PR.doc

13
Neng Ayu R P 107103000608 1. Kompresi Bimanual Kompresi bimanual interna Kompresi bimanual eksterna Kompresi bimanual interna a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu. b. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh. c. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam. d. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium untuk berkontraksi. e. Evaluasi keberhasilan:

description

PR

Transcript of PR.doc

Page 1: PR.doc

Neng Ayu R P 107103000608

1. Kompresi Bimanual

Kompresi bimanual interna Kompresi bimanual eksterna

Kompresi bimanual interna

a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.

b. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.

c. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.

d. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium untuk berkontraksi.

e. Evaluasi keberhasilan:

a. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.

b. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan    si penjahitan jika ditemukan laserasi.

c. Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian terus kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

Page 2: PR.doc

2. Persalinan Kala I aktifa. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.b. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.c. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).

3. Perdarahan post partuma. Perdarahan post partum primer ( early post partum hemorrhage) yang terjadi

dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

b. Perdarahan post partum skunder (late post partum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 post partum. Penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

2. Fungsi Dinamik Janin-Plasenta (FDJP)

Variabel 2 0Reaktivitas DJJ

> 2 < 2Akselerasi stimulasi

> 2 < 2Rasio SDAU

< 3 > 3Gerak nafas

stimulasi> 2 episode < 2 episode

Indeks Cairan Amnion

> 10 < 10

Rasio SDAU = Rasio Sistolik – Diastolik Arteri UmbilikalisS = SistolikD = Diastolik

3. Cephalopelvic disproportion

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.

Page 3: PR.doc

Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya

4. Kematian janin- Golongan I       : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu- Golongan II      : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu- Golongan III     : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetaldeath)- Golongan IV     : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas

Stadium maserasi Rigor mostis (tegang mati) Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas

kembali. Stadium maserasi I Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih

tapi kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati. Stadium maserasi II Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah

coklat, stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati. Stadium maserasi III Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin

sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

Jenis-jenis Kontrasepsi Implan

a. Norplant

Dipakai sejak tahun 1987. Terdiri dari 6 batang kapsul silastic-silicone

(Polydimethylsiloxane) lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4

mm, yang berisi 36 mg levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. Pelepasan hormon

setiap harinya berkisar antara 50-85 mcg pada tahun pertama penggunaan, kemudian

menurun sampai 30-35 mcg per hari untuk lima tahun berikutnya.

b. Implanon

Terdiri dari satu batang putih lentur yang berisi progestin generasi ketiga, yang

dimasukkan kedalam inserter steril dan sekali pakai atau disposable, dengan panjang

kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, terdiri dari suatu inti EVA (Ethylene Vinyl

Acetate) yang berisi 68 mg 3-keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. Pada

permulaannya kecepatan pelepasan hormonnya adalah 60 mcg per hari, yang

perlahan-lahan turun menjadi 30 mcg per hari selama masa kerjanya.

c. Jadena dan Indoplant

Page 4: PR.doc

Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3

tahun.

d. Uniplant

Terdiri dari 1 batang putih silastik dengan panjang 4 cm, yang mengandung 38 mg

nomegestrol asetat dengan kecepatan pelepasan sebesar 100 μg per hari dan lama

kerja 1 tahun. 

e. Capronor

Terdiri dari 1 kapsul biodegradable. Biodegradable implan melepaskan progestin dari

bahan pembawa atau pengangkut yang secara perlahan-lahan larut dalam jaringan

tubuh. Bahan pembawanya sama sekali tidak perlu dikeluarkan lagi misal pada

norplant. Tetapi sekali bahan pembawa tersebut mulai larut, ia tidak mungkin

dikeluarkan lagi. Tingkat penggunaan kontrasepsi implan dapat diperbaiki dengan

menghilangkan kebutuhan terhadap pengangkatan secara bedah. Kapsul ini

mengandung levonorgestrel dan terdiri dari polimer E-kaprolakton. Mempunyai

diameter 0,24 cm, terdiri dari dua ukuran dengan panjang 2,5 cm mengandung 16 mg

levonorgestrel, dan kapsul dengan panjang 4 cm yang mengandung 26 mg

levonorgestrel. Lama kerja 12-18 bulan. Kecepatan pelepasan levonorgestrel dari

kaprolakton adalah 10 kali lebih cepat dibandingkan silastik. 

Jenis-jenis implan mempengaruhi lama kerja alat kontrasepsi tersebut. Lama kerja ini

dipengaruhi oleh jenis hormon yang digunakan serta dosis hormon yang terkandung

dalam kapsul implan.

HPPEtiologi Faktor resiko

Kontraksi

uterus

abnormal

(tone)

- overdistensi uterus

- kelelahan otot uterus

- infeksi intra amnion

- polihidramnion- kehamilan ganda- makrosomia

- persalinan yang cepat- persalinan lama- paritas tinggi

- demam- ketuban pecah

Page 5: PR.doc

- kelainan fungsional atau anatomi uterus

- uterus fibroid- plasenta previa- anomali uterus

Sisa konsepsi

(tissue)

- sisa konsepsi- plasenta yang abnormal- sisa kotiledon atau lobus suksenturiata

-sisa bekuan darah

- plasenta lahir tidak lengkap- scar uterus akibat operasi sebelumnya- paritas tinggi- abnormal plasenta saat USG

- atonia uteriTrauma

genitalia

(trauma)

- laserasi serviks, vagina atau perineum

- perpanjangan laserasi saat SC

- ruptura uteri

- inversio uteri

- persalinan presipitatus- persalinan pervaginam operatif

- malposisi- deep engagement

- operasi uterus sebelumnya

- paritas tinggi- fundal plasenta

Gangguan

koagulasi

(trombin)

Kelainan yang telah ada sebelumnya seperti:- hemofilia A- penyakit Von Willebrand

Didapat saat kehamilan:- ITP- trombositopenia pd PEB- DIC- preeklampsia IUFD Infeksi berat Solusio plasenta Emboli cairan ketuban

Terapi antikoagulan

- riwayat koagulopati herediter- riwayat gangguan hepar

- memar- peningkatan tekanan darah- IUFD- demam, peningkatan lekosit- HAP- kolaps

Riwayat bekuan darah

Page 6: PR.doc

Tone

Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat mengakibatkan

perdarahan yang cepat dan massif dan hipovolemik syok. Uterus yang terlalu meregang baik

absolute maupun relative, adalah faktor risiko mayor untuk atonia uteri. Uterus yang terlalu

teregang dapat diakibatkan oleh gestasi multifetal, makrosomia, polihidramnion atau

abnormalitas janin ( misalnya hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal; atau

gangguan persalinan plasenta atau distensi dengan perdarahan sebelum plasenta dilahirkan.

Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan karena kelelahan akibat

persalinan yang lama atau percepatan persalinan, khususnya jika distimulasi. Dapat juga

Page 7: PR.doc

merupakan hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, AINS,

MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin. Penyebab lain plasenta letak rendah, toksin

bakteri, hipoksia, dan hipotermia.

Tissue / Jaringan

Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta. Pelepasan plasenta

yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang

optimal.

Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus aksesoris. Setelah

plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal, plasenta harus diperiksa apakah

plasenta lengkap dan tidak ada bagian yang terlepas.

Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi kehamilan

preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang hebat dapat terjadi. Ini

harus dijadikan pertimbangan pada awal persalinan, baik secara spontan ataupun diinduksi.

Penelitian terakhir menganjurkan penggunaan misoprostol pada terminasi kehamilan

trimester kedua mengurangi risiko terjadinya retensio plasenta dibandingkan dengan

penggunaan prostaglandin intrauterine atau saline hipertonik. Sebuah percobaan melaporkan

retensio plasenta membutuhkan dilatasi dan kuretase dari 3.4 % misoprostol oral

dibandingkan dengan 22.4 % yang menggunakan prostaglandin intra-amnion (Marquette,

2005).

Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta akreta dan

variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih lengket. Perdarahan signifikan

yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan yang normal menandakan adanya

akreta sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh permukaan plasenta melekat abnormal, atau

masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta), mungkin tidak menyebabkan perdarahan

masif secara langsung, tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk

melepaskan plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi

pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan plasenta

previa.

Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko terjadinya

perdarahan post partum yang berat, termasuk kemungkinan dibutuhkannya transfusi dan

Page 8: PR.doc

histerektomi. Darah mungkin dapat menahan uterus dan mencegah terjadinya kontraksi yang

efektif.

Akhirnya, darah yang tertinggal dapat mengakibatnya distensi uterus dan menghambat

kontraksi yang efektif.

Trauma

Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena manipulasi yang digunakan

pada saat persalinan. Persalinan secara sectio caesaria mengakibatkan kehilangan darah dua kali

lebih banyak dari pada persalinan per vaginam. Penyembuhan pada insisi segmen bawah yang

memiliki kontraksi buruk tergantung jahitan, vasospasme, dan pembekuan untuk hemostasis.

Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat s.c sebelumnya. Semua

uterus yang pernah menjalani s.c mengakibatkan gangguan dinding uterus memiliki risiko

terjadinya rupture pada kehamilan berikutnya.

Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika pasien

memiliki CPD relative atau absolute dan uterus telah distimulasi dengan oksitosin atau

prostaglandin. Pengontrolan tekanan intrauterin dapat mengurangi risiko terjadinya trauma.

Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin. Risiko yang paling

besar mungkin dihubungkan dengan versi internal dan ekstraksi pada kembar kedua; demikian

pula, ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat versi eksternal. Akhirnya, trauma mengakibatkan

usaha untuk mengeluarkan retensi plasenta secara manual atau dengan menggunakan instrument.

Uterus harus selalu berada dalam kendali dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen pada

prosedur tersebut. Injeksi salin/oksitosin intravena umbilical dapat mengurangi kebutuhan teknik

pengeluaran yang lebih invasif.

Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps dan

serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam dengan bantuan

(forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya pembukaan lengkap. Laserasi servikal

dapat terjadi secara spontan. Pada kasus ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak

mengedan sebelum terjadi dilatasi penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau

instrumentasi dari uterus dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja

diinsisi pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak pada

persalinan sungsang (insisi Dührssen).

Page 9: PR.doc

Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam operatif, tetapi hal

ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat

terjadi pada saat manipulasi pada distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara

spontan maupun karena episiotomi.

Trombosis

Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu

mengakibatkan perdarahan yang massif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang

mencegah terjadinya perdarahan (Baskett,1999). Fibrin pada plasenta dan bekuan darah pada

pembuluh darah berperan pada awal masa postpartum, gangguan padahal ini dapat menyebabkan

perdarahan postpartum tipe lambat atau eksaserbasi perdarahan karena sebab lain terutama

paling sering disebabkan trauma.

Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia dapat

berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti ITP atau HELLP sindrom (hemolisis,

peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), abruptio plasenta, DIC, atau sepsis.

Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa sebelumnya.