PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI...

97
PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) Oleh: ANDRY KURNIAWAN NIM: 102046125283 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/ 2009 M

Transcript of PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI...

Page 1: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)

Oleh:

ANDRY KURNIAWAN

NIM: 102046125283

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/ 2009 M

Page 2: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)

Oleh: ANDRY KURNIAWAN

NIM: 102046125283

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Hj. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. Drs. H. Ahmad Yani, MA.

NIP: 150 269 678

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/ 2009

Page 3: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 19 Februari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada Program Studi Muamalat.

Jakarta, 19 Februari 2009

Disahkan oleh

Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM (......................)

NIP. 150 210 422

Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH. (......................)

NIP. 150 318 308

Pembimbing I : Dra. Hj. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. (......................)

Pembimbing II: Drs. H. Ahmad Yani, MA. (......................)

NIP. 150 269 678

Penguji I : Dr. Hasanuddin, M. Ag (......................)

NIP. 150 268 590

Penguji II : Dr. H. Yayan Sopyan, M. Ag (......................)

NIP. 150 277 991

Page 4: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tanggal 19 Februari 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1)

pada Program Studi Muamalat

Jakarta, 7 Februari 2007

Disahkan oleh

Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag (......................................)

NIP. 150 289 264

Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH. (......................................)

NIP. 150 318 308

Pembimbing I : Dra. Hj. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. (......................................)

Pembimbing II: Drs. H. Ahmad Yani, MA. (......................................)

NIP. 150 269 678

Penguji I : Dr. Hasanuddin, M. Ag (......................................)

NIP.

Penguji II : Dr. H. Yayan Sopyan, M. Ag (......................................)

NIP.

Page 5: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 03 Maret 2009

Andry Kurniawan

Page 6: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

KATA PENGANTAR

��� ا ا������ ا������

Segala puji dan syukur Kehadirat Allah SWT, pemilik Alam Semesta. Karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi di

akhir zaman yang menjadi suri teladan bagi seluruh umat manusia.

Dalam menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi bukanlah

hal yang mudah, tetapi harus dilewati dengan berbagai rintangan yang tidak terduga

sebelumnya. Tahap demi tahap dengan selalu memohon ridho kepada Allah SWT,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan didukung oleh

pihak-pihak dari luar.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Mu’amalat

Konsentrasi Perbankan Syariah.

3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH., selaku Sekretaris Program

Studi Mu’amalat Konsentrasi Perbankan Syariah.

4. Ibu Dra. Hj. Hafni Muchtar, S.H., MH., MM., selaku Pembimbing Skripsi.

5. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, MA., selaku Pembimbing Skripsi.

Page 7: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

6. Papah dan Mamah yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan

serta senantiasa mencurahkan segala dukungan baik moril maupun materil.

7. Saudara-saudaraku Etty Widdyan, Erry Suryana, Irwan Supriyana, Andryana

Widdyan dan Andryani Widdyan, serta keponakanku: Arif Permana Putera

yang selalu mengisi hari-hariku di rumah dengan canda dan tawa.

8. Irmalia yang selalu menyemangatiku baik dalam keadaan susah maupun

senang. Dhanu, Oke, Fauzan, Azis, Arfah, Fidyar, Anggoro, serta rekan-rekan

kampus, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Mengingat segala keterbatasan dan kemampuan, penulis menyadari masih

adanya kekurang sempurnaan pada skripsi ini, kritik dan saran yang membangun

selalu terbuka lebar demi perbaikan dalam penulisan skripsi selanjutnya.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi

penulis.

Depok, 03 Maret 2009

Penulis

Page 8: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 9

D. Metode Penelitian dan Tehnik Penulisan ........................................................... 9

E. Review Terhadap Penelitian Terdahulu ........................................................... 10

F. Sistematika Penulisan...................................................................................... 14

BAB II KERANGKA TEORI

A. Sejarah Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.................................................15

B. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ................................................................19

C. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ......................................................21

D. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pengkreditannya........................24

E. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai .............................................................36

F. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai ....................................................45

G. Pajak Pertambahan Nilai Yang Ditanggung Pemerintah...................................53

H. Faktur Pajak ....................................................................................................54

I. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai ............................................................59

Page 9: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

BAB III PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Perpajakan Memurut Hukum Islam .................................................................61

1. ............................................................................................................... P

engertian Hukum Islam...........................................................................61

2. ............................................................................................................... P

ajak Dalam Islam....................................................................................63

3. ............................................................................................................... S

ejarah Pemungutan Zakat Dan Pajak Dalam Islam ..................................64

4. ............................................................................................................... D

asar Hukum Pemungutan Pajak Dalam Hukum Islam .............................68

5. ............................................................................................................... P

ersamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak ..................................77

6. ............................................................................................................... K

arakteristik Pajak Dalam Hukum Islam...................................................79

B. Analisa Praktik Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Menurut Perspektif

Hukum Islam...................................................................................................80

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................................84

B. Saran-saran......................................................................................................85

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Telaah ilmiah terhadap ajaran agama Islam adalah untuk kepentingan umum

dalam kehidupan duniawi sebagai persiapan menghadapi kehidupan ukhrawi. Karena

itu ajaran Islam tidak hanya mempelajari ataupun mendalami masalah teologi dan

ritual semata, tetapi juga mencakup persoalan politik, ekonomi dan sosial budaya.

Islam memandang bahwa harta kekayaan dan penghasilan yang diperoleh oleh

manusia dari berbagai kegiatan ekonomi merupakan harta yang dimiliki oleh Allah

Swt. dan diamanatkan kepada manusia. Oleh karena itulah, di dalam harta tersebut

terdapat hak orang lain dan salah satu cara untuk membelanjakan harta tersebut yaitu

dengan membayar zakat untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

berdasarkan al-Qur’an dan hadits, serta membayar pajak kepada negara untuk

digunakan dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Hal ini sesuai dengan perkataan yang dilontarkan oleh Ali bin Abi Thalib,

seperti yang dikutip oleh B. Wiwoho yang mengatakan bahwa negara itu ibarat

sebuah taman. “Pagar yang menjaga keselamatan taman itu adalah undang-undang,

yaitu kekuasaan yang wajib ditaati. Taat dan kepatuhan rakyat kepada undang-undang

itulah yang menjadi sebab teguhnya pemerintahan. Pemerintah itu adalah ibarat

pengembala dan pengawal keselamatan negara yang didukung oleh tentara yang kuat.

Page 11: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Tentara itu adalah alat negara yang harus ditanggung semua keperluannya oleh kas

negara dan kas negara itu dikumpulkan dari rakyat…”1

Pada zaman Rasulullah saw., sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj

(sejenis pajak tanah), zakat, khums/ghanimah (pajak5

1 dari harta rampasan perang),

jizyah (sejenis pajak atas badan orang non muslim), dan penerimaan lain-lain

(diantaranya kaffarah/ denda).2 Lain halnya pada masa kekhalifahan Umar bin

Khaththab RA yang menerapkan ‘usyr (pajak 10

1dari hasil perdagangan). Oleh

karena itulah ‘usyr bukan bersumber dari al-Qur’an dan bukan pula dari Sunnah nabi

SAW, akan tetapi bersumber dari ijtihad para sahabat.3

Negara Indonesia merupakan negara yang besar dan tentunya dengan

permasalahan yang besar pula, terutama dalam permasalahan di bidang

perekonomian. Oleh karena itulah, pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yang

oleh Musgrave dan Musgrave disebut sebagai Fiscal Function seperti yang dikutip

oleh Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, yaitu:

1. Mengatasi masalah inefisiensi dalam mengalokasikan sumber-sumber

ekonomi,

1 B. Wiwoho., et., al., Zakat dan Pajak, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), Cet.ke 3,

h.35. 2 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta, Gema

Insani Press, 2001), cet.ke 1, h. 25. 3 Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab, (Jakarta, Pustaka

Azzam, 2002), cet.ke 1, h. 100.

Page 12: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

2. Mendistribusikan penghasilan dan kekayaan kepada masyarakat sehingga

tercapai masyarakat yang adil dan makmur, serta

3. Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari

fluktuasi perekonomian dan menjaga/ menjamin tersedianya lapangan

kerja (memperkecil tingkat pengangguran) serta penjaga stabilitas harga. 4

Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri

dari:

1. Bumi, air dan kekayaan alam.

2. Pajak-pajak, bea dan cukai.

3. Penerimaan Negara, Bukan Pajak (non tax).

4. Hasil Perusahaan Negara.

5. Sumber-sumber lain.5

Saat ini, pajak merupakan kontributor terbesar dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) kita yang berarti perannya sangat besar bagi kelangsungan

pembangunan bangsa ini.6 Pemerintah tidak dapat semena-mena untuk dapat menarik

pendapatan yang berasal dari pajak. Oleh karena itulah, penarikan pajak yang

dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan pada azas keadilan serta hukum pajak

yang diletakkan dalam pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 Republik

4 Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, (Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2005), ed.ke 1, h. 3. 5 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002), ed.Revisi,

cet.ke 4, h. 11. 6 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, (Yogyakarta, Akademi

Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), ed. 3, cet.ke 1, h. 2.

Page 13: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Indonesia yang berbunyi: “segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan

undang-undang”.

Jadi setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah harus berdasarkan Undang-

undang, sehingga tidak mungkin ada pajak yang hanya dipungut berdasarkan

Keputusan Presiden atau berdasarkan Peraturan Pemerintah atau berdasarkan

peraturan-peraturan lain yang lebih rendah daripada Undang-undang.7

Lain halnya dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan,

Keputusan Direktur Jenderal Pajak serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang

berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang pajak. Selain itu pula berbagai

peraturan daerah, baik Peraturan Daerah Propinsi maupun Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota, yang mengatur tentang pemberlakuan suatu jenis pajak daerah di

suatu propinsi atau kabupaten/kota.

Lahirnya Undang-undang Pajak Nasional, sebagai pengganti undang-undang

pajak yang berlaku sebelumnya yang isinya sebagian besar berasal dari zaman Hindia

Belanda, seperti Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan

tahun 1932 dan Ordonansi Pajak Pendapatan tahun 1944.8 Merupakan salah satu

faktor yang mendukung keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan sampai

sekarang, sehingga kelahirannya memiliki arti sejarah bagi bangsa dan negara.

Undang-undang Pajak Nasional ini terdiri dari:

7 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, (Bandung, PT. Rafika Aditama, 1998),

ed. Revisi, cet.ke 5, h. 7. 8 Wiwoho, Zakat dan Pajak, h. 39.

Page 14: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

1. Undang-undang No. 6 tahun 1983 yang telah diubah untuk kedua kalinya,

dan terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan umum dan tata cara Perpajakan.

2. Undang-undang No. 7 tahun 1983 yang telah diubah untuk ketiga kalinya,

dan terakhir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan (PPh).

3. Undang-undang No. 8 Tahun 1984 yang telah diubah untuk kedua kalinya,

dan terakhir dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas barang

Mewah (PPnBM). 9

Selain undang-undang yang tertera pada undang-undang pajak nasional,

terdapat undang-undang yang mengatur tentang pemungutan pajak, yaitu:

1. Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1994.

2. Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.

3. Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 20 tahun 2000.

4. Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

9 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, h. 5.

Page 15: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Undang-undang No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang lebih dikenal dengan

Undang-undang pajak Pertambahan Nilai 1984 merupakan salah satu produk

reformasi sistem perpajakan nasional (tax reform) 1983. sebagai pengganti Undang-

undang No. 19 Tahun 1951 Drt. Jo Undang-undang No. 35 Tahun 1953 tetang Pajak

Penjualan, Undang-undang PPN 1984 ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1985.10

Dalam perjalanannya, UU Nomor 8 Tahun 1983 ini telah dua kali diubah yaitu:

1. Mulai 1 januari 1995 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994 meliputi

pasal 1 sampai dengan pasal 17 berurutan.

2. Mulai 1 Januari 2001 diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU Nomor

18 tahun 2000 meliputi pasal 1 sampai denga pasal 16C namun tidak

berurutan. 11

Berdasarkan atas dasar hukum tersebut, maka pemerintah mewajibkan kepada

warga negaranya untuk membayar pajak yang merupakan salah satu sumber utama

pendapatan pemerintah pusat maupun daerah yang berguna untuk pengeluaran-

pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,

dipergunakan untuk membiayai public investment, dan diambil dari sebagian

kekayaan warganya tanpa mendapatkan prestasi-kembali dari negara dari pembayaran

atau penyetoran pajak.

10 Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), ed.

Revisi, cet.ke 6, h. 15. 11 Untung Sukardji, Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, (Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), cet.ke 2, h. 16.

Page 16: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Oleh karena itulah apabila terdapat kelalaian dalam membayar atau menyetor

pajak maka pemerintah yang dalam hal ini fiskus dapat menagih pajak dengan

memberikan surat paksa berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Pemungutan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2000, akan tetapi apabila terdapat suatu perselisihan maka

dapat ditindak dengan hukum yang berlaku, berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002

tentang Pengadilan Pajak yang menggantikan UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan

Penyelesaian Sengketa Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai populer di Indonesia pada 1980-an

karena relatif mudah bagi pemerintah untuk memungutnya. Berbeda dengan Pajak

penghasilan (PPh) yang dipungut setelah berlalunya kurun waktu tertentu dan

kemungkinan timbulnya perselisihan atas jumlah pajak yang harus dibayar, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dipungut tunai ketika barang terjual dan jumlahnya jelas.

Sepintas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tampak memang lebih mudah, tetapi

ternyata menimbulkan ekses negatif pada harga dan jumlah yang diperdagangkan.12

Akan tetapi dari banyaknya Undang-Undang pajak yang berlaku di Indonesia,

tidak terdapat Undang-Undang yang mendefinisikan pajak secara rinci. Hal ini

tampaknya terkait dengan definisi pajak itu sendiri, yang apabila di definisikan maka

akan terlihat jelas bahwa pajak itu merupakan salah satu alat kepentingan penguasa. 13

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada pembahasan ini penulis tertarik untuk

12 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, h. 46. 13 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007), ed.ke 1, h.

24.

Page 17: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

membahas masalah perpajakan dengan judul “Praktik Pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai Dalam Perspektif Hukum Islam”. Pembahasan ini berdasarkan

Undang-undang No. 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

suatu negara harus berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga

menjadi masalah seluruh rakyat dalam negara tersebut. Dengan demikian setiap orang

sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan

yang berhubungan dengan pajak.

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka terlihat betapa seriusnya

pemerintah dalam upaya untuk memungut pajak dari warga negaranya, walaupun

tidak terdapat Undang-Undang yeng menjelaskan serara rinci dari definisi pajak itu

sendiri. Tertarik dengan hal itu, maka pada pembahasan penelitian ini penulis

berupaya mengkaji lebih jauh tentang pemungutan Pajak pertambahan Nilai (PPN).

Penulis ingin merumuskan beberapa hal yang terkait dalam pembahasan skripsi ini

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan pajak dan zakat dalam Islam?

2. Bagaimanakah teori dan aplikasi peraktik pemungutan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) menurut hukum Islam?

Page 18: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pembahasan dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang peraktik pemungutan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN). Selanjutnya, di harapkan dapat memeperoleh gambaran yang jelas

mengenai hal tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dengan jelas kedudukan pajak dan zakat dalam

hukum Islam.

b. Untuk mengetahui dengan jelas teori dan aplikasi peraktik

pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Manfaat yang bersifat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna

bagi pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang

perpajakan di Indonesia, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Manfaat yang bersifat praktis, sebagai upaya bagi pemerintah untuk

membuat Undang-Undang yang mengatur tentang pemungutan pajak

yang sesuai dengan hukum Islam.

Metode Penelitian dan Tehnik Penulisan

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian kualitatif normatif yaitu suatu penelitian yang bersumber dari bahan bacaan

Page 19: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

yang dilakukan dengan cara penelaahan naskah. Data-data yang diperlukan dalam

pembahasan skripsi ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan.

Adapun data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu yaitu data yang

diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya

yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan metode ini penulis memperoleh

data dengan mengumpulkan, mempelajari serta menelaah buku-buku bacaan yang

sesuai dengan judul penelitian.

Sedangkan untuk metode pengumpulan data, penulis menggunakan studi

pustaka serta studi dokumentasi, yaitu metode yang didasarkan pada sumber

dokumen atau bahan bacaan. Data yang telah terkumpul diseleksi dan disusun

kemudian dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu menerangkan secara

sistematis dengan meneliti permasalahan yang ada pada tulisan ini untuk kemudian

ditarik suatu kesimpulan sehingga membentuk suatu karya tulis yang mencerminkan

satu kesatuan yang utuh.

Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2007”.

Review Terhadap Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu, penulis hanya menemukan dua penulis lain yang

membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai. Seperti yang dilakukan oleh Fauziah

(Tahun 2005) yang berjudul “Perbandingan Mekanisme Penghitungan Pajak

Page 20: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Pertambahan Nilai Pada Kredit Kendaraan Bermotor dan Murabahah (Studi Kasus

BNI Konvensional dan BNI Syariah)”.

Isi dari penelitian yang ditulis Fauziah yaitu: Pembahasan tentang Pengertian

PPN, Mekanisme Pemungutan PPN, Objek dan Subjek PPN, Dasar Pengenaan Pajak,

serta Tarif PPN, Pengertian Kredit dan Unsur-unsurnya, Jenis-jenis Kredit, Analisis

Penentuan Besarnya kredit untuk konsumtif, Definisi Murabahah, Landasan Syariah,

Jenis-jenis Murabahah serta aplikasinya dalam perbankan Islam.

Sedangkan kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan Fauziah yaitu:

a. Komposisi angsuran yang ada pada kredit kendaraan maupun murabahah hampir

sama, yaitu sama-sama dalam angsuran tersebut terdiri dari nilai pokok dan harga

jual termasuk PPN dan PPnBM. Yang membedakan yaitu, pada kredit terdiri dari

bunga, sedangkan murabahah terdiri dari margin atau nisbah bagi hasil.

b. Komponen bungan terdiri dari cost of fund, biaya operasional, cadangan resiko

kredit macet, laba yang diinginkan serta pajak.

c. Komponen murabahah terdiri dari peta persaingan, target pembiayaan, target dana

pihak ketiga, target pendapatan, dan target biaya operasional.

d. Penghitungan kredit dengan Efektif In Area Rates/ Sliding Rate, sedangkan

murabahah dengan Flat Rate.

e. Pengenaan PPN pada kredit kendaraan dan murabahah dilakukan sekali yaitu pada

saat penyerahan barang dari supplier/dealer kepada nasabah.

f. Penghitingan PPN berdasarkan mekanisme kredit pajak.

g. Belum adanya kepastian hukum dalam pengenaan PPN pada transaksi murabahah.

Page 21: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Sedangkan penulis lainnya yaitu Nurahdiyani HM (tahun 2007) yang

berjudul, Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Pajak Pertambahan

Nilai Pada Produk Murabahah di Bank Muamalat Indonesia.

Isi dari penelitian Nurahdiyani yaitu: Pengertian serta jenis-jenis Pajak,

Gambaran Umum Pajak Pertambahan Nilai, Pengertian, Mekanisme, Karakteristik,

Tipe Pemungutan, Prinsip Pemungutan, Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, Objek

dan Subjek PPN, Dasar Pengenaan serta Tarif PPN, Pengertian Murabahah, landasan

Syariah, Syarat-syarat, Jenis murabahah kepada pemesan pembelian, aplikasinya

dalam perbankan.

Sedangkan kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan Nurahdiyani HM

yaitu:

a. Bank Muamalat Indonesia mengenakan PPN hanya sekali yaitu pada saat

pembelian barang kepada supplier.

b. Murabahah merupakan produk pembiayaan dalam rangkan perantaraan antara

pemilik dana dan pengguna dana.

c. SK Dirjen Pajak No. 243 dan No. 271, tanggal 04 September 2003 menetapkan

bahwa murabahah menjadi produk yang dikenai pajak sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang masih berlaku.

d. Adanya ketidak pastian hukum dalam pengenaan PPN pada transaksi murabahah.

Sedangkan pada pembahasan skripsi ini penulis membahas tentang PPN

termasuk di dalamnya sejarah pemungutan, pengertian dasar pengenaan,

penghitungan serta pengkreditannya, subjek dan objek, PPN yang ditanggung oleh

Page 22: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

pemerintah, faktur pajak, dan karakteristik. Sedangkan dalam hukum Islam, penulis

membahas tentang pengertian hukum Islam itu sendiri, pajak dalam Islam, sejarah

pemungutan zakat dan pajak dalam Islam, dasar hukum pemungutan pajak dalam

Islam, persamaan antara zakat dan pajak, serta karakteristik pajak dalam Islam.

Sedangkan kesimpulan dari tulisan ini yaitu:

a. Pajak dikenal dalam hukum Islam dengan sebutan al-dharibah yang memiliki arti

beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain. Sedangkan zakat memiliki arti bersih,

suci, berkah, maslahat, dan berkembang. Diantara keduanya terdapat persamaan

dan perbedaan.

b. Pajak Pertambahan Nilai tidak boleh dipungut, karena tidak sesuai dengan

prinsip-prinsip hukum Islam. Diantaranya yaitu, tidak adanya perbedaan dalam

pengenaan tarif pajak yaitu orang yang berpenghasilan rendah serta orang yang

berpenghasilan tinggi, tidak adanya kejelasan objek pajak baik yang halal maupun

yang haram. Serta PPN tidak dapat diqiyaskan dengan ‘ushr karena ‘ushr

merupakan penyeimbangatas apa yang dilakukan oleh orang kafi terhadap orang

muslim.

Dari uraian tersebut diatas semua dapat ditarik kesimpulan bahwa skripsi yang

ditulis oleh Fauziah (tahun 2005) dan Nurahdiyani HM (tahun 2007) serta penulis

terdapat perbedaan dalam pemabahasannya walaupun berpusat pada pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai, karena Fauziah (tahun 2005) dan Nurahdiyani HM (tahun 2007)

membahas tentang pengenaan PPN pada produk murabahah dalam perbankan

sedangkan penulis membahas tentang hukum Islam dari pemungutan PPN itu sendiri.

Page 23: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Sistematika Penulisan

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, penulis membagi

menjadi empat bab dengan perincian sebagai berikut :

Bab kesatu berisi tentang latar belakang ini menguraikan alasan dan

ketertarikan penulis meneliti masalah ini, gambaran secara keseluruhan skripsi, latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penulisan dan tehnik penulisan, review terhadap penelitian

terdahulu serta sistematika penyusunan.

Bab kedua berisi tentang kerangka teori, pada bab ini penulis akan membahas

secara sekilas tentang sejarah pemungutan PPN, pengertian PPN, dasar pengenaan

PPN, penghitungan PPN serta pengkreditannya, pemungutan PPN, subjek dan objek

PPN, PPN yang ditanggung pemerintah, faktur pajak, karakteristik PPN

Bab ketiga membahas tentang praktik pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) dalam perspektif hukum Islam, yang terdiri dari: pengertian hukum islam,

pajak dalam Islam, sejarah pemungutan zakat dan pajak dalam hukum Islam,

persamaan antara zakat dan pajak karakteristik pajak dalam hukum Islam, serta

analisa praktik pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perspektif hukum

Islam.

Bab keempat adalah penutup, pada bab ini penulis memberikan kesimpulan-

kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran.

Page 24: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Sejarah Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa yang

mana hal ini sesuai dengan perkembangan negara dan masyarakat pada waktu itu,

baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang sosial dan ekonomi. Pada

mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, akan tetapi merupakan suatu

pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam tujuannya untuk memelihara

negara dari segala bentuk kepentingan dan ancaman.14

Akan tetapi dalam perkembangannya pemberian sukarela tersebut berubah

sesuai dengan tema dasar penguasa untuk mensiasati rakyatnya agar bersedia menjadi

abdi bagi kepentingannya. Dimana penguasa kala itu membangun mitos-mitos bahwa

kekuasaan yang berada di tangannya merupakan kekuasaan yang langsung diterima

dari Tuhan. Yang pada akhirnya mereka memungut upeti dari rakyatnya sebagai

bentuk kesetiaan rakyat terhadap kepentingan penguasanya.15

Hal ini terkait dengan

pernyataan E.R.A. Seligmen dengan artikelnya dalam Encyclopedia of the Social

Sciences, seperti yang dikutip oleh Masdar F. Mas’udi, dengan pernyataan bahwa:

“Dalam tradisi pemerintahan kuno dan feodal, tax (upeti) telah dikenakan

secara paksa tanpa kaitan apa pun dengan aspirasi keadilan. Pungutan ini umumnya

14 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002

), ed. Revisi, cet.ke 4, h. 1. 15 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam, (Jakarta,

Pustaka Firdaus, 1991), cet.ke 1, h. 104- 105.

Page 25: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dikenakan atas rakyat jelata yang tak punya pengaruh dan terhadap budak-budak

belian”.16

Akan tetapi dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat

tidak lagi hanya untuk kepentingan penguasa saja, tetapi sudah mengarah terhadap

kepentingan rakyat itu sendiri.

Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat, maka upeti yang

merupakan pemberian secara cuma-cuma dengan tidak meninggalkan sifat utamanya

yaitu memaksa, kemudian dibuat suatu aturan yang lebih baik agar sifat memaksanya

tetap dipertahankan namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Oleh karena itulah,

rakyat diikut sertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak yang

bertujuan untuk kepentingan rakyat itu sendiri.17

Dan aturan-aturan inilah yang

nantinya menjadi cikal bakal dalam praktik pemungutan pajak yang saat ini berlaku

yang disebut dengan Undang-undang.

Pajak Pertambahan Nilai ataupun Pajak Penjualan sudah dikenal sejak

berabad-abad yang lalu seperti halnya Spanyol yang telah menerapkan pajak

penjualan dengan nama “alcabala” dalam abad ke-14 serta di negara-negara lain yang

berada di bawah pengaruhnya. Pajak ini dikenakan dengan tarif 10 %.18

Pada tahun 1916, Jerman menerapkan the Stamp Sales Tax untuk membiayai

perang dan juga menutup dana yang besar. Pada tahun 1918 dikembangkan menjadi

General Turnover Tax yang dikenakan atas seluruh penyerahan barang dan jasa yang

16 Ibid, h. 105.

17 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, hukum Pajak, (Jakarta, Salemba Empat, 2007), ed.

3, h. 5. 18 Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), ed.

Revisi, cet.ke 6, h. 10.

Page 26: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dilakukan oleh para pengusaha. Dikarenakan banyaknya protes dari para pengusaha

kecil atas penerapan pajak tersebut. Pada tahun 1919 Carl Friedrich von Siemens,

seorang konsultan pemerintah, mengusulkan the Refined Turnover Tax sebagai

pengganti General Turnover Tax akan tetapi usulan ini tidak mendapat perhatian dari

penerintah. Dan akhirnya pada tanggal 1 Januari 1968, Jerman menerapkan

“Consumption Type Value Added Tax (VAT)” sebagai pengganti General Turnover

Tax.19

Akan tetapi Perancis lah yang menerapkan VAT sampai tingkat pedagang

besar pada tahun 1954, walaupun Jerman yang pertama kali mencetuskannya. Karena

Perancis telah memperluas objek pajaknya sampai dengan penyerahan barang yang

dilakukan pedagang eceran. Dan akhirnya negara-negara eropa mensyaratkan VAT

bagi setiap negara calon anggota VAT.20

Sedangkan sejarah Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia yang termasuk

kedalam kategori pajak tidak langsung, yaitu:21

a. Pajak Pembangunan I (PPbI)

Pajak pembangunan I yang dipungut secara resmi sejak tanggal 1 Juni 1947,

dipungut atas rumah makan, penginapan, dan penyerahan jasa di rumah-rumah

makan. PPb I merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, akan tetapi

sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 PPb I dipungut oleh

Pemerintah Daerah sejak tahun 1957.

19 Ibid., h. 10. 20 Ibid., h. 11.

21 Ibid., h. 12-13.

Page 27: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

b. Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)

Pajak peredaran dikenakan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di

Indonesia. Dalam pemungutan pajak peredaran dikenakan tarif tunggal yaitu sebesar

2,5 %, dan bersifat kumulatif. Oleh karena itulah dalam penerapannya pajak ini hanya

bertahan selama 9 bulan.

c. Pajak Penjualan 1951 (Pajak Pertambahan Nilai 1951)

Pajak penjualan ini di pungut berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19

tahun 1951 yang berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1951, yang kemudian ditingkatkan

menjadi menjadi undang-undang berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun

1953, dan dikenal dengan nama Undang-undang Pajak Penjualan 1951. Tingkat

pemungutan dalam undang-undang ini merupakan single stage tax pada tingkat

pabrikan sehingga dapat juga dinamakan a manufacturer’s sales tax. Dalam

pelaksanaannya Pajak Penjualan ini bersifat kumulatif.

Undang-undang Pajak Penjualan ini mengalami perluasan objek pajak.

Perluasan yang pertama dikenakan atas penyerahan 18 jenis jasa berdasarkan

Undang-undang Nomor 20 Prp dan Nomor 21 Prp Tahun 1959. Sedangkan perluasan

yang kedua dikenakan atas pemasukan barang dari luar negeri ke Daerah Pabean22

berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1968, yang sebelumnya dikenal dengan

nama Pajak Masuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Prp Tahun 1960.

22 Daerah Pabean seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 18

Tahun 2000 adalah: “Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang

didalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan”.

Page 28: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

d. Pajak Pertambahan Nilai 1984 (PPN 1984)

Untuk mengantisipasi sifat kumulatif Undang-undang Pajak Penjualan 1951

dan bersamaan dengan reformasi perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983, maka

Undang-undang Pajak Penjualan 1951 diganti dengan Undang–undang Nomor 8

tahun 1983 yang dikenal dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Pajak ini termasuk kedalam kelompok Non Cumulative Multi Stage Sales Tax, yang

mulai berlaku secara efektif sejak tanggal 1 April 1985. Sifat non kumulatif dalam

pajak ini terletak pada mekanisme pemungutannya yang dikenakan pada Nilai

Tambah (Added Value) dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.

Pada akhir tahun 1994 diundangkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994

tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang Mewah yang

mulai berlaku sejak 1995. Kemudian pada tahun 2000 diundangkan Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2000 sebagai perubahan kedua Undang-undang Nomor 8 Tahun

1983 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

B. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Sebelum membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai, ada baiknya kita

mengerti apa yang dimaksud dengan pajak itu sendiri. Terdapat banyak definisi pajak

yang dikemukakan oleh para ahli, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Diantaranya oleh P.J.A. Adriani:23

23 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung, PT. Refika Aditama,

2003), ed. 4, cet.ke 1, h. 2.

Page 29: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan

tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Selain itu juga terdapat definisi yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro:24

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”.

Kemudian disempurnakan dengan beliau, yang isinya sebagai berikut: “Pajak

adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan

sumber utama untuk membiayai public investment”.25

Sedangkan yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai yaitu pajak yang

dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam

negeri.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika Pengusaha Kena Pajak

melakukan pembelian barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak maka disebut

dengan Pajak Masukan. Pajak Masukan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang

Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah pasal 1 ayat (24) yaitu: “Pajak masukan adalah Pajak

Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena

perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dan/atau

24 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, (Yogyakarta, Akademi

Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), ed. 3, cet. ke 1, h. 2. 25 Ibid., h. 2.

Page 30: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor barang Kena

Pajak”.

Dan sebaliknya apabila Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dijual

kepada pembeli maka Pengusaha Kena Pajak memungut Pajak Pertambahan Nilai

kepada pembeli yang disebut dengan Pajak keluaran. Pajak keluaran sebagaimana

tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pasal 1 ayat (25)

yaitu: “Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut

oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,

penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak”.

Pajak Pertambahan Nilai merupakan selisih antara Pajak Masukan dengan

Pajak Keluaran. Apabila Pajak Masukan lebih besar dibandingkan dengan Pajak

Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak berhak untuk memperoleh pengembalian atau

dikompensasikan dengan utang pajak dalam Masa Pajak berikutnya. Dan sebaliknya

apabila Pajak Keluaran lebih besar dibandingkan dengan Pajak Masukan, maka

Pengusaha Kena Pajak wajib menyetorkan selisihnya kepada kas negara.26

C. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagai mana tertuang dalam

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa dan Pajak Penjualan atas barang Mewah pasal 1 ayat (17) yaitu: “Dasar

26 Ibid., h. 377.

Page 31: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor

atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai

sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”.

a. Harga Jual

Harga jual sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (18) yaitu: “Harga

Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya

diminta oleh penjual karena penyerahan barang Kena Pajak, tidak termasu Pajak

Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga

yang dicantumkan dalam Faktur Pajak”.

b. Penggantian

Penggantian sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (19) yaitu:

“Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak

termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak”.

c. Nilai Impor

Nilai impor sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (20) yaitu: “Nilai

Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk

ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang itu”.

Page 32: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

d. Nilai Ekspor

Nilai ekspor sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (26) yaitu: “Nilai

Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang

seharusnya diminta oleh Eksportir”.

e. Nilai Lain

Nilai lain sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan

Nomor KMK No. 251/ KMK.03/ 2002 tanggal 13 Mei 2002, dan mulai berlaku 1

Juni 2002 adalah sebagai berikut:

1) Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

2) Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.

3) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah harga jual

rata-rata.

4) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan harga rata-rata per judul

film.

5) Untuk persediaan barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.

6) Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut

ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar.

7) Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual.

Page 33: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

8) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah

10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

9) Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh Imbalan yang

diterima berupa service charge, provisi dan diskon.

10) Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah

yang seharusnya ditagih.

11) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Pusat

ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

jasa Kena Pajak antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah

dikurangi laba kotor.

12) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pedagang Perantara atau

melalui juru lelang adalah harga lelang.

D. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pengkreditannya

Sebelum penulis membahas tentang penghitungan Pajak Pertambahan Nilai,

maka penulis akan membahas besarnya tarif Pajak Pertambahan Nilai. Besarnya tarif

Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan pasal 7 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000,

yaitu:

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%

(nol persen).

Page 34: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan

setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

Dalam hal ini pemerintah berwenang dalam menentukan besarnya tarif Pajak

Pertambahan Nilai dengan tetap memakai tarif tunggal, berdasarkan pertimbangan

perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana pembangunan.

Pajak Pertambahan Nilai dihitung dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan

Nilai seperti yang telah tersebut di atas yaitu 10% (sepuluh persen) atau 0% (nol

persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak (Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, Nilai

Impor, atau Nilai Lain menurut Ketetapan Menteri Keuangan). Dengan demikian

besarnya Pajak Pertambahan Nilai dihitung dengan rumus sebagi berikut:

Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang dihitung dengan menggunakan rumus

di atas, merupakan besarnhya Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena

Pajak Penjual dan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli.

Contoh :

PT. Ma’irandry adalah produsen roti yang telah dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak. Selama bulan Juni 2006 telah menyumbangkan kepada

korban bencana gempa sebanyak 10.000 dos roti kering. Harga per dos roti kering

adalah Rp 5.000,00 termasuk laba kotor sebesar 25%. Pajak Pertambahan Nilai yang

terutang atas penyerahan barang Kena Pajak secara cuma-cuma kepada korban

bencana gempa adalah sebesar Rp 4.000.000,00, yang dihitung sebagai berikut:

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

Page 35: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Harga Jual: 10.000 dos x Rp 5.000,00 ..............................= Rp 50.000.000,00

(-) Laba kotor: 25/125 x Rp 50.000.000,00.......................= Rp 10.000.000,00

Dasar Pengenaan Pajak ................. ..................................= Rp 40.000.000,00

PPN yang terutang: 10% x Rp 40.000.000,00 ...................= Rp 4.000.000,00

a. Ketentuan Umum Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai

Ketentuan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

adalah sebagai berikut:

1) Syarat utama pengkreditan pajak adalah Faktur Pajak.

2) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dilakukan pada

Masa Pajak yang sama.

3) Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka

Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.

4) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan

dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan

pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah

berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum

dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun

2000 pasal 9 ayat (3), maka apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih

besar daripada pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai

yang harus dibayar oleh Pengusaha kena Pajak. Sedangkan dalam pasal 9 ayat (4)

dijelaskan bahwa, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat

Page 36: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan

kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak

berikutnya.

Contoh :

PT Mekarsari sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak oleh Kantor

Pelayanan Pajak Depok. Berikut ini adalah informasi berkaitan dengan Pajak

masukan yang telah dibayar dan Pajak Keluaran yang dipungut oleh PT Mekarsari

selama Masa Pajak Januari dan Februari 2006.

1) Masa Pajak Januari 2006

a) Pajak yang telah dibayar saat perolehan Barang Kena Pajak = Rp 9.000.000,00

b) Pajak Keluaran yang telah dipungut ....................................= Rp 5.000.000,00

2) Masa Pajak Februari 2006

a) Pajak yang telah dibayar saat perolehan Barang Kena Pajak = Rp 9.000.000,00

b) Pajak Keluaran yang telah dipungut ....................................= Rp 11.000.000,00

Besarnya pajak yang lebih dibayar untuk Masa Pajak Januari 2006 dan

Februari 2006 adalah sebagai berikut:

1) Masa Pajak Januari 2006

a) Pajak Keluaran ...................................................................= Rp 5.000.000,00

b) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan................................= Rp 9.000.000,00

c) Pajak yang lebih dibayar ....................................................= Rp 4.000.000,00

2) Masa Pajak Februari 2006

a) Pajak Keluaran ...................................................................= Rp 11.000.000,00

Page 37: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

b) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ...............................= Rp 9.000.000,00

c) Pajak yang kurang dibayar ..................................................= Rp 2.000.000,00

d) Pajak yang lebih dibayar pada Masa Pajak sebelumnya

(Januari 2006) .....................................................................= Rp 4.000.000,00

e) Pajak yang kurang dibayar Masa Februari 2006 ..................= Rp 2.000.000,00

Pajak yang lebih dibayar sebesar Rp 2.000.000,00, dapat diajukan

permohonan restitusi atau dikompensasi dengan Masa Pajak Maret 2006.

b. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 9 ayat (8) dan pasal 16B ayat 3

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, bahwa Pajak masukan yang tidak dapat

dikreditkan yaitu:

1) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak;

2) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan

kegiatan usaha;

3) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan

kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi kecuali

sebagai barang dagangan atau disewakan;

4) Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud

atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam

Page 38: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Daerah Pabean, sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak;

5) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur

Pajak Sederhana;

6) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5);

7) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pemanfaatan Barang Kena

Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar

daerah pabean yang faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6)27

;

8) Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan

penerbitan ketetapan pajak;

9) Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu

dilakukan pemeriksaan;

27 Bunyi pasal 13 ayat (6), yaitu: Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu

sebagai Faktur Pajak.

Page 39: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

10) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan

atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan

dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

c. Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang

Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan

Norma Penghitungan Penghasilan Neto, diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 252/KMK.03/2002 dan Nomor 253/KMK.03/2002. pedoman menghitung

yang berdasarkan keputusan tersebut adalah sebagai berikut:28

1) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak uang dilakukan oleh Pengusaha

Kena Pajak Pedagang Eceran, sebesar 80% dari Pajak Keluaran;

2) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak uang dilakukan selain oleh

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran, sebesar 70% dari Pajak

Keluaran;

3) Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak, sebesar 40% dari Pajak Keluaran.

4) Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalikan nilai peredaran bruto

dan atau penerimaan bruto (tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai)

yang terutang Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang

bersangkutan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai.

28 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, h. 395.

Page 40: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Sedangkan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak

Pedagang Eceran yang penghitungan PPh-nya tidak menggunakan norma

penghitungan penghasilan neto berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

253/KMK.03/2002, yaitu apabila:29

1) Pengusaha Orang Pribadi atau Badan selaku Pedagang Eceran dengan

jumlah peredaran bruto kurang dari Rp 600.000.000,00 dan atau lebih

dari Rp 600.000.000,00 setahun serta mampu menyelenggarakan

pembukuan.

2) Penyerahan barang dagangan yang dilakukan terutang Pajak

Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual pada

SPT Masa PPN.

3) Wajib membuat Faktur Pajak, memungut dan menyetor pajak yang

terutang serta melaporkannya.

4) Pengkreditan Pajak Masukannya menggunakan pola yang diatur dalam

Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai

Nomor 8 Tahun 1984.

Contoh:

Arif Permana mengelola sebuah toko elektronik “Suramadu”. Selain menjual

barang-barang elektronik, Arif Permana juga melayani service perlengkapan

elektronik. Pajak Penghasilan-nya dihitung menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto. Dalam bulan Juli 2005 memperoleh peredaran bruto:

29 Ibid., h. 396.

Page 41: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

1) Dari penyerahan barang elektronik Rp 55.000.000,00 termasuk Pajak

Pertambahan Nilai;

2) Dari penyerahan service elektronik Rp 7.700.000,00 termasuk Pajak Pertambahan

Nilai.

Pajak Masukan sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak dalam bulan Juli 2005 berdasarkan Faktur Pajak Standar adalah Rp

3.450.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar ke kas negara untuk Masa Pajak

Juli 2005 dihitung sebagai berikut:

1) Pajak keluaran:

a) Penyerahan Barang Kena Pajak =

10/110 x Rp 55.000.000,00 ................. = Rp 5.000.000,00

b) Penyerahan Jasa Kena Pajak =

10/110 x Rp 7.700.000,00 ................... = Rp 700.000,00

Rp 5.700.000,00

2) Pajak masukan:

a) Penyerahan Barang Kena Pajak =

80% x Rp 5.000.000,00....................... = Rp 4.000.000,00

b) Penyerahan Jasa Kena Pajak =

40% x Rp 700.000,00.......................... = Rp 280.000,00

Rp 4.280.000,00

Pajak pertambahan Nilai disetor ke kas negara .......................= Rp 1.420.000,00

Page 42: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

d. Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusahan Kena Pajak yang

Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Pertambahan Nilai dan

Tidak Terutang Pajak Pertambahan Nilai

1) Apabila penyerahan yang terutang dan tidak terutang dapat diketahui

dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang

terutang pajak.

2) Apabila penyerahan yang terutang dan tidak terutang tidak dapat

diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat

dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000

adalah sebagai berikut:

a) Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Barang Modal yang

digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa

Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan

Nilai, serta kegiatan lain yang tidak terutang Pajak Pertambahan

Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Maka dihitung dengan rumus, sebagai berikut:

p’ x T

PM

p’ : Prosentase rata-rata penggunaan Barang Modal untuk kegiatan

lain yang tidak terutang PPN dan atau dibebaskan dari PPN

dalam satu tahun buku.

T : Masa manfaat Barang Modal yang ditentukan sebagai berikut:

- untuk bangunan 10 tahun.

- untuk Barang Modal lainnya 5 tahun.

PM : Jumlah Pajak Masukan atas perolehan dan atau pemeliharaan

Barang Modal yang telah dikreditkan.

Page 43: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Contoh:

Pada bulan April 2005 Ramadhan membeli generator listrik dengan maksud

digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik.

1) Nilai Perolehan ......................................................................=Rp100.000.000,00

2) Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Masukan) .............................=Rp 10.000.000,00

Pajak Masukan sudah dikreditkan seluruhnya dalam SPT Masa PPN Masa Pajak

April 2005. Selama tahun 2005 ternyata bahwa:

1) Untuk Masa 6 bulan I digunakan:

a) 45% untuk perumahan karyawan dan direksi;

b) 55% untuk kegiatan pabrik.

2) Untuk Masa 6 bulan II digunakan:

a) 35% untuk perumahan karyawan dan direksi;

b) 65% untuk kegiatan pabrik.

Rata-rata penggunaan di luar kegiatan usaha yang berhubungan langsung dengan

usaha (p’) adalah:

2

%35%45 + = 40%

Masa manfaat Barang Modal 5 tahun .

Besarnya Pajak Masukan yang harus dibayar kembali untuk tahun 2005 adalah:

40% x 5

00,000.000.10 Rp= Rp 800.000,00

Page 44: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Jadi, Pajak Masukan yang harus dikembalikan untuk tahun 2005 adalah sebesar Rp

800.000,00. Sedangkan untuk tahun-tahun selanjutnya, maka harus memakai rumus

yang sama dengan penyesuaian atas p’.

b) Pengusaha kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu

campuran, menghasilkan atau memperdagangkan barang dan atau

jasa, yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan tidak terutang

Pajak Pertambahan Nilai. Dapat dikreditkan sebanding dengan

jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap

peredaran seluruhnya. Maka wajib menghitung kembali Pajak

Masukan yang telah dikreditkan dengan rumus, sebagai berikut:

• Barang Modal

• Bukan Barang Modal

Contoh:

PT Khayangan melakukan perhitungan kembali Pajak Masukan yang telah

dikreditkan atas pembelian 2 buah truk yang digunakan dalam penyerahan Barang

Kena Pajak yang terutang PPN dan penyerahan yang tidak terutang PPN. Pajak

Masukan sebesar Rp 50.000.000,00 (10/110 x Rp 550.000.000,00) atas pembelian

Y

X x

T

PM

Y

X x PM

X : Jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang PPN

atau yang dibebaskan dari pengenaan PPN selama satu

tahun.

Y : Jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku.

T : Masa manfaat Barang Modal yang ditentukan sebagai

berikut:

- untuk bangunan 10 tahun.

- untuk Barang Modal lainnya 5 tahun.

PM : Jumlah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya.

Page 45: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

truk tersebut telah dikreditkan pada Masa PPN bulan Maret 2003. Masa manfaat truk

sesuai dengan ketentuan yang berlaku selama 5 tahun. Untuk biaya operasional truk

selama tahun 2003, telah dibeli BBM dari depo Pertamina sebesar Rp 4.000.000,00,

dan PPN-nya sebesar Rp 400.000,00 telah dikreditkan.

Dari pembukuan diketahui bahwa jumlah penyerahan yang tidak terutang

PPN selama tahun 2003 adalah Rp 150.000.000,00, sedangkan jumlah penyerahan

yang terutang PPN sebesar Rp 750.000.000,00.

Pajak Masukan yang harus dikembalikan dihitung sebagai berikut:

1) Untuk Barang Modal:

0,00750.000.00 Rp

0,00150.000.00 Rp X

5

,0050.000.000 Rp..............................= Rp 2.000.000,00

2) Untuk bukan Barang Modal:

0,00750.000.00 Rp

0,00150.000.00 Rp X Rp 400.000,00....................................= Rp 80.000,00

Jumlah .........................................................................................= Rp 2.080.000,00

E. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

1. Dasar Hukum Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 1 angka 27 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

merumuskan bahwa: “Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan

Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha

Page 46: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak

kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut”.

2. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Yang kedalam pemungut Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:30

a. Instansi Pemerintah

1) Kantor Perbendaharaan Negara.

2) Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah.

b. Badan-badan tertentu:

1) Pertamina.

2) Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang

pertambangan.

3) Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah.

4) Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah.

5) Bank Indonesia

3. Teori Pemungutan Pajak31

a. Teori Asuransi

Yang dimaksud dengan asuransi di sini adalah sama dengan pengertian

asuransi yang sudah kita kenal, yaitu untuk menjaga dan melindungi keselamatan dan

keamanan jiwa dan juga harta benda. Jadi dalam teori ini dalam pemungutan pajak

30 Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai , h. 370.

31 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, h. 30-35.

Page 47: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dapat kita katakan bahwa negara berperan dalam melaksanakan tugasnya untuk

melindungi semua orang dan juga harta bendanya.

Oleh karena itulah untuk mewujudkan semua itu maka diperlukan

pembayaran pajak yang dikatakan sebagai premi yang harus dibayarkan oleh masing-

masing orang. Akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat banyak kejanggalan

antara negara dengan perusahaan asuransi, diantaranya:

1) Ketika terdapat kerugian tidak terdapat penggantian oleh negara,

karena yang mengganti kerugian tersebut adalah perusahaan asuransi.

2) Tidak adanya hubungan secara langsung antara pembayaran pajak

yang dianggap sebagai suatu premi dengan jasa yang diberikan oleh

negara.

Akan tetapi dalam kenyataannya teori ini tetap dipertahankan karena dapat

dijadikan dasar hukum dalam memungut pajak. Namun para ahli menganggap bahwa

dalam pemungutan pajak berdasarkan teori ini tidaklah terdapat suatu keadilan,

karena dapat merugikan salah satu pihak yaitu perusahaan asuransi.

b. Teori Kepentingan

Teori kepentingan adalah teori yang hanya memperhatikan pembagian beban

pajak yang harus dipungut dari penduduk seluruhnya berdasarkan atas kepentingan

orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya),

termasuk juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Dalam

teori inipun terdapat banyak sanggahan karena dalam ajarannya pajak dikacaukan

dengan retribusi, sehingga memaksa untuk membayar pajak lebih banyak.

Page 48: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

c. Teori Gaya Pikul

Yang dimaksud dengan teori gaya pikul yaitu teori yang menjadikan dasar

keadilan pemungutan pajak berdasarkan jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada

warganya. Oleh karena itulah asas keadilan menjadi suatu yang pokok dalam

pemungutan pajak berdasarkan teori ini, dengan kata lain seorang Wajib Pajak yang

pajaknya dipungut oleh fiskus harus diperlakukan secara adil dengan Wajib Pajak

yang lain tanpa adanya tekanan dari beberapa pihak.

W. J. Langen seperti yang dikutip oleh Bohari memberikan arti bahwa: “Gaya

pikul adalah kekuatan untuk membayar uang kepada negara, jadi untuk membayar

pajak, setelah dikurangi dengan minimum kehidupan (basic needs)”.32

A. J. Cohen Stuart seperti yang dikutip oleh Bohari berpendapat bahwa:

“Gaya pikul adalah sama dengan sebuah jembatan, yang pertama-tama harus dapat

memikul bobotnya sendirisebelum dicoba untuk dibebaninya dan menyerahkan

ajaranbahwa yang sangat diperlukan untuk kehidupan harus tidak dimasukkan dalam

pengertian gaya pikul”.33

d. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti

Teori ini mengajarkan bahwa negara merupakan sekumpulan dari individu-

individu maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak dari warganya. Dan bagi

warganya, bahwa membayar pajak termasuk rasa baktinya kepada negara.34

e. Teori Asas Daya Beli

32 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, h. 38.

33 Ibid., h. 39. 34 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, h. 19.

Page 49: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Menurut teori ini, bahwa fungsi dari pemungutan pajak yaitu untuk memelihara hidup

masyarakat serta membawa ke arah tertentu. Dengan kata lain yaitu mengambil daya

beli dari masyarakat untuk disalurkan kembali kepada masyarakat.35

4. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and causes

of the Wealth of Nations (dikenal dengan nama Wealth of Nations) terdapat empat

asas pemungutan pajak yang dikenal dengan “four canons taxation” atau sering

disebut dengan “The four Maxims” seperti yang dikutip oleh Ahmad Tjahjono dan

Muhammad Fakhri Husein, dengan uraian sebagai berikut:36

a. Equality and Equity

Dalam masalah equality seorang fiskus harus mengenakan pajak yang

besarannya sama kepada setiap Wajib Pajak berdasarkan keadaan yang sama pada

setiap Wajib Pajak. Oleh karena itulah apabila seorang Wajib Pajak mempunyai

pengeluaran yang lebih besar dalam kebutuhan hidup primer bagi keluarganya, jika

dibandingkan dengan Wajib Pajak yang mempunyai pengeluaran yang lebih kecil,

maka pengenaan pajaknya akan berbeda walaupun dengan penghasilan yang sama.

Lain halnya dalam masalah equity, bahwa seorang fiskus harus

memperlakukan setiap Wajib Pajak dengan perlakuan yang adil. Akan tetapi tidak

pada kasus-kasus tertentu dimana terdapat suatu perbedaan yang sangat signifikan,

35 Ibid., h. 19.

36 Ibid., h. 16-17.

Page 50: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

karena sesuatu yang diterapkan adil dalam sesuatu yang sifatnya umum belum tentu

adil dalam sesuatu yang sifatnya khusus, dalam hal ini dalam suatu kasus tertentu.

Equity atau kepatutan mempunyai fungsi, sebagai berikut:

1) Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan hukum, dalam hal ini agar tidak

melenceng dari hukum yang telah berlaku.

2) Jus sppelendi, untuk menambah hukum, karena dalam penerapannya

terdapat kasus-kasus yang lebih kompleks.

3) Jus corrigendi, untuk mengoreksi hukum, karena dalam penerapannya

terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan dalam rangka

memperoleh keadilan.37

b. Certainty

Dalam hal ini fiskus harus memberitahu Wajib Pajak dengan pasti dalam

pembayaran pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak mengenai besaranya

pajak yang harus dibayarkan, waktu pembayaran, tempat pembayaran, maupun cara

pembayarannya. Dalam asas ini kepastian hukum tentang subjek pajak maupun objek

pajak yang lebih ditekankan

c. Conveniency of Payment

Dalam hal ini fiskus harus memungut pajak pada saat yang mengenakkan atau

pada saat Wajib Pajak merasa tidak terbebani atau dapat dikatakan juga pada saat

yang tepat, yaitu pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan.

d. Low Cost of Collection

37 Ibid., h. 16.

Page 51: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Dalam hal ini fiskus yang memungut pajak tidak boleh mengenakan biaya

pemungutan yang besarannya lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah pajak

yang masuk.

Sedangkan menurut Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein dalam

buku “Perpajakan”, yang termasuk dalam asas pemungutan pajak, yaitu:38

a. Asas Domisili

Yang dimaksud dengan domisili disini, yaitu negara dimana Wajib Pajak

tinggal dan dikenakan pajak atas penghasilan Wajib Pajak yang tinggal di

wilayahnya, baik penghasilan yang didapat dari dalam negeriu maupuan luar negeri.

Berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan bagi warga negara asing maka pajak

dikenakan setelah menetap di negara Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan sejak kedatangannya.

b. Asas Sumber

Dalam asas ini, apabila seseorang berpenghasilan dari Indonesia maka negara

Indonesia berhak memungut pajak kepada orang tersebut baik warga negara

Indonesia maupun warga negara asing, walaupun bertempat tinggal di Indonesia

ataupun di luar Indonesia selama orang tersebut memperoleh penghasilan dari

Indonesia.

c. Asas Kebangsaan

38 Ibid., h. 20-21.

Page 52: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Dalam asas ini pajak dikenakan atas hubungannya dengan kebangsaan suatu

negara. Oleh karena itulah, apabila terdapat seseorang mempunyai hubungan

kebangsaan maka ia akan dikenakan pajak walaupun bertempat tinggal di luar negeri.

5. Sistem Pemungutan Pajak

P.J.A. Adriani seperti yang dikutip oleh Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan

membagi sistem pemungutan pajak menjadi tiga bagian, yaitu:39

a. Wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan

ketentuan Undang-undang.

b. Adanya kerja sama antara wajib pajak dengan fiskus.

c. Fiskus menentukan jumlah pajak yang terutang.

Akan tetapi pada saat ini sistem pemungutan pajak dibedakan menjadi:40

a. Official Assessment System

Dalam sistem ini fiskus berperan aktif dalam menghitung dan menentukan

besarnya pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan yang diterbitkan oleh

fiskus. Dan sebaliknya wajib pajak berperan secara pasif dengan hanya membayar

pajak yang ditentukan oleh fiskus. Di Indonesia sistem ini digunakan dalam

memungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

b. Self Assessment System

Dalam sistem ini wajib pajak berperan aktif dalam menghitung, menetapkan,

menyetorkan, dan melaporkan besarnya pajak yang terutang. Dan sebaliknya fiskus

39 Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, (Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2005), ed.ke 1, h. 107. 40 Ibid., h. 108-109.

Page 53: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

berperan secara pasif dengan hanya mengawasi wajib pajak yang mengisi Surat

Pemberitahuan (SPT) yang diberikan fiskus apakah sudah diisi dengan lengkap dan

benar atau belum. Di Indonesia sistem ini digunakan dalam memungut Pajak

Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

c. With Holding System

Dalam sistem ini pihak ketiga merupakan pihak yang berperan aktif dalam

menghitung, menetapkan, menyetorkan, dan melaporkan besarnya pajak yang

terutang. Sedangkan fiskus dan wajib pajak berperan secara pasif.

6. Tata Cara Pemungutan Pajak41

a. Stelsel Nyata

Dalam stelsel nyata pemungutan pajak didasarkan oleh objek pajak atau

penghasilan sesungguhnya yang diterima oleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak.

Oleh karena itulah, besarnya jumlah pajak yang terutang menunjukkan kondisi yang

sebenarnya dari Wajib Pajak.

b. Stelsel Anggapan

Dalam stelsel anggapan pengenaan pajak yang dibebankan kepada Wajib

Pajak berdasarkan pada suatu anggapan yang ditunjukkan oleh Undang-undang.

Dengan kata lain Wajib Pajak dapat mengetahui besarnya pajak terutang apabila

penghasilan tahun berjalan disamakan dengan penghasilan tahun sebelumnya. Dan

sebaliknya Wajib Pajak tidak dapat mengetahui besarnya pajak terutang apabila

penghasilan tahun berjalan tidak disamakan dengan penghasilan tahun sebelumnya.

41 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, h. 19-20.

Page 54: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

c. Stelsel Campuran

Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel

anggapan. Pengenaan pajak dilakukan pada awal tahun berjalan berdasarkan

anggapan yang ditentukan Undang-undang, dan kemudian jumlah pajak terutang

dikoreksi pada akhir tahun.

Apabila jumlah pajak yang ditentukan pada awal tahun lebih kecil

dibandingkan dengan jumlah pajak yang dihitung pada akhir tahun, maka koreksi

dilakukan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Dan apabila

sebaliknya, maka koreksi dilakukan untuk menentukan besarnya pajak yang lebih

dibayar dan dimintakan restitusi (pengembalian).

F. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai

Yang termasuk dalam subjek pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai seperti

yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, yaitu:

1. Pengusaha Kena Pajak.

Yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak yaitu pengusaha yang apabila

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak dengan jumlah

peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 600.000.000,00 selama satu

tahun buku.

2. Pengusaha Yang Memilih Menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kecil yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak, yaitu

Pengusaha Kecil yang termasuk ke dalam:

a. Eksportir

Page 55: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

b. Pedagang yang menjual Barang Kena Pajak kepada pengusaha Kena

Pajak.

3. Orang Pribadi atau Badan yang Melakukan Pembangunan Rumahnya Sendiri

Dengan Persyaratan Tertentu, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor: 332/KMK.03/2002 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

KEP-387/PJ./2002 yaitu:

a. Pembangunan tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan

atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan sendiri

atau digunakan oleh pihak lain.

b. Peruntukan bangunan tersebut adalah untuk tempat tinggal atau tempat

usaha.

c. Luas bangunan 200 m2 atau lebih.

d. Bangunan bersifat permanen.

e. Tidak dibangun dalam lingkungan real estate.

4. Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan barang Kena Pajak tidak

berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

5. Subjek Pajak Pajak Pertambahan Nilai yang diwajibkan oleh Undang-undang

dalam rangka membantu pemerintah melakukan mekanisme pemungutan

Pajak Pertambahan Nilai.

Page 56: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Sedangkan yang termasuk objek pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai

berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, yaitu:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak, berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak.

b. Barang yang tidak berwujud yang dikenakan merupakan barang Kena

Pajak tidak berwujud.

c. Penyerahan dilakukan di Daerah Pabean.

d. Penyerahan dilakuakan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan

pengusaha yang bersangkutan.

2. Impor Barang Kena Pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

pengusaha, berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.

b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.

c. Penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan

pengusaha yang bersangkutan.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Page 57: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan usaha

atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.

8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula

tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar

pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Barang Kena Pajak sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) dan

(3) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah barang yang berwujud dan tidak

berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau

barang tidak bergerak yantg dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan

Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 pasal 4A ayat (2) dan Peraturan Pemerintah

Nomor 144 tahun 2000 pasal 1 - 4, yaitu:

1. Barang hasil Pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari

sumbernya, yaitu:

a. Minyak mentah

b. Gas bumi, dalam hal ini tidak termasuk gas bumi yang siap dikonsumsi

langsung olrh masyarakat seperti elpiji;

c. Panas bumi;

d. Pasir dan kerikil;

e. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan

Page 58: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

f. Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta

biji bauksit.

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,

yaitu:

a. Beras;

b. Gabah;

c. Jagung;

d. Kedelai;

e. Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya. Dalam hal ini baik yang dikonsumsi di tempat

maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh

jasa boga atau catering.

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Sedangkan Jasa Kena Pajak sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat

(5) dan (6) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah setiap kegiatan pelayanan

berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang

atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang

dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan

dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Page 59: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan

Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 pasal 4A ayat (3) dan Peraturan Pemerintah

Nomor 144 tahun 2000 pasal 5 - 16, yaitu:

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:

a. Jasa dokter umum, dokterspesialis, dan doktergigi;

b. Jasa dokter hewan;

c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;

d. Jasa kebidanan, dukun bayi;

e. Jasa paramedis, parawat;

f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium

kesehatan, dan sanatorium; dan

g. Jasa pengobatan alternatif, psikolog, dan paranormal.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;

b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;

c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;

d. Jasa Lembaga Rehibilitasi kecuali yang bersifat komersial;

e. Jasa pemakaman termasuk krematorium;

f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,

meliputi:

Page 60: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

a. Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, kecuali jasa

penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa

penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak

(perjanjian), serta anjak piutang;

b. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan

c. Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a. Jasa pelayanan rumah-rumah ibadah;

b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan

c. Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan

pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan

kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan

profesional; dan

b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.

7. Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan,

termasuk Jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti

pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma;

Page 61: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh

sponsor yang bertujuan komersial;

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;

10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

a. Jasa tenaga kerja;

b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja

tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan

c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,

motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan

perhotelan untuk tamu yang menginap; dan

b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,

rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum, termasuk didalamnya jasa yang dilaksanakan

oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan,

pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,

serta pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

Page 62: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

G. Pajak Pertambahan Nilai Yang Ditanggung Pemerintah42

Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan

Jasa Kena Pajak tertentu, yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung pemerintah

adalah:

1. Impor Barang Modal berupa mesin dan peralatan pabrik baik dalam keadaan

terpasang maupun terlepas;

2. Impor senjata, amunisi, alat angkut di air, di bawah air, dan di udara,

kendaraan lapis baja serta kendaraan angkuta khusus lain untuk keperluan

TNI yang belum dibuat di dalam negeri;

3. Impor Vaksin Polio dalam rangka melaksanakan program Pekan Imunisasi

Nasional (PIN);

4. Impor Barang Kena Pajak yang bersifat strategis untuk keperluan

pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Menteri Keunangan;

5. Penyerahan Barang Modal berupa mesin dan peralatan pabrik baik dalam

keadaan terpasang maupun terlepas;

6. Penyerahan senjata, amunisi, alat angkut di air, di bawah air, dan di udara,

kendaraan lapis baja serta kendaraan angkuta khusus lain untuk keperluan

TNI yang belum dibuat di dalam negeri;

7. Penyerahan Vaksin Polio dalam rangka melaksanakan program Pekan

Imunisasi Nasional (PIN);

42 Ibid., h. 424.

Page 63: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

8. Penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis untuk keperluan

pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Menteri Keunangan;

9. Penyerahan jasa yang diserahkan oleh kontraktor kepada Perum Perumnas

untuk pemborongan bangunan rumah murah, rumah sederhana, pondok boro,

asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasnya

ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri

Negara Urusan Perumahan Rakyat;

10. Penyerahan jasa oleh kontraktor dalam rangka pembangunan tempat-tempat

yang semata-mata untuk keperluan ibadah;

11. Penyerahan jasa persewaan Rumah Susun Sederhana.

H. Faktur Pajak

Faktur pajak sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (23) yaitu: “Faktur

Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau

bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunaka oleh Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai”.

Jenis-jenis faktur pajak menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000,

yaitu:

1. Faktur Pajak Sederhana.

Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh

Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak

dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir

Page 64: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang

tidak diketahui identitasnya. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh

pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima jasa Kena Pajak untuk mengkreditkan

Pajak Masukan.

2. Faktur Pajak Standar.

Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti

pungutan pajak serta dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak

Masukan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur jenderal Pajak

Nomor: PER- 159 /PJ./2006, tanggal 31 Oktober 2006, Faktur Pajak Standar

sekurang-kurangnya berisikan:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena

Pajak atau jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau

penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan

harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Page 65: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Sedangkan dokumen-dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak

Standar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-312/PJ/2001,

tanggal 23 April 2001, adalah sebagai berikut:

a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB), yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP)

atau Bukti Pungutan Pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai

dokumen impor barang Kena Pajak;

b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang

berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan

invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) tersebut;

c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan oleh

BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

d. Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh

PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;

e. Tanda Penyerahan atau kuitansi telepon;

f. Ticket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang

dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;

g. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean;

h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa

kepelabuhan;

Page 66: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 159

/PJ./2006, tanggal 31 Oktober 2006. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir

bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

Kena Pajak;

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum

akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena Pajak;

c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa

Kena Pajak;

d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian

tahap pekerjaan; atau

e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada

Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

3. Faktur Pajak Gabungan.

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor:

PER- 159 /PJ./2006, tanggal 31 Oktober 2006, yang disebut dengan Faktur Pajak

Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak

Page 67: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim

kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.

Menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 159

/PJ./2006, tanggal 31 Oktober 2006. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling

lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau

seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak; atau

b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,

dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum

berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa

Kena Pajak.

Apabila Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat faktur pajak tetapi tidak

melaksanakannya sesuai dengan waktu yang ditentukan ataupun tidak dengan

selengkap-lengkapnya maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda

sebesar 2 % (dua per seratus) dari dasar pengenaan pajak. Dan apabila pengusaha

yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak membuat faktur pajak maka

akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2% (dua per seratus) dari dasar

pengenaan pajak, serta diwajibkan menyetor jumlah pajak tersebut ke kas negara.43

43 Ibid., h. 432.

Page 68: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

I. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai44

Yang termasuk dalam karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:

1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pemungutannya dapat dibebankan

kepada pihak ketiga.45

Oleh karena itulah, apabila terdapat penyimpangan dalam

penyetoran Pajak Pertambahan Nilai maka fiskus akan meminta pertanggung jawaban

dari pihak yang menjual Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut.

2. Pajak Objektif

Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak objektif karena dalam

pemungutannya Pajak Pertambahan Nilai tidak melihat kepada kondisi subjektif

subjek pajak dengan kata lain tidak membedakan antara konsumen yang

berpenghasilan tinggi maupun berpenghasilan rendah.

3. Pemungutan PPN Multi Stage Tax.

Dalam hal ini Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap mata rantai

jalur produksi maupun jalur distribusi. Dengan kata lain pada setiap penyerahan

barang yang merupakan objek pajak dari tingkat pabrikan (manufacturer) kepada

tingkat pedagang besar (wholesaler) sampai dengan tingkat pedagang eceran

(retailer) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

4. Pajak Pertambahan Nilai dipungut dengan alat bukti Faktur Pajak.

44 Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, h. 19-29.

45 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, h. 6.

Page 69: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Metode pengkreditan yang digunakan dalam pembayaran Pajak Pertambahan

Nilai mengharuskan Pengusaha Kena Pajak menerbitkan faktur pajak yang digunakan

untuk memperoleh suatu bukti besarnya jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

dalam memperoleh besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetorkan oleh

Pengusaha Kena Pajak.

5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.

Berdasarkan dengan pernyataan di atas maka, sejumlah komoditi yang

diimpor dari negara lain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Akan tetapi komoditi

yang diekspor ke negara lain sebaliknya yaitu dengan tidak dibebani Pajak

pertambahan Nilai.

6. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral.

Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor, yaitu:

1) PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa.

2) PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan.

7. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda.

Page 70: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

BAB III

PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Perpajakan Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Menurut pengertian bahasa hukum berarti menetapkan sesuatu atau tidak

menetapkannya.46

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan,

undang-undang ataupun adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan

oleh pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.47

Menurut H.M.N Purwosutjipto seperti yang dikutip oleh Gemala Dewi

mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa negara

atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum dinyatakan atau

dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota

masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh

penguasa tersebut.48

Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa hukum adalah

peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia

46 Fani, Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I, artikel diakses pada 4 Maret

dari 2009 ppt.islamfani-hukum-sumber/11/2008/com.wordpress.files.ahmadlabib://http.257. h, .

.php.index/kbbi/id.go.diknas.pusatbahasa://http 47 48 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Peransuransian Syari’ah Di

Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2006), cet.ke 1, h. 1.

Page 71: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dalam suatu masyarakat yang beraupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat tersebut.49

Jika dikaitkan dengan kata Islam maka definisi dan pengertiannya akan sedikit

berbeda seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwasannya

hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan

berdasarkan al-quran dan al-hadits.50

Sedangkan menurut Ahmad Sukardja seperti

yang dikutip oleh M. Daud Ali, menyatakan bahwasannya hukum Islam adalah

peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah SWT. dan sunah Rasul tentang

tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dewasa dan cakap hukum) yang diakui dan

berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk Islam.51

Menurut para ahli fiqih hukum Islam adalah akibat yang ditimbulkan oleh

tuntutan syariat, berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah dan al-

ibadah.52

Sedangkan menurut para ahli ushu al-fiqih hukum Islam adalah khitab atau

perintah Allah SWT. yang menuntut mukallaf untuk memilih antara mengerjakan dan

tidak mengerjakan atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau

penghalangbagi adanya sesuatu yang lain.53

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwasannya hukum

Islam ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia ditengah alam semesta untuk

49 M. Daud Ali, Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia,

(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 38.

.php.index/kbbi/id.go.diknas.pusatbahasa://http 50 51 M. Daud Ali, Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia, Ibid.,

h. 2. 52 Fani, “Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I”, Ibid., h. 257.

53 Ibid., h. 257.

Page 72: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

mencapai ketenteraman hidup di dunia dan keselamatan serta kebahagiaan hidup di

akhirat. Semua hal ini dapat tercapai apabila seseorang benar-benar bertingkah laku

sesuai dengan aturan yang terkandung dalam hukum Islam.

2. Pajak Dalam Islam

Dalam bahasa arab pajak disebut dengan al-dharibah yang mengandung arti

beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain, seperti dalam kalimat “Ia telah membebankan

kepadanya upeti untuk dibayarkan”.54

Dalam al-Ahkam al-Sulthaniyah karya Imam

al-Mawardi seperti yang dikutip oleh Gusfahmi al-kharraj mengandung arti kontrak,

sewa-menyewa atau menyerahkan yang berarti pajak atas tanah atau hasil tanah.55

Sebagaimana firman Allah SWT., yang berbunyi:

��اج ر��� ��� وه� ��� ا���از��� �)72: 23/ا��,م*�ن(أم %�$#"� ��!� Artinya:

“Atau kamu meminta upah kepada mereka? maka upah dari Tuhanmu adalah

lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik”.(Al-Mu’minun/23: 72)

Sedangkan al-jizyah mengandung arti kompensasi yang berarti beban yng

diambil dari penduduk non muslim yang ada di negara muslim untuk mendapatkan

perlindungan56

, dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT., yang berbunyi:

��%#�ا ا��9ی� 7ی,م*�ن �� و7 �����م ا8�� و7ی��5م�ن م����م ا ورس3�� و7ی;ی*�ن دی� ا�F5� م� ا��9ی� أو%�ا اCE��ب B�C� یA@�ا ا�?<ی= >� ی; وه�

) 29: 9/��=ا�I)C�H�ون

54 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta, Gema Insani Press,

2007), cet.ke 5, h. 56. 55 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007), ed.ke 1, h.

126. 56 Ibid, h. 119.

Page 73: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Artinya:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)

kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan

oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama

Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka

membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (Al-

Taubah/9: 29)

Selain itu pajak diartikan dengan al-‘ushr yang mengandung arti 10% yang

berarti 10% dari hasil pertanian yang disirami dengan air hujan, serta 10% yang

diambil dari pedagang kafir yang berdagang di dalam wilayah Islam yang mana mirip

dengan kebijakan bea cukai pada saat ini.57

Lain halnya dengan al-zakat yang mengandung arti bersih, suci, berkah,

maslahat, dan berkembang. hal ini sesuai dengan firman Allah SWT., yang berbunyi:

9� م� أم�ا�"� I;�= %@"��ه� و%<آ��"� �"� و�MI >#�"� إن� KI%� سE� ��"� وا��#< O��س) =��C103: 9/ا�(

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya

doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui”. (Al-Taubah/9: 103)

3. Sejarah Pemungutan Zakat Dan Pajak Dalam Islam

Sejarah perpajakan dimulai dari adanya orang-orang yang menganggap bahwa

tanah atau bumi adalah milik raja. Abdul Khalik al-Nawawi dalam bukunya al-

Nidham al-Mali fi al-Islam seperti yang dikutip oleh B. Wiwiho, menyebutkan bahwa

Raja Ramsis II membagi-bagikan tanah Mesir kepada penduduk. Tiap-tiap anggota

keluarga memperoleh sebidang tanah dan sebagai gantinya atau imbalannya

57 Ibid., h. 130.

Page 74: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dikenakan kharaj atau pajak bumi. Kharaj ini sudah dikenal pada masa-masa Raja

Ptolemen, Bizantine/ Bizantium, Rumawi, dan Persia.58

Tradisi pajak ini rupanya terus berlanjut sampai zaman raja-raja Arab pra

Islam. Pada tahun-tahun awal pemerintahan Islam, sumber pemasukan ataupun

pengeluaran hampir tidak ada. Oleh karena itulah, pendapatan yang diperoleh untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersumber dari sesuatu yang tidak terikat.59

Dan pada saat itu juga belum terdapat tentara dalam bentuk yang tetap serta tidak

menerima gaji, akan tetapi diperbolehkan untuk mendapatkan bagian dari harta

rampasan perang tanpa adanya ketentuan yang pasti.

Pada tahun kedua Hijriyah dimana Rasulullah SAW. serta para sahabat-

sahabatnya prinsip-prinsip Islam telah dijalankan dengan sangat baik, Allah SWT.

mensyariatkan zakat yang merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat.

Zakat telah memberikan perubahan ekonomi secara signifikan dalam masyarakat

muslim. Zakat ditetapkan berdasarkan nash-nash al-quran serta hadits nabi yang

bersifat qathi’, sehingga kewajibannya bersifat mutlak atau absolut dan sepanjang

masa.60

Dan pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah Allah SWT. mensyariatkan

tentang pembagian harta rampasan perang yang menerangkan bahwa seperlima

58 B. Wiwoho., et., al., Zakat dan Pajak, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), Cet.ke 3,

h.39. 59 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2004), Cet.ke 1, h. 37. 60 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 57.

Page 75: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

bagian untuk Allah dan Rasul-Nya, dan ini dikenal dengan istilah khums/ghanimah,

berdasarkan firman-Nya yang berbunyi:

ل و9�ي اB��X� واC���مB 3 ��3� و�#��س�# � UVء �Sن� م��ا أن��� C�*H�وا>#�����ن ی�م <�*� >#B >];ن� ی�م ا�[ �� وم\أنC� آ*C� ءام*� وا�� ا���]�M إنوا����آ�

)41: 8/ا8ن[�ل( � >#B آUV �Mء �;ی?�A�ن وا اBXC� ا�

Artinya:

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai

rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,

anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah

dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari

Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala

sesuatu”. (Al-Anfal/8: 41)

Dan pada tahun itu juga Allah mewajibkan kaum muslimin untuk menunaikan

zakat fitrah yaitu sebanyak 1 sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis; atau

setengah sha’ gandum pada setiap bulan Ramadhan. Kemudian Allah mewajibkan

zakat mal pada tahun kesembilan Hijriyah, setelah perekonomian kaum muslimin

dirasakan stabil.61

Pada masa pemerintahannya beliau juga menerapkan jizyah yaitu pajak yang

diterima dari orang-orang non muslim khususnya yaitu para ahli kitab agar mendapat

perlindungan jiwa, yaitu sebesar satu dirham dalam setiap tahunnya bagi laki-laki

yang telah dewasa dan mampu membayarnya. Selain itu juga beliau menerapkan

sistem kharaj yakni pajak terhadap tanah yang dipungut dari kaum non muslim

dengan beban sebesar setengah dari hasil produksi.

Selain kharaj dan jizyah

Rasulullah juga menerapkan sistem ushr sebagai bea impor yang dikenakan kepada

semua pedagang dan hanya dikenakan terhadap barang-barang yang bernilai lebih

61 Ibid., h. 38-39.

Page 76: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

dari 200 dirham dan hanya dikenakan sekali dalam setahun, dengan tingkatan bahwa

bagi non muslim dikenakan sebesar 5% sedangkan bagi orang-orang muslim sebesar

2,5%.62

Zaman di mana pemerintahan Islam telah begitu sarat dengan aktifitas dan

program-program pembangunan, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin

Khaththab atas inisiatif/ijtihad Umar pada saat itu mulai diterapkan adanya

kharaj/pajak bumi dan ‘usyur/pajak impor dan ekspor yang dapat disebut dengan

pemungutan pajak terhadap barang-barang perdagangan.

Jadi Khalifah Umar-lah yang pertama kali melestarikan dan menyempurnakan

kharaj/pajak bumi dan ‘usyur/pajak impor dan ekspor yang manfaatnya tentu

dikembalikan kepada umat. Apa yang dilakukan Umar bin Khaththab ini dapat

dijadikan dalil atau hujjah hukum sejalan dengan hadits Nabi:

)رواa أ��داود وا��Cم�9ى(>#BC�*�� �E� و س*�BC ا��#[�ءا���اV;ی� ا��";ی��� Artinya:

“Ikutilah sunnahku dan apa-apa yang dilakukan oleh Khulafaurrasyidin yang

memperoleh petunjuk”. (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Dana yang dihimpun dari bermacam-macam pajak itu masuk ke baitul mal yang

kegunaannya di peruntukkan untuk membiayai jalannya roda pemerintahan yang

kegiatannya terus meningkat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat

kesamaan terhadap maksud dan tujuan dalam pemungutan pajak dan zakat.

4. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Dalam Hukum Islam

62 Ibid., h. 43-45.

Page 77: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

a) Pendapat Yang Menyatakan Bahwa Tidak Ada Kewajiban Lain Atas

Harta Selain Zakat

Mayoritas fuqaha termasuk para ahli fiqih periode muta’akhirin berpendapat

bahwa, zakat merupakan satu-satunya kewajiban yang telah dilimpahkan atas kaum

muslim atas harta yang dimilikinya. Oleh karena itulah, barang siapa yang telah

membayar zakat maka hartanya akan bersih serta tidak ada lagi kewajiban setelah itu,

kecuali jika dia berkehendak untuk mengeluarkan hartanya untuk mendapatkan

pahala yang lebih besar yaitu dengan cara bershadaqah sunnat.63

Pendapat mereka

mengacu pada firman Allah SWT., yang berbunyi:

وه� ا��9ي أنSd !*��ت م�A�وV�ت وH�� مA�وV�ت وا�*��M وا�<�رع م�C#[� أآ3# وا�<�ی�Cن وا��hم��ن مdC��"� وH�� مdC�3� آ#�ا م� a��e إذfأe�� وءا%�ا 3�X� ی�م

)141: 6/ا8نA�م(��ا إن�3 7یhj5 ا������� i��دa و%7��Artinya:

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun

dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya).

Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila ia berbuah, dan

tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan

janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang

berlebih-lebihan.” (Al-An’am/6: 141)

Serta firman Allah SWT yang berbunyi:

)24: 70/ا��A�رج(وا��9ی� �B أم�ا�"� lF� مA#�م Artinya:

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu” (Al-

Ma’arij/ 70: 24)

Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa dalam harta kita termasuk di dalamnya

harta dari pertanian terdapat kewajiban berupa zakat yang harus dikeluarkan bagi

63

Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Zakat, (Libanon: Beirut, 1973), Cet. Ke-2, h. 964.

Page 78: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

orang-orang yang berhak untuk menerimanya, dan juga agar kita tidak termasuk

kedalam golongan orang-orang yang kikir.

Selain menurut firman Allah SWT., terdapat hadits Nabi Muhammad saw

yang menyatakan bahwa tidak terdapat kewajiban selain zakat, yang berbunyi:

mأن ��� ا��م �< ،hU]X�oا� –�;�*e�C��]= �� س� ;�A� � M��!� q�یp �� >];ا!�ء ر!M : >� أB� س"M�، >� أ3�� أن�3 س�q O#5= �� >]�;ا یX�ل–������ئ >3�#

ا B�#I ا >#3� وس#�� م� أهM ن?;، e�ئ� ا���أس، ن��O دوي� I�%3 إB� رس�لو7ن[3X م�یX�ل، B�C� دن� م� رس�ل ا B�#I ا >#3� وس#��، �uذاه�یS�ل >�

I : #�B ا >#3� وس#��، ��I m#�ات �B ا���م وا�#��#= �X�لاvسKم، �X�ل رس�ل اهa��H �U#< M؟ : 7، إ�7أن %@��ع، وI��م V"�رمx�ن �X�ل: هH �U#< M�� ه��؟ ��ل

ه�U#< M : ا B�#I ا >#3� وس#�� ا�<�آ�ة، �X�ل7، إ�7أن %@��ع وذآ3�� رس�ل: �X�ل�Sد��ا���!M وه�یX�ل : - ��ل -7، إ�7أن %@��ع : H��ه�؟ ��ل : B#<;7 أزی وا

�#< رواa (أ�#| إن I;ق : 3 وس#��ه9او7أنzX م*3، �X�ل رس�ل ا B�#I ا )ا�]��رى وم�#�

Artinya:

“Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif bin Abdullah ats-Tsaqafiy berkata:

Malik bin Anas (yang dibacakan kepadanya) dari Abu Suhail dari bapaknya

bahwasannya beliau mendengar Thalhah bin Ubaidillah r.a., berkata: “Seorang laki-

laki penduduk Nejd datang menghadap Rasulullah Saw. Ia berambut kusut masai dan

suaranya parau, kelihatan bagai orang dungu. Setelah dekat dengan Rasulullah Saw.,

iapun bertanya kepada beliau tentang Islam. Rasulullah Saw. Berkata: “Islam itu ialah

mengerjakan shalat lima kali sehari semalam.” Orang itu berkata: “Apakah ada

kewajiban lain?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali engkau lakukan shalat sunnat

dan puasa Ramadhan.” Ia bertanya lagi: “Apakah ada kewajiban puasa selain itu?”

Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali engkau lakukan puasa sunnat.” Kemudian

Rasulullah Saw. menyebut kewajiban zakat. Ia bertanya lagi: “Apakah ada kewajiban

lain di luar zakat?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali shadaqah sunnat.” Lalu ia

mundur sambil berkata: “Saya tidak akan menambah atau menguranginya.”

Rasulullah Saw. berkata: “Beruntunglah jika ia benar (ia akan masuk surga kalau

benar).” (HR. Bukhari dan Muslim).64

64 Abi al-Husain Muslim bin al-Haj al-Qusyairi al-Naisaburi: Muhammad Fuad Abd al-Baqi,

Shahih Muslim, (Riyadh: Dar-Salam,Juli 1998), h. 26-27.

Page 79: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

3*< د��*B : أن� أ>�ا��~�أ%B ا�*�]B�#I �U ا >#3� وس#�� �X�ل: >� أB� ه�ی�ة رضB ا%A];ا d%7�ك V 3��$�، و%X�� ا�K�iة : >#M�< B إذا>�#3C د�#� ا�?*�=، �X�ل

E��نا�x�م رمi%ة ا��[�وض=، و�و%,د�ى ا�<�آ ،=��C .ل�7أزی; : � ،a;�� B�]وا��9ى ن�#���و��B، ��ل رس�ل ا B�#I ا >#3� وس#��. >#B ه9ا : M!ر B�أن ی*�� إ aس�� �م

)رواa ا�]��رى(?*�= �#�*��إB� ه9ا م� أهM ا�Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa seorang Arab dusun datang kepada Nabi

Saw. Ia berkata: “Tunjukkanlah padaku suatu amal yang memasukkan aku kedalam

surga.” Nabi berkata: “Beribasahlah kepada Allah SWT dan jangan berbuat syirik

sedikitpun kepada-Nya, dirikanlah shalat fardhu, tunaikan zakat, dan berpuasalah

bulan Ramadhan.” Orang itu berkata: “Demi yang menguasai diriku, aku tak akan

menambahnya.” Kemudian Rasulullah Saw berkata: “Ingin melihat ahli surga,

lihatlah orang ini.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan kedua hadits di atas disebutkan bahwa, yang wajib dikeluarkan

atas harta adalah zakat saja. Mengenai adanya nash (dalil) yang menyebutkan bahwa

adanya kewajiban lain atas harta selain zakat, mayoritas ulama menyatakan bahwa

yang dimaksud oleh dalil tersebut ialah anjuran (sunnat).65

Dikarenakan tidak ada kewajiban lain selain zakat maka negara tidak boleh

menarik pajak dalam usahanya untuk meningkatkan sumber daya, dan sejalan dengan

pemikiran ini, Dr. Hasan Turobi seorang ulama dari Sudan pengarang buku Principle

of Governance, Freedom, and Responsibility in Islam, seperti yang dikutip oleh

Gusfahmi menyatakan bahwa:

Pemerintahan yang ada di dunia Muslim dalama sejarah yang begitu lama

“pada umumnya tidak sah”. Karena itu, para fuqaha khawatir jika diperbolehkan

menarik pajak akan disalahgunakan dan menjadi suatu alat penindasan.66

65 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 173.

66 Ibid., h. 186.

Page 80: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

b) Pendapat Yang Menyatakan Bahwa Ada Kewajiban Lain Atas Harta

Selain Zakat

Selain yang berpendapat bahwa tidak ada kewajiban lain selain zakat, maka

terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ada kewajiban lain selainn

zakat, diantaranya: Umar, Ali, Abu Dzar, aisyah, Ibn Umar, Abu Hurairah, Hasan bin

Ali, Fatimah binti Qais dari kalangan sahabat r.a., berpendapat bahwa terdapat

kewajiban lain dalam harta kekayaan selain zakat, yang mana pendapat ini disahkan

oleh Sya’bi, Mujahid, Thawus, ‘Atha dan lain-lain dari kalangan tabi’in.67

Dan

pendapat mereka mengacu pada firman Allah SWT, yang berbunyi:

h��% ا�]�� أن m�� وا���م �ا و!�هM[� �E ا��d�ق وا����ب وE��� ا�]�� م� ءام� �� Bم�C��وا B��X�3 ذوي ا�[� B#< ل�ا�� B%وءا �ب وا�*�]����CE�وا =E$#��ا8�� وا

M وا����ئ#�� و�U ا�����ب وأ��م ا�K�iة وءا%B ا�<�آ�ة وا�����ن وا����آ�� وا�� ا���]�A�";ه� إذا >�ه;وا وا��i���ی� �U ا�]Sس\ء وا�f���xء و��� ا�]Sس أو�$� ا��9ی� I;��ا

)177: 2/ا�]�Xة (وأو�$� ه� ا��X�C�ن

Artinya:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari

kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang

dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang

memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan

(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan

orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang

sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-

orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-

Baqarah/ 2: 177)

Imam al-Qurthubi, seperti yang di kutip oleh Didi Hafidhuddin, ketika

menafsirkan ayat di atas (“...dan memberikan harta yang dicintainya...”)

67 Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Zakat, Ibid., h. 968.

Page 81: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

mengemukakan pendapatnya bahwa para ulama telah sepakat, jikalau kaum muslimin

memiliki berbagai macam kebutuhan serta keperluan yang harus ditanggulanginya,

maka wajib untuk mengeluarkan harta untuk mengatasinya walaupun sudah

mengeluarkan zakat.68

Serta firman Allah SWT yang berbunyi:

�E*م�مS�ا B��اا���س�ل وأوA�qوأ �B#I Bی�أیـl"�ا��9ی�ءام*�اأA�q�اا �C<ز�ن %*u���S�وا���م ا ذ�� ���وأ��� جBVء��دhوa إB� ا وا���س�ل إن آ*C� %,م*�ن ��

KویS%)ء�59: 4/ا�*�( Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya),

dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Al-Nisaa’/4:

59)

Ayat di atas menerangkan bahwa terdapat perintah yang menyatakan untuk

taat kepada ulil amri (pemerintah) termasuk dalam ketaatan untuk membayar pajak

selain ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila dana pajak yang dipungut

dari masyarakat dipergunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai

Islam serta bertentangan dengan kemaslahatan bersama, maka tidak ada alasan bagi

umat Islam untuk membayar pajak.

Muhammad Ali al-Shabuni seperti yang dikutip oleh Didin Hafidhuddin,

ketika menafsirkan ayat diatas menyatakan bahwa ketaatan kepada penguasa jika

68 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 62.

Page 82: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

mereka adalah kaum muslimin yang berpegang teguh kepada syariat Islam dan tidak

ada ketaatan kepada makhluk jika bermaksiat kepada Allah SWT.69

Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, tatkala ditanya tentang ayat diatas,

seperti yang dikutip oleh Gusfahmi mengatakan bahwa:

Apabila dana zakat tidak mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan orang-orang

miskin dalam suatu daerahatau negara, maka menjadi tanggung jawab warga yang

mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apabila mereka tidak melakukan itu,

semuanya berdosa. Penguasa berhak untuk menghukum mereka. Inilah pendapat yang

tidak diragukan, yang diambil dari makna dan tujuan al-quran.70

Selain menurut firman Allah SWT., terdapat hadits Nabi Muhammad saw

yang menyatakan bahwa terdapat kewajiban selain zakat, yang berbunyi:

م5��;�� ا�@�*e M�]h�V�ی� >� أB� ��<ة >� >�م� >� ��m�� �*� =�q ) أ�]�ن�(X� �E�~� س�ى ا�<�آ�ة ا���� س�A� رس�ل ا B�#I ا >#3� وس#�� یX�ل أن� �B أم�

)X�دارا aرواm�� �*� =�q�� )@*B و Artinya:

“Muhammad Thufail dari Abu Hamzah dari ‘Amir dari Fathimah binti Qais

mengatakan: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya di dalam

setiap harta kalian terdapat kewajiban selain zakat ”. (HR. Darul Quthni dan

Fathimah binti Qais)71

Dalam hadits lain Nabi Muhammad Saw meyebutkan bahwa:

;�Aس �� =[�C��*e�;� :����*e�;� :|رم �م5��;� �*e�;�: و �ا� �< ،O�أ�]�ن�ا�#��� >� ن�#< أ7 آ#Eh� راع، وآ#Eh� م�$�ل >� : 3� وس#�� أن�3 ��ل>�� >� ا�*�]B�#I U ا

3C��<ر. Mأه B#< راع M!3،وا���C��<ر �س راع، وه� م�$�ل >�ا�*� B#< م��ا��9ىS��� را>�= >#A� ��� B#"�وو�;a، وهU م�$��= 3C��، راع، وه� م�$�ل >*"�، وا���أة

أ7�Eh#E� راع، وآ#Eh� م�$�ل >� .>*"�، واA�]; راع >#B م�ل س��;a وه� م�$�ل >*33C��<م�#�.(ر aروا(

Artinya:

69 Ibid., h. 63.

70 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 175. 71 Muhammad Abdullah ibn Bahram Darimi, Sunan al-Darimi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990),

Jilid 1, h. 385.

Page 83: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

“Qutaibah bin Sa’id berkata: Laits berkata: Muhammad bin Rumhin berkata:

Laits mengabarkan dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar dari Nabi Saw, bahwasannya beliau

bersabda: Sesungguhnya setiap kalian itu adalah pemimpin, dan setiap kalian

bertanggung jawab atas apa yang kalian pimpin. Dan seorang penguasa itu adalah

pemimpin, dan dia bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Dan seorang suami

itu adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas anggota

keluarganya. Dan seorang isteri itu adalah pemimpin bagi tempat tinggal serta

anaknya, dan dia bertanggung jawab atas itu semua. Dan seorang hamba pemimpin

atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas itu semua. Sesungguhnya kalian

adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas apa yang kalian pimpin”. (HR.

Muslim)72

Berdasarkan kedua hadits di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

pemungutan pajak dibolehkan akan tetapi dengan syarat tidak menyampingkan

prinsip-prinsip hukum Islam, serta digunakan untuk kemaslahatan masyarakat karena

pajak dipungut dari masyarakat untuk masyarakat.

Berdasarkan Kaidah Fiqih:

j!�وا"� م�7یh�C ا��ا!j إ3��7 Artinya:

“Segala sesuatu yang menjadi sebab sempurnanya sesuatu yang wajib

hukumnya adalah wajib”.73

Sedangkan para ulama lain yang berpendapat bahwa terdapat kewajiban lain

selain zakat seperti halnya pajak, yaitu:

a. Imam Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi, seperti yang dikutip oleh

Gusfahmi berpendapat bahwa:

Para ulama sependapat bila datang satu kebutuhan mendesak kepada kaum

Muslimin-setelah membayar zakat-maka wajib kepada mereka yang kaya

mengeluarkan hartanya untuk menanggulangi keperluan tersebut.74

72 Abi al-Husain Muslim bin al-Haj al-Qusyairi al-Naisaburi: Muhammad Fuad Abd al-Baqi,

Shahih Muslim, h. 820. 73 B. Wiwoho., et., al., Zakat dan Pajak, h.151.

Page 84: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

b. Mahmud Syaltut dalam al-Fatawa, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi

berpendapat bahwa:

Apabila pemerintah atau pemimpin rakyat tidak mendapat dana untuk

menunjang kemaslahatan umum, seperti pembangunan sarana pendidikan, balai

pengobatan, perbaikan jalan dan saluran air, serta mendirikan industri alat pertahanan

negara di mana kaum hartawan masih diam membelenggu tangannya, maka

dibolehkan bagi pemerintah, untuk memungut pajak dari kaum hartawan, untuk

meringankan pelaksanaan rencana pembangunan itu.75

c. Abu Yusuf, dalam kitabnya al-Kharaj, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi

menyebutkan bahwa

Semua khulafa ar-rasyidin, terutama Umar, Ali dan Umar bin Abdul Aziz

dilaporkan telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan

kemerataan, tidak diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga

jangan sampai membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka

sehari-hari. Abu Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau

menurunkan pajak menurut kemampuan rakyat yang terbebani.76

d. Hasan al-Banna, dalam bukunya Majmuatur Rasa’il, seperti yang dikutip

oleh Gusfahmi menyatakan bahwa:

74 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 180.

75 Ibid., h. 181. 76 Ibid., h. 183.

Page 85: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Melihat tujuan keadilan sosial dan distribusi pendapatan yang merata, maka

sistem perpajakan progresif tampaknya seirama dengan sasaran-sasaran Islam.77

e. Ibnu Taimiyah, dalam Majmuatul Fatawa, seperti yang dikutip oleh M.

Umer Chapra mengatakan bahwa:

Penghindaran pajak itu dilarang meskipun pajak tersebut tidak adil

berdasarkan alasan bahwa mereka yang tidak membayar pajak oleh mereka yang

berkewajiban akan mengakibatkan beban yang tidak semestinya bagi kelompok

lain.78

f. M. Umer Chapra, dalam Islam and The Economic Challange, menyatakan

bahwa:

Hak negara Islam untuk menarik pajak disamping zakat untuk meningkatkan

sumber penerimaan telah dipertahankan oleh para ahli fiqih yang secara otomatis

telah mewakili seluruh aliran dalam fiqih.hal ini disebabkan karena hasil zakat

digunakan terutama untuk kesejahteraan orang-orang miskin, dimana negara

membutuhkan sumber pemasukan lain selain zakat agar dapat melakukan seluruh

fungsi alokasi, distribusi, serta stabilisasi secara efektif. Dan ini berdasarkan hadits

Nabi Saw yang berbunyi: “Di dalam kekayaanmu yang telah melebihi bata nishab ada

kewajiban zakat”. Serta didasarkan pada kaidah Hukum Islam yang berbunyi: “Suatu

pengorbanan kecil boleh dikenakan untuk menghindari pengorbanan yang lebih

besar”, serta kaidah yang berbunyi: ”Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak

dapat dilaksanakan adalah juga wajib”.79

5. Persamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak

a) Persamaan Antara Zakat Dan Pajak

77 Ibid., h. 185.

78 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Edisi terj. oleh Ikhwan Abidin Basri,

(Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Inztitute, 2000), Cet. Ke-1, h. 322. 79 Ibid., h. 319.

Page 86: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Diantara persamaan antara zakat dan pajak yaitu:

1) Unsur Paksaan

Seorang muslim yang memiliki harta dan telah memenuhi persyaratan zakat,

jika tidak mau membayar zakat, maka petugas zakat wajib memaksanya. Hal ini

berdasarkan firman Allah SWT. yang berbunyi:

9� م� أم�ا�"� I;�= %@"��ه� و%<آ��"� �"� و�MI >#�"� إن� KI%� سE� ��"� وا )103: 9/ا�O�) =��C >#��س�

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya

doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui”. (Al-Taubah/9: 103)

Demikian pula halnya dengan pajak apabila seseorang termasuk dalam

kategori wajib pajak, maka fiskus hendaknya memaksa yang dilakukan secara

bertingkat mulai dari peringatan, teguran, surat paksa, sampai dengan penyitaan.

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menggantikan

UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

2) Unsur Pengelola

Unsur pengelolaan zakat berdasarkan atas firman Allah SWT. yang berbunyi:

�"� و�U ا�����ب � >#�"� وا��,��[= �#�� واA��م#�إن��� ا��i;��ت �#[X�اء وا����آ���ی� و�U س]�وا���رم� M�[ا��� �وا� )60: 9/ا�x�E� ��) =��C= م� ا وا >#M� ا

Artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-

orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-

orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan

Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al-Taubah/9: 60)

Page 87: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa pengelolaan zakat tidaklah

dilakukan secara individual, akan tetapi dikelola oleh lembaga yang khusus

menangani zakat yang disebut dengan amil zakat. Dalam bab III Undang-undang No.

38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan bahwa terdapat dua

pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan (Lembaga Amil Zakat).

Adapun pengelolaan pajak, jelas diatur oleh negara. Hal ini sesuai dengan

Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia Pasal 23 ayat (2), yang berbunyi

segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang.

3) Dari Sisi Tujuan

Pada dasarnya tujuan pemungutan zakat dan pajak yaitu sebagai sumber dana

untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, dan

berkesinambungan antara hubungan material dan spiritual.80

b) Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak

1) Dari Segi Nama

Seperti yang telah penulis uraikan pada pembahasan sebelumnya

bahwasannya zakat bermakna bersih, suci, berkah, maslahat, dan berkembang.

Sedangkan pajak bermakna beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain

2) Dari Segi Dasar Hukum Dan Sifat Kewajiban

Zakat ditetapkan berdasarkan nash al-quran serta hadits Nabi Muhammad saw

yang bersifat mutlak, sehingga kewajibannya juga bersifat mutlak dan sepanjang

80 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 55.

Page 88: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

masa. Sedangkan pajak, tergantung pada kebijakan pemerintah sesuai dengan

kebutuhan.

3) Dari Sisi Objek, Persentase, Serta Pemanfaatannya.

Zakat memiliki nishab (kadar minimal) dan persentase yang sifatnya baku

berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam hadits, serta dipergunakan untuk

kepentingan para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) yang berjumlah

delapan ashnaf (golongan). Sedangkan pajak sangat bergantung pada peraturan yang

ada serta objek pajaknya yang berupa jenis, sifat, maupun cirinya, dan pajak

dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan, walaupun sama sekali tidak berkaitan

dengan ajaran agama.

6. Karakteristik Pajak Dalam Islam

Diantara karakteristik pajak dalam syariat Islam, adalah:

d. Pajak (dharibah) bersifat temporer, bahwa pajak tidak dipungut ketika

baitul mal sudah terisi kembali.

e. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang

merupakan kewajiban bagi kaum muslim serta terbatas jumlah yang

dibutuhkan untuk menutupi biaya kewajiban tersebut serta tidak boleh

lebih.

f. Pajak (dharibah) dipungut dari kaum muslim yang kaya, dengan dengan

pengertian bahwa orang yang memiliki kelebihan harta dari biaya

kebutuhan yang dikeluarkan menurut kelayakan masyarakat sekitar.

g. Pajak (dharibah) hanya dikenakan pada objek pajak yang bersifat halal.

Page 89: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

B. Analisa Praktik Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Perspektif

Hukum Islam

Pajak Pertambahan Nilai atau yang dikenal dengan sebutan PPN yaitu pajak

yang dipungut berdasarkan atas konsumsi suatu jenis barang ataupun jenis jasa

tertentu di dalam negeri, berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa

dalam Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat batasan antara mengkonsumsi jenis

barang ataupun jasa baik yang halal ataupun yang haram.

Dalam al-quran, hadits, ijma’ serta qiyas tidak terdapat larangan dalam

mengkonsumsi suatu jenis barang yang halal, akan tetapi untuk jenis barang yang

haram jelas dilarang, seperti yang telah difirmankan Allah Swt, yang berbunyi:

hj57 ی ی�أیh"� ا��9ی� ءام*�ا 7 %��5م�ا ��q]�ت م\أ�M� ا E�� وCA% 7;وا إن� ا )87: 5/ ا���ئ;ة(ا��CA;ی�

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang

baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-

Maidah/ 5: 87)

Oleh karena itulah, jika terdapat pengenaan pajak pada jenis barang ataupun

jasa yang telah diharamkan dalam syariat Islam, maka hasil dari pemungutan pajak

tersebut sudah tercampur dengan hasil dari pemungutan pajak atas barang-barang

ataupun jasa-jasa yang dihalalkan oleh hukum Islam.

Nabi Muhammad Saw melarang kita sebagai umatnya untuk mengharamkan

segala jenis barang ataupun jasa yang telah dihalalkan ataupun menghalalkan segala

jenis barang ataupun jasa yang telah diharamkan. Dan ini sesuai dengan sabda beliau,

yang berbunyi:

Page 90: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

�� �M�7 أوأK� ���م�q�V �7إ �"q�وV B#< وا���#��ن �م9ي(ام�Cا� aروا( Artinya:

“Kaum muslimun itu wajib mengikuti segala syarat yang mereka buat,

kecuali syarat yang mengharamkan barang yang halal atau menghalalkan barang

yang haram.” (HR. At-Tirmidzi)

Selain pengkonsumsian jenis barang ataupun jasa Pajak Pertambahan Nilai

juga tidak dapat membedakan antara golongan yang berpendapatan tinggi ataupun

golongan yang berpendapatan rendah, karena Pajak Pertambahan Nilai memakai satu

tarif tunggal yaitu 10%.

Dalam hal ini hukum Islam telah dengan jelas melarangnya, karena pengenaan

pungutan ataupun pajak seperti yang kita kenal sekarang ini dipungut seharusnya

hanya kepada golongan yang berpendapatan tinggi. Jikalau dipungut juga kepada

golongan yang berpendapatan rendah maka beban yang ditanggungnyapun akan lebih

berat yang menyebabkan mereka akan lebih sengsara.

Dikarenakan barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan

pajaknya sebesar 10% sehingga akan sangan membebankan perekonomian terutama

bagi masyarakat yang termasuk dalam golongan yang berpenghasilan rendah.Maka

menyebabkan harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan pokok

jauh di atas harga yang sewajarnya

Oleh karena itulah, maka penerapan Pajak Pertambahan Nilai kurang

mencerminkan adanya keadilan bagi tinggi serta golongan yang berpenghasilan

rendah. Dalam hal ini salah seorang pakar ekonomi Islam M. Umer Chapra

menegaskan bahwa:

Page 91: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Suatu sistem perpajakan dianggapnya adil jika digunakan untuk mendanai

sesuatu yang sangat penting untuk mewujudkan maqashid, beban pajak yang

ditanggungkan kepada yang membayarnya hendaknya tidak terlalu berat sehingga

melebihi kemampuannya untuk menanggungnya dan didistribusikan secara adil

diantara mereka yang mampu membayar, serta hasil yang didapatkan dari penarikan

pajak tersebut harus benar-benar digunakan berdasarkan tujuan sebagaimana yang

telah ditetapkan.81

Dalam hal lain, jika Pajak Pertambahan Nilai itu termasuk ‘ushr (bea cukai)

yang dikenakan tarif 10% maka pernyataan tersebut adalah tidak benar adanya,

karena ‘ushr dikenakan kepada orang kafir ketika mereka akan menjajakan barang

dagangannya di dalam daerah kaum muslim, dan tarif tersebut juga berlaku di dalam

kawasan kaum kafir jika kaum muslim memasuki daerah kaum kafir.

Jadi dapat dikatakan bahwa pengenaan ‘ushr yaitu dikarenakan adanya

balasan terhadap kaum kafir yang mengenakan pajak terhadap kaum muslim dan

bukan dikarenakan kaum muslim ataupun kaum kafir yang mengkonsumsi suatu jenis

barang tertentu.

Seperti yang terjadi pada kekhalifahan Umar bin Khaththab ra. dimana Abu

Yusuf melaporkan bahwa Abu Musa al-Asy’ari salah seorang gubernur, pernah

menulis kepada Khalifah Umar bahwa para pedagang muslim dikenakan bea dengan

tarif sepersepuluh di tanah-tanah harb. Khalifah Umar menasehatinya untuk

melakukan hal yang sama dengan menarik bea dari mereka seperti yang mereka

lakukan kepada pedagang muslim.82

81 Ibid., h. 320.

82 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,

(Jakarta: Pustaka Asatruss,2005), Cet.ke 1, h. 75.

Page 92: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Oleh karena itulah, berdasarkan atas apa yang telah penulis uraikan, maka

penulis berkesimpulan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterapkan di

Indonesia tidak boleh dipungut, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum

Islam.

Page 93: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan, membahas serta menganalisa teori dan aplikasi peraktik

pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), maka pada bab akhir ini penulis

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pajak dikenal dalam hukum Islam dengan sebutan al-dharibah yang memiliki

arti beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain. Sedangkan zakat memiliki arti

bersih, suci, berkah, maslahat, dan berkembang. Zakat dan pajak memiliki

beberapa persamaan, diantaranya yaitu: adanya paksaan, adanya pengelola,

serta adanya tujuan yang sama. Selain itu zakat dan pajak juga memiliki

beberapa perbedaan, diantaranya yaitu: nama, dasar hukum dan sifat

kewajibannya, objek, persentase serta pemanfaatannya.

2. Dalam hukum Islam teori dan peraktik pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) tidak dibenarkan adanya, karena tidak adanya kejelasan

pengkonsumsian barang ataupun jasa baik yang halal ataupun yang haram.

Selain itu pula, bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan

kepada seluruh golongan masyarakat, maka dari itu golongan masyarakat

yang berpenghasilan rendah akan terkena pungutan dari Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) sehingga mereka akan mempunyai beban lebih. Pengenaan pajak

Page 94: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

pada sejumlah jenis barang ataupun jasa pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

akan berdampak bahwa barang berada pada harga yang di atas sewajarnya.

Jika Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diqiyaskan dengan ‘Ushr adalah tidak

benar adanya karena ‘ushr merupakan penyeimbang atas apa yang dilakukan

oleh orang kafir kepada umat Islam. Berdasarkan itu semua, maka penulis

berkesimpulan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi suatu pajak

yang tidak boleh dipungut, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum

Islam.

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) hendaknya membuat fatwa yang menyatakan

bahwa pajak (dharibah) dibolehkan dalam Islam berdasarkan al-Quran, al-

Hadits serta ijma’ para sahabat. Akan tetapi, pajak yang dimaksudkan di sini

yaitu bukanlah pajak seperti yang telah dipraktikkan di negara Indonesia. Oleh

karena itulah, pajak-pajak di Indonesia perlu di reformasi terlebih dahulu agar

sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam sebelum diperbolehkan.

2. Pajak (dharibah) merupakan suatu kewajiban tambahan selain zakat. Oleh

karena itulah, hendaknya pajak (dharibah) dan zakat dikelola dalam satu

pengelolaan di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI (DepKeu).

3. Setidaknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemeritah meninjau

kembali RAPBN dalam setiap tahunnya, agar apa yang dicita-citakan dari

pemungutan pajak dapat terealisasikan dengan baik dan benar.

Page 95: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, Departemen Agama RI, 1997.

Abdullah, Muhammad ibn Bahram Darimi, Sunan al-Darimi, Beirut, Dar al-Fikr,

Jilid 1, 1990.

Ali, M. Daud, Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga

Kontemporer, Jakarta, Pustaka Asatruss, cet.ke-1, 2005.

Azwar Karim, Adiwarman, Ir., H., SE., M.B.A., M.A.E.P., Ekonomi Islam Suatu

Kajian Kontemporer, Jakarta, Gema Insani Press, , 2001.

Bohari, H., S.H., M.S.,Pengantar Hukum Pajak, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,

ed. Revisi, cet.ke 4, 2002.

Brotodihardjo, R., Santoso, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, PT. Refika

Aditama, ed. 4, cet.ke 1, 2003.

Chapra, M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, Edisi terj. oleh Ikhwan Abidin

Basri, Jakarta, Gema Insani Press, cet.ke-1, 2000.

Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Peransuransian Syari’ah

Di Indonesia, Jakarta, Kencana, cet.ke 1, 2006.

Fani, Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I,artikel diakses pada 4

Maret 2009 dari http://ahmadlabib.files.wordpress.com/2008/11/sumber-

hukum-islamfani.ppt.

Gusfahmi, SE., MA., Pajak Menurut Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,

ed.ke-1, 2007.

Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta, Gema Insani

Press, cet.ke 5, 2007.

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php.

Ibrahim Muhammad, Quthb, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab, Jakarta,

Pustaka Azzam, cet.ke 1, 2002.

Page 96: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta, Salemba Empat, ed.

3, 2007.

Inayah, Gazi, Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak, Edisi terj. Zainudin

Adnan dan Nailul Falah, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, cet.ke 1,

2003.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002, tentang Pajak Pertambahan

Nilai Atas Penyerahan Barang Dagangan Oleh Pedagang Eceran selain Yang

Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575KMK.04/2000, tentang Pedoman

Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang

Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak

Terutang Pajak.

Mas’udi, Masdar F., Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam, Jakarta,

Pustaka Firdaus, cet.ke 1, 1991.

Muslim, Abi al-Husain bin al-Haj al-Qusyairi al-Naisaburi: Muhammad Fuad Abd al-

Baqi, Shahih Muslim, Riyadh, Dar-Salam, Juli 1998.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 159/ PJ./2006, tentang Saat

Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata

Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar.

Peraturan Pemerintah Nomor: 144 Tahun 2000, tentang Jenis Barang Yang Tidak

Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Qardhawi, Yusuf, Fiqhu al-Zakat, Libanon, Beirut, cet.ke-2, 1973.

Rosdiana, Haula, Dra., M.Si., dan Drs. Rasin Tarigan, M.Si., Perpajakan Teori dan

Aplikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, ed. 1, 2005.

Soemitro, Rochmat, Prof., Dr., H., S.H., Asas Dan Dasar Perpajakan I, Bandung, PT.

Rafika Aditama, ed. Revisi, cet.ke 5, 1998.

Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, ed.

Revisi, cet.ke 6, 2003.

__________, Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, ed. Revisi, cet.ke 2, 2004.

Page 97: PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18653/1/ANDRY... · PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMUNGUTAN

Tjahjono, Achmad, Drs., M.M., Ak., dan Muhammad Fakhri Husein, SE., M.Si.,

Perpajakan, Yogyakarta, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, ed. 3, cet.

ke 1, 2005.

Undang-Undang No. 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Peenjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

Wiwoho, B, et., al., Zakat dan Pajak, ,Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, cet.ke-3,

1992.

www.pajak.go.id.