Pp sdg 2
-
Upload
galuh-insani -
Category
Documents
-
view
335 -
download
3
Transcript of Pp sdg 2
PERATURAN PEMERINTAH RINo. 48/2011
SDG-HEWAN & PERBIBITAN TERNAK
Disampaikan pada acara Sosialisasi Peraturan Per-UU
D.I. Yogyakarta, 20 September 2013
Ps. 8 (4): SDG dikelola pemanfaatan & pelestarian;Ps. 13 (2): Pemerintah wajib mengembangkan usaha pembibitan melibatkan masyarkat benih, bibit, & bakalan.
menjamin adanya pelestarian & pemanfaatan SDG-H;
mewujudkan keadilan dalam pembagian keuntungan pemanfaatan SDG-H;
menjamin ketersediaan benih/bibit secara berkesinambungan; dan
menghimpun, mengolah, menyajikan data dan informasi.
HEWAN DARAT
UDARA(termasuk lebah)
SATWA LIAR
DILINDUNGI
TIDAK DILINGDUNGI
HEWAN BUDIDAYA (TERNAK)
Penghasil Pangan dan Bahan Baku Industri
Jasa (drought, pet & lab animals.
Hasil Ikutannya
JANGKAUAN PENGATURAN HEWAN DALAM UU NO 18 TAHUN 2009
KETERANGAN
1. Ruang lingkup Hewan & SDGnya (UU No.18/2009)
2. Ternak (UU No.18/2009)
3. Grey Area dengan UU No. 31/2004 Jo. UU No.45/2009 tentang Perikanan (Bidang Kesehatan Hewan/Ikan)
4. Grey Area dengan Kehutanan/UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati & Ekosistemnya.
3
1
2
4
Air Penghasil Pangan dan Bahan Baku Industri
Jasa (drought, pet & lab animals.
Hasil Ikutannya
Pengaturan
1. Pengelolaan
Penguasaan oleh Negara
(Pusat & Daerah)
Inventarisasi &
dokumentasi
2. Perlindungan kearifan lokal, pengetahuan tradisional, dan HKI
3. Tata cara kerjasama pengelolaan SDG
4. Pemantauan dan pengawasan
5. Pendanaan bagi upaya pengelolaan SDG
Pemanfaatan
Pelestarian
1. Pembudidayaan2. Pemuliaan
(seleksi, persilangan, dan rekayasa genetik)
1. Eksplorasi2. Konservasi3. Penetapan
kawasan pelestarian
SDG Hewan
(peliharaan dan satwa
liar)
DITJEN PKH
penguasaan SDG Hewan;
pengelolaan SDG Hewan;
perbibitan ternak;
pemasukan dan pengeluaran; dan
sistem dokumentasi dan jaringan informasi.
Ruang Lingkup
SDG Hewan dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penguasaan SDG Hewan dilaksanakan oleh Pemerintah & pemda berdasarkan sebaran asli geografis SDG Hewan.
DITJEN PKH
Pasal 4
Pasal 5
Penguasaan oleh Pemerintah dilakukan melalui pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi.
Penguasaan dilakukan untuk SDG Hewan yang:– sebaran asli geografisnya lebih dari 1 (satu) provinsi; – status populasinya tidak aman; – rasio populasi jantan dan betina tidak seimbang;
dan/atau– habitatnya spesifik.
DITJEN PKH
Pasal 5 ... lanjutan
Pengaturan SDG Hewan meliputi:– pengelolaan SDG Hewan;– perlindungan kearifan lokal dan
pengetahuan tradisional;– tata cara kerjasama;– pemantauan dan pengawasan; – pendanaan untuk pengelolaan SDG Hewan;
dan– perjanjian pemanfaatan SDG Hewan yang
bersifat internasional.
DITJEN PKH
DITJEN PKH
Pasal 6: Pemda provinsi melakukan pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi SDG Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1 provinsi.
Pasal 7: Pemda kab/kota melakukan pengaturan, inventarisasi, dan dokumentasi SDG Hewan yang sebaran asli geografisnya dalam 1 kab/kota.
Pasal 8Pengaturan SDG Hewan oleh pemda meliputi:
pelaksanaan pengelolaan; pemantauan dan pengawasan; dan pendanaan untuk pengelolaan.
DITJEN PKH
Pasal 9
Inventarisasi dan dokumentasi SDG Hewan dilakukan atas kekayaan keanekaragaman SDG Hewan dan pengetahuan tradisional serta kearifan lokal.
1) Pengelolaan SDG Hewan dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan dan pelestarian.
2) SDG Hewan dapat berasal dari hewan peliharaan dan satwa liar.
3) Satwa liar terdiri atas satwa liar yang dilindungi dan satwa liar yang tidak dilindungi.
4) Menteri menetapkan jenis satwa liar tidak dilindungi yang dilarang untuk dimanfaatkan.
Pasal 10
Pemanfaatan dan pelestarian SDG Hewan yang berasal dari satwa liar yang dilindungi dan tidak dilindungi
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Pasal 11
a. Pengelolaan SDG Hewan dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
b. Pengelolaan SDG Hewan juga dapat dilakukan oleh masyarakat, badan usaha, atau lembaga internasional melalui kerjasama dengan Pemerintah atau badan usaha Indonesia setelah memperoleh izin dari Pemerintah.
Pasal 12
Pengelolaan SDG Hewan berdasarkan kerja sama dilakukan di DN.
Dapat dilakukan di luar negeri apabila:• belum dapat dilakukan di DN;• untuk mempercepat proses; dan/atau• sesuai dengan perjanjian internasional.
Pengelolaan SDG Hewan di luar negeri dilakukan melalui perjanjian kerja sama pengelolaan SDG Hewan.
Pasal 13
Pemanfaatan SDG Hewan dilakukan melalui kegiatan:a. pembudidayaan; dan b. pemuliaan.
Pembudidayaan dan pemuliaan harus mengacu pada kesejahteraan hewan.
Pasal 14
Pembudidayaan dan pemuliaan harus mengoptimalkan kehati dan SDG asli Indonesia.
Pemerintah, melindungi usaha pembudidayaan dan pemuliaan.
Pemerintah, melakukan pembinaan dan pengawasan.
Ketentuan lebih lanjut diatur Peraturan Menteri.
Pasal 15
Pembudidayaan menggunakan hewan peliharaan dan/atau satwa liar yang tidak dilindungi asli, hewan lokal, dan hewan introduksi.
Pembudidayaaan meliputi pemeliharaan dan pengembangbiakkan.
Dalam hal satwa liar yang tidak dilindungi akan dibudidayakan, wajib melalui tahapan eksplorasi, domestikasi, dan penangkaran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 16
Menteri menetapkan sistem budi daya. Pemda provinsi menetapkan wilayah
budidaya dan pengembangan. Pemerintah daerah kabupaten/kota:
a.menetapkan wilayah budidaya dan pengembangan;
b.mempertahankan keberadaan dan kemanfaatan lahan; dan
c.mengembangkan SDG Hewan.
Pasal 17
Usaha pembudidayaan SDG dilakukan oleh masyarakat dan badan usaha.
Dalam hal usaha yang dilakukan oleh masyarakat belum berkembang Pemerintah melakukan usaha pembudidayaan SDG Hewan asli dan Hewan lokal.
Pasal 18
Pemerintah melakukan penjaringan terhadap hewan ruminansia betina produktif yang berpotensi menjadi bibit ditampung pada UPTD atau langsung didistribusikan kepada masyarakat.
Kegiatan penjaringan, penampungan, dan pendistribusian dibiayai dari APBN/APBD
Pasal 19
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan budidaya yang
berpotensi menguras atau mengancam kepunahan SDG
Hewan asli dan lokal.
Pasal 20
a. Pemuliaan memproduksi benih atau bibit dilakukan terhadap SDG Hewan asli, lokal, dan introduksi.
b. Pemuliaan SDG Hewan asli dan lokal harus menjaga kelestariannya.
c. Pemuliaan terhadap SDG Hewan introduksi harus mencegah kemungkinan berkembangnya penyakit eksotik atau berkembangnya IAS.
Pasal 21
Pemuliaan harus memenuhi persyaratan: a.keamanan hayati;b.kesehatan hewan;c.bioetika hewan; dand.tata cara pemuliaan yang baik.
Pasal 22
Pemuliaan dapat dilakukan dengan cara seleksi, persilangan, dan rekayasa genetik harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan secara preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam hal cara rekayasa genetik juga harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan hayati.
Pasal 23
Pemuliaan SDG Hewan asli/lokal dengan cara persilangan yang menggunakan ternak introduksi harus mempertahankan gen tetuanya.
Dalam hal SDG tsb status populasinya tidak aman, penyelenggaraan pemuliaannya harus memperoleh izin dari Menteri.
Pasal 24
Pemuliaan dapat dilakukan oleh Pemerintah, PT, lembaga penelitian, dlsb.
Pemuliaan untuk daya tahan thd penyakit zoonosis perlu lab khusus.
Pasal 26
Pemerintah harus melakukan pemuliaan SDG Hewan asli atau lokal yang:
a. status populasinya tidak aman;b. nilai ekonominya rendah;c. nilai sosial budayanya tinggi; dan/ataud. keragaman genetiknya tinggi.
Status populasi tidak aman ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 27
PELESTARIAN SDG HEWAN
Pasal 28SDG Hewan asli & lokal harus dilestarikan Apabila terjadi bencana Pemerintah &
Pemda melakukan upaya penyelamatan
Apabila terjadi wabah penyakit Pemerintah & Pemda mencegah agar tdk punah
Pasal 29Pelestarian melalui: eksplorasi –
konservasi – penetapan kawasan pelestarian
EKSPLORASIPasal 30
Eksplorasi dilakukan oleh: Pemerintah, Pemda, Lemlit/dik, WNI, LSM, BU-I, Lemlit/dik Asing, BU-Asing, & WNA
Harus mendapat izin Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota
Untuk “ASING” juga harus mendapat izin menteri “Ristek” harus bekerjasam dengan Lemlit DN.
Pasal 31
Permohonan izin dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan memperoleh PADIA berlaku 1 tahun & diperpajang 6 bulan.Pasal 32 dan 33
Diatur dengan PERMEN
Wajib menjaga kelestarian, menyimpan SDG dengan baik & memperhatikan keberadaan kearifan lokal
KONSERVASIPasal 34
Konservasi dilakukan oleh Pmerintah & Pemda juga dapat dilakukan masyarakat & badan usaha melalui kegiatan konservasi in-situ, lekat lahan & ex-situ
Pasal 35
Perlu diketahui status populasinya apabila “ ke arah kritis” Pemerintah & Pemda melakukan peringatan dini & tanggap darurat “kritis” dilakuka konservasi in-situ & ex-situ PERMEN
PENETAPAN KAWASAN PELESTARIAN
Pasal 36
Untuk pelestarian in-situ Pemerintah atau Pemda menetapkan kawasan pelestarian sesuai rencana tata ruang wilayah
Selanjutnya akan diatur dengan PERMEN
PERBIBITAN TERNAK
Kebijakan perbibitan nasional ditetapkan PEMERINTAH meliputi: penyediaan benih/bibit; peredaran; pengawasan & kelembagaan perbibitan untuk ternak asli, lokal & introduksi.
Penyediaan benih/bibit tanggung jawab PEMERINTAH dari DN/LN.
Dari DN produksi; penetapan wilayah sumber bibit; penetapan & pelepasan rumpun/galur.
Pemasukan benih/bibit meningkatkan mutu; mengembangkan iptek, bila kurang; & litbang.
Pasal 37-40
BB-Biogen, Badan Litbang Pertanian
DEPARTEMEN PERTANIAN2 0 0 8
Produksi benih/bibit dapat dilakukan “siapa saja” berasal dari rumpun/galur asli, lokal & introduksi.
PEMERINTAH harus memproduksi benih/bibit “rumpun/galur asli/lokal” bila belum ada yg menyediakan dpt mengikut sertakan masyarakat.
PEMERINTAH melakukan pembinaan Pedoman Menteri ttg pembenihan/pembibitan; promosi & kemudahan.
Perlu izin & diatur dengan PERMEN.
Pasal 41-44
Wilayah sumber bibit ditetapkan Menteri pada kawasan yang layak & tepat dalam satu kabupaten, beberapa kabupaten, atau seluruh propinsi.
Penetapan tsb didasarkan pada usulan bupati atau gubernur Menteri melakukan penilaian
WILAYAH SUMBER BIBIT
Pasal 45-46
Penetapan dan Pelepasan Rumpun & Galur
Gubernur/Bupati mengusulkan kepada Menteri untuk memperoleh penetapan rumpun atau galur ternak, sesuai kewenangannya; dilengkapi dokumen mengenai asal-usulnya, sebaran asli geografis, karakteristik, & informasi genetiknya.
Menteri melakukan penilaian terhadap dokumen yang dilakukan oleh tim penilai.
Ketentuan lebih lanjut Peraturan Menteri.
Rumpun atau galur ternak yang dihasilkan melalui kegiatan pemuliaan dapat dilakukan pelepasan hanya dapat dilakukan terhadap rumpun atau galur ternak yang memenuhi syarat BUSS serta diberi nama.
Pasal 47-50
Pelepasan rumpun/galur dilakukan setelah adanya Keputusan Menteri dilakukan berdasarkan permohonan dari pemohon yang menghasilkan rumpun/ galur baru disertai dengan dokumen lengkap.
Menteri melakukan penilaian dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 51-53
Peredaran Benih dan Bibit Ternak
Setiap benih/bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat layak yg dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih/bibit.
Bila lembaga sertifikasi yang terakreditasi belum ada, Menteri menunjuk lembaga yang kompeten harus didasarkan pada kompetensi SDM, peralatan, dan penguasaan IPTEK.
Pasal 54-56
Sertifikat layak benih/bibit diberikan untuk benih/bibit yang memenuhi standar (SNI) Apabila standar belum ditetapkan, Menteri menetapkan persyaratan teknis minimal.
Pengedaran benih atau bibit yang tidak menyertakan sertifikat layak benih atau bibit, serta keterangan pemenuhan persyaratan teknis minimal benih atau bibit dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara dari kegiatan produksi dan/atau peredaran; atau pencabutan izin usaha.
Pasal 57-58
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
Pengawasan Benih dan Bibit Ternak
Menteri, gubernur, bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran benih/bibit. pelaksanaannya dilakukan oleh Pengawas Bibit Ternak.
Pengawasan meliputi jenis dan rumpun, jumlah, mutu, serta cara memproduksi benih dan bibit.
Pengawasan terhadap peredaran benih/bibit meliputi pemeriksaan dokumen, alat angkut, tempat penyimpanan, dan/atau pengemasan.
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 59
Kelembagaan Perbibitan
PEMERINTAH memfasilitasi peternak, perusahaan peternakan, dan masyarakat untuk membentuk lembaga pembenihan dan/atau pembibitan bila belum ada PEMERINTAH membentuk lembaga tsb.
Kegiatan lembaga pembenihan dan/atau pembibitan saling bersinergi dalam rangka menghasilkan benih atau bibit.
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 60-62
PEMASUKAN &
PENGELUARAN
Pemasukan SDG Hewan
Pemasukan SDG Hewan introduksi harus memperoleh izin dari Menteri.
Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin pemasukan diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 63
Pengeluaran SDG Hewan
Pengeluaran SDG Hewan harus mendapat izin dari Menteri.
Dalam hal SDG Hewan berupa satwa liar, izin pengeluaran diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 64
Perjanjian Pemasukan dan Pengeluaran SDG Hewan
Pemasukan dan pengeluaran SDG Hewan dilakukan melalui
perjanjian alih SDG Hewan dilakukan antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing atau lembaga internasional yg memenuhi persyaratan.
Rancangan perjanjian alih SDG Hewan disiapkan oleh pemerintah negara asing atau lembaga internasional diajukan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan; setelah dilakukan evaluasi oleh Komisi SDG.
Menteri menolak atau menyetujui rancangan perjanjian alih SDG disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada pemerintah negara asing atau lembaga internasional.
Pasal 65-68
Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Bibit Ternak
Pasal 69-71
Pemasukan benih/bibit dari LN wajib memenuhi: persyaratan mutu; keswan; pewilayahan bibit; dan karantina & wajib memperoleh izin dari menteri perdagangan setelah memperoleh rekomendasi dari Menteri.
Pemasukan rumpun/galur baru, rekomendasi diberikan setelah mendapatkan saran dan pertimbangan komisi bibit ternak; dan sebelum diedarkan harus terlebih dahulu dilakukan pelepasan.
Pengeluaran benih/bibit dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan mempertimbangkan kepentingan nasional.
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
SISTEM DOKUMENTASI DAN JARINGAN INFORMASI SDG DAN PERBIBITAN
Menteri menyelenggarakan sistem dokumentasi dan jaringan informasi untuk kepentingan pemanfaatan dan pelestarian SDG Hewan dan perbibitan ternak.
Dapat diselenggarakan bersama menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non kementerian terkait, serta gubernur, dan bupati/walikota.
Sistem dokumentasi dan jaringan informasi harus dapat diakses oleh masyarakat.
Pasal 72