POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN …... · POTENSI PASAR GEDE...
Transcript of POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN …... · POTENSI PASAR GEDE...
POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA
TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Disusun Oleh :
Nimas Wara Teteki
C9407018
PROGRAM STUDI DIII USAHA PERJALANAN WISATA FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING Judul Tugas Akhir : POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN
DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO
Nama Mahasiswa : Nimas Wara Teteki NIM : C 9407018 Tanggal Ujian : 26 Juli 2010
Menyetujui
Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010 Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010
Pembimbing Tugas Akhir I Pembimbing Tugas Akhir II
Umi Yuliati, SS, M.Hum Sugiman, SE, M.M
iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN Judul Tugas Akhir : POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK
DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO
Nama Mahasiswa : Nimas Wara Teteki NIM : C9407018 Tanggal Ujian : 26 Juli 2010
DITERIMA DAN DISETUJUI OLEH PANITIA PENGUJI TUGAS
AKHIR DIPLOMA III USAHA PERJALANAN WISATA FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
Panitia Penguji
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum ( ) Ketua Sidang Tugas Akhir Tiwuk Kusuma H, SS, M.Hum ( ) Sekretaris Sidang Tugas Akhir Umi Yuliati, SS, M.Hum ( ) Pembimbing Tugas Akhir I Sugiman, SE, M.M ( ) Pembimbing Tugas Akhir II
Surakarta, Juli 2010
Dekan
Drs. Sudarno, M.A NIP : 195303141985061001
iv
MOTTO
Janganlah menganggap mudah segala sesuatu meski sekecil apapun
Keberhasilan tidak akan tercapai tanpa adanya usaha
Kegemilangan dihari esok,
tergantung apa yang kita kerjakan sekarang
v
HALAMAN PERSEMBAHAN Atas semua rahmat dan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Esa,
Tugas Akhir ini Penulis persembahkan bagi :
1. Kedua Orang Tuaku
2. Sahabat- sahabatku
3. Almamater
vi
KATA PENGANTAR
Sembah puji syukur yang senantiasa tiada henti penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia, rahmat,
berkat, serta tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA
TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO” dengan
lancar dan tepat waktu. Adapun Tugas Akhir ini disusun guna untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi DIII
Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri
Sebelas Maret Surakarta
Penulis menyadari bahwa kemampuan penulis terbatas dan masih
sangat jauh dari sempurna sehingga dalam proses penulisan Tugas Akhir ini
penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan serta motivasi
dari semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas
Akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan di Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Suharyana, M.Pd selaku ketua program jurusan DIII Usaha
Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
vii
3. Ibu Umi Yuliati, SS, M.Hum selaku Pembimbing I Tugas Akhir yang
telah membantu dan membimbing penulis dalam pembuatan tugas
akhir ini.
4. Bapak Sugiman, SE, M.M selaku Pembimbing II Tugas Akhir yang
memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan tugas akhir.
5. Semua teman – teman jurusan Usaha Perjalanan Wisata seangkatan dan
seperjuangan terima kasih atas segala kerja samanya sehingga
pembuatan Tugas Akhir ini berjalan dengan lancar dan tepat waktu.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis
menyadari bahwa konsep Tugas Akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan Tugas Akhir ini
dan segala saran serta kritik dari semua pihak penulis terima dengan hati dan
pikiran yang terbuka. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta , Juli 2010
Penulis
viii
ABSTRAK
Nimas Wara Teteki . 2010. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo. Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang potensi Pasar Gede sebagai
obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Latar belakang dari penelitian ini adalah mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede sebagai daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan di Kota Solo. Penelitian ini merumuskan tentang apa peran Pasar Gede dalam perkembangan sejarah kota Solo, bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo, serta kendala apa yang dihadapi pemerintah Kota Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo, mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede. Penulisan laporan Tugas Akhir ini dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran informasi yang berhubungan dengan wisata budaya dan kuliner khususnya yang berada di Pasar Gede Solo. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, studi dokumen, wawancara dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasar Gede adalah pasar tertua dan terlengkap di kota Solo yang memiliki peran dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai pusat perputaran roda ekonomi yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Solo dan sekitarnya. Pasar Gede memiliki potensi wisata budaya dan kuliner bagi kepariwisataan kota Solo, maka usaha pemerintah kota Solo bekerja sama dengan masyarakat Solo dalam mengembangkan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede dengan membuat rencana program kerja yang ditekankan pada penataan ruang Pasar Gede, perbaikan dan penyediaan sarana prasarana penunjang kegiatan wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.
Kesimpulan dari penulisan Tugas Akhir ini yaitu Pasar Gede selain sebagai pusat perputaran roda ekonomi di Kota Solo juga memiliki potensi wisata budaya dan kuliner yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan Kota Solo, tetapi dalam melakukan pengembangan Pasar Gede masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat usaha Pemerintah Kota Solo untuk menjadikan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN……………………………….…… iii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. v
HALAMAN KATA PENGANTAR……………………………………… vi
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………. viii
HALAMAN DAFTAR ISI ………………………………………………. ix
HALAMAN DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ……………………. xi
HALAMAN GAMBAR …………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………….. 6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………… 7
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 7
E. Tinjauan Pustaka……………………………………………… 8
F. Metode Penelitian……………………………………………… 11
G. Sistematika Penulisan…………………………………………. 14
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DITELITI
A. Potensi Wisata Di Kota Solo………………………………….. 15
B. Sejarah Pasar Gede Solo……………………………………… 21
x
C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede………… 28
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo………………… 35
B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata
Budaya dan Kuliner di Kota Solo …………………………… 39
C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Dilihat
Dari Analisa Pendekatan 4A+1P…………………………… 52
D. Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede
Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner…………………. 64
E. Kendala-Kendala Dalam Pemberdayaan Pasar Gede
Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner…………………. 69
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………. 72
B. Saran……………………………………………………… 73
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 75
DAFTAR INFORMAN……………………………………………… 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………… 77
xi
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN Tabel : Analisa Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede
Solo Berdasarkan Metode Pendekatan 4A+1P……………………. 62
Lampiran 1 : Surat Ijin Observasi di Pasar Gede ………………………… 83
Lampiran 2 : Surat Tembusan dari Dinas Pengelolaan Pasar Surakarta …. 84
Lampiran 3 : Denah Bangunan Pasar Gede 1 …………………………… 85
Lampiran 4 : Denah Bangunan Pasar Gede 2 …………………………… 86
Lampiran 5 : Denah Potensi Pasar Gede Untuk Wisata Kuliner ………… 87
Lampiran 6 : Peta Wisata Kuliner di Kota Solo ………………………….. 88
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Proses Perjalanan Sejarah Pasar Gede ……………………… 24
Gambar B.1 : Dawet Tlasih “Bu Dermi”…………………………………… 42
Gambar B.2 : Brambang asem & Cabuk Rambak”Bu Ngatmini”………….. 43
Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede………………………………... 45
Gambar B.4 : Lenjongan di Pasar Gede……………………………………. 46
Gambar B.5 : Timlo Sastro Solo di Pasar Gede……………………………. 47
Gambar B.6 : Babi Pincuk dan Bakpia Balong…………………………….. 49
Gambar B.7 : Garebeg Sudiro di Pasar Gede……………………………… 51
Gambar 2 : Pasar Gede Tempo Dulu…………………………………….. 77
Gambar 3 : Bangunan Pasar Gede Sekarang…………………………….. 77
Gambar 4 : Bangunan Pasar Gede 1 ……………………………………. 78
Gambar 5 : Bangunan Pasar Gede 2 ……………………….. ………….. 78
Gambar 6 : Los dan kios buah di Pasar Gede………………………….. 79
Gambar 7 : Los dan kios sayuran ……………………………………… 79
Gambar 8 : Jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede……………………. 80
Gambar 9 : Keadaan dan penataan ruang di Pasar Gede……………….. 80
Gambar 10 : Keadaan pedagang oprokan di luar Pasar Gede…………… 81
Gambar 11 : Fasilitas umum dan kantor di dalam Pasar Gede………….. 81
Gambar 12 : Lahan parkir dan keadaan ruas jalan di depan
Pasar Gede ………………………………………………... 82
Gambar 13 : Lahan parkir dan keadaan ruas jalan di belakang
Pasar Gede ………………………………………………… 82
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Pariwisata telah menjadi industri yang mendunia dan menjadi suatu
bisnis yang semakin berkembang. Di Indonesia pariwisata telah menampilkan
perannya dengan nyata dalam memberikan konstribusi terhadap kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya bangsa. Sektor pariwisata menjadi salah satu
sumber pendapatan yang sangat penting sehingga dari waktu ke waktu terus
diupayakan pengembangannya, maka pendayagunaan potensi yang ada masih
dimungkinkan untuk terus ditingkatkan. Pengembangan kepariwisataan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya
dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek kelestarian
budaya dan lingkungan alam, aspek peningkatan pendapatan daerah maupun
aspek pelayanan terhadap wisatawan. Oleh karena itu sektor pariwisata
diharapkan bisa memberikan sumbangan devisa yang besar, maka pemerintah
gencar mengadakan promosi pariwisata baik secara langsung maupun tidak
langsung . Promosi secara langsung misalnya dengan pengiriman misi
kebudayaan ke luar negeri, pameran khusus benda-benda kebudayaan,
sedangkan promosi secara tidak langsung dapat berupa pemberian informasi
wisata dalam bentuk penyebaran leaflet, iklan media cetak, maupun elektronik.
Selain itu ada juga promosi yang sangat efektif dan efisien yaitu informasi
melalui antar personal maka terbukalah jalan bagi pengembangan dunia
industri kepariwisataan .
xiv
Berwisata sangat penting bagi siapa saja. Suatu perjalanan wisata yang
bermutu tidak hanya datang untuk melihat-lihat, berbelanja dan kemudian
pergi . Lebih dari itu wisatawan harus mampu meresapi, memahami, dan
menikmati tempat wisata, bukan hanya sekedar datang untuk bersenang-senang
tetapi juga mendapat pengetahuan baru. Semua itu mereka lakukan tidak lain
adalah untuk mencari sesuatu yang berbeda, mencari inspirasi dan kesegaran
baru. Memahami apa yang dilakukan orang saat ini dan apa yang mereka
harapkan dari sebuah wisata, maka tidak berlebihan kiranya bila dikatakan
bahwa wisata telah menjadi salah satu tumpuan harapan manusia modern
untuk memenuhi salah satu kebutuhannya. ( Suyitno, 2001 : 1 )
Industri pariwisata dewasa ini mendapatkan prioritas utama dari
pemerintah karena memiliki manfaat multi guna yaitu dapat mendorong dan
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta pendapatan asli daerah
dan meningkatkan pendapatan nasional, apabila dikelola dan dikembangkan
secara maksimal. Usaha untuk mengembangkan industri pariwisata pada saat
ini bukan hal yang mudah, hal ini disebabkan banyaknya kendala akibat krisis
multidimensi yang melanda bangsa Indonesia. Keadaan ini sangat
mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun
mancanegara yang ingin menikmati keindahan alam dan keaneka ragaman
budaya Indonesia .
Perkembangan pariwisata sudah sedemikian pesat dan terjadi suatu
fenomena yang sangat global dengan melibatkan jutaan manusia, baik
1
xv
kalangan masyarakat, industri pariwisata maupun kalangan instansi pemerintah
dengan biaya pengembangan yang tidak sedikit. Industri pariwisata yang
mendapatkan perhatian dari pemerintah merupakan industri yang sangat
penting dan perlu didukung sumber daya manusia yang professional dan
berkualitas. Hal ini disebabkan persaingan dalam dunia pariwisata yang
semakin ketat. Kita semua tahu bahwa krisis melanda bangsa Indonesia, mulai
dari krisis ekonomi, krisis politik, agama, dan krisis keamanan tidak kunjung
dapat diselesaikan, namun itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk
melakukan perjalanan wisata .
Salah satu jenis wisata yang terkenal di Indonesia adalah wisata budaya
dan wisata kuliner. Jenis wisata inilah yang paling utama bagi wisatawan
mancanegara maupun wisatawan domestik yang ingin mengetahui
kebudayaan, kesenian, makanan khas dan segala sesuatu yang dihubungkan
dengan adat-istiadat dan kehidupan seni budaya bangsa Indonesia. Pariwisata
jenis ini sering dihubungkan dengan istilah atraksi wisata. Di dalam dunia
kepariwisataan atraksi adalah segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk
dikunjungi dan dilihat (Nyoman S. Pendit, 1986 : 17). Wisata kuliner adalah
program wisata yang mengangkat tema beragam makanan yang memerlukan
waktu untuk memasak khususnya mempunyai sifat khas dan menjadi unggulan
dari masing-masing daerah (R.S. Damarjati, 2001). Wisata budaya adalah
perjalanan yang dilakukan untuk memperkaya informasi atau pengetahuan
tentang Negara atau daerah lain dengan mengadakan kunjungan ke pameran-
pameran atau festival, perayaan– perayaan adat dan berkunjung ke tempat
xvi
bangunan cagar budaya ( Salah Wahab, 1989 : 6 ). Pada umumnya di Indonesia
banyak sekali objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner. Salah satunya
yaitu objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang ada di kota Solo.
Mengikuti wisata budaya dan kuliner tentunya akan menambah pengetahuan
wisatawan baik domestik maupun mancanegara tentang budaya dan makanan
tradisional khususnya yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki berbagai
macam keanekaragaman suku dan budaya yang sangat melimpah.
Keanekaragaman tersebut yang akhirnya juga mempengaruhi timbulnya
keanekaragaman makanan yang ada di Indonesia. Selain menambah
pengetahuan wisatawan tentang keanekaragaman budaya dan makanan yang
ada, wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan makanan. Wisata budaya
dan kuliner menjadi jawaban atas kebutuhan dan animo masyarakat yang
sangat tinggi tentang informasi makanan khas daerah masing-masing yang
sesuai dengan cita rasa yang ingin didapatkan serta keberadaan suatu tempat
makan yang terkenal dan legendaris dengan cita rasa masakan yang khas sesuai
dengan daerahnya masing-masing .
Kota Solo merupakan daerah tujuan wisata yang menjadi salah satu
sektor pariwisata dan menjadi sumber pendapatan yang sangat penting
sehingga perlu diupayakan pengembangannya, serta pendayagunaan potensi
untuk lebih ditingkatkan. Kota Solo sarat akan nuansa tradisional dan
merupakan pusat budaya yang menjadi gerbang wisata budaya di Jawa Tengah.
Selain itu, Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa memiliki warisan-warisan
budaya yang tersebar disetiap sudut kota Solo, mulai dari kesenian dan
xvii
kerajinan tradisional, makanan-makanan tradisional sampai pasar tradisional.
Salah satu pasar tradisional yang menjadi warisan bangunan cagar budaya di
Solo yaitu Pasar Gede. Potensi wisata yang menarik untuk dikembangkan dan
menjadi agenda bagi pemerintah setempat, baik pusat maupun daerah yaitu
wisata kuliner. Wisata jenis ini memiliki potensi yang cukup menjanjikan
untuk menjadi daya tarik wisata. Jenis wisata ini sangat berbeda dengan
dengan jenis wisata pada umumnya karena jenis wisata ini mengutamakan
makanan dan rasanya yang khas sebagai suatu daya tarik wisata sehingga
wisatawan tertarik untuk mencicipi makanan tersebut dan membeli makanan
tersebut untuk dijadikan oleh-oleh .Terkait dengan wisata kuliner yang menjadi
unggulan di kota Solo adalah makanan khas yang sifatnya tradisional dan
bersumber dari pengolahan masakan keraton dan dibuat secara turun–menurun
dan sampai meluas ke masyarakat umum sampai sekarang. Wisata kuliner di
Solo memang keberadaannya atas inisiatif masyarakat kota Solo sendiri bukan
atas kemauan pemerintah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan,
melestarikan, dan mengembangkan makanan–makanan tradisional yang telah
hilang dan punah seiring perkembangan jaman . Adanya minat khusus terhadap
makanan khas berarti dapat menarik minat wisatawan untuk datang ke Solo,
karena wisatawan mempunyai minat terhadap makanan khas maka wisata
kuliner dikemas dengan menarik sehingga menimbulkan rasa yang berbeda
dengan yang ada di daerah lain . Tidak semua wisatawan datang ke Solo itu
untuk melihat objek wisata saja tetapi juga ingin menikmati makanan khas kota
Solo .
xviii
Salah satu objek dan daya tarik wisata kuliner di kota Solo yaitu
terletak di Pasar Gede. Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan
Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo. Sejak jaman kolonial Belanda
Pasar Gede merupakan sebuah pasar transaksi model Jawa. Pasar Gede
merupakan pasar terlengkap di Kota Solo karena di Pasar Gede kita dapat
menjumpai berbagai macam barang kebutuhan pokok, berbagai macam
makanan tradisional khas kota Solo, makanan yang melegenda dibuat secara
turun-menurun dan hanya dijual di Pasar Gede. Sebagai pasar tradisional
peninggalan masa lalu, pasar ini merupakan aset budaya masyarakat Solo.
Seperti namanya yang berarti besar, fisik Pasar Gede memang terbilang paling
besar ketimbang bangunan pasar lainnya di Kota Solo, tetapi bukan hanya
arsitektur bangunannya yang membuat pasar ini begitu istimewa, keragamaan
barang dagangan yang tersedia di Pasar Gede itulah yang menjadi magnet bagi
sebagian besar warga Solo dan wisatawan yang bertandang ke Kota Bengawan.
Jadi secara kualitatif kita dapat melihat bahwa pariwisata tidak hanya di tempat
– tempat modern atau obyek wisata alam saja, namun wisata budaya, wisata
kuliner dan bangunan cagar budaya seperti Pasar Gede ini juga merupakan
suatu bentuk objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang mampu
mendatangkan wisatawan. Berlatar belakang dari beberapa hal tersebut di atas
maka penulis mengambil judul POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI
OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI
KOTA SOLO.
B . RUMUSAN MASALAH
xix
Adapun perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam tugas akhir ini
antara lain :
1. Bagaimana peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo?
2. Bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata
budaya dan kuliner di Kota Solo?
3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam pemberdayaan Pasar
Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya & kuliner di Kota
Solo?
C . TUJUAN PENELITIAN
Proposal ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo.
2. Mengetahui upaya pemerintah dan masyarakat Solo dalam
melestarikan obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota
Solo.
3. Mengetahui atraksi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede.
4. Mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata
budaya dan wisata kuliner di kota Solo.
D . MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi kepentingan
setiap pembaca , sekaligus penulis sendiri baik manfaat akademis maupun
manfaat praktis .
1 . Manfaat Akademis
xx
a . Adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
kepentingan
semua pihak yang memerlukan refrensi sebagai penelitiannya .
b . Dari penelitian ini , diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
acuan
dan perbandingan dalam melakukan penelitian yang sama .
2 . Manfaat Praktis
a . Menambah pengetahuan penulis mengenai obyek wisata kuliner
di
kota Solo, dan kemungkinan pengembangan aset wisata budaya
bagi
kesejahteraan masyarakat Solo .
b . Sebagai upaya pengenalan produk wisata budaya dan wisata
kuliner
kepada wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Solo.
E . TINJAUAN PUSTAKA
Berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini, maka dilakukan studi
kepustakaan yang merupakan langkah pendahuluan dan memiliki tujuan untuk
membaca , mencari data yang berhubungan dengan masalah penelitian serta
meringkas untuk kepentingan penelitian. Buku, tulisan dan artikel yang dipakai
sebagai rujukan dalam penulisan tugas akhir ini antara lain kumpulan tulisan
dari mahasiswa ilmu sejarah, buku Babad dan mengutip artikel dari internet
yang menceritakan tentang sejarah Pasar Gede .
xxi
Tulisan yang berjudul Solo Tempo Doeloe Dagang dan Air yang
ditulis oleh Heri Priyatmoko mahasiswa jurusan ilmu sejarah ini di dalam
tulisannya menceritakan tentang sistem pengairan dan sistem perdagangan di
kota Solo pada masa kolonial Belanda, salah satunya yaitu Pasar Gede. Pasar
Gede dirancang oleh Ir. Thomas Karsten seorang berkebangsaan Belanda,
mulai dibangun pada tahun 1927 dan berakhir pada tahun 1930 yang
diresmikan oleh Sinuhun Paku Buwono X dengan dana 650 gulden dan
menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia pada masa kolonial
Belanda. Situs-situs dilihat secara komprehensif, baik dari sudut pandang
sejarah maupun lanskap tata ruang kota, telah berekspresi memasuki tiga
dimensi ruang dan waktu (masa kerajaan, post kolonial, dan kemerdekaan)
untuk kepentingan struktural-fungsional pasar. Secara struktural, bangunan
Pasar Gede berada pada kesatuan ekologi kultural,sementara dikaji secara
fungsional memang sejak dahulu juga sudah berfungsi sebagai pasar transaksi
model Jawa. Namun demikian nama Pasar Gede lebih dikenal dikalangan
masyarakat wilayah Pasar Gede adalah area milik penguasa Cina yang
bernama Babah Mayor. Pemaknaan atas nilai simbolik Pasar Gede, yang
berada pada jangkauan pusat kota Solo berarti menandakan bahwa penentuan
atas lanskap kawasan Pasar Gede pada skala tata ruang kota (tempo dulu),
tidak main-main nilai kajian futuristiknya . (Heri Priyatmoko, 2006 : 57-59)
Selain mengkaji dari kumpulan tulisan dan buku, juga mengkaji data
dari internet. Pada pengambilan data dari internet, yang pertama mengambil
data yang berisi tentang sejarah perkembangan Pasar Gede. Pasar monumenal
xxii
di Solo ini mulai dibangun Herman Thomas Karsten , seorang arsitek Belanda,
pada tahun 1927. Pasar Gede diresmikan oleh Paku Buwono X pada tanggal 12
Januari 1930. Pada masa kolonial Belanda, pembangunan pasar monumenal ini
menelan biaya sekitar 650.000 gulden pada masa itu kini setara dengan Rp
2,47 miliar. Sebagai pasar tradisional, Pasar Gede awalnya bernama Pasar
Gedé Hardjonagoro, yang diambil dari nama cucu kepala Pasar Gedé masa itu
(1930), Go Tik Swan – keturunan Tionghoa namun mendapat gelar KRT
Hardjonagoro dari Paku Buwono XII. Dekatnya Pasar Gede dengan komunitas
Tionghoa dan area Pecinan bisa dilihat dengan keberadaan sebuah klenteng
Vihara Avalokitesvara Tien Kok Sie di dekatnya yang tak jauh dari
perkampungan warga keturunan Tionghoa (pecinan) yang bernama Balong
yang letaknya di Kelurahan Sudiroprajan . Itulah mengapa para pedagang
sekalipun sekarang tidak dominan banyak yang merupakan keturunan etnis
Tionghoa. Nama “gede” yang berarti besar, dipakai juga karena pintu gerbang
di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana . Pada jaman kolonial pasar
ini sebagai mediator perdagangan bagi masyarakat Belanda - Cina - pribumi
dengan harapan hubungan antar etnis yang semula berkonflik dapat
berlangsung harmonis. Pada jaman kolonial Pasar Gede terkenal dengan
sebutan “Pasar Priyayi” karena barang-barang dagangan yang dijual di Pasar
Gede berkualitas baik dari pada pasar tradisional lainnya yang berada di Kota
Solo dan pada jaman kolonial Belanda yang berbelanja di Pasar Gede
kebanyakkan dari golongan bangsawan atau priyayi . (Sumber:
www.kabar_soloraya.com, Selasa 1 Juni 2010)
xxiii
Setelah mengkaji sejarah Pasar Gede dari internet, kemudian
mengambil data gambaran umum Pasar Gede dari hasil wawancara dengan
pihak pengelola Pasar Gede yang bernama Mulyono. Pasar Gede terletak di
Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo.
Sejak dahulu Pasar Gede merupakan sebuah Pasar Transaksi Model Jawa, yang
berdiri diatas tanah Aset Pemerintah Kota Surakarta Hak Pakai No. 39 dan Hak
Pakai No. 25. Ciri khas bangunan Pasar Gede dapat dilihat pada interior
bangunan dengan struktur benteng lebar dan panjang. Penampilan bangunan
merupakan persenyawaan antara bentuk kolonial (dinding tebal, kolong –
kolong besar, skala bangunan konsep tradisional). Pada tanggal 28 April 2000
Pasar Gede mengalami kebakaran yang disebabkan konseleting aliran listrik.
Tahun 2001 Pemerintah Kota Surakarta membangun kembali Pasar Gede
sesuai dengan bentuk bangunan aslinya. Pasar Gede termasuk cagar budaya
kota Solo berdasarkan SK Walikota No. 646 tahun 1997 tentang perlindungan
cagar budaya di kota Solo. Dengan potensi lahan seluas 8.560 meter persegi
yang terdiri dari 127 ruko, 133 kios, 633 los pasar dan sekitar 250 lapak
pedagang, potensi pasar tersebut sangat cukup dikenal oleh orang luar Solo.
F . METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Kegiatan observasi tugas akhir ini dilakukan di Pasar Gede Solo. Nama
penulisan kota dalam tugas akhir ini lebih banyak menggunakan nama
Kota Solo bukan Surakarta karena di atas pintu gerbang utama Pasar
Gede menggunakan nama Solo. Selain itu usia Pasar Gede yaitu 80
xxiv
tahun jadi lebih tua dari hari jadi Surakarta yang baru berusia 64 tahun.
Setidaknya, ada tiga fungsi dalam notasi atau penyebutan kata
Surakarta dan Solo. Pertama, Surakarta sebagai notasi pemerintahan,
kedua Surakarta Hadiningrat sebagai notasi royal atau kerajaan, dan
yang ketiga, Solo sebagai notasi untuk bisnis dan budaya bagi
warganya. Dari situ jelas perbedaan fungsi dan makna penggunaan kata
Surakarta, Surakarta Hadiningrat dan Solo.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam menyusun laporan tugas akhir ini penulis mengumpulkan
data dengan metode pengumpulan data,antara lain :
a . Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan
menggunakan jalan mengamati ,meneliti atau mengukur
kejadian yang sedang berlangsung . Observasi ini dilakukan di
Pasar Gede Solo dengan membagi ke dalam unit observasi .
Unit observasi di Pasar Gede Solo terdiri dari :
· Bangunan fisik dan penataan ruang di Pasar Gede
Solo
· Lingkungan, lahan parkir, dan keadaan Pasar Gede
Solo
· Jenis-jenis makanan tradisional yang dijual di Pasar
Gede
xxv
Dengan cara ini data yang diperoleh adalah data faktual dan
aktual , dalam artian data yang dikumpulkan diperoleh pada saat
peristiwa berlangsung .
b . Wawancara
Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi antara
pengumpul data dengan nara sumber ,sehingga wawancara
dapat diartikan sebagai cara mengumpulkan data dengan
bertanya langsung kepada nara sumber dan dilakukan dengan
model wawancara yang santai namun mendalam sesuai dengan
daftar pertanyaan yang telah disediakan dan jawaban –jawaban
dicatat atau direkam dengan alat perekam
c . Studi Dokumen
Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
ditunjukkan untuk memperoleh data secara langsung dari
tempat penelitian meliputi laporan kegiatan berupa gambar, foto
pasar Gede beserta para penjual makanan yang ada di pasar
Gede dan data yang relevan tentang pasar Gede untuk penelitian
.
d . Studi Pustaka
Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dari
mengkaji buku-buku literature yaitu mengutip bagian – bagian
xxvi
yang kiranya mempunyai kaitan langsung dengan judul
masalah. Tahap ini digunakan untuk memperoleh data – data
yang akurat sebagai pendukung data yang diperoleh dari
pengamatan dan wawancara .
2 . Teknik Analisa Data
Setelah data dikumpulkan, kemudian menganalisanya. Pada tahap
ini data dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk menjawab persoalan
yang diajukan dalam perumusan masalah. Teknik analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan
atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang
diteliti secara sistematis , faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki .
G . SISTEMATIKA PENULISAN
xxvii
Untuk mempermudahkan pemahaman mengenai isi pembahasan laporan
ini , maka dibuat sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti berisi tentang Potensi
Wisata di Kota Solo, Sejarah Pasar Gede Solo, dan Potensi Wisata Budaya dan
Kuliner di Pasar Gede Solo.
BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan membahas mengenai Peran
Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo, Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan
Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo, Potensi Obyek dan Daya
Tarik Wisata Dilihat Dari Analisa Pandekatan 4A+1P di Pasar Gede Solo,
Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya
Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo,dan Kendala-kendala Yang
Dihadapi Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan
Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner di Kota Solo.
BAB IV Penutup membahas mengenai Kesimpulan dari apa yang telah
dijelaskan dari bab sebelumnya dan Saran disampaikan pada akhir penutup.
xxviii
BAB II
GAMBARAN UMUM OBYEK YANG DITELITI
A . Potensi Wisata Di Kota Solo
Kota Solo berdiri pada tahun 1745. Kota ini pernah menjadi pusat
pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan
Mataram, Solo menjadi pusat pemerintahan keraton Kasunanan Surakarta dan
Praja Mangkunegaran. Kedua pusat feodalisme Jawa ini memiliki keterkaitan
dengan Majapahit, karena dinasti Mataram merupakan keturunan dari raja-raja
Kesultanan Demak, yang juga merupakan penerus suksesi dinasti Wijaya, sang
pendiri Majapahit, dalam perkembangannya Solo menjadi kota dagang penting
(di Solo berdiri Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905), kota wisata dan kota
budaya. Kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan nama Kota Solo, adalah
salah satu kota budaya dan sejarah di Pulau Jawa. Penyebutan dengan predikat
ini demikian karena kota ini memiliki kisah yang panjang dan selalu tampil
dalam panggung sejarah Indonesia. Sejak jaman pra-sejarah, jaman kuno,
jaman Islam, jaman penjajahan kolonial, sampai jaman kemerdekaan, peran
Kota Solo sebagai salah satu pusat budaya dan sejarah tidak pernah bisa
diabaikan. Fakta tersebut menyebabkan sebagian dari berbagai produk budaya
dan sejarah masih tertinggal dan bertahan di Solo dalam berbagai kondisi dan
keadaan. Produk budaya dan sejarah tersebut dapat meliputi karya fisik atau
arsitektur dari masa lampau yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan
wawasan identitas yang terbentuk dari sosok arsitektur dan lingkungan budaya
yang beraneka ragam, antara lain seperti warisan arsitektur tradisional Jawa
15
xxix
dan warisan arsitektur peninggalan kolonial Belanda. Lebih jauh lagi bahwa
produk budaya dan sejarah di Kota Solo tersebut dapat berwujud : kawasan
tradisional seperti kawasan Kraton dan Alun-alun Kasunanan Surakarta;
bangunan kuno seperti Benteng Vastenburg, Masjid Agung, Museum
Radyapustaka, Stasiun Balapan, Pasar Gede Harjonagoro; monumen bersejarah
dan perabot jalan seperti : Jembatan Pasar Gede, Gapura Klewer, Gapura
Gading, Tugu Lilin, Monumen Stroomvals; ruang terbuka/taman seperti :
Taman Sriwedari, Taman Balekambang. Kawasan bangunan cagar budaya
sebagai salah satu peninggalan budaya dan sejarah di Kota Solo pada dasarnya
merupakan suatu kawasan yang memiliki nilai historis dan merupakan sebuah
kawasan yang memiliki warisan yang berupa bangunan dan disain arsitektur
tertentu yang mencirikan keadaan masa lalu ataupun kondisi yang ada pada
masa tersebut. Kawasan ini dulunya merupakan bagian dari salah satu pusat
pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah (Keraton Solo). Bangunan bersejarah,
produk kesenian, makanan khas, serta hiburan mudah dijumpai di tempat ini
dan di sudut-sudut sekitar kota ini. ( Sumber: www.surakarta.co.id, Selasa 1
Juni 2010 ).
Solo merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Jawa Tengah dan
didukung oleh enam kabupaten yaitu Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Klaten,
Sukoharjo, dan Boyolali. Dari daerah tersebut memiliki potensi pariwisata
yang besar dan mempunyai ciri khas sendiri dan dari setiap daerah tersebut
mempunyai atraksi wisata yang menarik minat wisatawan dari dalam negeri
atau luar negeri, yang kemudian dapat mendatangkan devisa disetiap
xxx
daerahnya dan mengidentikan Solo sebagai salah satu pusat budaya atau yang
lebih dikenal dengan “Solo Kota Budaya”.
Solo sebagai bagian dari wilayah negara Indonesia adalah kota yang
mempunyai sejarah sosial dan budaya yang panjang , karena kota Solo
memiliki dua kerajaan yang dikagumi oleh semua warga kota Solo pada
khususnya dan seluruh warga Indonesia pada umumnya. Dua kerajaan yang
ada di Solo yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran.
Masyarakat kota Solo yang bersifat heterogen mempunyai komunitas-
komunitas etnis disetiap kampung di Solo. Kawasan wilayah kota Solo
memang cukup terkenal dengan banyak potensi wisata yang terdapat
didalamnya . Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pendapatan daerah
terutama dalam menghadapi otonomi daerah sekarang ini. Selain sebagai
daerah tolak ukur berkembangnya bisnis, namun juga sebagai daerah
pengembangan industri pariwisata. Berkembangnya industri pariwisata
bermula dengan beragamnya serta kentalnya budaya yang ada serta melekat
erat dihati masyarakat sekitar.Untuk menjadikan sebuah daerah perkembangan
industri pariwisata , suatu daerah haruslah mempunyai lebih dari sebuah objek
wisata yang tentunya menjadikan sebuah aset pemasukan bagi daerah .
Secara geografis kota Solo terletak pada ketinggian 200 m di atas
permukaan laut . Berada di antara gunung Merapi, Merbabu, dan Lawu, serta
dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo dan dibelah oleh Kali Pepe. Kota yang
memiliki luas wilayah 44km², berpenduduk ± 500ribu jiwa, sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai buruh dan pedagang . Sebagai kota yang sudah
xxxi
berusia 265 tahun, Solo memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua
bersejarah. Ada juga yang terkumpul di sekian lokasi, membentuk beberapa
kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing Kawasan
Kauman, yang awalnya diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama
kerajaan dan kerabatnya, mengalami perkembangan mirip dengan kawasan
Laweyan. Banyak tumbuh produsen dan pedagang batik yang sukses. Ada pula
perkampungan Pasar Kliwon, kawasan permukiman warga keturunan Arab,
yang sukses berdagang batik., serta kawasan perdagangan Balong yang
merupakan konsentrasi permukiman warga etnis Cina yang mayoritas
berprofesi sebagai pedagang . Kawasan-kawasan tersebut, termasuk bangunan-
bangunan tua bersejarah yang juga banyak terdapat di sepanjang jalan protokol
Slamet Riyadi, merupakan jejak sejarah perkembangan kota Solo, dengan
warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya masing-masing . Keberadaan
kampung-kampung dagang yang didukung oleh pasar dengan berbagai
komoditi, menempatkan kota Solo sebagai kota pusat bisnis dan perdagangan .
Adanya kantong-kantong kegiatan kesenian ditambah berbagai ritual upacara
yang dilaksanakan Keraton Kasunanan maupun Mangkunegaran, menjadikan
kota Solo menyandang predikat sebagai kota budaya sekaligus daerah tujuan
wisata. Tetapi predikat kota Solo sebagai kota budaya akhir-akhir ini
mengalami pelemahan, karena kurangnya perhatian dari semua kalangan
masyarakat untuk mengembangkan kota Solo. Solo yang seharusnya bersandar
pada “Solo masa depan adalah Solo masa lalu” (Solo’s Past is Solo’s Future),
yang artinya pengembangan kepariwisataan kota Solo tidak boleh menyimpang
xxxii
dari karakter atau ciri khas yang membentuk kota ini sejak awal kota Solo
berdiri hingga sekarang dan visi pembangunan Kota Solo adalah kota budaya
yang berorientasi pada nilai masa lalu. Yang layak jadi catatan dari sisi
konseptual, adalah konsep “masa lalu” sebagai konsep yang mengarah pada
budaya”. Ciri budaya yang hendak ditampilkan Solo harus menjadi ikon kota
dan mendapat posisi yang spesifik di tengah jangkar pariwisata Yogyakarta –
Solo -Semarang. ( Sumber:www. Visit_Solo.net, Selasa 1 Juni 2010 ).
Kota Solo mempunyai banyak objek wisata dan atraksi wisata yang
beraneka ragam, antara lain wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, dan
wisata kuliner terdapat di kota ini. Ciri utama pariwisata di kota Solo adalah
menonjolkan wisata budaya, wisata belanja dan wisata kuliner, karena kota
Solo terkenal dengan budaya, makanan khas dan juga terkenal dengan wisata
belanja yang murah dan mempunyai mutu yang tinggi dengan fasilitas-fasilitas
pendukung pariwisata yang maju. Keberanekaragaman berbagai objek wisata
yang menarik dapat menjadikan kemajuan yang baik bagi perkembangan
pariwisata kota Solo. Hal tersebut dapat berdampak positif bagi pendapatan
kota Solo yang semakin bertambah , ini sebagai wujud bahwa pengelolaan
yang baik dapat menimbulkan dampak yang positif. Beberapa objek wisata di
kota Solo yang ramai dikunjungi wisatawan antara lain : Keraton Kasunanan
Surakarta, Pura Mangkunegaran, Pasar Klewer, Pasar Antik Windujenar,
Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Laweyan, Museum Radya Pustaka,
Museum Batik Danar Hadi, Gedung Wayang Orang Sriwedari , Gladag
Langen Bogan
xxxiii
Selain itu pemerintah kota Solo juga meningkatkan pariwisata dengan
adanya event-event kesenian dan festival-festival kuliner di kota Solo agar
lebih dikenal wisatawan, dengan begitu objek wisata yang terdapat di kota
Solo juga semakin meningkat jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara. Ditambah dengan wajah baru kota
Solo yang semakin ramai dengan taman yang terdapat disepanjang jalan,
sehingga menambah kesan sejuk dan dalam berwisata ke kota Solo terkesan
lebih santai. Begitu pula dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang lain yang
telah siap dipergunakan sebagai sarana penunjang pariwisata di kota Solo.
Kondisi jalan yang lebar dan baik, tersedianya air bersih dan penerangan yang
baik, penginapan yang sudah pasti tersedia di kota Solo dengan berbagai
macam pilihan dan kelas serta letak objek wisata yang tidak begitu jauh
membuat kota ini menjadi kota wisata yang ramai dikunjungi wisatawan setiap
harinya. Sehingga industri pariwisata di kota Solo dapat memberikan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat yang bekerja sama dengan instansi pemerintah dan
sumber pendapatan kota Solo semakin meningkat . ( Sumber : www.Wikipedia
.com, Selasa 1 Juni 2010 ).
Karakter Solo yang berwajah multikultural adalah identitas Solo masa
lalu di balik sejarah hegemoni kultur Jawa Mataram. Sisa dari ciri kota
multikultural masih dapat dilihat hingga saat ini. Lagi- lagi, karena kurangnya
minat konservasi dan desakan kepentingan yang lebih pragmatis, kekayaan
nilai budaya itu nyaris punah. Wajah multikultur Solo tampak dari pluralitas
populasi yang sesuai dengan karakternya sebagai kota komersial, menjadi
xxxiv
tempat kelahiran organisasi dagang terbesar (Syarikat Dagang Islam), yang
dengan sendirinya mengundang pelaku ekonomi dari berbagai masyarakat.
Saat ini masih tampak kawasan perkampungan yang memiliki karakter
arsitektur budaya etnis tertentu. Perkampungan masyarakat Cina adalah salah
satu simbol perkotaan. Di Solo perkampungan Cina di kawasan Pasar Gede
yaitu di Balong masih terawat dan memberi warna dominan pada tata ruang
Solo, selain perkampungan masyarakat Arab di kawasan Pasar Kliwon yang
juga memiliki nilai kultural khusus. Laweyan, Kauman, Balong, atau Pasar
Kliwon adalah jejak sejarah perkembangan tata kota Solo, dengan warna
arsitektur dan latar belakang sosiologisnya. Berbagai gedung dengan corak
arsitektur Jawa, Eropa, Indis, Art Deco, Tionghoa, hingga Timur Tengah jika
semua bisa dirawat dan dikonservasi, bisa dijadikan proyeksi sebagai tujuan
wisata, yakni wisata kota tua. Oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir ini
akan mengulas tentang Pasar Gede Solo yang merupakan salah satu bangunan
cagar budaya di kota Solo dan menyimpan potensi wisata yang dapat
dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata budaya dan wisata kuliner
di Kota Solo. Dari pengembangan potensi wisata budaya dan kuliner yang ada
di Pasar Gede, maka akan menarik minat wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata di Kota Solo dan berwisata kuliner serta belanja makanan
khas Solo di Pasar Gede Solo.
B . Sejarah Pasar Gede Solo
Sejarah kota Solo dimulai dari kepindahan ibukota kerajaan Mataram
Kartasura beserta keratonnya ke Desa Sala, dalam perkembangan selanjutnya
xxxv
daerah kerajaan Surakarta mengalami pembagian menjadi dua, akibat
Perjanjian Giyanti, yaitu Surakarta dan Jogjakarta. Kedua daerah masing-
masing kemudian terpecah lagi, timbulah 4 kerajaan yang oleh Belanda
dinamakan Vostenlanden, yakni Kasunanan, Mangkunegaran, Kasultanan dan
Pakualaman. Dalam filosofi kebudayaan Jawa dalam hubungannya dengan
bangunan yang ada dikomplek keraton dikenal adanya Catur Gatra Tunggal,
yaitu Keraton merupakan pusat pemerintahan, Alun-alun sebagai simbol suara
rakyat, Masjid Agung sebagai tempat peribadatan, dan. Pasar sebagai sarana
penghidupan rakyat.
Pasar dalam rangkaian Catur Gatra Tunggal Keraton Solo, pada
mulanya berwujud pasar tiban, yang bertempat di Pamuraan (belakang Gladak
dibawah pohon beringin) dengan warungan tanah seluas 10.421 m². Sebagai
pasar tradisional peninggalan masa lalu, pasar ini merupakan aset budaya
Masyarakat Solo. Lebih dari itu, mengingat kesejarahan yang terkandung,
pasar ini juga menjadi aset nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Secara historis, pasar ini muncul berubah-ubah dari zaman ke zaman. Pertama
pasar ini muncul dari embrio pasar candi yang berkarakter Candi Padurasa
pada zaman kerajaan Hindhu- Budha di Jawa. Proses perubahan Pasar Candi
berubah menjadi pasar ekonomi yang disebut “Pasar Gede Oprokan” yang
digambarkan dengan payung-payung peneduh untuk kegiatan pasar, dan yang
terakhir pada jaman kolonial Belanda ”Pasar Gede Oprokan” berubah menjadi
Pasar Gede dengan bentuk bangunan kolonial Jawanis yang dibangun oleh Ir.
Thomas Karsten pada tahun 1930. Kemudian pada masa pemerintahan Paku
xxxvi
Buwono X (1893-1939), dibangun pasar permanen yang kemudian dikenal
dengan nama Pasar Gede Harjonagoro dengan arsitek Ir. Thomas Karsten
dengan dana 650.000 gulden pada tahun 1927. Tiga tahun kemudian tepatnya
tanggal 13 Januari 1930, Pasar Gede selesai dibangun dan diresmikan oleh
Paku Buwono X dan GKR. Hemmas sebagai pasar rakyat monumental dua
lantai, dengan arsitektur Kolonial Jawanis (Topologi pasar nyaris sempurna)
pada lokasi lingkungan etnis Cina, yang bercitra arsitektur Cina Jawanis. Salah
satu pasar tradisional yang menjadi warisan bangunan cagar budaya di Solo
yaitu Pasar Gede.
( Sumber : Wawancara dengan Mulyono pegawai pengelola Pasar Gede Solo,
Senin 5 Juli 2010 ).
Dalam buku Babad Solo karya RM Sajid disebutkan pada masanya
Pasar Gede tumbuh dan berkembang melebihi pasar-pasar lainnya di Solo,
seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, dan Pasar Pon, yang tingkat keramainnya
dipengaruhi oleh hari pasaran. Fenomena lain yang semakin mengukukuhkan
keberadaan Pasar Gede Solo adalah tahun 1927, saat Sampeyan dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono (PB) X merehab
bangunan pasarnya. Pembangunan ulang ini memunculkan sejarah baru bahwa
pasar tradisional ini bukan hanya untuk tataran wilayah kota Solo saja, namun
seluruh Indonesia. Betapa tidak, dengan pembangunan ulang ini menjadikan
Pasar Gede sebagai pasar pertama bertingkat di Indonesia . Sekarang usia
Pasar Gede sudah delapan puluh tahun, pasar yang telah menjadi ikon kota
Solo ini tetap berdiri kokoh. Bangunan berlantai dua dengan tugu jam di
xxxvii
persimpangan jalan, tepat di depan bangunan itu juga masih elegan di
persimpangan antara Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Ketandan. Kita juga bisa
melihat kemegahan bangunan ini saat melintas dari arah Jalan Jenderal
Sudirman menuju Jalan Urip Sumoharjo.
Gambar 1 : Proses perjalanan sejarah Pasar Gede dari mulai pasar
candi, pasar oprokan sampai pasar modern karya Ir. Thomas Karsten tahun
1930
xxxviii
Sumber : Dokumentasi dari Solo Heritage Comunity
Di kawasan ini, roda perekonomian kota Solo tetap berjalan seiring
perkembangan jaman. Ikatan emosional masyarakat terhadap Pasar Gede ini
tampaknya membuat bangunan ini terus eksis. Ratusan pedagang juga
menjalankan profesinya di pasar ini, mulai pedagang ikan laut, daging babi,
daging sapi, grosir buah, kembang, ayam potong, ayam hidup, pakaian,
pedagang sayur, pedagang makanan dan oleh-oleh khas Solo . Para pedagang
ditempatkan di selasar sepanjang kiri dan kanan koridor utama. Selain pintu
utama di barat dan timur, ada pintu berukuran sedang di utara pasar . Pintu
xxxix
masuk utama pasar ini berkanopi lebar bertuliskan Pasar Gede dengan gaya
tulisan Art Nouveau. Lantai untuk masuk berujud ramp, setelah hall masuk
terdapat ruang terbuka, kemudian ruang-ruang los pasar membujur ke utara
dan timur. Selain penjual daging, tentu saja tak beda jauh dengan pasar
tradisional lainnya, ragam jualan Pasar Gede terdiri dari berbagai macam jenis
dari kebutuhan pangan, sandang hingga kebutuhan pelengkap yang lain .
Pasar Gede, menjadi saksi penting perjalanan sejarah interaksi sosial
masyarakat Solo. Jawa, Cina dan Arab tumpah ruah di pasar Gede dan terlibat
dalam transaksi jual-beli. Sekilas memang wajar, tidak peduli asal-usul genetis
dan kasta. Kalau memang harus berbelanja di pasar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, pasti akan terjadi dialog.Yang tidak wajar adalah ketika
pemerintah Hindia Belanda menjadikan Pasar Gede sebagai laboratorium
politik pecah-belah. Sampai-sampai, gagasan arsitek humanis Thomas Karsten
yang membangun pasar itu pada kurun 1893-1939 atas titah Raja Keraton
Kasunanan yaitu Paku Buwono X, mudah ditumbangkan oleh kepentingan
terpadu pemerintah kolonial.Gagasan membuat bangunan dua lantai yang tidak
menyulitkan kuli gendong dan kuli panggul saat mengangkut barang dagangan,
pun dengan mudah ditumbangkan dengan politik preman ala kolonialis
Belanda.Asal tahu saja, di kompleks pasar yang hanya terpisahkan oleh jalan
(kini Jl. Kapten Mulyadi), terdapat kawasan Pecinan (kini bernama kampung
Balong). Belanda menunjuk sekutunya Pecinan sebagai pengutip pajak di
Pasar Gede, dalam rangka politik devide et impera, sekutunya tersebut diberi
pangkat mayor. Orang-orang tua, dulu menyebutnya dengan Mayor Babah.
xl
Dibatasi Kali Pepe, tepat di selatan Pecinan terdapat kompleks pemukiman
untuk orang-orang Belanda dan bangsa Eropa namanya Lojiwetan.
Sampai sekarang, loji-loji itu masih kokoh berdiri. Pada masa kolonial
di kawasan itu terdapat gedung (societet), semacam gedung kesenian untuk
para penguasa Hindia Belanda. Kawasan Lojiwetan itu terletak di sebelah
timur Benteng Vastenburg, kompleks tentara Belanda. Benteng itulah yang
dijadikan pusat pertahanan kolonialis sekaligus untuk memantau gerak-gerik
kaum pribumi, juga tentara kerajaan. Masih terkait dengan politik pecah-belah,
di selatan Lojiwetan, pemerintah Hindia Belanda mengkotakkan keturunan
Arab ke dalam sebuah perkampungan khusus, yang kini dikenal dengan nama
Pasar Kliwon. Sebagai pusat interaksi yang terletak di kawasan Pecinan,
bersebelahan dengan Pasar Gede terdapat Klenteng Avalokiteswara atau kini
bernama Klenteng Tien Kok Sie. Tidak jelas asal-usulnya, namun kuat diduga
klenteng memang biasa dibangun di daerah dimana komunitas keturunan Cina
berada. Kali Pepe yang jaraknya hanya sejengkal dengan Pasar Gede, dahulu
merupakan sarana transportasi utama bagi kaum pedagang yang menggunakan
perahu atau kapal kecil . Apalagi, Kali Pepe terhubung dengan Sungai
Bengawan Solo yang menghubungkan dengan dunia perdagangan internasional
dengan pusatnya di Tuban dan Gresik, yang tak lain merupakan hulu sungai
Bengawan Solo. (Sumber : www.wawasan_digital.com, Selasa 1 Juni 2010 ).
Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan
termegah di Solo. Awalnya penyaluran barang dilakukan oleh abdi dalem
xli
Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah
dari kain (lebar dan panjang dari bahan batik dipakai dari pinggang ke bawah),
beskap (semacam kemeja), dan blangkon. Pungutan jasa kemudian akan
diberikan ke Istana Kasunanan. Pasar Gede terdiri dari dua bangunan yang
terpisah, masing-masing terdiri dari dua lantai . Pintu gerbang di bangunan
utama terlihat seperti atap singgasana yang kemudian diberi nama Pasar Gede.
Arsitektur Pasar Gede merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya
tradisional. Pada tahun 1947, Pasar Gede mengalami kerusakan karena
serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada
tahun 1949. Perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia
mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar
Gede, dahulu digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai
pasar buah dan ikan hias. Kondisi bangunan pasar ini jauh lebih beradab dari
pasar pada umumnya karena Thomas Karsten sudah mempertimbangkan atap,
sirkulasi udara, masuknya cahaya agar kondisi pasar tidak pengap, lembab dan
juga menciptakan iklim komunikasi yang baik dengan cara membuat lorong
yang dibuat lebar untuk memudahkan interaksi antar pedagang. Dengan bijak
ia melakukan semacam pengamatan akan kebiasaan masyarakat dan
mempelajari kebudayaan setempat. Tidak seperti kebanyakan arsitek Belanda
yang justru terkesan memaksakan ide “Belanda” pada bangunan-bangunan di
Indonesia .
( Sumber: Wawancara dengan Mulyono pegawai kantor pengelola Pasar Gede,
Senin 5 Juli 2010 ).
xlii
C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Solo
Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Museum Radyapustaka,
Benteng Vastenburg dan banyak tempat bersejarah lainnya merupakan ciri
khas yang telah berhasil membangun citra Solo sebagai kota budaya . Tempat-
tempat tersebut sangat familiar dan dikenal banyak orang. Dibalik semua
kekayaan tempat bersejarahnya yang kental dengan budaya Jawa tersebut, Solo
juga terkenal dengan kulinernya atau makanan khas Solo. Pada masa kini, jenis
makanan yang kemungkinan sekali telah ada pada masa lampau berkembang
menjadi makanan tradisional. Beberapa jenis makanan telah ada pada masa
Jawa kuno, ada yang masih bertahan sampai sekarang dan banyak juga yang
telah hilang seiring dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu sebaiknya
perlu mengenali kembali jenis-jenis makanan dan minuman Jawa kuno yang
merupakan aset budaya dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata.
Tidak hanya bagi warga lokal Solo, tetapi juga bagi wisatawan luar Solo.
Kebanyakan dari kuliner khas tersebut berada di pasar-pasar tradisional yang
tersebar di kota Solo. Untuk menunjukkan khasanah kekayaan kuliner tersebut,
maka sebaiknya dilakukan suatu perjalanan wisata kuliner di pasar – pasar
tradisional yang tersebar di Kota Solo. Laporan tugas akhir ini akan membahas
tentang potensi wisata budaya dan kuliner pada satu pasar tertua dan terbesar
di Kota Solo yaitu Pasar Gede. Pasar Gede sebagai pusat belanja, wisata
budaya serta wisata kuliner terbesar dan terlengkap di kota Solo, sesungguhnya
xliii
sangat berpotensi dan berpeluang untuk dikembangkan menjadi suatu obyek
dan daya tarik wisata unggulan baru di Kota Solo.
Pasar Gede adalah pasar tua karya arsitek Belanda Thomas Karsten ini
tidak hanya menyediakan aneka barang yang mampu memuaskan hasrat
berbelanja, namun juga menyediakan sajian kuliner khas Solo. Pasar Gede
buka mulai dari pagi hari sampai sore hari. Pasar tradisional yang berusia
delapan puluh tahun ini menyimpan segudang pesona akan jajanan pasar dan
makanan khas Solo. Makanan khas Solo yang dijual di Pasar Gede antara lain
brambang asem, es dawet telasih, tiwul, ledre, intip, kerupuk rambak, cabuk
rambak, pecel ndeso sampai sayuran dan buah segar. Pasar tradisional yang
bernama lengkap 'Pasar Gede Hardjonagoro' ini merupakan pasar tradisional
yang terbesar di kota Solo, selain Pasar Klewer. Untuk menuju ke pasar ini ada
banyak cara. Selain menggunakan kendaraan pribadi, juga dapat
memanfaatkan jasa angkutan umum seperti bus, andong, dan becak. Sejak
pertama dibangun Pasar Gede sudah mengalami beberapa renovasi dan yang
terakhir pada tahun 2001 lalu. Arsitektur Pasar Gede karya Karsten tersebut
ternyata sangat multifungsi. Pasar yang biasanya terkesan lembab dan kotor
tidak nampak di pasar ini. Lorong-lorongnya luas dan bersih, sirkulasi
udaranya pun mengalir dengan lancar sehingga tidak terasa pengap. Keunikan
lain di dalam pasar ini adalah hukum sliding price atau harga lunak dalam
tawar menawar antara pembeli dan penjual. Perilaku tawar menawar masih
terjaga dengan baik di sini. Umumnya pedagang menggunakan bahasa Jawa
xliv
kromo inggil ketika menyapa pembeli. Karena itu keakraban antara penjual
dan pembeli yang menjadi pelanggan tetap sangat terjaga dengan baik.
Berbeda dengan hadirnya pasar modern yang ada di Solo sekarang ini,
di Pasar Gede masih akan menemukan suasana guyub ketika melakukan
transaksi pembelian di pasar tradisionil ini. Para pedagang akan menyapa
semua dengan santun, karena ini merupakan salah satu sistem pelayanan yang
dilakukan penjual untuk menarik minat pembeli atau wisatawan agar bersedia
membeli barang dagangan mereka. Berbagai tawar-menawar mengunakan
bahasa Jawa Kromo Inggil kerap terdengar di pasar ini. Di pasar ini pastinya
jurus menawar harus dipakai, apalagi jika menggunakan bahasa Jawa pastinya
mendapatkan harga yang lebih murah. Jadi, jika anda ke Solo tidak ada
salahnya mampir ke Pasar Gede seberang timur Gedung Balai Kota Solo.
Sambil melacak kehebatan masa lalu Pasar Gede dan tentunya bernostalgia
dengan makanan, minuman dan jajanan legendaris kota Solo dan ketika pasar
Gede merayakan hari jadinya yang ke delapan puluh tahun di pasar Gede
diadakan festival kuliner dan jajanan pasar khas Solo acara ini dikemas dengan
menarik sehingga dapat menarik minat pengunjung atau wisatawan untuk hadir
dalam festival kuliner tersebut. Semoga acara festival kuliner dan jajanan
pasar khas Solo di Pasar Gede diadakan rutin setiap tahun sehingga para
pengunjung atau wisatawan dapat menjadikan Pasar Gede sebagai tujuan
wisata utama dikota Solo, maka dari kunjungan wisatawan tersebut sumber
pendapat daerah semakin meningkat, selain itu baik pedagang di Pasar Gede
maupun pihak penyedia jasa perjalanan dikota Solo akan meraup keuntungan
xlv
karena di Pasar Gede para pengunjung atau wisatawan akan melakukan
perjalanan wisata dan membelanjakan uangnya untuk membeli makanan dan
jajanan khas Solo dan dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke daerah atau
Negara asalnya.
Selain wisata kuliner, di Pasar Gede Solo juga memiliki potensi atraksi
wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan baik wisatawan domestik
maupun wisatawan mancanegara. Atraksi wisata budaya tersebut yaitu
Garebeg Sudiro yang diadakan setiap satu tahun sekali yaitu pada perayaan
Imlek. Acara yang dinamakan Garebeg Sudiroprajan ini digelar di depan
kompleks Pasar Gede. Garebeg dengan gunungan biasanya diselenggarakan
oleh keraton yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun. Sedangkan kue
keranjang merupakan kue khas dari daratan Tiongkok, dengan adanya
gunungan kue keranjang menunjukkan terjadinya akulturasi budaya . Puncak
acara garebeg adalah perebutan kue keranjang yang menyusun gunungan oleh
ratusan warga yang menyesaki area depan Pasar Gede yang berhias lampion .
Kue keranjang yang khas dari daratan Tiongkok dicampur gunungan yang
merupakan tradisi Jawa menunjukkan terjadinya akulturasi atau percampuran
budaya.
Garebeg Sudiro merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk
kirab gunungan dari kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa,
Jawa maupun etnis lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena
selain peserta berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta
xlvi
lampion. Selain atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan
pertunjukan musik tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa
Orde Baru. Kata Garebeg Sudiro merujuk pada nama Sudiroprajan, yakni
kawasan yang banyak dihuni peranakan Cina di Solo. Di timur Pasar Gede,
misalnya, terdapat dua nama kampung yang populer sebagai permukiman
padat yang mayoritas dihuni oleh peranakan Cina. Event itu juga
mengingatkan sejarah masa lalu, di mana etnis keturunan Cina diposisikan
lebih tinggi dari masyarakat Jawa dalam rangka politik pecah belah (devide et
impera) oleh kolonialis Belanda. Kolonialis sengaja memberi kepercayaan
kepada pedagang-pedagang peranakan Cina sehingga mendominasi Pasar Gede
sebagai sentral perekonomian kota Solo. Untuk kepentingan politik dan
keamanan, Pemerintah Belanda juga mengangkat tokoh Cina sebagai kepala
keamanan dengan pangkat Mayor, sehingga muncul sebutan populer Mayor
Babah. Sebuah arak-arakan berlangsung meriah. Rombongan berangkat dari
Pasar Harjanagara lebih terkenal dengan sebutan Pasar Gede, berkeliling
melewati kampung Sudiroprajan, perempatan Warung Pelem dan berakhir di
Pasar Gede. Ada warna-warni Liong, Samsi dan dua naga, juga rombongan
berkostum panakawan. Peristiwa yang baru pertama kali digelar itu dinamai
Garebeg Sudiro. Dikemas dengan sajian multikultur, sebab peristiwa itu
sejatinya merupakan peristiwa budaya, yang sengaja diciptakan untuk
menambah event dalam kalender acara wisata kota Solo. Sudiro(prajan) dan
Pasar Gede merupakan kawasan yang saling terkait. Kampung Sudiroprajan
lebih dikenal sebagai kampung peranakan Cina sebab di situlah Pemerintah
xlvii
Belanda menempatkan mereka sebagai koloni. Tidak jauh dari Pecinan,
terdapat koloni Arab di Pasar Kliwon. Di antara dua koloni itu, Belanda dan
peranakan Eropa membuat kampung ‘pembatas’ yang di kemudian hari dikenal
dengan nama loji Wetan. Itu semua merupakan strategi kolonialis Belanda
untuk memperkuat kedudukannya sebagai penguasa Jawa, bahkan di atas
Keraton Kasunanan. Strategi pecah belah dilakukan dengan memberi banyak
kepercayaan kepada keturunan Cina, bahkan kedudukan setingkat lebih tinggi
dibanding keturunan Arab. Padahal, fungsinya mereka sama yaitu sebagai
pengumpul pajak dan penanggung jawab keamanan di masing - masing
komunitas. (Sumber : www. kabar_soloraya .com, Jumat 18 Juni 2010).
Kembali ke Garebeg Sudiro, festival itu mestinya bisa diperluas
cakupannya, karena kurang beragamnya tampilan. Banyak jenis kesenian
warisan nenek moyang kaum Tionghoa seperti wayang Potehi, atau musik
khas Tiongkok dan sebagainya di Solo. Keragaman menjadi penting
dikedepankan, supaya orang tak salah paham dan terjebak pada prasangka
yang dilatari oleh ketidaktahuan mengenai kenyataan yang sesungguhnya,
sehingga berujung pada pertentangan Tidak cuma terhadap pemerintah semata,
lebih dari itu, kesadaran dari anggota komunitas keturunan Cina harus lebih
ditumbuhkan. Lebih dari itu, sebaiknya festival-festival mendatang lebih
diwarnai kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna, dalam bentuk yang lebih
praktis dan bersentuhan dengan masyarakat banyak yang beragam latar
belakang kultur, sosial, ekonomi dan sikap politiknya. (Sumber:www.
Harian_Joglosemar.com, Jumat 18 Juni 2010 ).
xlviii
Selain Garebeg Sudiro di Pasar Gede juga pernah dijadikan tempat
untuk penyelenggaraan Festival Seni Pasar Kumandang yang berlangsung pada
18 – 20 Mei 2008 menjadi bukti vital pasar tradisional dalam peradaban
manusia dan pertumbuhan kota. Acara-acara seni seperti seni musik
tradisional, seni teater dan seni tari kontemporer dihadirkan dalam festival Seni
Pasar Kumandang dengan suatu acuan bahwa pasar tradisional adalah ruang
publik yang memiliki peran melahirkan dan menghidupi seni.
Pasar Gede merupakan pasar yang terletak pada daerah kekuasaan
Keraton Kasunanan, dahulu ketika Keraton Kasunanan masih dalam masa
kejayaannya raja Keraton Kasunanan mengadakan acara “Angon Putu” yaitu
raja Keraton Kasunanan mengajak semua keturunannya mulai dari anak, cucu,
sampai cicitnya ke Pasar Gede dan di pasar itu mereka disebar dan disuruh
membeli sesuai dengan keinginanya yang ada di Pasar Gede. Acara ini
dilakukan ketika raja Keraton Kasunanan sedang merayakan hari kelahirannya.
Atraksi wisata budaya yang diselenggarakan di Pasar Gede hanya
diselenggarakan pada acara dan waktu - waktu tertentu sehingga tidak dapat
disaksikan dan dinikmati wisatawan setiap hari. Maka perlu adanya
pengembangan atraksi wisata budaya dan festival kuliner di Pasar Gede Solo.
Dari semua atraksi wisata budaya dan festival kuliner yang di adakan di Pasar
Gede Solo dapat menarik minat wisatawan untuk menyaksikan atraksi wisata
budaya tersebut sambil menikmati makanan yang khas agar lebih praktis
sehingga Pasar Gede dapat dijadikan obyek dan daya tarik wisata budaya dan
xlix
kuliner di kota Solo. (Sumber: www.Harian_Joglosemar.com, Jumat 18 Juni
2010 ).
l
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo
Peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai simbol pasar
pada jaman kerajaan Majapahit, simbol pasar pada jaman kerajaan Mataram,
dan pasar sebagai fungsi perekonomian kota.
1. Pasar Gede menjadi simbol pasar dan kekuatan ekonomi kerajaan
Majapahit pada abad ke 15. Jejak-jejaknya masih tampak dalam potret
Pasar Gede yang juga disebut pasar candi.
2. Pasar Gede menjadi simbol kekuatan ekonomi kerajaan Mataram diperoleh
sumbernya dari konsep pasar jaman Mataraman yaitu :
a. Potret Pasar Gede sekarang yang dibangun tahun 1930.
b. Pasar Gede pada jaman kejayaan keraton, waktu keraton Solo
menghadap ke utara, maka kampung Kauman selalu berseberangan
dengan kompleks Pasar Legi atau potret pasar gedenya Jogja yang
dinamakan Pasar Beringharjo.
3. Pasar sebagai fungsi perekonomian kota, tanda-tanda tumbuhnya sektor
perekonomian kota diawali dari tumbuhnya konsep pasar oprokan. Pasar
ini memperdagangkan segala hasil bumi kepada masyarakat di kota dalam
bentuk kegiatan pedagang oprokan yang sebenarnya merupakan proses
35
li
embrio dari sistem jual beli”barter”( tukar-menukar barang ) yang
dilakukan dalam dunia perdagangan pertukaran barang di desa.
Apabila di Solo jejak-jejak sejarahnya pasar adalah komunikasi dari
sistem pertukaran barang yang bobotnya dianggap bernilai dan bermutu, maka
lokasi tempat itu selalu menjadi ingatan setiap orang yang berorientasi tetap
pada penanggalan Jawa. Dengan demikian jejak-jejak peninggalan pasar di
dalam kota Solo tidak lepas dari konsep penanggalan Jawa ”sepasaran”yang
biasa diperingati pada persilangan hari- hari nasional. Misalnya hari selasa
jatuh pada sepasaran Kliwon, demikian seterusnya hari senin jatuh pada
sepasaran Legi. Itu berarti pasar Kliwon semestinya jatuh pada hari Selasa
Kliwon dan pasar Legi jatuh pada hari Senin Legi.
Pasar Gede berbeda dengan jejak - jejak peninggalan pasar di kota Solo
yang tidak lepas dari konsep penanggalan Jawa”sepasaran”, karena secara
historis pasar ini muncul berubah-ubah dari jaman ke jaman. Pertama pasar ini
muncul dari embrio pasar candi yang berkarakter Candi Padurasa pada zaman
kerajaan Hindhu- Budha di Jawa. Proses perubahan Pasar Candi berubah
menjadi pasar ekonomi yang disebut “Pasar Gede Oprokan” yang digambarkan
dengan payung-payung peneduh untuk kegiatan pasar. Dan yang terakhir pada
jaman kolonial Belanda Pasar Gede Oprokan berubah menjadi Pasar Gede
dengan bentuk bangunan kolonial Jawanis yang dibangun oleh Ir. Thomas
Karsten pada tahun 1930. Jadi peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo yaitu
sebagai sarana penghidupan rakyat dan juga sebagai pusat perkembangan
lii
ekonomi kota Solo. Pasar Gede telah berekspresi memasuki tiga dimensi ruang
dan waktu (masa kerajaan, pos kolonial, dan kemerdekaan) untuk kepentingan
struktural-fungsional pasar. ( Sumber : Wawancara dengan Drs. Soedarmono,
SU,selaku Sejarawan Kota Surakarta, Jumat 18 Juni 2010 ).
Pada masa pemerintahan Indonesia, pasar Gede menjadi
monumen/simbol/trade mark/land mark Kota Solo yang dikenal oleh dunia luar
pada umumnya. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa sebenarnya
kehistorisan Pasar Gede dapat dilihat dari dua hal. Pertama, umur pasar Gede
yang mencapai ratusan tahun dengan usia umur Keraton Kasunanan Surakarta
(300 Tahun) sehingga merupakan pasar kuno model Jawa, baik dari sisi bentuk
jual beli tradisional maupun bentuk arsitekturnya. Oleh karena karakteristiknya
itulah, Pasar Gede juga telah menjadi salah satu lahan pasar yang penting di
Kota Solo. Kedua, adanya keterkaitan yang erat dengan Keraton Kasunanan,
terutama berkaitan dengan keberadaannya sebagai cikal bakal elemen
pembentuk Kota Solo. Dalam sejarah kota kerajaan-kerajaan di Jawa terdapat
empat unsur penting pembentuk Kerajaan Jawa, yaitu keraton sebagai pusat
kendali politik, masjid sebagai pusat keagamaan, alun-alun sebagai pusat
kegiatan sosial, dan pasar sebagai pusat kegiatan perekonomian. Kesemua
pembentuk kota kerajaan itu memiliki bentuk arsitektural khas Jawa dengan
corak yang berbeda satu sama lain. ( Sumber : Wawancara dengan Mulyono
Pegawai Pengelola Pasar Gede Solo, Senin 5 Juli 2010 ).
liii
Pasar Gede adalah pasar tradisional yang merupakan ruang belajar yang
mengajak orang untuk melakukan interaksi dan transaksi secara faktual dan
simbolik. Keberadaan pasar tradisional dalam sejarah membuktikan peran
untuk ruang proses belajar yang menandakan operasinalisasi suatu sistem
ekonomi, sosial, politik, kesenian, dan kebudayaan. Pasar tradisional sebagai
ruang belajar memiliki keunikan dan kompleksitas persoalan. Keunikan yang
ada dalam pasar tradisional adalah inklusivitas dalam sirkulasi dan interaksi
manusia. Kompleksitas persoalan yang ada dalam pasar tradisonal mencakup
persoalan domestik sampai politik atau kekuasaan. Pasar tradisional menjadi
ruang belajar yang memberi hak pada setiap orang untuk memainkan peran
dengan spirit demokrasi. Pasar tradisional di Jawa memiliki peran kosmologis
yang direfleksikan dalam hari kelahiran dan siklus kehidupan manusia.
Pandangan kosmologis itu yang membuat pasar tradisional lahir dan tumbuh
untuk menjadi ruang hidup yang sanggup memberi jawaban dari tuntutan
zaman. Eksistensi pasar tradisional dalam zaman globalisasi atau abad yang
berlari ini merupakan eksistensi dengan spirit masa lalu dan masa depan. Pasar
tradisional niscaya membawa sejarah panjang yang kerap dipahami sebagai
nostalgia kebudayaan. Nostalgia itu menjadi refleksi yang melahirkan
keyakinan untuk hidup dan tumbuh dalam situasi zaman yang penuh risiko dan
godaan. Nostalgia itu adalah optimisme untuk tetap ada dan memainkan peran
strategis dalam peradaban manusia. Pasar tradisional memerlukan sikap
kompromi yang luwes untuk tidak tersingkir atau mati karena keberadaan mall
atau pusat perbelanjaan modern. Kehadiran mall atau pusat perbelanjaan
liv
modern itu merupakan “saingan” atau kompetitor yang menuntut pasar
tradisional untuk peka terhadap hukum perubahan sosial dan kuasa kapitalisme
modern. Pasar tradisional adalah bukti dari resistensi positif terhadap kondisi
zaman yang mengarahkan hidup secara pragmatis dan materialistis. Pasar
tradisional seharusnya memainkan peran dengan basis nilai-nilai kultural untuk
bisa melegitimasi dan merealisasikan sistem ekonomi dalam orientasi
kerakyatan dan kesejahteraan. Peran itu merupakan realisasi dari keberadaan
pasar tradisional sebagai ruang transaksi ekonomi, ruang interaksi sosial, ruang
komunikasi, dan ruang hiburan (kesenian). Pasar Gede yang merupakan salah
satu pasar tradisional di kota Solo dan merupakan pasar tertua di kota Solo
adalah penanda peradaban yang memiliki sejarah panjang dan bukti dari
realisasi perubahan zaman.
B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan
Kuliner di Kota Solo
Kawasan wilayah kota Solo memang cukup terkenal dengan banyak
potensi wisata yang terdapat didalamnya. Hal ini tentu saja berpengaruh
terhadap kunjungan wisatawan. Kota Solo sebagai bagian dari wilayah
Indonesia merupakan kota yang mempunyai sejarah sosial dan budaya yang
panjang. Popularitas ini semakin menanjak sebagai pusat kebudayaan maupun
kesenian Jawa. Masyarakat kota Solo yang heterogen mempunyai komunitas-
komunitas etnis di setiap kampung. Berkembangnya industri pariwisata
bermula dari beragam serta kentalnya budaya yang ada serta melekat erat
dihati masyarakat sekitar. Untuk menjadikan sebuah daerah perkembangan
lv
industri pariwisata, suatu daerah harus mempunyai lebih dari sebuah obyek
wisata.
Jika berbicara tentang wisata kuliner berbeda dengan jenis-jenis wisata
yang lainnya. Wisata yang satu ini benar-benar mendewakan makanan sebagai
pengganti pemandangan ataupun pernak-pernik yang biasa ada disuatu objek
wisata. Mengikuti wisata ini tentunya akan menambah pengetahuan tentang
keanekaragaman makanan yang ada di kota Solo khusunya dan di Indonesia
pada umumnya. Wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan makanan
maupun cara penyajiannya secara langsung baik yang dibuat secara tradisional
maupun modern. Pada masa kini wisata kuliner mulai diperhitungkan dalam
dunia pariwisata karena memiliki nilai jual yang menguntungkan, dan yang
pasti wisata kuliner kota Solo memiliki ciri khas tersendiri berbeda dari daerah
lain. Hal ini terlihat semakin dicarinya makanan khas kota Solo yang sudah
langka oleh para wisatawan yang datang ke Solo. Sehingga ini menjadi aset
yang harus bisa dilestarikan, dikembangkan serta dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata. Sejak dulu Solo dikenal sebagai surganya penikmat
makanan yang enak dengan harga yang relatif terjangkau. Tidak
mengherankan juga, kalau sebagian pendatang atau wisatawan yang
berkunjung ke Solo tidak ingin melewatkan diri untuk menjajakan lidah
dengan berbagai makanan dan minuman khas yang ada di kota Solo. Wisata
kuliner di kota Solo masih berpegang teguh kepada makanan dan minuman
tradisional yang bersumber dari keraton Kasunanan dan Mangkunegaran.
Uniknya lagi jenis makanan di kota Solo sangat beraneka ragam karena juga
lvi
dipengaruhi oleh etnis-etnis budaya yang ada di Solo. Di kota ini bukan
masalah pedagang mencari pembeli tetapi pembeli yang mencari pedagang,
dan kali ini penulis akan mengulas potensi wisata budaya dan wisata kuliner
makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo.
Makanan tradisional yang ada di kota Solo khususnya yang berada di
Pasar Gede juga dapat berdampak positif dalam perkembangan kepariwisataan
sebagai bentuk wisata kuliner. Karena kekayaan sumber bahan makanan
merupakan aset budaya yang perlu dilestarikan, dimanfaatkan dan
dikembangkan. Keberadaan wisata kuliner yang ada di Pasar Gede terhadap
wisatawan yang berkunjung di Solo berdampak positif dan memberikan
peluang pengembangan kegiatan minat khusus terhadap makanan tradisional.
Wisatawan yang berkunjung dari luar Solo datang jauh-jauh hanya untuk
menikmati makanan yang mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri
dengan latar belakang suasana Pasar Gede yang merupakan pasar tradisional,
menyimpan sejarah yang panjang dan merupakan pasar terlengkap dan tertua
di kota Solo. Namun kenyataan yang ada beberapa jenis makanan tradisional
yang khas dapat terus berkembang dan merupakan bukti bahwa makanan
tersebut masih tetap disukai wisatawan. Biasanya wisatawan yang berkunjung
menginginkan wisata kuliner bisa dijadikan satu dengan atraksi wisata atau
aspek hiburan. Melihat suatu atraksi wisata sambil menikmati makanan yang
khas agar lebih praktis dan menarik minat wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata kuliner di Pasar Gede Solo. Oleh karena itu dalam penulisan
tugas akhir ini penulis akan mengulas potensi wisata budaya dan wisata kuliner
lvii
makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo. Berikut
ini atraksi wisata budaya yang diselenggarakan di Pasar Gede dan makanan
tradisional khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo yang terkenal, legendaries
dan sering dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara antara
lain :
B.1 Dawet Tlasih ”Bu Dermi
Gambar B.1 : Dawet Tlasih”Bu Dermi”di Pasar Gede Solo
Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Dawet Bu Dermi, salah satu ikon dawet di Pasar Gede Solo, selalu
dikunjungi baik mereka yang tengah berbelanja atau mereka yang dengan
sengaja datang ke sana untuk sekadar menikmati segarnya minuman ini.
Minuman dengan isi biji telasih, ketan hitam, nangka, bubur sumsum, cendol,
tape ketan dengan kuah santan yang diberi pemanis dari gula merah ini sangat
terkenal sejak dahulu. Sebagai perintis, Dawet Bu Dermi ini telah ada sejak
Pasar Gede didirikan pada 12 Januari 1930 oleh arsitektur Thomas Karsten.
lviii
Bahkan, meski Pasar Gede telah direnovasi dua kali akibat terbakar pada tahun
1947 dan 2000, hingga kini Dawet Bu Dermi masih tetap eksis, dan bisa
dinikmati hanya dengan harga Rp 4.000. Meskipun saat ini telah banyak
penjual dawet telasih di sekitar Pasar Gede, Dawet Bu Dermi tetap yang selalu
dicari banyak orang. Selain masih tetap menawarkan rasa yang tidak berubah
sejak dahulu. Setiap hari sebanyak satu panci besar santan, satu panci besar
kuah pemanis yang terbuat dari gula merah, ketam hitam, telasih ditambah es
batu dibawa ke kios miliknya yang terletak di dalam Pasar Gede. Jika ada
pembeli, Ny Tulus Subekti atau yang biasa dipanggil dengan Bu Uti ini selalu
sigap melayani dengan mencampur semua bahan dalam satu mangkok. Saat ini
ada beberapa penjual dawet ayu yang menjual minuman serupa, tetapi tetap
saja pembeli lebih mengenal keberadaan dawet ayu Bu Dermi, dan sekarang
penjual dawet bu dermi sudah mencapai generasi ke tiga.
B.2 Brambangasem dan Cabuk rambak “Bu Ngatmini”
Gambar B2 : Brambangasem & Cabuk Rambak “Bu Ngatmini”di Pasar Gede
lix
Solo
Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Cabuk Rambak dan Brambang asem merupakan makanan tradisional
Solo yang penjualnya jarang dijumpai, bahkan di Kota Solo sekalipun. Di
Pasar Gede hanya ada satu penjual brambang asem dan cabuk rambak yaitu Bu
Ngatmini. Brambang Asem ini merupakan makanan yang terbilang sangat
sederhana. Bahan utamanya hanya daun ubi jalar alias ubi rambat alias ketela
rambat. Sambalnya agak encer, berwarna cokelat, dibuat dari bawang merah
(di Solo disebut brambang), asam, cabai rawit, gula jawa, dan terasi. Sebelum
dibuat menjadi sambal, bawang merah ini dibakar lebih dulu sehingga
menghasilkan aroma yang khas. Karena komponen brambang dan asam,
makanan ini kemudian disebut brambang asem. Isi brambang asem memang
cuma rebusan daun ubi jalar dan sambal. Tidak pakai nasi maupun lontong.
Kalaupun ada tambahan lauk, biasanya hanya tempe gembus, yang dibuat dari
ampas tahu. Buat orang kota, makanan ini nyaris “tidak berharga”sebab
sepincuk hanya Rp 1.500,00. Selain menjual brambang asem, Bu Ngatmini
juga menjual makanan tradisional lainnya yang juga sulit djiumpai dan sudah
langka, yaitu cabuk rambak. Sama seperti brambang asem, makanan ini juga
sederhana sekali. Cabuk rambak hanya terdiri dari dua komponen yaitu
ketupat, cabuk, dan rambak. Cabuk adalah sejenis sambal yang terbuat dari
wijen putih. Sedangkan rambak adalah kerupuk gendar yang terbuat dari nasi
yang ditumbuk kemudian diiris, dijemur, lalu digoreng. Disajikan di atas
pincuk, setiap irisan ketupat disusun berbaris kemudian ditaburi cabuk yang
lx
rasanya gurih asin. Di atasnya kemudian ditutupi kerupuk gendar, makanan ini
harganya Rp 2.000,00.
B.3 Gempol Pleret
Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede Solo
Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Salah satu jajanan khas Solo adalah Gempol Pleret. Jajanan ini berupa
minuman seperti dawet, tetapi isinya berupa tepung beras yang dibentuk
seperti bakso dan tepung beras yang dicampur dengan gula jawa, kuahnya
terbuat dari santan kelapa. Rasa yang dihasilkan adalah gurih dari santan
kelapa dan manis dari gula jawanya. Biasanya dihidangkan dengan es batu
untuk menambah kesegarannya dan penyajiannya dengan mangkok kecil,
sehingga biasanya para pembeli minum lebih dari satu mangkok. Gempol
lxi
pleret sudah mulai langka di jumpai di Kota Solo, bahkan di pasar Gede hanya
ada satu orang penjual gempol pleret. Satu mangkok gempol pleret harganya
Rp 3.000,00. Minuman unik dan segar ini sekarang sudah mulai susah
dijumpai, jadi bisa dimasukkan kategori langka dan layak dilestarikan dan
dilindungi oleh undang-undang.
B.4 Lenjongan
Gambar B. 4 : Lenjongan di Pasar Gede Solo
Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Lenjongan adalah sejenis jajanan pasar komplit khas Solo, terdiri dari
klepon, gethuk, cenil, gendar, tiwul, dan lain lain. Lalu diatasnya ditaburi
parutan kelapa, dan bisa memilih gulanya, ada gula halus, maupun gula jawa
yang sudah dicairkan. Untuk lenjongan dengan isi komplit, hanya perlu
merogoh kocek Rp 3.000,00 saja, cukup murah untuk dijadikan camilan
lxii
makanan ringan tetapi juga cukup mengenyangkan , selain itu juga bisa dibawa
pulang untuk dijadikan oleh-oleh tradisional khas Solo. Tetapi makanan ini
gampang basi dan tidak bertahan lama karena merupakan jenis makanan basah
sehingga harus segera dimakan biar tidak basi.
B.5 Timlo Sastro Solo
Gambar B.5 : Timlo Sastro Solo di Pasar Gede Solo
Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Solo terkenal dengan beragam makanan khasnya yang lezat, seperti
timlo. Karena timlo merupakan makanan khas kota ini, maka disebut Timlo
Solo. Timlo di Solo identik dengan Timlo Sastro, yang ramai dikunjungi para
penggemar Timlo Solo. Apa yang disebut Timlo Solo adalah masakan berkuah
semacam sup dengan isi irisan sosis, jeroan ayam, dan telur pindang. Kuah
berwarna coklat bening beraroma tajam dan bercitarasa pala yang pada
akhirnya membedakan Timlo Solo dengan makanan serupa lain semacam sup
atau bakso. Warung makan Timlo Sastro yang berada di sebelah utara lampu
lxiii
merah Balong, Pasar Gede ini sudah ada sejak tahun 1952. Usaha ini sekarang
dikelola oleh Ibu Sri Sunaryono (58 tahun), putri tertua Pak Sastro yang saat
ini sudah almarhum. Warung ini diawali dengan warung kaki lima di pinggir
jalan sampai kini akhirnya menjadi tempat yang cukup strategis untuk
dikunjungi pelanggan. Dari dulu hingga kini menu yang disajikan pun tetap
sama, yakni Timlo Solo. Warung yang letaknya persis di belakang Pasar Gede
ini memang agak dekat dengan pembuangan sampah pasar sehingga kadang-
kadang tercium aroma sampah. Tapi bagi para penikmat timlo, sedikit
gangguan itu tak berarti apa-apa dengan kenikmatan menyantap semangkuk
timlo solo masakan warung ini. Soal rasa, dijamin tetap sama semenjak awal
berdirinya. Bu Sri Sunaryono tetap mempertahankan bahan dasar dan citarasa
timlo kreasi ayahnya. Jika timlo di tempat makan lain bahannya
dikombinasikan dengan wortel, jamur kuping, soun, irisan kentang goreng dan
daging ayam, warung makan Timlo Sastro isinya tetap bertahan dengan hanya
irisan sosis, jeroan ayam, dan telur pindang berwarna coklat. Sosis bukanlah
sosis dalam pengertian daging sapi atau ayam yang dihaluskan dan digulung.
Sosis isi timlo adalah kulit lumpia atau risoles yang digulung kemudian
digoreng. Sedangkan jeroan ayam yang dipakai adalah ampela dan hati. Di
sini, timlo bisa dipesan sesuai selera. Kalau timlo komplet, maka isinya adalah
ketiga bahan seperti disebut di atas. Tapi para pembeli bisa juga memesan
timlo sosis, timlo ampela atau timlo telur saja. Nasi putih pulen bertabur
bawang goreng otomatis menjadi teman bersantap timlo. Keunikan warung ini
adalah papan tulis hitam kecil dan kapur yang sampai saat ini masih
lxiv
dipergunakan Ibu Sri untuk menghitung berapa jumlah yang harus dibayar
pengunjungnya, dan sambil menyantap timlo yang lezat, alunan langgam
keroncong dari sebuah grup keroncong yang menyajikan lagu-lagu langgam
Jawa, yakni keroncong dengan warna yang ‘Jawa banget'. Tempat makan ini
selalu ramai dikunjungi dari pagi hingga sore. Cukup dengan Rp15.000,00
sudah bisa menikmati semangkuk timlo, sepiring nasi putih dan segelas teh
manis. Deretan mobil dan motor pengunjung yang parkir menutupi warung
pinggir jalan ini sekaligus menjadi bukti bahwa Timlo Sastro mendapat tempat
di hati masyarakat Solo.
B.6 Babi Pincuk dan Bakpia Balong Pasar Gede
Gambar B.6 : Babi Picuk dan Bakpia Balong Pasar Gede
lxv
Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010
Bagi wisatawan non Muslim, Kota Solo juga mempunyai makanan
khas etnis Cina yang berbahan dasar babi, yaitu bakpia babi dan babi pincuk.
Yogya terkenal dengan bakpia pathok-nya, Solo terkenal dengan Bakpia
Balong-nya. Salah satu oleh-oleh yang sering dibawa oleh wisatawan jika
berkunjung ke Solo adalah Bakpia Balong. Bakpia balong, disebut demikian
karena toko ini berjualan di daerah Balong, daerah Pecinan belakang di kota
Solo dari dahulu hingga sekarang. Mereknya yang sudah lama terkenal, sangat
sepadan dengan mutu dan rasanya, enak, tahan lama, dan tentunya
lxvi
memuaskan. Sementara ini ada 4 rasa, yaitu kacang hijau, kacang hitam,
coklat, dan daging babi. Pada tiap hari libur anda yang ingin membawa bakpia
ini sebagai oleh-oleh, sebaiknya datang sebelum jam 12.00 siang atau anda
akan kehabisan. Penjual Babi Pincuk dapat dijumpai di sekitar Pasar Gede
maupun berkeliling di jalan-jalan kota. Mereka berjualan bukan dengan tenda
darurat ataupun bangunan permanen, melainkan mempergunakan pikulan
sederhana meskipun kini ada pula yang menggunakan gerobak. Pada umumnya
penjual Babi Pincuk berjualan hanya disiang hari. Babi Pincuk, sesuai dengan
namanya, disajikan hanya dengan pincuk dari daun pisang. Tidak dimakan
dengan nasi, Babi Pincuk berisi daging dan jeroan babi yang dipotong kecil-
kecil dan disiram dengan kuah kecap yang manis dan sambal. Satu porsi Babi
Pincuk harganya cukup terjangkau yaitu berharga Rp 5.000,00.
B.7 Garebeg Sudiro
Gambar B.7 : Garebeg Sudiro 14 Februari 2010 di Pasar Gede Solo
lxvii
Sumber : http://www.harian_Joglosemar.com
lxviii
Garebeg Sudiro merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk
kirab gunungan dari kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa,
Jawa maupun etnis lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena
selain peserta berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta
lampion. Selain atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan
pertunjukan musik tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa
Orde Baru. Kata Garebeg Sudiro merujuk pada nama Sudiroprajan, yakni
kawasan yang banyak dihuni peranakan Cina di Solo. Di timur Pasar Gede,
misalnya, terdapat dua nama kampung yang populer sebagai permukiman
padat yang mayoritas dihuni oleh peranakan Cina. Event itu juga
mengingatkan sejarah masa lalu, di mana etnis keturunan Cina diposisikan
lebih tinggi dari masyarakat Jawa dalam rangka politik pecah belah (divide et
impera) oleh kolonialis Belanda. Kolonialis sengaja memberi kepercayaan
kepada pedagang-pedagang peranakan Cina sehingga mendominasi Pasar Gede
sebagai sentral perekonomian kota Solo. Untuk kepentingan politik dan
keamanan, Pemerintah Belanda juga mengangkat tokoh Cina sebagai kepala
keamanan dengan pangkat Mayor, sehingga muncul sebutan populer Mayor
Babah. Sebuah arak-arakan berlangsung meriah. Rombongan berangkat dari
Pasar Harjanagara lebih terkenal dengan sebutan Pasar Gede, berkeliling
melewati kampung Sudiroprajan, perempatan Warung Pelem dan berakhir di
Pasar Gede. Ada warna-warni Liong, Samsi dan dua naga, juga rombongan
berkostum panakawan. Peristiwa yang baru pertama kali digelar itu dinamai
Garebeg Sudiro. Dikemas dengan sajian multikultur, sebab peristiwa itu
lxix
merupakan peristiwa budaya, yang sengaja diciptakan untuk menambah event
dalam kalender acara wisata kota Solo.
C. Potensi Objek Dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Pasar
Gede Dilihat Dari Analisa Pendekatan 4A+1P
Dalam pengelolaan dan pengembangan suatu objek wisata dibutuhkan
metode atau analisa data yang lengkap agar dalam pelaksanaan program yang
direncanakan dapat tercapai dan tepat pada sasaran yang diingkan. Kemudian
dalam melakukan penelitian ini menggunakan suatu metode pengembangan
objek wisata dengan pendekatan analisis 4A+1P ( Atraksi, Aksessibilitas,
Amenitas, Aktifitas dan Pengelola ).
Hal tersebut dilakukan agar dalam merumuskan kajian permasalahan
dapat diketahui secara pasti dan lengkap mengenai atraksi wisata yang ada,
sarana dan prasarana yang dimiliki objek tersebut, akses yang bisa dipakai
untuk menuju objek dan aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan selama
berada di objek maupun aktifitas yang dilakukan oleh warga setempat dalam
menyediakan jasa wisata kepada wisatawan . Adapun hasil dari analisa selama
berada di obyek wisata budaya dan kuliner Pasar Gede berdasarkan metode
pendekatan 4A+1P adalah sebagai berikut :
1. Atraksi
Atraksi wisata merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh
dalam menganalisis suatu objek wisata agar wisatawan tertarik untuk
berkunjung objek tersebut .Biasanya atraksi wisata ini hanya dilaksanakan
pada event-event atau waktu-waktu tertentu yang khusus dilaksanakan di
lxx
obyek dan daya tarik wisata kuliner Pasar Gede, dengan harapan dapat menarik
minat wisatawan untuk berkunjung di objek tersebut, misalnya : Garebeg
Sudiro yang diselenggarakan setiap tahun baru Cina (Imlek). Acara yang
dinamakan Garebeg Sudiroprajan ini digelar di depan kompleks Pasar
Gede. Garebeg dengan gunungan biasanya diselenggarakan oleh keraton yang
sudah menjadi tradisi ratusan tahun. Sedangkan kue keranjang merupakan kue
khas dari daratan Tiongkok, dengan adanya gunungan kue keranjang
menunjukkan terjadinya akulturasi budaya. Puncak acara garebeg adalah
perebutan kue keranjang yang menyusun gunungan oleh ratusan warga yang
menyesaki area depan Pasar Gede yang berhias lampion. Garebeg Sudiro
merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk kirab gunungan dari
kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa, Jawa maupun etnis
lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena selain peserta
berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta lampion. Selain
atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan pertunjukan musik
tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa Orde Baru.
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan unsur penting dalam menganalisis suatu objek
wisata agar objek tersebut dapat dijangkau oleh wisatawan baik dari segi
sarana transportasi darat, atau udara serta fasilitas yang ada selama perjalanan
menuju suatu objek dan daya tarik wisata .
Dalam hal ini dilakukan analisa sesuai kenyataan yang ada di lapangan
selama perjalanan menuju objek wisata kuliner Pasar Gede dan pada saat
lxxi
berada di objek, diharapkan dari analisis ini akan diperoleh solusi terbaik untuk
mengelola dan mengembangkan objek wisata ini menjadi objek wisata yang
sering dikunjungi oleh wisatawan. Adapun uraian-uraian mengenai segi
aksesibilitas sebagai berikut :
2.1 Akses Jalan
Kondisi jalan menuju objek wisata ini sudah cukup bagus, dari jalan
utama Slamet Riyadi sampai jalan masuk objek sudah beraspal dan untuk
kendaraan besar seperti bus pariwisata sudah dapat diparkirkan disekitar lokasi
objek. Tetapi keadaan arus lalu lintas di sekitar Pasar Gede belum teratur dan
belum tersedia lahan parkir yang memadai sehingga banyak mobil dan
kendaraan bermotor diparkir di pinggir jalan yang mengakibatkan masih
banyak terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede.
Pengembangan Pasar Gede menjadi obyek dan daya tarik wisata budaya dan
kuliner di Kota Solo harus ada kerja sama antara instansi pemerintah kota Solo
dengan pihak swasta dan masyarakat kota Solo, untuk memperbaiki akses jalan
dan menyediakan lahan parkir yang memadai agar tidak terjadi kemacetan di
beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede. Oleh karena itu para pengunjung dan
wisatawan akan merasa tenang, aman dan nyaman ketika melakukan
perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.
2.2 Sarana Transportasi
Segi sarana transportasi di sekitar Pasar Gede terdapat sarana
transportasi yang sangat mudah dan terjangkau karena berada di pusat kota
Solo dan berada di daerah jalur besar transportasi umum.Wisatawan tidak akan
lxxii
kesulitan untuk menuju objek wisata ini, karena selain kendaraan pribadi
wisatawan juga dapat menggunakan sarana transportasi umum seperti angkot,
taksi dan bus bahkan juga ada transportasi tradisional seperti becak dan andong
atau jasa travel agent yang sudah banyak di Solo juga dapat mengantar
wisatawan menuju objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner Pasar Gede.
Sarana transportasi di Pasar Gede ini tidak akan ada masalah karena
kondisi jalan yang berada dijalur umum dan terletak di tempat yang benar-
benar strategis berada di pusat kota Solo. Selain itu untuk mengembangkan
potensi Pasar Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di
Kota Solo harus disediakan sarana transportasi wisata khusus seperti sarana
transportasi tradisional yaitu becak dan andong yang khusus disediakan untuk
mengantarkan pengunjung dan wisatawan menuju ke Pasar Gede sehingga
pengunjung dan wisatawan tidak merasa bingung ketika akan melakukan
perjalanan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede Solo
2.3 Papan Petunjuk
Belum terdapat sarana pelengkap berupa papan penunjuk jalan menuju
ke objek wisata Pasar Gede, sebaiknya pemerintah kota Solo membuat papan
penunjuk atau baliho berupa tulisan dan gambar Pasar Gede yang terdapat
disemua titik jalan menuju ke kawasan objek dan terbuat dari pelat besi yang
terpajang di pinggir jalan, sehingga apabila wisatawan akan berkunjung ke
objek ini tidak perlu khawatir akan papan petunjuk yang ada untuk mengakses
ke objek karena dari segi ini sudah cukup memadai bagi wisatawan. Pasar
Gede terletak di jalan Urip Sumoharjo, bersebrangan dan berhadapan lasung
lxxiii
dengan Gedung Balai Kota Solo, selain itu di depan Pasar Gede terdapat tugu
jam yang menjadi ciri objek wisata ini dan menjadi maskot kota Solo.
3. Amenitas
Amenitas merupakan salah satu faktor penting dalam menganalisa
objek wisata karena faktor ini dinilai mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan fasilitas-fasilitas yang ada di objek, sehingga akan mempengaruhi
kemudahan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke suatu objek
wisata. Sedangkan untuk amenitas yang berada di objek wisata Pasar Gede
dapat dianalisa penulis dengan kriteria-kriteria fasilitas yang ada di objek
sebagai berikut :
3.1 Akomodasi
Dalam hal ini objek wisata Pasar Gede yang berada di kota Solo
mempunyai lokasi tempat penginapan yang cukup memadai dan fasilitas hotel
terlengkap mulai dari hotel berkelas bintang lima sampai hotel berkelas melati
dengan tarif yang sangat bervariasi dan terjangkau bagi wisatawan yang akan
melakukan perjalanan wisata dan menginap di kota Solo. Adapun jenis dan
tempat penginapan yang ada di sekitar objek dan masih dalam kawasan kota
Solo dapat diuraikan dengan kategori harga dan kelas-kelas yang bisa dipilih
oleh wisatawan jika dalam kegiatan wisatanya menginginkan sarana
akomodasi sebagai tempat untuk singgah .
3.2. Rumah Makan / Warung
lxxiv
Untuk jenis fasilitas berupa rumah makan atau warung yang berada di
dalam kawasan objek wisata kuliner Pasar Gede sangat banyak karena baik di
luar maupun di dalam pasar banyak terdapat rumah makan / warung yang
menyediakan menu masakan khas Solo, salah satunya yang terkenal dan
legendaris di kota Solo yaitu rumah makan “Timlo Sastro”. Selain itu di dalam
pasar juga banyak terdapat penjual yang menjajakan jajanan khas Solo seperti
lenjongan, aneka kue, dawet tlasih“Bu Dermi”dan jajanan pasar yang sudah
langka yang hanya terdapat di Pasar Gede yaitu cabuk rambak, gempol
pleret.dan masih banyak lagi, karena Pasar Gede merupakan pasar tradisional
terbesar dan terlengkap di kota Solo. Dari rumah makan dan warung makan
tersebut wisatawan dapat memilih menu harga yang relatif terjangkau.
Berbagai aneka makanan yang disajikan dan dijual sangat bervariasi dan
beraneka macam. Wisatawan dapat memilih sendiri berbagai makanan sesuai
dengan keinginan dan seleranya masing-masing, selain itu juga dapat dibeli
untuk dijadikan oleh- oleh dan dibawa pulang ke daerahnya masing-masing.
3.3. Kantor Sekretariat dan Informasi
Pasar Gede mempunyai kantor pengelolaan pasar yang terletak di lantai
dua pasar. Kantor Pengelolaan Pasar Gedhe ini bertugas sebagai berikut :
1. pengelolaan pendapatan dan pemeliharan kebersihan pasar
2. pengawasan dan pembinaan pedagang pasar
3. pengaturan los dan kios pasar
4. penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pasar
lxxv
5. penyelenggaraan sosialisasi dengan masyarakat dan pedagang
pasar.
Selain itu kantor pengelolaan pasar Gede juga bertugas memberikan
informasi kepada pembeli, pengunjung atau wisatawan tentang semua potensi
yang terdapat di dalam Pasar Gede yang dapat bermanfaat dan menambah
pengtahuan wisatawan tentang potensi wisata budaya dan kuliner yang terdapat
di Pasar Gede. ( Sumber : Wawancara dengan Mulyono petugas di kantor
pengelola Pasar Gede, Senin 5 Juli 2010 ).
4. Aktifitas
Metode pendekatan dalam melakukan analisis objek menggunakan
metode pendekatan 4A+1P, dengan memperhatikan aktifitas atau kegiatan
wisata yang dapat dilakukan wisatawan maupun penduduk setempat. Adapun
berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan maupun penduduk
atau penjual setempat antara lain :
4.1 Wisatawan
Wisatawan yang berkunjung ke Pasar Gede kebanyakkan berasal dari
luar kota Solo . Aktifitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan di objek wisata
kuliner Pasar Gede yaitu makan dan berbelanja barang kebutuhan pokok,
masakan, minuman, dan makanan tradisional khas Solo. Dan pada waktu-
waktu tertentu yaitu pada tahun baru Cina( Imlek) yang diadakan setiap satu
tahun sekali di Pasar Gede para pengunjung dan wisatawan dapat menyaksikan
mengambil gambar atraksi wisata budaya “ Garebeg Sudiro”. Garebeg Sudiro
merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk kirab gunungan dari
lxxvi
kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa, Jawa maupun etnis
lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena selain peserta
berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta lampion. Selain
atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan pertunjukan musik
tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa Orde Baru. Selain itu
ada juga wisatawan dari Negara Belanda berkunjung ke Pasar Gede tidak
hanya melakukan perjalanan wisata kuliner, wisata budaya dan berbelanja
tetapi mereka juga melakukan perjalanan wisata sejarah, bernostalgia
menelusuri jejak-jejak peninggalan bangunan Belanda dengan memotret
bangunan Pasar Gede yang merupakan bangunan peninggalan sejarah yang
dirancang oleh Ir. Thomas Karsten yang juga berkebangsaan Belanda.
4.2 Penduduk
Penduduk setempat merupakan faktor penting dalam pelaksanaan
program industri pariwisata karena penduduk memiliki peranan utama
melayani dan memperlakukan wisatawan selama berada di objek wisata
budaya dan kuliner Pasar Gede. Adapun aktifitas yang dilakukan oleh
penduduk sekitar objek wisata yaitu berwirausaha dengan membuka rumah
makan / warung makan dan berjualan barang kebutuhan pokok sehari-hari,
masakan, minuman, jajanan tradisional khas kota Solo. Selama ini pelayanan
penduduk dan penjual di Pasar Gede masih kurang perlu adanya peningkatan
pelayanan kepada pengunjung dan wisatawan yaitu dengan sikap ramah tamah
dan selalu menyapa pengunjung atau wisatawan sehingga para pengunjung
atau wisatawan akan merasa nyaman dan senang ketika melakukan perjalanan
lxxvii
wisata di Pasar Gede. Dari keramah-tamahan penduduk dan penjual di Pasar
Gede maka pengunjung dan wisatawan akan merasa berkesan sehingga mereka
akan kembali melakukan perjalanan wisata di kota Solo dan menjadikan Pasar
Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya serta sebagai tempat tujuan
wisata yang utama di kota Solo.
5. Pengelola
Pasar Gede juga merupakan salah satu pasar tradisional yang terdapat
di kota Solo dan dikelola oleh pemerintah kota Solo dibawah naungan dinas
pengelolaan pasar dan bekerja sama dengan masyarakat sekitar pasar merawat
dan mengelola Pasar Gede yang merupakan bangunan cagar budaya yang
harus dilindungi, dirawat dan dikembangkan tanpa harus merubah bentuk
aslinya. Selain itu di Pasar Gede terdapat berbagai macam organisasi sosial,
diantaranya :
5.1 Paguyuban yang bernama KOMPPAG (Kelompok Paguyuban Pasar
Gede), dengan ketua paguyuban Bapak Wiharto dimana pada saat ini
sedang mengalami demisioner dalam waktu yang tidak ditentukan.
Paguyuban ini berperan sebagai lembaga perhimpunan para pedagang
yang didalamnya berfungsi sebagai wadah untuk mewakili aspirasi para
pedagang.
5.3 Keamanan, pada saat ini keamanan Pasar Gede ditangani oleh
Kepolisian yaitu dari Polsek Jebres dan Satuan Pengaman dari
Pemerintah Daerah. Funsi keamanan disini sebagai kegiatan
lxxviii
pengamanan Pasar Gede dari pencurian dan dari kondisi yang tidak
diharapkan.
5.4 Arisan, kegiatan arisan ini tidak dikoordinir oleh paguyuban
melainkan dari para pedagang itu sendiri. Biasanya arisan dilakukan
per blok dengan satu orang ketua.
Di pasar Gede terdapat beberapa tingkatan pedagang atau stratifikasi
pedagang berdasarkan jenis dagangannya. Stratifikasi tersebut dapat dilihat
dari berbagai aspek, yaitu :
Pedagang Grosir –> Pedagang Toko –> Pedagang Los –> Pedagang Oprokan
(KTP) –> Pedagang Oprokan (non KTP).
( Sumber : Wawancara dengan Bapak Mulyono pegawai Kantor Pengelola Pasar Gede, Senin 5 Juli 2010 )
Tabel : Analisa Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede
Berdasarkan Metode Pendekatan 4A + 1P
NO KOMPONEN KETERANGAN
lxxix
1 Atraksi Atraksi wisata yang terdapat di Pasar Gede yaitu garebeg Sudiro yang diseleggarakan setiap tahun baru Cina ( Imlek ).
*Peninggalan Sejarah
Pasar Gede merupakan pasar tradisional tertua di kota Solo dan merupakan salah satu peninggalan sejarah dan bangunan cagar budaya di kota Solo.
* Upacara Adat Garebeg Sudiro dan gunungan kue keranjang yang diselenggarakan di Pasar Gede setiap tahun baru Cina
* Kesenian Kesenian yang diselenggarakan pada tahun baru cina (Imlek) di Pasar Gede Solo yaitu kesenian Barongsai, karena penduduk di sekitar Pasar Gede mayoritas etnis keturunan tionghoa.
* Minat Khusus - 2 Aksesibilitas Kondisi jalan, sarana transportasi dan papan
penunjuk menuju Pasar Gede sudah tersedia dengan fasilitas yang memadai, aman dan nyaman.
* Kondisi Jalan Kondisi jalan sudah cukup bagus, sebagian besar jalan menuju objek sudah beraspal .
*Sarana Transportasi
Sarana tranportasi sudah tersedia dengan fasilitas yang memadai dan aman.
* Papan Penunjuk Belum tersedia papan penunjuk jalan yang jelas terpampang dipinggir jalan menuju Pasar Gede.
3 Amenitas Sudah cukup baik karena fasilitasnya sudah sangat memadai dengan sumber daya manusia yang professional dan berkualitas.
* Akomodasi Sudah tersedia hotel dengan berbagai kelas, baik hotel kelas bintang maupun hotel kelas melati, dengan tariff yang sangat bervarisi sesuai dengan fasilitasnya masing-masing.
* Rumah makan Terdapat rumah makan yang menyajikan menu makanan yang berkualitas baik dengan harga terjangkau .
* TIC Sudah tersedia Touris Information Center di kota Solo Yitu terletak di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta.
* Jasa Angkutan Selain kendaraan pribadi di Pasar Gede juga sudah tersedia jasa angkutan umum dengan fasilitas yang sangat memadai .
* Jasa Komunikasi Sudah tersedia jasa komunikasi karena disekitar
lxxx
Bangunan Pasar Gede terdiri dari 2 (dua) bangunan :
1. Bagian Barat (1.364 m²). Menyediakan jenis dagangan buah – buahan dan ikan hias.
2. Bagian Timur (5.607 m²) Menyediakan dagangan kebutuhan sehari – hari dan mempunyai spesifikasi menyediakan makanan khas Solo (aneka kue tradisional,dawet,intip,ampyang,serabi,pecel,gethuk dsb).
Fasilitas Pasar antara lain : Kantor Pasar, Lahan Parkir seluas 390 m², Mushola, MCK, Pos Keamanan, Sarana pemadam kebakaran (hydrant dan APAR), Sarana bongkar muat Sarana kebersihan (Container, Bin sampah, TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara)
pulsa * Penerangan Penyediaan penerangan di sekitar objek sudah
tersedia dan cukup bermanfaat baik bagi penduduk maupun bagi wisatawan.
* Air bersih Tersedia PAM disekitar objek dan rumah – rumah penduduk .
* Pos Keamanan Terdapat pos penjagaan dan keamanan disekitar Pasar Gede.
*Polikinik Kesehatan
Terdapat poliklinik kesehatan di sekitar objek .
* Jasa Pemandu Belum tersedia . *Papan Keterangan
Objek Belum tersedia papan keterangan objek di
pinggir jalan menuju objek, maka perlu dibuat papan keterangan menuju Pasar Gede dalam bentuk Baliho tulisan dan gambar yang di pasang di pinggir jalan.
4 Aktivitas Kegiatan di pasar Gede yaitu jual beli barang kebutuhan pokok dan makanan khas Solo.
* Wisatawan Wisatawan dapat berbelanja makanan dan jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede Solo.
* Penduduk Berjualan makanan, minuman, souvenir, dan penyediaan jasa angkutan seperti ojek .
5 Pengelola Objek wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede Solo dikelola oleh pemerintah kota Solo .
* Pemerintah Pasar Gede dikelola oleh Dinas Pengelolaan Pasar Surakarta
* Swasta / Yayasan - * Perorangan -
lxxxi
D. Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek
Dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Kota Solo
Identitas sebagai Kota Budaya sangat akrab dan melekat lama di Kota
Solo. Hal itu tidak lepas dari peninggalan berbagai warisan pusaka (heritage)
berupa tangible heritage (bendawi) dan intangible heritage (nonbendawi).
Sebuah upaya pelestarian sudah menjadi kehendak seluruh warga Kota Solo.
Sebab pelestarian warisan pusaka sebagai tanda proses perubahan serta
perkembangan kota yang terjadi secara alamiah. Secara berurutan tanpa harus
kehilangan masa lalu yang dapat dijadikan cermin untuk pembangunan masa
depan. Oleh karena itu usaha Pemkot kota Solo dengan semboyan Solo Past
Solo Future, Solo ke depan Solo masa lalu tidak boleh kehilangan makna.
Pasar Gede merupakan salah satu bangunan peninggalan sejarah di Kota Solo
yang harus dirawat dan dikembangkan, maka usaha Pemerintah Kota Solo
dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya
dan kuliner di Kota Solo yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat kota Solo untuk
melindungi, melestarikan dan memberdayakan berbagai warisan
budaya. Meski sudah ada SHC (Solo Heritage Community), demi
membuktikan dan tetap lestarinya budaya Kota Solo. Badan ini
juga berperan dan bertugas mengkaji, mengembangkan,
memberdayakan dan mengoptimalkan peran demi perkembangan
kebudayaan. Paling tidak dapat merumuskan kembali dengan
lxxxii
berbagai strategi budaya guna mencipta kembali unsur kebudayaan
Jawa.
2. Berdayakan peran sekolah melalui muatan lokal dalam
pembelajaran. Pemberdayaan budaya sekolah (empowering school
culture) menjadikan sekolah motor penggerak dalam perubahan
struktur dan perkembangan masyarakat untuk mencintai warisan
budaya yang ada. Begitu juga dengan berbagai warisan budaya
(heritage culture), mampukan melestarikan dan memberdayakan
kota.Menjadi kewajiban kita masyarakat untuk
peduli mempertahankan dan melestarikan warisan pusaka
(heritage). Sebab warisan budaya dan kuliner Kota Solo merupakan
peninggalan yang masih bisa dilihat dan dibanggakan.
3. Perlu contoh keteladanan dari mainstream (kelompok dominan)
sebagai pelopor dan motivator guna membumikan budaya dalam
hati warga Solo. Maka sosialisasi guna mengenalkan berbagai
kekayaan warisan budaya kepada masyarakat menjadi kewajiban
pemerintah kota Solo. Sebab banyak warga kota tidak paham
bahkan tidak tahu terhadap berbagai warisan pusaka budaya yang
dimiliki kota Solo. Upaya memperkenalkan kepada warga menjadi
salah satu program yang harus dilaksanakan oleh Pemkot bersama
jajarannya. Warga yang baik perlu peduli, memiliki dan
mendukung program tersebut. Jangan setengah hati saat sosialisasi
lxxxiii
dan harapan besar untuk melestarikan. Rasa memiliki tumbuh, niat
mempertahankan ada, upaya mengembangkan sudah masuk rencana
kolektif, tinggal optimalisasi peranan warga agar ikut merasa
bertanggung jawab terhadap warisan budaya Kota Solo.
4. Banyaknya bangunan bersejarah karya Thomas Karsten yang ada di
Solo memerlukan diadakannya konservasi (pemeliharaan) dan
preservasi (pelestarian). Hal ini dilakukan karena semakin
banyaknya bangunan tersebut terancam rusak, punah dan terkena
penggusuran. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya, dimana perlindungan terhadap Kota
Solo tidak hanya pelestarian kota saja melainkan harus secara
menyeluruh menyangkut sejarah, geografis, struktur serta seluruh
kehidupan kota.
5. Meningkatkan promosi dan penjualan wisata kuhusnya wisata
budaya dan kuliner dikota Solo harus ditingkatkan dengan cara
mengemas wisata budaya dan kuliner dalam bentuk paket-paket
wisata yang menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan
wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.
6. Pemerintah kota Solo dan masyarakat harus bekerja sama dalam
melestarikan wisata budaya dan kuliner yang di kota Solo
khususnya Pasar Gede dan membuatnya sebagai atraksi pariwisata
utama di kota Solo. Sebab Pasar Gede menyimpan keunikan
lxxxiv
tersendiri yang terdapat pada perpaduan arsitektur antara gaya
Belanda dan tradisional Jawa membuat pasar ini tampak eksotis dan
perpaduan potensi wisata budaya dan kuliner dari berbagai etnis
(Jawa, Arab, Cina) dikota Solo juga mempengaruhi jenis dagangan
yang dijual di pasar Gede sehingga dapat menarik perhatian
wisatawan.
7. Pemerintah kota Solo bekerja sama dengan pihak swasta dan
masyarakat kota Solo memperbaiki akses jalan dengan
menyediakan lahan parkir yang memadai disekitar Pasar Gede agar
tidak terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede
dan menyediakan sarana transportasi wisata yang khusus disediakan
untuk mengantarkan wisatawan menuju Pasar Gede Solo.
8. Resep untuk membuat Pasar Gede menjadi objek dan daya tarik
wisata budaya dan kuliner tujuan wisatawan yaitu dengan cara
pedagang yang berada di Pasar Gede harus memberikan pelayanan
yang baik dengan selalu menyapa pembeli atau wisatawan serta
murah senyum, sehingga menarik perhatian pembeli atau
wisatawan.
9. Hadirkan dagangan yang berkualitas baik serta berbagai dagangan
unik dan makanan langka atau jajanan tradisional khas Solo seperti
dawet tlasih, gempol pleret, cabuk rambak, cabuk, gembrot,
brambang asem, dan lain-lain yang sulit ditemukan di tempat lain
lxxxv
harus tersedia di Pasar Gede, serta Pasar Gede harus dibuat lebih
bersih lagi, dengan fasilitas toilet yang juga bersih, dan los-los atau
kios-kios di Pasar Gede harus dirapikan dan ditata sesuai dengan
jenis dagangan yang dijual sehingga pembeli atau wisatawan tidak
kebingungan lagi dalam mencari barang yang mereka inginkan
untuk dibeli, pastilah pembeli atau wisatawan akan senang
berbelanja di sini juga.
10. Pemerintah kota Solo untuk mengembangkan Pasar Gede sebagai
objek wisata budaya dan kuliner seharusnya rutin
menyelenggarakan festival makanan jajanan pasar tradisional khas
Solo yang ada di Pasar Gede dan digabung dengan penyelenggaraan
atraksi wisata budaya kota Solo sehingga pengunjung dan
wisatawan dapat menyaksikan atraksi wisata budaya sambil
menikmati makanan atau jajanan pasar khas Solo yang ada di Pasar
Gede Solo
Pemkot Solo dari berbagai kebijakannya sangat peduli untuk
meyelamatkan berbagai warisan budaya yang ada. Semoga Pasar Gede akan
tetap lestari, dan menjadi tujuan wisata utama Kota Solo. Begitu juga pasar-
pasar tradisional di berbagai kota Indonesia lainnya. Semoga pasar tradisional
kembali berkumandang menjadi pusat budaya, sosial, dan ekonomi rakyat.
lxxxvi
E. Kendala-kendala Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Dan Daya
Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Kota Solo
Kendala dan tantangan yang cukup berat dihadapi oleh pemerintah kota
Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata
budaya dan kuliner di kota Solo, kendala-kendala tersebut antara lain :
1. Di era globalisasi dan modern di mana kapitalisme mengendalikan
dunia. Hedonisme, individualisme dan konsumerisme melanda
kehidupan masyarakat Solo.
2. Kota Solo yang luas wilayah 44,04 km² namun mulai kehabisan
area publik. Pasalnya ruang publik yang dimiliki tinggal 4-5
hektare saja, janganlah kemudian demi perkembangan kota
mengorbankan area warisan budaya yang ada. Sebab penataan
ruang publik berkaitan dengan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan, perlindungan kawasan budaya, pemberdayaan,
pengendalian, kenyamanan dan keamanan.
3. Keberadaan simbol modernitas di Kota Solo seharusnya bisa
beradaptasi dengan budaya asli (Jawa). Perlu sebuah kesepakatan
lxxxvii
bersama antara masyarakat dan Pemkot berkenaan konservasi
warisan budaya. Bila serbuan kapitalisme mampu memarjinalkan
sendiri budaya Jawa sehingga larut akan hingar bingar modernisasi.
Oleh karena itu banyak sekali pekerjaan dan peraturan yang harus
di buat Pemkot bersama rakyat untuk membentengi arus liberalisasi
sehingga budaya kota Solo tetap lestari. Sebab jangan sampai
bangunan modern yang ada akan menggusur hakikat Solo sebagai
Kota Budaya. (Sumber: www.kompas.com, Jumat 18 Juni 2010).
4. Kurangnya kesadaran masyarakat Solo terhadap budaya sejarah dan
pariwisata juga menjadi hambatan dalam memberdayakan Pasar
Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di
kota Solo. Kebanyakkan masyarakat Solo masih hidup individu dan
sulit untuk diajak bekerja sama dalam berbagai bidang kegiatan,
terumata kegiatan industri pariwisata. Padahal dalam industri
pariwisata diperlukan kerja sama dari berbagai pihak agar kegiatan
dalam industri pariwisata dapat berjalan lancar dan jasa pelayanan
kepada wisatawan dapat dilakukan secara maksimal dan berkualitas
sesuai dengan kebutuhan wisatawan.
5. Dalam penataan tata ruang di lingkungan pasar dan penataan los
kios pedagang di Pasar Gede juga masih berantakkan dan belum
teratur sesuai dengan jenis dagangannya masing-masing sehingga
pengunjung atau wisatawan yang berkunjung masih kebingungan
dalam mencari barang yang ingin dibeli.
lxxxviii
6. Di samping itu pemberdayaan pasar Gede sebagai daya tarik wisata
kuliner dan budaya masih terhambat karena kurangnya promosi dan
kurangnya penjualan paket-paket wisata di kota Solo.
7. Kurangnya penyediaan lahan parkir yang luas dan memadai di
sekitar Pasar Gede sehingga banyak mobil dan kendaraan bermotor
yang diparkir di pinggir jalan yang mengakibatkan terjadinya
kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede, dari
kemacetan tersebut akan menghambat perjalanan wisata para
pengunjung dan wisatawan yang berkunjung ke Pasar Gede
sehingga wisatawan tidak merasa tenang dan nyaman ketika
melakukan perjalanan wisata budaya dan wisata kuliner di Pasar
Gede Solo.
8. Belum tersedia sarana transportasi wisata seperti alat transportasi
tradisional (becak dan andong) yang khusus disediakan dari
pemerintah bekerja sama dengan masyarakat Solo untuk melayani
dan mengantarkan wisatawan menuju objek-objek wisata di Kota
Solo salah satunya yaitu Pasar Gede.
Kendala – kendala tersebut dapat menghambat usaha pemerintah Kota
Solo dalam pengembangan potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik
wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Namun demikian, dalam rangka
penyesuaian akan tuntutan tersebut, pemerintah berkewajiban mengendalikan
tuntutan modernitas tersebut dalam kerangka pembangunan Kota Solo yang
berkarakter ciri khas budaya Solo harus melekat dalam wujud bangunan
lxxxix
maupun sarana ruang dan hiburan yang ada. Kemudian yang tidak kalah
penting adalah penyerapan tenaga kerja yang berkualitas dalam industri
pariwisata dari lingkungan sekitar harus menjadi prioritas utama dan
Pemerintah Kota Solo harus serius mengagendakan kebijakan pengembangan
obyek – obyek wisata di Kota Solo salah satunya yaitu Pasar Gede.
xc
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penulisan tugas akhir tentang Potensi Pasar Gede Sebagai
Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo, maka penulis
dapat menyimpulkan data-data sebagai berikut :
1. Sejak keberadaannya ternyata Pasar Gede memiliki peran dalam
sejarah Kota Solo yaitu menjadi pusat perputaran roda ekonomi yang
banyak dikunjungi oleh masyarakat Solo dan sekitarnya.
2. Pasar Gede memiliki potensi atraksi wisata budaya dan keaneka
ragaman jenis dagangan mulai dari barang kebutuhan sehari-hari
sampai beraneka ragam jenis makanan khas Kota Solo yang ada sejak
keberadaan Pasar Gede sampai sekarang, sehingga dapat
dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner
di Kota Solo yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.
3. Pemerintah Kota Solo dalam melakukan pemberdayaan Pasar Gede
sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner masih
menghadapi beberapa kendala.
Jadi dari kesimpulan penulisan tersebut sebenarnya Pasar Gede selain
sebagai pusat perputaran roda ekonomi di Kota Solo juga memiliki potensi
wisata budaya dan kuliner yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata
unggulan baru bagi kepariwisataan Kota Solo, tetapi dalam melakukan
pengembangan Pasar Gede masih terdapat beberapa kendala yang dapat
72
xci
menghambat usaha Pemerintah Kota Solo untuk menjadikan Pasar Gede
sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.
B. Saran
Kurangnya kesadaran masyarakat Solo terhadap kegiatan dalam bidang
pariwisata, sebaiknya pemerintah kota Solo khususnya Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata bekerja sama dengan pihak swasta yang bekerja di bidang industri
pariwisata, memberikan pembekalan serta pelatihan tentang kegiatan sadar
wisata. Mengajak masyarakat Solo untuk ikut serta dalam pengembangan
pariwisata di kota Solo, khususnya Pasar Gede untuk dikembangkan menjadi
objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Di Pasar Gede
perlu adanya pembenahan dalam segi penataan ruang, serta perlu adanya
peningkatan pelayanan kepada para wisatawan dengan cara para penjual di
Pasar Gede sebaiknya lebih bersikap ramah kepada para pengunjung atau
wisatawan . Pasar Gede sebagai pasar tradisional yang terletak di Kota Solo,
yang menjadi pusat budaya Jawa Tengah, sebaiknya para pedagang serta
semua orang yang bekerja di Pasar Gede menggunakan pakaian tradisional
Jawa Tengah atau menggunakan pakaian batik, sehingga menjadi suatu ciri
khas tersendiri .
Untuk menambah jumlah kunjungan wisatawan di Kota Solo
khususnya di Pasar Gede sebaiknya perlu adanya peningkatan penjualan
wisata, khususnya wisata budaya dan kuliner di kota Solo dengan cara
menyelenggarakan suatu event budaya dan festival makanan khas Kota Solo di
Pasar Gede serta mengemas wisata budaya dan kuliner dalam bentuk paket-
xcii
paket wisata ( contoh : membuat paket wisata “Jalan-jalan Solo Tempo Dulu”
dengan rute perjalanan Keraton Mangkunegaran, Kampung Batik Kauman,
Keraton Kasunanan, Pasar Klewer dan Pasar Gede). Untuk menunjang
kegiatan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede, sebaiknya
ada jalur wisata khusus menuju ke Pasar Gede serta perlu adanya penyediaan
alat transportasi tradisional ( becak atau andong ) yang khusus disediakan
untuk mengantarkan wisatawan menuju Pasar Gede. Pemerintah Kota Solo
yang bekerja sama dengan masyarakat kota Solo dan instansi terkait, sebaiknya
harus melakukan relokasi atau pembenahan di sekitar lingkungan Pasar Gede
terutama dalam penyediaan tempat parkir yang memadai dan strategis.
Selain itu untuk mengembangkan Pasar Gede sebagai obyek dan daya
tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo sebaiknya harus meningkatkan
kegiatan promosi dengan cara membuat leaflet atau brosur tentang potensi
wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, serta mempromosikannya
ke daerah luar kota Solo atau bahkan mempromosikan Pasar Gede ke luar
negeri, dari kegiatan promosi tersebut maka dapat menarik minat wisatawan
untuk melakukan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.
xciii
DAFTAR PUSTAKA
Damardjati, R. S . 2001 . Istilah – istilah Dunia Pariwisata . Jakarta :
Pradnya Paramita .
Heri Priyatmoko, dkk. 2006. Solo Tempo Doeloe Dagang dan Air. Solo
Nyoman S. Pendit . 1986 . Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana .
Jakarta : Pradnya Paramita .
Sajid, R.M . 2001. Babad Sala (alih bahasa Dra. Darweni).
Pura Mangkunegaran Solo : perpustakaan Reksopustoko
Salah Wahab. 1989. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : Pradnya Paramita
Suyitno.2001. Perencanaan Wisata . Yogyakarta : Kanisius
http:// www.kabar_soloraya.com/ Selasa, 1 Juni 2010
http:// www.surakarta.co.id/ Selasa 1 Juni 2010
http:// www. Vtrediting_wordpress.com/ Selasa 1 Juni 2010
http:// www.harian_Joglosemar.com/ Jumat 18 Juni 2010
xciv
DAFTAR INFORMAN
Informan 1 :
Nama : Bapak Drs. Soedarmono, SU
Pekerjaan : Dosen Jurusan Sejarah dan Sejarawan Surakarta
Alamat : Kota Barat, Surakarta
Informan 2 :
Nama : Bapak Mulyono
Pekerjaan : Pegawai di Kantor Dinas Kebudayaan Surakarta
Alamat : Solo
Informan 3 :
Nama : Ibu Tulus Subekti
Pekerjaan : Penjual Dawet Tlsaih”Bu Dermi”
Alamat : Pasar Harjonagoro ( Pasar Gede ) Solo
Informan 4
Nama : Ibu Ngatmini
Pekejaan : Penjual Brambang Asem dan Cabuk Rambak
Alamat : Pasar Gede Solo
Informan 5
Nama : Bapak Suradi
Pekerjaan : Penjual Babi Pincuk
Alamat : Pasar Gede Solo
Informan 6
Nama : Ibu Yani
Pekerjaan : Penjual Gempol Pleret
Alamat : Pasar Gede Solo
Informan 7
Nama : Ibu Larmi
Pekerjaan : Penjual Lenjongan
Alamat : Pasar Gede Solo
xcv