Presentasi Kasus MH
-
Upload
amandaprahastianti -
Category
Documents
-
view
3 -
download
1
description
Transcript of Presentasi Kasus MH
PORTOFOLIO
Internship Puskesmas Kecamatan Cilandak
Topik: MORBUS HANSEN
Tanggal (kasus): 28 April 2015 Presenter: dr. Narizka Budi Rahmadhiani
Tanggal Presentasi: - Pendamping: dr. Sri Hartati
Tempat Presentasi: -
Objektif Presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Pasien wanita, usia 40 tahun dengan keluhan kulit terasa tebal sejak 2 bulan
yang lalu.
□ Tujuan pengobatan: Deteksi dini kasus MH dan pengobatannya
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka. □ Riset. □ Kasus. □ Audit.
Cara membahas: □ Diskusi. □ Presentasi dan diskusi. □ Email. □ Pos.
Data Pasien: Nama: Ny. D Nomor Registrasi: U 3178
Nama Klinik: PKM Kec. Cilandak Telp: 021-7694279. Terdaftar sejak: 2010
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien wanita, 40 tahun datang dengan keluhan kulit terasa tebal sejak 2 (dua) bulan
yang lalu. Kulit juga tampak lebih terang dari sekitarnya, berbatas tegas dan semakin
lama semakin meluas.
2. Riwayat Pengobatan:
Miconazole cream
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:
Pasien wanita, 40 tahun datang dengan keluhan kulit terasa tebal sejak 2 (dua) bulan
yang lalu. Kulit juga tampak lebih terang dari sekitarnya dan berbatas tegas. Os merasa
ada bercak putih dibagian lengan bawah kiri sudah sejak 1 (satu) tahun yang lalu. Os
sudah berobat sebelumnya dan diberi salep jamur, namun bercak tersebut semakin
meluas dan mulai terasa tebal. Tidak ada keluhan gatal dan nyeri. Os mengaku tidak
pernah tinggal di luar daerah selain tempat tinggal saat ini.
4. Riwayat keluarga:
Os telah bercerai dan memiliki 3 orang anak. Riwayat kusta pada keluarga disangkal.
5. Riwayat pekerjaan:
Pedagang pakaian.
TINJAUAN PUSTAKA
MORBUS HANSEN
Morbus Hansen atau Kusta adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang basil, Mycobacterium leprae. Kusta dapat dianggap 2 penyakit terhubung
yang terutama mempengaruhi jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Awalnya,
infeksi mikobakteri menyebabkan berbagai macam respon imun seluler. Peristiwa imunologi
kemudian menimbulkan bagian kedua dari penyakit, neuropati perifer dengan potensi
konsekuensi jangka panjang.1
Gejala Klinis
Kusta terutama mempengaruhi kulit dan saraf di luar otak dan sumsum tulang
belakang, yang disebut saraf perifer. Hal ini juga bisa menyerang mata dan jaringan tipis
yang melapisi bagian dalam hidung.2
Gejala utama penyakit kusta adalah lesi pada kulit, benjolan, atau benjolan yang tidak
hilang setelah beberapa minggu atau bulan.1
Kerusakan saraf dapat menyebabkan hilangnya rasa di lengan dan kaki dan
kelemahan otot. Kerusakan pada saraf berikut dikaitkan dengan gangguan karakteristik pada
kusta:1
Ulnaris dan medianus – jari tangan seperti cakar (clawed hand)
Tibialis posterior - rasa baal pada telapak dan jari kaki seperti cakar (clawed toes)
Peroneal umum - foot drop
Saraf radial, facial dan auricular magnus mungkin terlibat
Infiltrasi oleh bakteri dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan hidung (kusta
lepromatosa), keterlibatan okular, dan penebalan difus kulit. Kasus-kasus lanjutan kusta
melibatkan hilangnya alis dan bulu mata, tetapi kelainan bentuk ini kurang umum hari ini.1
Biasanya diperlukan waktu sekitar 3 sampai 5 tahun untuk gejala muncul setelah
kontak dengan bakteri penyebab kusta. Beberapa orang tidak mengalami gejala sampai 20
tahun kemudian. Waktu antara kontak dengan bakteri dan munculnya gejala yang disebut
masa inkubasi. Masa inkubasi yang panjang kusta ini membuatnya sangat sulit bagi dokter
untuk menentukan kapan dan di mana orang kusta mendapat terinfeksi.2
Tata Laksana
Tujuan utama pengobatan kusta adalah untuk memutuskan mata rantai penularan,
mengobati dan menyembuhkan penderita serta mencegah timbulnya penyakit. Regimen
pengobatan kusta disesuaikan dengan klasifikasi kusta yaitu Pausi Basiler (PB) dan Multi
Basiler (MB) dengan memakai regimen pengobatan MDT (Multi Drug Treatment).3
Obat-obatan yang digunakan dalam WHO-MDT adalah kombinasi rifampisin,
klofazimin dan dapson untuk pasien kusta MB dan rifampisin dan dapson untuk pasien
kusta PB. Pengobatan kusta dengan hanya satu jenis obat anti-lepra akan selalu
menghasilkan resistensi obat terhadap obat tersebut.4
Kusta Multibasiler ( MB )
Untuk orang dewasa regimen standar: Rifampisin 600 mg sekali sebulan; Dapson 100 mg
sehari; clofazimine 300 mg sekali sebulan dan 50 mg sehari.
Durasi pengobatan = 12 bulan.4
Kusta Paucibasiler ( PB )
Untuk orang dewasa regimen standar: Rifampisin 600 mg sekali sebulan; Dapson 100 mg
sehari
Durasi pengobatan = enam bulan.4
Kusta Pausibasiler Lesi Tunggal
Untuk orang dewasa regimen standar dosis tunggal: Rifampicin 600 mg; Ofloxacin 400
mg; Minocycline 100 mg.4
WHO Multidrug therapy regimens. Courtesy of WHO, Leprosy elimination, http://www.who.int/lep/mdt/en/, accessed March 14, 2013.
Daftar Pustaka:
1. Smith, DS. Leprosy Treatment and Management. Updated on Jul 22, 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/220455-treatment, accessed May 25, 2015.
2. Smith, DS. Leprosy Clinical Presentation. http://www.webmd.com/skin-problems-and-
treatments/guide/leprosy-symptoms-treatments-history?page=1#2 accessed May 25,
2015.
3. Lubis, SR. Penyakit Kusta. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin USU. Medan.
2014.
4. WHO Multidrug therapy regimens. Courtesy of WHO, Leprosy elimination,
http://www.who.int/lep/mdt/en/, accessed May 25, 2015.
5. Lewis, FS. Dermatologic Manifestations of Leprosy Follow-up.
http://emedicine.medscape.com/article/1104977-followup#a2651, accessed May 25,
2015.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Morbus Hansen
2. Memahami alur pengobatan Morbus Hansen
3. Meningkatkan kewaspadaan terhadap Morbus Hansen
4. Manfaat pemeriksaan yang sistematis dan terinci
5. Edukasi tentang penyakit, penularan dan pengobatan Morbus Hansen
6. Prognosis dari Morbus Hansen
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
1. Subjektif: Pasien wanita, 40 tahun datang dengan keluhan kulit terasa tebal sejak 2 (dua)
bulan yang lalu. Kulit juga tampak lebih terang dari sekitarnya dan berbatas tegas. Os
merasa ada bercak putih dibagian tangan kiri sudah sejak 1 (satu) tahun yang lalu. Os
sudah berobat sebelumnya dan diberi salep jamur, namun bercak tersebut semakin meluas
dan mulai terasa tebal. Tidak ada keluhan gatal dan nyeri. Os mengaku tidak pernah
tinggal di luar daerah selain tempat tinggal saat ini.
2. Objektif:
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung untuk diagnosis MH pada kasus ini
ditegakan berdasarkan:
Gejala klinis: Terdapat bercak putih pada tangan pasien yang semakin meluas sejak 1
(satu) tahun yang lalu. Bercak ini disertai dengan rasa tebal. Tidak ada gatal dan nyeri.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan kulit regio lengan bawah kiri didapatkan:
Inspeksi : Makula hipopigmentasi, berbatas tegas, skuama (-), kulit kering
Palpasi : Anesthesi (+)
Pada pemeriksaan saraf tepi
N. Auricularis Magnus
N. Ulnaris Tidak ada kelainan
N. Tibialis Posterior
Riwayat penyakit dahulu: Os pernah berobat dan diberi salep jamur namun tidak ada
perubahan
3. “Assessment”(penalaran klinis): Bercak putih dengan gangguan sensoris seperti
tebal/mati rasa merupakan tanda cardinal dari penyakit kusta atau Morbus Hansen.
Adapun tanda cardinal lainnya adalah adanya penebalan saraf tepi yang menyebabkan
gangguan fungsi saraf, seperti mati rasa (saraf sensorik), parese dan paralisis (saraf
motorik) dan kulit kering (saraf otonom). Pada pasien ini juga didapatkan kulit yang
kering pada bercak yang menandakan adanya saraf otonom yang terlibat. Hal ini
disebabkan oleh karena sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae,
akibatnya aktivitas regenerasi sel saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf progresif.
Tanda cardinal yang terakhir adalah dijumpai BTA pada hapusan jaringan kulit. Pasien
ini dirujuk ke poli kulit RS Fatmawati untuk dilakukan pemeriksaan BTA hapusan
jaringan kulit. Pada tanggal 30 April 2015, pasien kembali membawa hasil rujukan
kembali dari RS Fatmawati dengan hasil pemeriksaan BTA hapusan jaringan kulit kedua
cuping telinga dan bercak di lengan bawah kiri didapatkan BTA + (positif).
4. “Plan”:
Diagnosis: Adanya bercak putih (hipopigmentasi) dengan gangguan sensoris merupakan
tanda cardinal dari penyakit kusta atau Morbus Hansen. Selain itu, tanda cardinal lain
adalah penebalan saraf dan hasil BTA hapusan jaringan kulit yang positif. Hasil
pemeriksaan BTA hapusan jaringan kulit cuping telinga dan lokasi lesi pada pasien
didapatkan hasil positif. Hal ini dapat memastikan diagnosis pasien adalah kusta atau
Morbus Hansen. Menurut klasifikasi WHO/DEPKES RI, pasien ini masuk dalan kategori
Pausi Basiler (PB) dengan alasan bercak atau macula berjumlah < 5 lesi, distribusi
unilateral, berbatas tegas dan anestesi yang jelas.
Pengobatan: Pada pasien ini diberikan MDT untuk kusta tipe PB yang berisi Rifampisin
600 mg sekali sebulan dan Dapson 100 mg sehari. Dengan durasi pengobatan selama 6
(enam) bulan.
Pendidikan: Pasien perlu mendapat penjelasan tentang diagnosis dan prognosis penyakit
kusta. Ketakutan mereka harus ditangani karena stigma budaya yang terkait dengan kusta.
Pasien mungkin perlu konseling psikologis karena mereka mungkin mengalami kesulitan
datang untuk berdamai dengan penyakit atau mungkin merasa ditolak oleh masyarakat.
Pasien harus diyakinkan bahwa dalam beberapa hari memulai MDT, mereka tidak menular
dan dapat menjalani hidup normal.5
Pasien membutuhkan pendidikan tentang bagaimana menangani anestesi dari tangan
atau kaki. Mereka harus belajar untuk memeriksa dengan hati-hati kaki mereka dari
trauma setiap hari. Pasien juga harus diberitahu untuk memakai alas kaki yang tepat dan
peralatan pelindung yang diperlukan. Memeriksa anggota badan dan mata untuk onset
anestesi atau kelemahan juga penting. Terapi fisik dan terapi okupasi adalah alat penting
dalam rehabilitasi. 5
Pasien harus belajar bagaimana mengenali timbulnya reaksi kusta, dan mereka harus
diberitahu untuk mencari bantuan medis segera jika reaksi ini berkembang. Potensi cacat
dapat dicegah dengan mendidik pasien tentang bagaimana menangani ada kerusakan saraf
dan dengan memperlakukan setiap gejala sisa dari kerusakan ini. 5
Konsultasi: Penjelasan akan lamanya pengobatan, banyaknya obat yang harus diminum
dan komplikasi fatal yang dapat terjadi apabila pengobatan tidak dilakukan dengan teratur
atau tidak menjalankan edukasi mengenai pencegahan cacat dengan seksama. Hal ini
diperlukan untuk dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada pasien sendiri.