Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

21
Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950 Agustus 2016 Coresponding Author: [email protected] 111 Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Potencial of Ethnobotanical Studies in Central Sulawesi Indonesia) Ramadhanil Pitopang 1) dan Pandji Anom Ramawangsa 2) 1)Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako, Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi Tengah 2)Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah . Kampus Bumi Tadulako Tondo, Jl. Trans Sulawesi km 9 Palu ABSTRACT Central Sulawesi is one of the provinces in Indonesia which is located in the "heart" of Wallacea biogeography region, an area that has the potential of unique biological resources rich in endemic flora and fauna. However, this potential especially plant biodiversity has not been revealed from various aspects of knowledge, especially from the aspect of ecology, taxonomy, conservation and utilization of plants by the local for their daily need. The province is inhabited by 19 ethnic groups different in cultures, languages and traditional knowledge system. Based on number studies that have been conducted showed that each ethnic group has local knowledge systems in using plants to meet their daily i.e. for building materials, food and beverages, pharmaceuticals and cosmetics, condiments and spices, natural coloring, forage, ornamental plants, ropes, as a complement to the traditional rituals, hunting, agriculture, household utensils and other necessities. This paper discusses the potential of plant biodiversity and ethnobotany research in Central Sulawesi Keywords: Potencial, Ethnobotanical studies, Central Sulawesi. ABSTRAK Sulawesi Tengah adalah salah satu propinsi di Indonesia yang secara biogeografi terletak di “jantung”nya Wallacea, sebuah kawasan yang memiliki potensi sumberdaya alam biologi yang unik kaya dengan flora-fauna endemik. Namun demikian potensi ini terutama keanekaragaman hayati tumbuhan belum terungkap dari berbagai aspek pengetahuan terutama dari aspek ekologi, taksonomi serta dan pemanfaatan serta upaya konservasinya. Propinsi ini dihuni oleh + 19 kelompok etnik yang berbeda budaya, bahasa serta sistem pengetahuan tradisional yang mereka miliki dalam memanfaatk sumberdaya tumbuhan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dari beberapa studi yang telah dilakukan terungkap bahwa masing-masing kelompok etnis ini memiliki sistem pengetahuan lokal dalam menggunakan tumbuhan misalnya; untuk bahan bangunan, makanan dan minuman, obat-obatan dan kosmetik, bumbu dan rempah, pewarna alami, hijauan pakan ternak, tanaman hias, tali temali, sebagai pelengkap dalam acara ritual adat, berburu, pertanian, perkakas rumah tangga serta keperluan lainnya. Tulisan ini mendiskusikan potensi keanekaragaman hayati tumbuhan serta penelitian etnobotani di provinsi Sulawesi Tengah. Kata Kunci : Potensi, etnobotani, Sulawesi Tengah.

Transcript of Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Page 1: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Coresponding Author: [email protected]

111

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia

(Potencial of Ethnobotanical Studies in Central Sulawesi Indonesia)

Ramadhanil Pitopang1) dan Pandji Anom Ramawangsa2)

1)Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako, Kampus Bumi Tadulako Palu Sulawesi

Tengah

2)Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah

. Kampus Bumi Tadulako Tondo, Jl. Trans Sulawesi km 9 Palu

ABSTRACT

Central Sulawesi is one of the provinces in Indonesia which is located in the "heart" of

Wallacea biogeography region, an area that has the potential of unique biological resources

rich in endemic flora and fauna. However, this potential especially plant biodiversity has not

been revealed from various aspects of knowledge, especially from the aspect of ecology,

taxonomy, conservation and utilization of plants by the local for their daily need. The

province is inhabited by 19 ethnic groups different in cultures, languages and traditional

knowledge system. Based on number studies that have been conducted showed that each

ethnic group has local knowledge systems in using plants to meet their daily i.e. for building

materials, food and beverages, pharmaceuticals and cosmetics, condiments and spices,

natural coloring, forage, ornamental plants, ropes, as a complement to the traditional rituals,

hunting, agriculture, household utensils and other necessities. This paper discusses the

potential of plant biodiversity and ethnobotany research in Central Sulawesi

Keywords: Potencial, Ethnobotanical studies, Central Sulawesi.

ABSTRAK

Sulawesi Tengah adalah salah satu propinsi di Indonesia yang secara biogeografi

terletak di “jantung”nya Wallacea, sebuah kawasan yang memiliki potensi sumberdaya alam

biologi yang unik kaya dengan flora-fauna endemik. Namun demikian potensi ini terutama

keanekaragaman hayati tumbuhan belum terungkap dari berbagai aspek pengetahuan

terutama dari aspek ekologi, taksonomi serta dan pemanfaatan serta upaya konservasinya.

Propinsi ini dihuni oleh + 19 kelompok etnik yang berbeda budaya, bahasa serta sistem

pengetahuan tradisional yang mereka miliki dalam memanfaatk sumberdaya tumbuhan dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Dari beberapa studi yang telah dilakukan terungkap bahwa

masing-masing kelompok etnis ini memiliki sistem pengetahuan lokal dalam menggunakan

tumbuhan misalnya; untuk bahan bangunan, makanan dan minuman, obat-obatan dan

kosmetik, bumbu dan rempah, pewarna alami, hijauan pakan ternak, tanaman hias, tali temali,

sebagai pelengkap dalam acara ritual adat, berburu, pertanian, perkakas rumah tangga serta

keperluan lainnya. Tulisan ini mendiskusikan potensi keanekaragaman hayati tumbuhan serta

penelitian etnobotani di provinsi Sulawesi Tengah.

Kata Kunci : Potensi, etnobotani, Sulawesi Tengah.

Page 2: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

112

LATAR BELAKANG

Sulawesi Tengah merupakan salah

satu propinsi di Indonesia yang terletak di

“jantung”nya pulau Sulawesi, sebuah

pulau terpenting di bioregion ”Wallacea”,

yang merupakan wilayah unik kaya dengan

flora-fauna endemik dan telah pula

diidentifikasi sebagai salah satu ”Hotspot

biodiversity” di dunia. Namun hingga saat

ini belum banyak penelitian kajian yang

mendalam terutama terhadap potensi

keanekaragaman tumbuhannya baik dari

aspek ekologi, taksonomi serta dan

pemanfaatan serta upaya konservasinya

(Ministry of State for Population and

Environmental of Republic Indonesia.

1992; Ramadanil dan Gradstein 2003;

Mittermeier et al., 1999; BAPPENAS,

2003; Pitopang dkk 2011).

Dari literatur yang tersedia

menunjukan bahwa penelitian terhadap

flora Sulawesi masih sangat kurang

dibanding dengan pulau-pulau lain di

Indonesia, hal ini ditunjukan dengan hanya

terdapat beberapa penulisan flora Sulawesi

berupa checklist dan katalog (Keßler et al.,

2002; Gradstein et al., 2005; Thomas and

Schuiteman, 2002; Whitmore dan Tantra,

1989 ; Poulsen, 2012; Pitopang dkk., 2011)

dan beberapa monograp yang terdapat

dalam series buku Flora Malesiana.

Namun demikian dalam beberapa

tahun terakhir penelitian dalam bidang

taksonomi dan ekologi dari

keanekaragaman tumbuhan Sulawesi telah

menghasilkan temuan-temuan yang

spektakular terutama di bidang taksonomi,

dimana ditemukan jenis-jenis yang

merupakan rekor baru dan jenis baru (“new

species”) yang belum pernah

dideskripsi/dipertelakan sebelumnya dari

belahan dunia manapun (Pitopang et al.,

2002, 2004, 2005 ; Pitopang, 2007a, 2007b,

2012a, 2012b ; Pitopang dan Ihsan, 2014 ;

Utami and Wiriadinata, 2002 ; Kessler et

al., 2005; Roos et al., 2004; Ramadanil,

2006; Cannon et al., 2007; Culmsee and

Pitopang, 2009; Mogea 2002, 2005;

Gradstein et al., 2007; Lee et al., 2009 ;

Cicuzza et al., 2011; Thomas et al., 2010,

Thomas et al., 2011; Poulsen, 2012), akan

tetapi penelitian dan publikasi dari

etnobotani di propinsi Sulawesi tengah

masih sangat terbatas (Pitopang et al.,

2012; Pitopang dkk., 2012a, 2012b,

Pitopang and Sarifuddin, 2012; Nurfitriyani

dkk., 2013; Sukmawati dkk, 2013;

Yuliarsih dkk., 2013; Murahmi dkk., 2016;

Tapundu dkk., 2015; Megawati dkk, 2016;

Yonathan dkk., 2016; Fathurahman et al.,

2016; Gailea et al., 2016; Arham dkk.,

2016; Purwanti dkk., 2016; Yulia dkk.,

2016; Paik et al., 2013).

Wilayah propinsi Sulawesi tengah

dihuni oleh berbagai macam etnis baik

yang bersifat migran ataupun yang

merupakan masyarakat asli (“indigenous”).

Page 3: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

113

Berdasarkan data yang ada tercatat

sebanyak 19 suku asli yang populasinya

cukup besar, diantaranya adalah suku

Kaili terutama tinggal di wilayah

kabupaten Parigi Moutong, Donggala, Sigi

dan kota Palu, Suku Kulawi di

kabupaten Sigi, Suku Lore dan Pamona di

kabupaten Poso, Suku Mori, Bungku, Tao

Taa dan Bungku di kabupaten Morowali.

Suku Saluan atau Loinang, Banggai dan

Balantak di kabupaten Banggai.Suku Bare'e

dan Tao Taaberdiam di kabupaten Touna.

Suku Buol mendiami kabupaten Buol, Suku

Tolitoli di kabupaten Tolitoli.Suku Tomini

(Lauje dan Tialo) mendiami kabupaten

Parigi Moutong dan suku Dampelas yang

banyak tersebar di wilayah pantai barat di

kabupaten Donggala.

Selain itu, di wilayah kabupaten

Tolitoli terdapat suku Dampal, suku Dondo

dan suku Pendau berdiam di kabupaten

Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi

Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang

saling berbeda antara suku yang satu

dengan yang lainnya, namun masyarakat

dapat berkomunikasi satu sama lain

menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional dan bahasa pengantar

sehari-hari (Camang, 2003).

Tulisan ini bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang potensi

keanekaragaman hayati tumbuhan,

kekayaan etnis dan budaya terutama

tentang aspek pemanfaatannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari seperti :

bahan bangunan, obat-obatan, bumbu

makanan, sistem pertanian, peralatan rumah

tangga, bahan pelengkap upacara adat,

sandang dan pangan.

SEJARAH PENELITIAN BOTANI DI

SULAWESI TENGAH

Sebagai salah satu negara yang

mendapat predikat sebagai “The top ten

megabiodiversity countries” di dunia,

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

yang sangat tinggi yang tersebar di seluruh

pulau-pulau dalam wilayah Indonesia

dalam pola biogeografi yang berbeda.

Keanekagaraman hayati ini telah lama pula

menopang kehidupan di atas planet bumi

ini, sehingga tidaklah mengherankan

apabila potensi keanekaragaman hayati

tersebut sangatlah luar biasa sekaligus

menimbulkan rasa keingintahuan para

ilmuwan terutama yang bergerak dalam

bidang taksonomi, ekologi, konservasi

keanekaragaman hayati dan etnobotani

untuk mempelajarinya sekaligus

mengembangkannya sebagai modal dasar

dalam pembangunan (BAPPENAS, 2003)

Kalau dilihat jauh ke belakang,

sejarah penelitian botani di Sulawesi

pertama sekali dilakukan oleh Dampier

tahun 1887 di pulau Buton, Sulawesi

tenggara, dilanjutkan oleh Sarasin pada

tahun 1800-an di wilayah Sulawesi tengah.

Beberapa ekspedisi botani penting juga

Page 4: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

114

telah dilakukan di Sulawesi oleh lembaga

riset dan perguruan tinggi seperti yang

dikoordinir oleh : Herbarium Bogoriense,

Kebun Raya Indonesia (Bogor, Bali, dan

Purwodadi), Royal Botanic Garden Kew,

England, Royal Botanic Garden Edinburg,

Scotland, National Herbarium of

Netherland (Yuzami et al., 2002; Keβler et

al., 2002), University of Gottingen Jerman

(Gradstein et al., 2005; Culmsee, 2010).

Universitas Tadulako yang

merupakan Perguruan Tinggi terbesar di

Propinsi Sulawesi Tengah telah pula

berpartisipasi aktif dalam melakukan

ekspedisi botani dalam wilayah Sulawesi

Tengah (Ramadanil dan Gradstein, 2003;

Pitopang et al., 2012). Sedangkan untuk

penelitian Etnobotani di wilayah Sulawesi

Tengah adalah sangat kurang sekali, namun

dalam beberapa tahun terakhir ini telah

giat dilakukan penelitian Etnobotani

(Pitopang dkk., 2012)

Hasil penelitian selanjutnya

menunjukan bahwa Sulawesi memiliki

karakteristik dan stuktur tumbuhan yang

unik dan berbeda dengan Kalimantan,

Sumatra, Jawa bahkan Filipina dimana

hutannya didominasi oleh

Dipterocarpaceae, salah satu famili

tumbuhan yang kehadirannya hampir tidak

ada di beberapa kawasan di Sulawesi

(Ramadanil, 2006). Van Balgooy et al.

(1996) melaporkan 933 tumbuhan asli dari

Sulawesi dimana 112 adalah endemik

Sulawesi. Thomas dan Schuiteman (2002)

melaporkan 817 spesies anggrek asli dari

Sulawesi dan Maluku (128 genera) 149

merupakan endemik, sedangkan untuk

palem 68% spesies dari total dan 58%

genus palem yang tumbuh di bioregion ini

adalah asli Sulawesi (Mogea, 2002).

Adalah sebuah anugrah Allah SWT,

pulau Sulawesi khususnya Sulawesi tengah

memiliki berbagai jenis tumbuhan yang

tidak terdapat di belahan bumi manapun di

dunia, misalnya; berbagai jenis rotan

(“louro” ) seperti “loure taimanu“ (

Korthalsia celebica ), “lauro batang“

(Calamus zollingerii Becc), “lauro ronti”

Calamus minahassae, yang merupakan

produk hutan non kayu. Jenis palem lain

yang memiliki perawakan yang indah dan

cantik serta memiliki potensi untuk

dikembangkan sebagai tanaman hias khas

daerah adalah pinang Gronophyllum

sarasinorum, “harao maeta “ (Pinanga

caesea),” harao mamada” (Areca vestiaria

), palem kipas Sulawesi Licuala celebica

Miq. “mpire” dan “mpora” (Caryota mytis

Lour. ) “take” (Aranga undulatifolia Becc.)

adalah spesies spesies tanaman palem

lainnya yang belum dikembangkan

potensinya (Mogea, 2002). Aren (Arenga

pinnata (Merr) Wurb), biasa disebut

“ngokonau” (bahasa Kaili Ledo) atau

“saguer” (Sulawesi Utara) adalah spesies

palem terpenting dan merupakan tumbuhan

serba guna (Saleh, 2008)

Page 5: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

115

Anggrek merupakan kelompok

tumbuhan lain dari Sulawesi tengah yang

menunggu perhatian untuk diteliti oleh para

holticulturalist dan botanist Indonesia.

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki cukup

banyak anggrek alam dengan perawakan

fisik yang indah beberapa diandarannya

merupakan spesies yang endemik, seperti

Vanda celebica, Phalaenopsis celebensis,

Coelogyne celebensis, Macodes celebica,

Glomerira celebica, Liparis celebica dan

Eulophia celebica (Ramadanil, 2006)

Produk hasil hutan baik kayu atau

non kayu telah lama dikenal dari Sulawesi

tengah. Beberapa jenis komersil, ”damar”

(Agathis celebica dan Agathis

phillipinensis), ”kao hitam” (Diospyros

celebica Bakh.), “Ntorode/”vayu”

(Pterospermum celebicum), ”kumea” serta

jenis jenis yang bersifat “fast growing

spesies” seperti Eucalyptus deglupta yang

merupakan flora khas Australia tetapi

secara alami terdapat di Sulawesi tengah

dan memiliki potensi dikembangkan pada

hutan tanaman Industri.

Sejak tahun 2002 tercatat beberapa

publikasi sangat penting dan bertaraf

international tentang flora Sulawesi, yang

ditandai dengan keterlibatan “botanist

Indonesia” khususnya dari Herbarium

Celebense (CEB), Universitas Tadulako

sebagai laboratorium yang mengkhususkan

diri dalam kajian botani sistimatik dan telah

pula terdaftar pada indek Herbarium

international dengan akronim CEB,

merupakan satu-satunya herbarium yang

telah eksis di Sulawesi yang keberadaannya

diharapkan akan menjadi salah satu

“Center” of Excellent” Universitas

Tadulako (Ramadanil dan Gradstein, 2003 ;

Pitopang et al., 2011).

PERKEMBANGAN PENELITIAN

ETNOBOTANI DI SULAWESI

TENGAH

Kelompok etnik tradisional di

Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri

budaya yang berbeda satu dengan lainnya

sehingga diduga kemungkinan besar

persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap

sumberdaya nabati di lingkungannya juga

berbeda (Tarigan, 1990). Menurut catatan

World Health Organization (WHO),

diperkirakan hampir 80% dari umat

manusia terutama di negara-negara sedang

berkembang masih menggantungkan

dirinya pada tumbuh-tumbuhan (ekstrak

dan bahan aktif biologi) sebagai bahan obat

dan memelihara kesehatannya. Berbagai

produk biosprospektif seperti obat

tradisional (herbal medicine, homeopathy,

aromatheraphy), kosmetika,

makanan/minuman tambahan (food

suplement) telah beredar di masyarakat

mulai dari pedagang kaki lima sampai di

supermarket (Heyne, 1987).

Namun pengetahuan pemanfaatan

tumbuhan secara tradisional ini belum

Page 6: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

116

tergali dan diteliti secara luas dan

maksimal, hal ini dapat dilihat dari masih

kurangnya dilakukan kajian mendalam,

dalam hal ini pemanfaatan tumbuhan. Bila

tidak didokumentasikan dengan baik maka

khazanah pengetahuan ini akan hilang

untuk selama-lamanya, mengingat

pengetahuan lokal ini umumnya tidak

tertulis, hanya diturunkan secara lisan dari

generasi ke generasi. Karena hanya

bersifat lisan, pengetahuan ini rentan,

mudah hilang atau terkadang diturunkan

dengan aturan yang tidak komplit

(Puspitawati, 2001). Selain itu, banyak

diantara tanaman yang dipergunakan untuk

keperluan tersebut menjadi kian langka

bahkan menuju kepunahan, oleh karena itu

perlunya perhatian untuk dilestarikan, agar

kebudayaan tersebut tidak hilang.

Sebagai salah satu Program studi

yang cukup baru di lingkungan Perguruan

Tinggi , Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Tadulako telah giat melakukan

penelitian yang berbasis pada

keanekaragaman hayati tumbuhan

Sulawesi, termasuk topik yang

berhubungan dengan Etnobotani. Hal ini

sangat terkait dan mendukung Pola Ilmiah

Pokok (PIP) Universitas Tadulako yang

menetapkan bidang lingkungan sebagai

pola Ilmiah pokoknya. Selain memiliki

kekayaan sumberdaya alam hayati yang

luar biasa dan sumber daya mineral,

provinsi Sulawsi Tengah juga memiliki

kekayaan budaya melalui interaksi berbagai

ragam masyarakat adat baik yang bersifat

asli ataupun pendatang yang telah berbaur

dan menyatu antara satu sama lainnya,

namun patut diakuai ketangguhan dan

kearifan beberapa masyarakat lokal dalam

pengelolaan lingkungan yang hidup di

Sulawesi Tengah telah mendapat

pengakuan secara ilmiah (Pitopang dan

Safaruddin, 2012 ; Ramadanil, 2006)

Seperti halnya masyarakat adat lain di

Nusantara, misalnya suku bangsa Melayu

Minangkabau yang mendiami pulau

Sumatra, memiliki hubungan yang erat

antara masyarakat dengan alam dan

lingkungannya yang tercermin dalam

filsafah ‘ALAM” TAKAMBANG

JADIKAN GURU”, kehidupan masyarakat

adat terutama di Sulawesi Tengah juga

memiliki hubungan yang dekat dengan

alam dan lingkungannya, hal ini tercermin

dari bukti dimana banyak dari nama

tempat/daerah terutama di Sulawesi Tengah

merupakan nama tumbuh-tumbuhan,

misalnya :desa “Taipa” (

mangga/Mangifera indica), “Talise”

(ketapang/ Terminalia cattapa), “Loru”

(Tetrameles nudiflora)’ “Nunu” ( Ficus sp),

“ Lonca” (langsat/ Lansium domesticum), “

Merawola” (Diospyros macrophylla),

“Kuluku bula” ( kelapa putih/ Cocos

nucifera) , “Donggala” (Callophyllum

inophyllum), “Sidondo” (Vitex sp),

“Siranindi” (Kalanchoe pinnata),

Page 7: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

117

“Sibalaya” (Sida rhombifolia), “Palapi”

(Herietieria sp) dan lain-lain sebagainya.

Masyarakat “Toi Toro” yang

merupakan salah satu subetnik di

kecamatan kulawi yang berbahasa “muma”

juga memiliki sistem kearifan lokal dalam

pengelolaan lingkungan yang dicerminkan

dalam falsafah “MAHINTUWU

MAMPANIMPU KATUWUA TOIBOLI

TOPEHOI” (Ramadanil, 2006). Falsafah

yang berarti “ Perlindungan terhadap

lingkungan dan kehidupan secara

bersama-sama merupakan berkat dari

Tuhan yang Maha Esa” bertujuan untuk

penguatan tradisi, hukum adat, budaya

lokal, dalam keberwujutan pengelolaan

hutan, lahan dan air yang memberikan

manfaat untuk seluruh anggota masyarakat

dan lingkungannya.

Belajar dari alam dan

lingkungannnya ini menghasilkan sebuah

sistem kearifan lokal yang telah digunakan

secara turun temurun dan merupakan

pengalaman empiris serta merupakan

informasi dasar yang sangat berharga untuk

dikembangkan dan dimanfaatkan, misalnya

rangka menemukan bahan obat baru. Suatu

hal yang sangat mungkin mengingat

kemajuan teknik biokimiawi modern yang

sangat pesat. Misalnnya, masyarakat Katu,

Napu, dan Besoa secara tradisional telah

lama menggunakan “ pepolo” (Biscofia

javanica) sebagai obat anti

Schistosomiasis. Hal ini dapat ditindak

lanjuti dengan uji biokimiawi untuk

menentukan bahan bioaktif yang dikandung

tanaman tersebut dan berkhasiat mengobati

penyakit tersebut. Berbagai spesies

tumbuhan juga berniali obat, seperti

“balaroa” (Kleinhovia hospita) sebagai obat

hepatitis, lengaru (Alstonia scholaris) obat

malaria, pakanangi (Cinnamomum

parthenoxillon) dan lain-lain

Di lokasi yang lain, masyarakat

Mori yang tinggal di desa Korawalelo

dalam kecamatan Petasia, dekat Beteleme

di kabupaten Morowali juga memiliki

kesepakatan dan tradisi lokal dalam

konservasi hutan disekitarnya. Hal ini

ditunjukan dengan memberikan

perlindungan terhadap suatu kawasan yang

merupakan sumber air bersih yang

digunakan untuk kolam renang desa

sebagai daerah tujuan wisara, serta untuk

sumber air perikanan air tawar.

Sementara itu Tao Taa Wana

misalnya yang merupakan salah satu dari

puluhan kelompok masyarakat adat yang

terdapat di Sulawesi tengah yang secara

geografi hidup dan tersebar dari bagian

timur laut Cagar Alam Morowali, bagian

barat pegunungan Batui di sekitar gunung

Tokala (Kabupaten Banggai) dan

pegunungan Balingara, Dataran bulan dan

gunung Lumut di kabupaten Tojo una-una

provinsi Sulawesi tengah, memiliki sistem

ketahanan pangan yang baik dimana

mereka telah melakukannya melalui

Page 8: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

118

persilangan varietas pada lokal secara alami

dengan cara selalu mengganti varietas lain

di tanam yang bibitnya diperoleh dari desa

lain. Bibit disimpan dan dibagi-bagi pada

orang-orang desa, penyimpanan bibit

dilakukan diberbagai desa dengan maksud

supaya jenis padi tersebut tidak mudah

hilang. Disamping itu juga dengan cara

menanam beberapa varietaas padi secara

bersamaan sehingga melalui persilangan

alami akan terbentuk varietas-varietas baru

dengan genetic yang berfariasi. Tercatat

beberapa varietas padi lokal yang selalu

dibudidayakan seperti ; “pae (padi)gondu”

(buah hitam), “pae lamboro” (kuning), “pae

moraa” (kulit padi berstrip), ”pae ranta”

(buah mudah rontok), “pae talingku (buah

berbulu), “pae bendera” (ada bendera),

“pae tobongku” ( tidak berbulu kulit

kehitaman ) dan lain lain (Camang, 2003;

Pitopang dan Safaruddin, 2012)

PEMANFAATAN TUMBUHAN

SECARA TRADISIONAL DI

SULAWESI TENGAH

a. Sebagai Bahan Makanan

Makanan adalah kebutuhan dasar

yang sangat penting bagi manusia juga bagi

masyarakat adat di Sulawesi Tengah.

Verheij and Coronel (1992) melaporkan

paling tidak sebanyak 400 jenis tumbuhan

yang buah dan kacang-kacangan yang

terdapat di Asia Tenggara dapat dimakan.

Berdasarkan habitusnya 10% merupakan

herbaceus (pisang, nenas, strawberrry) dan

90% tumbuhan berkayu (pohon kecil,

semak dan tumbuhan memanjat),

berdasarkan produknya 12% merupakan

kacang-kacangan kering dan buah

berdaging 88%, sedangkan berdasarkan

sifat keberadaan di lingkungan 45%

merupakan tanaman budidaya dan 55%

merupakan tumbuhan yang tumbuh liar di

alam. Fathurrahman et al. (2016)

melaporkan sebanyak 39 jenis tumbuhan

digunakan oleh masyarakat Kaili Inde

sebagai bahan pangan. 28 jenis diantaranya

yang digunakan adalah buahnya, 5 jenis

digunakan umbinya, 1 jenis akar , 5 jenis

daun serta 2 jenis yang digunakan adalah

rizomnya. Penggunaan tumbuhan pada

masyarakat Kaili Inde masih secara

sederhana teknik dan pengolahannya.

Makanan pokok masyarakat Kaili

Inde adalah " Pa'e" (Oryza sativa L famili

Poaceae). Tumbuhan ini sangat umum

digunakan sebagai tanaman pangan tetapi

mereka masih mengkonsumsi "Unto'ku "

(Ipomea batatas ). Buah-buahan beberapa

jenis tumbuhan dikonsumsi secara langsung

seperti "ganaga" (Artocarpus intergra ),

"sangulera " (Averrhoa carambola L ),

"lonja " ( Lansium domasticum), "lokka " (

Musa paradisiaca L ), Pasifiora foetida,

"katimu" (Cucumis sativus), "sarikaya"

(Annona squamosa L), "nangga iye"

(Annona muricata L ) , dan lain-lain.

Beberapa bagian tumbuhan bisa

Page 9: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

119

dikonsumsi oleh mereka setelah direbus

atau dikeringkan. Contohnya "ngkonau"

(Arenga pinnata Murr ), "cangkore"

(Arachys hipogea L ), "marisa" (Capsicum

annuum ) , dan "kamonji" (Arthocarpus

communis).

Daun tumbuhan harus dimasak

terlebih dahulu sebelum dimakan sebagai

sayuran bersama-sama nasi, ubi kayu atau

ubi jalar. Beberapa jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan adalah "kelor” (Moringa

oleifera ), "lenguru" (Abelmoschus

manihot), “lamtoro” (Leucaena

leucocephala), "mombei lei" (Amaranthus

hybridus ).

Masyarakat Kaili Inde juga

menggunakan pucuk dan bunga tumbuhan

sebagai sayuran, misalnya "gampaya"

(Carica papaya L ). "kasubi" (Manihot

esculenta), "untoku" (Ipomea batatas),

"rumbi" (Calocasia monlalon) yang juga

dimakan sebagai tambahan. Beberapa

tumbuhan sebagai bumbu seperti "pi'a

bulla" (Allium sativum), "pi'a lei" (Allium

ascalonicum ).

Pitopang dan Syarifuddin (2012)

melaporkan bahwa padi / “Pae” (Oryza

sativa L) juga digunakan oleh masyarakat

Tao Taa Wana yang tinggal di kawasan

Cagar Alam Morowali sebagai makanan

pokok. Selain itu juga menggunakan

“”kasubi” (Manihot esculenta) dan

“tabaro” (Metroxyllon sago) untuk

substitusi beras. Tercatat beberapa varietas

padi lokal yang masih dibudidayakan oleh

masyarakat Tao Taa Wana misalnya

“paegondu” (warna hitam), “pae lamboro”

(biji kuning), “pae moraa” (biji berstrip),

“pae ranta” (buah mudah rontok), “pae

talingku” (buah berbulu) dan tercatat

sebanyak 20 varietas padi yang masih

dibudidayakan.

Menurut Payung dkk (2016) bahwa

sebanyak 60 jenis tumbuhan telah

digunakan sebagai tanaman pangan oleh

masyarakat “Kaili Idja” di desa Bora

Kabupaten Sigi. Diantara jenis tumbuhan

yang dimanfaatkan sebagai pangan

diantaranya merupakan jenis yang umum

dikonsumsi oleh masyarakat pada

umumnya , akan tetapi terdapat beberapa

jenis yang merupakan pengetahuan yang

baru diantaranya adalah : “lauro noko”

(Daemonorop robusta), “lauro vata”

(Calamus zolligerii Becc.), “bavoa”

(Cleome chelidanii L.F/ Capparidaceae).

Sedangkan Yonathan dkk (2016) mencatat

sebanyak 55 jenis tumbuhan yang

digunakan oleh masyarakat Suku Seko di

desa Tanah Harapan Kabupaten Sigi,

diantaranya terdapat jenis tumbuhan yang

bersifat endemik Sulawesi yaitu palem

“salihoa” (Pigafeta elata Becc/Arecaceae),

dimana bagian yang dikonsumsi adalah

ujung batang yang masih muda yang

digunakan sebagai sayuran.

Zulfiani dkk. (2013) mencatat

sebanyak 110 spesies (95 marga dan 48

Page 10: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

120

suku) jenis tumbuhan yang dimanfaatkan

oleh masyarakat Kaili Tara di desa

Binangga, 44 jenis diantaranya digunakan

sebagai makanan yang penggunaannya

harus dioleh terlebih dahulu seperti “pae”

(Oryza sativa), “jole” (Zea mays), “kopi”

(Coffea canaephora), “petai cina”

(Leucaena leucocephala), “kaca/cangkore”

(Arachis hypogeal), “gampaya” (Carica

papaya), “kasubi” (Manihot esculenta),

“tomoloku” (Ipomea batatas), ”kelo”

(Moringa oleifera), ”uta safu” (Amaranthus

hybridus), ”tanggo” (Ipomea aquatica),

Paku sayur ”paku” (Diplazium esculentum),

kacang panjang (Vigna chinensis), ”punti”

(Musa paradisiaca), ”nangga” (Artocarpus

heterophyllus),”kamonji” (Artocarpus

communis), ”paria” (Momordica

charantia), ”palola” (Solanum melongena),

”taipa” (Mangifera indica) dan ”toboyo”

(Cucurbita moschata), “kaluku” (Cocos

nucifer), “ondo” (Dioscorea hispida), dan

“bete” (Colocasia giganteum), “robu”

(Schyzostachyum brachy-cladum), ”jambu”

(Psidium guajava), ”gampaya” (Carica

papaya), ”jembolan” (Syzigium cumini),

”tamadue” (Durio ziberthinus), ”jembo-

jembo” (Syzigium aquea), ”sirikaya”

(Annona squamosa , ”anasi” (Ananas

comosus), ”rambutan” (Nephelium

lappacieum), ”maku” (Syzygium

malaccense), ”katimu” (Cucumis sativus),

”manggis” (Garcinia mangostana), ”jambu

sera” (Anacardium occidentale), ”sirikaya

belanda” (Annona muricata), “kersen”

(Muntingia calabura), ”kadondong”

(Spondias dulcis), ”lonja” (Lansium

domesticum) dan ”salak” (Salacca edulis).

Pitopang dkk (2012) melaporkan

sebanyak 62 jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat suku Laudje

sebagai makanan. Bagian tumbuhan yang

banyak digunakan adalah buah, batang,

bunga, daun, biji dan umbi. Bagian

tumbuhan yang langsung dikonsumsi

sebagian besar dalam bentuk buah dan

biasanya merupakan buah yang telah

matang atau tua, misalnya ”lonsade”

(Lansium domesticum), ”moloitom”

(Nephelium lappaceum),”sensegat” (Rubus

mollucanus), ”anastata” (Amomum

cardamomum),”bua-bua” (Pasiflora

foetida), ”nangga” (Artocarpus

heterophylla), ”nangga landa” (Annona

muricata), ”niu” (Cocos nucifera), dan lain

sebagainya, namun beberapa jenis

tumbuhan lain harus direbus atau dibakar

terlebih dahulu seperti biji ”bintol”

(Artocarpus communis).

Daun biasanya dimasak dan dijadikan

sayur yang dikonsumsi bersama nasi serta

bahan makanan lain sebagai makanan

pokok seperti ubi kayu, ubi jalar, keladi dan

sagu. Jenis yang dimanfaatkan antara lain,

”ramungge” (Moringa oleifera), ”tanggo”

(Ipomea aquatica), serta “bonata”(Croton

tiglium) ”bonata”. Masyarakat suku Lauje

juga memanfaatkan tumbuhan untuk sayur

Page 11: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

121

dari bagian tunas yaitu ”tamalang”

(Schyzostacyum brachycladum). Bagian

umbi yang dijadikan sebagai pengganti

makanan pokok adalah ”kasubi” (Manihot

esculenta), ”batata” (Ipomea batatas),

”vu’ul” (Colocasia esculenta), ”tiha”

(Colocasia antiquonum), dan ”On’dot”

(Dioscorea hispida). Selain itu, masyarakat

suku Lauje juga mengkonsumsi jamur yaitu

dari jenis jamur kuping/ ”o’jop”

(Auricularia auriculiformis) dan jamur

paying/ ”tabangkang” (Pleurotus ostieatus).

b. Tumbuhan Sebagai Rempah-

rempah (“Spices and Condiments”)

Berdasarkan “International

Organization for Standaridization” (ISO)

bahwa di dalam ISO 676 didefenisikan

bahwa rempah-rempah atau bumbu adalah

produk sayur atau campurannya, tanpa

campuran bahan kimia sintetis yang

digunakan sebagai penyedap, bumbu dan

untuk meningkatkan cita rasa dan aroma

pada makanan (De Guzman and

Siemonsma, 1999). Selanjutnya

ditambahkan bahwa di dunia dilaporkan

sebanyak 400-500 jenis tumbuhan sebagai

bumbu atau rempah, sedangkan di

Indonesia paling tidak 57 jenis tumbuhan

telah digunakan sebagai penyedap

makanan. Beberapa jenis tumbuhan rempah

atau bumbu diantaranya merupakan jenis

introduksi dari luar yang dibawa melalui

proses migrasi penduduk sejak ribuan tahun

yang lalu. Dalam kurun waktu 400 tahun

terakhir telah diintroduksi kira-kira 20 jenis

tumbuhan rempah dari Amerika tropis,

Mediterania, Eropah dan Afrika, namun

demikian banyak pula bumbu tersebut

merupakan tumbuhan asli Indonesia

seperti; kayu manis (Cinnamomum

burmanii), cengkeh (Syzigium

aromaticum), kemiri (Aleurites mollucana),

pala (Myristica fragrans), sembung

(Etlingera elatior), salam (Syzigium

polianthum), jahe (Zingiber officinale) dan

lain-lain sebagainya.

Beberapa studi yang dilakukan pada

masyarakat di Sulawesi Tengah

menunjukan bahwa beberapa jenis

tumbuhan telah digunakan sebagai

penyedap masakan oleh masyarakat.

Zulfiani dkk (2013) melaporkan sebanyak

15 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai

bumbu dan rempah pada suku Kaili Tara.

Jenis yang digunakan adalah “poi

sambalagi” (Tamarindus indica), “lemo

baranga” (Citrus aurantifolia), “tamate”

(Solanum lycopersicum), “marisa”

(Capsicum frutescens), “sanggulera”

(Averrhoa bilimbi), “lemo njusu” (Citrus

hytrix), “kuni” (Curcuma longa), “pia lei”

(Allium ascalonicum), “balintua” (Alpinia

galangal), “Sikuri” (Kaempferia galanga),

“goraka” (Zingiber officinale), “marisa

jawa” (Piper ningrum) dan “cingke”

(Syzygium aromaticum). Studi lain yang

dilakukan pada masyarakat suku Bugis

yang tinggal di desa Lempe, Dampal

Page 12: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

122

Selatan, kabupaten Donggala. Murahmi

dkk (2016) melaporkan sebanyak 18 jenis

tumbuhan digunakan sebagai rempah-

rempah untuk menambah cita rasa pada

masakan. Beberapa diantaranya adalah

tomat (Solanum lycopersicum), “lasuna

cella” (Allium ascalonicum), “lasuna pute”

(Allium sativum) yang digunakan untuk

menumis sayur, jahe (Zingiber officinale)

digunakan dalam pembuatan minuman

“sarebba”, cabe (Capsicum fructescens)

merupakan pelengkap semua masakan agar

memberikan cita rasa lebih pedas terutama

masakan yang berkuah kental seperti kari,

coto dan “bale nasu” (ikan masak).

c. Tumbuhan Sebagai Obat

Tradisional dan Kosmetik

Praktek pemanfaatan tumbuh-

tumbuhan sebagai obat telah lama

dilakukan di Indonesia (Riswan and

Rumantyo, 2002 ; De Padua et al., 1999).

Masyarakat Jawa sebagai contoh telah

menggunakan tumbuhan herbal sebagai

obat yang dikenal sebagai “Jamu” sejak

ratusan tahun yang lalu. Jamu bisa

dikonumsi secara tunggal ataupun berupa

campuran. Istilah “Jamu” sekarang sudah

diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Sangat

dan Larashati (2002) mengatakan bahwa

penggunaan “jamu” bisa dikelompokan ke

dalam 5 kategori yaitu sebagai obat,

perawatan kesehatan, kencantikan,

minuman penyegar, dan untuk

perlindungan tubuh. Produksi jamu secara

moderen telah mempertimbangkan bentuk

kemasan supaya lebih mudah dikonsumsi

dan dibawa, sebagai contoh adalah jamu

dalam bentuk bubuk yang sangat mudah

dikemas, mudah diseduh dengan air panas.

Jamu telah digunakan untuk mengobati

berbagai penyakit umum dan sangat

mendukung program kesehatan di

Indonesia.

Heyne (1987) melaporkan sebanyak

996 species tumbuhan tingkat tinggi

(spermatophyta) yang telah digunakan

secara tradisional di Indonesia, akan tetapi

jika dimasukan kelompok alga, jamur,

gymnospermae dan paku-pakuan

jumlahnya bisa mencapai l.040 spesies,

sedangkan Zuhud dkk (2001) mengatakan

bahwa kira-kira 1260 spesies pohon dari

hutan hujan tropis Indonesia bisa

digunakan sebagai tumbuhan obat.

Obat herbal masih berguna dalam

menjaga kesehatan 75-80% dari jumlah

total penduduk di dunia terutama di negara-

negara sedang berkembang (Oladele et al.,

2011; Ahvazi et al., 2012) karena secara

umum dipercayai bahwa obat herbal tidak

memiliki efek samping, mudah didapatkan

dan harganya relatif murah (Rodrigues et

al. 2003). WHO (“World Health

Organization”) memperkirakan 80%

penduduk dunia secara eksklusif

menggunakan obat herbal untuk

pemeliharaan kesehatannya. Tumbuhan

Page 13: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

123

obat adalah tulang punggung dalam

pengobatan tradisional di dunia, hal ini

berarti lebih dari 3,3 milyar penduduk

dunia terutama di negara berkembang

menggunakan tumbuhan sebagai obat-

obatan, dan hampir 2000 kelompok etnis

yang berbeda di dunia menggunakannya

dengan sistem pengetahuan yang berbeda

pula. Sebagai contoh Ong et al (2011)

melaporkan 56 spesies tumbuhan

dimanfaatkan sebagai obat pada masyarakat

Melayu di Trenggano Malaysia.

Beberapa studi tentang etnobotani

tumbuhan obat yang dilakukan di Sulawesi

Tengah memberikan hasil yang sangat

berguna untuk pengembangan ilmu

pengetahuan. Zulfiani dkk (2013)

melaporkan beberapa jenis tumbuhan yang

digunakan oleh masyarakat “Kaili Tara” di

desa Binangga Kabupaten Parigi Moutong,

diantaranya : “sifulumboa” (Blumea lacera)

yang digunakan sebagai obat demam.

Sedangkan untuk obat penyakit diabetes

(sakit gula) digunakankulit kayu dari “kayu

jawa” (Lannea grandis), daun “toe”

(Diospiros celebica), daun “picah piring”

(Catharanthus roseus) dan “bakiak”

(Caesalpinia bonduc). Obat sakit pinggang

akar dari “panuntu” (Phyllanthus niruri),

“akar kucing” (Acalypha indica), “akar

lelupa” (Urena lobata), “mantalalu”

(Euphorbia hirta), “kumis kucing”

(Orthosiphon stamineus), “lemo baranga”

(Citrus aurantifolia), “keji beling”

(Strobilanthes crispus).

Nurfitriyani dkk (2013)

mendapatkan 42 spesies tumbuhan (terdiri

atas 23 suku) yang dimanfaatkan sebagai

obat oleh masyarakat desa Tolitoli di desa

Pinjan. Tumbuhan obat tersebut diperoleh

dari hasil budidaya atau ditanam sendiri di

pekarangan rumah ataupun di kebun,

sebagian lain tumbuh secara liar di habitat

aslinya seperti di hutan, pinggiran sungai,

serta areal persawahan.

Studi lain yang dilakukan pada

masyarakat Bugis di kawasan pesisir desa

Lempe, Dampelas memperlihatkan

masyarakat Bugis di lokasi penelitian yang

masih memanfaatkan tumbuh-tumbuhan

sebagai pengobatan untuk menyembuhkan

berbagai penyakit seperti batuk kering,

TBC yang diobati dengan cara penggunaan

beberapa daun pegagan dan ditambahkan

air hangat kemudian perasan airnya

ditambahkan gula merah diminum dua

gelas sehari. Sedangkan sebagai bahan

pembersih luka akibat tersayat benda

tajammereka menggunakan daun Lantana

camara. Sedangkan sebagai obat infeksi

mata digunakan daun maiyana, patikan

kebo, pucuk daun kelor (Moringa oleifera)

dan Daucus carota (Murahmi dkk, 2016).

d. Sebagai Pakan Ternak

Spesies tumbuhan yang biasa

digunakan sebagai pakan ternak adalah

Page 14: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

124

“punti” (Musa paradisiaca), “jole” (Zea

mays), “tanggo” (Ipomea aquatica) dan

“tomoloku” (Ipomea batatas), rumput

belulang (Eleusine indica). Tumbuhan

tersebut biasa digunakan masyarakat

sebagai bahan pakan ternak mereka karena

mudah didapatkan.

e. Sebagai Tanaman Hias

Beberapa spesies tumbuhan yang

sering ditanam sebagai tanaman hias di

halaman rumah masyarakat adalah “mawar

apel” (Rosa villosa), “melati” (Jasminum

sambac), “picah piring” (Catharanthus

roseus), “kamboja” (Plumeria rubra),

“lidah buaya” (Aloe vera), “patah tulang”

(Pedilanthus pringlei), nona makan sirih

(Clerodendrum thomsonae), “batang

macis” (Saraca indica), kembang merak

(Caesalpinia pulcherrima) dan “kembang

sepatu” (Hibiscus rosa-sinensis).

f. Sebagai Pewarna Makanan dan

Pewangi

Spesies yang digunakan untuk

pewarna makanan yaitu pandan wangi

“panda” (Pandanus amaryllifolius), “kuni”

(Curcuma longa) dan “kolontigi”

(Lawsonia inermis) untuk memerahkan

kuku. Sedangkan untuk aromatik untuk

mengharumkan badan biasanya

menggunakan “bunga mangkok”

(Nothopanax scutellarium), “tolasi”

(Ocinum basilicum), “anumo” (Pogostemon

hortensis), “sesentamadia” (Arthemisia

vulgaris), “gula merah” (Arenga pinnata),

dan akar “ntorode” (Ptersopermum

celebicum).

g. Sebagai Kayu Bakar

Pada umumnya hampir seluruh

tumbuhan berkayu dapat digunakan sebagai

bahan bakar, namun kebiasaan pada

masyarakat adat di Sulawesi Tengah

menggunakan beberapa spesies tumbuhan

sebagai kayu bakar. Tumbuhan penghasil

kayu bakar diperoleh masyarakat dari

tumbuhan yang ada disekitar mereka,

sebelum dibakar kayu dijemur terlebih

dahulu di bawah sinar matahari agar

kandungan air di dalam kayu berkurang

sehingga mudah dibakar.Kayu yang telah

kering disusun secara rapi agar bisa

digunakan kapan saja.

Murahmi dkk (2015) mengatakan

bahwa bahwa kayu bakar merupakan salah

satu sumber daya alam yang diminati oleh

masyarakat Bugis, dimana Intensitas

penggunaan kayu bakar lebih sering

digunakan pada acara-acara besar seperti

pesta perkawinan dan acara adat, karena

menggunakan kayu bakar lebih cepat

prosesnya dan mudah didapatkan. Sebagian

masyarakat suku Bugis di desa Lempe juga

memanfaatkan arang (“awara”) untuk

memasak. “Awara” berasal dari tempurung

kelapa (Cocos nucifera), yang dibakar

sampai menjadi arang kemudian ditutup

Page 15: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

125

menggunakan daun pisang agar tidak

menjadi abu. Masyarakat suku Bugis di

desa Lempe memanfaatkan jenis tumbuhan

yang digunakan sebagai kayu bakar yaitu

pelepah kelapa (Cocos nucifera ), ranting

pohon mangga (Mangifera indica ).

Beberapa jenis tumbuhan lain yang

biasa digunakan sebagai kayu bakar di

Sulawesi Tengah khususnya pada

masyarakat Kaili adalah “tamalanja”

(Leucaena leucocephala), “kaluku” (Cocos

nucifera), “taipa” (Mangifera indica L),

“ganaga” (Artocarpus heterophyllus),

kedondong “kedondong” (Spondias dulcis),

“Jambu” (Psidium guajava), “poi

sambalagi” (Tamarindus indica L), “lemo

baranga” (Citrus aurantifolia (Cristm)

swingle), “jembolan” (Eugenia cumini

Merr), “jembo-jembo” (Eugenia aquea

Burm), “johar” (Senna siamea) dan “jambu

sera” (Anacardium occidentale L).

h. Sebagai Keperluan Ritual Adat

Kebanyakan masyarakat adat yang

bermukim di Sulawesi Tengah masih

memiliki kepercayaan yang bersifat magis,

dimana masyarakat ini masih melakukan

ritual-ritual seperti ritual pengobatan, ritual

kematian, ritual pernikahan, ritual

kelahiran, adat mendirikan rumah, dan

ritual syukuran. Dalam ritual-ritual

tersebut, kelompok masyarakat tersebut

menggunakan tumbuhan sebagai bahan

perlengkapan dalam prosesi ritual adat

tersebut.

Pitopang dkk. (2012) melaporkan

hasil penelitian pada suku Lauje dimana

tercatat sebanyak 12 jenis tumbuhan yang

biasa dimanfaatkan dalam ritual adat.

Dalam ritual pengobatan digunakan jenis

tumbuhan antara lain ”lombonug” (Ficus

septica), ”simpouja langkai” (Ixora

javanica), ”simpouja bengkel” (Musaenda

frondosa), ”lugus” (Areca catecu),

”dolo’e” (Piper betle), dan ”bo’ung”

(Oryza sativa). Untuk ritual kematian

digunakan jenis tumbuhan yaitu, ”lemo

susu” (Citrus hystrix) dan ”nangga landa”

(Annona muricata).Pada ritual perkawinan

digunakan jenis tumbuhan antara lain ”niu”

(Cocos nucifera), ”pensa” (Musa

paradisiaca) dan ”sinaguli” (Sida acuta).

Dalam ritual syukuran, masyarakat suku

Lauje memanfaatkan antara lain sidaguri

(syukuran pembuatan rumah). ”avu-avu”

(Ceiba pentandra) digunakan dalam ritual

pelepasan perahu sebagai bahan pembuat

perahu. Ritual tersebut dimaksudkan untuk

mengucapkan terima kasih kepada yang

kuasa atas berkat yang telah diberikan

kepada mereka.

Studi lain pada suku Bugis di desa

Lempe Dampelas terdapat ritual adat di

bidang pertanian, ditandai pada saat petani

mulai turun ke sawah, membajak, sampai

tiba waktunya panen raya. Upacara adat

sebelum pembajakan tanah ini disebut

Page 16: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

126

“appalili”, dilanjutkan dengan Adat

“appatinro pare” atau “appabenni ase”

sebelum bibit padi (Oryza sativa)

disemaikan. Ritual ini juga biasa dilakukan

saat menyimpan bibit padi (Oryza sativa) di

“possi balla”, sebuah tempat khusus

terletak di pusat rumah yang ditujukan

untuk menjaga agar binatang tidak lewat di

atasnya. Lalu acara ritual dirangkaikan

dengan “massureq”, “membaca meong palo

karallae”, salah satu epos Lagaligo tentang

padi (Oryza sativa), dan ketika panen tiba

digelarlah “katto bokko”, ritual panen raya

yang biasanya diiringi dengan “Kelong

pare”. Setelah melalui rangkaian ritual,

barulah dilaksanakan “mapadendang”, pada

masyarakat suku Bugis di desa Lempe

upacara ritual mapadendang dilakukan

setelah panen raya (Murahmi dkk, 2015).

i. Tumbuhan Untuk Pemanfaatan

Lainnya

Selain memanfaatkan tumbuhan

sebagai makanan, obat-obatan, bahan

bangunan dan ritual adat, beberapa

masyarakat adat di Sulawesi Tengah juga

memanfaatkan tumbuhan untuk keperluan

lain. Misalnya suku Lauje telah

menggunakan tumbuhan untuk keperluan

lain antara lain, sebagai bahan pembuat

kerajinan tangan, perkakas, bahan bakardan

untuk berburu. Jenis tumbuhan yang

digunakan sebagai bahan kerajinan antara

lain ”tamalang” (bambu), ”polias” (Coix

lacryma) bahan pembuat perhiasan,

”songkalan” (Alstonia scholaris) digunakan

sebagai bahan pembuat alat musik

gambus,”lombori” (Pandanus tectorius)

digunakan untuk membuat tikar, daun ”niu”

digunakan sebagai bahan pembuat sapu,

”dodas” (kayu hitam) pembuat gagang

parang, dan digunakan pada ujung

”sumpit” (alat untuk berburu). Jenis

tumbuhan yang digunakan sebagai

perkakas antara lain bambu digunakan

sebagai tempat minum, pulai dimanfaatkan

sebagai bahan pembuat sendok nasi. Untuk

bahan bakar, masyarakat suku Lauje

mnggunakan tumbuhan antara lain mangga,

ketapang, kelapa, dan kayu jawa.

Masyarakat suku Lauje juga menggunakan

tumbuhan untuk mengambil ikan dari

sungai dengan menggunakan akar

tumbuhan ”tuba” (Derris elliptica). Untuk

perabot, masyarakat suku Lauje

menggunakan bambu sebagai tempat

minum dan tempurung kelapa tempat untuk

makan. Masyarakat suku Lauje juga

memanfaatkan buah labu untuk dijadikan

wadah penyimpanan air minum. Selain

jenis tumbuhan tersebut d’atas masih

banyak tumbuhan lain yang dimanfaatkan

suku Lauje, akan tetapi tumbuhan tersebut

sudah sulit ditemukan bahkan sudah tidak

lagi ditemukan di tempat itu.

KESIMPULAN

Sulawesi Tengah memiliki potensi

sumberdaya alam biologi yang unik kaya

dengan flora-fauna endemik, serta dihuni

19 kelompok etnik asli yang berbeda

budaya, bahasa serta sistem pengetahuan

tradisionalnya dalam memanfaatkan

sumberdaya tumbuhan dalam kehidupan

mereka sehari-hari misalnya; untuk bahan

bangunan, makanan dan minuman, obat-

obatan dan kosmetik, bumbu dan rempah,

pewarna alami, hijauan pakan ternak,

tanaman hias, tali temali, sebagai

pelengkap dalam acara ritual adat, berburu,

Page 17: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

127

pertanian, perkakas rumah tangga serta

keperluan lainnya, namun potensi ini

merupakan peluang dan tantangan untuk

pengkajian dan pengembangan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Ahvazi, M., F. K. Sigarodii, M. M.

Charkchiyan, F. Mojab, V.A.

Mozaffarian and H. Zakeri. 2012.

Introduction of medicinal plants

species with the most traditional

usage in Alamut region. Iran. J. of

Pharma. Res. 11 (1) : 185-194

Arham S., R. Pitopang dan A. Khumaidi.

2016. Keanekaragaman Jenis

Tumbuhan obat tradisional dan

pemanfaatannya pada suku Kulawi di

desa Mataue, kawasan Taman

Nasional Lore Lindu Sulawesi

Tengah. Biocelebes. Vol.10 (2) : 01-

06

BAPPENAS [National Planning Board of

Indonesia]. 2003. IBSAP Dokumen

regional pemerintah republik

Indonesia. Strategi dan rencana aksi

keanekaragaman hayati Indonesia

2003-2020. Jakarta

Camang N. 2003. Tau Taa Wana Bulang.

Bergerak untuk berdaya. Merah Putih

Foundation, Palu on co-operation

with Regnskogsfonder Indonesia

Cannon, C. H., M. Summer, J. R. Hartig

and P.J.A. Kessler, 2007. Developing

conservation priorities based on

forest type, condition, and threats in a

poorly known ecoregion : Sulawesi,

Indonesia. Biotropica, 39 :747-759

Ciccuza D., M. Kessler, Y. Clough, R.

Pitopang, D. Leitner and S.S.

Tjitrosudirdjo. 2011. Conservation of

cacao agroforestry systems for

teresterial herbaceus species in

Central Sulawesi Indonesia. Biotropica. 1-8

Culmsee, H and R. Pitopang, 2009 : Tree

diversity in sub montane and lower

montane primary rain forest in

Central Sulawesi. Blumea 54. 119-

123

Culmsee, H. C. Leuschner, G. Moser and

R. Pitopang. 2010. Forest above

ground biomass along an

elevational transectin Sulawesi,

Indonesia, and the role of

Fagaceae in tropical montane

rain forests. J.Biogeogr. (37) : 960–

974

De Gusman, C.C and J.S. Siemonsma.

1999. Spices. Plant Resources of

South East Asia. No 13. PROSEA.

Bogor Indonesia.

De Padua L.S., N. Bunyapraphatsara and

R.H.M.J. Lemmens. 1999. Medicinal

and Poisonous Plants. Plant resources

of Southeast Asia. No 12 (1).

PROSEA, Bogor Indonesia

Fathurrahman, J. Nursanto, A. Madjid and

R. Ramadanil. 2016. Ethnobotanical

study of Kaili Inde Tribe in Central

Sulawesi Indonesia. Emirate Journal

of Food Agriculture. 28 (5) : 337-347

Gailea R., A.A. Bratawinata, R. Pitopang

and I.W. Kusuma. 2016. The use of

various plant yypes as medicines by

local community in the enclave of the

Lore Lindu National Park of Central

Sulawesi, Indonesia. Global Res.

Med. Plants and Indig. Med. Vol. 5.

Issue 1, 29-40

Gradstein S.R., B. Tan, C. King, R.L. Zhu,

C. Drubert and R. Pitopang. 2005.

Catalogue of the Bryophytes of

Sulawesi, Indonesia. Hattori Bot.

Lab. 98: 213-257

Gradstein S. R., M. Kessler and R.

Pitopang. 2007. Tree Species

Diversity relative to Human Land

Uses in Tropical rain forest Margins

in Central Sulawesi . in : Land use

and Nature Conservation. 2007. page

321-334. Spinger Verlag- Heidelberg

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia III. Balai Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan.

Departemen Kehutanan Republik

Indonesia. Bogor, Indonesia

Keßler, P.J.A., M. Bos, S.E.C.Sierra Daza,

L.P.M.Willemse, R.Pitopang, and

Page 18: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

128

S.R. Gradstein. 2002. Checklist of

Woody plants of Sulawesi, Indonesia.

Blumea Suplement 14:1-160.

Kessler, M., P.J.A. Keßler, S.R. Gradstein,

K. Bach, M. Schmull and R. Pitopang

. 2005. Tree diversity in different

land use systems in Central Sulawesi,

Indonesia. Biodiv.and Conser. 14:

547-560

Lee, C, S. McPherson, G. Bourke, M.

Mansur and C. Clarke. 2009.

Nepenthes pitopangii

(Nepenthaceae), a New Species from

Central Sulawesi. Gardens Bulletin

Singapore. 61 (1) : 95-99.

Megawati, S. Anam dan R. Pitopang. 2016.

Studi Etnobotani Tumbuhan Obat

Pada Masyarakat Suku Kaili Ija di

desa Bora kecamatan Sigi Biromaru

kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.

Biocelebes. Vol 10 (1) : hal. 77-91

Ministry of State for Population and

Environmental of Republic

Indonesia. 1992. Indonesia Country

Study on Biological Diversity.

Ministry of State for Population and

Environmental Republic Indonesia.

Prepared for UNEP under The work

Programme for Environment

Cooperation between The Republic

of Indonesia and The Kingdom of

Norway

Mittermeier R.A., N. Myer., P.R. Gil., and

C.G.Mittermeier. 1999. Hotspot.

Earth’s Biologically Richest and

Most Endangered Terresterial

Ecoregions. Mexico City: CEMEX,

S.A. Printed in Japan by Toppan

Company.

Mogea, J.P. 2002. Preliminary studi on the

palm flora of the Lore Lindu National

Park, Central Sulawesi, Indonesia,

Biotropia.18 : 1-20

Mogea JP. 2005. Diversity and density

palms and rattans in primary forest,

old secondary forest, and recent

established traditional cacao and

coffee garden in Central Sulawesi,

Indonesia. Abstract : Proceedings

International Symposium “The

stability of tropical rainforest

margins: Linking ecological,

economic and social constrains of

land use and conservation” Georg-

August-University of Goettingen.

September 19-23. 2005.

Murahmi, A. S. Anam dan R. Pitopang.

2015. Etnobotani masyarakat Bugis

di desa Lempe kecamatan Dampal

Selatan kabupaten Tolitoli. Sulawesi

Tengah. Biocelebes. Vol. 10, (1) :

hal. 07-14

Nurfitriyani, R. Pitopang dan E. Yuniati.

2013. Pemanfaatan tumbuhan sebagai

obat tradisional pada suku Tolitoli di

desa Pinjan Sulawesi Tengah.

Biocelebes. Vol.7 (2) : hal. 1-8

Oladele A.T., G.O. Olade and O.R.

Omowubajo, 2011. Medicinal

conservation and cultivation by

traditional medicine practitioner

(TMPs) in Aiyedaadee local

government area of Osun State,

Nigeria. Agri. and Biol. J. of N. Am.

2 (3) : 476-487

Ong, H.C., R.M. Zuki and P. Milow, 2011.

Traditional knowledge of medicinal

plants among the Malay villagers in

Kampung Mak kemas, Trengganu

Malaysia. Ethno. Med. 8 (3) ; 175-

185.

Paik, J.H., J. Lee, S. Choi, B. Marwoto, F.

Juniarti, D. Irawan and R. Pitopang.

2013. Medicinal of Lore Lindu

National Park, Sulawesi Indonesia

(Vol. I). KRIBB-BPPT-Tadulako

University. PT. Alimindo Sejati.

Bekasi Indonesia

Payung Y.R., Miswan dan R. Pitopang.

2016. Studi etnobotani tumbuhan

pangan pada suku Kaili Ija di desa

Bora Kecamatan Sigi Biromaru

kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.

Biocelebes. Vol. 10, (1) : hal. 27-44

Pitopang R. 2007a. Komunitas Tumbuhan

Bawah Pada 2 Tipe Hutan yang

berbeda Intensitas Pemanfaatannya di

Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi

Page 19: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

129

Tengah. Agroland. Vol. 1

(September) 2007.

Pitopang R. 2007b. Herbarium Celebense

(CEB) History, Research Activity and

Achievement (2000-2007).

Biocelebes. Vol. 1 (Desember) 2007

Pitopang, R. 2012a. Impact of forest

disturbance on the structure and

composition of vegetation in tropical

rain forest of Central Sulawesi,

Indonesia. Biodiversitas 13 (4), 179-

189

Pitopang, R. 2012b. Struktur dan komposisi

vegetasi pada 3 zona elevasi yang

berbeda di Taman Nasional Lore

Lindu. Jurnal Nature Science.

Desember 2012 Vol. 1.(1) 85-105

Pitopang R, S.R. Gradstein, E. Guhardja,

dan P.J.A. Keßler. 2002. Tree

composition in secondary forest of

Lore Lindu National Park, Central

Sulawesi Indonesia. Abstract,

International Symposium on Land

Use, Nature Conservation and the

Stability of Rainforest Margins in

Southeast Asia, Bogor, 29 September

– 3 October 2002

Pitopang R, S.R. Gradstein, P.J.A. Keβler

& E. Guhardja. 2004. 4 Years the

Herbarium Celebense (CEB). Sixth

International Flora Malesiana

Symposium, Los Banos, Philippines,

20-24 Sept. 2004.

Pitopang, R. S.R. Gradstein and M.

Kessler.2005. Tree Diversity in Six

Land Use Types Differing in Use

Intensity at The Lore Lindu National

Park, Central Sulawesi. Indonesia.

Abstract in Symposium 19-23 September

. Gottingen. Germany. 2005

Pitopang, R.,H. Culmsee, H. Mangopo, M.

Kessler and S. R. Gradstein. 2008.

Structure and floristic composition of

old growth secondary forest in Lore

Lindu National Park, Central

Sulawesi, Indonesia. In : Proceedings

of International Symposium of

Tropical Rainforests and Agroforests

under Global Change. October 5-9,

2008, Kuta Bali Indonesia

Pitopang R, I. Lapandjang and I.

Burhanuddin. 2011. Profil Herbarium

Celebense Dan Deskripsi 100 Jenis

Pohon Khas Sulawesi .Editor : Z

Basri . Edisi kedua; UNTAD Press.

Palu

Pitopang, R, I Lapandjang, I Taha dan

Safaruddin. 2012. Ten Years of The

Herbarium Celebense (CEB)

Universitas Tadulako. Proc. Soc.

Indon.Biodiv. Intl. Conf. vol. 1: 209-

214|July 2012| ISSN 2252-617X

Pitopang, R, N. Ariyanto dan E. Yuniati,

2012. Kajian Etnobotani Pada

Masyarakat “Laudje” Di Sulawesi

Tengah, Indonesia. Prosiding

Seminar Biologi, Medan 11 Mei 2012

Pitopang, R and Safaruddin. 2012.

Ethnoecological system of Tao Taa

Wana tribe in the Morowali Nature

Reserve, Central Sulawesi, Indonesia.

Proc Soc Indon Biodiv Intl Conf. vol.

1(July): 209-214

Pitopang, R dan M. Ihsan. 2014.

Biodiversitas. Tumbuhan di Cagar

Alam Morowali Sulawesi Tengah.

Jurnal Natural Science. (3); hal. 287-

296

Poulsen A D. 2012. Etlingera of Sulawesi.

Natural History Publications

(Borneo) Kota Kinabalu in

association with Royal Botanic

Garden Edinburgh and natural

History Museum, University of Oslo.

Kota Kinabalu, Sabah. 278.

Puspitawati. 2001. Pemanfaatan tumbuhan

dalam kehidupan komunitas suku

Gayo dan hubungannya dengan

kelestarian keanekaragaman hayati.

Tesis Pascasarjana Universitas

Sumatea Utara. Medan.

Purwanti, Miswan dan R. Pitopang. 2016.

Studi etnobotani pada proses ritual

adat masyarakat suku Saluan di desa

Pasokan kecamatan Walea besar

Page 20: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

130

kabupaten Tojo Una-una Sulawesi

Tengah. Biocelebes. Vol. 11, (1): hal.

46-53

Ramadanil dan Gradstein 2003. Herbarium

Celebense (CEB) dan Peranannya

dalam menunjang penelitian

taksonomi tumbuhan di Sulawesi.

Biodiversitas. Vol.6 (1): 36-41

Ramadanil, 2006. Structure and

composition of vegetation in six (6)

land use types in different use

intensity in the Lore Lindu National

Park Central Sulawesi Indonesia.

PhD dissertation. School of Post

Graduate. Bogor Agricultural

University, Bogor. Indonesia

Ramadanil, S.S. Tjitrosudirdjo and D.

Setiadi. 2008. Structure and

composition of understory plant

assemblages of six land use types in

the Lore Lindu National Park, Central

Sulawesi Indonesia. Bangladesh

Journal of Plant Taxonomy. 15(1): 1-

12

Ramadanil. 2009. Keanekaragaman hayati

tumbuhan Sulawesi ; Prospek

pengembangan tantangan dan

peranan taksonomi tumbuhan. Pidato

Pengukuhan Guru Besar di

Universitas Tadulako Palu. 15

Agustus 2009

Riswan S and H.S. Rumantyo. 2002. Jamu

as Traditional Medicine in Java,

Indonesia. South Paciflc Study. Vol.

23 (1) : 1-10

Rodrigues, J.C., L. Ascensao, M.A. Bonet

and J. Valles. 2003. An

ethnobotanical study of medicinal

and aromatic plants in the national

park of “Serra de Sao Mamede,

Portugal. Ethno-pharmacology. 89:

199-209

Roos M, P.J.A. Keβler, S.R. Gradstein

andP. Baas. 2004. Species diversity

and endemism of 5 major Malesian

islands: diversity-area relationships.

Biogeogr. 31: 1893-1908

Sangat H. M. and I Larashati. 2002. Some

ethnopithomedical aspects and

conservation strategy of several

medicinal plant in Java, Indonesia.

Biodiversitas. 3 (2): 231-235

Sukmawati N., E. Yuniati dan R. Pitopang.

2013. Studi etnobotani tumbuhan

obat pada masyarakat suku Kaili Rai

di desa Toga kecamatan Ampibabo

Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi

Tengah. Vol.7. (2) : hal. 9-14

Tamin, R. dan Arbain, D. 1995.

Biodiversitas dan survey etnobotani.

Makalah lokakarya Isolasi Senyawa

Berkhasiat. Kerjasama HEDS-F

MIPA Universitas ANDALAS,

Padang.

Tapundu, A. S., S. Anam dan R. Pitopang.

2015. Studi etnobotani tumbuhan

obat pada suku Seko di desa Tanah

harapan, kabupaten Sigi Sulawesi

Tengah. Biocelebes. Vol.9, (2): hal.

40-45

Tarigan HG. 1990. Percikan Budaya Karo.

Cetakan Pertama. Bandung: Yayasan

Merga Silima. Turner NJ, 1988 The

Importance a rose : Evaluating The

Culture Significanse Of Plants In

Thompson and Lilloet Interior Salish.

American Antrophologis (90) 1988.

Thomas, S. and A.Schuiteman. 2002.

Orchids of Sulawesi and Maluku; A

Preliminary Cataloque. Lyndleyana.

The Scientific Journal of the

American Orchids Society. Vol 17

(1): 1-72.

Thomas D C. 2010. Phylogenetic and

historical biogeography of Southeast

Asian Begonia L (Begoniaceae).

Thesis of Philosophy of

Doctor..Division of Environmental

and Evolution of Biology. The

University of Glasgow. United

Kingdom

Thomas D C, W. H. Ardi dan M. Hughes.

2011. Nine of new species of

Begoniaceae, from South and West

Sulawesi, Indonesia. Edinburg J. of

Bot. 68 (2): 225-255

Utami, N and H. Wiriadinata, 2002. A new

species of Impatiens (Balsaminaceae)

From Central Sulawesi. Blumea. J. of

Plant Taxonomy. 47: 391-393.

Page 21: Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia ...

Online Journal of Natural Science Vol 5(2) :111-131 ISSN: 2338-0950

Agustus 2016

Potensi Penelitian Etnobotani Di Sulawesi Tengah Indonesia (Ramadhanil Pitopang dan Pandji Anom Ramawangsa)

131

Van Balgooy MMJ, Hovenkamp PH,

Welzen PC. 1996. Phytogeography

of the Pasific- Floristic and historical

distribution pattern in plant. In The

origin and evolution of Pasific island

biotas. New Guinea to eastern

Polynesia ; pattern and process. Pp.

191-213. edited by Keast A, Miller

SA. SPB academic Publishing bv.

Amsterdam

Verheij, E.W. M. and Coronel, R.E. 1992.

Edible Fruits and Nuts. Plant

Resources of South-East Asia

(PROSEA). No. 2. Prosea

Foundation, Bogor, Indonesia

Whitmore, T.C., and Tantra, I.G.M. 1989.

Tree Flora of Indonesia ,Checklist

For Sulawesi. Published By Agency

for Research and Development Forest

Research and Development Center

Bogor Indonesia

Yonathan B. Y., Suwastika, in. dan R.

Pitopang. 2015. Kajian etnobotani

tumbuhan pangan pada masyarakat

suku Seko di desa Tanah harapan

kecamatan Palolo kabupaten Sigi

Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol.10,

(1) : Hal. 57-76

Yulia, C., Fahri dan R. Pitopang. 2016.

Studi etnobotani tumbuhan obat pada

suku Topo Uma di desa Oo Parese

kecamatan Kulawi selatan, kabupaten

Sigi Sulawesi Tengah. Biolocelebes

(submitted)

Yuliarsih, E. Yuniati dan R. Pitopang.

2013. Studi Etnobotani suku Tajio di

desa Sienjo Kecamatan Toribulu,

Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi

Tengah. Biocelebes. Vol.7, (2): hal.

50-57

Yuzami, Hidayat S. 2002. The Unique

Endemics and Rare Species Flora of

Sulawesi.Bogor Botanical Garden,

Bogor, Indonesia.

Zulfiani, E Yuniati dan R. Pitopang. 2013.

Kajian Etnobotani Suku Kaili Tara di

desa Binangga kecamatan Parigi

Tengah Kabupaten Parigi Moutong

Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol.7,

(2): hal. 93-100

Zuhud, E.A.M., A. Hikmat, Siswoyo, E.

Sandra E andN. Jamil. 2001. Buku

acuan umum tumbuhan obat

Indonesia Jilid I:dalamKajian

etnobotani masyarakat di sekitar

Taman Nasional Gunung Merapi.

Yayasan Sarana Wana Jaya Fakultas

KehutananIPB,http://repository.ipb.ac

.id/handle/1234567 89/47610,

(downloaded on: 09-02-2012)