PPh Pasal 21-25

18
PPh Pasal 21 Pengertian PPh pasal 21 Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Secara umum pajak penghasilan PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Pengertian pemotong PPh pasal 21 Yang dimaksud dengan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hak dan kewajiban pemotong PPh pasal 21 a. Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. b. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. c. Pemotong pajak berhak membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. d. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat

description

Pajak

Transcript of PPh Pasal 21-25

Page 1: PPh Pasal 21-25

PPh Pasal 21

Pengertian PPh pasal 21Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 21

(PPh Pasal 21) adalah pajak yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Secara umum pajak penghasilan PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

Pengertian pemotong PPh pasal 21Yang dimaksud dengan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang

pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Hak dan kewajiban pemotong PPh pasal 21a. Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan

takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

b. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

c. Pemotong pajak berhak membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

d. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.

e. Pemotong Pajak berhak mengajukan permononan banding secara tertulis dalam dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut.

f. Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.

g. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

h. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

Page 2: PPh Pasal 21-25

i. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

j. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

k. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

l. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

m. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan menurut tarif yang berlaku.

n. Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.

o. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.

p. Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pengertian wajib pajakWajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak,

dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Hak dan kewajiban wajib pajaka. Kewajiban Wajib Pajak:

Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak

Page 3: PPh Pasal 21-25

Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak

Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan

atau Bank Persepsi Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak

b. Hak Wajib Pajak : Wajib Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT. Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan. Wajib Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan ke

KPP. Wajib Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk

mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak.

Objek PPh pasal 21a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat

Teratur maupun Tidak Teraturb. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun

atau penghasilan sejenisnyac. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari

tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja

d. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan

e. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan

f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama Apapun

g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama

h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai

i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

j. Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final

Page 4: PPh Pasal 21-25

Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemedprofit)

Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 finala. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan dan Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

b. Uang pesangon.c. Hadiah dan penghargaan perlombaan.d. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Yang dimaksud dengan penjaja barang dagangan adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, odol, buku dan barang-barang keperluan rumah tangga sehari-hari lainnya.

e. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan, selain Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah yang dibebankan kepada Keuangan Negara atas Keuangan Daerah berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain selain penghasilan berupa gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun, dan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun.

Penghasilan yang PPh pasal 21 nya ditanggung oleh pemerintahPenghasilan yang diterima oleh:

a. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya.

b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Anggota ABRI berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji.

c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pension.

d. Yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang terutang ditanggung pemerintah.

Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh

Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Page 5: PPh Pasal 21-25

e. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008.

Pengurangan yang diperbolehkana. Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua Bagi Pegawai Tetap

Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Sementara itu, untuk penerima pensiun, pengurang yang diperbolehkan hanya terdiri dari biaya pensiun. Berikut ini adalah uraian lebih detilnya untuk tahun pajak mulai 2009. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar

5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan (PerMenkeu No. 250/PMK.03/2008).

Iuran pensiun, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

Iuran Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

Biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan (PerMenkeu No. 250/PMK.03/2008).

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap, dan Bukan Pegawai

c. Pengurang bagi Pegawai Harian dan Mingguan, serta Pegawai Tidak Tetap LainnyaPengurang bagi pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebelumnya diatur menurut PerMenkeu No. 254/PMK.03/2008 (lihat penjelasan sebelumnya Tabel I.3). Ketentuan ini berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 seiring dengan pemberlakuan PTKP baru mulai 1 Januari 2013. Ketentuan penggantinya adalah PerMenkeu No. 206/PMK.011/2012, yang di antaranya mengatur sbb: Penghasilan bruto sampai dengan Rp 200.000,00 sehari, yang diterima atau diperoleh

pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) UU PPh 2008, tidak dikenakan pemotongan PPh.

Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal:i. jumlah penghasilan bruto dimaksud melebihi Rp. 2.025.000,00 sebulan atau

ii. penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan

Penghasilan yang tidak diberikan pengurangana. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun,

komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, yang diterima bukan pegawai tidak ada pengurangan. Khusus untuk bukan pegawai yang memiliki NPWP dan penghasilan yang diterima secara berkesinambungan serta penghasilan tersebut hanya dari 1 (satu) pemberi penghasilan, maka mendapat pengurangan PTKP sebulan.

Page 6: PPh Pasal 21-25

b. Uang saku, uang representasi, honorarium uang rapat dan hadiah/penghargaan dan penghasilan sejenis lainnya yang diterima oleh peserta kegiatan (perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, pendidikan pelatihan dan magang, kegiatan lainnya) tidak ada pengurangan.

c. Untuk Penghasilan WP Luar Negeri tidak ada pengurangan.

Tarif PPh pasal 21Secara umum tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat

(1) UU PPh adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah. Tarif umum PPh Pasal 21, sebagaimana diatur dakan pasal 17 UU PPh 2000 dan UU PPh 2008 (UU No. 36/2008), terlihat pada tabel.

Perbandingan PTKP

Uraianmulai tahun 2013

Setahun (Rp)

Sebulan (Rp)

Wajib Pajak 24.300.000 2.025.000Wajib Pajak kawin2.025.000 168.750

Tanggungan (maks 3 orang) 2.025.000 168.750

Lapisan PKP dan Tarif PPh

Page 7: PPh Pasal 21-25

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif UU PPh 2008s/d Rp 50 juta 5%

di atas Rp 50 juta s/d Rp 250 juta 15%di atas Rp 250 juta s/d Rp 500 juta 25%

di atas Rp 500 juta 30%

PPh Pasal 22

Pengertian PPh pasal 22Menurut hukum Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Pemotong PPh pasal 22a. Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang.b. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun

Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembayaran atas

pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.

d. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN.

e. Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 22a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri

baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri

b. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas

c. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul

d. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 22a. Impor Barang

Page 8: PPh Pasal 21-25

b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran, Bendaharawan pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah

c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah

d. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas

e. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul

Tarif PPh Pasal 22 atas Impora. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari

nilai impor. PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir.b. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5%

dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir.c. Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang. PPh Pasal 22 =

7,5% x Harga Jual Lelang.Catatan :Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight (CIF) +Bea Masuk + Pungutan pabean lainnya.

PPh Pasal 23

Pengertian PPh pasal 23Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan

yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.Pemotong PPh pasal 23

a. Badan pemerintahb. Subjek pajak badan dalam negeric. Penyelenggara kegiatand. Bentuk Usaha Tetape. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnyaf. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor

Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu : Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat

Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas

Page 9: PPh Pasal 21-25

Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23a. WP dalam negerib. Badan Usaha Tetap (BUT)

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23a. Dividenb. Bunga termasuk premium, dikonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utangc. Royaltid. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal

21e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau

bangunanf. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, kasa konstruksi, jasa konsultan, dan

jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Tarif dan penghitungan PPh pasal 23a. 15% dari jumlah bruto atas:

Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21

b. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

c. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.

d. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu: Jasa penilai Jasa Aktuaris Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan Jasa perancang Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT Jasa penunjang di bidang penambangan migas Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara Jasa penebangan hutan Jasa pengolahan limbah Jasa penyedia tenaga kerja Jasa perantara dan/atau keagenan Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara Jasa mixing film Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan

perbaikan Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,

selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

Page 10: PPh Pasal 21-25

Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

Jasa maklon Jasa penyelidikan dan keamanan Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer Jasa pengepakan Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain

untuk penyampaian informasi Jasa pembasmian hama Jasa kebersihan atau cleaning service Jasa katering atau tata boga

e. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23f. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,

disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk: Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa

Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian)

Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis

Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa kateringb. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang

bersifat final

PPh Pasal 25

Pengertian PPh pasal 25Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara

angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.

Mekanisme pembayaran PPh pasal 25a. Membayar sendiri pajak yang terutang:

Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar

Page 11: PPh Pasal 21-25

sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:i. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.

ii. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan. Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PajakSampai dengan Rp 50.000.000,- 5%di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%di atas Rp 500.000.000,- 30%

Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%. Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-

Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).Pihak lain disini adalah:i. Pemberi penghasilanii. Pemberi kerjaiii.Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjutpada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).

b. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.

c. Pembayaran Pajak-pajak lainnya: Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu:i. 1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari

Rp1.000.000.000,-ii. 2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari

Rp1.000.000.000,-

Page 12: PPh Pasal 21-25

Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25Tian adalah Pengusaha Warung Makan di Surabaya yang memiliki penjualan pada tahun

2011 sebesar Rp180.000.000. Tian statusnya kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Tian menyelenggarakan pencatatan untuk menghitung pajaknya. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:

a. Jumlah peredaran setahun Rp180.000.000b. Presentase penghasilan norma (lihat daftar presentase norma) = 20%c. Penghasilan neto setahun = 20% x Rp 180.000.000 = Rp 3.000.000d. Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi PTKP Rp 36.000.000 – Rp 19.800.000 =

Rp 6.200.000e. Pajak Penghasilan yang terutang : 5% x Rp 6.200.000 = Rp 310.000

PPh Pasal 25 (angsuran) yang harus dibayar si A setiap bulan: Rp 310.000 : 12 = Rp 25.833