Presus Dr.indah TB Paru Dan DM Angga Van Edit
-
Upload
annisafildzahashfi -
Category
Documents
-
view
26 -
download
2
description
Transcript of Presus Dr.indah TB Paru Dan DM Angga Van Edit
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. L
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Ledug RT 3/ RW 5
Tanggal Periksa : 25 September 2012
Tanggal Masuk : 24 September 2012
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 25 September 2012, pukul 09.30,
diruang isolasi bangsal Cendana.
1. Keluhan Utama : Kepala pusing.
2. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, penurunan berat badan, control
pengobatan OAT.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pasien datang ke poli paru RSMS dengan keluhan kepala pusing.
Kepala pusing dirasakan pasien sejak 3 minggu SMRS dan tidak
membaik saat istirahat. Saat ini kepala pusing dirasakan semakin
memberat dan terasa seperti berputar.
Pasien juga mengeluh batuk berdahak. Batuk berdahak dirasakan
sejak kurang lebih 2 bulan SMRS. Pasien mengaku bahwa batuk
berdahak tersebut disertai dengan darah yang berwarna merah segar dan
tidak bercampur dengan makanan.
Pasien menyatakan berat badan pasien mengalami penurunan,
namun pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan. Nafsu makan
1
pasien dalam minggu ini tidak ada perubahan. Penurunan berat badan
dialami pasien sebanyak 4 kg dalam 2 bulan terakhir.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa (penyakit paru):
Keluhan batuk berdahak sudah dialami pasien sejak tahun 2009
yang lalu. Keluhan batuk berdahak bercampur dengan darah yang
terlihat segar. Pasien pernah didiagnosis menderita flek di BP4
(Balai Pengobatan Paru-Paru) pada tahun 2009 dan menjalani
pengobatan flek. Obat flek didapatkan pasien dari BP4 berwarna
merah untuk 2 bulan pertama dan berwarna kuning untuk 4 bulan
selanjutnya. Pasien mengaku menjalani pengobatan selama 6 bulan
di BP4 hingga selesai.
Pasien juga mengakui pada tahun 2009 di diagnosis menderita
penyakit diabetes. Pasien mengetahui hal tersebut juga dari BP4
pada saat pasien memeriksakan diri karena batuk darahnya tersebut.
Sejak saat itu pasien rutin kontrol tiap bulan untuk penyakitnya
tersebut.
- Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : diakui
- Riwayat pengobatan : OAT (+) 1 kali tuntas tahun 2009 di
BP4
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Suami pasien meninggal pada tahun 2011 karena menderita
penyakit yang sama dengan pasien.
- Ayah pasien menderit penyakit darah tinggi.
- Anak pasien merupakan seorang yang berkebutuhan khusus.
- Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit jantung,
diabetes melitus, darah tinggi, ginjal, serta alergi.
2
6. Riwayat Sosial Ekonomi
- Community
Lingkungan rumah pasien merupakan kawasan
perkampungan yang cukup padat penduduk. Jarak rumah pasien
dengan rumah tetangga sekitar 2-3 meter.
- Home
Pasien tinggal bersama bapak, adik perempuan, dan
seorang anak. Rumah pasien terdiri dari 3 kamar tidur, 1 kamar
mandi, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan 1 dapur. Pasien tidur
dengan anaknya yang masih berusia 15 tahun di kamarnya.
Ventilasi ruangan cukup, dan setiap pagi jendela kamar pasien
selalu dibuka. Cahaya matahari dapat masuk ruang keluarga, namun
tidak dapat masuk kamar pasien.
- Occupational
Pasien sehari-hari tidak bekerja dan hanya dirumah sebagai
ibu rumah tangga. Pasien mengaku biaya hidup sehari-hari berasal
dari orang lain yang memberikan bantuan kepada anaknya.
- Drugs and Diet
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya. Pasien juga
bukan seorang perokok.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Baik
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Vital sign : T : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit, reg, isi dan tegangan cukup.
R : 28 x/menit. S : 36,2C
D. Status Gizi:
BB = 45 kg
TB = 154 cm
BMI = BB = 18,97normal
3
TB2
Status Umum
A. Kepala : Normocephal, simetris, venektasi temporal (-)
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
B. Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
C. Pemeriksaan Telinga
Discharge : Tidak ada
D. Pemeriksaan Hidung
Discharge : Tidak ada
Deviasi septum : Tidak ada
Nafas cuping hidung : Tidak ada
E. Pemeriksaan Mulut
Sianosis : Tidak ada
Mukosa anemis : Tidak ada
Lidah kotor : Tidak ada
F. Pemeriksaan Leher
Trakhea : Deviasi trakea (-)
Kelenjar thyroid : Tidak membesar
JVP : Tidak meningkat
G. Pemeriksaan Kulit
Sianosis : Tidak ada
Ikterik : Tidak ada
Sikatrik : Tidak ada
H. Pemeriksaan Dada
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, ketinggalan gerak
(-).
Palpasi : Vokal fremitus apex kanan = kiri
4
Vokal fremitus basal kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler (+/+),
Wheezing (-/-), ronkhi basah kasar (-/-).
Tidak ada ronkhi basah halus
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V LMCS.
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS 2 cm
medial, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung
- Kanan atas SIC II LPSD
- Kiri atas SIC II LPSS
- Kanan bawah SIC IV 2 jari medial
LPSD
- Kiri bawah SIC V LMCS 2 cm medial
Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
I. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) N
Palpasi : Nyeri tekan (-), test undulasi (-)
Hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
J. Pemeriksaan Ekstremitas
Kulit : Tidak ikterik
Superior : Edema (-/-), deformitas (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Edema (-/-),deformitas (-/-),sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spesimen dahak pada bulan Juli 2012
Hasil pemeriksaan mikrobiologi sebanyak 3x ditemukan kuman BTA +++
5
Pemeriksaan Laboratorium 24 September 2012 :
Hematologi
DarahLengkap
Hemoglobin : 13,3g/dl (12 – 16 g/dl)
Leukosit : 7710 /ul (4800 – 10800/ul)
Hematokrit : 40 % (37 – 47 %)
Eritrosit : 5,1x106/ul (4,2 – 5,4 x 106/ul)
Trombosit : 338.000/ul (150.000 – 400.000/ul)
MCV : 79,2fL (79 – 99 fL)
MCH : 26,3pg ↓ (27 – 31 pg)
MCHC : 33.3 % (33 – 37 %)
RDW : 15,2 % ↑ (11,5 – 14,5 %)
MPV : 8,6fL (7.2 – 11.1 fL)
Hitung Jenis
Basofil : 0.3% (0.00 – 1.00 %)
Eosinofil : 4.9% ↑ (2.00 – 4.00 %)
Batang : 0.00% ↓ (2.00 – 5.00 %)
Segmen : 67.6% (40.0 – 70.0 %)
Limfosit : 18,5% ↓ (25.0 – 40.0 %)
Monosit : 8.7% ↑ (2.00 – 8.00 %)
LED : 35 mm/jam ↑ (0-20 mm/jam)
Kimia Klinik
Bilirubin
SGOT : 12 U/L ↓ (15-37 U/L)
SGPT : 35 U/L (30-65 U/L)
Ureum darah : 4.8 mg/dl ↓ (14.98-38.52)
Kreatinin darah : 0.61 mg/dl (0.60-1.00)
Glukosa sewaktu : 230 mg/dl ↑ (≤ 200 mg/dl)
Rontgen Thorax
6
- Belum diperiksa foto thorax selama rawat inap di RSMS
V. RESUME (KESIMPULAN PEMERIKSAAN)
Anamnesa :
- Kepala pusing
- Batuk berdahak dan kadang berdarah
- Berat badan menurun
- Pasien menderita penyakit diabetes melitus
Pemeriksaan Fisik
Vital sign : Respirasi 28 x/menit.
Pemeriksaan Darah Lengkap tanggal 24 September 2012
- MCH : 26,3pg↓
- RDW : 15,2 %↑
- Eosinofil : 4.9% ↑
- Batang : 0.00%↓
- Limfosit : 18,5%↓
- Monosit : 8.7 %↑
- LED : 35 mm/jam ↑
- SGOT : 12 U/L↑
- Ureum darah : 4.8 mg/dl ↑
- Glukosa sewaktu : 230 mg/dl ↑
VI. DIAGNOSIS
TB Paru BTA (+) Lesi Luas Kasus Kambuh dd/ MDR
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Gangguan keseimbangan dan vertigo e.c alergi Streptomisin
Nb: Pasien kemudian dikonsulkan ke Ilmu Syaraf dan Ilmu Penyakit Dalam
Periksa juga uji kultur Mycobacterium Tuberculose untuk mengetahui
resistensi pengobatan pada pasien ini kemana????
7
VII. TERAPI
1. Non Farmakologis
- Bed rest
- Diet tinggi kalori, tinggi protein
2. Farmakologi
- IVFD NaCl 0,9%
- 4 FDC 1 x III (bulan 2)
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Inj. Ceftazidime 2 x 1 gr
- Inj. Antrain 2 x 1 amp
- Levofloxacin 1 x 500 mg
- Betahistine 3 x 1 tab
- Mertigo 2 x 1 tab
3. Edukasi
- Makan makanan bergizi
- Hindari makan makanan yang manis
- Pengobatan teratur dan tidak terputus untuk penyakit tuberculosis dan
diabetes mellitus
- Motivasi keluarga yang tinggal satu rumah untuk menjadi pengawas
minum obat setelah pasien menjalani rawat jalan.
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
8
II. PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
Pasien ini diagnosa menderita TB paru BTA positif dengan lesi luas kasus
kambuh. Hal tersebut dibuktikan dari anamnesis ditemukan, batuk berdahak sejak
2 bulan SMRS dan pasien sedang meminum obat OAT. Sehari sebelumnya pasien
datang ke poli paru RSMS dengan keluhan kepala pusing. Kepala pusing
dirasakan pasien sejak 3 minggu SMRS dan tidak membaik saat istirahat. Saat ini
kepala pusing dirasakan semakin memberat dan terasa seperti berputar. Pasien
saat ini juga mengeluh batuk berdahak. Pasien mengaku bahwa batuk berdahak
tersebut disertai dengan darah. Pasien juga mengeluhkan berat badan pasien
mengalami penurunan, namun pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan..
Penurunan berat badan dialami pasien sebanyak 4 kg dalam 2 bulan terakhir. Dari
keluhan tersebut pasien di anjurkan untuk rawat inap oleh dokter spesialis paru
RSMS. Berdasarkan dari hasil anamnesa tersebut, hal ini sesuai dengan gejala
klinis dari TB Paru, yaitu adanya gejala respiratori berupa batuk lebih dari 2
minggu dan disertai darah serta adanya gejala sistemik berupa penurunan berat
badan.
Keluhan batuk berdahak sudah dialami pasien sejak tahun 2009 yang lalu.
Keluhan batuk berdahak bercampur dengan darah yang terlihat segar. Pasien
pernah didiagnosis menderita flek di BP4 (Balai Pengobatan Paru-Paru) pada
tahun 2009 dan menjalani pengobatan flek. Obat flek didapatkan pasien dari BP4
berwarna merah untuk 2 bulan pertama dan berwarna kuning untuk 4 bulan
selanjutnya. Pasien mengaku menjalani pengobatan selama 6 bulan di BP4 hingga
selesai.
Dari riwayat penyakit keluarga, pasien mengaku dulu suaminya juga pernah
mengalami penyakit yang sama dan meninggal pada tahun 2011. Pasien tidak tahu
pasti awal terjadinya penyakit flek pada suaminya, tetapi pasien mengaku bahwa
suaminya terlebih dahulu menjalani pengobatan tuberkulosis. Ada kemungkinan
bahwa penyakit pasien ditularkan oleh almarhum suaminya tersebut mengingat
proses penularan penyakit ini melalui udara. Pasien pada saat itu dikatakan
mempunyai resiko tinggi terjadi infeksi (terutama terjadi tuberkulosis). Penyakit
9
tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang sangat menular, sehingga apabila
salah satu dari mereka terinfeksi, makan akan mudah terjadi proses penularan.
Pada pemeriksaan fisik paru, didapatkan hasil auskultasi berupa suara dasar
vesikuler, tidak ditemukan ronkhi basah kasar dan ronki basah halus serta tidak
ditemukan wheezing. Hal tersebut sesuai tidak dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa pada auskultasi TB Paru didapatkan suara ronkhi basah kasar
yang disebabkan karena adanya pengumpulan sekret yang tertahan pada saluran
napas pada bagian bronkus utama sampai bronkiolus. Hal ini dapat mungkin
terjadi karena pada saat pemeriksaan ditemukan dahak yang minimal pada pasien.
Pada hasil lab yang dilakukan pada pasien, ditemukan glukosa darah
sewaktu sebesar 230 mg/dl. Hal ini juga sesuai dengan pendapat pasien yang
menyatakan bahwa pasien menderita penyakit diabetes mellitus. Perlu dilakukan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa pada pasien untuk
menegakkan diagnosis penyakit diabetes mellitus ini. Tanda dan gejala penyakit
diabetes mellitus pada pasien ini masih kurang jelas karena pasien hanya
mengeluhkan penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini tidak diikuti
dengan meningkatnya keinginan makan dan minum serta keinginan untuk buang
air kecil.
Pada pasien ini seharusnya segera dilakukan pemeriksaan BTA 3x untuk
mengtahui jenis BTA pada pasien positif atau negatif. Pasien juga belum
dilakukan pemeriksaan foto thorax untuk melihat gambaran paru pasien secara
radiologis. Dari foto thorax dapat ditemukan gambaran infiltrat pada paru. Jika
gambaran infiltrat yang ada pada foto thorax luasnya melebihi sela iga 2 depan
(volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari sela iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5) maka menunjukkan lesi luas, namun jika luasnya kurang dari sela iga
2 depan dan tidak terdapat kavitas maka menunjukkan lesi minimal.
Pasien mendapat terapi OAT kategori 2, yaitu paduan obat 2 RHZES / 1
RHZE selama fase intensif dan dilanjutkan obat RHE selama 5 bulan (fase
lanjutan). Pada pasien ini mengalami alergi streptomisin yang ditunjukkan dengan
adanya keluhan gangguan keseimbangan dan sakit kepala. Maka, pasien diberikan
obat levofloxacin sebagai pengganti streptomisin tersebut. Dalam 2 bulan pertama
10
(fase intensif), pasien mendapat obat-obatan FDC (Fixed Dose Combination) yang
terdiri dari Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol yang diminum
setiap hari 1 kali sebanyak 3 obat. Levofloxacin juga diberikan sebanyak 1 kali
sehari. Dosis obat ini disesuaikan dengan berat badan pasien saat ini yang sebesar
45 kg. 1 minggu sebelum fase intensif selesai, pasien akan kembali menjalani
pemeriksaan sputum BTA, bila hasilnya (-), maka akan dilanjutkan ke fase
lanjutan, dan mendapat obat yang terdiri dari Rifampisin, Isoniazid dan Etambutol
selama 5 bulan yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi simptomatis berupa infus NaCl
0,9%. Selain itu, pasien diberi obat antibiotik ceftazidime yang termasuk dalam
golongan sefalosporin yang efektif terhadap kuman penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian bawah. Antibiotik ini diberikan secara injeksi dengan dosis 2x1
gr. Ranitidin (ranitidin HCl) diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung
dan mengurangi efek gejala iritasi lambung yang bisa disebabkan karena obat
Betahistine dan Mertigo dalam bentuk tablet. Ranitidin diberikan secara injeksi
dengan dosis 2x1 ampul. Mertigo dan Betahistine adalah obat yang diberikan atas
indikasi adanya vertigo pada pasien namun harus diberikan denga hat-hati karena
dapat menyebabkan iritasi lambung. Mertigo diberikan pada pasien sebanyak 2x1
tablet @6 mg dan betahistine juga diberikan per tablet dengan dosis 3x1 @ 8 mg.
pada pasien ini juga diberikan injeksi antrain 2x1 sebagai analgesik untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Levofloxacin diberikan pada pasien
untuk menggantikan obat streptomisin. Pasien seharusnya juga mendapatkan obat
OHO (obat hipoglikemik oral) untuk mengontrol kadar glukosa daranya. Obat
OHO yang diberikan kepada pasien perlu diperhatikan penggunaannya dengan
cermat karena etambutol memiliki efek samping pada mata, sedangkan pasien DM
sering mengalami komplikasi kelainan mata. Obat golongan sulfonylurea pada
pasien ini juga perlu ditingkatkan dosisnya karena penggunaan rifampisin akan
menurunkan efektivitas obat golongan sulfoniurea.
11
Resep pengobatan untuk pasien selama 1 bulan :
R/ 4 FDC No XC
1 dd 3 ac pagi
atau
R/ Rifampisin mg 450 No XXX
1 dd 1 tab ac pagi
R/ Isoniazid mg 300 No XXX
1 dd 1 tab pc pagi
R/ Pirazinamid mg 500 No LX
1 dd 2 tab pc malam
R/ Etambutol mg 500 No LX
1 dd 2 tab malam
R/ Levofloxacin mg 500 No XXX
1 dd 1
12