel embrional yang kurang jelas. Telur Fasciola sp. tidak menyerap warna

methylen blue sehingga tetap berwarna kuning. Perbandingan telur

Paramphistomum sp. dari hasil penelitian dengan literatur dapat dilihat pada

Gambar 9 berikut ini.

Gambar 9. A) Telur Paramphistomum sp. (hasil penelitian) dan B) Telur

Paramphistomum sp. sesuai literatur (Lukesova, 2009) Keterangan: (a) Operkulum (b) Blastomer berwarna kuning cerah dan tidak terlalu

padat memenuhi rongga telur

A

B

a a

b

b

Page 27: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

17

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dari seluruh jumlah sampel

maka dapat diketahui distribusi kejadian paramphistomiasis pada sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone pada tabel berikut:

Tabel 2.Distribusi paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng,

Kabupaten Bone

No Desa Jumlah

Sampel

Paramphistomum sp.

Positif Negatif

1 Baringeng 6 2 4

2 Tompobulu 5 3 2

3 Ponre-ponre 5 4 1

4 Laburasseng 5 4 1

5 Tappale 5 5 0

6 Polewali 3 2 1

7 Suwa 2 1 1

8 Pitumpidange 4 1 3

9 Wanuawaru 4 3 1

10 Ceppaga 6 3 3

11 Mattiro walie 8 4 4

12 Mario 6 4 2

13 Poleonro 6 3 3

14 Tanabatue 3 2 1

15 Swadaya 5 2 3

16 Binuang 4 2 2

17 Mattiro deceng 4 2 2

18 Bune 10 3 7

19 Mallinrung 6 4 2

20 Mattiro bulu 3 3 0

Tabel 2 di atas dapat dilihat dari 100 sampel feses yang diambil pada 20

desa yang terdapat di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, sebanyak 57 ekor

sapi Bali positif paramphistomiasis. Prevalensi paramphistomiasis pada sapi Bali

di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone dihitung dengan menggunakan rumus

seperti di bawah ini:

Prevalensi = F

N×100%

Keterangan:

F : Jumlah sampel positif paramphistomiasis (57)

N : Total jumlah sampel yang diperiksa (100)

Prevalensi paramphistomiasis =57

100×100%

Prevalensi paramphistomiasis = 57%

Page 28: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

18

Berdasarkan perhitungan di atas maka diperoleh hasil bahwa prevalensi

paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone dapat

dikatakan cukup tinggi yaitu sebesar 57%. Angka tersebut hampir sama dengan

hasil penelitian Beriajaya et al. pada tahun 1981 di Sulawesi Selatan yaitu sebesar

53.23%, tetapi berbeda dengan penelitian Wirawan (2011) yang melaporkan

kejadian paramphistomiasis di Kabupaten Bone dengan angka prevalensi lebih

rendah yaitu sebesar 29.23% serta Wirawan (2011) juga pernah melaporkan

kejadian paramphistomiasis pada sapi Bali di Kabupaten Barru yaitu sebesar

31.16%. Purwanta et al. (2009) melaporkan kejadian paramphistomiasis yang jauh

lebih rendah yaitu sebesar 1.31% pada sapi di Kabupaten Gowa.

Prevalensi paramphistomiasis pada sapi disetiap wilayah berbeda-beda.

Perbedaan tingkat prevalensi dapat disebabkan oleh perbedaan geografis yang

mempengaruhi keberadaan siput sebagai hospes antara dan daya tahan

metaserkaria di lingkungan serta teknik diagnosa (Mage et al., 2000). Selain

geografis, prevalensi paramphistomiasis pada ternak juga dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain manajemen pemeliharaan ternak, umur ternak, jenis

kelamin ternak, penggunaan anthelmintik, pendidikan dan status ekonomi

peternak (Raza et al., 2009).

Sistem pemeliharaan ternak adalah salah satu faktor yang berpengaruh

dalam kejadian penyakit parasitik pada hewan ternak. Umumnya sistem

pemeliharaan sapi di kecamatan ini masih bersifat tradisional yaitu digembalakan

secara terus menerus (Gambar 10) sehingga diduga mempunyai peluang untuk

terinfeksi Paramphistomum sp. relatif tinggi. Menurut Melaku and Addis (2012)

bahwa tingginya tingkat prevalensi pada ternak yang digembalakan diduga

berkaitan dengan tingginya tingkat kontaminasi lapangan pengembalaan dan

potensi biologi yang cukup tinggi dari siput sebagai hospes antara.

Gambar 10. Sistem pemeliharaan di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone Sumber: Dokumentasi Pribadi 2014

Menurut Melaku and Addis (2012) bahwa infeksi Paramphistomum sp.

pada sapi juga dipengaruhi oleh umur. Prevalensi paramphistomiasis lebih rendah

pada ternak muda karena disebabkan oleh frekuensi pemberian pakan rumput

Page 29: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

19

pada ternak muda lebih rendah dibandingkan ternak dewasa sehingga

kemungkinan terinfeksi metaserkaria akan lebih kecil, sedangkan penelitian

Darmono (1983) menunujukkan ternak ruminansia yang sudah dewasa atau

pernah mengalami infeksi cacing dewasa di dalam rumennya akan kebal terhadap

infeksi baru (reinfeksi). Penelitian ini tidak difokuskan pengamatan pada umur

karena pengambilan sampel sapi umumnya berumur lebih dari 1 tahun.

Infeksi Paramphistomum sp. umumnya terjadi saat sapi sebagai hospes

definitif memakan rumput atau jerami yang mengandung metaserkaria (Abidin,

2002). Metaserkaria adalah larva infektif yang akan menembus dan memakan

jaringan dari dinding usus kecil kemudian bermigrasi kedalam rumen (Njoku and

Nwoko, 2009). Kelangsungan hidup serta penyebaran Paramphistomum sp.

bergantung pada kehadiran siput (Lymnea rubiginosa) sebagai hospes antara.

Metaserkaria berasal dari serkaria yang keluar dari siput. Mirasidium akan mati

apabila tidak menemukan siput, walaupun metaserkaria tahan terhadap kondisi

kering. Siput Lymnea rubiginosa yang biasanya hidup di sawah tidak tahan

kekeringan dan akan mati apabila tidak ditemukan tempat yang berair

(Kusumamiharja, 1992). Siput sebagai hospes antara yang berhabitat pada

lingkungan yang berair dengan vegetasi yang baik seperti di sekitar aliran sungai,

danau, sawah, kolam dan daerah berawa. Areal sekitar kandang sapi Bali di

Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sempat ditemukan beberapa siput, seperti

yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hospes antara (siput) yang ditemukan di areal kandang sapi warga Sumber: Dokumentasi Pribadi 2014

Sapi yang tidak sehat akan terlihat jelas pada feses sapi yang diperiksa.

Akan tetapi, sapi yang positif pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya gejala

klinis seperti halnya sapi yang terinfeksi paramphistomiasis seperti diare yang

berbau busuk, depresi dan mengalami gastrointestinal. Kondisi fisik antara sapi

terinfeksi dan tidak terinfeksi di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sukar

untuk dibedakan. Sebagaimana dilaporkan Roger and David (2011) yang

menyatakan bahwa cacing dewasa Paramphistomum sp. yang melekat pada

dinding rumen menyebabkan sedikit atau tidak ada tanda-tanda klinis.

Page 30: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

20

Salah satu gejala klinis ternak yang terinfeksi Paramphistomum sp. adalah

memiliki Body Condition Score (BCS) dalam kategori kurus (1–3) (Melaku and

Addis 2012). Selain BCS kurus, pada penelitian ini juga ditemukan sapi dengan

BCS optimum (5–7) mengalami paramphistomiasis diduga sampel tersebut

terinfeksi Paramphistomum sp. masih tergolong dalam infeksi ringan sehingga

akibat yang ditimbulkan belum terlihat. Javed et al. (2006) menyatakan bahwa

ternak yang terinfeksi Paramphistomum sp. umumnya mengalami infeksi ringan

dan tidak menunjukkan gejala klinis.

Cacing muda Paramphistomum sp. yang terdapat di dalam usus halus

merupakan faktor yang penting dalam patogenisitas dari paramphistomiasis ini.

Mukosa rumen dari sapi yang terinfeksi Paramphistomum sp. terlihat kepucatan

atau anemik akibat gigitan cacing dewasa. Perubahan akibat gigitan ini

kemungkinan akan bisa menyebabkan gangguan terhadap kerja rumen, sehingga

akibat infeksi Paramphistomum sp. bila dibiarkan berlarut-larut bisa menjadi

cukup serius, sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Javed et al., 2008).

Selain itu, Infeksi parasit ini dapat juga menyebabkan kerusakan jaringan dan

organ, menurunnya produksi susu, daging dan kulit serta lambatnya pertumbuhan

ternak (Anosike et al., 2005)

Pemberian anthelmintik pada ternak mutlak diperlukan dalam pengendalian

cacing parasit. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa sebagian besar peternak

sapi di Kecamatan Libureng tidak pernah memberi anthelmintik kepada

ternaknya, diduga peternak memberikan anthelmintik ketika sapi mereka

mengalami penyakit cacingan. Purwanta et al. (2009) menyatakan bahwa peternak

hanya akan memberi anthelmintik jika ternaknya menunjukkan gejala klinis

kecacingan.

Page 31: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

21

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi paramphistomiasis pada

sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone sebesar 57%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk perlu dilakukan penelitian

lanjutan terhadap kejadian paramphistomiasis pada sapi Bali di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang

mempengaruhinya sebagai bahan untuk merancang program pengendalian

paramphistomiasis di daerah tersebut.

Page 32: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

22

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 2002. Penggemukan sapi potong. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Anosike JC, Opara MN, Okoli CG, Okoli IC. 2005. Prevalance of parasitic

helminthes among ruminants in Etiti Area of Imo State, Nigeria. Animal

Production Research Advances. 1(1): 13-19.

Beriajaya, Soetedjo R. 1979. Laporan inventarisasi parasit cacing pada ternak

di RPH Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan [Laporan

Penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian Penyakit Hewan.

Beriajaya, Soetedjo R, Adiwinata G. 1981. Beberapa aspek epidemiologi dan

biologi Paramphistomum di Indonesia. Seminar Parasitologi Nasional II.

1981 Jun 24-27, Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Statistika Peternakan Sulawesi Selatan Tahun

2013. Sulawesi Selatan (ID): BPS.

Budiharta S. 2002. Kapita selekta epidemiologi veteriner. Yogyakarta (ID):

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Gadjah Mada.

Darmono. 1983. Parasit cacing Paramphistomum sp. pada ternak ruminansia dan

akibat infestasinya. Bogor: Balai Penelitian Penyakit Hewan. Wartazoa. 1:

(2).

Darmono, Adiwinata G, Djayasasmita M. 1983. Paramphistomiasis pada sapi Bali

I [Laporan Penelitian]. Bogor: Balai Penelitian Penyakit Hewan.

David RN, Siswatiana RT, Tri Ananda EN. 2013. Investigasi keberadaan cacing

Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang bearasal dari Tempat

Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo. Jurnal Peternakan. Fakultas Ilmu

Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Mengenal sapi Bali. Jakarta

(ID): Ditjennak.

Gandahusada, Pribadi SW, Herry DI. 2000. Parasitologi kedokteran. Jakarta (ID):

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.

Hamdan A. 2014. Paramphistomiasis pada ternak ruminansia. Pusat Dokumentasi

dan Informasi Ilmiah: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (akan

diterbitkan).

Harminda D. 2011. Infestasi parasit cacing Neoascaris vitulorum pada ternak sapi

pesisir di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang [Skripsi]. Sumatera

Barat: Fakultas Peternakan, Universitas Andalas.

Javed KU, Akhtar T, Maqbool A, Aness A. 2006. Epidemiology of

paramphistomiasis in buffaloes under different managemental conditions at

four districts of Punjab Propince Pakistan. Irianian J Vet Res. 7(3): 68-73.

Javed KU, Akhtar T, Maqbool A, Masood S. 2008. Epidemiological studies of

paramphistomosis in cattle. Veterinarski Arhiv. 78(3): 243-251.

Kamaruddin M, Fahrimal Y, Hambal M, Hanafiah M. 2005. Buku Ajar

Parasitologi Veteriner. Banda Aceh (ID): Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Syah Kuala.

Khan MK, Sajid MS, Khan MN, Iqbal Z, Iqbal MU. 2008. Bovine fasciolosis:

prevalence, effects of treatment on productivity and cost benefit analysis

infive districts of Punjab, Pakistan. Res Vet Sci. 87: 70–75.

Page 33: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

23

Kusumamiharja S.1992. Parasit dan parasitosis pada hewan ternak dan hewan

piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut

Pertanian Bogor.

Lloyd J, Joe B, Stephen L. 2007. Stomach fluke (paramphistomes) in ruminants.

Primefact. 452: 1-4.

Lukesova D. 2009. Atlas of Livestock Parasites Digitized Collection of

Microscopical Preparations. Institute of Tropics and Subtropics: Czech

University of Life Sciences Prague, Czech Republic.

Mage C, Bourgne C, Toullieu JM, Rondelaud D, Dreyfuss G. 2002. Fasciola

hepatica and Paramphistomum daubneyi: changes in prevalences of

natural infections in cattle and in Lymnaea truncatula from central

Franceover the past 12 years. Vet Res. 33: 439–447.

Melaku S, Addis M. 2012. Prevalence and intensity of Paramphistomum in

ruminants slaughtered at Debre Zeit Industrial Abattoir, Ethiopia. Glob

Vet. (8)3: 315-319.

Michel K, Upton SJ. 2013. Animal and human parasite images. [terhubung

berkala]. http://www.kstate.edu /parasitology /625 tutorials/index.html. [23

Februari 2014].

Morgan BB. 2003. Veterinary Helminthology. Minneapolis: Burger Publishing

Company.

Murtiyeni, Juarini E, Manurung J. 2009. Penyakit parasit pada ternak ruminansia

[Laporan Penelitian]. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

Muzani A, Tanda SP, Luh Gde SA. 2010. Petunjuk praktis manajemen

pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi. NTB (ID): Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian.

Nofyan E, Mustaka K, Rosdiana I. 2008. Identitas jenis telur cacing parasit usus

pada ternak sapi (Bos sp.) dan kerbau (Bubalus sp.) di rumah potong

hewan Palembang. Jurnal Penelitian Sains. 10: 06-11.

Njoku TRF, Nwoko BEB. 2009. Prevalance of paramphistomiasis among sheep

slaughtered in some selected abattoirs in imo state, Nigeria. Science World

Journal. (4): 4.

Pfukenyi DM, Mukaratirwa S, Willingham AL, Monrad J. 2006. Epidemiological

studies of Fasciola gigantica infections in cattle in the highveld and

lowveld communal grazing areas of Zimbabwe. Onderstepoort J Vet Res.

73: 37–51.

Purwanta, Nuraeni, Hutauruk JD, Setiawaty S. 2009. Identifikasi cacing saluran

pencernaan (gastrointestinal) pada sapi Bali melalui pemeriksaan tinja di

Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem. 5(1): 10-21.

Putratama R. 2009. Hubungan kecacingan pada ternak sapi di sekitar Taman

Nasional Way Kambas dengan kemungkinan kejadian kecacingan pada

badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Raza MA, Murtaza S, Bachaya HA, Hussain A. 2009. Prevalence of

Paramphistomum cervi in ruminants slaughtered in district Muzaffar Garh.

Pakistan Vet J. 29(4): 214-215.

Roger B, David W. 2011. Color Atlas of Diseases and Disorders of Cattle Third

Edition. Mosby Elsevier.

Page 34: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

24

Selvin S. 2004. Statistical analysis of epidemiology data. London (UK): Oxford

University Pres.

Shabih HS, Juyal PD. 2006. Diagnosis of paramphistomosis in domestik animal in

Punjab (INDIA). Proceedings of The 11th International symposium on

veterinary an Economic [internet]. Tersedia pada: www.sciquest.org.nz.

Siswansyah D, Tarmudji D, Ahmad SN, Wasito. 1989. Survey penyakit parasit

menular pada ternak sapi dan kerbau di Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan [Laporan Penelitian]. Banjarbaru: Balai Penelitian

Veteriner.

Subekti S, Mumpuni SM, Kusnoto. 2007. Ilmu penyakit nematoda veteriner.

Surabaya (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.

Subronto. 2007. Ilmu penyakit ternak II (mamalia) manajemen kesehatan ternak

parasitisme gastrointestinal dan penyakit metabolisme. Yogyakarta (ID):

Gadjah Mada University Press.

Subronto, Tjahajati I. 2001. Ilmu penyakit ternak II. Yogyakarta (ID): Gadjah

Mada University Press.

Sugama IN, Suyasa IN. 2011. Keragaan infeksi parasit gastrointestinal pada sapi

Bali model kandang simantri [Laporan Penelitian]. Bali: Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian.

Suryana. 2006. Tinjauan aspek penyakit dan upaya penanggulangannya pada

ternak ruminansia besar di Kalimantan Selatan. Lokakarya Nasional

Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis. Kalimantan

Selatan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Pros. hlm. 144-150.

Suweta IGP. 1982. Kerugian ekonomi oleh cacing hati pada sapi Bali sebagai

implikasi interaksi dalam lingkungan hidup pada ekosistem pertanian di

Bali [Disertasi]. Bandung: Universitas Padjajaran

Tantri N, Setyawati TR, Khotimah S. 2013. Prevalensi dan intensitas telur cacing

parasit pada feses sapi (Bos sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota

Pontianak Kalimantan Barat. Jurnal Protobiont. 2(2): 102-106.

Tuasikal BJ, Suhardono. 2006. Pengaruh infeksi Fasciola gigantica (cacing hati)

iradiasi terhadap gambaran darah kambing (Capra hircuslinn). JITV.

11(4): 317-323

Urquhart GM, Armour J, Duncan JL, Dunn AM, Jennings FW. 2000. Veterinary

Parasitology. 3rd. Edn, Longman Scientific Technology UK. PP: 64-71.

Wirawan PH. 2011. Laporan kegiatan survey internal dan eksternal parasit

(Kabupaten Barru, Poso, Bone dan Sigi) [Laporan Penelitian]. Maros:

Balai Besar Veteriner Maros.

Yasa NF. 2013. Prevalensi, derajat infeksi, dan faktor risiko paramphistomosis

pada peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan Ujungjaya, Sumedang

[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Page 35: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

25

LAMPIRAN

1. Hasil pemeriksaan Telur Paramphistomum sp. pada sapi Bali di Kecamatan

Libureng, Kabupaten Bone

No Kode

Waktu Penelitian

Nama Desa Hasil Pengambilan

sampel

Pemeriksaan

feses

1. 001 29/06/2014 2/07/2014 Pitumpidange +

2. 002 29/06/2014 2/07/2014 Pitumpidange -

3. 003 29/06/2014 2/07/2014 Pitumpidange -

4. 004 29/06/2014 2/07/2014 Pitumpidange -

5. 005 29/06/2014 2/07/2014 Wanuawaru -

6. 006 29/06/2014 2/07/2014 Wanuawaru +

7. 007 29/06/2014 2/07/2014 Wanuawaru +

8. 008 29/06/2014 2/07/2014 Wanuawaru +

9. 009 29/06/2014 2/07/2014 Suwa +

10. 010 29/06/2014 2/07/2014 Suwa -

11. 011 29/06/2014 2/07/2014 Polewali +

12. 012 29/06/2014 2/07/2014 Polewali -

13. 013 29/06/2014 2/07/2014 Polewali +

14. 014 30/06/2014 2/07/2014 Mattiro bulu +

15. 015 30/06/2014 2/07/2014 Mattiro bulu +

16. 016 30/06/2014 2/07/2014 Mattiro bulu +

17. 017 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung +

18. 018 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung +

19. 019 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung -

20. 020 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung +

21. 021 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung +

22. 022 30/06/2014 2/07/2014 Mallinrung -

23. 023 30/06/2014 2/07/2014 Ceppaga +

24. 024 30/06/2014 2/07/2014 Ceppaga +

25. 025 30/06/2014 2/07/2014 Ceppaga +

26. 026 13/07/2014 15/07/2014 Ceppaga -

27. 027 13/07/2014 15/07/2014 Ceppaga -

28. 028 13/07/2014 15/07/2014 Ceppaga -

29. 029 30/06/2014 2/07/2014 Tappale +

30. 030 30/06/2014 3/07/2014 Tappale +

31. 031 30/06/2014 3/07/2014 Tappale +

32. 032 30/06/2014 3/07/2014 Tappale +

33. 033 30/06/2014 3/07/2014 Tappale +

34. 034 30/06/2014 3/07/2014 Laburasseng +

35. 035 30/06/2014 3/07/2014 Laburasseng +

36. 036 30/06/2014 3/07/2014 Laburasseng +

37. 037 30/06/2014 3/07/2014 Laburasseng -

38. 038 30/06/2014 3/07/2014 Laburasseng +

39. 039 30/06/1204 3/07/2014 Mario +

40. 040 30/06/2014 3/07/2014 Mario -

Page 36: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

26

No Kode

Waktu Penelitian

Nama Desa Hasil Pengambilan

sampel

Pemeriksaan

feses

41. 041 30/06/2014 3/07/2014 Mario +

42. 042 30/06/2014 3/07/2014 Mario -

43. 043 30/06/2014 3/07/2014 Mario +

44. 044 30/06/2014 3/07/2014 Mario +

45. 045 30/06/2014 3/07/2014 Ponre-ponre -

46. 046 30/06/2014 3/07/2014 Ponre-ponre +

47. 047 30/06/2014 3/07/2014 Ponre-ponre +

48. 048 30/06/2014 3/07/2014 Ponre-ponre +

49. 049 30/06/2014 3/07/2014 Ponre-ponre +

50. 050 12/07/2014 15/07/2014 Swadaya +

51. 051 12/0720/14 15/07/2014 Swadaya +

52. 052 12/07/2014 15/07/2014 Swadaya -

53. 053 12/07/2014 15/07/2014 Swadaya -

54. 054 12/07/2014 15/07/2014 Swadaya -

55. 055 12/07/2014 15/07/2014 Binuang +

56. 056 12/07/2014 15/07/2014 Binuang -

57. 057 12/07/2014 15/07/2014 Binuang -

58. 058 13/07/2014 15/07/2014 Binuang +

59. 059 13/07/2014 15/07/2014 Tompo bulu +

60. 060 13/07/2014 15/07/2014 Tompo bulu -

61. 061 13/07/2014 15/07/2014 Tompo bulu +

62. 062 13/07/2014 15/07/2014 Tompo bulu +

63. 063 13/07/2014 15/07/2014 Tompo bulu -

64. 064 13/07/2014 15/07/2014 Baringeng -

65. 065 13/07/2014 15/07/2014 Baringeng -

66. 066 13/07/2014 15/07/2014 Baringeng -

67. 067 13/07/2014 15/07/2014 Baringeng +

68. 068 13/07/2014 15/07/2014 Baringeng +

69. 069 12/07/2014 15/07/2014 Baringeng -

70. 070 12/07/2014 15/07/2014 Mattirodeceng +

71. 071 12/07/2014 15/07/2014 Mattirodeceng -

72. 072 12/07/2014 15/07/2014 Mattirodeceng +

73. 073 12/07/2014 15/07/2014 Mattirodeceng -

74. 074 12/07/2014 15/07/2014 Bune -

75. 075 12/07/2014 15/07/2014 Bune -

76. 076 12/07/2014 15/07/2014 Bune -

77. 077 12/07/2014 16/07/2014 Bune -

78. 078 12/07/2014 16/07/2014 Bune -

79. 079 12/07/2014 16/07/2014 Bune -

80. 080 12/07/2014 16/07/2014 Bune +

81. 081 12/07/2014 16/07/2014 Bune +

82. 082 12/07/2014 16/07/2014 Bune -

83. 083 12/07/2014 16/07/2014 Bune +

84. 084 12/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie -

85. 085 12/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie +

Page 37: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

27

No Kode

Waktu penelitian

Nama Desa Hasil Pengambilan

sampel

Pemeriksaan

feses

86. 086 12/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie +

87. 087 12/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie -

89. 089 13/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie -

90. 090 13/07/2014 16/07/2014 Mattirowalie +

93. 093 13/07/2014 16/07/2014 Tana batue +

94. 094 13/07/2014 16/07/2014 Tana batue +

95. 095 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro -

96. 096 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro +

97. 097 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro +

98. 098 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro -

99. 099 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro -

100. 100 13/07/2014 16/07/2014 Poleonro +

2. Dokumen penelitian

Foto 1. Sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone

Foto 2. Pengambilan feses secara rektal

Page 38: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

28

Foto 3. Pengujian laboratorium dengan metode sedimentasi

Foto 4. Hasil pemeriksaan dibawah mikroskop

.

Page 39: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

1

3. Data spesimen

Propinsi : Sulawesi Selatan

Kabupaten : Bone

Kecamatan : Libureng

Pemeriksaan : Paramphistomum sp. (Uji Sedimentasi)

No

Pemilik & Alamat Identitas Ternak Obat cacing

Kondisi tubuh Manaj./TK

Waktu

Pengambilan

sampel

Pemilik Alamat K Umur J B Prnh Blm

1. Firdaus Pitumpidange 001 1,5 thn √ - - √ Kurus dikandangkan 29/06/14

2. Firdaus Pitumpidange 002 2 thn √ - - √ - dikandangkan 29/06/14

3. Firdaus Pitumpidange 003 1 thn √ - - √ Kurus dikandangkan 29/06/14

4. Firdaus Pitumpidange 004 1 thn √ - - √ Kurus digembalakan 29/06/14

5. Adi Wanuawaru 005 4 thn √ - √ - - dikandangkan,

dedak+rumput 29/06/14

6. Adi Wanuawaru 006 4 thn √ - √ - - dikandangkan,

dedak+rumput 29/06/14

7. Adi Wanuawaru 007 5 thn √ - √ - - dikandangkan,

dedak+rumput 29/06/14

8. Adi Wanuawaru 008 5 thn √ - √ - - dikandangkan,

dedak+rumput 29/06/14

9. A.Mihdas Suwa 009 4 thn √ - - √ Kurus dikandangkan 29/06/14

10. A.Mihdas Suwa 010 4 thn - √ - √ Kurus dikandangkan 29/06/14

11. Abbas Polewali 011 8 thn - √ √ - - dikandangkan 29/06/14

12. Abbas Polewali 012 6 thn - √ √ - Kurus, bunting dikandangkan 29/06/14

13. Abbas Polewali 013 2,5 thn - √ √ - Bunting dikandangkan 29/06/14

Page 40: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

2

14. Mahmud Mattiro bulu 014 2,5 thn - √ - √ - dikandangkan 30/06/14

15. Sudding Mattiro bulu 015 8 thn - √ - √ - dikandangkan 30/06/14

16. Edar Mattiro bulu 016 8 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

17. Rusdi Mallinrung 017 1,6 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

18. Rusdi Mallinrung 018 1,8 thn √ - - √ Kurus digembalakan 30/06/14

19. Rusdi Mallinrung 019 1,3 thn √ - √ - - dikandangkan 30/06/14

20. Ria Mallinrung 020 2,5 thn - √ √ - - dikandangkan 30/06/14

21. Limung Mallinrung 021 4 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

22. H.Saleng Mallinrung 022 3 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

23. Rosnia Ceppaga 023 3 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

24. Rosnia Ceppaga 024 4 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

25. Nurdin Ceppaga 025 2,5 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

26. Lamma Ceppaga 026 3 thn - √ - √ - Liar 13/07/14

27. Junaida Ceppaga 027 1,5 thn - √ - √ - Liar 13/07/14

28. Wania Ceppaga 028 2 thn - √ - √ - Liar 13/07/14

29. Muslimin Tappale 029 2,5 thn √ - - √ Kurus digembalakan 30/06/14

30 Muslimin Tappale 030 2,5 thn √ - √ - - digembalakan 30/06/14

31. Muslimin Tappale 031 2,5 thn √ - - √ Encer,kurus digembalakan 30/06/14

32. Mumin Tappale 032 2,5 thn - √ - √ - digembalakan 30/06/14

33. Mira Tappale 033 2 thn - √ √ - - digembalakan 30/06/14

34. Maduing Laburasseng 034 3 thn - √ - √ - digembalakan 30/06/14

35. Rusia Laburasseng 035 5 thn - √ - √ - digembalakan 30/06/14

36. Rusia Laburasseng 036 3 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

37. Rusia Laburasseng 037 1,5 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

38. Rusia Laburasseng 038 2,5 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

39. Azis Mario 039 3 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

40. Azis Mario 040 3 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

Page 41: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

3

41. Amiruddin Mario 041 3 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

42. Jumain Mario 042 3 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

43. Jumain Mario 043 4 thn - √ - √ Bunting digembalakan 30/06/14

44. Jumain Mario 044 1,5 thn √ - - √ Kurus digembalakan 30/06/14

45. Sudirman Ponre-ponre 045 6 thn - √ - √ Bunting dikandangkan 30/06/14

46. Sudirman Ponre-ponre 046 4 thn - √ - √ - dikandangkan 30/06/14

47. Kalla Ponre-ponre 047 2 thn √ - - √ - digembalakan 30/06/14

48. Kalla Ponre-ponre 048 2 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

49. Kalla Ponre-ponre 049 2 thn √ - - √ - dikandangkan 30/06/14

50. Arifin Swadaya 050 2 thn √ - - - - dikandangkan 12/07/14

51. Arifin Swadaya 051 2 thn √ - - - Bunting dikandangkan 12/07/14

52. Ismail Swadaya 052 3 thn √ - √ - - digembalakan 12/07/14

53. Ismail Swadaya 053 6 thn - √ √ - - digembalakan 12/07/14

54. Ismail Swadaya 054 2 thn √ - - - Bunting digembalakan 12/07/14

55. Nurdin Binuang 055 4 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

56. Nurdin Binuang 056 4 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

57. Nurdin Binuang 057 2 thn √ - - √ Kurus digembalakan 12/07/14

58. Nurdin Binuang 058 2 thn √ - - √ Kurus digembalakan 12/07/14

59. Ambo Tompo bulu 059 2 thn √ - - √ Kurus digembalakan 13/07/14

60. Ambo Tompo bulu 060 2 thn √ - - √ - digembalakan 13/07/14

61. Iwati Tompo bulu 061 4 thn - √ - √ Kusam digembalakan 13/07/14

62. Iwati Tompo bulu 062 6 thn - √ - √ - digembalakan 13/07/14

63. Iwati Tompo bulu 063 6 thn - √ - √ - digembalakan 13/07/14

64. Amir Baringeng 064 2 thn √ - - √ - dikandangkan 13/07/14

65. Amir Baringeng 065 1,5 thn √ - - √ - dikandangkan 13/07/14

66. Amir Baringeng 066 2 thn √ - - √ - dikandangkan 13/07/14

67. Sardi Baringeng 067 4 thn √ - - √ - Lapangan 13/07/14

Page 42: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

4

68. Sardi Baringeng 068 3 thn - √ - √ - Lapangan 13/07/14

69. Sardi Baringeng 069 3 thn - √ - √ - Lapangan 13/07/14

70. Dahlan Matirodeceng 070 4 thn √ - - √ Kurus digembalakan 12/07/14

71. Dahlan Matirodeceng 071 4 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

72. Dahlan Matirodeceng 072 3 thn √ - - √ Kurus digembalakan 12/07/14

73. Dahlan Matirodeceng 073 3 thn √ - - √ Diare encer digembalakan 12/07/14

74. Kamarudi Bune 074 1,5 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

75. Kamarudi Bune 075 1,5 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

76. Nursia Bune 076 2 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

77. Nursia Bune 077 2 thn √ - - √ - dikandangkan 12/07/14

78. Ilanna Bune 078 2 thn √ - - √ - digembalakan 12/07/14

79. Ilanna Bune 079 4 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

80. A.Karin Bune 080 6 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

81. A.Karin Bune 081 6 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

82. A.Karin Bune 082 2 thn √ - - √ - digembalakan 12/07/14

83. A.Karin Bune 083 4 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

84. Yunus Mattirowalie 084 5 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

85. Yunus Mattirowalie 085 5 thn - √ - √ Kusam digembalakan 12/07/14

86. Yunus Mattirowalie 086 6 thn - √ - √ Kurus digembalakan 12/07/14

87. Yunus Mattirowalie 087 2 thn - √ - √ - digembalakan 12/07/14

88. Lia Mattirowalie 088 4 thn √ - - √ - Jalan 12/07/14

89. Lia Mattirowalie 089 4 thn √ - - √ - Jalan 13/07/14

90. Jala Mattirowalie 090 6 thn - √ - √ - Liar 13/07/14

91. Jala Mattirowalie 091 6 thn - √ - √ - Liar 13/07/14

92. Lampa Tana batue 092 2 thn √ - - √ - Lapangan 13/07/14

93. Lampa Tana batue 093 3 thn - √ - √ Kurus Lapangan 13/07/14

94. Lampa Tana batue 094 2,5 thn - √ - √ - Lapangan 13/07/14

Page 43: PREVALENSI PARAMPHISTOMIASIS PADA SAPI BALI DI … · Izinkan penulis dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Mama Hj. ... Amiin ya rabbal alamain.

5

95. H.Darwis Poleonro 095 4 thn √ - - √ Kurus digembalakan 13/07/14

96. H.Darwis Poleonro 096 2 thn - √ - √ - digembalakan 13/07/14

97. H.Darwis Poleonro 097 2 thn - √ - √ Kurus digembalakan 13/07/14

98. Arwin Poleonro 098 3 thn √ - - √ - digembalakan 13/07/14

99. Arwin Poleonro 099 4 thn √ - - √ - digembalakan 13/07/14

100 Arwin Poleonro 100 2 thn √ - - √ Kurus, kusam digembalakan 13/07/14