potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

7
146 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007 J ambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Volume ekspor jambu mete pada tahun 2000 mencapai 27.619 ton dengan nilai US$31.502, kemudian meningkat menjadi 59.372 ton pada tahun 2004 dengan nilai US$58.187. Pada tahun 2004, luas areal tanam jambu mete mencapai 554.188 ha dengan produksi 118.229 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Jambu mete banyak diusahakan di kawasan Timur Indonesia, antara lain Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun 2003, luas areal tanam jambu mete di NTB tercatat 58.518 ha, dengan produksi gelondong 10.385 ton. Luas tanam me- ningkat menjadi 59.839 ha pada tahun 2004 dengan produksi 11.192 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Salah satu kendala dalam usaha tani jambu mete adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti Helopeltis spp., Cricula trifenestrata, POTENSI CENDAWAN Synnematium sp. UNTUK MENGENDALIKAN WERENG PUCUK JAMBU METE (Sanurus indecora Jacobi) Tri Lestari Mardiningsih Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 ABSTRAK Jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber devisa. Salah satu kendala peningkatan produksi jambu mete adalah serangan hama dan penyakit. Salah satu hama penting jambu mete adalah wereng pucuk (Sanurus indecora). Serangan hama ini yang menyebabkan kehilangan hasil hingga 57,83%. S. indecora termasuk ordo Homoptera, famili Flatidae. Serangga hama ini mengalami metamorfosis tidak sempurna, yaitu telur, nimfa, dan imago. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun, tangkai daun atau tangkai pucuk dan ditutupi lapisan lilin. Nimfa juga dilapisi lilin berwarna putih. Imago berwarna putih, putih kemerahan atau hijau pucat. Nimfa dan imago tidak aktif bergerak, tetapi akan meloncat bila diganggu. Pengendalian S. indecora dapat dilakukan secara fisik/mekanis serta biologi dengan memanfaatkan cendawan patogen serangga Synnematium sp. dan parasitoid telur Aphanomerus sp. Pengendalian dengan menggunakan musuh alami sangat prospektif dikembangkan karena ramah lingkungan. Pengendalian dengan insektisida sintetis juga efektif, tetapi penggunaannya harus bijaksana agar tidak menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, resistensi dan resurjensi hama sasaran, terbunuhnya musuh alami, dan keracunan bagi petani. Dengan demikian, pengendalian hama jambu mete dianjurkan secara terpadu dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan menggunakan cendawan Synnematium sp. yang tersedia di alam. Kata kunci: Anacardium occidentale, Aphanomerus sp., pengendalian hama, Sanurus indecora, Synnematium sp. ABSTRACT Potency of fungus of Synnematium sp. to control cashew flatids (Sanurus indecora Jacobi) Cashew plant (Anacardium occidentale) is one of estate crops that has high economical value and a source of state exchange. One of constraints in increasing cashew production and planting area is the attack of pests and diseases. One of the important pests is Sanurus indecora that causes yield loss up to 57.83%. The insect belongs to order of Homoptera, family Flatidae. S. indecora experiences incomplete metamorphose i.e. eggs, nymphs, and adults. The eggs are white, oval, laid under surface of leaf, leaf petiole, or petiole of shoot, in cluster and covered by wax. The body of the nymph is also covered by wax so that it is sticky. The adults are white, white reddish or green pale. Both nymphs and adults are inactive, however, they will jump if disturbed. The pest can be controlled physically/ mechanically or biologically using entomopathogen fungi Synnematium sp. and egg parasitoids (Aphanomerus sp.). Biological control by using natural enemies is prospective to be developed because it is environmentally friendly. Using synthetic insecticides is effectively proved, however, if they are used unwise, they will cause negative impacts such as pollution of environment, resistance and resurgence of insects, killing natural enemies and toxic to farmers. Base on those, control of insect pests on cashew plant is recommended to apply integrated pest control by integrating several components that is environmentally friendly. One of which is by using fungus of Synnematium sp. that is available in nature. Keywords: Anacardium occidentale, Aphanomerus sp., pest control, Sanurus indecora, Synnematium sp.

Transcript of potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

Page 1: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

146 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu komoditas

perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi.Volume ekspor jambu mete pada tahun2000 mencapai 27.619 ton dengan nilaiUS$31.502, kemudian meningkat menjadi59.372 ton pada tahun 2004 dengan nilaiUS$58.187. Pada tahun 2004, luas areal

tanam jambu mete mencapai 554.188 hadengan produksi 118.229 ton (DirektoratJenderal Perkebunan 2006).

Jambu mete banyak diusahakan dikawasan Timur Indonesia, antara lainNusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun2003, luas areal tanam jambu mete di NTBtercatat 58.518 ha, dengan produksi

gelondong 10.385 ton. Luas tanam me-ningkat menjadi 59.839 ha pada tahun 2004dengan produksi 11.192 ton (DirektoratJenderal Perkebunan 2006).

Salah satu kendala dalam usaha tanijambu mete adalah serangan OrganismePengganggu Tanaman (OPT), sepertiHelopeltis spp., Cricula trifenestrata,

POTENSI CENDAWAN Synnematium sp. UNTUKMENGENDALIKAN WERENG PUCUK JAMBU METE

(Sanurus indecora Jacobi)

Tri Lestari Mardiningsih

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

ABSTRAK

Jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggidan sebagai sumber devisa. Salah satu kendala peningkatan produksi jambu mete adalah serangan hama dan penyakit.Salah satu hama penting jambu mete adalah wereng pucuk (Sanurus indecora). Serangan hama ini yang menyebabkankehilangan hasil hingga 57,83%. S. indecora termasuk ordo Homoptera, famili Flatidae. Serangga hama inimengalami metamorfosis tidak sempurna, yaitu telur, nimfa, dan imago. Telur berwarna putih, diletakkan secaraberkelompok pada permukaan bawah daun, tangkai daun atau tangkai pucuk dan ditutupi lapisan lilin. Nimfa jugadilapisi lilin berwarna putih. Imago berwarna putih, putih kemerahan atau hijau pucat. Nimfa dan imago tidak aktifbergerak, tetapi akan meloncat bila diganggu. Pengendalian S. indecora dapat dilakukan secara fisik/mekanis sertabiologi dengan memanfaatkan cendawan patogen serangga Synnematium sp. dan parasitoid telur Aphanomerus sp.Pengendalian dengan menggunakan musuh alami sangat prospektif dikembangkan karena ramah lingkungan.Pengendalian dengan insektisida sintetis juga efektif, tetapi penggunaannya harus bijaksana agar tidak menimbulkandampak negatif seperti pencemaran lingkungan, resistensi dan resurjensi hama sasaran, terbunuhnya musuh alami,dan keracunan bagi petani. Dengan demikian, pengendalian hama jambu mete dianjurkan secara terpadu denganmemanfaatkan berbagai komponen pengendalian yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan menggunakancendawan Synnematium sp. yang tersedia di alam.

Kata kunci: Anacardium occidentale, Aphanomerus sp., pengendalian hama, Sanurus indecora, Synnematium sp.

ABSTRACT

Potency of fungus of Synnematium sp. to control cashew flatids (Sanurus indecora Jacobi)

Cashew plant (Anacardium occidentale) is one of estate crops that has high economical value and a source of stateexchange. One of constraints in increasing cashew production and planting area is the attack of pests and diseases.One of the important pests is Sanurus indecora that causes yield loss up to 57.83%. The insect belongs to orderof Homoptera, family Flatidae. S. indecora experiences incomplete metamorphose i.e. eggs, nymphs, and adults.The eggs are white, oval, laid under surface of leaf, leaf petiole, or petiole of shoot, in cluster and covered by wax.The body of the nymph is also covered by wax so that it is sticky. The adults are white, white reddish or green pale.Both nymphs and adults are inactive, however, they will jump if disturbed. The pest can be controlled physically/mechanically or biologically using entomopathogen fungi Synnematium sp. and egg parasitoids (Aphanomerussp.). Biological control by using natural enemies is prospective to be developed because it is environmentallyfriendly. Using synthetic insecticides is effectively proved, however, if they are used unwise, they will causenegative impacts such as pollution of environment, resistance and resurgence of insects, killing natural enemiesand toxic to farmers. Base on those, control of insect pests on cashew plant is recommended to apply integratedpest control by integrating several components that is environmentally friendly. One of which is by using fungusof Synnematium sp. that is available in nature.

Keywords: Anacardium occidentale, Aphanomerus sp., pest control, Sanurus indecora, Synnematium sp.

Page 2: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007 147

Orthaga, aphid, thrips, Lawana sp., danAcrocercops sp. (Wikardi et al. 1996;Wiratno et al. 1996). Salah satu hamapenting jambu mete selain Helopeltis spp.adalah wereng pucuk (Sanurus indecora),yang sebelumnya dikenal sebagai Lawanacandida (Siswanto et al. 2003). Hama inimenyerang tanaman jambu mete di NTBdalam beberapa tahun terakhir. Serangandimulai menjelang musim berbunga padabulan April−Mei dan mencapai puncak-nya pada musim berbunga (berbuah) padabulan Agustus−September (Siswanto et al.2002). Penyebaran wereng pucuk secaraeksplosif di NTB masih terbatas (Siswantoet al. 2003). Wereng pucuk menyerangtanaman dengan cara menusuk dan meng-isap cairan tanaman sehingga meng-ganggu aliran zat hara menuju bunga.Akibatnya, pembentukan buah terganggusehingga jumlah bunga yang menjadibuah menurun (Mardiningsih et al. 2004).

Pengendalian wereng pucuk dapatdilakukan secara terpadu dengan meman-faatkan berbagai komponen pengendaliandan berwawasan lingkungan. Pengenda-lian secara fisik dapat dilakukan denganmengambil telur, jika jumlahnya masihsedikit, lalu memusnahkannya. Pengen-dalian secara biologi dapat menggunakanmusuh alami, yaitu cendawan patogenserangga dan parasitoid serta insektisidanabati. Pengendalian dengan insektisidasintetis dilakukan bila cara pengendalianlain tidak mampu mengendalikan populasihama, terutama pada serangan eksplosif.Salah satu cendawan yang berpotensimengendalikan wereng pucuk adalahSynnematium sp. Cendawan ini ditemukandi NTB dan telah berhasil dikembang-biakkan di laboratorium dan diuji di lapang.Tulisan ini bertujuan untuk menginfor-masikan potensi cendawan Synnematiumsp. dalam mengendalikan wereng pucukjambu mete.

BIOEKOLOGI

Biologi Sanurus indecora

Siklus hidup adalah waktu yang diperlukanserangga untuk berkembang mulai daritelur diletakkan hingga menjadi dewasadan bertelur. Siklus hidup S. indecorabelum diketahui karena dalam penelitian,serangga dewasa (imago) umumnya telahmati sebelum meletakkan telur.

Imago S. indecora menyerupai kupu-kupu. Tubuh dan tungkai berwarna

kuning pucat, sedangkan warna kepaladan sayap bervariasi, yaitu putih, hijaupucat atau putih kemerahan. Pada kepalaterdapat sepasang mata majemuk berwarnacoklat gelap. Panjang dari ujung kepalasampai ujung sayap sekitar 8−10 mm danlebar sayap 3−4 mm. Saat hinggap, sayapmenutup tubuh dengan posisi tegak kebawah (Gambar 1). Pada tegmen (sayapdepan) kadang-kadang terlihat garismerah di sepanjang tepinya. Tegmen,postclaval membentuk sudut tegak lurus.Venasi tegmen banyak cross veins, venaanal membentuk huruf Y pada bagianujung. Tibia tungkai belakang hanyamempunyai satu spina lateral. Carina padafrons 1 berbentuk U dan 1 membujur ditengah (Siswanto et al. 2003). Periodeimago berlangsung 5−6 hari (Mardiningsihet al. 2004).

Telur S. indecora diletakkan secaraberkelompok 30−80 butir pada permukaanbawah daun, tangkai daun, dan atau tang-kai pucuk, ditutupi lapisan lilin berwarnaputih atau kuning. Periode telur ber-langsung 6−7 hari (Siswanto et al. 2003;Mardiningsih et al. 2004). Telur berwarnaputih, lalu berubah menjadi coklat men-jelang menetas. Telur berbentuk oval,panjang 0,95−1,09 mm dan lebar 0, 37−0,47mm. Menurut Siswanto et al. (2003),berbeda dengan S. indecora, telur L.candida diletakkan berderet memanjang2−6 baris dan tidak tertutup lapisan lilin.

Nimfa berwarna krem dan tertutuptepung lilin berwarna putih, jika dipegang

terasa lengket. Nimfa dan imago tidak aktifbergerak, hanya meloncat atau terbangdekat bila terganggu. Kepadatan populasipada satu karangan bunga mencapai 80ekor atau lebih (Siswanto et al. 2003).Periode nimfa berlangsung 42−49 hari(Mardiningsih et al. 2004).

Di Kayangan, Lombok Barat, S.indecora mulai menyerang tanaman jambumete pada awal musim kemarau (bulanMei) dan makin meningkat pada saattanaman memasuki fase generatif. Padamusim berbunga, serangga biasanyamenutupi tangkai bunga. Puncak populasihama terjadi pada bulan Juli dan Agustus,saat tanaman mulai berbunga dan berbuah.Populasi menurun pada bulan Oktoberbersamaan dengan berakhirnya fasegeneratif (Gambar 2).

Walaupun populasi hama ini rendah,bekas keberadaannya mudah dikenalidengan adanya embun jelaga pada per-mukaan daun bagian atas serta lapisan lilindan kulit nimfa (eksuvia) yang ditinggal-kan pada waktu nimfa berganti kulit(Wiratno dan Siswanto 2002). Selain faktorlingkungan (musim kemarau), ketersediaanmakanan dan musuh alami terutamaparasitoid telur (Aphanomerus sp.) sangatmempengaruhi perkembangan populasihama tersebut (Siswanto et al. 2002).

Menurut Rahardjo (2006), populasiS. indecora di daerah pantai, dataran, danperbukitan menunjukkan bahwa populasiterbanyak ditemukan pada tumpang sariantara jambu mete dengan kacang,

Gambar 1. Imago S. indecora.

Page 3: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

148 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

kemudian diikuti tumpang sari jambu metedengan padi, serta monokultur (jambumete saja). Di pantai, dataran, maupunperbukitan pada pengamatan awal bulanFebruari 2004, S. indecora muncul denganpopulasi berkisar 2−10%. Selanjutnyapada bulan Maret, April, dan Mei, populasimeningkat dan setelah itu bervariasi,bergantung pada topografi dan pola usahatani.

Gejala Kerusakan

Nimfa dan imago S. indecora menyerangtanaman dengan cara menusuk dan meng-isap cairan tanaman. Pada pucuk dan tang-kai bunga, bekas serangan berupa titik-titik hitam agak menonjol seperti bisul,yang bila dibelah akan terlihat tusukan ter-sebut mencapai floem dan xilem (Wiratnoet al. 2003a). Akibatnya, aliran zat haramenuju bunga terganggu. Pada padat po-pulasi tinggi, serangan S. indecora padatangkai bunga dan bunga mengakibatkanbagian tersebut mengering sehinggabunga gagal menjadi buah. Populasi S.indecora dengan kepadatan yang tinggijuga menghalangi serangga penyerbuk.Selain itu, permukaan daun banyakditumbuhi cendawan jelaga (Gambar 3),karena adanya embun madu yang dihasil-kan hama tersebut (Siswanto et al. 2002).

Tanaman Inang

Selain menyerang jambu mete, S. indecorajuga ditemukan pada tanaman mangga(Mangifera indica), jambu air (Eugeniaaquea), jarak pagar (Jatropha curcas),jeruk (Citrus sp.), krotalaria (Crotalariasp.), rambutan (Nephelium lappaceum),nangka (Artocarpus heterophyllus),

bugenvile (Bougainvillea glabra) (Sis-wanto et al. 2003), gamal (Glyricidiasepium.), srikaya (Annona squamosa), ubikayu (Manihot utilissima), juwet (Eugeniacumini), sawo (Achras zapota), jambu biji(Psidium guajava) dan lain-lain yang adadi sekitar tanaman jambu mete, tetapiserangannya rendah. Menurut Syamsumardan Haryanto (2003), selain jambu mete,S. indecora juga menyerang belimbing(Averrhoa carombola), sirsak (Annonamuricata), dan ceremai (Phyllanthusacidus), serangan terberat pada tanamanjeruk dan mangga dengan intensitasserangan rata-rata 76,66%. Selain itu, S.indecora juga ditemukan pada tanamananis (Clausena anisata). MenurutSiswanto et al. (2003), inang asli hama inimungkin adalah mangga, karena tanamanini telah dikembangkan lebih dulu di NTBdaripada jambu mete.

Sebaran S. indecora

S. indecora banyak ditemukan di Lombokdan Sumbawa, tetapi belum ditemukan didaerah yang berdekatan dengan duapulau tersebut (Siswanto et al. 2003).Menurut Medler (1999) dalam Siswantoet al. (2003), spesies hama ini pernahdikoleksi di daerah Lombok pada tahun1941. Spesies lain yang hampir serupa,yaitu S. flavovenosus Bierman, ditemukandi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan JawaTimur pada tanaman mangga dan alpukat.Serangga ini juga ditemukan di Wonogiri

Gambar 2. Tingkat populasi S. indecora pada pertanaman jambu mete, Mei−Oktober2001 (Wiratno dan Siswanto 2002).

25

20

15

10

5

0

Populasi(ekor)

Mei Juni Juli Agustus September Oktober

Bulan

Gambar 3. Serangan S. indecora pada jambu mete.

Page 4: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007 149

(Jawa Tengah), tetapi tidak eksplosifseperti di NTB (Siswanto, komunikasipribadi). S. indecora juga ditemukan diBogor (Jawa Barat) pada tanaman anis.

KERUGIAN AKIBATSERANGAN WERENGPUCUK

Gelondong jambu mete yang sehat (tidakterserang) berbeda dengan yang terserangS. indecora. Gelondong sehat terlihatbersih, mengkilat, dan berukuran normal.Gelondong yang terserang umumnya jugaberukuran normal, tetapi kotor, kusam, danlengket jika dipegang karena ditumbuhiembun jelaga. Akibatnya, harga gelon-dong tidak sehat lebih murah daripadagelondong sehat. Agar harga gelondongmeningkat, petani mencampur gelondongsehat dengan gelondong tidak sehat. Padatahun 2001, harga gelondong tidak sehatdi tingkat petani hanya Rp4.300/kg, se-dangkan harga gelondong berkualitasbaik mencapai Rp7.000/kg.

Bobot rata-rata 100 gelondong yangterserang S. indecora hanya 470,37 g,sedangkan bobot gelondong sehat 544,01g. Menurut petani, rasa kacang mete darigelondong yang sehat lebih gurih danrenyah dibandingkan dengan yang ber-asal dari gelondong tidak sehat (Wiratnoet al. 2003a).

Pada tanaman jambu mete yangpernah terserang S. indecora, persentasebunga menjadi buah lebih rendah diban-dingkan dengan tanaman yang belumpernah terserang hama tersebut (Mardi-ningsih et al. 2004). Populasi S. indecora12 ekor/pucuk menurunkan hasil hingga57,83%. Dengan demikian, wereng pucukmerupakan salah satu hama penting padajambu mete di NTB. Pada tahun 2003,produksi jambu mete dari perkebunannegara, swasta, dan rakyat di NTBmencapai 10.385 ton. Jika serangan werengpucuk dapat menurunkan hasil 57,83%.maka kerugian mencapai hampir 6.006 ton.Jika harga rata-rata kacang mete padatahun 2003 sekitar Rp32.771/kg (DirektoratJenderal Perkebunan 2006) maka kerugianyang ditimbulkan mencapai Rp197 miliar.

STRATEGI PENGENDALIAN

Serangan wereng pucuk pada tanamanjambu mete dapat dikenali dengan adanya

kelompok serangga berbentuk kupu-kupu.Serangga pradewasa berlilin sehinggapada bagian tanaman yang terserangterdapat lapisan lilin berwarna putih. Bilahama telah menyerang tanaman sebelummembentuk bunga (bulan Mei−Juni)dengan populasi 12 ekor/pucuk, makatindakan pengendalian dapat dilakukanuntuk menghindari kerugian hasil. Pe-ngendalian dapat dilakukan dengan mene-rapkan berbagai komponen pengendalian.

Pengendalian secara Fisik(Mekanis)

Bila serangga pradewasa atau dewasabelum ditemukan, upaya pengendaliandilakukan dengan mengamati keberadaantelurnya. Telur S. indecora dapat dite-mukan pada permukaan daun bagian atasdan bawah serta pucuk. Telur diletakkansecara berkelompok serta ditutupi lapisanlilin berwarna putih kekuningan. Teluryang baru diletakkan berwarna putih,kemudian berubah menjadi kuning kecok-latan saat akan menetas. Telur dikumpul-kan lalu dimusnahkan. Pengumpulan telurakan efektif bila jumlahnya masih sedikit.Pemantauan keberadaan telur dilakukansebelum tanaman berbunga denganinterval satu minggu sekali, karena telurmenetas dalam waktu 6−7 hari. Namundemikian, pengendalian secara fisik/mekanis kurang efektif karena memakanwaktu lama.

Pengendalian secara Biologi(Musuh Alami)

Pengendalian secara hayati dengan meng-gunakan musuh alami (predator, parasi-toid, dan cendawan entomopatogen)merupakan cara pengendalian yang ber-wawasan lingkungan. Musuh alami utamaS. indecora ialah parasitoid Aphanomerussp. (Hymenoptera: Platygasteridae) dancendawan entomopatogen Synnematiumsp. (Moniliales: Deuteromycetes). Apha-nomerus sp. mampu memparasit telurhingga 90% (Siswanto et al. 2003). Musuhalami lain ialah laba-laba, kumbangCoccinellidae, Chalcididae, Braconidae,Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae),belalang sembah (Orthoptera: Mantidae),belalang pedang (Orthoptera: Tettigonii-dae), lalat Asilidae, semut rangrang, danBocha ampithoa (Siswanto et al. 2003;Mardiningsih et al. 2004). Pemanfaatan

musuh alami, khususnya predator, dilaku-kan dengan mengkonservasinya denganmembatasi penggunaan insektisida sin-tetis. Penggunaan insektisida sintetishanya dilakukan sebagai alternatif terakhirbila cara pengendalian lain kurang efektif.

Perbanyakan predator Coccinellidaedilakukan dengan memasukkan beberapapasang predator dan tanaman yang ter-infestasi mangsanya ke dalam kurungankasa. Telur yang diletakkan predatordiambil lalu ditempatkan dalam cawan petriyang diberi kertas tisu lembap. Pada setiapcawan ditempatkan 1−2 telur karena larvapredator ini bersifat kanibal. Setelah telurmenetas, larva dipindahkan ke tanamanyang terinfestasi mangsa predator. Larvadipelihara hingga menjadi seranggadewasa (Cunningham 1987). Seranggadewasa lalu dilepaskan di lapang, danselanjutnya akan mencari mangsanyasendiri. Coccinellidae merupakan predatordari aphids, kutu dari famili Diaspididae,Pseuodococcidae, Aleyrodidae, danJassidae (Kalshoven 1981). Aktivitas pre-dator dalam memangsa S. indecora belumdiketahui.

Cendawan Patogen Serangga

Cara pengendalian S. indecora yangprospektif untuk dikembangkan ialahdengan menggunakan cendawan Synne-matium sp. Cendawan ini pertama kaliditemukan menginfeksi S. indecora,sehingga spesifik untuk S. indecora.Selain itu, cendawan ini mudah dibiakkandi laboratorium pada media PotatoDextrose Agar (PDA) lalu dilanjutkanpada media beras/jagung. Karena berasaldari alam maka pengendalian dengan cen-dawan ini ramah lingkungan. Selain itu, S.indecora tersedia di lapang.

Cendawan Synnematium sp. pertamakali ditemukan menyerang telur dan imagoS. indecora. Serangga yang mati terinfeksiakan tertutup massa cendawan berwarnacoklat, dan umumnya tetap menempelpada daun atau tunas tanaman (Gambar4). Di NTB, serangan cendawan iniditemukan di Desa Kembang Kuning,Kecamatan Narmada, Lombok Timur(Purnayasa 2001).

Berdasarkan identifikasi Cooke (1978)dalam Wikardi et al. (2001), cendawanSynnematium sp. (belum diketahui spe-siesnya) termasuk ke dalam grup simbiosisantagonis fakultatif. Cendawan ini hidupdengan bersimbiosis (nektrotropik) dan

Page 5: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

150 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

dapat berkembang dengan baik pada saatbebas (saprofit). Menurut Aquino (1987),Synnematium sp. umumnya bersifatsaprofit dan kontaminan laboratorium.Menurut Barnett dan Hunter (1972),Synnematium sp. memiliki ciri synnematasederhana atau bercabang, coklat ketikamatang, phialid sebagian besar pada ujungcabang, ramping, menyempit ke ujungyang runcing, konidia hialin sampai coklatpucat, ditutupi mukus, beberapa sporabersatu dalam kelompok, sklerotia bulat,menjadi coklat dengan sel yang berdindingtebal, dan bersifat parasit pada serangga.

Cendawan Hirsutella citriformis jugaberhasil diidentifikasi dari imago S.indecora yang menunjukkan gejala serupadengan Synnematium sp. (Wahyuno et al.2003). Cendawan H. citriformis juga dite-mukan pada Diaphorina citri (Homoptera:Psyllidae) pada tanaman jeruk di Klaten,Jawa Tengah (Subandiyah et al. 2000

dalam Siswanto et al. 2003). Purnayasa(2004) juga menemukan Diaphorina sp.(vektor penyakit CVPD) pada tanamanjeruk yang terserang cendawan Synnema-tium sp. Cendawan dapat tumbuh baikpada media PDA. Uji patogenisitas dilaboratorium menunjukkan, dalam waktu5 hari, 10 ekor Diaphorina sp. yang diujisemuanya mati dan pada hari ketujuh di-tumbuhi cendawan Synnematium sp.Pengolesan suspensi cendawan Synne-matium sp. pada tubuh serangga dewasamenyebabkan kematian hingga 100% padahari ke-11, sedangkan pengolesan sus-pensi cendawan pada inang (makanan)menyebabkan kematian sampai 100% padahari ke-9. Pengolesan suspensi cendawanpada tubuh serangga dewasa dan inang(makanan) menyebabkan kematian sampai100% pada hari ke-8 (Tabel 1).

Pada penelitian semilapang, pengen-dalian S. indecora dengan Synnematium

sp. konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l yangdiaplikasikan pada telur, nimfa, imago,serta bibit, menyebabkan kematian nimfahingga 9,83 ekor (dari rata-rata 10 ekor).Pada konsentrasi 20 g/l, rata-rata telur,nimfa, dan imago yang terserang Synne-matium sp. berturut-turut 8,83; 9,83; dan8,83 ekor (dari rata-rata 10 ekor) (Mardi-ningsih et al. 2006). Dalam penelitian dilapang, Synnematium sp. konsentrasi 20g/l atau setara dengan konsentrasi spora1,64 x 108 efektif menekan populasi S.indecora hingga 23,86% (Tabel 2).

Gambar 4. S. indecora yang terserang Synnematium sp.

Tabel 1. Mortalitas imago Lawana sp. (S. indecora) setelah diinokulasi denganSynnematium sp. (% kumulatif).

PerlakuanMortalitas imago pada hari ke

4 5 6 7 8 9 10 11

Inokulasi tubuh serangga 0 36,70 75 86,70 93,30 93,30 96 100Inokulasi inang 0 75 83,30 86,70 90 100 100 100Inokulasi serangga dan inang 0 70 86,70 93,30 100 100 100 100Kontrol 0 0 0 0 0 3 6 6

Sumber: Wikardi et al. (2001).

Tabel 2. Rata-rata populasi S. indecoraper pucuk jambu mete sebelumdan setelah penyemprotanSynnematium sp. pada konsen-trasi yang berbeda di lapang.

Konsentrasi Populasi PenurunanSynnematium sp. populasi(g/l) Awal Akhir (%)

0 8,51 4,12 51,5920 7,70 1,89 75,4530 6 2,58 5740 8,78 2,58 70,62

Sumber: Mardiningsih et al. (2006).

Untuk penyemprotan di lapang, cen-dawan dalam media jagung atau berasdihancurkan, lalu ditempatkan dalamwadah yang berisi air, kemudian disaringdan dimasukkan ke dalam alat semprot.Penyemprotan dilakukan pada sore hariatau menjelang malam agar cendawanmemiliki kesempatan yang lebih lama untukberkembang sebelum terkena cahayamatahari keesokan harinya. Synnematiumsp. yang digunakan adalah yang sudahdiperbarui. di NTB, cendawan ini dapatdibeli di Balai Laboratorium PerlindunganTanaman Perkebunan Narmada, DinasPerkebunan NTB.

Cendawan sejenis yaitu Synnematiumjonesii diketahui menginfeksi Udongamontana (Hemiptera: Pentatomidae), kepikpenyengat pada tanaman kopi di India. DiAmerika, Synnematium juga dilaporkanmemparasit Mezira emarginata dan M.lobata di Louisiana, Harpalus sp. diCalifornia, Pardomis sp. di Columbia,Philonthus sp. di Maine, dan wereng daundi Costa Rica. Selain itu, Synnematiumjuga menyerang Pororeus simulans diFilipina, Basilides bipinnis di SierraLeone, Promecotheca bicolor di Fiji, dan

Page 6: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007 151

DAFTAR PUSTAKA

Aquino, M.B. 1987. Survey on fungi associatedwith corn seeds from different towns ofNueva Viscaya (Philippines). Available from(ht tp : / /www.Fao.org/ . . . /1987/v/1305/PH8611074.xml;PH8611074-7k. [14 Feb-ruari 2008].

Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. IllustratedGenera of Imperfect Fungi. Third Edition.Burgess Publishing Company. 426 SouthSixth Street, Minneapolis, Minnesota 55415.241 pp.

Cunningham, N. 1987. Producing Hippodamiaconvergens eggs and larvae. BiologicalControl Facility Coordinator. AgriculturalResources & Development Division. Availablefrom (http://www.mda.state.mn.us/plants/insects/plantscape/hippodamia.htm). [18Februari 2008].

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. StatistikPerkebunan Indonesia (Statistical EstateCrops of Indonesia) 2001−2003, Jambu mete(Cashewnut). Direktorat Jenderal Perkebunan,Jakarta. 26 hlm.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops inIndonesia. Revised and Translated by VanDer Laan. P.A. PT Ichtiar Baru-Van Hoeve,Jakarta. 701 pp.

Karmawati, E. dan T.L. Mardiningsih. 2005.Hama Helopeltis spp. pada jambu mete danPengendaliannya. Perkembangan TeknologiTanaman Rempah dan Obat XVII(1): 1−6.

Mardiningsih, T.L., A.M. Amir, I.M. Trisawa,dan I.G.N.R. Purnayasa. 2004. Bioekologidan pengaruh serangan Sanurus indecora

Helopeltis di Kongo Belgia (Nagraj danGeorge 1962).

Parasitoid

Parasitoid yang potensial untuk mengen-dalikan S. indecora ialah Aphanomerussp. (Hymenoptera: Platygasteridae).Parasitoid ini menyerang telur dengan caramemasukkan ovipositornya ke dalam telurS. indecora untuk bertelur. Setelah telurparasitoid menetas, larva akan berkembangdi dalam telur S. indecora, dan keluar se-telah menjadi dewasa. Parasitoid dewasaberukuran panjang 1 mm dan berwarnamerah. Di Desa Lekok Rangan, KecamatanKayangan, Lombok Barat, daya parasitasiAphanomerus sp. di lapang mencapai93,20%. Daya parasitasi di laboratoriummencapai rata-rata 80,20% (Purnayasa2003).

Mardiningsih et al. (2004) menya-takan, daya parasitasi Aphanomerus sp.di Dusun Sambik Rindang, Desa Salut,Kecamatan Kayangan, Lombok Barat,hanya 9,78% jumlah telur yang terparasit(762) per jumlah telur yang diamati (7.788)atau hanya 26 kelompok telur terparasitdari 100 kelompok telur yang diamati. Teluryang menetas menjadi nimfa hanya 8,32%jumlah telur yang menetas menjadi nimfa(648) per jumlah telur yang diamati (7.788)atau hanya 33 kelompok telur yangmenetas menjadi nimfa dari 100 kelompoktelur yang diamati. Telur tidak menetasmencapai 81,90%. Kelompok telur tersebutada yang terparasit dan menghasilkannimfa, hanya terparasit atau menghasilkannimfa saja, atau sama sekali tidak menetas.Dibanding dengan penelitian Purnayasa(2003), daya parasitasi tersebut lebihrendah, diduga karena fluktuasi populasiserta lokasi dan waktu penelitian yang

berbeda. Telur yang tidak menetaskemungkinan disebabkan imago betinatidak dibuahi oleh imago jantan sehinggamenghasilkan telur yang steril. Untukmempertahankan keberadaan parasitoidtelur di lapang dapat dilakukan denganmelepas parasitoid yang diperbanyak dilaboratorium. Namun, perbanyakanparasitoid di laboratorium menghadapimasalah sulitnya mensinkronkan keter-sediaan parasitoid dan telur inang. Caralain menurut Karmawati dan Mardiningsih(2005) yaitu dengan menumpuk serasahdaun sebagai tempat berlindung danmakanan parasitoid.

Supeno (2006) menemukan ekto-parasitoid yang menyerang imago S.indecora, yaitu Epipyropidae. Tingkatparasitasi rata-rata di lapang mencapai20,41% dan jumlah rata rata parasitoid perpohon 14,25 ekor. Selain itu juga ditemukanhiperparasitoid pada pupa ektoparasitoid,yaitu Brachymeria sp. dan Tetrastichussp. dengan tingkat hiperparasit masing-masing 25,28% dan 75,24% dari total rata-rata tingkat parasitasi di lapang 42,09%.Penelitian perbanyakan ektoparasitoid inibelum dilakukan.

Pengendalian secara Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi dapat dilaku-kan dengan menggunakan insektisidanabati dan sintetis. Insektisida nabati yangdapat digunakan dan banyak terdapat diNTB ialah mimba. Ekstrak air sederhanadapat dibuat dengan menggiling biji mimbasampai halus kemudian direndam dalamair selama satu malam, diaduk, disaring laludisemprotkan pada tanaman. Konsentrasimimba yang digunakan ialah 250 g biji perliter air. Untuk mendapatkan hasil yangmaksimal, dapat digunakan ekstrak mimba

yang dibuat di laboratorium. Serbuk bijimimba diekstrak dengan metanol dalamblender, lalu residu biji disaring dan meta-nol diuapkan dengan rotary evaporator.Ekstrak berupa cairan kental berwarnacoklat kekuningan. Ekstrak kemudiandicampur dengan Tween 20, dilarutkan da-lam etanol, kemudian diencerkan denganair suling sesuai konsentrasi yang diingin-kan (Prijono dan Hindayana 1994).

Pengendalian dengan insektisidasintetis merupakan alternatif terakhirkarena penggunaan yang tidak bijaksanadapat menimbulkan berbagai dampaknegatif. Insektisida berbahan aktif lamdasihalotrin dengan dosis 0,50 ml/l efektifmengendalikan S. indecora (Wiratno et al.2003b). Penelitian ambang ekonomi untukpengendalian S. indecora belum dilaku-kan, sehingga nilai ambang ekonomi untukpengendalian dengan insektisida sintetisbelum diketahui. Namun demikian, Mardi-ningsih et al. (2004) melaporkan, populasiS. indecora rata-rata 12 ekor/pucuk dapatmenurunkan hasil 57,83%. Berdasarkanhasil penelitian tersebut maka pengendali-an S. indecora dengan insektisida sintetisdilakukan sebelum pucuk berbunga danpopulasinya mencapai 12 ekor/pucuk.

KESIMPULAN

Pengendalian S. indecora sebaiknyadilakukan secara terpadu dengan meman-faatkan berbagai komponen pengenda-lian, yaitu secara fisik/mekanis, biologidengan cendawan patogen serangga(Synnematium sp.) dan parasitoid telur(Aphanomerus sp.). Salah satu komponenpengendalian hama terpadu yang pros-pektif dikembangkan ialah dengan cen-dawan Synnematium sp. karena ramahlingkungan dan tersedia di lapang.

Page 7: potensi cendawan synnematium untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mente

152 Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

occidentale L.) di Nusa Tenggara Barat.Prosiding Seminar Nasional Entomologidalam Perubahan Lingkungan dan Sosial,Bogor, 5 Oktober 2004. PerhimpunanEntomologi Indonesia. hlm. 599−610.

Syamsumar, D.L. dan H. Haryanto. 2003. Distri-busi hama Lawana candida pada beberapajenis tanaman perkebunan di KabupatenLombok Barat. Makalah Seminar NasionalKongres VI Perhimpunan Entomologi Indo-nesia dan Simposium Entomologi, Cipayung,Bogor 2003.

Siswanto, Supriadi, E.A. Wikardi, D. Wahyuno,Wiratno, M. Tombe, dan E. Karmawati.2002. Hama dan Penyakit Utama TanamanJambu Mente serta Faktor-faktor yangMempengaruhi Perkembangannya. BookletBagian Proyek Penelitian PHT PerkebunanRakyat. Bogor. 48 hlm.

Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno, dan E.Karmawati. 2003. Identifikasi wereng pucukjambu mete, Sanurus indecora dan beberapaaspek biologinya. Jurnal Penelitian TanamanIndustri 9(4): 157−161.

Supeno, B. 2006. Keberadaan famili Epipyropidaeektoparasitoid pada imago wereng jambumete (Sanurus indecora Jacobi) pada eko-sistem jambu mete di lahan kering Lombok.Prosiding Seminar Nasional Entomologidalam Perubahan Lingkungan dan Sosial,Bogor, 5 Oktober 2004. Perhimpunan Ento-mologi Indonesia. hlm. 117−128.

Wahyuno, D., I.G.N.R. Purnayasa, E.A. Wikardi,dan Siswanto. 2003. Karakter morfologi danidentitas cendawan patogen serangga dariLombok, Nusa Tenggara Barat. 10 hlm. (tidakditerbitkan).

Wikardi, E.A., Wiratno, dan Siswanto. 1996.Beberapa Hama Utama Tanaman Jambu

Mente dan Usaha Pengendaliannya. ForumKomunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente,Bogor, 5−6 Maret 1996. hlm. 124−132.

Wikardi, E.A., I.G.N.R. Purnayasa, dan Siswanto.2001. Potensi cendawan Synnematium sp.Sebagai agens pengendali Lawana sp.(Flatidae: Homoptera). Jurnal PenelitianTanaman Industri 7(3): 84−87.

Wiratno, E.A. Wikardi, I.M. Trisawa, danSiswanto. 1996. Biologi Helopeltis antonii(Heteroptera; Miridae) pada tanaman jambumente. Jurnal Penelitian Tanaman IndustriII(1): 36−42.

Wiratno dan Siswanto. 2002. Serangan Lawanasp. (Homoptera: Flatidae) pada tanamanjambu mete (Anacardium occidentale).Prosiding Seminar Nasional III. PengelolaanSerangga yang Bijaksana Menuju OptimasiProduksi, Bogor 6 November 2001. Per-himpunan Entomologi Indonesia CabangBogor. hlm. 165−170.

Wiratno, Siswanto, T.L. Mardiningsih, danI.G.N.R. Purnayasa. 2003a. Beberapa aspekbioekologi wereng pucuk (Homoptera:Flatidae) pada pertanaman jambu mete.Risalah Simposium Nasional Penelitian PHTPerkebunan Rakyat, Pengembangan danImplementasi PHT Perkebunan Rakyat Ber-basis Agribisnis, Bogor, 17−18 September2002. Bagian Proyek PHT Tanaman Per-kebunan. hlm. 227−232.

Wiratno, Siswanto, I.M. Trisawa, T.L. Mardi-ningsih, dan I.G.N.R. Purnayasa. 2003b.Pengendalian Lawana sp. menggunakanagens hayati dan pestisida nabati. LaporanHasil Penelitian PHT Perkebunan. BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat,Bogor. 14 hlm.

terhadap kehilangan hasil jambu mete. JurnalPenelitian Tanaman Industri 10(3): 112−117.

Mardiningsih, T.L., E. Karmawati, dan T.E.Wahyono. 2006. Peranan Synnematium sp.dalam pengendalian Sanurus indecora Jacobi(Homoptera: Flatidae). Jurnal PenelitianTanaman Industri 12(3): 103−108.

Nagraj, T.R. and K.V. George. 1962. Synnematiumjonesii, an entomogenous fungus new to India.Current Science 31: 251−252. Available from(http://www. ias.ac.in/j_archive/currsci/31/vol31content). [13 September 2006].

Prijono, D. dan D. Hindayana. 1994. Efek insek-tisida ekstrak biji buah nona sabrang (Annonaglabra) dan mimba (Azadirachta indica)terhadap Phaedonia inclusa. ProsidingSeminar Hasil Penelitian dalam rangka Pe-manfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1−2Desember 1993. Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, Bogor. hlm. 163−171.

Purnayasa, I.G.N.R. 2001. Kemungkinan peman-faatan Synnematium sp. sebagai agentshayati untuk pengendalian Lawana candidapada tanaman jambu mete. LaboratoriumLapangan Narmada, Dinas Perkebunan Pro-vinsi Nusa Tenggara Barat (tidak dipublikasi).

Purnayasa, I.G.N.R. 2003. Parasitasi Aphanomerussp. pada wereng pucuk jambu mente Sanurusindecora Jacobi. Jurnal Penelitian TanamanIndustri 9(1): 1−3.

Purnayasa, I.G.N.R. 2004. Synnematium sp.Cendawan patogen Diaphorina sp. vektorpenyakit CVPD pada tanaman jeruk.Available from (http://www.deptan.go.id/d i t l i n h o r t i / s u b d i t _ p p a r / d i a p h o r i n a /diaphorina.htm.). [5 September 2006].

Rahardjo, S. 2006. Dinamika populasi S. indecoraJacobi pada tanaman jambu mete (Anacardium