PPNS1

17
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II MEDAN OLEH : Dr. H. SYAHRIL ARITONANG, MHA ( Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Medan ) I. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di wilayah kerja pelabuhan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional yang perlu dikembangkan peran dan fungsinya agar wilayah pelabuhan bebas dari segala macam faktor risiko dan penyakit menular potensial wabah. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), bahwa KKP merupakan ujung tombak Depkes dalam menangkal dan mengendalikan penyakit/ faktor risiko yang masuk dan keluar pelabuhan dengan upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit yang berpotensi wabah/ PHEIC secara profesional seperti yang diisyaratkan oleh IHR 2005. Untuk dapat menjalankan semua prosedur karantina bagi semua alat angkut, penumpang dan barang di pelabuhan serta tindakan-tindakan penyehatan yang dilaksanakan oleh KKP perlu dilakukan penegakan hukum atas tindak pidana atau pelanggaran peraturan dan perundang-undangan dalam bidang kesehatan. Oleh sebab itu peranan dan keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di KKP adalah mutlak diberdayakan untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi masyarakat Indonesia serta dapat memberi andil bagi ketertiban dunia dalam bidang kesehatan. Penyakit menular potensial wabah serta pengawasan Obat Makanan Kosmetika dan Alat Kesehatan (OMKA) akhir- 1

description

Artikel tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan

Transcript of PPNS1

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI LINGKUNGAN

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II MEDAN

OLEH : Dr. H. SYAHRIL ARITONANG, MHA( Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Medan )

I. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di wilayah kerja pelabuhan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional yang perlu dikembangkan peran dan fungsinya agar wilayah pelabuhan bebas dari segala macam faktor risiko dan penyakit menular potensial wabah. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), bahwa KKP merupakan ujung tombak Depkes dalam menangkal dan mengendalikan penyakit/ faktor risiko yang masuk dan keluar pelabuhan dengan upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit yang berpotensi wabah/ PHEIC secara profesional seperti yang diisyaratkan oleh IHR 2005. Untuk dapat menjalankan semua prosedur karantina bagi semua alat angkut, penumpang dan barang di pelabuhan serta tindakan-tindakan penyehatan yang dilaksanakan oleh KKP perlu dilakukan penegakan hukum atas tindak pidana atau pelanggaran peraturan dan perundang-undangan dalam bidang kesehatan. Oleh sebab itu peranan dan keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di KKP adalah mutlak diberdayakan untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi masyarakat Indonesia serta dapat memberi andil bagi ketertiban dunia dalam bidang kesehatan.

Penyakit menular potensial wabah serta pengawasan Obat Makanan Kosmetika dan Alat Kesehatan (OMKA) akhir-akhir ini sering menjadi berita hot news di berbagai media di seluruh Indonesia. Maraknya kasus-kasus OMKA yang beredar tanpa izin, serta bahan makanan impor yang terbukti mengandung bahan beracun seperti formalin, beberapa kosmetika asal luar negeri yang dijual secara ilegal di sejumlah counter pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern hampir di seluruh kota di Indonesia. Hal ini merupakan indikasi lemahnya sistem pengawasan dan prosedur pemeriksaan maupun penegakan hukum yang dilakukan oleh instansi terkait selama ini. Tentunya kasus-kasus ini merupakan tantangan ke depan bagi tenaga-tenaga PPNS yang sudah ada pada KKP di seluruh Indonesia yang nota benenya barang-barang tersebut dengan mudah masuk melalui pelabuhan laut dan udara. Seperti diketahui bahwa keberadaan PPNS telah diatur di dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 6 ayat (1) huruf b, Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (2)

1

ditegaskan bahwa PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a. Undang-undang yang menjadi dasar hukum di Departemen Kesehatan antara lain : UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut, UU No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara, UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, namun secara eksplisit dan tegas memberi kewenangan kepada PPNS untuk melakukan penyidikan hanya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Pada pasal 79 ayat 1 disebutkan bahwa selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik dalam bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Untuk lebih mempertegas keberadaan PPNS, dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI bahwa dalam mengemban fungsi sebagai penegak hukum, Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Disamping itu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Kapolri tahun 2004-2009, disebutkan bahwa dalam penanganan terhadap UU tertentu (lex specialis) adalah lebih mengedepankan dan lebih memberdayakan peran dan fungsi PPNS secara profesional dan proporsional. Sebagai mitra Polri, kebijakan tersebut didasarkan pada UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP yang memberi kewenangan kepada PPNS untuk melakukan penyidikan di bawah koordinasi, pengawasan dan pembinaan penyidik Polri. Tentunya kebijakan tersebut merupakan dorongan, dukungan dan kesempatan untuk meningkatkan kinerja PPNS yang ada di Kantor Kesehatan Pelabuhan.

II. Tugas Dan Kewenangan PPNS Depkes Tugas PPNS Depkes adalah melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang berhubungan dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya sesuai dengan wilayah kerja PPNS yang bersangkutan.Wewenang PPNS Depkes diatur dalam pasal 79 ayat 2 Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan sebagai berikut :1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tindak

pidana di bidang kesehatan.2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak

pidana di bidang kesehatan.3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.4. Melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain tentang tindak

pidana di bidang kesehatan.5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan bahan atau barang bukti dalam

perkara tindak pidana di bidang kesehatan.

2

6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.

7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang kesehatan.

III. Pelaksanaan Penyidikan Oleh PPNS KKP Kelas II MedanPada prinsipnya proses operasional penyidikan di lapangan dilakukan

berdasarkan pedoman yang dikeluarkan Kapolri berupa juklak dan juknis tentang proses penyidikan tindak pidana oleh PPNS mulai dari tahap diketahuinya tindak pidana, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), proses penyidikan, pemanggilan, kegiatan upaya paksa, pemeriksaan tersangka/ saksi, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara serta administrasi penyidikan. Uraian tahapan masing-masing proses penyidikan ini tentunya sudah harus dipahami oleh setiap PPNS yang ada di KKP.

Seperti diketahui bahwa sasaran kinerja PPNS di KKP adalah untuk menunjang terselenggaranya tupoksi KKP terutama menangkal penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah/ PHEIC serta terlaksananya semua prosedur karantina bagi semua alat angkut, penumpang dan barang. Pasca pertemuan PPNS pada tangal 10-13 Agustus 2005 di Cipayung Bogor, telah dirumuskan beberapa rekomendasi untuk memberdayakan PPNS. Oleh sebab itu PPNS KKP Medan telah melakukan tahapan-tahapan sosialisasi tentang keberadaan PPNS di pelabuhan dan sekaligus mensosialisasikan jenis-jenis pelanggaran serta ketentuan hukum bagi yang melanggar UU Karantina laut dan Udara kepada pemilik/agen pelayaran.

Kasus-kasus Pelanggaran Perundang-undangan bidang kesehatan yang pernah terjadi di lingkungan KKP Kelas II Medan antara lain :1. Penemuan ICV Palsu

Pada tahun 2004 ditemukan penerbitan ICV palsu dari Calon Jemaah Umrah yang berangkat ke tanah suci melalui Bandara Polonia Medan. Setelah dilakukan investigasi oleh PPNS dijumpai beberapa fakta antara lain : ICV diterbitkan di Jakarta oleh oknum yang tidak memiliki wewenang. Berdasarkan analisis kasus, bahwa kejadian ini lebih mengarah pada tindak pidana umum (pemalsuan) yang tindak pidananya sudah diatur di dalam KUHP, maka PPNS melaporkannya ke penyidik Polri. Setelah Kepolisian melakukan analisis kasus berdasarkan tempat kejadian perkara (TKP), mereka merekomendasikan agar kasus tersebut dilaporkan ke Jakarta. Selanjutnya kasus tersebut dilaporkan ke Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI, namun sampai saat ini belum ada penyelesaian lebih lanjut.

2. Masalah OMKADisinyalir masuknya berbagai jenis komoditi OMKA secara Ilegal melalui pelabuhan selama ini ditangani oleh Instansi lain. PPNS telah melakukan investigasi dan menemukan adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor HK.00.04.22.1989; Nomor KEP-949/BC/2006 tanggal 24 April 2006 tentang

3

Pengawasan Impor dan Ekspor Obat, Obat Tradisional, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Makanan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S- 1153/BC.2/2004 tanggal 4 Agustus 2004 perihal Pengawasan Impor Obat dan Makanan yang menyebutkan bahwa kewenangan pengawasan makanan tidak lagi dicakup di bawah Depkes dan dalam SE ini juga disebutkan tidak ada lagi unit di bawah Depkes dengan tugas pokok dan fungsi pengawasan makanan.Permasalahan ini sudah dikonsultasikan ke Ditjen Yanfar dan Ditjen PP & PL Depkes RI.

3. Kasus Calon Jemaah Umroh Tanpa Dilengkapi ICV Pada tanggal 7 April 2008, ditemukan sebanyak 31 orang calon jemaah umroh

yang akan diberangkatkan ke Tanah Suci dibiayai oleh salah satu calon Gubernur Sumatera Utara (Ali Umri), tidak memiliki dokumen ICV (Vaksinasi Meningitis). Kasus tersebut dilaporkan kepada PPNS KKP Medan, dan langkah yang diambil adalah harus dilakukan penyuntikan Vaksinasi Meningitis serta pemberian ICV kepada calon Jemaah Umroh sebelum mereka diberangkatkan ke Tanah Suci.

4. Pelanggaran Kekarantinaan Beberapa kasus yang ditemukan oleh petugas boarding kapal antara lain: Kapal

tidak dapat menunjukkan dokumen kesehatan (SSCEC) yang valid, kapal tidak menyiapkan MDH pada saat petugas boarding naik ke atas kapal serta kapal tidak menaikkan bendera Q. Salah satu contoh kasus yang ditemukan adalah: Pada tanggal 31 Desember 2005 telah terjadi pelanggaran tindak pidana oleh kapten kapal MT. Bintang Fajar –V berbendera Indonesia. Kapal datang dari Meulaboh (Aceh) dan pada saat agen melaporkan dokumen kesehatan ke KKP, kapal tersebut tidak dapat menunjukkan DEC yang berlaku (sekarang SSCEC). Petugas Karantina melaporkan kasus tersebut kepada PPNS KKP Medan dan Setelah dilakukan investigasi oleh PPNS, maka langkah yang diambil adalah memberi peringatan/ teguran disertai kewajiban membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi pelanggaran serupa (sesuai hasil rekomendasi/materi pertemuan PPNS Depkes tanggal 10-13 Agustus 2005 di Cipayung). Hal ini juga merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh PPNS KKP Medan.

IV. Permasalahan/Kendala Di Lapangan Ada 2 permasalahan pada saat ini dan ke depan yang dihadapi oleh PPNS di KKP dan harus dicari solusinya :

1. Permasalahan internal.2. Permasalahan eksternal

Permasalahan internal muncul karena belum adanya wadah terstruktur resmi sebagai tempat bernaung PPNS, minimnya laporan pelanggaran tindak pidana oleh petugas boarding kepada PPNS, lemahnya sanksi pidana bagi pelanggaran UU Nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara, proses penyidikan belum terencana dengan baik akibat belum adanya pedoman kerja operasional PPNS Depkes dalam melaksanakan tugas

4

penyidikan seperti yang sudah ada pada PPNS departemen lain seperti kehutanan, perikanan dan perkebunan. Disamping itu belum ada realisasi penyusunan tolok ukur kinerja PPNS sesuai dengan Nota Kesepahaman antara Kepolisian RI dengan Dirjen PP & PL Depkes RI pada tanggal 26 Juli 2007 tentang pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS. Permasalahan eksternal muncul karena belum adanya koordinasi antara PPNS yang sama-sama memiliki kewenangan atas satu undang-undang. Misalnya PPNS Depkes dengan PPNS Badan POM dalam melaksanakan UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, khususnya dalam pengawasan OMKA. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana terhadap OMKA belum berjalan akibat keluarnya SKB Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Terlampir).

V. Rekomendasi1. Akselerasi pengesahan UU tentang Karantina Kesehatan dalam rangka

pemberlakukan IHR 2005 atau hanya merevisi sebagian UU No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

2. Akselerasi penyusunan pedoman kerja operasional PPNS Depkes dan kode etik PPNS dalam rangka optimalisasi kinerja secara professional dan proporsional.

3. Perlu dijembatani dan dicari solusi di tingkat pusat agar tidak terjadi benturan antara petugas KKP dengan petugas Bea Cukai sehubungan dengan keberadaan SKB Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor HK.00.04.22.1989; Nomor KEP-949/BC/2006.

5

.Lampiran :

BEBERAPA JENIS TINDAK PIDANA TERKAIT DENGAN UU BIDANG KESEHATAN DI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

No. JENIS TINDAK PIDANA

UU No.1/1962 Karantina laut)

KURUNGAN (Maksimal)

DENDA(Maksimal)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Kapal tidak memiliki dokumen kesehatan.

Kapten kapal menurunkan dan menaikkan orang, barang, tanaman, hewan sebelum memperoleh surat izin karantina.

Kapal tidak menaikkan bendera Q.

Kapal tidak mau tunduk kepada peraturan karantina.

Kapten kapal tidak dapat menyiapkan dokumen kesehatan pada waktu tiba di pelabuhan.

Dokter pelabuhan/petugas kesehatan tidak mencegah pemberangkatan orang terjangkit/tersangka penyakit karantina.

Kapten kapal tidak dapat menyiapkan dokumen kesehatan pada waktu berangkat.

Orang yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi kolera yang datang dari daerah terjangkit kolera.

Pasal 15, 17 & 19

Pasal 21

Pasal 22

Pasal 25

Pasal 27

Pasal 28 ayat 1

Pasal 28 ayat 4

Pasal 35 ayat 1

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

75.000

75.000

75.000

75.000

75.000

75.000

75.000

75.000

6

No. JENIS TINDAK PIDANA

UU No.2/1962(Karantina udara

KURUNGAN (Maksimal)

DENDA(Maksimal)

1.

2.

3.

4.

5.

Penumpang/pesawat yang tidak mau diperiksa kesehatannya pada waktu tiba di bandara.

Penumpang terjangkit di pesawat tidak mau diisolasi pada waktu tiba di bandara.

Penumpang pesawat yang tidak mau diperiksa kesehatan sebelum berangkat (hak dokter pelabuhan).

Dokter pelabuhan tidak mengambil tindakan untuk mencegah pemberangkatan orang yang terjangkit/ tersangka penyakit karantina.

Penumpang yang datang dari daerah terjangkit kolera dalam masa inkubasi, tanpa ICV, tidak mau diisolasi selama 5 hari.

Pasal 20 ayat 1

Pasal 20 ayat 2

Pasal 21 ayat 1

Pasal 21 ayat 2

Pasal 27 ayat 2

1 tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

1 Tahun

75.000.-

75.000.-

75.000.-

75.000.-

75.000.-

7

No. JENIS TINDAK PIDANA

UU No.23/1992 (Kesehatan)

KURUNGAN (Maksimal)

DENDA(Maksimal)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar/persyaratan atau yang membahayakan kesehatan.

Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmacope Indonesia.

Memproduksi atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan.

Mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin.

Memproduksi dan mengedarkan obat tradisional, kosmetika, zat adiktif yang tidak memenuhi standar atau sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi penandaan /informasi.Mengedarkan makanan atau minuman yang dikemas tanpa ada label.

Pasal 80 ayat 4a

Pasal 80 ayat 4b

Pasal 81 ayat 2b

Pasal 81 ayat 2c

Pasal 82 ayat 2b, 2c, 2d dan 2e

Pasal 84 ayat 1

15 Tahun

15 Tahun

7 Tahun

7 Tahun

5 Tahun

1 Tahun

300 Juta

300 Juta

140 Juta

140 Juta

100 Juta

15 Juta

8

REFERENSI

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut.

4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1962 Tentang Karantina Udara.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 1983 Tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 265/Menkes/SK/IV/ 2004 Tentang Organisasi dan Tata kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan.

7. Keputusan Bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor HK.00.04.22.1989; Nomor KEP-49/BC/2006.

8. Petunjuk Pelaksanaan No.Pol.Juklak/37/VII/1991 Tanggal 29 Juli 1991 Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

9. http://www.depbun.com . Pedoman penyidikan Tindak Pidana Departemen Perkebunan, diakses tanggal 24 April 2008.

9

10

11