Pph Atas Jasa Konstruksi

8
ASPEK – ASPEK PPH ATAS JASA KONSTRUKSI Pengertian Pekerj aan konst ruksi adalah kesel uruhan atau sebagi an rangka ian kegia tan perenc anaan dan/ at au pela ksanaan bes erta penga wasa n ya ng me nca kup peker jaan ar si tekt ur al , si pi l, mekani kal , elektrikal dan tat a lingku ngan mas ing-ma sin g bes erta kel engk apa nny a, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya; Jasa Konstr uks i adal ah lay anan jas a konsul tansi per enc anaa n pekerj aan konstr uks i, lay anan jas a pel aks anaan pekerj aan konstr uks i, dan lay anan jas a konsul tan si pengawa san  pekerjaan konstruksi. Paj ak ata s Jas a Kons tru ksi mer upakan paj ak yan g dikena kan atas jas a kons ult ans i  perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan  jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Dasar Hukum  PP omor !" #ahun $""%  P er&enKeu omor '()/P&K.")/$""%

description

pajak penghasilan atas pendapatan jasa konstruksi

Transcript of Pph Atas Jasa Konstruksi

ASPEK ASPEK PPH ATAS JASA KONSTRUKSIPengertian

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya;Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.Pajak atas Jasa Konstruksi merupakan pajak yang dikenakan atas jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.Dasar Hukum PP Nomor 40 Tahun 2009

PerMenKeu Nomor 153/PMK.03/2009

PPh Final Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan PP Nomor 51 Tahun 2008 jo. PP Nomor 40 Tahun 2009, hanya diterapkan bila pemberi jasa (pengusaha jasa konstruksi) telah mengantongi izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi dari lembaga berwenang (misalnya LPJK). Jika izin atau sertifikat (SBU) itu masih berlaku, tarif yang diterapkan adalah:

2% untuk jasa pelaksanaan konstruksi oleh pengusaha yang berkualifikasi kecil;3% untuk jasa pelaksanaan konstruksi oleh pengusaha yang berkualifikasi menengah atau besar;4% untuk jasa perencanaan maupun pengawasan (berlaku baik kualifikasinya kecil, menengah atau besar).

Sementara jika sertifikasi (SBU) sudah tidak berlaku, misalnya karena pengusaha alpa atau lalai untuk melakukan registrasi ulang atau lupa memperpanjang SBU-nya, tarif PPh Final yang diterapkan adalah:

4% untuk jasa pelaksanaan konstruksi;

6% untuk jasa perencanaan maupun pengawasan.Apabila ternyata pengusaha jasa konstruksi tidak memiliki izin atau sertifikasi dari lembaga berwenang (tidak memiliki SBU dari LPJK), maka pengenaan PPh-nya bukanlah PPh Final seperti di atas melainkan:PPh Pasal 23, jika pengusaha jasa konstruksi berbentuk badan (perusahaan); atauPPh Pasal 21 jika pengusaha jasa konstruksi berstatus individu (Wajib Pajak orang pribadi).

Subjek PajakDalam konteks pengenaan PPh Final jasa konstruksi, yang dimaksud dengan kontraktor adalah pengusaha jasa konstruksi yang memberikan atau menyediakan layanan jasa kontruksi. Seperti yang disebutkan oleh peraturan-peraturan tersebut di atas, kontraktor yang tercakup meliputi baik kontraktor yang berbentuk badan hukum (badan usaha) maupun orang pribadi.

Dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi, kontraktor yang berstatus sebagai orang pribadi dikelompokkan ke dalam kelompok Grade 1 dan hanya diperkenankan untuk mengerjakan proyek konstruksi dengan nilai tidak lebih dari Rp 100.000.000,00 (Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 11 Tahun 2006).

Objek PPh FinalPara kontraktor tersebut di atas, dikenakan PPh atas penghasilan mereka yang berasal dari kegiatan usaha jasa konstruksi. Usaha jasa konstruksi yang penghasilannya ditetapkan menjadi objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) terdiri dari 3 kelompok jasa, yaitu:

1. Jasa Perencanaan KonstruksiPerencanaan konstruksi adalah layanan jasa di bidang konstruksi yang hasil pekerjaannya diwujudkan dalam bentuk dokumen perencanaan pembangunan bangunan atau bentuk fisik lain. Misalnya jasa penggambaran bangunan (arsitek), jasa penelitian tanah atau lahan tempat bangunan akan didirikan, jasa penelitian dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan jasa perencanaan pembangunan lainnya baik yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh atau sebagian atau dilakukan secara terpisah.Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk fisik lain adalah konstruksi teknik yang bukan berbentuk bangunan (gedung, rumah, dlsb) seperti misalnya proyek pembangunan instalasi pembangkit tenaga listrik, pembangunan instalasi pengeboran minyak, dlsb.

2. Jasa Pengawasan KonstruksiJasa pengawasan konstruksi adalah jasa di bidang pengawasan terhadap proyek atau pelaksanaan konstruksi mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan/proyek konstruksi sampai selesai dan bangunan diserahterimakan. Misalnya jasa mandor konstruksi, jasa penilai pekerjaan konstruksi.Kualifikasi Usaha Jasa Perencanaan dan Pengawasan Konstruksi

Batasan nilai satu pekerjaanOrang Perorangan

maksimum Rp 250 jutaUsaha Kecil- K1

maksimum Rp 500 juta- K2

maksimum Rp 750 jutaUsaha Menengah- M1

maksimum Rp 1,5 milyar- M2

maksimum Rp 2,5 milyarUsaha Besar

tak terhingga3. Jasa Pelaksanaan KonstruksiJasa pelaksanaan konstruksi adalah jasa di bidang konstruksi untuk melaksanakan perencanaan konstruksi menjadi bentuk bangunan atau fisik lain atau jasa dalam bentuk melaksanakan pembangunan bangunan. Termasuk di dalamnya adalah pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).Jasa perbaikan, perawatan maupun pemeliharaan bangunan, khususnya yang dilakukan oleh pemberi jasa yang kegiatan usahanya di bidang konstruksi (punya surat izin usaha jasa konstruksi/SIUJK) juga termasuk dalam pengertian jasa pelaksanaan konstruksi.

Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanaan KonstruksiBatasan nilai satu pekerjaanOrang Perorangan

maksimum Rp 300 jutaUsaha Kecil- K1

maksimum Rp 1 milyar- K2

maksimum Rp 1,75 milyar- K3

maksimum Rp 2,5 milyarUsaha Menengah- M1

maksimum Rp 10 milyar- M2

maksimum Rp 50 milyarUsaha Besar

- B1

maksimum Rp 250 milyar- B2 tak terbatasTarif PPh Final Jasa KonstruksiDalam peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi ada ketentuan bahwa sebelum mengajukan mengajukan permohonan untuk meminta surat izin usaha jasa konstruksi, pengusaha harus terlebih dahulu mengajukan sertifikasi dan registrasi kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) untuk memperoleh Sertifikat Badan Usaha (SBU). Ini semacam dokumen formal yang menyatakan kemampuan atau kompetensi dari si pengusaha jasa konstruksi. Dalam kesehariannya, SBU ini sering hanya disebut dengan kualifikasi usaha atau sertifikat kualifikasi usaha.

Khusus untuk jasa pelaksanaan konstruksi, kualifikasi usaha itu bahkan dibagi ke dalam tiga kelompok yakni: kecil, menengah dan besar. Menurut Peraturan LPJK Nomor 11 Tahun 2006 pengelompokkan tersebut didasarkan pada apa yang disebut grade yaitu tingkat kemampuan atau kompetensi dari si kontraktor, seperti tampak pada tabel berikut:

Dasar Pengenaan PajakPPh Final jasa konstruksi dihitung dengan cara mengalikan tarif tersebut di atas dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Menurut Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor 187/PMK.03/2008, DPP yang digunakan untuk menghitung PPh Final jasa konstruksi adalah:

1. jumlah pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui pemotongan PPh oleh pengguna jasa (pemilik proyek atau owner);

2. jumlah penerimaan pembayaran, apabila PPh Final jasa konstruksi dikenakan melalui penyetoran sendiri oleh kontraktor yang bersangkutan.

Pasal 4 tersebut hanya menyebutkan kata jumlah pembayaran atau kata jumlah penerimaan pembayaran tanpa memberikan embel-embel jasa atau barang (material). Inilah yang membuat praktisi pajak kemudian berpendapat bahwa DPP untuk jasa konstruksi adalah total imbalan jasa dan material, sama seperti masa sebelumnya saat berlakunya PP Nomor 140 Tahun 2000.

Saat Terutangnya PPh FinalKemudian jika diperhatikan lebih seksama, Pasal 4 PMK Nomor 187/PMK.03/2008 tadi juga secara tegas menyatakan bahwa saat terutangnya PPh Final jasa konstruksi terjadi pada saat pembayaran atau diterimanya pembayaran (cash basis), bukan pada saat munculnya utang atau piutang (accrual basis).

Sebagai contoh misalnya PT Wika (kontraktor) menyampaikan tagihan kepada PT ABC (owner) pada tanggal 9 Nopember 2012. Pada saat menerima tagihan tersebut baik PT Wika maupun PT ABC sudah sama-sama mengakui beban dan utang/piutang. Jika seandainya tagihan tersebut dibayar pada bulan Desember 2012, maka saat terutangnya PPh Final adalah di bulan (masa pajak) Desember 2012. Ini artinya, PT ABC harus memotong PPh Final pada bulan (masa pajak) Desember 2012.Penyetoran Pajak dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak, PPh yang dipotong oleh Pengguna Jasa disetor, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak dan atau disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak. PPh disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelaha penerimaan pembayaran dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.