Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

80
Presentasi Kasus P 2 A 1 29 tahun, Post Histerektomi a.i. Ruptur Uteri dan Shock Hipovolemic e.c G 3 P 1 A 1 , 29 Tahun, Hamil 39 Minggu, Janin Tunggal Mati Intra Uterin, dengan After Coming Head Pembimbing : dr. Hardjono Purwadhi Sp. OG Disusun Oleh : 1. Nurul Afifah G1A211019 2. Hadis Pratiwi G1A211023

Transcript of Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Page 1: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Presentasi Kasus

P2A1 29 tahun, Post Histerektomi a.i. Ruptur Uteri dan Shock Hipovolemic e.c G3P1A1,

29 Tahun, Hamil 39 Minggu, Janin Tunggal Mati Intra Uterin, dengan After Coming

Head

Pembimbing : dr. Hardjono Purwadhi Sp. OG

Disusun Oleh :

1. Nurul Afifah G1A211019

2. Hadis Pratiwi G1A211023

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANSMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

2012

Page 2: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Presentasi Kasus

P2A1 29 tahun, Post Histerektomi a.i. Ruptur Uteri dan Shock Hipovolemic e.c G3P1A1,

29 Tahun, Hamil 39 Minggu, Janin Tunggal Mati Intra Uterin, dengan After Coming

Head

Disusun Oleh:

1. Nurul Afifah G1A211019

2. Hadis Pratiwi G1A211023

Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti

tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RS Margono Soekarjo

Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal Oktober 2012

Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Hardjono Purwadhi Sp. OG

Page 3: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 585/100.000 dari kelahiran hidup. Di Asia AKI

terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah 228/100.000

kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%), eklampsi, infeksi,

komplikasi masa puerperium, abortu, partus lama, emboli obstetri, dan lain-lain.

Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat

membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin. Ruptura uteri dapat terjadi secara

komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk

peritoneum dan dalam hal ini

umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati,

ruptura inkomplet, robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh. Angka

kejadian sekitar 0,5%.

Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi

pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi

atau pascasectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal

persalinan) atau beluminpartu (akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang

berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40%, ruptura uteri yang berkaitan

dengan low segmen caesarean section (insisi tranversal) adalah kurang dari 1% dan

pada classical caesarean section (insisi longitudinal) kira kira 4% – 7%.

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah

masalah perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara

dramatis dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan

dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian

ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian

maternal.Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu

maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika

komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana

dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera,

merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri yang layak.

Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,

persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam

Page 4: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut

danserius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas

yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk

selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Diperkirakan ada 14 juta kasus

pendarahan dalam kehamilan setiap tahunnya; paling sedikit 128.000 perempuan

mengalami pendarahan sampai meninggal.Pendarahan pasca persalinan merupakan

pendarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Lebih dari separuh

jumlah seluruh kematian ibu terjadidalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian

besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat

bertahan hidup setelahmengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan

menderita akibat kekurangandarah yang berat (anemia berat) dan mengalami

mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, diperlukan

tndakan yang tepat dan cepat dalam mengatasi pendarahan pasca persalinan

Page 5: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Perdarahan postpartum

Definisi

—Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah

anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan

pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan postpartum digunakan untuk

persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan

kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi spontan.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :

1. Perdarahan yang tidak dapat terkontrol

2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan denyut jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai

penyebabnya.

Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga

dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok atau dapat berupa perdarahan

yang merembes perlahan – lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi

banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh ke dalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,

nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai tejadi syok.

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau

laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah

plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya

antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstetric

kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik

dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

Diagnosis

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan

yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien

akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang

Page 6: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya

perdarahan postpartum selalu ada. 9

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya

akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang

merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang

bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang

banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir

harus ditampung dan dicatat. 9

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di

vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus

uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan

pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen

dan pemeriksaan dalam. 9

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen

uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus

berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan

pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan

cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa

plasenta.9

Berikut langkah – langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum :

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah

5. Pemeriksaan laboratorium: bleeding time, clot observation test, dll

Klasifikasi

Klasifikasi perdarahan postpartum :

1. Perdarahan post partum primer / dini  (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan

yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention

plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

Page 7: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-

perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN

1. Pencegahan masa kehamilan

a. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang – kurangnya bersiap siaga pada kasus – kasus yang

disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja

dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan

antenatal care yang baik.

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu – ibu yang mempunyai

predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di

rumah sakit.

b. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah,

dan bila memunkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah.

Pemasangan kateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila

diperlukan tranfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung

dilakukan tranfusi.

Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk

menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

c. Persalinan

Setelah bayi lahir massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur

sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.massase yang berlebihan

atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya

plasenta bisa mengganggu kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang

berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

d. Kala III dan IV

Uteronica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study

memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang

mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan

insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya lebih baik berhati – hati pada pasien

dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.

Pemberian oksitosin selama kala III terbukti mengurangi volume darah yang

hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.

Page 8: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah

bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru

dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus

mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari

vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak

keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik

tali pusat secara hati – hati.

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk

‘manual plasenta” ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasent.

Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk

menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus

dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang

menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila

dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi

untuk mencari bagian – bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir

yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka

trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang

mengeras dan berkontraksi dengan baik.

2. Manajemen perdarahan postpartum

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah

menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.

Terapi pada pasien dengan postpartum haemorhage mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan PPH memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan

volume sirkulasi darah ke organ – organ penting.

Pastikan dua kateter intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan

pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi

cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal salin / ringer laktat

Tranfusi darah : bisa berupa whole blood atau PRC

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin

(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam

1 jam = 30 cc atau lebih)

Page 9: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

b. Manajemen penyebab postpartum haemorrhage

Tentukan penyebab PPH:

Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uteri dengan meletakkan satu tangan di

fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan

darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak

berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras

dan pemberian oksitosin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus

dan memudahkan tindakan selanjutnya.

Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,

letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang

satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix

anterior.

Pemberian uteronica jenis lain dianjurkan apabila setelah

pemberian oksitosin dan kompresi bimanual gagal menghentikan

perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine

(metilergonovin).

Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah

kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan

pemberian uteronica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli

menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit

dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok.

Jangan hentikan pemberian uteronica selama dilakukan eksplorasi.

Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang

tanpa menghentikan pemberian uteronica.

Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan

manual removal.

Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik

bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.

Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk

mengehentikan perdarahan selama persiapan operasi.

Trauma jalan lahir

Page 10: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab perdarahan apabila uterus

sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.

Lakukan eksplorasi jalan lahir dengan penerangan yang cukup.

Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan,

pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir

dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah

penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi

laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa

dilakukan incise dan drainase.

Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena

pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan

perdarahan.

Gangguan koagulasi

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri,

sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus

yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan

pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah

pengganti (trombosit, fibrinogen)

Terapi pembedahan

o Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal

(Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk

bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi

uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat

rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal

tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar – benar

menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam

karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat

vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.

Page 11: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intak dan

tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi

bimanual disertai pemberian uteronica.

o Ligasi arteri

Ligasi arteri uterine

Prosedur ini sederhana dan efektif mengehntikan

perdarahan yang berasal dari uterus karena arteri ini

mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus.

Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan

kesuburan.

Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan

hasil yang diberikan.

Ligasi arteri iliaca interna

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari

semua traktus genitalia dengan mengurangi tekanan

darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis.

Apabila tidak berhasil mengehntikan perdarahan,

pilihan berikutnya adalah histerektomi.

o Histerektomi

Merupakan tindakan curative dalam menghentikan

perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi

dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal

histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan

subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan

perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,

serviks, forniks, vagina.

Pemberian uteronica :

1. Pitocin

a. Onset in 3 to 5 minutes

b. Intramuscular : 10 – 20 units

c. Intravenous : 40 units/litre at 250 cc/hour

2. Ergotamine (Methergine)

Page 12: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

a. Dosing : 0,2 mg IM or PO every 6-8 hour

b. Onset in 2 to 5 minutes

c. Kontraindikasi :

1. Hipertensi

2. Pregnancy induced hypertension (PIH)

3. hypersensitivity

3. Prostaglandin (Hemabate)

d. Dosing : 0,25 mg IM or intra-myometrium

e. Onset <5 menit

f. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO or PR

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi dan patofisiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah

A. Etiologi perdarahan postpartum dini (early) :

1. Atonia uteri. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk

berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum

secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat – serat myometrium terutama yang

berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan

plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada

perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia

uteri juga dapat timbul karena salah penanganan pada kala III persalinan, dengan

memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang

sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia merupakan penyebab utama perdarahan

postpartum. Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

a. Manipulasi uterus yang berlebihan

b. General anestesi (pada persalinan dengan operasi)

c. Uterus yang teregang berlebihan:

1. multipara dan grande mutipara (fibrosis otot uterus)

2. gemelli

3. fetal makrosomia (4500 – 5000gram)

4. polihidramnion

d. Partus lama dan partus terlantar

Page 13: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

e. Kelainan pada uterus maupun infeksi seperti mioma uteri, uterus couveloair pada

solusio plasenta, chorioamnionitis, endomyometritis, sepsis

f. Plasenta previa

g. Solusio plasenta

h. Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi  Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi

3. Hematoma

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah – daerah yang mengalami laserasi atau

pada daerah jahitan perineum.

4. Lain – lain (retensio plasenta, sisa plasenta, plasenta acreta dan variasinya)

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan

retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding

uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas

sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)

2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili komalis menembus

desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta acreta –

perkreta)

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar

disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan

kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang

menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang

tertinggal merupakan penyebab 20 – 25 % dari kasus perdarahan postpartum.

Penemuan ultrasonografi adanya massa uterus yang echogenic mendukung

diagnose retensio sisa plasenta. Hal ini bisa dugunakan jika perdarahan beberapa jam

setelah persalinan ataupun pada late postpartum haemorrhage. Apabila didapatkan

cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage. Etiologi perdarahan

postpartum lambat (late) :

1. Tertinggalnya sebagian plasenta

2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta

Page 14: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

3. Dari luka bekas seksio sesaria

EPIDEMIOLOGI

1. Insiden

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8%.

Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan

pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk

menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal.

Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan

tranfusi, kurangnya layanan operasi.

KOMPLIKASI

Disamping menyebabkan kematian maternal, perdarahan pascapersalinan

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.

Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada

hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah

asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan

fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan

metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi

Atonia Uteri

1. Definisi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi

dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta

menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus

sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah

kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500

cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka

miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara

serabut otot tadi (JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).

2. Faktor predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan

yang disebabkan oleh atonia uteri adalah :

a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.

b. Kala I atau II yang memanjang.

Page 15: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

c. Persalinan cepat (partus presipitatus).

d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

e. Infeksi intrapartum.

f. Multiparitas tinggi.

g. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre-

eklampsia/eklampsia (JNPK, 2007).

3. Etiologi

a. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.

b. Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat kala

III, dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis

pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang

mengakibatkan perdarahan.

c. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium

yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri

dan perdarahan postpartum.

d. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan

besar akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi miometrium jika lama

kala III.

e. Over distensi uterus: uterus yang mengalami distensi secara berlebihan

akibatnya keadaan bayi yang besar,kehamilan kembar ,cenderung mempunyai

daya kontraksi yang jelek.

f. Kelemahan akibat partus lama:bukan hanya rahim yang lemah,cenderung

berkontraksi lemah setelah melahirkan,tetapi juga ibu yang keletihan kurang

bertahan terhadap kehilangan darah

g. Multiparitas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja

tidak efisien dalam semua kala persalinan.

h. Miomauteri:dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi

dan retraksi mioma uteri.

i. Melahirkan dengan tindakan:keadaan ini mencakup prosedur operatic seperti

forsep dan fersi estraksi

j. Polihidramnion

k. Makrosomia

l. Persalinan terlalu cepat

m. Persalinan dengan induksi

Page 16: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

n. Infeksi intrapartum

4. Gambaran klinis

a. Perdarahan post partum sebelum plasenta lahir/ perdarahan kala tiga

b. Konsistensi rahim lembek

c. Tanda-tanda shock

5. Penanganan

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;

a. Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan terlebih

dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar

paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.

b. Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan

memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau

menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian

bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan

klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi,

menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan

uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.

Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan

plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat

bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk

meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah

kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada

vulva (JNPK, 2007).

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan

kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas

setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU

Oksitosin intramuskuler . kemudian periksa kandung kemih dan lakukan

kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan

plasenta manual. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan

plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan

selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

Page 17: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

c. Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus

uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4

jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). Kemudian

dilakukan pemeriksaan Kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan;

kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir

(JNPK, 2007).

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah

dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan

langkah-langkah berikut :

1. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang

serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.

2. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,

lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus

berkontraksi secara baik.

3. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan

tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga

merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak

berhasil setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain.

4. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual

eksternal.

5. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

6. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi

hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit

kemudian uterus akan berkontraksi.

7. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc

Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat

mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang

hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.

8. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.

9. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2

menit, hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu

membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu

melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

Page 18: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

10. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi

bimanual internal.

11. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc

larutan dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga

menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam (JNPK, 2007).

2.

Page 19: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

ya

Tidak

ya

Tidak

ya

Lakukan kompresi aorta abdominalis Dapat diberikan misoprostol per rectal

Gambar 2. Alur penanganan atonia uteri (JNPK-KR, 2007)

Ruptur Uteri

Anjurkan keluarga melakukan kompresi bimanual eksternaKeluarkan tangan secara hati-hatiSuntik ergometrin 0,2 i.m atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal. Ergometrin kontraindikasi hipertensiPasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat + 20 IU Oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkinUlangi KBI

Uterus kontraksi Pantau ibu dengan seksama selama persalinan kala IV

Segera Rujuk ke RSDampingi ibu ke tempat rujukanLanjutkan infus Ringer Laktat + 20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidrasi

Masase fundus uteri segera sesudah plasenta lahir (maksimal 15 detik )

Uterus kontraksi

Evaluasi rutin. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi. Jahit atau segera rujuk.

Evaluasi/bersihkan bekuan darah/ sel ketuban dari vagina dan lubang serviks.Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik asepticLakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit

Uterus kontraksi

Pertahankan KBI 1-2 menitKeluarkan tangan secara hati-hatiLakukan pengawasan kala IV, secara ketat

Page 20: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

RUPTUR UTERI

Definisi

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya

regang miomentrium. (buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal)

Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan

dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral( Obstetri dan Ginekologi )

ETIOLOGI

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada

sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang

sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah

terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini

kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk

memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.

Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat

operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi.

Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu

penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya,

uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung

spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.

Page 21: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

KLASIFIKASI

Menurut waktu terjadinya:

1. Rupture uteri gravidarum

Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada konpus

2. Rupture Uteri durante partum

Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang paling

terbanyak.

Menurut lokasinya:

1. Korpus Uteri

Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti; SC klasik

(korporal) atau miomektomi.

2. Segmen bawah rahim

Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama

tambah tegang dan tipis dan akhirnya terjadi rupture uteri.

3. Servik uteri

Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versa dan ekstraksi,

sedang pembukaan belum lengkap.

4. Kolpoporeksis-kolporeksi

Robekan-robekan diantara servik dan vagina.

Menurut etiologinya;

1. Rupture uteri spontanea

menurut etiologi dibagi menjadi 2:

a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,

miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara

manual

b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit

atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops

fetalis, post maturitas dan grande multipara.

2. Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti;

a. ekstraksi forsef

b. Versi dan ekstraksi

c. Embriotomi

d. Versi brakston hicks

e. Sindroma tolakan (pushing sindrom)

Page 22: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

f. Manual plasenta

g. Curetase

h. Ekspresi kisteler/cred

i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan

j. Trauma tumpul dan tajam dari luar

Menurut gejala klinis:

1. Rupture uteri imminens (membakat=mengancam): penting untuk diketahui

2. Rupture uteri sebenarnya

MEKANISME RUPTUR UTERI

Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri. Batas

keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-

kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran

kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang

kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl.

Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas

simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri

mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa

dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus

minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR

tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan pembukaan).

Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri

berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik

keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga

sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan

dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum

rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan parametri.

DIAGNOSA DAN GEJALA KLINIS

Gejala rupture uteri mengancam

1. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan,

partus sudah lama berlangsung.

2. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut.

3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,

bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

Page 23: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.

5. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mutut kering,

lidah kering dan halus badan panas (demam).

6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.

7. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras

terutama sebelah kiri atau keduannya.

8. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba

tipis dan nyeri kalau ditekan.

9. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang

bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan

teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh

untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr

didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada

asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.

10. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas,

terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada

hematuria.

11. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).

12. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema

portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Gejala-gejala rupture uteri:

1. Anamnesis dan infeksi

a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,

menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,

pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

c. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum

d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur

e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih

kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan

lahir.

f. kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan

dibahu.

g. Kontraksi uterus biasanya hilang.

Page 24: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

h. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan

meteoristis (paralisis khusus).

2. Palpasi

a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan

b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP

c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka

teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya

kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

3. Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit

setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga

perut.

4. Pemeriksaan dalam

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat

didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak

banyak

b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim

dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba

usus, omentum dan bagian-bagian janin

c. Kateterisasi

hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih

d. Catatan

1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit

2) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak

didahului oleh uteri mengancam.

3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan

hati-hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery,

misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi

dan lain-lain.

DIAGNOSA BANDING

1. Solusio Plasenta

2. Plasenta Previa

3. Rupture Uteri

Page 25: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

UPAYA PENCEGAHAN

1. Panggul sempit (CPD)

Anjurkan bersalin dirumah sakit

2. Malposisi kepala

Cobalah lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tidak berhasil, pikirkan untuk

melakukan SC primer saat inpartu

3. Malpresentasi

letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.

4. Hidrosefalus

5. Rigid servik

6. Tetania uteri

7. Tumor jalan lahir

8. Grandemultipara dan abdomen pendulum

9. Riwayat SC

10. Uterus cacat karena miomektomi, curetage, manual uri, maka dianjurkan bersalin

diruma sakit dengan pengawasan yang teliti

11. Rupture uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara legeartis,

jangan melakukan ekspresi kristeler yang berlebih-lebihan, bidan dilarang

memberikan oksitosin sebelum janin lahir

Page 26: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

PENANGANAN

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan

cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang

pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus

diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,

persalinan harus segera diselesaikan.

Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan

efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan

bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum

perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai

pembedahan tidak akan bisa diterima.

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita

dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotonika, antibiotika. Bila keadaan

umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan

jenis operasi:

1. Histerektomi, baik total maupun subtotal.

2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.

3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:

1. Keadaan umum

2. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta

3. Jenis luka robekan

4. Tempat luka

5. Perdarahan dari luka

6. Umur dan jumlah anak hidup

7. Kemampuan dan keterampilan penolong

EKSTRAKSI FORCEPS

Definisi1. Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan

untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala.(Phantom:178)2. Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan

suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.3. Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala

pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin ( kepala ) dengan alat cunam.

Page 27: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

( Bari Abdul, 2001: 501)Forceps

Forceps terdiri dari dua sendok, sendok kanan dan sendok kiri Sendok kanan / forceps kanan adalah forcep yang dipegang di tangan kanan penolong dan

dipasang di sebelah kanan ibu.

Sendok kiri / forceps kiri adalah forcep yang dipegang di tangan kiri penolong dan dipasang

di sebelah kiri ibu.

- Daun forceps: bagian yang dipasang di kepala janin saat melakukan ekstraksi forceps.

Terdiri dari dua lengkungan (curve), yaitu lengkung kepala janin (cephalic curve) dan

lengkung panggul (cervical curve).

- Tangkai forceps: adalah bagian yang terletak antara daun forceps dan kunci forceps. - Kunci forceps: kunci forceps ada beberapa macam, ada yang interlocking, system

sekrup, dan system sliding.- Pemegang forceps, bagian yang dipegang penolong saat melakukan ekstraksi.Indikasi Dalam Melakukan Ekstraksi Forceps:

1. Indikasi Relatif

Pada indikasi relatif, forceps dilakukan secara elektif (direncanakan), ada dua:

1.1. Indikasi menurut De Lee

Forceps dilakukan secara elektif, asal syarat untuk melakukan ekstraksi terpenuhi

1.2. Indikasi menurut Pinard

Indikasi menurut Pinard hampir sama dengan menurut De Lee, namun ibu harus

dipimpin dulu mengejan selama 2 jam.

2. Indikasi Absolut

2.1. Indikasi Ibu : Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan pre-

eklampsi, eklampsi, atau ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep.

2.2. Indikasi Janin: pada keadaan gawat janin

Page 28: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

2.3. Indikasi waktu: pada kala dua lama

Jenis Ekstraksi Forceps Menurut Pemasangannya:

1. High Forceps

Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin belum masuk pintu atas panggul

(floating). Saat ini tidak dilakukan lagi karena sangat berbahaya bagi janin ataupun ibu.

Sectio cesarean lebih direkomendasikan

2. Mid Forceps

Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin sudah masuk pintu atas panggul

(engaged), namun belum mencapai dasar panggul. Saat ini tidak dilakukan lagi. Sectio

Cesarea ataupun vakum lebih direkomendasikan

3. Low Forceps/ Outlet Forceps

Forceps yang dilakukan pada saat kepala janin sudah mencapai dasar panggul. Cara ini

yang masih sering dipakai hingga saat ini

Syarat Dalam Melakukan Ekstraksi Forceps:

1. Pembukaan lengkap

2. Presentasi belakang kepala

3. Panggul luas / tidak ada DKP

4. Ketuban sudah pecah

5. Kepala sudah engaged, sudah berada di dasar panggul

6. Janin tunggal hidup

Cara Pemasangan Forceps :

1. Pemasangan sefalik (Cephalic forceps)

Dimana forceps dipasang biparietal, atau sumbu panjang forceps sejajar dengan

diameter mento-occiput kepala janin. Pemasangan sefalik adalah cara yang paling

aman baik untuk ibu maupun janin

2. Pemasangan pelvic (Pelvic forceps)

Dimana pemasangannya dalam keadaan sumbu panjang forceps sejajar dengan sumbu

panjang panggul.

3. Pemasangan forceps yang sempurna , jika memenuhi kriteria berikut:

a. Forceps terpasang biparietal kepala , atau sumbu panjang forceps sejajar dengan

sumbu diameter mento-oksiput kepala janin, melintang terhadap panggul

b. Sutura sagitalis berada di tengah kedua daun forceps yang terpasang, dan tegak

lurus dengan forceps

c. Ubun ubun kecil berada kira-kira 1 cm di atas bidang tersebut

Page 29: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Persiapan dalam ekstraksi forceps:

1. Persiapan ibu :

a. Litotomi set,

b. Forceps,

c. Vulva dicukur,

d. Kandung kemih dikosongkan,

e. Infuse bila diperlukan,

f. Narkose,

g. Gunting episiotomy

h. Hecting set

i. Uterotonika

2. Persiapan untuk janin

a. Kain bersih

b. Alat resusitasi

3. Persiapan untuk dokter

a. Alat pelindung diri

b. Ilmu pengetahuan yang cukup

Prosedur/ Langkah Dalam Melakukan Forceps:

1. Membayangkan forceps sebelum dipasang

2. Memasang forceps

3. Mengunci forceps

4. Memeriksa kembali pemasangan

5. Traksi percobaan

6. Traksi definitif

7. Melepaskan forceps

Contoh kasus: Seorang pasien , primigravida, dengan PEB pembukaan lengkap dengan UUK

kanan depan, dengan penurunan HIII+

1. Membayangkan

Setelah persiapan selesai, penolong berdiri di depan vulva , memegang kedua forceps

dalam keadaan tertutup dan membayangkan bagaimana forceps terpasang pada kepala

Page 30: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

2. Memasang forceps

Pada pasien ini UUK janin adalah UUK kanan depan, jadi forceps yang dipasang

adalah forceps kiri terlebih dahulu, yaitu forceps yang dipegang tangan kiri penolong dan

dipasang di sisi kiri ibu.

Forceps kiri dipegang dengan cara seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps

sejajar dengan paha kanan ibu, sambil empat jari tangan kanan penolong masuk ke dalam

vagina. Forceps secara perlahan dipasang dengan bantuan ibu jari tangan kanan. Jadi bukan

tangan kiri yang mendorong forceps masuk ke dalam vagina.

Setelah forceps kiri terpasang, asisten membantu memegang forceps kiri tersebut agar

tidak berubah posisi. Dan penolong segera memasang forceps kanan, yaitu forceps yang

dipegang oleh tangan kanan penolong, dan dipasang di sisi kanan ibu. Forceps kanan

dipegang seperti memegang pensil, dengan tangkai forceps sejajar dengan paha kiri ibu,

sambil empat jari tangan kiri penolong masuk ke dalam vagina. Forceps dipasang dengan

tuntunan ibu jari tangan kiri penolong. Setelah forceps terpasang , dilakukan penguncian

Page 31: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

3. Penguncian Forceps

Penguncian dilakukan setelah forceps terpasang. Bila penguncian sulit dilakukan,

jangan dipaksa, tapi periksa kembali apakah pemasangan telah benar, dan dicoba pemasangan

ulang. Apabila forceps kir yang dipasang duluan, maka penguncian dilakukan secara

langsung, dan bila forceps kanan yang dipasang duluan , maka forceps dikunci secara tidak

langsung.

4. Pemeriksaan Ulang

Setelah forceps terpasang dan terkunci, dilakukan pemeriksaan ulang, apakah forceps

telah terpasang dengan benar, dan tidak ada jalan lahir / jaringan yang terjepit

5. Traksi Percobaan

Page 32: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Setelah yakin tidak ada jaringan yang terjepit, maka dilakukan traksi percobaan.

Penolong memegang pemegang forceps dengan kedua tangan , sambil jari telunjuk dan

tengah tangan kiri menyentuh kepala janin, lalu dilakukan tarikan. Apabila jari telunjuk dan

tengan tangan kiri tidak menjauh dari kepala janin, berarti forceps terpasang dengan baik, dan

dapat segera dilakukan traksi definitive. Apabila jari telunjuk dan tengah tangan kiri menjauh

dari kepala janin, berarti forceps tidak terpasang dengan baik, dan harus dilakukan

pemasangan ulang.

6. Traksi defrinitif

Traksi definitive dilakukan dengan cara memegang kedua pemegang forceps dan

penolong melakukan traksi. Traksi dilakukan hanya menggunakan otot lengan. Arah tarikan

dilakukan sesuai dengan bentuk panggul. Pertama dilakukan tarikan forceps ke bawah,

sampai terlihat occiput sebagai hipomoklion, lalu tangan kiri segera menahan perineum saat

kepala meregang perineum. Kemudian dilakukan traksi ke atas hanya dengan menggunakan

tangan kanan sambil tangan kiri menahan perineum. Kemudian lahirlah dahir, mata, hidung,

mulut bayi.

Page 34: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Pemasangan Forceps dikatakan gagal apabila:

1. Forceps tidak dapat dipasang

2. Forceps tidak dapat dikunci

3. Tiga kali traksi janin tidak lahir

Komplikasi ekstraksi forceps:

Terhadap Ibu: perdarahan, trauma jalan lahir, infeksi

Terhadap janin: fraktur tulang kepala, cedera cervical, lecet pada muka, asfiksia

Page 35: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

BAB III

KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 29 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan Terakhir : SMP

Alamat : Jatisawit 03/08

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : Tn. D

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Jatisawit 03/08

Agama : Islam

Tanggal masuk RSMS: 04 Oktober 2012

Tanggal periksa : 08 Oktober 2012

No.CM : 806900

Page 36: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Kepala Bayi Belum Lahir

2. Keluhan Tambahan

Lemas.

3. RPS

Pasien datang ke IGD VK RSMS, Rujukan RS Aisiyah pada tanggal 4 Oktober

2012 pukul 16.15 WIB. Pasien datang dengan Rujukan G3P1A1 Usia 29 tahun

inpartu kala II, Presentasi Bokong Dengan After Coming Head. Tampak badan

sampai kaki sudah lahir, sedangkan Kepala Masih Didalam. Pasien merasakan

Kenceng-kenceng sejak bangun tidur pukul 05.30 (04/10/12), Keluar Lendir darah

dirasakan pada pukul 06.30 (04/10/12). Kemudian dengan diantar suaminya

pasien pergi kebidan, dan disana dipersiapkan untuk dilakukan persalinan. Setekah

melakukan Vaginal Toucer pada pukul 08.30 dinyatakan pembukaan 4 cm.

Setelah dinyatakan pembukaan lengkap pada pukul 12.30 (04/10/12) dan keluar

air ngepyok, pasien dipipinpin persalinan oleh Bidan, setelah 20 menit dipimpin

persalinan kaki sampai leher Bayi lahir, namun kepala belum lahir. Bidan

mencoba melahirkan kepala bayi, namun hingga 30 menit belum dapat dilahirkan.

Akhirnya dirujuk ke RS Aisiyah Bumiayu. Di RS tersebut coba dilahirkan

selama 45 menit namun tidak berhasil. Akhirnya saat pukul 15.00 pasien dirujuk

Ke RSMS. Dan sampai di RSMS Pada Pukul 16.15 Riw Obstetri G3P1A1. Anak

pertama laki-laki, usia 3 tahun, berat badan lahir 2800 gr, dilahirkan secara

spontan dibidan. Anak kedua keguguran saat usia kehamilan 2 bulan, tidak

dilakukan kuretase (Juni, 2012). Anak ke tiga hamil ini. Hari pertama haid

terakhir 3 Januari 2012, Hari Perkiraan Lahir 10 oktober 2012, Usia kehamilan

39+1 minggu. Riwayat Mens Teratur, dengan siklus 28 hari, selama 6 hari.

Riwayat Kb : suntik (6 Bulan), Riwayat Menikah : 1x/ 4 tahun. Riw. Penyakit :

disangkal, Riw. Alergi : Disangkal

RPD

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

Page 37: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

f. Riwayat Alergi : disangkal

4. RPK

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

5. Riwayat Menstruasi

a. Menarche : 12 tahun

b. Lama haid : ± 6 hari

c. Siklus haid : teratur

d. Dismenorrhoe : tidak ada

e. Jumlah darah haid : normal (sehari ganti pembalut 2-3 kali)

6. Riwayat Menikah

Pasien menikah sebanyak satu kali selama 4 tahun.

7. Riwayat Obstetri

G3P1A1

Anak pertama laki-laki, usia 3 tahun, berat badan lahir 2800 gr, dilahirkan secara

spontan dibidan. Anak kedua keguguran saat usia kehamilan 2 bulan, tidak

dilakukan kuretase (Juni, 2012). Anak ke tiga hamil ini. Hari pertama haid

terakhir 3 Januari 2012, Hari Perkiraan Lahir 10 oktober 2012, Usia kehamilan

39+1 minggu

8. Riwayat ANC

Pasien kontrol kehamilan teratur ke bidan swasta.

9. Riwayat KB

Riwayat KB Suntik 3 bulan selama 6 bulan.

10. Riwayat Ginekologi

a. Riwayat Operasi : tidak ada

b. Riwayat Kuret : tidak ada

c. Riwayat Keputihan : tidak ada

11. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai buruh. Kesan

sosial ekonomi keluarga adalah golongan menegah ke bawah. Pasien

Page 38: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam masalah kontrol kehamilan

dan persalinan.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : GCS E4M6V5

Vital Sign : TD : 110/70 mmHg

N : 88x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36 0C

Status Gizi : Cukup

1. Status Generalis

a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : mesocephal, simetris

Mata : simetris, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks

pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm, edema palpebra -/-

Telinga : discharge -/-

Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung -/-

Mulut : sianosis (-), lidah kotor -/-

b. Pemeriksaan leher

Trakea : deviasi (-)

Gld Tiroid : ttb

Limfonodi Colli: ttb

JVP : 5+2 cm

c. Pemeriksaan Toraks

1) Paru

Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-),

pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : SD vesikuler, RBH -/-, RBK -/-, Wh -/-

2) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

Page 39: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

. ictus cordis kuat angkat (-)

Perkusi : batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

3) Pemeriksaan Abdomen

Inspkesi : cembung, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Perkusi : pekak, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

4) Pemeriksaan ekstermitas

Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-

Inferior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-

5) Status Lokalis

Abdome n

Inspeksi : Datar, Perban (+), Rembesan (-)

Palpasi : Supel

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N

Genitalia Eksterna

Perdarahan pervaginam (+), Jahitan (+) 4 jahitan. Flour Albus (+)

D. Diagnosis

P2A1 29 tahun, Post Histerektomi a.i. Ruptur Uteri dan Shock Hipovolemik

E. Plan

1. Pantau Tanda Vital

2. Diit Tinggi Kalori, Tinggi Protein

3. Pemeriksaan Darah Lengkap

F. Pemeriksaan Penunjang

Lab 04/10/2012 pukul 19.15

Page 40: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Darah lengkap

Hb : 11,6 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 15200 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 34 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 3,7 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 194.000/ul ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 93,2 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 31,7 pg ↑ ( 27-37 pg)

MCHC : 34,0 % ( 33-37%)

RDW : 48,4 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 10,1 fL (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,0 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 0,0 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 87,7 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 9,0 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 3,3 % (2,0-8,0)

PT : 14,8 (11,5-15,5 detik)

APTT : 33,2 ↓ (25-35 detik)

Lab 04/10/2012 pukul 18.27

Darah lengkap

Hb : 6,6 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 25700 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 20 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 2,2 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 177.000/ul ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 93,5 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 30,6 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 32,7 % ↓ ( 33-37%)

RDW : 13,4 % ( 11,5-14,5 %)

MPV : 10,4 fL (7,2-11,1 fL)

Page 41: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Hitung Jenis

Basofil : 0,1 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 0,0 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 90,0 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 9,9 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 0,0 % ↓ (2,0-8,0)

Lab 04/10/2012 pukul 22.25

Darah lengkap

Hb : 4,8 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 25220 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 14 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 1,6 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 78.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 88,9 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 29,6 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 33,3 % ↓ ( 33-37%)

RDW : 13,7 % ( 11,5-14,5 %)

MPV : 10,2 fL (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,8 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 0,8 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 83,5 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 11,6 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 3,3 % ↓ (2,0-8,0)

Kimia Klinik

Globulin

Total Protein : 1,71 g/dl ↓ (6,40-8,20)

Albumin :1,03 g/dl ↓ (3,40-5,00)

Globulin : 0,68 g/dl ↓ (2,70-3,20)

Ureum Darah : 13,1 mg/dl ↓ (14,98-38,52)

Page 42: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Kreatinin Darah : 0,81 mg/dl ↓ (0,60-1,00)

Glukosa Sewaktu : 200 mg/dl (<=200)

Elektrolit

Natrium : 133 mmol/L ↓ (136-145)

Kalium : 4,3 mmol/L ↓ (3,5-5,1)

Klorida : 106 mmol/L ↓ ( 98-107)

Kalsium : 6,2 mg/dl ↓ (8,4-10,2)

Lab 05/10/2012 pukul 11.49

Darah lengkap

Hb : 10,9 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 24540 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 32 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 3,8 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 65.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 83,3 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 28,5 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 34,2 % ( 33-37%)

RDW : 16,5 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 11,5 fL ↑ (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,3 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 0,0 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 83,5 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 12,5 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 3,7% (2,0-8,0)

Lab 06/10/2012 pukul 8,51

Darah lengkap

Hb : 7,2 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 17080 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 22 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 2,6 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Page 43: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Trombosit: 77.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 84,3 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 28,2 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 33,5 % ( 33-37%)

RDW : 16,9 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 11,2 fL ↑ (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,1 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 0,1 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 85,9 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 9,3 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 4,6% (2,0-8,0)

Lab 06/10/2012 pukul 19.37

Darah lengkap

Hb : 8,3 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 14400 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 25% ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 3,0 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 69.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 83,8 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 27,9 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 33,3 % ( 33-37%)

RDW : 16,2 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 10,8 fL ↑ (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,1 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 1,3 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 83,8 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 10,8 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 4,0% (2,0-8,0)

Page 44: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Lab 09/10/2012 pukul 09.47

Darah lengkap

Hb : 9,9 g/dl ↓ (12-16 g/dl)

Leukosit : 9660 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 29 % ↓ ( 37-47 %)

Eritrosit : 3,5 10^6/ul ↓ ( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 209.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 81,9 Fl ( 79-99 fL)

MCH : 28,0 pg ( 27-37 pg)

MCHC : 34,3 % ( 33-37%)

RDW : 15,4 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 9,8 fL ↑ (7,2-11,1 fL)

Hitung Jenis

Basofil : 0,2 % (0,0-1,0)

Eosinofil : 1,3 % ↓ (2,0-4,0)

Batang : 0,00 % ↓ (2,00-5,00)

Segmen : 82,4 % ↑ (40,0-70,0)

Limfosit : 11,2 % ↓ (25,0-40,0)

Monosit : 4,9% (2,0-8,0)

LED : 68 ↓ (0-20)

Ro Thorax AP (06/10/2012)

Kesan :

Bentuk dan letak jantung normal

Elongatio arcus aorta

Infiltrat pada paracardial kanan dan kiri

G. Tindakan Dan Perkembangan Pasien

Tanggal S O A P04/10/2011

Pukul 16.30

Lemas Tampak kaki sampai dengan

badan di vulva vagina

Instruksi Dokter

Irfan :

Lahirkan Kepala bayi

dengan prasat

mauriceau tidak

berhasil

Page 45: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

16.50 Kepala Bayi Belum Lahir Instruksi dr. Irfan : Lahirkan dengan Forcep

17.00 Bayi lahir dengan forceps jenis

kelamin perempuan meninggal,

BB 3250 gr,

PB 50

plasenta lahir spontan lengkap.

Injeksi Synto 10 iu

Eksplorasi cavum uteri bersih,

kontraksi uterus lembek, ,

Drip synto 20 iu + injeksi metergin 1 amp/im

kontraksi uterus masih lembek, gastrul 4 tab/rec + IVFD Haes

Perdarahan ++ (banyak) Cek

portio laserasi portio +

Pasang ovarium klem 4, + injeksi kalnex 1amp (iv)

perdarahan stop, Perdarahan 300

cc

klem ovarium aff

setelah 6 jam.

Jahit episiotomi

sebanyak 4 jahitan

(zyde)

Pukul 19.00 Perdarahan banyak, Eksplorasi

cavum uteri, kesan ruptur uteri

VS :

TD : 50/40

N : 180X/menit

RR : 32

S : 36,6

Akral dingin

Turgor kulit lambat

Lapor dr irfan,

instruksi siapkan

laparotomi (Acc dr

Edy)

Pukul 20.20 Operasi 1. Pasien Terlentang

di meja operasi

Page 46: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

dengan pengaruh

GA

2. Asepsis antisepsis

daerah tindakan

tutup dengan duk

steril

3. Incisi pada

lineamediana +-

10 cm perdalam

sampai dengan

cavum abdomen

terbuka

4. Tampak darah di

cavum abdomen

5. Eksplorasi :

tampak perforasi

pada segmen

bawah rahim

lateral kanan

6. Dilakukan

histerektomi

supracervical

7. Atasi perdarahan

8. Tautan adneksa

dextra dengan

cerviks

9. Jahit plica vesico

uterina

10. Pasang drain lepas

alat

11. jahit dinding

abdomen lapis

demi lapis

Page 47: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

operasi selesai

Pukul 21.20 Operasi selesai

Pukul 00.00 TD :

220/120mmHg, N:

128x/menit, Drip synto 5

IU 12 tpm

rawat ICU

Sedia darah 4 WB + 2

PRC

Instruksipasca Operasi

O2 10 l/menit

RL 20 tpm

Transfusi PRC sampai

HB > = 8

Inj Ceftriaxone 1 x2gr

Inj Metronidazole 3 x

500 gr

Inj Gentamiicine 2 x

80 gr

Inj ketorolac 3 x30 gr

Inj kalnex 3x 50 gr

Diit puasa sampai

dengan peristaltik

baik.

DC balance cairan

Terpasang Drain

Pemantauan di ICU

KU, VS, PPV, cek DR

(4,5,6)

Follow up ICU

Transfusi prc sampai

hb >= 8

02 10 l/menit

Ngt

Teruskan therapy

Tranfusi ICU 2 kolf,

VK 2 kolf,

flamoboyan 1 kolf

05/10/2012 Lemas, KU/Kes: tampak lemas/CM P2A1, 29 O2 10 liter/menit

Page 48: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

Terasa Pusing

Vital sign :TD : 132/ 80 mmHg ,N: 157x/menitRR : 24x/menit, T: 36,9ºCStatus generalis:Mata : ca : +/+ , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (+)Per: hipertimpaniAus : BU (+) meningkat

St. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (-)BAK (+) DC + 400 cc warna kuningPmeriksaan genitalia eksterna : perdarahan pervaginam (+)

tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri

Trasnfusi PRC sampai Hb > = 8Lanjutkan terapiPasang NGT

06/8/2011Pukul 23.30

Lemas KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 89/ 63 mmHg ,N: 93x/menitRR : 17x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : +/+ , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (+)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DC + 400 cc warna kuningPmeriksaan genitalia eksterna : perdarahan pervaginam (+)

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+2Tromobositopenia(65.000)

NGT, DrainTransfusi StopLanjutkan therapi

Page 49: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

07/10/2012 Lemas, Nyeri Bekas Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 100/ 60 mmHg ,N: 93x/menitRR : 17x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : +/+ , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (+)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DC + 250 cc warna kuningPmeriksaan genitalia eksterna : perdarahan pervaginam (+)

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+3Tromobositopenia(65.000)

Terapi Lanjut

08/10/2011 Lemas, Nyeri Bekas Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 110/ 70 mmHg ,N: 84x/menitRR : 20x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : +/+ , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (-)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DCPmeriksaan genitalia eksterna :

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+4Tromobositopenia(65.000)Anemia Dalam Perbaikan

Transfusi 1 kolf WB, dan Trombosit 1 kolf

Page 50: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

perdarahan pervaginam (+)

09/10/12 Nyeri Bekas Luka Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 120/ 80 mmHg ,N: 88x/menitRR : 20x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (-)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DCPmeriksaan genitalia eksterna : perdarahan pervaginam (+)

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+5TromobositopeniaAnemia Ringan

Terapi LanjutTunggu Hasil Lab

10/10/12 Nyeri bekas Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 120/ 80 mmHg ,N: 88x/menitRR : 20x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (-)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DCPmeriksaan genitalia eksterna :

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+6

Terapi Lanjut

Page 51: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

perdarahan pervaginam (+)

11/10/12 Nyeri Bekas Luka Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 120/ 80 mmHg ,N: 88x/menitRR : 20x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (-)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DCPmeriksaan genitalia eksterna : perdarahan pervaginam (+)

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+7

12/10/2012 Nyeri Bekas Luka Operasi

KU/Kes: Tampak sakit sedang/CMVital sign :TD : 120/ 80 mmHg ,N: 88x/menitRR : 20x/menit, T: 36,1ºCStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : -/-Status lokalis:Pemeriksaan abdomen :I: cembung, perban +, Rembesan (-)Pal : Supel (+), Nyeri tekan (-)Per: TimphaniAus : BU (+) NSt. Genitalis eksterna : PPV (+)St. Vegetatif :BAB (-), Flatus (+)BAK (+) DCPmeriksaan genitalia eksterna :

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+8

Page 52: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

perdarahan pervaginam (+)

H. Diagnosis Akhir

P2A1, 29 tahun, post Histerektomi a.i Perdarahan post Partum e.c Ruptur Uteri H+8

Page 53: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

BAB IV

PEMBAHASAN

A. G3P1A1, 29 Tahun, Hamil 39 Minggu, Janin Tunggal Mati Intra Uterin, dengan After

Coming Head didasarkan pada :

a. G3P1A1

Pasien hamil yang ketiga kali, melahirkan satu kali dan keguguran satu kali

b. Hamil aterm

Usia kehamilan adalah 39 minggu

c. Janin Tunggal Mati Intra Uterine dengan After Coming head

Pasien datang dalam keadaan Bayi sudah keluar dari badan sampai dengan kaki

dengan kepala tertinggal didalam.

B. Pada pasien dengan letak presentasi bokong, kejadian After Coming Head sangat

potensial terjadi,pada kasus ini Pasien datang dengan Keluhan Kepala Belum Lahir,

sehingga Tindakan Segera harus segera dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan

bayi. Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas uterus

(malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada leher, aneploid),

overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara dengan berkurangnya

kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa, myoma, tumor pelvis lain).

Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan pemeriksaan USG bahwa prevalensi

letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal (1). Abnormalitas uterus

sebagai penyebab sungsang pada kasus ini mungkin dapat kita singkirkan mengingat

riwayat kelahiran sebelumnya tidak pernah sungsang. Abnormalitas janin, overdistensi

uterus serta obstruksi pelvis juga tidak ditemukan. Keadaan yang mungkin memberikan

kontribusi adalah karena multipara. Implantasi plasenta pada cornu-fundal sebagai

predisposisi sungsang kasus ini tidak bisa ditegakkan karena tidak dilakukan manual

plasenta. Schiara menyatakan bahwa 50% kasus sungsang tidak ditemukan faktor

penyebabnya.

C. Pada Kasus ini Kepala Bayi coba dilahirkan dengan Prasat Mauriceau, namun tindakan

Ini gagal, akhirnya dilakukan tindakan Ekstraksi Forceps Untuk Melahirkan Kepala Bayi.

D. Setelah dilahirkan kepalabayi, kontraksi Uterus Lembek, terjadi Laserasi Pada Portio

Ibu,kemudian Terjadi Ruptur pada Uterus. Karena Perdarahan tidak dapat dihentikan,

Page 54: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

kemudain terjadi Shock dengan penilaian Vital Sign, Tekanan darah turun drastis 60/50

mmHg, Nadi 148, RR 28, Suhu 38, 3, maka dilakukan Tindakan dengan segera, yaitu

Histerektomi.

E. Seteah Dilakukan Histerektomni, Diperlukan Transfusi darah pada pasien sampai dengan

Hb lebih dari sama dengan 8, untuk mencegah terjadinya Shock kembali

Page 55: Presentasi Kasus_OBSGIN Ipeh Adis 2

BAB V

KESIMPULAN

1. G3P1A1, 29 Tahun, Hamil 39 Minggu, Janin Tunggal Mati Intra Uterin, dengan After

Coming Head

2. Pada pasien dengan letak presentasi bokong, kejadian After Coming Head sangat

potensial terjadi.

3. Terjadinya laserasi Portio, Ruptur Uteri, menyebabkan Shock Hipovolekim sehingga

Perlu dilakukan Histerektomi

4. Seteah Dilakukan Histerektomni, Diperlukan Transfusi darah pada pasien sampai

dengan Hb lebih dari sama dengan 8, untuk mencegah terjadinya Shock dan

memperbaiki keadaan umum Pasien

.