PRESENTASI KASUS COMBUSTIO.doc

68
PRESENTASI KASUS COMBUSTIO Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo Diajukan Kepada : dr. Sunarto, Sp.B Disusun Oleh : Ewo Jatmiko 20100310006 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN ILMU BEDAH BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO 2015

Transcript of PRESENTASI KASUS COMBUSTIO.doc

PRESENTASI KASUS

COMBUSTIO

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah

Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada :

dr. Sunarto, Sp.B

Disusun Oleh :

Ewo Jatmiko

20100310006

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA BAGIAN ILMU BEDAH

BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Mini Referat dengan judul :

COMBUSTIO

Tanggal : Mei 2015

Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo

Oleh :

Ewo Jatmiko

20100310006

Disahkan oleh :

Dokter Pembimbing

dr. Sunarto, Sp.B

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam Presentasi Kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti program pendidikan profesi di bagian Ilmu Bedah dengan judul :

COMBUSTIOPenulisan Presentasi Kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Sunarto, Sp.B. selaku dokter pembimbing dan dokter Spesialis Bedah RSUD Wonosobo.

2. dr. H. Dimyati, A., Sp.B. selaku dokter Spesialis Bedah RSUD Wonosobo.

3. dr. Dhimas, A.,K., Sp.B. selaku dokter Spesialis Bedah RSUD Wonosobo.4. dr. Gatot, S., Sp.B. selaku dokter Spesialis Bedah RSUD Wonosobo. 5. Seluruh perawat bangsal Bougenvile, IGD dan Poli Bedah di RSUD

Wonosobo.6. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya .

Dalam penyusunan Presentasi Kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama pasien : Tubet

Umur : 16 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Alamat : Binangun, Watumalang, Wonosobo

No. RM : 628510

Tanggal Masuk RS : 8 Mei 2015

Tanggal Keluar RS : 15 Mei 2015

B. ANAMNESIS

Keluhan utama:

Luka bakar akibat tersiram minyak tanah

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Pasien datang ke IGD RSUD KRT Setjonegoro pada tanggal 8 Mei

2015 jam 11.00 WIB dengan membawa surat rujukan dari puskesmas

watumalang dengan keterangan luka bakar. Pasien terkena minyak panas

tadi malam akibat bermain kompor minyak, kedua tungkai dan kaki

terbakar dan melepuh. Pasien ketika itu dalam keadaan sadar, tidak ada

trauma inhalasi atau sesak nafas, tidak pingsan, tidak pusing, tidak mual,

dan tidak muntah. Pasien cuman merasa kesakitan dan perih.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Riwayat penyakit hipertensi disangkal, Riwayat sesak disangkal,

Riwayat penyakit DM disangkal, Riwayat pembedahan disangkal, Riwayat

operasi atau mondok di RS sebebelumnya juga disangkal. Riwayat sakit

kronis disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa.

Riwayat Sosial, ekonomi, lingkungan:

Pasien anak terakhir dari 3 bersaudara. Pasien tinggal bersama

orang tuanya serta hubungan yang harmonis. Tinggal di lingkungan yang

tetangga sekitar tidak mengalami keluhan serupa. Pola makan baik, pasien

sering mengkonsumsi sayuran. Istirahat cukup. Lingkungan sekitar rumah

pasien banyak yang merokok. Keluarga pasien juga banyak yang merokok,

keluarga pasien adalah keluarga menengah kebawah dengan penghasilan

yang tidak menentu. Pasien menderita gangguan perkembangan mental.

Pasien sulit berinteraksi dengan orang lain.

Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : Pasien sadar, pusing tidak ada, kelemahan

angota gerak tidak ada

Sistem Respirasi : Tidak ada batuk, dan tidak ada sesak

Sistem Kardiovaskular : Tidak ada nyeri dada dan berdebar-debar.

Sistem Gastrointestinal : Tidak ada nyeri perut, tidak mual, tidak

muntah

Sistem Urinaria : BAK lancar dan tidak ada nyeri saat BAK

Sistem Muskuloskeletal : Terdapat keterbatasan gerak karena rasa

nyeri

Sistem Integumentum : Terdapat luka bakar pada tungkai kanan

dan kiri

Kejiwaan : Sadar, tampak kesakitan, sulit berinteraksi

dengan petugas medis

Resume Anamnesis

Seorang pasien umur 16 tahun datang ke IGD dengan keadaan kaki

melepuh dan timbul bullae karena tersiram minyak panas serta terbakar

sejak tadi malam sebelum masuk rumah sakit. Pasien menderita gangguan

perkembangan mental.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pada tanggal 8 Mei 2015

Keadaan Umum : Tampak kesakitan, Sulit Berinteraksi dengan

petugas medis

Kesadaran : Compos Mentis, E4M5V6

Vital Sign

Nadi : 84x/menit, isi dan tegangan cukup

Respiratory rate : 20x/menit, irama reguler

Suhu : 36,90 C

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Status gizi : BB = 55 kg TB = 155 cm

Status Generalis

Kulit

Warna coklat sawo matang, tampak adanya luka bakar pada kedua

tungkai. Terdapat bullae pada daerah yang terkena luka bakar, terdapat

adanya tanda-tanda peradangan , ikterus tidak ada, edema umum tidak ada

dan turgor baik kembali cepat.

Kepala

Bentuk : bulat, simetris, bentuk normochepal,

Rambut : rambut hitam distribusi merata lurus, tidak mudah

dicabut

Mata : visus normal, konjungtiva anemis tidak ada, sklera

tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya

positif, edema palpebra tidak ada, eksoftalmus

tidak ada

Telinga : pendengaran normal, bentuk dan ukuran dalam

batas normal, sekret tidak ada,

Hidung : bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada,

deformitas tulang hidung tidak ada.

Mulut : sianosis tidak ada, mukosa bibir tidak kering

Tenggorokan : uvula dan tonsila di tengah, faring tidak hiperemis

Gigi : 4 4 3 2 1 1 1 1 2 3 4 4

4 4 3 2 1 1 1 1 2 3 x 4

Leher

Simetris, trakhea berada di tengah dan tidak ada jejas, tekanan

jugular vena tidak meningkat, limfonodi leher tidak teraba, tiroid tidak

membesar, nyeri tekan tidak ada.

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada deformitas, tidak

ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding

dada, tidak ada jejas

Palpasi : nyeri tekan tidak ada, fokal fremitus sama kanan

dan kiri, pengembangan paru-paru simestris

Perkusi : sonor kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler kedua lapang paru, suara tambahan tidak

ada

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

di SIC VI linea Axilaris anterior sinistra

Perkusi : batas jantung

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kanan bawah : SIC V linea parasternalis dextra

Kiri atas : SIC III linea midclavicularis sinistra

Kiri bawah : SIC VI linea Axillaris anterior sinistra

Auskultasi :S1-S2, irama reguler, bunyi tambahan tidak ada,

bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : datar, simetris, tanda peradangan tidak ada

Auskultasi : peristaltik Normal

Perkusi : tympani seluruh regio abdomen

Palpasi : nyeri tekan tidak ada, supel, lien tidak teraba,

hepar tidak teraba

Ekstremitas

Superior : bentuk normal, akral dingin tidak ada, edema

tidak ada, gerak aktif (tonus otot baik), kekuatan

motorik 5/5, tremor tidak ada

Inferior : bentuk normal, skral dingin tidak ada, edema

tidak ada, gerak aktif (tonus otot baik), kekuatan

motorik 5/5 , tremor tidak ada, tampak luka bakar

disertai bullae pada tungkai kanan dan kiri

Status lokalis

Terdapat luka bakar berwarna merah dan terdapat bula di tungkai kanan

dan kiri

Kepala dan leher : 0 %

Trunkus anterior : 0 %

Trunkus posterior : 0 %

Ekstermitas atas kanan : 0 %

Ekstermitas atas kiri : 0 %

Ekstermitas bawah kanan : 9 %

Ekstermitas bawah kiri : 9 %

Genital : 0 %

Total :18 %

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis

Pemeriksaan

Hasil Satuan Interpretasi Nilai rujukan

Darah Rutin

Hb 17,7 g/dL H 11.7- 15.5

AL 15,6 103/ µL H 4.5 - 13

Eosinofil 0,40 % L 2.00 - 4.00

Basofil 0.20 % N 0 – 1

Netrofil 71.20 % H 50 – 70

Limfosit 19,80 % L 25 – 40

Monosit 8,40 % H 2 – 8

Hematokrit 48 % N 40 – 52

Eritrosit 5,4 106/ uL N 4.40 – 5.90

Trombosit 208 103/uL N 150 – 400

MCV 88 fL N 80 – 100

MCH 33 pg N 26 – 34

MCHC 37 g/dL H 32 -36

Kimia Klinik

GDS 129 mg/dL N 70 - 150

E. DIAGNOSA KERJA

Luka bakar api 18% grade IIA-IIB

F. PENATALAKSANAAN

1. Pro rawat UNL (Unit Luka Bakar)

2. Infus RL 20 tpm

3. Inj Ciprofloxacin 2x200 mg/IV

4. Inj Ketorolac 2x30 mg/IV

5. Inj Ranitidin 2x50 mg

6. Burnazine Salep dan tutup dengan kassa lembab

7. Program Ganti Balut rutin

8. Diet TKTP

G. FOLLOW UP

9 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, BAK +

O/ KU: CM TD:110/80 N:72 RR:18 T:37,80 C

Status lokalis:

Luka merembes, luka tertutup kassa, nyeri +

A/ luka bakar api 18% grade IIA-IIB

P/ rawat luka dengan sibro salep+aspirasi bula+tutup kassa lembab

Inj Ciprofloxacin stop

Inj Amoxicilin 3x1gram/IV

Inj Gentamicin 2x80 mg/IV

10 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -

O/ KU: CM TD:110/80 N:72 RR:18 T:37,50 C

Status lokalis:

Luka merembes, luka tertutup kassa, nyeri +

A/ luka bakar api 18% grade IIA-IIB

P/terapi lanjut

11 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, pusing -, BAK lancar, BAB +

O/ KU: CM TD:110/80 N:70 RR:18 T:37,10 C

Status lokalis:

Bullae sudah diaspirasi, tampak dasar luka warna merah, nyeri +,

Luka merembes

A/ luka bakar api 18% grade IIB

P/debridement luka

12 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, pusing -, BAK lancar, BAB –

O/ KU: CM TD:100/80 N:72 RR:18 T:36,80 C

Status lokalis:

Tampak luka tertutup kassa, nyeri berkurang

A/ luka bakar api 18% grade IIB

P/ Asam Mefenamat Tab 3x500mg

Ranitidin tab 2x1

Vit B caps 2x1

Vip albumin 2x1

13 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, pusing -, BAK lancar, BAB –

O/ KU: CM TD:110/80 N:70 RR:18 T:36,80 C

Status lokalis:

Tampak luka tertutup kassa, nyeri berkurang

A/ luka bakar api 18% grade IIB

P/terapi lanjut + ganti balut

14 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, pusing -, BAK lancar, BAB –

O/ KU: CM TD:110/70 N:74 RR:18 T:36,80 C

Status lokalis:

Tampak luka tertutup kassa, nyeri berkurang, bullae kesan mengering

A/ luka bakar api 18% grade IIB

P/terapi lanjut

15 Mei 2015

S/ nyeri +, mual -, muntah -, pusing -, BAK lancar, BAB –

O/ KU: CM TD:110/70 N:70 RR:18 T:36,60 C

Status lokalis:

Tampak luka tertutup kassa, nyeri berkurang

A/ luka bakar api 18% grade IIB

P/ganti balut +burnazine salep+ tutup dengan kassa

Cefadroxil tab 2x1

Asam mefenamat tab 2x1

Vit B tab 2x1

BLPL, rawat jalan, kontrol poli bedah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris,

khemis dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih

dalam.4

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air

panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan jenis

trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan

penatalaksanaan khusus sejak fase awal sampai fase lanjut.1

B. ETIOLOGI

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung

yang dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah

terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung

pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau

sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60 % luka bakar disebabkan

oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga, dan umumnya

merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh

ketebalan kulit.2

Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari

matahari, listrik, maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam

atau basa kuat. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi

protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus

jaringan sampai kedalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal,

bahkan pada luka yng kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak

terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian

(bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan

oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang

mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan

lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat

karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein serta

kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering

terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.4

C. PATOFISIOLOGI

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2

pada anak baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa.apabila kulit terbakar

atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya

dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan

permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke

interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung banyak

elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya

fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.1

Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya

cairan intravascular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%,

mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang

terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai

gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan

cepat, tekanan arah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan

terjadi perlahan, maksimalterjadi setelah delapan jam.1

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan

permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak

sehingga dapat terjadi anemia.1

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di

wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau

uap panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya dapat

menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,

stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.1

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya.

Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga

hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan yaitu

lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat

terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat

meninggal.1

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan

terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruangan interstitial

ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis.1

Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati

yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan

mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak

tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,

pembuluh ini membawa system pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman

penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari penderita sendiri,

juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di

rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena

kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.1

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gran positif

yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian

dapat terjadi invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang

dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya,

terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi

pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar.

Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan

eksudasi oleh jaringan granulasi yang membentuk nanah. 1

Infeksi ringan dan noninvasive (tidak dalam) ditandai dengan

keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang

invasive ditandai dengan keropeng yang kering dan perubahan jaringan di

tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka

bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman

menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbkaar

dan menimbulkan trombosis.1

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua

dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini

dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar

sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka

bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik

yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.1

Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan

mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian; fungsi sendi dapat

berkurang atau hilang.1

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase

akut, peristaltik usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis

dapat menurun karena kekurangan ion kalium.1

Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada

penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa

lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak

peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Aliran

darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila

keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung.

Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan

yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.4

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolism tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan

berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga

yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran

protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus,

otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa

sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin menglami

beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan

gangguan jiwa yang disebut schizophrenia postburn.4

Gambar 1 Patofisiologi luka bakar

D. LUAS LUKA BAKAR

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh

tubuh. Pada orang dewasa digunakan “rumus 9”, Wallace membagi tubuh

atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule

of Wallace, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang

dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,

paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-

masing 9 %, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu

untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang

dewasa.5

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan

bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas

relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10

untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak. 2

Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang

masing-masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%,

ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15%.6

Untuk bayi, kepala dan leher 20%, badan depan dan belakang

masing-masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%,

ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 10%.6

Gambar 2 Persentase luka bakar

E. DERAJAT LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lamanya

pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang

ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman

adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon

dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu

menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.5

1. Luka Bakar Derajat I

Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam

proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka

bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna

kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah

putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi

oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan

biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka

tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau

hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa

bekas.

Gambar 3 Luka bakar derajat I

2. Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada

elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya

epitel sel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal

rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat sembuh sendiri

dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, nyeri

karena ujung-ujung saraf teriritasi, gelembung, atau bula berisi cairan

eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya

meningkat. Luka bakar derajat II ada dua :

a. Derajat II A (Superficial)

Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,

apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.

b. Derajat II B (Deep)

Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti

folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih

utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit

yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari

satu bulan.

Gambar 4 Luka bakar derajat II

3. Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin

subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel

hidup tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka;

biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan

nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Kulit tampak

pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari

jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa

nyeri.

Gambar 5 Luka bakar derajat III

F. BERATNYA LUKA BAKAR

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan

oleh kedalaman luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung

pada dalam, luas, dan letak luka. Umur dan kesehatan penderita sebelumya

akan sangat mempengaruhi prognosis.

Selain dalam dan luasnya luka bakar, prognosis dan penanganan

ditentukan oleh letak luka, usia, dan keadaan kesehatan penderita.

Perawatan daerah perineum, ketiak, leher dan tangan sulit, antara lain

karena mudah mengalami kontraktur. Bayi dan orang usia lanjut daya

kompensasinya lebih rendah, maka bila terbakar digolongkan kedalam

golongan berat.2

G. PENATALAKSANAAN

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh,

misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk

menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat

mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar

pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga

harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar

atau menceburkan diri ke air dingin, atau melepaskan baju yang tersiram

air panas.1

Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah

merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air

mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya

pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam

pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang

terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah

dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Oleh karena itu, merendam

bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat

bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan labih

dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat

berhenti pada derajat satu, atau luka yang kan menjadi tingkat tiga

dihentikan pada tingkat dua atau satu. Pencelupan tau penyiramandapat

dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.4

Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah

mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan

member kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup

permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka.4

Pada luka bakar luas dan dalam, pasien harus segera dibawa ke

rumah sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang

memadai untuk penanganan luka bakar tersebut. Dalam perjalanan,

penderita sudah dilengkapi dengan infuse dan penutup kain yang bersih

serta mobil ambulans atau sejenisnya yang bisa membawa penderita dalam

posisi tidur (terlentang/telungkup).4

Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling

berpotensi menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta

yang lebih berpotensi tinggi menimbulkan morbiditas dan mortalitas,

pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma center sebelum ditransfer ke

unit luka bakar.4

Pasien anak sebaiknya tidak dirawat di rumah sakit yang tidak

memiliki petugas dan fasilitas pelayanan pediatric yang memadai;

demikian juga penderita luka bakar yang memerlukan penanganan khusus

masalah emosional dan sosial atau memerlukan tindakan rehabilitative

khusus (mencakup kasus penganiayaan dan penelantaran anak).1

Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka

bakar ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita

menunjukkan gejala syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya

jalan napas, berikan campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi

udem laring, dipasang pipa endotrakea atau dibuat trakeostomi.

Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan jalan napas, mengurangi

ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas dari lender atau

kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen murni.1

Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyak-

banyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium

sistemik juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan

kalsium pada luka bakar.4

Perawatan lokal mengoleskan luka dengan antiseptic dan

membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan

pembalut steril untuk perawatan tertutup. Kalau perlu, penderita

dimandikan dahulu.5

Dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan luka bakar sebagai berikut:

1. Terapi fase akut

a. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka

bakar.

b. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas,

nadi, tekanan darah dan kesadaran (ABC)

- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas

- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa

memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).

- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan

kebutuhan cairan.

c. Perawatan luka

- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic

- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-

tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress

pasien dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar

wajah superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial.

Luka sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik

mata topical. Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal

dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat

penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen

kartilago.

- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar

seperti: silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine,

Dermazine, dll.

- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan

- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan

- Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan

pada luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru

kurang berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat

mengalami rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan

dan menjadi bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan

dihisap dengan jarum yang bersih, memasang lagi lapisan

epitel pada permukaan luka, dan menutup dengan pembalut

adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.

- Pasien dipindahkan ke tempat steril

- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.

- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid

untuk menghindari gangguan pada gaster.

- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus

- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien

- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus

paralitic.

2. Terapi fase pasca akut

a. Perawatan luka

- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,

kuman yang mati, serum, darah kering)

- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment

syndrome) escharotomi atau fasciotomi

- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan

sesuai hasilnya

- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali

- Kalau perlu pemberian Human Albumin

b. Keadaan umum penderita

Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal

seperti kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan

penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini

menandakan adanya sepsis.

c. Diet dan cairan

PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus

ditentukan secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan

diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan

ini.6

1. Cara Evans

Cara ini dilakukan sebagai berikut :

a. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam

b. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.

Keduanya merupakan pengganti cairan yang diberikan akibat

edema. Plasma diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar

dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis sehingga

mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali ciran yang

telah keluar.

c. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan

2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua. Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus

terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera

setelah fungsi usus normal kembali. Kalau dieresis pada hari ketiga

memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse dapat

dikurangi bahkan dihentikan.

2. Rumus Baxter

Cara lain yang dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan

rumus Baxter, yaitu luas luka x BB dalam kg x 4 mL larutan Ringer.

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama

sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan

kristaloid yaitu larutan Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah

cairan pertama.

Contoh: seorang dewasa dengan berat badan kg dan luka bakar

seluas 20% permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 mL = 1000 mL larutan

NaCl 0,9% dan juga 1000 mL plasma sebagai cairan tambahan, disertai

2000 cc larutan glukosa 5% sebagai kebutuhan dasar. Jumlah cairan pada 8

jam pertama sama dengan jumlah cairan untuk 16 jam berikut, masing-

masing 2000 mL; 24 jam berikutnya = 2000 mL.

Menurut rumus Baxter, cairan diberikan dalam 2 hari, yaitu 20 x

50 mL x 4 = 4000 mL pada hari pertama, 2000 mL pada hari kedua.

Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila

penderita dalam keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu,

pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi perubahan

keadaan sangat cepat terutama pada fase awal luka bakar.

Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau

terus-menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis

normal yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1

mL/kgBB/jam dan 3 mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga

adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau tidak.

Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi

yang tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

Hiponatremia sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak

dengan tanda kejang-kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya

kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi

segmen ST atau gelombang U. ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus

dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan

emergensi manajemen primer pasien trauma.

OBAT-OBATAN

Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah

infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif

terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan

hasil biakan dan uji kepekaan kuman. Obat suportif yang tercantum pada

tabel diberikan secara rutin.4

Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikn opiate melalui

ontravena dalam dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan

analgesia yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi.4

Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS san/atau

toksoid (lihat tabel indikasi pemberian tetanus).

NUTRISI

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak

2.500-3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.5

Pada masa kini, tiap unit luka bakar sudah menerapkan pemberian

dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik untuk mencegah terjadinya

ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status hipermetabolisme yang

terjadi pada fase akut luka bakar. Nutrisi enteral ini diberikan melalui

selang nasogastrik yang sekaligus berfungsi untuk mendekompresi

lambung.6

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukn

fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan

sendi. Kalau perlu, sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan

bidai.6

Tabel 1 Nutrisi pada luka bakar

Minuman diberikan pada penderita luka bakar :

Segera setelah peristaltis menjadi normal

Sebanyak 25 mL/kgBB/hari

Sampai dieresis sekurang-kurangnya mencapai 30 mL/jam

Makanan diberikan diberikan oral pada penderita luka bakar :

Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan

Sedapat mungkin 2500 kalori/hari

Sedapat mungkin mengandung 100-150 gr protein/hari

Sebagai tambahan diberikan setiap hari :

Vitamin A, B, dan D

Vitamin C 500 mg

Fe sulfat 500 mg

Mukoprotektor

H. PENANGANAN LOKAL

Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel

berupa kelenjar sebasea, kelenjar keringat atau pangkal rambut, dapat

diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak

hancur ataurusak karena infeksi. Pada luka lebih dalam perlu diusahakan

secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan member obat

topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati.

Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.

Masih banyak kontroversi dalam pemakaian obat-obatan topikal,

tetapi yang penting obat topikal tersebut membuat luka bebas infeksi,

mengurangi rasa nyeri, bisa menembus eskar dan mempercepat epitelisasi.

Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver

sulfadiazine dan terbaru MEBO (moist exposure burn ointment).4

Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau

krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).

Antiseptic yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%.

Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai

bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam

sulfide atau klorida yang member warna hitam sehingga mengotori semua

kain. Krim ‘silver sulfadiazine’ 1 % sangat berguna karena bersifat

bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap

semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan

tanpas pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.4

Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah.

Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga

kuman sulit berkembang. Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu,

misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluarga

pun merasa kurang enak melihat luka yang tampak kotor. Sedapat

mungkin luka dibarkan terbuka setelah diolesi obat.

Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang

dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi

tutupnya sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk

berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka

tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita. Hanya, diperlukan

tenaga dan dana lebih banyak karena dipakainya banyak pembalut dan

antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan

kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat

pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi

ditunggu sampai terlepas sendiri. Sedapat mungkin luka ditutup kasa

penyerap setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptik.

I. TINDAKAN BEDAH

Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar

derajat tiga yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan

keropeng dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan

penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati.

Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai

kebas pada ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan

membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan

terlepas.2

Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang

jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan

sesegera mungkin setelah keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi

tangensial juga menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini ini

dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari

ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas

permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.1

Luka bakar yang telah dibersihkn atau luka granulasi dapat ditutup

dengan skin grafting yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri

(skin grafting autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan biologis

seperti kulit mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat

dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita atau keadaan

penderita terlalu payah. Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut

dapat berfungsu sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan,

pencegah infeksi yang lebih parah, dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit

demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan kulit penderita

sendiri sebagai penutup permanen.

Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga

dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan

parut yang hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari

kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.

Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin

substitute) yang dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan.

Skin substitute ini antara lain integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm

adalah dermis manusia yang elemen-elemen epitelnya telah dibuang

sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan berfungsi sebagai

kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil pembiakan

fibroblast tneonatus yang digabung dengan membran silicon, kolagen babi,

dan jarring (mush) nilon. Setelah dua minggu, membrane silicon dikelupas

dan digantikan dengan STSG (split thickness skin graft). Integra

merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagendan kondroitin

ditambah lapisan silicon tipis.1

J. PERMASALAHAN PASCA LUKA BAKAR

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat

jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur

kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau

menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali, tertama bila parut tersebut

berupa koloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi intensif

dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.4

Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan psikiater untuk

mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan

ahli bedah rekonstruksi, terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan.

Bila luka bakar merusak jalan napas akibat inhalasi, dapat terjadi

atelektasis, pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pascatrauma.

K. PROGNOSIS

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas

permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti

infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa.3

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini penegakan diagnosis dengan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang baik, serta perjalanan penyakit pasien selama di rumah

sakit dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan keterangan pasien mengalami luka bakar karena

tertumpah minyak dirumah, kejadian berlangsung singkat karena anggota keluarga

segera berupaya memadamkan api. Pasien juga diketahui memiliki gangguan

pertumbuhan mental.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan bekas luka bakar pada kedua tungkai disertai

bula dan rasa nyeri hebat, keadaan mum tampak kesakitan, sulit berinteraksi

dengan petugas medis. nadi: 84x/menit, isi dan tegangan cukup, respiratory rate

20x/menit, suhu 36,90 C, tekanan darah 110/80 mmHg. Dilakukan perhitungan

luas luka bakar serta derajat dengan tujuan untuk menentukan penatalaksanaan

dan prognosis.

Pasien ini menderita luas luka bakar sebesar 18% dengan derajat IIA-IIB. Untuk

pemberian cairan pada pasien luka bakar bisa menggunakan beberapa metode

yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya.

Penanganan pada pasien luka bakar harus mengutamakan ABC terlebih dahulu,

jika pada saatpasien datang dalam keadaan hemodinamik tidak stabil maka perlu

dilakukan evaluasi ABC.

Untuk secara keseluruhan penanganan pada pasien ini sudah cukup tepat, hanya

saja pasien mengalami gangguan perkembangan mental sehinggga hal ini cukup

menyulitkan petugas kesehatan. Selain itu pasien juga menolak dipasang DC hal

ini juga sangat mengganggu dalam perhitungan jumlah urine output yang akan

digunakan untuk perhitungan balance cairan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM,

Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook

of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.

2. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM,

Gerard M, Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfield’s Surgery:

Scientific Principles and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott

Williams and Wilkins. 2006.

3. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne

CH, Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL.

Editors. Grab and Smith’s Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins. 2007.

4. R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit

Buku Kedokteran. EGC. 2010

5. Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured

patients. Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185

6. Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L.

Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care (p. 44).

Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.