ppt kwn.ppt

13
PENDAHULUAN Semangat kebangsaan Indonesia mulai mengkristal dan mencapai tahapan yang baru sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sejak saat itu, para pemuda Indonesia bersepakat untuk berikrar tentang satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia. Komitmen nasional dalam kerangka Sumpah Pemuda kemudian menjadi dasar yang sangat kuat bagi bangsa Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Barat pada tanggal 17 Agustus 1945 yang terepresentasikan oleh Soekarno dan Hatta. Sejak saat itulah, bangsa Indonesia berdiri kokoh sebagai sebuah negara bangsa atau nation state yang berdaulat dan tidak diintervensi oleh pihak asing manapun. Konsepsi kebangsaan “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan salah satu senyawa dari ideologi bangsa Indonesia, yakni Pancasila, merupakan sebuah cerminan betapa Indonesia menghargai dan menghormati perbedaan, keragaman, dan kemajemukan dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia.

Transcript of ppt kwn.ppt

PENDAHULUAN• Semangat kebangsaan Indonesia mulai mengkristal dan mencapai tahapan

yang baru sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

• Sejak saat itu, para pemuda Indonesia bersepakat untuk berikrar tentang satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia.

• Komitmen nasional dalam kerangka Sumpah Pemuda kemudian menjadi dasar yang sangat kuat bagi bangsa Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Barat pada tanggal 17 Agustus 1945 yang terepresentasikan oleh Soekarno dan Hatta.

• Sejak saat itulah, bangsa Indonesia berdiri kokoh sebagai sebuah negara bangsa atau nation state yang berdaulat dan tidak diintervensi oleh pihak asing manapun.

• Konsepsi kebangsaan “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan salah satu senyawa dari ideologi bangsa Indonesia, yakni Pancasila, merupakan sebuah cerminan betapa Indonesia menghargai dan menghormati perbedaan, keragaman, dan kemajemukan dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia.

• Para “founding father” bangsa Indonesia sangat menyadari bahwa bangsa Indonesia ini terbentuk karena didasarkan pada persamaan nasib, persamaan sejarah, dan persamaan perjuangan. Artinya, nasib, sejarah, dan perjuangan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke inilah yang mendorong terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, bukan persamaan etnis, suku, agama, dan golongan yang melahirkan Indonesia.

• Dalam kontkes inilah, semangat kebangsaan yang menghargai perbedaan, kemajemukan, pluralisme dan keanekaragaman harus dijunjung tinggi dan ditanamkan secara simultan kepada anak cucu generasi penerus bangsa Indonesia agar supaya mereka menyadari hakekat bangsa Indonesia yang luas dan bervariasi ini.

• Hal ini sangat penting mengingat saat ini ada kecenderungan dikalangan generasi penerus bangsa Indonesia mulai menipis semangat kebangsaan dan bahkan tidak tahu makna dan hakekat dari “perbedaan dalam kesatuan” yang dilahirkan oleh bapak pendiri bangsa Indonesia ini. Maraknya konflik politik, kekerasan kolektif dan kerusuhan massal yang terjadi di Indonesia pada penghujung abad 20 ini telah mengindikasikan mulai menguatnya gejala disintegrasi bangsa yang bermuara pada gerakan-gerakan separatisme secara sporadis dibeberapa daerah di Indonesia.

Kebangsaan Gelombang Kelima : Lahirnya Orde Reformasi 1998• Bangunan rumah “Negara RI” dapat dijaga ketat dengan laras senapan

ABRI lebih dari 20 tahun, yaitu hingga mencapai 1,5 kali lipatnya menjadi 32 tahun. Tetapi akhirnya goyah, walaupun bukan oleh gugatan para pemuda dan mahasiswa, tetapi oleh krisis moneter, yang menyingkap kain penutup “bangunan” negara RI, sehingga menampakkan pilar-pilar penyangganya yang sudah demikian kropos, digerogoti oleh rayap-rayap yang menjadi begitu gemuk dan makmur lewat jejaring KKN.

• Gelombang krismon yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa dan pemuda, yang sudah termarjinalkan lewat laras ABRI, begitu muak melihat kenyataan bangunan RI.

• Para pemuda berhasil menjatuhkan Soeharto dari kursinya. Tetapi sayang, para penggantinya tak dapat menyatukan seluruh kekuatan bangsa. Bahkan para pengganti Soeharto cenderung lebih parah dalam menggerogoti pilar-pilar bangunan yang masih tersisa.

KONDISI KEBANGSAAN INDONESIA

Kondisi IdeologiMulai lunturnya semangat dan keyakinan akan jiwa Pancasila di sebagian besar rakyat Indonesia. Pemahaman terhadap ideologi Pancasila hanya sebatas pada penghafalan, namun belum pada tataran implementasi dan pengamalan nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila. Bahkan ada upaya-upaya dari beberapa pihak untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain.

Kondisi PolitikMunculnya berbagai gejala beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau gejala disintegrasi dan separatisme, seperti di Aceh, Papua, dan Riau merupakan gambaran nasionalisme bangsa yang semakin menipis. Selain itu, tidak terciptanya konsensus nasional antar elit yang kemudian berakibat pada terfragmentasinya kekuatan-kekuatan politik dan sebagian demonstrasi mahasiswa yang sudah tidak murni lagi memperjuangkan rakyat merupakan gambaran umum kondisi carut marutnya perpolitikan bangsa.

Kondisi EkonomiKrisis ekonomi regional yang kemudian merembet ke Indonesia telah menghancurkan sendi-sendi dasar perekonomian Indonesia sehingga menciptakan berbagai permasalahan seputar kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan. Masuknya IMF, bercokolnya perusahaan asing, privatisasi terhadap BUMN, penjualan asset strategis bangsa, disusul dengan Capital flight dan hancurnya sistem perbankan merupakan sedikit gambaran kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang sedang dalam krisis.

Kondisi Sosial-BudayaSemangat gotong royong dan tenggang rasa yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia telah mengalami penggerogotan oleh nilai-nilai individualisme Barat sehingga sangat mempengaruhi gaya hidup dan pola hidup bangsa Indonesia, terutama kaum mudanya. Budaya pop (Pop culture) telah berhasil menggantikan budaya timur (Rest culture). Budaya lokal-nasional telah tergusur oleh proyek ”uniformisasi budaya” global Barat.

Kondisi Pertahanan-KeamananAdanya embargo persenjataan oleh AS telah melemahkan sistem pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia sehingga membuat TNI agak kesulitan dalam melengkapi dirinya dengan peralatan yang dibuthkan, dihadapkan kepada luasnya wilayah yang harus dijaga yakni keseluruhan integritas wilayah Indonesia. Hal ini dapat dicontohkan dengan masuknya enam pesawat udara militer AS di Pulau Bawean tahun lalu yang tidak bisa dicegah oleh TNI. Selain itu, pencurian atas kekayaan laut oleh negara asing juga sulit diantisipasi oleh TNI. Keterbatasan anggaran pertahanan juga menjadi salah satu hal yang ikut melemahkan kehandalan kinerja TNI.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI KEBANGSAAN INDONESIAEksternal• Yang dimaksud faktor eksternal adalah faktor penyebab yang berasal dari

luar, yakni adanya penetrasi asing berupa globalisasi.• Menurut Anthony Giddens (1999)[1], globalisasi telah melahirkan ruang

sosio-kultural yang spektakuler dalam hubungan antar bangsa dan interkoneksi yang melampaui batas-batas geografis dan kedaulatan negara. Dalam kaitan ini, penetrasi globalisasi membawa tiga dampak siginfikan.

• Pertama, mulai meluntur dan mengendurnya ikatan-ikatan negara bangsa sebagai hasil dari pergulatan antara kedaulatan negara versus kapitalisme global.

• Kedua, pola “tekanan ke bawah”. Artinya, globalisasi telah membuka katub-katub peluang bagi bangkitnya identitas budaya lokal (local culture) yang selama ini sedang terbuai oleh kemasan ikatan nasionalisme budaya yang didasarkan pada negara bangsa.

• Ketiga, pola “desakan ke samping”. Artinya, kecenderungan penetrasi globalisasi telah menciptakan domain ekonomi dan kultural baru yang melintasi batas-batas negara bangsa yang selama ini ada.

• Jika dilihat lebih mendalam, pola-pola penetrasi globalisasi ini menimbulkan suatu paradoks. Disatu sisi, globalisasi melakukan gerak meluas ke wilayah global melalui teknologi komunikasi dan informasi. Namun di sisi lain, globalisasi telah menstimulan tumbuhnya identitas-identitas lokal yang primordial. Meskipun begitu, yang perlu diwaspadai adalah proses uniformitas nilai yang mengarah pada hegemoni budaya.

• Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola pentrasi asing yang dibungkus dalam kemasan globalisasi telah menimbulkan distorsi ekonomi yang ditandai dengan kemiskinan, kesenjangan, dan ketimpangan, distorsi politik yang ditandai dengan konflik, kekerasan dan kerusuhan berbau SARA, yang kemudian mengarah pada gejala disintegrasi bangsa atau gerakan separatisme. Tiadanya filter yang kuat dari bangsa Indonesia telah mendorong globalisasi direspon secara parsial oleh kelompok-kelompok etnis tertentu untuk memisahkan diri dari Bangsa Indonesia.

Internal• Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yakni gerakan

etnisitas yang muncul karena dampak dari penetrasi asing dan globalisasi

UPAYApemantapan nilai nilai kebangsaan dalam rangka menghadapi tantangan global

Formula atau resep tersebut adalah revitalisasi wawasan kebangsaan berbasis spiritual. • Revitalisasi wawasan kebangsaan bisa dimaknai menghidupkan kembali

“ruh” wawasan kebangsaan dalam kondisi masyarakat dewasa ini yang diwarnai oleh arus globalisasi dan modernisasi. Apabila pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, hal itu dituangkan secara eksplisit dalam bentuk Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, maka pada masa kemerdekaan ini seharusnya wawasan kebangsaan dituangkan dalam struktur dan kultur kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Artinya, konsepsi wawasan kebangsaan bukan hanya sekedar rumusan ideologi yang berfungsi sebagai slogan atau jargon belaka, akan tetapi harus dituangkan, dimaknai dan diimplementasikan dalam interaksi sosial di masyarakat.

• Wawasan kebangsaan pada masa kini bukanlah mengulang kembali secara tekstual apa yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa mengusir penjajah, akan tetapi secara kontekstual memberi makna dan warna baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, bangsa Indonesia harus mampu menangkap “ruh” Sumpah Pemuda dan kemudian menempatkannya sesuai dengan tantangan jaman. Hal ini bisa dilakukan melalui suatu proses sosialisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda sehingga kesadaran terhadap jati diri bangsa dapat terinternalisasi secara mendalam.

• Revitalisasi wawasan kebangsaan yang diselenggarakan melalui pemantapan kembali komitmen bangsa yang mengacu pada filosofi Sumpah Pemuda, bertujuan untuk meneguhkan kembali nilai-nilai kebangsaan dalam hati sanubari setiap insan manusia Indonesia, khususnya bagi generasi muda penerus bangsa untuk menyadari dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

• Pemaknaan modal kebangsaan “sumpah pemuda” sebagai jati diri bangsa seharusnya dijadikan landasan filosofis dan ideal dalam memulai pembenahan kembali cara pandang bangsa terhadap keberadaan negara dan bangsanya. Karena Sumpah Pemuda ditempatkan dalam format sebagai landasan filosofis, maka sangatlah tepat jika kita semua mengupayakan agar pemaknaan tersebut juga sekaligus mencerminkan sikap diri yg berbasis moral spiritual. Artinya, proses memaknai filosofi Sumpah Pemuda tidak hanya dikaitkan dengan kepentingan fisik material belaka.

• Pembentukan karakter bangsa (character building) sebagai alat untuk menumbuhkan wawasan kebangsaan dapat termanifestasikan dalam proses kaderisasi pemimpin bangsa dan pemikir-pemikir bangsa yang berwawasan kebangsaan dengan semangat nasionalisme yang tinggi berlandaskan kepada pemilikan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.

• Proses dan mekanisme untuk menginternalisasi konsepsi Sumpah Pemuda dalam kerangka wawasan kebangsaan adalah dengan cara pencanangan program gerakan disiplin nasional, program tegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, membasmi korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta gerakan cinta tanah air.

• karena itu, berbagai kegiatan pendidikan, pelatihan, pengkajian, penelitian, dan lokakarya untuk mendeseminasikan serangkaian nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi Sumpah Pemuda mutlak harus dilakukan agar supaya timbul kesadaran masyarakat akan pentingnya wawasan kebangsaan dalam kerangka menghadapi “Perang Modern”.

• Berbagai program aksi atau action programm perlu dilakukan secara sinergis oleh berbagai stake holders bangsa Indonesia untuk menginternalisasi konsepsi Sumpah Pemuda kepada generasi penerus bangsa, baik di lembaga pendidikan seperti pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, maupun di lembaga pendidikan non formal yang ada di dalam masyarakat.

• Rekonsiliasi nasional, yang sangat penting dibutuhkan demi pemulihan krisis multidimensi, hanya bisa terwujud apabila dikerangkai oleh semangat revitalisasi wawasan kebangsaan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Pembangunan karakter bangsa harus difokuskan pada pembentukan jiwa-jiwa nasionalisme dan patriotisme bangsa yang berbasis spiritual. Spiritual adalah ruh dan jati diri yang akan selalu memberikan senyawa kepemimpinan, ketauladanan dan kepatuhan dalam menata ulang masyarakat Indonesia ditengah jebakan “Perang Modern”.

• Pemberdayaan dan sinergi antar komponen masyarakat merupakan modal yang sangat ampuh dan perlu dilembagakan dalam rangka membangun semangat wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan yang digalang oleh segenap bangsa Indonesia tidak akan tercapai dengan baik apabila masing-masing komponen bangsa tidak berdaya dan bersinergi menyatukan kekuatan dalam menghadapi musuh bersama bangsa Indonesia yang termanifestasikan dalam “Perang Modern”.

• Untuk menghadapi Perang Modern, perlu kiranya dilakukan suatu kebijakan yang mengarah pada gerakan revitalisasi kebangsaan dengan fokus pada tiga pilar pembangunan, yakni ”State Building, Nation Building, dan Character Building”.

• Dari solusi berupa revitalisasi wawasan kebangsaan yang telah diuraikan di atas, sudah selayaknya segenap komponen bangsa menaruh perhatian terhadap fenomena “Perang Modern”. Revitalisasi wawasan kebangsaan berbasis spiritual inilah yang harus dijadikan penangkal dalam menghadapi ancaman “Perang Modern”. Dalam konteks inilah, nilai-nilai spiritual yang terbalut dalam revitalisasi wawasan kebangsaan patut dijadikan resep untuk menyelesaikan permasalahan menurunnya nasionalisme yang telah disebabkan oleh “Perang Modern”.