Praktikum Tanah p'Suban

download Praktikum Tanah p'Suban

of 21

Transcript of Praktikum Tanah p'Suban

KAJIAN CIRI-CIRI TANAH DI KEBUN KAKAO DAERAH PECORO KECAMATAN RAMBIPUJI KABUPATEN JEMBERTUGAS KULIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agroekologi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

Disusun Oleh Kelompok 3: Wahyu Wiji Pratiwi Tika Putri W. Imroatus Soliha Wiendi Tri Anggraeni Bagus Setyawan Arum Putranti Yulita Rachmalia (081510601040) (081510601042) (081510601043) (081510601044) (081510601052) (081510601055) (081510601057)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah sejenis proses produksi yang khas yang didasarkan atas proses-proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Kegiatan-kegiatan produksi didalam setiap usaha tani merupakan suatu kegiatan usaha (bussines), dimana biaya dan penerimaan itu penting. Pertanian dalam arti sempit memiliki unsur-unsur yaitu: proses produksi, petani, usahatani, usahatani sebagai perusahaan. Definisi pertanian dalam arti luas adalah kegiatan yang menyangkut perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan pertanian itu sendiri (Soetriono, 2006). Salah satu sector pertanian yang banyak dikembangkan oleh masyarakat Indonesia adalah perkebunan. Kegiatan yang tercakup didalamnya adalah pengelolaan tanaman perkebunan seperti karet, kopi, teh, kakao untuk dimanfaatkan secara komersial. Menurut jenisnya perkebunan dibagi menjadi dua, yaitu perkebunan rakyat dan perkebunan milik pemerintah. Perkebunan milik rakyat skala usahanya kecil dan dikelolah secara individu, sedangkan perkebunan milik pemerintah, skala usahanya luas dan mempunyai modal yang besar untuk mengelolahnya. Salah satu komponen zona agroekologi yang penting dalam usaha di bidang pertanian adalan tempat dimana tanaman akan tumbuh, yaitu tanah. Keadaan fisik lingkungan suatu wilayah ditentukan dari keadaan fisiografis atau bentuk wilayah dan tanah. Keadaan tanah itu juga salah satu faktor pendorong dari sebuah produktivitas tumbuhan. Secara langsung ataupun tidak langsung bentuk tanah, struktur tanah dan tekstur tanah mempengaruhi itu. Melalui pertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem produksi dan pilihan tanaman yang tepat dapat ditentukan. Lereng lahan banyak dipakai sebagai bahan pertimbangan mengingat bahaya erosi dan penurunan mutu lahan merupakan ancaman nyata pada pertanian berlereng curam. Jika dapat mengetahui keadaan fisik suatu daerah, akan dapat diketahui pula tanaman yang cocok untuk ditanam dan dikembangkan, sehingga hasil produktivitas tanaman tersebut akan maksimal.

Sebagai tempat makhluk hidup, tanah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut berhubungan dengan cirri khas yang dimiliki oleh tanah. Adapun ciri-ciri tanah dapat dilihat dari unsur hara yang dimilikinya, tektur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah, warna, reaksi, dan morfologi tanah. Unsur-unsur tersebut sangat menentukan bagi kelangsungan hidup tanaman yang akan diusahakan, karena pada dasarnya tanman tertentu menghendakai cirri-ciri tanah tertentu yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal. Sebaliknya jika tanaman yang ditanam tidak sesuai dengan kondisi tanah yang dikehendaki maka dapat dipastikan bahwa tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan subur dan tidak dapat menghasilkan hasil yang maksimal. Berdasarkan latar belakang tersebut dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai tekstur, struktur, zona agroekologi, kemiringan, dan vegetasi apa saja yang tumbuh di sekitar kebun kakao yang berlokasi di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. 1.2 Permasalahan1. Bagaimana tekstur tanah di kebun kakao di daerah Pecoro, Kecamatan

Rambipuji, Kabupaten Jember?2. Bagaimana struktur tanah di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten

Jember?3. Bagaimana zona agroekologi dan kemiringan tanah kebun kakao di daerah

Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember?4. Bagaimana vegetasi yang berada di sekitar kebun kakao daerah Pecoro,

Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember? 1.3 Manfaat1. Dapat digunakan untuk mengetahui tekstur, struktur, zona agroekologi,

kemiringan, dan vegetasi apa saja yang tumbuh di sekitar kebun kakao yang berlokasi di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. 2. Dapat digunakan sebagai bahan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obatobatan, industri perkebunan, maupun kehutanan. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus). Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Murni. Kata Pedo yang berarti gumpal tanah. Tanah adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu (Madjid, 2008). Tekstur tanah menggambarkan kasar atau halusnya permukaan tanah itu sendiri. Tekstur tanah menentukan kecenderungan tanah termasuk pada tanah lempung, debu, atau tanah pasir. Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan dengan pembuktian diri sendiri yaitu dengan cara meremas segumpal tanah dalam keadaan basah, dan akan terasa oleh tangan apakah tanah tersebut bertekstur kasar, liat atau lempung. Jika tanah terasa bertekstur kasar, berarti tanah tersebut merupakan tanah pasir. Jika terasa liat, maka tanah tersebut merupakan tanah lempung. Jika teksturnya lembut, tanah tersebut merupakan tanah debu. Selain cara tersebut, dapat pula menggunakan tes di laboratorium untuk menentukan tekstur tanah. Struktur tanah adalah sifat fisik tanah yang menunjukkan keterikatan butir tanah yang satu dengan butir tanah yang lainnya. Pengelompokannya dilakukan

dengan membedakan bentuk dan susunan dan agregat tanah menjadi granuler, lempung, gumpal, tiang, remah, butir tunggal, dan massif. Menurut Madjid (2009), terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975 dengan disertai singkatan nama ordo tersebut, adalah sebagai berikut: 1. Alfisol --> disingkat: Alf 2. Aridisol --> disingkat: Id 3. Entisol --> disingkat: Ent 4. Histosol --> disingkat: Ist 5. Inceptisol --> disingkat: Ept 6. Mollisol --> disingkat: Oll 7. Oxisol --> disingkat: Ox 8. Spodosol --> disingkat: Od 9. Ultisol --> disingkat: Ult 10. Vertisol --> disingkat: Ert Secara umum Zona agroekologi ini mencakup hal yang bersifat nyata dimana didalamnya menyangkup pola keragaman tanaman dalam komuditas lahan atau lingkungan di wilayah tertentu. Hal ini ditunjukan dalam upaya pengusahaan tanaman semusim dengan jenis tanah atau lahan tertentu. Zona Agroekologi adalah salah satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokkan wilayah berdasarkan keasaman sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokkan bertujuan untuk mnenetapkan area pertanaman dan komoditas potensial dan bertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang berkelanjutan (Mita, 1999). Kebun berada pada lahan yang bertopografi berbukit (undulating) dengan slope (kemiringan tanah) makro yang miring (35-45%) sampai terjal ( >45%), sehingga pengolahan tanah intensif tidak dianjurkan, karena dapat mengakibatkan erosi berlebih yang mendeteriorasi struktur tanah . Lahan lebih memungkinkan untuk diolah dengan peralatan mekanis manual (pacul, tugal, cukil, dsb). Adanya terasering untuk lahan pertanaman (sheedbed) dengan slope mikro (2-5%) (Kastaman, 2003).

Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah. Sebagai tananam yang dalam budidayanya memerlukan naungan, maka walaupun telah diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman kakao tetap diperlukan persiapan naungan. Tanpa persiapan naungan yang baik,pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Oleh karena itu persiapan lahan dan naungan, serta penggunaan tanaman yang bernilai ekonomis sebagai penaung merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan kimia dan fisik yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kakao terpenuhi. Kemasaman tanah, kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sementara faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukan air tanah, drainse, struktur dan konsesntensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao (Abdulloh, 2010). Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerahdaerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada pada daerahdaerah antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung fosfor antara 257 550 ppm berbagai kedalaman (0 127,5 cm), dengan persentase liat dari 10,8 43,3 persen; kedalaman efektif

150 cm; tekstur (ratarata 050 cm di atas) SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pHH2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K ratarata 050 cm di atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa ratarata 0 50 cm di atas 50%.

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas praktikum mata kuliah Agroekologi Jurusan Tanah tentang karakteristik lahan kebun dilaksanakan oleh kelompok 3 bertempat di lahan kebun kakao di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Alat Tulis 2. Penggaris 3. Kamera 3.2.2 Bahan 1. Lahan kebun kakao di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. 3.3 Metode Pelaksanaan 1. Menentukan lokasi kebun yang akan dijadikan obyek penelitian 2. Mengamati macam-macam vegetasi yang terdapat pada kebun tersebut 3. Mengamati letak kemiringan lahan pada kebun tersebut 4. Mengambil sambil tanah pada kebun tersebut dan mengamati bagaimana tekstur serta struktur tanah kebun tersebut 5. wawancara dengan pemilik atau pekerja pada kebun tersebut untuk mengetahui bagaimana nilai ekonomis dari macam-mcam vegetasi di lahan kebun tersebut 6. Mengabadikan kegiatan yang telah dilakukan dengan kamera

BAB 4. PEMBAHASAN 4.1

Tekstur Tanah Kebun Kakao di Daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu

pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat. Laju dan berapa jauh berbagai reaksi fisika dan kimia penting dalam pertumbuhan tanaman diatur oleh tekstur karena tekstur ini menentukan jumlah permukaan tempat terjadinya reaksi. Partikel tanah mineral dibagi menjadi kelompok-kelompok yang seluruhnya berdasarkan ukuran, yaitu tanpa memperhatikan komposisi kimia, warna, bobot, atau sifat-sifat lain. Kelompok partikel ini diberi nama separat tanah. Partikel pasir berukuran relatif lebih besar dan oleh karena itu menunjukkan permukaan yang kecil dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh partikel-partikel debu dan tanah liat yang berbobot sama. Karena permukaan pasir yang kecil, maka bagian yang dimainkan dalam kegiatan kimia dan fisika tanah adalah kecil, kecuali jika terdapat dalam perbandingan yang terlalu kecil, pasir meningkatkan ukuran ruangan antarpartikel, jadi memberikan peluang pergerakan udara dan air drainase. Pasir dan debu terutama terdiri atas partikel-partikel yang dihasilkan dari perombakan fisik batuan dan mineral, partikel-partikel ini pada tanah tertentu berbeda terutama dalam ukuran. Akibatnya, debu mempunyai permukaan yang lebih luas setiap gramnya dan mempunyai laju pelapukan dan pelepasan hara terlarut yang lebih cepat untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan pasir. Partikel debu terasa halus seperti tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama dalam tanah liat. Tanah berdebu mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Tetapi pada waktu yang sama, debu pada hamparan jalan mungkin menimbulkan timbunan yang membahayakan konstruksi jalan raya karena pemuaian air pada waktu pembekuan.

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi seperti pasir, debu, dan lempung. Tekstur tanah berkaitan dengan bahan mineral seperti pasir, debu, dan lempung. Pasir, debu, dan lempung disebut zarah (partikel) tanah. Berdasarkan ukurannya (diameter butirnya), partikel tanah dikelompokkan menjadi tiga fraksi, yaitu fraksi pasir, fraksi debu, dan fraksi lempung, sedangkan butir-butir tanah atau batuan yang berdiameter di atas 2 mm disebut gravel dan tidak termasuk fraksi tanah. Bila unsur-unsur tanah hanya terdiri atas butiran-butiran pasir, maka tanah tersebut memiliki tekstur kasar. Sebaliknya, bila unsur-unsur tanah hanya terdiri atas lempung, tekstur tanah itu sangat halus. Tanah lempung sangat baik untuk pembuatan kerajinan keramik, bata, dan genteng. Tekstur tanah yang ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas2 testur tanah. ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut.

Gambar 4.1. Segitiga bertekstur menunjukkan batas-batas kandungan pasir, debu, dan tanah liat pada berbagai kelas tekstur Tekstur tanah yang terdapat pada kebun kakao di Daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember adalah lempung liat berpasir. Tekstur tanah lempung liat berpasir tersebut dengan komposisi 30 - 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 - 20 persen debu. Susunan komposisi tekstur tanah tersebut akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Ketebalan solum tanah

yang terdapat pada kebun kakao di Daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember memiliki solum 100 cm sehingga solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao. Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu, kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6 - 7,5, tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4, dan paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe pada pH rendah. Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per tahun, daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organic sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah-tanah yang hendak ditanami kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 - 15 cm.4.2 Struktur tanah di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten

Jember. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis. Struktur tanah berhubungan dengan cara di

mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregatagregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil ( mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular. Pengaruh struktur terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 20 persen debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.4.3 Zona agroekologi dan kemiringan tanah kebun kakao di daerah Pecoro,

Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak akan berbeda dengan nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah. Masing-masing komponen di atas dikaji lebih mendalam tentang sifat atau karakteristiknya. Kemudian interaksi antar komponen dan pola manajemen yang tepat dalam mengendalikan kondisi agroekologi di suatu tempat. Konsep agroekologi mengenal model pengelolaan berdasar kondisi agroekologi yang bersifat spisifik. Konsep pengelompokan agroekologi ini sering disebut sebagai Zone Agroekologi (Agroecological Zone) (Litbang Pertanian, 1999). Untuk menentukan bagaimana zona Agroekologi pada lahan kebun di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember perlu dilihat bagaimana kondisi iklimnya, bentuk wilayahnya, serta jenis tanahnya. Jenis iklim yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi yakni iklim Perudic ( iklim tipe A dan B1 menurut klasifiksi Oldeman), Udic ( iklim tipe B2, C2, dan D2), serta Ustic (tipe iklim C3, D3, dan E). Jenis iklim di daerah Jember pada umumnya adalah jenis iklim B dan C sehingga secara garis besar tipe iklim di lahan kakao daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember merupakan tipe iklim Udic. Fisiografi yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi yakni rezim suhu isophertermic (ketinggian 0-700 m dpl), isothermic (ketinggian 700-

1500 m dpl), dan isomesic (ketinggian >1500 m dpl). Lahan kebun kakao di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember memiliki jenis iklim isophertermic yakni dengan ketinggian sekitar 600 m dpl. Lahan ini cocok untuk ditanami tanaman kakao mengingat kaetinggian tempat untuk budidaya kakao adalah 1200 m dpl. Jenis tanah dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam jenis tanah menurut klasifikasi FAO, misalnya tanah andisol, alfisol, entisol, oxisol, dan jenis tanah lainnya. Jenis tanah yang terdapat di lahan kebun kakao daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember yakni jenis tanah andisol. Hal ini karena tanah di lahan kebun kakao ini mempunyai ketebalan solum tanah yang tebal yaitu sekitar 140 cm, tanahnya berwarna coklat tua dengan horizon tanah jelas nampak. Dari warna ini dapat diketahui teksturnya adalah debu, lempung yang berdebu sampai lempung. Sedangakan strukturnya lemah dan lapisan bawah masih gumpal dan konsistensinya gembur. Dari identifiksi komponen-komponen Agroekologi pada lahan kebun kakao Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember dapat diketahui zon Agroekologinya yakni Zona And.2.1, artinya lahan kebun kakao daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember ini mempunyai jenis tanah andisol dengan rezim kebasahan udic (iklim tipe B2, C2, atau D2) dan rezim suhu isophertermic (ketinggian tempat 0-700 m dpl) Sistem pertanian yang berkelanjutan akan terwujud apabila lahan yang digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengolahan yang sesuai. Bentuk wilayah atau fisiografi yang merupakan faktor utama penentuan sistem produksi, disamping sifat-sifat tanah. Lereng lahan atau kemiringan lahan banyak dipakai sebagai pertimbangan untuk menanam suatu komoditas mengingat bahaya erosi atau penurunan mutu lahan tersebut. Setiap tanaman pertanian memiliki kemiringan lahan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan sifat tanaman tersebut. Untuk tanaman kakao sebagai tanaman perkebunan (tahunan) sangat cocok ditanam di lahan dengan kemiringan lahan 8 25% dan kemiringan lahan optimum pada kemiringan 40%. Pada lahan kebun kakao di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember memiliki kemiringan lahan sekitar 15%. Hal ini membuat

kemringan lahan tidak terlalu curam sehingga cocok untuk terus diusahakan tanaman kakao, selain itu kemiringan tanah ini juga tidak terlalu sulit untuk upaya pengelolaan tanah sehingga biaya pengelolaan tanah juga dapat efisien.4.4 Vegetasi yang berada di sekitar kebun kakao daerah Pecoro, Kecamatan

Rambipuji, Kabupaten Jember. Kebun merupakan lahan yang ditanami oleh komoditas-komoditas perkebunan seperti kopi, kakao, teh, tembakau, ataupun komoditas perkebunan lainnya. Kebun yang menjadi obyek penelitian disini adalah kebun kakao yang terdapat di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember. Seperti yang telah ditentukan kebun yang menjadi obyek penelitian adalah kebun kakao, maka komoditas yang ditaman pada lahan kebun ini adalah komoditas kakao sebagai tanaman pokok. Pada lahan kebun tersebut sekitar 90% komoditas yang diusahakan adalah komoditas kakao karena memang sesuai dengan kondisi tanahnya. Akan tetapi selain komodits kakao tersebut juga terdapat tanaman-tanaman lain yan berada di lahan kebun tersebut. Tanaman-tanaman lain yang terdapat selain komoditas kakao yakni tanaman pisang, kelapa, lamtoro, dan berbagai rerumputan. Tanamantanaman tersebut diusahakan di lahan tersebut ditanam selain untuk tanaman naungan juga untuk menambah pendapatan yang didapat oleh kebun tersebut. Tanaman kelapa yang ditanam di sekkitar tanaman kakao tersebut selain digunakan untuk naungan tanaman kakao juga hasilnya dapat digunakan untuk menambah pendapatan kebun tersebut. untuk cara usahatani pada kebun kakao yakni tidak boleh terlalu sering melakukan pengolahan tanah karena pabila terlalu sering maka dapat merubah kemiringan lahan dan memudahkan terjadinya erosi pada lahan kebun.4.5 Nilai Ekonomis Pada Lahan Kebun Kakao daerah Pecoro, Kecamatan

Rambipuji, Kabupaten Jember. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kakao dapat mulai berproduksi pada umur 18 bulan

(1,5) tahun dan dapat menghasilkan biji kakao yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Dengan penerapan teknologi budidaya yang benar produktivitas tanaman kakao bisa mencapai 1,5-3 ton/ha (Anonim, 2011). Luas lahan perkebunan di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember yang diteliti 0,5 ha. Lahan perkebunan tersebut memiliki nilai ekonomis bagi petani terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja, dimana jumlah tenaga kerja yang terdapat pada lahan perkebunan tersebut 10 pekerja untuk penanaman tanaman naungan dan tanaman kakao dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.150.000; 15 pekerja untuk perawatan dan pemeliharaan seperti penyiangan, pemangkasan, pemupukan, penyiraman, dan pemberian obat-obatan dimana total biaya untuk upah tenaga kerja dan biaya pupuk serta obat-obatan mencapai Rp.2.000.000; 15 pekerja untuk pemanenan buah kakao, dimana upah masingmasing pekerja tersebut berkisar antara Rp.10.000-Rp.15.000. Keuntungan bersih yang diperoleh dari hasil pemanenan biji kakao milik lahan perkebunan rakyat di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji tersebut berkisar antara Rp.5.000.000Rp.8.000.000, dimana harga kakao saat ini mencapai Rp.18.000/kg-Rp.20.000/kg dengan hasil panen 0,5-1ton . Hasil pemanenan biji tersebut biasanya dipasarkan di industri industri ataupun pada PTPN XII yang ada di Kabupaten Jember. Nilai ekonomis dari tanaman kakao tidak hanya terletak pada bijinya tetapi kulitnya pun dapat dimanfaatkan oleh petani. Namun, pemanfaatan kulit buah kakao di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember masih terbatas. Umumnya kulit buah kakao dapat dibenamkan kembali kedalam tanah sebagai penambah unsur hara atau pupuk. Selain itu kulit buah kakao juga sering dijadikan pakan ternak karena kandungan protein dan karbohidratnya cukup tinggi. Pada perkebunan rakyat di Desa Pecoro Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember umumnya kulit buah kakao yang dihasilkan dari panen biji kakao dari buah yang telah matang hanya dibiarkan membusuk di sekitar area perkebunan kakao tersebut. Padahal pembusukan kulit buah kakao dapat menghasilkan hama-hama yang dapat mengganggu kelangsungan hidup dari tanaman kakao itu sendiri. Komposisi kimia kulit buah kakao tergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah kakao itu sendiri. Kandungan pektin di dalam kulit buah kakao

yang cukup tinggi tersebut sangat memungkinkan untuk meningkatkan nilai ekonomis komoditas buah kakao secara keseluruhan, yang mana selama ini nilai ekonomis buah kakao hanya bergantung kepada harga jual biji kakao saja. Di sisi lain, kualitas biji kakao asal Indonesia di pasar dunia masih belum memiliki peringkat yang bagus, karena sebagian besar biji kakao yang ada Indonesia berasal dari pohon kakao berjenis Forastero yang merupakan pohon kakao dengan kualitas biji yang rendah (kualitas curah). Pengembangan tanaman kakao, budidayanya memerlukan naungan. Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Persiapan lahan dan naungan sebaiknya sudah dilakukan satu tahun sebelum tanaman kakao ditanam, sehingga pada saat bibit kakao ditanam, tanaman penaung di lapangan sudah tumbuh dengan baik dan siap berfungsi sebagai penaung kakao. Untuk tanaman penaung, biasanya digunakan Moghania macrophyla sebagai tanaman penaung sementara, dan tanaman Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp) sebagai tanaman penaung tetap. Di samping itu dapat pula digunakan tanaman-tanaman produktif seperti pisang sebagai penaung sementara, kelapa sebagai tanaman penaung tetap, ataupun tanaman lainnya. Tanaman-tanaman produktif dan mempunyai nilai ekonomis, yang mempunyai tajuk lebih tinggi daripada tanaman kakao, mempunyai kesamaan persyaratan lahan dengan tanaman kakao, serta tidak bersifat kontradiktif dengan tanaman kakao, dapat dimafaatkan untuk tanaman penaung kakao. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan tanaman bernilai ekonomis tersebut adalah pengaturan tata tanam agar persaingan antara tanaman kakao dengan tanaman penaung tersebut diusahakan seminimal-minimalnya, namun tanaman tersebut dapat.memberikan naungan yang cukup untuk tanaman kakao. Tanaman naungan pada lahan perkebunan milik rakyat di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember tersebut juga memiliki nilai ekonomis, di antaranya pisang, kelapa, dan rumput-rumputan. Tanaman pisang dapat dimanfatkan sebagai tanaman penaung sementara dalam budidaya kakao. Tanaman pisang dapat ditanam dengan jarak tanam 63 m, sehingga di dalam lorong tanaman pisang arah utara-selatan dapat ditanam 2 baris tanaman kakao dengan jarak tanam

33 m. Sebagai tanaman penaung sementara, tanaman pisang dapat ditanam 6-12 bulan sebelum tanam kakao. Selanjutnya rumpun pisang dapat diatur dengan memelihara 2-3 anakan saja. Tanaman pisang dapat dipelihara sampai tahun ke 4 atau sesuai dengan keperluan dengan tetap memperhatikan tingkat penaungannya untuk tanaman kakao. (Hendry, 2011). Hasil bersih dari pemanenan tanaman pisang tersebut berkisar antara Rp.300.000-Rp.500.000. Tanaman kelapa dapat digunakan sebagai tanaman penaung tetap untuk tanaman kakao. Dalam hal ini harus diatur agar persaingan minimal. Sebaran akar kakao terbanyak sampai radius 1 m dan sebaran akar kelapa terbanyak sampai radius 2 m, oleh karena itu perlu dibuat tatatanam dengan jarak antara kakao dan kelapa minimal 3 m. Dengan jarak tanam kelapa 1010 m dan jarak tanam kakao 42 m dalam gawangan kelapa utara-selatan, maka dapat diperoleh pertanaman dengan populasi tanaman yang cukup yaitu tanaman kakao 1000 ph/ha dan kelapa 100 ph/ha. Sebagai penaung tanaman kakao, fungsi penaungan tanaman kelapa dapat diatur dengan melakukan siwingan (pangkasan) pelepah bila penaungannya terlalu gelap, terutama pada musim hujan. Demikian pula ada tanaman kelapa yang sudah cukup tua dan tinggi, apabila penaungannya kurang dapat ditambah tanaman penaung lain misalnya dengan lamtoro yang ditanam di diagonal tanaman kelapa (Anonim, 2008). Hasil bersih dari pemanenan tanaman kelapa tersebut berkisar antara Rp.100.000-Rp.250.000. Tanaman kayu-kayuan atau tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis juga dapat dimanfaatkan sebagai penaung, tanaman sela, ataupun tanaman tepi dalam budidaya kakao. Tanaman jati (Tectona grandis) dan sengon (Albisia falcata) dapat dimanfaatkan sebagai tanaman tepi kebun ataupun tanaman sela pada pertanaman kakao. Pada pertanaman kakao tersebut tetap dimanfaatkan penaung lamtoro atau gamal, sedangkan jati dan sengon ditanam dalam barisan dua baris (double row) 3x2 m dengan jarak antar barisan jati atau sengon 24-30 m. Dengan tatatanam demikian terbentuk lorong diantara tanaman jati atau sengon, yang dapat ditanami tanama kakao 3x3 m Dalam hal ini jati, sengon atau tanaman kayu-kayuan yang lain dapat

difungsikan sebagai tanaman penaung dan atau tanaman pematah angin (Anonim, 2008). Vegetasi lain yang terdapat pada perkebunan tersebut seperti rumput memiliki nilai ekonomis sebagai pakan ternak dan mengurangi degradasi lahan. Nilai ekonomis dari tanaman naungan tidak sebesar nilai ekonomis tanaman kakao pada lahan perkebunan di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, sehingga petani cenderung enggan untuk merawat dan memelihara tanaman naungan tersebut.

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan1. Tekstur tanah yang terdapat pada kebun kakao di Daerah Pecoro, Kecamatan

Rambipuji, Kabupaten Jember adalah lempung liat berpasir.2. Struktur tanah yang terdapat di kebun kakao di daerah Pecoro Kecamatan

Rambipuji Kabupaten Jember yaitu gumpal dan remah 3. Komponen-komponen Agroekologi pada lahan kebun kakao Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember dapat diketahui zon Agroekologinya yakni Zona And.2.1, artinya lahan kebun kakao daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember ini mempunyai jenis tanah andisol dengan rezim kebasahan udic (iklim tipe B2, C2, atau D2) dan rezim suhu isophertermic (ketinggian tempat 0-700 m dpl).4. Lahan kebun di daerah Pecoro, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember

tersebut sekitar 90% komoditas yang diusahakan adalah komoditas kakao dan 10% digunakan untuk tanaman naungan yakni tanaman pisang, kelapa, lamtoro, dan berbagai rerumputan.5. Nilai ekonomis yang diperoleh dari hasil pemanenan biji kakao milik lahan

perkebunan rakyat di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji tersebut berkisar antara Rp.5.000.000-Rp.8.000.000, selain itu keberadaan lahan ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang ada di desa tersebut. 5.2 Saran 1. Pada saat pemanenan kulit kakao sebaiknya tidak dibuang begitu saja karena akan menjadi patogen bagi hama dan penyakit yang bersifat saproba, sebaiknya dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk kulit kakao tersebut. Karena mengandung pectin yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila diolah. 2. Penanaman kakao dan tanaman naungan pada lahan di Desa Pecoro Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember sebaiknya memperhatikan jarak tanam yang sesuai dengan standar operasional penanaman kakao.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Teknologi Budidya Kakao [online]. http://sumbar.litbang.deptan. go.id. Diakses tanggal 13 Juni 2011. Anonim. 2008. Budidaya Tanaman Kakao Persiapan Naungan Dan Pangkasan Bentuk. [online]. http://www.Bang fad.com/sastra/budidaya-coklat-2.html. Diakses tanggal 14 Juni 2011. Abdulloh, Tegar. 2010. Budidaya Kakao. [online]. http://budidaya-id. Blogspot. com. Diakses Tanggal 9 Juni 2011. Djamin, Suyoto. 2003. Budidaya Kakao. [online]. http://migroplus.Com/brosur/ Budidaya%20Kakao.pdf. Diakses tanggal 9 Juni 2011. Hendry, 2011. Budidaya Tanaman Coklat2 [online]. http://www.pakkatnews.com. Diakses tanggal 13 Juni 2011. Kastaman, Roni dan Ade M.K. 2003. Deskripsi Kesesuaian Lahan Kebun di Desa Ganjen, Kecamatan Banjaran. Tim Teknologi Tepat Guna. Universitas Padjajaran. Makasar. Halaman 2-3. Madjid, Abdul. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Definisi Tanah. [online]. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses tanggal 9 Juni 2011. Madjid, Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Klasifikasi Tanah. [online]. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses tanggal 9 Juni 2011. Mita, Syeunita. 1999. Pendekatan Agroklimat umum. Erlangga, Jakarta. Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Banyumedia, Malang.