PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

45
PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA Sejarah mencampur aduk ekonomi Oleh Drs. Rum Rosyid, MM KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TANJUNGPURA

description

PRAGMATISME EKONOMI INDONESIASejarah mencampur aduk ekonomi

Transcript of PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Page 1: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Sejarah mencampur aduk ekonomi

Oleh Drs. Rum Rosyid, MM

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2010

Page 2: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Daftar Isi

Kata Pengantar 3

Pendahuluan 4

Tarikan politik dan respon pragmatis 5

Perekonomian tanpa prioritas 6

Pertumbuhan sebagai prioritas 7

Pasar Bebas Mengabdi Kaum Kaya 9

Peran pemerintah 10

Epistemologi Pragmatisme 11

Positiv vs Normatif 12

Model Berfikir relativisme 12

Menolak Nilai 13

Pragmatisme sebagai Ruh Kapitalisme 15

Kapitalisme dan Trickle up effect 16

Kritik Terhadap Pragmatisme 19

a. Kritik dari Segi Landasan Ideologi 20

b. Kritik dari Segi Metode Berpikir 23

c. Kritik Terhadap Pragmatisme Itu Sendiri 24

Kepustakaan 25

Page 3: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, kami telah menyelesaikan karya

tulis ilmiah yang sederhana. Kehidupan perekonomian hingga dewasa ini memonopoli

perhatian peradaban manusia. Hingga segala aspek kehidupan merupakan variable

independent dengan ekonomi sebagai koordinatnya. Dari sinilah keberangkatan penulis

dalam memahami fenomena kehidupan perekonomian. Tesis bahwa kekayaan akan

menentukan peradaaban telah merasuk kedalam ruang-ruang bawah sadar kehidupan kita.

Dengan kata lain tiada satupun perikehidupan yang tidak memerlukan kekayaan.

Peradaban yang dikuasai dengan paradigma Kapitalistis pada dasarnya bukanlah tujuan

kehidupan itu sendiri. Bangsa Indonesia yang memiliki rumusan ideologinya sendiri pada

dasarnya mampu untuk mengabaikan model kapitalisme tersebut. Dengan demikian juga

akan mampu menjadi model alternative ditengah arus kapitalisme yang masih bergairah

diikuti oleh Negara-negara dunia ketiga.

Meski disana-sini kita melihat kekurangan model Kapitalisme Pragmatis namun sekali

lagi kita tidak mampu menemukan jalan dan terjebak didalam kotak Pandora. Yang

mampu kita lakukan hanyalah menebak-nebak jalan keluar tersebut. Dan tidak jarang kita

masuk kelubang kubangan berupa krisis social, politik.

Semangat untuk menemukan jalan keluar tersebut kiranya yang menjadi pemicu untuk

terus menerus melakukan penelitian. Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada

kemudahan, dan sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan.

Berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian.

Akhirul kalam

Pontianak, 25 Mei 2010

Penulis

Page 4: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Pendahuluan

Sejarah ekonomi Indonesia selalu ditandai tarikan kepentingan politik dan respons

pragmatis terhadap berbagai masalah dan kemungkinan ekonomi, baik domestik maupun

global. Tepat kiranya untuk mengatakan bahwa para ekonom dan teknokrat Indonesia,

baik pada masa awal kemerdekaan maupun pada masa Orde Baru dan Reformasi, hanya

bertindak sebagai franchise pemikiran Barat. Dengan kata lain mereka tidak menciptakan

teori sendiri yang orisinal (Dawam Rahardjo, 1992).Globalisasi informasi dan teknologi

mengarahkan ideologi menjadi satu ke arah pasar, yang dianggap sebagai motor untuk

meningkatkan kesejahteraan.

Dalam sistem ekonomi politik dan implementasinya hampir tidak ada peranan pasar

seratus persen. Bahkan, dalam keadaan krisis ini, peranan negara justru sangat kuat

mengambil alih lembaga-lembaga swasta, yang bangkrut. Negara tidak hanya berperan

pada kebijakan publik, tetapi mengambil alih perusahaan dan menjalankannya pada saat

krisis. Iklim ekonomi yang kondusif akan membawa pengambil kebijakan terbuai mimpi

besar Indonesia incorporate, yang dalam praktiknya lebih banyak disalahgunakan dan

diselewengkan. Saat mimpi-mimpi ini terkubur, pragmatisme kebijakan ekonomi

dijadikan solusi pintas keluar dari aneka masalah, yang kerap disebabkan salah urus dan

pencampuradukan ekonomi dan politik yang berlebihan.

Pragmatisme ekonomi disini berarti suatu pendapat bahwa untuk mencapai kemakmuran

masyarakat tindakan-tindakan ekonomi lebih relevan dibandingkan memperbincangkan

prinsip realitasnya (ontology). Dalam pendekatan filsafat, pragmatisme adalah cara

berpikir yang menempatkan kebenaran pendapat diukur dari hasil praktisnya (outcome).

Dengan bahasa berbeda, pragmatisme sering dimaknai sebagai paham yang lebih

menekankan hasil daripada teori yang melandasi cara berpikir itu.

Dialektika kebijakan ekonomi lebih 40 tahun terakhir membuktikan pergolakan ini.

Tumpukan masalah yang nyaris membekukan perekonomian pada era Orde Lama bisa

kemudian dicairkan dengan kebijakan pragmatisme liberalisasi keuangan dan

perdagangan pada akhir 1960-an. Namun, kebijakan ini tidak bertahan lama. Iklim

Page 5: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

ekonomi global yang kondusif berupa membumbungnya harga minyak pada era 1970-an

dan awal 1980-an menyebabkan kuatnya kembali tarikan politik dalam perekonomian,

yang ditandai dengan proteksi dan subsidi besar-besaran negara. Ketika harga minyak

kembali turun drastis pada awal 1980-an, sekali lagi dibutuhkan respons pragmatis

melalui deregulasi besar-besaran dan pemberangusan berbagai subsidi yang bersifat

distorsif pada perekonomian.

Manifestasi dari dualisme tarikan itu adalah satu bentuk kabinet bifurkasi (Rock 1995,

1999). Kabinet bifurkasi adalah satu kabinet dua kaki. Di satu sisi ada teknorat ekonomi

yang bertanggung jawab mengelola kebijakan makroekonomi berupa pengendalian

inflasi, suku bunga, nilai tukar, berbagai kebijakan fiskal lainnya. Di sisi mikroekonomi

ditempatkan para kroni dan kaki tangan politik dari mereka yang dekat dengan

kekuasaan, sebagai balas jasa politik atau untuk berbagai tujuan lain yang pada intinya

demi melanggengkan dan menambah kekuasaan.

Konsekuensi kabinet bifurkasi, para teknorat ekonomi adalah sebatas montir yang

digunakan sewaktu-waktu bila mesin perekonomian memanas atau memerlukan terapi

tertentu. Sementara pengendali sebenarnya dari roda perekonomian adalah mereka yang

dekat tampuk kekuasaan berikut para kroninya. Pelaku pasar, dan investor justru

memiliki kesempatan untuk menjalankan kegiatan ekonominya tanpa harus terganggu

oleh perbenturan ideologi yang keras.

Jadi, proses politik dan perilaku elite tampak membingungkan. Tetapi, hal tersebut juga

harus dianggap sebagai proses belajar demokrasi dan bisa juga cuma sebuah refleksi

kedangkalan politik substantif. Kegaduhan tersebut seperti kegaduhan pasar pada

umumnya.

Perekonomian tanpa prioritas

Dewasa ini, pada Orde Reformasi, pola yang sama terus berlanjut dengan pengungkapan

dan tekanan implikasi yang nyaris serupa. Perekonomian dibiarkan berjalan tanpa

prioritas dan alur yang jelas pada bidang mikro, seperti kebijakan penguatan sektor riil di

bidang pertanian, industri, dan ketenagakerjaan. Sementara saat terjadi masalah, seperti

Page 6: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

krisis global, berbagai jurus dan manuver kebijakan yang bersifat makro dikeluarkan,

untuk menjaga perekonomian terjerembab lebih dalam dan mempercepatnya keluar dari

krisis.

Pola ini terus berlanjut pada pemilihan kabinet 2009-2014. Pada portofolio di bidang

makro, para teknorat akan ditempatkan dengan misi mempercepat transisi krisis dan

memperkuat fondasi makroekonomi. Sementara pada bidang mikro akan diisi oleh

mereka yang dipilih atas dasar balas jasa politik atau kepentingan kekuasaan yang ada.

Berlanjutnya pola bifurkasi disebabkan masih adanya kebutuhan jaminan stabilitas politik

dalam pemerintahan lima tahun ke depan. Hal ini terlepas dari dominannya koalisi

pemerintahan yang akan terbentuk. Dukungan parlemen mayoritas saat ini amat rentan

terhadap ketidakpuasan. Dengan demikian, bila elemen-elemen pendukungnya tidak

diakomodasi dalam kabinet, akan menyebabkan guncangan dari dalam, yang bisa

mengganggu jalannya pemerintahan.

Pembentukan kabinet bifurkasi berlanjut ini dalam jangka pendek bisa jadi dapat

mempercepat proses transisi dari dampak krisis global yang dirasakan saat ini, melalui

manipulasi berbagai instrumen makro kebijakan fiskal dan moneter. Namun, untuk

mengatasi persoalan kronis, seperti kemiskinan dan pengangguran, deindustrialiasi serta

kekakuan pasar kerja, dibutuhkan figur yang juga profesional di bidang mikro, untuk

melakukan aneka terobosan guna menghentikan pelemahan sektor riil yang merupakan

akar berbagai masalah ini.

Pertumbuhan sebagai prioritas

Dalam hal menghadapi persoalan ekonomi sekarang ini, pribadi yang pragmatis

akan cenderung berpandangan bahwa hanya dengan menghidupkan kegiatan ekonomi

melalui pertumbuhan ekonomi masalah pengangguran dan kemiskinan dapat diatasi.

Dan bisa jadi kurang memperhatikan dari sisi "siapa" yang harus terlibat dan

dilibatkan untuk mencapai output tersebut, serta "siapa" pula yang harus

terpaksa berkorban.

Page 7: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Kebijakan kabinet dua kaki ini memungkinkan adanya tingkat stabilitas dalam waktu

cukup lama. Namun, kebijakan ini juga bisa mengakibatkan terabaikannya sektor riil

yang menyebabkan berkurangnya tingkat kompetitif bangsa. Demikian juga, prioritas

pada sekadar stabilitas makro yang menghasilkan pertumbuhan tidak berkualitas akan

menyebabkan berlanjutnya masalah kemiskinan dan ketimpangan.

Dengan kabinet bifurkasi, intervensi pemerintah yang sesungguhnya dibutuhkan untuk

memberikan arah dan tekanan prioritas pembangunan, dalam bentuk kebijakan investasi,

industri dan kebijakan industri hanya terbatas dilakukan. Dan, kalaupun ada, selalu

dilakukan secara inkonsisten, inkoheren, serta sarat akan praktik perburuan rente.

Padahal, intervensi selektif kerap dibutuhkan untuk mengatasi kegagalan pasar dan

memfasilitasi learning-process untuk perusahaan domestik meningkatkan kapasitas

teknikal untuk sukses sebagai produsen dan eksportir di tingkat global.

Untuk meminimalkan ekses negatif pola pembentukan kabinet bifurkasi, ada dua langkah

yang dapat diambil. Pertama, penggunaan satu instrumen kontrak politik berupa visi dan

misi serta teknik implementasi rencana kerja dari berbagai kementerian/lembaga negara.

Kontrak politik ini harus diumumkan kepada publik dan menjadi semacam alat untuk

menjaga komitmen (precommitment device) mereka dan pendukung di belakangnya yang

terpilih di kabinet. Kedua, sejauh mungkin pemangku jabatan kabinet yang berasal dari

partai pendukung atau kelompok kepentingan yang profesional, dalam arti memiliki

kapasitas keilmuan dan pengalaman, visi serta jujur dan terbukti dapat bersikap adil.

Pasar Bebas Mengabdi Kaum Kaya

Michel Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan

Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori

pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori

kritik lainnya (Mansour Fakih; 2002). Menurutnya, diskursus pembangunan merupakan

alat untuk mendominasi yang dilakukan oleh Dunia Pertama kepada Dunia Ketiga.

Selama empat dekade terakhir, diskursus pembangunan menjadi strategi yang dominan

Page 8: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

dan digunakan sebagai alasan untuk memecahkan masalah “keterbelakangan” yang

dirancang setelah Perang Dunia Kedua. Tetapi, dalam kenyataannya keterbelakangan

masyarakat tersebut adalah diakibatkan oleh kolonialisme yang berkepanjangan. Dengan

dilontarkannya diskursus pembangunan tersebut maka tidak saja melanggengkan

dominasi dan eksploitasi di negara Dunia Ketiga, tetapi diskursus pembangunan tersebut

justru juga menjadi media penghancuran segenap gagasan alternatif masyarakat di negara

Dunia Ketiga terhadap ideologi kapitalis.

Alfred Gusenbaur, Kanselir Austria, menulis artikel yang bagus di New Strait Times (9

October 2008), yang mengkritik neo-liberalisme secara tajam. Dalam artikel yang

berjudul Lessons learn from the US financial crisis itu, Gusenbaur mengatakan, dalam

sistem ekonomi pasar bebas yang akan diuntungkan adalah orang-orang kaya, sehingga

bukan mustahil bahwa susu yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dirinya tak

bisa dimilikinya. Sebaliknya, yang bisa memiliki susu itu adalah anjing peliharaan

Rockefeller yang kaya raya itu. Pendapat yang dikutip dari tulisan Paul Samuelson ini

disimpulkannya dengan mengatakan bahwa dalam sistem ekonomi pasar there is no room

for a social conscience.

Buat Gusenbaur, sistem ekonomi pasar jika dibiarkan bebas, cepat atau lambat akan

merusak dirinya. Ketimbang mengatur (regulate) dirinya, sistem ekonomi pasar malah

akan merusak (destroy) dirinya. Inilah juga yang dikatakan oleh Alan Greenspan, mantan

penguasa keuangan dan proponen pasar bebas Amerika terkemuka, yang selama ini tidak

mencampuri pasar.

Dalam artikelnya tentang relevansi karya Foucault bagi kajian Dunia Ketiga, Escobar

mencatat bahwa sekurang-kurangnya ada tiga strategi utama lewat mana doktrin dan teori

pembangunan dianggap berfungsi sebagai mekanisme kontrol dan disiplin, yaitu

normalisasi mekanisme (Muhadi Sugiono; 1999). Strategi pertama disebut “inkorporasi

progresif problem”, yaitu teori-teori dan doktrin-doktrin pembangunan memuat berbagai

problem yang harus mereka sembuhkan, artinya munculnya teori dan doktrin tersebut

didahului dengan penciptaan problem pembangunan, yaitu “abnormalisasi”, dan mereka

selipkan dalam domain pembangunan, sehingga memberikan justifikasi bagi para penentu

kebijakan dan ilmuwan Negara Barat untuk melibatkan dan mencampuri urusan domestik

Page 9: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

negara Dunia Ketiga. Strategi kedua disebut “profesionalisasi pembangunan”, yaitu

problem pembangunan atau abnormalisasi setelah dimasukkan ke dalam domain

pembangunan, maka menjadi masalah teknis dan terlepas dari persoalan politis, sehingga

dianggap lebih bebas nilai dan merupakan bahan penelitian ilmiah. Dengan demikian

problem pembangunan telah diprofesionalisasi melalui kontrol pengetahuan. Strategi

ketiga disebut “institusionalisasi pembangunan”, yaitu doktrin-doktrin dan teori-teori

pembangunan diberlakukan untuk berbagai level organisasi atau institusi, baik lokal,

nasional maupun internasional, dan kesemua itu merupakan jaringan dimana hubungan

baru kekuasaan pengetahuan telah terjalin dengan rapi dan sangat kuat.

Peran pemerintah

Krisis keuangan, sekarang, yang berawal dari pailitnya banyak lembaga keuangan karena

sub-prime loan dan berbagai transaksi keuangan lainnya, tak lain dan tak bukan adalah

karena pasar yang seharusnya melakukan koreksi terhadap disfungsi dan kelemahannya

justru gagal. Dan bukan hanya gagal, malah melakukan perusakan yang luar biasa.

Greenspan mengatakan, dirinya gagal memahami kekuatan destruktif dari sistem

ekonomi pasar. Hal ini dikatakannya ketika memberikan keterangan kepada Parlemen

Amerika (Kongres) yang meminta pertanggungjawabannya.

Atas dasar itu, Gusenbaur mengatakan, ada dua hal yang mutlak dilakukan yaitu,

pertama, pasar memerlukan pengaturan yang jelas. Usulan ini berarti akan ada regulasi,

yang artinya campur tangan negara. Kalau tak ada pengaturan, maka penyalahgunaan

kekuasaan dan sumber daya akan terjadi dan merugikan rakyat. Lihatlah para CEO

perusahaan multinasional yang menerima gaji dan bonus ratusan juta dolar per tahun. Ini

kan suatu abuse of power, suatu pelanggaran terhadap rasa keadilan.

Kedua, menurut Gusenbaur, perlunya institusi welfare state mendapat penguatan. Krisis

keuangan ini menunjukkan kepada kita bahwa kebutuhan elementer rakyat tak boleh

digantungkan pada spekulasi dan volatilitas pasar modal. Di sini perluasan pembelanjaan

untuk pensiun hari tua, kesehatan, pendidikan, misalnya, menjadi sangat krusial. Kita tak

boleh menomorduakan kewajiban negara ini. Di sini Gusenbaur bukannya menolak

Page 10: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

sistem ekonomi pasar, tetapi mengingatkan bahwa dia menghendaki sistem ekonomi

pasar yang dianut haruslah memberikan porsi lebih besar kepada kesejahteraan rakyat,

meski untuk itu negara harus berperan banyak. Di Eropa, sistem ini disebut sebagai

sistem ekonomi pasar sosial (social market economy).

Indonesia harus juga bersikap lebih tegas dan berani. Indonesia tak boleh menjadi anak

manis yang terus menerus didikte. Di Amerika, sekalipun kita mulai melihat perdebatan

ini, karena kelihatannya intervensi negara yang selama ini diharamkan, akan

dikembangkan oleh pemerintahan Obama. Kita tak usah malu untuk berpikir ulang,

dengan demokrasi yang sudah mulai berjalan ini pemerintah dan partai politik punya

kewajiban lebih besar pertama-tama dan terutama kepada rakyat. Sudah waktunya energi

kita tak dihabiskan semata-mata untuk kepentingan pragmatisme ekonomi dan

pragmatisme politik. Negara ini tak boleh menjadi Negara Pragmatis.

Epistemologi Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu

ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan,

dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Ide ini

merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya,

yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang

terjadi pada awal abad ini.

Istilah pragmatisme datang dari Immanuel Kant yang menurutnya adalah "keyakinan-

keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu sarana yang merupakan

suatu kemungkinan riil untuk mencapai tujuan tertentu". Pragmatisme adalah aliran

filsafat yang berkembang di Amerika Serikat. Filsafat ini berkembang di Amerika pada

abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-tokohnya seperti

Charles Sander Peirce, William James, dan John Dewey. Aliran ini menjadi sebuah aliran

pemikiran yang sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan Amerika. Pragmatisme

mencerminkan pandangan hidup bangsa Amerika secara keseluruhan.

Page 11: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1839-1942), yang

kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).

Tentu saja, Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide

sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas

baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James

mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan nama baru bagi sejumlah

cara berpikir lama. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan

dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang

kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John Locke (1632-

1704). Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai

bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.

Positiv vs Normatif

Banyak pakar ekonomi Indonesia penganut paham arus utama Neoklasik menyatakan

keberatan memasukkan ideologi Pancasila dalam hal ini asas kekeluargaan yang termuat

dalam pasal 33 UUD 1945 ke dalam sistem ekonomi Indonesa. Menurut mereka ekonomi

harus bersifat ilmu positif (positive science) yang membahas das sein bukan ilmu

ekonomi normatif yang membahas das sollen(Masuk Pangabean, 1981).

Pendapat Mubyarto-Hidayat memang bertentangan dengan pendapat yang dewasa ini

secara umum dianut oleh para ilmuwan dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial.

Menurut pendapat umum ini tugas utama ilmu pengetahuan sosial adalah menyusun

teori-teori yang bersifat nomologis; artinya mencari hukum-hukum empiris yang dapat

digunakan untuk membuat ramalan-ramalan (prognosa). Hukum-hukum empiris tidak

bersifat normatif, sebab hukum-hukum ini hanya menyatakan sesuatu keadaan dalam

kenyataan seperti adanya. Bukan sebagai seharusnya ditinjau dari prinsip-prinsip moral

dan etika. Dalam semua debat para ekonom sejak 1981 sampai 1998 tersebut, yang

menjadi fokus adalah strategi pembagunan ekonomi bukan teori ekonomi atau ilmu

ekonomi. Kini (2001-2002) karena krisis multidimensi yang berkepanjangan mulai

dipersoalkan teori ekonomi atau ilmu ekonomi yang mendasarinya.

Page 12: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Model Berfikir relativisme

Dalam tulisan ini kita akan memperlakukan pragmatisme sebagai model cara berpikir dan

melepaskannya dari latar belakang ke-Amerikaan. Sebagai cara berpikir, pragmatisme

telah merambah ke seluruh dunia. Dalam epistemologi pragmatisme individualisme dan

materialisme ekonomi tumbuh subur. Unsur kesadaran tak terdapat di dalamnya.

Sekalipun William James menulis Varieties of Religious Experiences, tidak berarti

bahwa dia mendukung kesadaran beragama. Selama pengalaman keagamaan itu berguna

bagi yang bersangkutan, maka ia benar. Dengan demikian, pragmatisme adalah

relativisme. Tidak ada kebenaran abadi dan mutlak, segalanya tergantung pada apakah

“kebenaran” itu berguna atau tidak.

Menolak Nilai

Dalam dunia politik di Indonesia, Orde Baru menganut pragmatisme. Rezim itu tidak

peduli dengan nilai. Apa saja dikerjakan oleh rezim itu asal menguntungkan sebuah

power politics. Dalam politik, fitnah (Petisi 50), rekayasa isu mendirikan Negara Islam

(Hispran akhir 1970-an), Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk menyaingi

agama-agama (1978), pembunuhan (Tanjung Priok 1984), dan kampanye anti-Pancasila

(1985). Pragmatisme dalam bisnis juga melahirkan kroni dan para konglomerat yang tak

peduli dengan Indonesia. Mereka mengisap Indonesia dan membawa hartanya keluar.

Mencari makan di sini, membawa keluar. Orde Baru membelanya dengan menyebut

mereka justru penganut “nasionalisme baru”.

Pragmatisme sebagai aliran pemikiran, sesungguhnya merupakan program Negara-negara

maju bagi dunia ketiga. Dalam laporan tahunan tahun 1947-1948, Bank Dunia

membentuk filsafat pembangunan pragmatis yang akan membentuk karakter pada

pemberian pinjamannya selama dua decade mendatang(Bruce Rich, 1999 : 95). Laporan

itu mengungkapkan kesenjangan produktivitas dan standar hidup antara Negara-negara

miskin dan Negara-negra maju di Amerika Utara dan Eropa, dan menyimpulkan bahwa

peningkatan produksi dan pendapatan di Negara-negara terbelakang hanya bisa dilakukan

dengan pembangunan teknologi dan penambahan modal, serta peningkatan perdagangan.

Page 13: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Strategi Bank Dunia kemudian mengarah pada investasi proyek-proyek yang disiapkan

secara hati-hati di wilayah –wilayah yang kritis yang kurang menarik bagi penanam

modal swasta. Strategi ini memicu arus modal tambahan ke dalam sektor ekonomi yang

lain. Secara khusus itu berarti memfokuskan pada pembangunan jaringan transportasi,

komunikasi, dan fasilitas pembangkit listrik, yang membentuk landasan bagi

pembangunan sektor ekonomi yang lain.

Selain itu, laporan tersebut menyatakan proyek irigasi dan reklamasi tanah berskala

besar, pembangunan fasilitas umum, program kesehatan dan pelatihan, serta program-

program pemindahan penduduk kurang menarik investasi swasta. Karena itu, proyek-

proyek yang demikian pantas menerima bantuan bank dunia. Bank dunia menyatakan

bantuan teknis dan adanya kepemimpinan intelektual sama-sama penting dalam

kaitannya dengan Negara-negara terbelakang. Bantuan teknisnya akan memberikan

bentuk program pembangunan yang menyeluruh dan kuat.

Teori pembangunan pada tahun 1950-an dan 1960-an menekankan pada pendekatan pada

modal tersebut (meskipun focus eksklusif Bank Dunia diletakkan pada proyek-proyek

khusus yang menjadi bahan perdebatan-perdebatan ). Walt Rostow membicarakan tinggal

landas yang akan terjadi bila pengaruh penanaman modal telah mendorong peningkatan

produktivitas dan pertumbuhan.

Pragmatisme sebagai Ruh Kapitalisme

Pragmatisme, menjadi ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi Kapitalisme,

yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama

maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya karena

telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia yakni standar kebenaran

pemikiran dan standar perbuatan manusia sebagaimana akan diterangkan nanti.

Atas dasar itu, mereka yang bertanggung jawab terhadap kemanusiaan tak dapat

mengelak dari sebuah tugas mulia yang menantang, yakni menjinakkan bahaya

Pragmatisme dengan mengkaji dan mengkritisinya, sebagai landasan strategis untuk

melakukan dekonstruksi (penghancuran bangunan ide) Pragmatisme, sekaligus untuk

Page 14: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

mengkonstruk ideologi dan peradaban sebagai alternatif dari Kapitalisme yang telah

mengalami pembusukan dan hanya menghasilkan penderitaan pedih bagi umat manusia.

Apapun teorinya, dalam praktiknya pemberian pinjamaan Bank Dunia mula-mula tidak

diarahkan pada kebutuhan-kebutuhan Negara yang meminjam, tetapi pada apa yang

paling mudah dicapai dengan uang pinjaman tersebut (Bruce Rich, 1999:96).

Proyek-proyek pembangkit tenaga listrik dan transportasi dinilai mudah, karena hanya

merupakan pemindahan teknologi dan perencanaan yang tampaknya sama diseluruh

dunia, dan sekurang-kurangnya mengisi kekurangan proyek-proyek yang layak dibiayai.

Hal itu akan menjadi tema tetap dalam perkembangan Bank Dunia. Apa yang enak

dipraktikkan untuk lembaga itu dan para stafnya dalam mempersiapkan proyek-proyek

dan memindahkan uang sering kali membebankan (dari sudut pandang Washington) dan

meruwetkan kebutuhan-kebutuhan pembangunan Dunia Ketiga.

Namun satu sisi pendekatan Bank Dunia itu terus berlanjut. Pendekatan tersebut

mencampuradukkan paternalisme yang bersifat tertutup dan kenaifan yang mendebarkan,

yang berakar pada sebuah asumsi ekonomi makro dan mikro usang, bukan pemahaman

empiris mengenai keadaan social, politik dan ekonomi setempat. Pragmatisme

memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori

atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan

kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works). Dengan demikian

Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran

(theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam pandangan William James,

terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth (1909). Kebenaran menurut James

adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak pasti. Sebelum seseorang

menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran teori itu. Atas dasar itu,

kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah, melainkan tumbuh dan

berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu berubah, sejalan dengan

perkembangan pengalaman, karena yang dikatakan benar dapat dikoreksi oleh

pengalaman berikutnya.

Dalam The Meaning of The Truth (1909), James menjelaskan metode berpikir yang

Page 15: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

mendasari pandangannya di atas. Dia mengartikan kebenaran itu harus mengandung tiga

aspek. Pertama, kebenaran itu merupakan suatu postulat, yakni semua hal yang di satu

sisi dapat ditentukan dan ditemukan berdasarkan pengalaman, sedang di sisi lain, siap

diuji dengan perdebatan atau diskusi.Kedua, kebenaran merupakan suatu pernyataan

fakta, artinya ada sangkut pautnya dengan pengalaman. Ketiga, kebenaran itu merupakan

kesimpulan yang telah digeneralisasikan dari pernyataan fakta.

James, dengan demikian, dapat dilihat sebagai penganjur Empirisme dengan cara berpikir

induktif. Menurut James, pemikir Rasionalis adalah orang yang bekerja dan menyelidiki

sesuatu secara deduktif, dari yang menyeluruh ke bagian-bagian. Rasionalis berusaha

mendeduksi yang umum ke yang khusus, mendeduksi fakta dari prinsip. Sedang pemikir

Empirisme, berangkat dari fakta yang khusus (partikular) kepada kesimpulan umum yang

menyeluruh. Seorang Empiris membuat generalisasi dari induksi terhadap fakta-fakta

partikular. Tetapi Empirisme James adalah Empirisme Radikal, berbeda dengan

empirisme tradisional yang kurang memperhatikan hubungan-hubungan antar fakta.

Empirisme radikal melihat bahwa hubungan yang mempertautkan pengalaman-

pengalaman, harus merupakan hubungan yang dialami.

Budaya Kapitalisme

Budaya kapitalisme adalah perhitungan untung-rugi, melalui proses pertukaran komoditi

di pasar. Dalam pasar, kaum kapitalis bersaing dan berkolaborasi untuk menguasai

sumber-sumber daya dan untuk memperoleh laba. Dalam hal saling berkolaborasi di

tingkat internasional, kaum kapitalis mampu  menjajah bangsa lain (kolonialisme dan

imperalisme). Milton Friedman, Neo-Liberalisme (Kompas 12/12/2001) menjelaskan

bahwa: (1) hanya satu tanggung jawab perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan

sebesar-besarnya, (2)  untuk mencapainya harus dengan aturan main tertentu (rule of

game). Yang membuat aturan main adalah kaum penguasa politik bekerja sama dengan

kaum kapitalis. Maka sebagian besar  aturan main  (kebijakan) yang dibuat penguasa

politik di negara-negara yang menganut paham kapitalisme  cenderung menguntungkan

kaum kapitalis.

Page 16: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Polanyi (1957) menjelaskan bahwa: (1) dalam peradaban modern, institusi bisnis

memainkan peranan amat penting. Karena kemunculannya persis terjadi ketika institusi-

institusi yang lain, seperti negara, politik agama, bahkan keluarga mengalami

pembusukan, (2) melalui sebuah proses transformasi besar, bisnis lalu menjadi institusi

sah yang keberadaannya mempengaruhi cara masyrarakat menata dirinya. Konsekwensi

budaya kapitalisme adalah melahirkan “terorisme” seperti yang terjadi pada tanggal 11

September 2001, World Trade Center AS. WTC AS hancur akibat serangan teroris

“Osama bin Laden”, karena pelaku bisnis semata-mata mengutamakan aspek keuntungan.

Aspek sosialnya diabaikan. Di masa depan, ketidakpastian bisnis ditentukan oleh variabel

ekonomi dan bisnis dan konflik peradaban.

Bagi kaum  Neo-Liberalisme menjelaskan bahwa: (1) globalisme merupakan paham

pasar bebas yang multi dimensi (deregulasi, privatitasi, liberalisasi) yang didukung oleh

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa kemakmuran bagi semua

pihak, (2) kekuatan pasar adalah hasil seleksi alamiah yang adil dalam membagi sumber-

sumber daya  ekonomi. Paradigma tersebut sekarang diadopsi oleh sebagian para

penguasa politik dan sebagian kaum akademisi  di NSB. Oleh sebab itu sebagian besar

kebijakan ekonominya cenderung menguntungkan kaum pemilik modal.

Pragmatisme sebagai Practicalisme

Pragmatisme yang diserukan oleh James ini yang juga disebut Practicalisme, sebenarnya

merupakan perkembangan dan olahan lebih jauh dari Pragmatisme Peirce. Hanya saja,

Peirce lebih menekankan penerapan Pragmatisme ke dalam bahasa, yaitu untuk

menerangkan arti-arti kalimat sehingga diperoleh kejelasan konsep dan pembedaannya

dengan konsep lain. Dia menggunakan pendekatan matematik dan logika simbol

(bahasa), berbeda dengan James yang menggunakan pendekatan psikologi.

Dalam memahami kemajemukan kebenaran (pernyataan), Peirce membagi kebenaran

menjadi dua. Pertama adalah Trancendental Truth, yaitu kebenaran yang bermukim pada

benda itu sendiri. Yang kedua adalah Complex Truth, yaitu kebenaran dalam pernyataan.

Kebenaran jenis ini dibagi lagi menjadi kebenaran etis atau psikologis, yaitu keselarasan

Page 17: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

pernyataan dengan apa yang diimani si pembicara, dan kebenaran logis atau literal, yaitu

keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Semua kebenaran pernyataan

ini, harus diuji dengan konsekuensi praktisnya melalui pengalaman.

John Dewey mengembangkan lebih jauh Pragmatisme James. Jika James

mengembangkan Pragmatisme untuk memecahkan masalah-masalah individu, maka

Dewey mengembangkan Pragmatisme dalam rangka mengarahkan kegiatan intelektual

untuk mengatasi masalah sosial yang timbul di awal abad ini. Dewey menggunakan

pendekatan biologis dan psikologis, berbeda dengan James yang tidak menggunakan

pendekatan biologis. Dewey menerapkan Pragmatismenya dalam dunia pendidikan

Amerika dengan mengembangkan suatu teori problem solving, yang mempunyai

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Merasakan adanya masalah.

2. Menganalisis masalah itu, dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin.

3. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah.

4. Memilih dan menganalisis hipotesis.

5. Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan

eksperimen/pengujian.

Meskipun berbeda-beda penekanannya, tetapi ketiga pemikir utama Pragmatisme

menganut garis yang sama, yakni kebenaran suatu ide harus dibuktikan dengan

pengalaman. Demikianlah Pragmatisme berkhotbah dan menggurui dunia, bahwa yang

benar itu hanyalah yang mempengaruhi hidup manusia serta yang berguna dalam praktik

dan dapat memenuhi kebutuhan manusia.

Sejak tahun-tahun pertama hingga sekarang, ada dua factor utama di balik tekanan untuk

menaikkan angka pemberian pinjaman Bank Dunia. Pertama, kurangnya proyek-proyek

yang bermutu dan layak dibiayai. Kedua, adalah tekanan yang lebih serius, yang mulai

muncul pada akhir tahun 1950-an yaitu net negative transfer. Net negative transfer

terjadi ketika bebrapa Negara peminjam mulai membayar lebih banyak kepada Bank

Dunia, sementara “Bank Dunia tidak memberikan lagi pinjaman-pinjaman baru. Bagi

sebagian bank, itu bukanlah masalah, melainkan hanyalah hal sepele: kucuran pinjaman

Page 18: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

dari pemberi pinjaman kpada pihak yang berutang berlangsung lebih banyak pada tahun-

tahun awal suatu pinjaman. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, arahnya berbalik,

karena pihak yang berutang telah melunasi pinjamannya. Jika volume pinjaman kepada

pihak yang berutang terus ditingkatkan, supaya net negative transfer jangka pendek dari

bank ke pihak yang berutang tetaplah positif, maka yang terjadi adalah serupa menyusun

rumah-rumahan dari kartu. Tindakan itu membuat situasi yang sangat berisiko di masa

mendatang, karena cicilan utang semakin memakan jumlah pendapatan pihak yang

berutang. Namun sebuah bank komersial yang berjalan baik, tidak akan menghadapi

persoalan ini bila dapat terus menerus merekrut nasabah baru baik perusahaan maupun

individu untuk diberi pinjaman.

Akan tetapi, Bank dunia punya masalah unik. Nasabahnya terbatas pada beberapa Negara

berkembang. Pada saat-saat tertentu, sebagian besar Negara berkembang itu mulai

membayar lebih banyak kepada Bank Dunia dibandingkan dengan pinjaman yang

diterimanya. Dengan demikian, Bank Dunia pada akhirnya melikuidasi dirinya sendiri

seperti diharapkan John McCloy. Kemungkinan itu hanya dapat dihindari bila Bank

Dunia menjaga peningkatan volume pinjamannya kepada Negara-negara yang sama,

menumpukkan utang baru, atau yang lebih baik, dapat memperooleh sumbangan dana

untuk dikucurkan sebagai hibah atau pinjaman berbunga rendah.

Kapitalisme dan Trickle up effect

Pada tahun 1961, Negara-negara maju telah membayar lebih banyak kepada Bank Dunia

daripada utang yang mereka pinjam. Namun fenomena yang sama juga akan terjadi pada

Negara-negara miskin di masa datang, yang utangnya telah membuat kondisi

keterbelakangan dan ketergantungan. Laporan tahunan Bank Dunia pada tahun 1963 -

1964 telah memperingatkan : “Beban utang yang besar kini ditanggung oleh Negara-

negara anggota yang jumlahnya kian banyak saja. Hal itu senantiasa menjadi keprihatinan

Grup Bank Dunia”.

Pada tahun 1960-an krisis utang Dunia Ketiga terjadi, dan hal ini membuat Bank Dunia,

pada hari jadinya ke-25, melakukan praokupasi terhadap dirinya sendiri. Peningkatan

arus bantuan pembangunan multilateral dan bilateral mulai berlangsung pada tahun 1960-

Page 19: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

an. Dan pada tahun 1970-an kondisi tersebut mengakibatkan munculnya tuntutan arus

balik yang begitu besar. Demikian bunyi laporan itu.

Pada tahun 1963, 1964, dan 1969, India mentransfer uang kepada Bank Dunia dalam

jumlah yang lebih besar daripada pinjaman yang diterimanya, kecuali untuk pinjaman

yang berasal dari IDA. Pada tahun 1968, India diwajibkan untuk menjadwal ulang utang

jangka panjangnya, demikian pula Indonesia pada tahun 1970. pada tahun 1970 itu, debt

service payment (neraca cicilan utang) untuk Negara-negara berkembang sudah mencapai

40 persen daritotal dana yang ditransfer oleh Negara-negara maju. Pada tahun yang sama

pula Bank Dunia untuk pertama kalinya, mengalami net negative transfer Negara-negara

yang berutang mentransfer uang lebih banyak daripada total jumlah pinjaman yang

dikucurkan Bank Dunia.(Mason dan Asher dalam Bruce Rich, 1999:104).

Kritik Terhadap Pragmatisme

Pada praktiknya, pragmatisme menuntut dua syarat; Pertama, ide atau keyakinan yang

mendasari keputusan yang harus diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Dan yang

kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri. Keduanya tidak bisa dipisahkan.Bagi kalangan

pragmatis, sesuatu dianggap benar jika berguna bagi manusia, bermanfaat dalam praktek

dan dapat memenuhi tuntutan hidup manusia. Keberatan dipakainya ideologi atau nilai-

nilai dalam ilmu ekonomi sering didasarkan pada pengertian yang keliru tentang ideologi.

Ideologi sebenarnya berarti ilmu tentang ide, ilmu tentang gagasan, yang tentu saja harus

berperan dalam proses pengembangan setiap ilmu termasuk dan terutama menyangkut

ilmu-ilmu sosial.

Dari pengertian ideologi yang demikian jelas bahwa ideologi yang telah dimiliki suatu

bangsa seperti Pancasila bagi bangsa Indonesia tidak saja tidak boleh tetapi bahkan harus

dipakai dalam menyusun sistem ekonomi nasional. Dan untuk itu diingatkan definisi

sistem ekonomi Joan Robinson (1962). The pre-requisites for an economic system is a set

of rules, an ideology to justify them, and a conscience in individual which makes them

strife to carry them out.(Robinson, Joan, 1962).

Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis

yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.

Page 20: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Pertama, Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan

praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah

hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau

dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahui

kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat

manusia, tidak diukur dari keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran

ide yang diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran

ide, tetapi hanya menunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia.

Kedua, Pragmatisme menafikan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide

adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang

penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi

instinktif. Memang identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam

pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka,

Pragmatisme berarti telah menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan

identifikasi instinktif. Atau dengan kata lain, Pragmatisme telah menundukkan keputusan

akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.

Ketiga. Pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan

perubahan subjek penilai ide "baik individu, kelompok, dan masyarakat" dan perubahan

konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat

dibuktikan "menurut Pragmatisme itu sendiri" setelah melalui pengujian kepada seluruh

manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi.

Maka, Pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya

dan menafikan dirinya sendiri.

Kelemahan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran :

a. Kritik dari Segi Landasan Ideologi

Dari segi bahasa “ideologi” dari kata-kata Latin “Idea” atau Yunani “Idein” yang berarti

“Pemikiran, Konsepsi, Keyakinan, Pendapat, Gambaran Mental atau Rencana”, dan logos

berarti : “Pengetahuan, alasan, Ilmu atau Pengetahuan”, sehingga dapat diartikan bahwa

Ideologi adalah (menurut Lexicon Webster Dictionary) : (1) Sebuah sistem tertentu

Page 21: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

tentang pemikiran terutama mengenai masalah sosial dan politik. (2) Ilmu pengetahuan

tentang pemikiran dan cara pemahamannya, “Science of Ideas”.

Dibidang filsafat dan politik kemudian ideologi memiliki arti lebih luas namun tertentu

sifatnya dan sangat normatif. Dalam “The Oxford Companion to Philosophy” diberikan

definisi sebagai berikut : “A collection of beliefs and values held by an individual or

group for other than firely epistemistic reasons” (sebuah untaian kekayaan dan nilai yang

diyakini seseorang atau kelompok untuk dijadikan lebih dari sekedar alasan-alasan

pengetahuan murni). Ini berarti bahwa ideologi bisa beranekaragam isinya tergantung

para pemiliknya, sedang terbentuknya jelas akan dipengeruhi oleh situasi atau kondisi

setempat ketika ideologi itu terbentuk serta kepentingan para pembentuknya sendiri.

Ideologi karenanya bisa bersifat sangat sempit dan personal dan ditempat lain bisa sangat

luas cakupan materi maupun tempo waktunya. Ideologi bisa hanya sebagai pegangan

pribadi seseorang maupun jadi pedoman kelompok masyarakat, bahkan sebuah “Negara-

Bangsa”.

Selanjutnya ideologi setelah mantap dalam pembentukannya akan berfungsi normatif

yang bisa mengikat masyarakat luas. Penggunaan ideologi secara normatif akan

melibatkan dua elemen pokok : (1) Unsur penyebar-luasan keyakinan dan nilai ideologi

untuk mengarah pada stabilisasi dan legitimasi. (2) Unsur yang mengandung keyakinan

dan nilai ideologis sebagai symbol kritisisme menghadapi masalah yang berkembang.

Untuk itu maka pakar politik Jurgen Habermas menekankan perlunya sebuah ideologi

untuk tetap membuka diri dan bisa selalu terbuka bagi diskusi. Sedang sosiolog Karl

Mannheim mengemukakan adanya fungsi sosial ideologi, yakni selalu siap menghadapi

perubahan yang terjadi terus-menerus dalam masyarakat atau akan bisa mengurangi

kemungkinan munculnya nilai-nilai yang mulai menampakkan konflik kemasyarakatan

(Jurgen Habermas, Knowledge and Human Interests, Boston 1971; dan Karl Mannheim,

Ideology and Utopian, London 1946).

Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari

kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan

Pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Empirisme. Dengan

demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai sumber

Page 22: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

ilmu pengetahuan. Aqidah pemisahan agama dari kehidupan adalah landasan ideologi

Kapitalisme. Aqidah ini, sebenarnya bukanlah hasil proses berpikir. Bahkan, tak dapat

dikatakan sebagai pemikiran yang logis. Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak

lain hanyalah penyelesaian yang berkecenderungan ke arah jalan tengah atau bersikap

moderat, antara dua pemikiran yang kontradiktif.

Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh

gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (abad V - XV M), yakni keharusan

menundukkan segala sesuatu urusan dalam kehidupan menurut ketentuan agama.

Sedangkan yang kedua, adalah pemikiran sebagian pemikir dan filsuf yang mengingkari

keberadaan Allah.

Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua

sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di

antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun

penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif.

Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ialah mengakui

keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan

dari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu lalu

manusia diwajibkan untuk melaksanakannya dalam kehidupan, dan apakah Allah akan

menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq

ini.

Sedang yang kedua, ialah mengingkari keberadaan Allah. Dan dari sinilah dapat dicapai

suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan

harus dibuang dari kehidupan.

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan Allah SWT tidaklah lebih penting

daripada ketiadaan-Nya, maka ini adalah suatu ide yang tidak memuaskan akal dan tidak

menenteramkan jiwa. Jadi, berdasarkan fakta bahwa aqidah Kapitalisme adalah jalan

tengah di antara pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan

jalan tengah, maka sudah cukuplah bagi kita untuk mengkritik dan membatalkan aqidah

ini. Tak ada bedanya apakah aqidah ini dianut oleh orang yang mempercayai keberadaan

Al Khaliq atau yang mengingkari keberadaan-Nya.

Tetapi dalam hal ini dalil aqli (dalil yang berlandaskan keputusan akal) yang qath'i (yang

Page 23: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

bersifat pasti), membuktikan bahwa Al Khaliq itu ada dan Dialah yang menciptakan

manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dalil tersebut juga membuktikan bahwa Allah

telah menetapkan suatu peraturan bagi manusia dalam kehidupannya, dan bahwasanya

Dia akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan

tadi.

Kendatipun demikian, di sini bukan tempatnya untuk melakukan pembahasan tentang

eksistensi Allah atau pembahasan mengenai peraturan yang ditetapkan Al Khaliq untuk

manusia. Namun yang menjadi fokus pembahasan di sini ialah aqidah Kapitalisme itu

sendiri dan penjelasan mengenai kebatilannya. Dan kebatilan Kapitalisme cukup

dibuktikan dengan menunjukkan bahwa aqidah Kapitalisme tersebut merupakan jalan

tengah antara dua pemikiran yang kontradiktif, dan bahwa aqidah tersebut tidak dibangun

atas dasar pembahasan akal.

Kritik yang merobohkan aqidah Kapitalisme ini, sesungguhnya sudah cukup untuk

merobohkan ideologi Kapitalisme secara keseluruhan. Sebab, seluruh pemikiran cabang

yang dibangun di atas landasan yang batil termasuk dalam hal ini Pragmatisme pada

hakekatnya adalah batil juga.

b. Kritik dari Segi Metode Berpikir

Pragmatisme yang tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiah

yang dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang berkenaan

dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial. Ini adalah suatu kekeliruan.

Metode Ilmiah adalah suatu metode tertentu untuk melakukan pembahasan/pengkajian

untuk mencapai kesimpulan pengertian mengenai hakekat materi yang dikaji, melalui

serangkaian percobaan/eksperimen yang dilakukan terhadap materi.

Memang, metode ini merupakan metode yang benar untuk objek-objek yang bersifat

materi/fisik seperti halnya dalam sains dan teknologi. Tetapi menjadikan Metode Ilmiah

sebagai landasan berpikir untuk segala sesuatu pemikiran adalah suatu kekeliruan, sebab

yang seharusnya menjadi landasan pemikiran adalah Metode Akliyah/Rasional (Ath

Thariq Al Aqliyah), bukan Metode Ilmiah. Sebab, Metode Ilmiah itu sesungguhnya

hanyalah cabang dari Metode Akliyah.

Metode Akliyah adalah sebuah metode berpikir yang terjadi dalam proses pemahaman

Page 24: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

sesuatu sebagaimana definisi akal itu sendiri, yaitu proses transfer realitas melalui indera

ke dalam otak, yang kemudian diinterpretasikan dengan sejumlah informasi sebelumnya

yang bermukim dalam otak.

Metode Akliyah ini sesungguhnya merupakan asas bagi kelahiran Metode Ilmiah, atau

dengan kata lain Metode Ilmiah sesungguhnya tercabang dari Metode Akliyah. Argumen

untuk ini, sebagaimana disebutkan Taqiyuddin An Nabhani dalam At Tafkir halaman 32-

33, ada dua point :

a). Bahwa untuk melaksanakan eksperimen dalam Metode Ilmiah, tak dapat tidak pasti

dibutuhkan informasi-informasi sebelumnya. Dan informasi sebelumnya ini, diperoleh

melalui Metode Akliyah, bukan Metode Ilmiah. Maka, Metode Akliyah berarti menjadi

dasar bagi adanya Metode Ilmiah.

b). Bahwa Metode Ilmiah hanya dapat mengkaji objek-objek yang bersifat fisik/material

yang dapat diindera. Dia tak dapat digunakan untuk mengkaji objek-objek pemikiran

yang tak terindera seperti sejarah, bahasa, logika, dan hal-hal yang ghaib. Sedang Metode

Akliyah, dapat mengkaji baik objek material maupun objek pemikiran. Maka dari itu,

Metode Akliyah lebih tepat dijadikan asas berpikir, sebab jangkauannya lebih luas

daripada Metode Ilmiah.

Atas dasar dua argumen ini, maka Metode Ilmiah adalah cabang dari Metode Akliyah.

Jadi yang menjadi landasan bagi seluruh proses berpikir adalah Metode Akliyah, bukan

Metode Ilmiah, sebagaimana yang terdapat dalam Pragmatisme.

c. Kritik Terhadap Pragmatisme Itu Sendiri

Pragmatisme adalah aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis

yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi.

Pertama, Pragmatisme mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan kegunaan

praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan praktis ide itu adalah

hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau

dengan standar-standar yang dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahui

kesesuaiannya dengan realitas.

Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari

keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan. Maka,

Page 25: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi hanya

menunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia. Kedua, Pragmatisme menafikan

peran akal manusia. Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual

dengan menggunakan standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia

dalam pemenuhan kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif. Memang

identifikasi instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya,

tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, Pragmatisme berarti telah

menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif. Atau

dengan kata lain, Pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan

yang dihasilkan dari identifikasi instinktif. Ketiga. Pragmatisme menimbulkan relativitas

dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide "baik individu,

kelompok, dan masyarakat" dan perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain,

kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat dibuktikan 'menurut Pragmatisme itu sendiri'

setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan

ini mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, Pragmatisme berarti telah menjelaskan

inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.

Kepustakaan

Anspach, Ralph, 1969, Underdevelopment and Economic Nationalism in Southeast Asia,

Cornell University Press, Ithacha, USA

Arief, Sritua , 1998, Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan, CIDES, Jakarta.

Arndt, H.W, 1971, Banking and Hyperinflation and Stabilization dalam Bruce Glasburner

(ed) The Economy of Indonesia, Selected Reading, Cornell university

Press, Ithacha, USA

Arief Budiman, Sebuah Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Pancasila Mubyarto, Kompas,

10 Juni 1981

Arief Budiman, 1996, “Teori Pembangunan Dunia Ketiga”, Cetakan Ketiga, Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas

Bidang Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 26: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Arief Budiman, “Teori Pembangunan Dunia Ketiga”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

1996.

Arnold C. Brackman, “Cornell Paper, Di Balik Kolapsnya PKI”, Elstreba, Yogyakarta

2000.

Azed, Abdul Bari. "Sistem Pemilihan Umum di Indonesia," dalam Sistem-Sistem

Pemilihan Umum: Suatu Himpunan Pemikiran. Jakarta: Badan Penerbit

FHUI, 2000.

Baski, Ribut  (2003). “Issues of Power in the Discourse of Panakawan: The Clowns in

Javanese Wayang Kulit (Shadow Puppet).” Collection of Unedited

Conference Papers. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, UI. dan Fakultas

Sastra, UK Petra. Grand

Trawas, Mojokerto – Jawa Timur. Volume 1. 

Beltratti, Andrea, 1989, Empirical Estimates of the Capacity to Repay a Foreign Debt: A

Vector Autogresive Methodology, The European Journal of Development

Research No 2

Darity, William and Bobby Horn, 1988, The Loan Pusher: The Role of Commercial

Banks in the International Debt Crisis, Ballinger, New Yersey.

Bogdanowich C & Bindert, 1993, Solving The Global Debt Crisis, Ballinger Publishing

Company Eschborn,

Boediono (1989) Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta.

Budiman, Arief. 1991. Negara dan Pembangunan, Studi tentang Indonesia dan Korea

Selatan. Indonesia: Yayasan Padi dan Kapas.

Budhi Suprapto, 2006, “Memahami Keberadaan Komunikasi Massa dalam Masyarakat”,

Mata Kuliah Sosiologi Komunikasi, Tanggal 15 Desember 2006,

Universitas Muhammadiyah Malang.

Boland, B.J. Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta: Grafiti Press, 1985.

Budiardjo, Miriam. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2000.

Benedict Anderson dan Audrey Kahin (eds.), Interpreting Indonesian Politics: Thirteen

Contribution to the Debate. New York: Cornell Modern Indonesia Project,

1982.

Page 27: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Bruce Glassburner, “Economic Policy Makin in Indonesia, 1950-1957”, dalam Bruce

Glassburner (ed.), “The Economy of Indonesia : Selected Writing”, N.Y,

Cornell University Press 1971.

Cahyono (2009), Keajaiban Ekonomi Cina: Pemerintah Menguasai Perbankan , Selasa,

01 September 2009

CyberNews Pemerintah Gagal Membangun Dasar Ekonomi Kerakyatan, Jakarta, Senin,

1 Februari 2010

Crouch, Harold, The Army and Politics in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press,

1978. Karim, Muhammad Rusli, Peranan ABRI dalam Politik dan

Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Politik di Indonesia (1965-1979),

Jakarta: Yayasan Idayu, 1981.

Doty Damayanti( 2009), Rekonstruksi Sistem Ekonomi, Senin, 3 Agustus 2009

03:00 WIB

Dhenov, Analisa Kebijakan Ekonomi : Post Orde Lama vs Post Orde Baru , Sabtu, 07

Maret 2009.

Effendi Siregar, Amir. 1991. Arus Pemikiran Ekonomi Politik. Yogyakarta: PT. TIARA

WACANA YOGYA.

Edy M. Ya`kub, Warisan Gus Dur, Kamis, 31 Desember 2009.

Emil Salim, “Seribu Hari Pertama Orde Baru 1965-1968”, dalam St. Sularto (ed.),

“Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia”,

Kompas, Jakarta 2000.

Faith, Herbert. The Indonesian Elections of 1955. Jakarta: KPG, 1999.

Notosusanto, Nugroho. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969. Jakarta: Balai

Pustaka, 1985.

Farid Wadjdi , Peran AS Membangun Rezim Soeharto, google 2010.

FX Sugiyanto, Guru Besar Fakultas Ekonomi Undip, Platform Ekonomi Tiga Capresn

Sumber : http://www.suaramerdeka.com

Fidel Castro Ruz(2000), Globalisasi Neoliberal dan Dunia Ketiga, Sumber: Jurnal Kiri,

Volume 3, Oktober 2000, Penerbit: Neuron, Versi Online: Situs Indo-

Marxist , (http://come.to/indomarxist), Januari 2002

Page 28: PRAGMATISME EKONOMI INDONESIA

Goldfeld. Stephen M and Lester V.chandler(1990), Ekonomi Uang dan bank, Erlangga,

jakarta.

Ganjar Yuri Rahman. Nilai Azasi Kesejahteraan dalam Khazanah Ekonomi Islam: Suatu

Tinjauan berwujud Pengayaan Teori. Skripsi Sarjana Strata Satu. Jurusan

Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan – Fakultas Ekonomi – Universitas

Padjadjaran. Bandung. 2007.

Gregory, Paul R. & Robert C. Stuart. Comparative Economic System. Houghton Mifflin,

Co. Boston, Toronto. 1992.

George, Susan, 2000, A Short History of Neo-liberalism, dalam Walden Bello, Nicola

Bullard, and Kamal Malhotra (ed.), Global Finance: New Thinking on

Regulating Speculative Capital Markets, Zed Books