PP finishing 3.docx

download PP finishing 3.docx

of 42

Transcript of PP finishing 3.docx

Templat tugas akhir S1

32

31

TUGAS PERANCANGAN PABRIKNANOKURKUMINOID DARI EKSTRAK TEMULAWAK

Oleh :

Kelompok 15

Amilya RomdhaniF34100039Feriska Dewita SariF34100074Rayza PranadipaF34100076Fatimah JumiatiF34100111Nadhira Afina PutriF34100112Djalal RomansyahF34100113

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013

RINGKASANKurkumin merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak diteliti. Hingga kini, penelitian mengenai pemanfaatan senyawa ini sebagai bahan baku pembuatan obat telah banyak dilakukan. Oleh karena sifat kelarutannya dalam darah yang rendah dan bioavailibilitasnya yang rendah, maka perlu dilakukan suatu cara agar kurkumin ini dapat larut dan diserap dengan baik oleh tubuh dan dapat bertahan lama pada tubuh. Salah satu alternatif pengembangan yang sedang dilakukan saat ini adalah membuatnya menjadi senyawa berukuran nano, atau disebut dengan nano partikel kurkuminoid. Bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas obat, karena ukuran partikel sangat berpengaruh dalam proses kelarutan, absorbsi, dan distribusi obat. Dalam membuat nanokurkuminoid dilakukan dua langkah proses. Langkah pertama adalah proses mengambil ekstrak kurkumin dari temulawak. Proses pengambilan ekstrak temulawak dilakukan dengan ekstraksi metode maserasi dengan pelarut etanol. Langkah kedua adalah proses pembuatan nanokurkuminoid yang dipilih dari lima alternatif proses. Kelima alternatif proses ini adalah nanoemulsi dengan high speed homogenization, nano emulsi dengan high pressure homogenization, metode gelas ionik, metode ultrasonikasi satu kali dan metode ultrasonikasi dua kali. Berdasarkan perbandingan dari kelima alternatif tersebut dipilih alternatif 1 yaitu pembuatan nanoemulsi metode high speed homogenization. Metode ini dipilih karena kestabilan nanoemulsi yang dihasilkan sangat baik dengan waktu proses yang lebih pendek. Selain itu rendemen yang dihasilkan juga cukup tinggi.Ekstraksi serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode maserasi dengan bantuan pengadukan pada kecepatan tetap selama 4 jam. Pengadukan berfungsi meningkatkan efektifitas ekstraksi. Pelarut yang digunakan untuk maserasi ini adalah etanol 70%. Etanol 70% bersifat semipolar sehingga mampu mengekstrak senyawa aktif. Menurut Harborne (1987), etanol merupakan pelarut yang baik untuk mengekstrak flavonoid. Etanol juga memiliki titik didih yang relatif rendah yaitu 780C dan mudah menguap, sehingga memperkecil jumlah yang terbawa dalam ekstrak. rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi temulawak dengan metode ini adalah 23,19 %.Salah satu perkembangan teknologi nano adalah nanoemulsi. Nanokurkuminoid yang dihasilkan adalah jenis nanoemulsi. Metode yang digunakan adalah metode homogenisasi kecepatan tinggi. Pada proses ini, emulsi dihomogenkan menggunakan homogenizer virtis dengan kecepatan tinggi yaitu 12,879 G atau 24.000 rpm selama 40 menit. Nanoemulsi yang dihasilkan pada metode ini adalah fasa minyak dalam air, dimana fasa minyak sebagai fasa dalam dan fasa air sebagai fasa luar. Konsentrasi fasa minyaknya adalah 30%. Pada metode ini, tween 80 dipilih sebagai emulsifier karena penggunaanya sudah secara luas sebagai bahan pengemulsi dalam pembuatan emulsi minyak dan juga mempengaruhi proses solubilisasi. Semakin cepat dan lama putaran menghasilkan ukuran nanoemulsi paling kecil. Hal ini disebabkan karena adanya tumbukan antar molekul, semakin cepat dan lama putaran akan memperbesar intensitas bersentuhan antar molekul sehingga menghasilkan ukuran nanoemulsi yang kecil. Ukuran partikel yang didapatkan dengan metode ini adalah 74 nm.

DAFTAR ISI

RINGKASANiDAFTAR ISIiPENDAHULUAN1Latar Belakang1Tujuan2ANALISIS TEKNIS2Diagram Alir Proses2Ekstraksi Temulawak2Pembuatan Nanokurkuminoid4Pemilihan Alternatif Proses14Deskripsi Proses15Proses Pembuatan Ekstrak Temulawak15Proses Pembuatan Nanokurkuminoid15NERACA MASSA DAN NERACA ENERGI19Neraca Massa19Neraca Energi23Utilitas24Listrik24Air25Compressed Air (Udara Bertekanan)25Steam (Uap Panas)26ALAT DAN BAHAN26Peralatan26Spesifikasi Alat26Bahan32DAFTAR PUSTAKA32

ii

i

PENDAHULUANLatar BelakangKurkumin adalah senyawa polipenol yang merupakan senyawa aktif yang diekstrak dari tanaman Curcuma longa L. Namun berdasarkan penelitian terbaru, kurkumin juga dapat diisolasi dari Curcuma zedoaria dan Curcuma Aromatica. Kurkumin memiliki struktur kimia (1,7-bis (4- hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-dione) dan bersifat tidak larut air. Kurkumin sangat banyak digunakan pada obat tradisional cina dan di industri pangan (Ammon dan Wahl, 1991). Kurkumin merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak diteliti. Hingga kini, penelitian mengenai pemanfaatan senyawa ini sebagai bahan baku pembuatan obat telah banyak dilakukan. kurkumin menunjukkan beberapa jenis aktivitas biologis dan farmakologis yang menguntungkan seperti antioksidan (anti radikal bebas), anti inflamasi (anti radang), anti kolesterol, dan anti kanker. Selain itu, kurkumin juga telah menunjukkan aktivitas yang berpotensi untuk memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer dengan mengurangi amyloid B (Garcia-Alloza et al, 2007) dengan menunda serangan dari asam kainik yang diinduksi secara paksa (Sumanont et al, 2007). Selain itu juga dapat mengahalangi pembentukan tumor otak ( Purkayastha et al, 2009). Aktivitas kurkumin sebagai anti kanker terus dikembangkan, karena kurkumin memiliki beberapa kelemahan, seperti kelarutan dalam air yang rendah, bioavailibilitas (ketersediaan dalam darah) yang rendah, serta tidak dapat terdeteksi oleh darah jika digunakan secara per oral (dikonsumsi melalui mulut). Padahal, kurkumin sangat berpotensi sebagai anti kanker. Hal itu dibuktikan melalui sebuah penelitian yang menyatakan bahwa kurkumin mampu memicu program kematian sel kanker.Oleh karena sifat kelarutannya dalam darah yang rendah dan bioavailibilitasnya yang rendah, maka perlu dilakukan suatu cara agar kurkumin ini dapat larut dan diserap dengan baik oleh tubuh dan dapat bertahan lama pada tubuh. Salah satu alternatif pengembangan yang sedang dilakukan saat ini adalah membuatnya menjadi senyawa berukuran nano, atau disebut dengan nano partikel kurkuminoid. Penelitian yang dilakukan oleh Anand et al (2007) menunjukkan bahwa poliester nano partikel berbasis sistem pengantaran bersifat menguntungkan bagi senyawa hidrofobik dan meningkatkan bioavailabilitas dari perantara (agents) yang bersifat sangat susah larut di air. Hal ini sangat sesuai dengan kelemahan dari senyawa kurkumin, yang dapat diatasi dengan melakukan hal yang sama pada senyawa tersebut dengan membuatnya menjadi memiliki ukuran nanopartikel dengan metode nanopartikel. Metode nanopartikel merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kelarutan suatu obat. Ukuran nanopartikel memiliki kelarutan yang sangat baik, dan lebih mudah menembus sel karena ukurannya sangat kecil. Karena alasan-alasan tersebut, ingin dilakukan analisis dari sisi teknis dan kelayakan usaha produk nano kurkuminoid dari ekstrak Curcuma xanthoriza (temulawak). Analisis teknis yang dilakukan meliputi pemilihan alternatif proses yang baik dan menguntungkan untuk produksi nano kurkumin, penghitungan neraca massa dan energi, analisis biaya meliputi biaya mesin, biaya bahan baku, biaya produksi, dan analisis kelayakan.

TujuanTujuan dari pelaksanaan projek ini adalah untuk menganalisis pengembangan produk nanokurkuminoid dari ekstrak temulawak berdasarkan analisis dari sisi teknis dan sisi ekonomis.

ANALISIS TEKNISDiagram Alir ProsesDalam membuat nanokurkuminoid dilakukan dua langkah proses. Langkah pertama adalah proses mengambil ekstrak kurkumin dari temulawak. Proses pengambilan ekstrak temulawak dilakukan dengan ekstraksi metode maserasi dengan pelarut etanol. Langkah kedua adalah proses pembuatan nanokurkuminoid yang dipilih dari lima alternatif proses. Berikut adalah beberapa diagram alir proses pembuatan nanokurkuminoid.

Ekstraksi TemulawakEkstraksi adalah proses penarikan komponen aktif dari suatu campuran padatan dan/atau cairan dengan enggunakan pelarut tertentu. Proses ini dilakukan untuk melkukan pengolahan terhadap tanaman obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian komponen kimia yang terdapat dalam tanaman (Mandal et al, 2007). Bombardelli (1991) menyatakan bahwa ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat.Menurut Purseglove et al. (1981), ekstraksi rimpang temulawak untuk memperoleh oleoresin dapat dilakukan menggunakan pelarut polar. Somaatmadja (1981) menyatakan bahwa etilena diklorida merupakan pelarut yang paling banyak digunakan, tetapi etanol merupakan pelarut paling aman karena tidak beracun. Etanol dapat mengekstraksi oleoresin lebih banyak dibandingkan dengan pelarut organik lainnya, seperti aseton dan heksana.Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi dilakukan bergantung pada sifat senyawa dalam bahan yang akan diekstraksi. Perlakuan pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan pengeringan bahan baku sampai kadar air tertentu danpenggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi dengan memperbesar kontak antara bahan dan pelarut. (Horbone, 1987).Menurut List (1989), perendaman suatu bahan dapat menaikkan permeabilitas dinding sel melalui tiga tahapan: (1) masuknya pelarut ke dalam dinding sel tanaman dan membengkakkan sel; (2) senyawa yang terdapat pada dinding sel tanaman akan lepas dan masuk ke dalam pelarut; (3) difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman. Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya lamanya ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1996).Proses ektraksi temulawak dilakukan berdasarkan penelitian Basalmah (2006). Penelitian dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan diantaranya rimpang temulawak dan etanol 70 %. Rimpang temulawak dicuci dan ditiriskan, lalu diiris setebal 6-7 mm. Hasil irisan rimpang kemudian dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%. Setelah kering, simplisia yang diperoleh digiling dan diayak hingga dihasilkan serbuk temulawak berukuran 40 mesh. Selanjutnya serbuk temulawak dilakukan perendaman dengann etanol 70 % selama 4 jam dan dipanaskan sampai suhu 55 oC. Stelah itu ekstak temulawak dilakukan proses peyaringan . Filtrat yang dihasilkan dilakukan pemekatan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 40 oC sampai tidak ada distilat yang menetes.

Gambar 1. Diagram alir ekstraksi temulawak

Ekstraksi serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode refluks dengan bantuan pengadukan pada kecepatan tetap. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan pengaduk, kondensor, dan pengatur suhu pada kondisi tertutup. Perancangan alat ekstraksi didasarkan pada efektifitas ekstraksi. Etanol merupakan pelarut yang volatil, sehingga tidak memungkinkan ekstraksi dilakukan dalam keadaan terbuka karena akan mengakibatkan kehilangan pelarut dalam jumlah yang cukup banyak. Kondensor berfungsi menghindari terjadinya penguapan pelarut. Pengadukan berfungsi meningkatkan efektifitas ekstraksi. Penggunaan etanol sebagai pelarut disebabkan karena beberapa hal di antaranya kepolaran, toksisitas, dan penelitianpenelitian sebelumnya.Kurkuminoid merupakan senyawa yang bersifat polar, kepolarannya disebabkan oleh gugus OH yang terdapat pada struktur kurkuminoid. Kurkuminoid larut dalam pelarutpelarut mempunyai kepolaran yang hampir sama. Etanol memliki kepolaran mirip dengan kurkuminoid sehingga cocok digunakan untuk mengekstrak kurkuminoid. Hasil penelitian Sidik (1985) sebelumnya memperlihatkan kadar kurkuminoid terbesar yang terekstrak terdapat dalam pelarut aseton dan etanol.Pada umumnya ekstraksi menggunakan refluks tidak membutuhkan waktu yang cukup lama agar diperoleh hasil yang maksimal karena pelarut langsung bersatu dengan ekstrak. Adanya pengadukan dapat mempercepat ekstraksi sehingga refluks dengan pengadukan diperkirakan dapat maksimal dalam waktu yang lebih cepat. Metode refluks pada umumnya dilakukan pada suhu tinggi tanpa perlakuan pengadukan. Pemilihan suhu 55 C didasarkan pada pertimbangan bahwa etanol memiliki titik didih sekitar 78 C dan bersifat volatil meskipun pada suhu ruang sehingga perlakuan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penguapan pelarut yang lebih besar dan dapat merusak senyawa yang tidak tahan panas.

Pembuatan NanokurkuminoidNanomaterial adalah suatu materi yang memiliki sifat yang khas dan banyak diminati karena memiliki ukuran sangat kecil (10-9 m), sehingga luas permukaannya sangat tinggi. Di samping itu, dengan ukuran yang sangat halus, sifat-sifat khas unsur tersebut akan muncul dan dapat direkayasa misalnya sifat kemagnetan, optik, kelistrikan, termal, dan lain-lain. Pemanfaatannya pun telah merambah di berbagai bidang kehidupan manusia seperti kesehatan, elektronik, otomotif, industri peralatan rumah tangga, energi, dan lain-lain (Arryanto et al, 2007). Nanoteknologi adalah teknologi untuk menciptakan, merekayasa dan mengubah material ataupun struktur fungsional ke dalam ukuran nanometer. Perbedaan nanopartikel dengan material sejenis yang lebih besar adalah ukurannya yang kecil sehingga memiliki perbandingan luas permukaan dan volume yang lebih besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain. Selain itu, hukum fisika yang berlaku didominasi hukum fisika kuantum (Rahman, 2008)Sifat dan karakteristik yang meliputi sifat fisis, kimiawi maupun biologi dari partikel berukuran nano tidak sama dengan sifat dan karakteristik partikel dalam ukuran normal. Fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel akan berimbas pada perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik dan magnetisasi. Perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Penyusunan ulang atom-atom dalam nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi tumpukan atom, sehingga ketepatannya semakin baik dan biaya produksi semakin murah. Satu aspek lain yang menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk menduplikasi diri secara otomatis. Konsep ini memiliki kesamaan dengan kemampuan reproduksi mahluk hidup. Sel-sel dalam tubuh kita memiliki kemampuan memperbanyak diri sehingga sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat (Nikmatin, 2012).Pada kegiatan ini diberikan beberapa alternatif proses dari pembuatan nanokurkuminoid. Alternatif proses yang diberikan diantaranya metode nanopartikel high speed homogenization (HSH), high pressure homogenization (HPH), gelas ionik, metode ultrasonikasi satu tahap dan ultrasonikasi dua tahap.

1. Metode High Speed Homogenization (HSH)Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat homogenizer dengan kecepatan putaran mencapai 24.000 rpm. Metode ini merupakan perpaduan antara penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini (2011) dalam pembuatan nanopropolis dari Trigana spp dengan penelitian Mc Clement (2012). Prinsip pembuatan nanokurkuminoid dengan metode ini adalh dengan membentuk ananoemulsi pada ekstrak temulawak menggunakan system pencampuran pada kecepatan yang tinggi.Pmbuatan nanoemulsi dengan menggunakan bahan dasar temulawak dilakukan penambahan bahan lainnya yang berfungsi sebagai emulsifier agar tercipta suatu emulsi yang baik. Proses pengadukan dengan kecepatan tinggi digunakan untuk menghasilkan nanoemulsi yang homogen. Emulsi yang akan dihasilkan antara bahan ekstrak temulawak dan bahan lainnya adalah tipe emulsi o/w atau oil-inwater, dimana fasa minyak berperan sebagai fasa dalam dan fasa air sebagai fasa luar. Emulsifier yang digunakan pada proses ini adalah Tween 80, bahan ini digunakan karena Tween 80 telah banyak digunakan secara luas sebagai bahan pengemulsi dalam pembuatan emulsi minyak dan juga mempengaruhi proses solubilisasi. Diagram alir pembuatan nanoemulsi kurkuminoid dari ekstrak temulawak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir nanoemulsi high speed homogenizationBerdasarkan alur proses yang dihasilkan diketahui bahwa pencampuran antara dua fasa yakni fasa minyak sebanyak 30 % di dalam fasa air dengan kecepatan pengadukan 24.000 rpm selama 40 menit mampu dihasilkan produk berupa cairan emulsi dengan ukuran partikel sebesar 74 nm. Ukuran partikel yang semakin kecil menandakan emulsi yang smakin stabil. Kecepatan pengadukan yang sangat tinggi menghasilkan tetesan-tetesan partikel yang sangat kecil, begitu pulas sebaliknya. Sutriyo et al (2004) menyatakan kesempurnaan penyalutan dipengaruhi oleh kecepatan dan lama pengadukan. Pada metode ini digunakan bahan-bahan seperti ekstrak temulawak, larutan buffer sodium dihidrogenpospat, etanol 98%, Tween 80, dan maltodekstrin.

2. Metode High Pressure Homogenization (HPH)High Pressure Homogenization (HPH) merupakan salah satu metode pembentukan nanoemulsi dengan menerapkan sistem injeksi menggunakan tekanan tinggi. HPH banyak digunakan pada industri makanan karena cukup mudah (scalable) untuk tingkat produksi besar. Namun untuk menciptakan produk dengan ukuran mikro atau nano dibutuhkan alat microfluidizer yang merupakan perangkat homogenisasi mikro. Namun alat ini masih sulit dikembangkan untuk skala industri, terkendala dengan harganya yang sangat mahal. Perangkat HPH beroperasi dengan tekanan maksimum sebesar 150 MPa. Tekanan ini dicapai dengan adanya dorongan dari pompa piston. Pada proses HPH emulsi kasar dilewatkan melalui pompa piston bertekanan dengan ketinggian katup yang disesuaikan.Skema proses dalam metode high pressure homogenizer pembuatan nanoemulsi ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Skema proses HPH

Nanoemulsi merupakan dispersi koloidal sesuai untuk enkapsulasi dan penghantaran senyawa lipofilik dalam industri. Kurkumin yang merupakan ekstrak temulawak termasuk ke dalam golongan senyawa lipofilik (lebih mudah larut dalam minyak dan lemak). Nanoemulis mempunyai kelemahan yakni tidak stabil secara thermodinamika. Emulsi akan pecah selama masa penyimpanan. Pengemulisian dibantu dengan emulsifier berupa surfaktan dengan jenis Tween 80 dan Tween 20. Surfaktan Tween 80 dan Tween 20 merupakan jenis surfaktan non ionik dengan HLB 8-16 dan memiliki fungsi menstabilkan sistem emulsi minyak dalam air. Ekstrak kurkumin akan dilarutkan dalam minyak sawit merah yang kemudian didispersikan ke dalam aquadest sebagai fasa kontinyu.Pembuatan nanoemulsi curcumin ini menggunakan emulsifikasi high energy dengan High Pressure Homogenizer. Kondisi operasi emulsifikasi ini pada tekanan 1500 psi sebanyak 7 siklus. Sebelum diinjeksikan pada alat HPH, ekstrak kurkumin dan minyak diemulsikan terlebih dahulu dengan alat ultra turrax selama 5 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Digram alir metode HPH dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Metode high pressure homogenizer nanoemulsi kurkuminProses nanoemulsifikasi ini menghasilkan rendemen kurkumin terbesar yakni 5,94% dengan produk akhir berupa serbuk. Jumlah ekstrak kurkumin ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan emulsi. Selain itu, jumlah ekstrak kurkumin juga berpengaruh terhadap ukuran diameter droplet emulsi. Ukuran diameter terkecil adalah 74,7 nm. Nilai indeks polidispersitas (PDI) memberikan informasi mengenai kestabilan emusi. Nilai PDI yang diperoleh adalah 0,272 PDI, hal tersebut menunjukkan distribusi ukuran partikel yang relatif sempit. Menurut Ahmed et.al (2012), nanoemulsi dikatakan terbentuk jika ukuran diameter partikel < 200 nm dengan nilai PDI 0,2