POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio...

19
1 SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA : ASAHEDI UMORO NRP : P051120111 PROGRAM STUDI : BIOTEKNOLOGI BIDANG ILMU : HEWAN JUDUL PENELITIAN : POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi KOMISI PEMBIMBING : 1. Dr NISA RACHMANIA MUBARIK, M.Si 2. Dr Ir WIDANARNI, M.Si HARI/TANGGAL : WAKTU : TEMPAT :

description

One of the important bacterial pathogen in shrimp culture is Vibrio harveyi. Application of Bacillus sp. is alternative solution to control the growth of bacterial pathogen in shrimp culture, because this bacteria could produce antimicrobial polypeptides such as bacteriocins that can inhibit growth of other bacteria. Bacteriocins, which have been found in diverse bacterial species of terrestrial origins and some aquatic environment. The objective of the research was to screen Bacillus sp. as bacteriosin produce from shrimp farm in Pangandaran, West Java and examined their antimicrobial activity againts Vibrio harveyi. Five potential bacterial were obtained and all of bacterial suspect to produce bacteriocins. The LTP 1 isolate has the biggest antimicrobial activity and selected to identify molecular, produced bacteriocins on growth media culture, and competition test bacteriocin to inhibit V.harveyi. The LTP 1 isolate was identified as Bacillus subtilis with the similarity level 96%. Maximal activity of bacteriocin was recorded during the early stationay phase. A reduction in antimicrobial activity was recorded after treatment of bacteriocins with protease K. The 70% Ammonium sulfate precipitate is hight inhibitory activity with index inhibitory 2,7; Activity Unit 2490 mm2/ml. The LTP 1 isolate could be used as a potential bacteriocin and reduced growth of V. herveyi.

Transcript of POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio...

2

3

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA: ASAHEDI UMORONRP: P051120111PROGRAM STUDI: BIOTEKNOLOGIBIDANG ILMU: HEWANJUDUL PENELITIAN :POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi

KOMISI PEMBIMBING : 1. Dr NISA RACHMANIA MUBARIK, M.Si 2. Dr Ir WIDANARNI, M.SiHARI/TANGGAL:WAKTU:TEMPAT:

POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi

(Potential of Bacillus sp. as Producing Bacteriocin Compound from Shrimp Farm to Inhibiting Vibrio harveyi)1

Asahedi Umoro2), Nisa Rachmania Mubarik3), Widanarni4) One of the important bacterial pathogen in shrimp culture is Vibrio harveyi. Application of Bacillus sp. is alternative solution to control the growth of bacterial pathogen in shrimp culture, because this bacteria could produce antimicrobial polypeptides such as bacteriocins that can inhibit growth of other bacteria. Bacteriocins, which have been found in diverse bacterial species of terrestrial origins and some aquatic environment. The objective of the research was to screen Bacillus sp. as bacteriosin produce from shrimp farm in Pangandaran, West Java and examined their antimicrobial activity againts Vibrio harveyi. Five potential bacterial were obtained and all of bacterial suspect to produce bacteriocins. The LTP 1 isolate has the biggest antimicrobial activity and selected to identify molecular, produced bacteriocins on growth media culture, and competition test bacteriocin to inhibit V.harveyi. The LTP 1 isolate was identified as Bacillus subtilis with the similarity level 96%. Maximal activity of bacteriocin was recorded during the early stationay phase. A reduction in antimicrobial activity was recorded after treatment of bacteriocins with protease K. The 70% Ammonium sulfate precipitate is hight inhibitory activity with index inhibitory 2,7; Activity Unit 2490 mm2/ml. The LTP 1 isolate could be used as a potential bacteriocin and reduced growth of V. herveyi.

Keywords: Bacillus sp., bacteriocins, antimicrobial, Vibrio harveyiPENDAHULUAN

1Bagian dari tesis yang disampaikan pada seminar Sekolah Pascasarjana IPB2Mahasiswa S2 Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana IPB3Ketua Komisi Pembimbing, staf pengajar Program Studi Mikrobiologi IPB4Anggota Komisi Pembimbing, staf pengajar Program Studi Budidaya Perairan IPBUdang merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya Indonesia,dengan permintaan dunia akan komoditas ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu negara penghasil udang terbesar, tantangan terbesar yang dihadapi oleh pembudidaya udang ialah serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen Vibrio harveyi. Serangan bakteri ini ditimbulkan oleh keadaan lingkungan yang buruk dan merupakan penyebab kegagalan didalam budidaya udang akibat adanya kematian masal pada saat budidaya ( Balcazar dan Rojas-Luna, 2007). Alternatif pengendalian penyakit udang yang disebabkan Vibrio harveyi di tambak udang ialah dengan memanfaatkan Bacillus sp. Bakteri ini diketahui dapat menghasilkan senyawa antimikroba berupa bakteriosin yang memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada udang (Irina et al. 2001). Bacillus sp. dapat ditemukan pada sendimen tanah, lingkungan perairan dan saluran pencernaan udang (Verschuere et al. 2000).Bakteriosin sendiri merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom. Proses sintesis ini berlangsung selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat galur-galur yang berkerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin dan beberapa memiliki aktivitas penghambatan yang berspektrum luas (Drider et al. 2006). Senyawa aktif bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus sp. Diharapkan dapat menekan dan mengendalikan adanya bakteri patogen Vibrio harveyi yang menyerang udang dan penyebab kegagalan panen.Daerah Pangandaran, Jawa Barat merupakan salah satu daerah budidaya perairan penghasil udang yang berpotensi untuk dilakukan eksplorasi, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai isolat Bacillus sp. yang berpotensi menghasilkan bakteriosin yang nantinya dapat membantu pembudidaya udang untuk dapat mengatasi serangan bakteri patogen Vibrio harveyi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi bakteri Bacillus sp. penghasil bakteriosin asal tambak udang Pangandaran Jawa Barat, yang potensial digunakan untuk menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi.

BAHAN DAN METODE Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2014 sampai Maret 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departeman Biologi, FMIPA, IPB.Pengambilan SampelPengambilan sampel air dan sendimen tanah diambil, dari tambak udang daerah Pangandaran Jawa Barat. Sampel air diambil sebanyak 100 ml sedangkan sedimen dan tanah diambil kira-kira 100 g kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Semua sampel disimpan di dalam kondisi dingin hingga sampai di laboratorium (Jamilah et al. 2011).Seleksi Isolat Bacillus sp.Sampel bakteri diencerkan dengan garam fisiologis pada pengenceran 10-4-10-6 kali kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 0C selama 15 menit. Sebanyak 0.1 mL sampel disebar pada media agar-agar SWC (seawater complete) 50% yang mengandung 1.5 gL-1 bakto pepton, 0.5 gL-1, ekstrak ragi dan 1.5 mL-1, gliserol dalam campuran air laut dan akuades dengan perbandingan 3:1, kemudian diinkubasi pada suhu ruang. Metode ini memberi peluang bagi tertapisnya Bacillus (Jamilah et al. 2011).Uji Aktivitas Penghambatan Anti mikroba Isolat bakteri Bacillus sp. dan bakteri V. harveyi diremajakan pada media SWC, kemudian diinkubasi selama 2 hari. Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri Bacillus sp. yang menghasilkan zat antimikrob, dilakukan uji aktivitas antimikrob terhadap V. harveyi. Sebanyak 50 l biakan bakteri uji dengan kepadatan sel (106 CFU/ml) disuspensikan dalam 50 ml SWC semipadat, kemudian dituang sekitar 10 ml pada permukaan SWC padat dan didiamkan beberapa saat hingga beku. Selanjutnya isolat bakteri Bacillus sp. yang berumur dua hari digores atau ditotolkan pada SWC agar yang sudah berisikan bakteri V. harveyi dengan menggunakan jarum ose dan diinkubasi pada suhu 280C selama 24 jam. Bakteri yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan senyawa antimikrob menunjukan adanya zona bening (zona penghambatan) di sekitar koloni dihitung Indekss penghambatannya dengan menggunakan rumus:Indeks Penghambatan =

Uji Aktivitas Penghambatan BakteriosinIsolat yang sudah diketahui Indekss penghambatan terhadap V. harveyi ditumbuhkan pada media SWC cair dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator bergoyang, kemudian kultur bakteri disentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm (Sentrifuge Hermle dengan rotor 220.97) selama 5 menit. Supernatan dilakukan penetralan pada pH 7 dengan penambahan 0,1 M NaOH. Sebanyak 100 l biakan bakteri uji dengan kepadatan sel (106 CFU/ml) dituang pada media SWC agar dan dilakukan penggoresan dengan menggunakan cotton bud steril untuk meratakan. Sebanyak 50-100 l supernatan di teteskan ke paper disk berukuran 5 mm. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 280C dan zona bening (zona hambatan) yang terbentuk dihitung (Sharma et al.2011) demikian pula aktivitas unit (mm2/ml) penghambatan bakteriosin dihitung dengan persamaan (Usmiati dan Marwati, 2007).Akitifitas unit (mm2/ml)= Untuk memastikan aktivitas penghambatan yang terjadi disebabkan oleh senyawa bakteriosin maka dilakukan uji sensifitas proteolitik dengan menambahkan enzim protease K (1 mg/ml) 1:1 dengan supernatan dan diinkubasi 2 jam pada suhu 280C kemudian diuji aktivitas penghambatan terhadap V.harveyi. ( Dan Nguyen et al. 2014).Kurva Tumbuh dan Penentuan Sintesis BakteriosinSatu lup isolat terpilih yang memiliki aktivitas penghambatan terbesar yang berumur 24 jam ditumbuhkan pada 10 ml media SWC cair kemudian ditumbuhkan selama 12 jam. Kemudian pindahkan sebanyak 1,5 ml kultur kedalam media cair 150 ml dan diinkubasi selama 24 jam untuk diamati absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm setiap 3 jam. Untuk penentuan sintesis bakteriosin, setiap 3 jam selama 24 jam diambil sebanyak 3 ml kultur ke dalam tabung mikro dan dilakukan sentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220,97) selama 5 menit kemudian supernatan bebas sel kita uji aktivitas antimikrobnya terhadap V. harveyi dan dihitung kadar protein (Lisboa et al. 2006).Pengendapan Amonium Sulfat, Perhitungan Kadar Protein dan Penentuan Bobot MolekulBacillus sp. terpilih ditumbuhkan di dalam kultur cair hingga memasuki fase awal stationer, lalu sel dipisahkan dengan sentrifugasi dan protein di dalam supernatan dilakukan presipitasi dengan penambahan 10% amonium sulfat secara bertingkat dari 30-80%. Kemudian presipitat dilarutkan kedalam sodium phospatebuffer saline pH 7 (PBS) dengan perbandingan 1:1. Hasil presiptasi ammonium sulfat kemudian dilakukan pengujian aktivitas antimikrob (Lisboa et al. 2006). Konsentrasi protein dihitung dengan menggunakan metode Bradford (1976). Protein terlarut ditetapkan berdasarkan kurva standar Bovin Serum Albumin (BSA). Kurva standar dibuat dari 0,1 ml BSA (konsentrasi 0,01-0.1 mg) ditambah 1 ml larutan Bradford. Setelah dikocok, didiamkan selama 20 menit, kemudian absorbansi dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Sampel diukur dengan cara yang sama dengan mengganti bovin serum albumin dengan ekstrak kasar bakteri yang akan diukur. Kadar protein dapat diketahui berdasarkan kurva standar protein.Selanjutnya dilakukan elektroforesis menggunakan piranti Mini-Protean 3 cell (BioRad, USA) dan standar protein berberat molekul rendah dari Amersham Pharmacia (Upsalla, Swedia). Penentuan berat molekul ditentukan dengan menggunakan metode elektroforesis. Elektroforesis protein menggunakan 12% gel pemisah dan 4% gel penumpuk. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, sampel dan standar protein + bufer sampel dicampur dengan perbandingan 1:1, kemudian diinkubasi dalam air mendidih selama 1 menit. Sebanyak 20 l campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur penahan. Kondisi elektroforesis adalah 50 mA, 100 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis diwarnai oleh Coomasie Brilliant Blue G-250 (CBB G-250) dan kelebihan warna dihilangkan dengan larutan methanol dan asam asetat. Berat molekul sampel dihitung dengan menggunakan kurva standar berat molekul protein (Oscariz et al.1999).Karakterisasi Isolat Bakteri dan Uji PatogenIsolat Bacillus sp. dikarakterisasi berdasarkan ciri-ciri morfologi dan fisiologi berdasarkan: pewarnaan Gram, dan sp.ora mengikuti Bergeys Manual of Determintive Bacteriology. Untuk uji patogen dilakukan dengan menggunakan metode agar-agar darah untuk mengetahui kemampuan hemolisis.Identifikasi Molekuler Bakteri TerpilihIsolasi DNA genom untuk identifikasi molekuler dilakukan dengan metode Geneid Presto Mini gDNA Bacteria Kit dengan modifikasi yang digunakan untuk mengamplifikasi gen 16S rRNA dengan menggunakan mesin PCR. Primer yang digunakan ialah primer spesifik untuk prokariot, 63f (5-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3) dan 1387r (5-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3) (Marchesi et al. 1998). Komposisi reaksi PCR terdiri atas dengan total volume reaksi 50 l yang mengandung 25 l mix PCR, 0.8 l DNA templat, 0.5 l primer forward (10 pmol), 0.5 l primer reverse (10 pmol) dan 23.2 l ddH2O steril. Kondisi PCR yang digunakan yaitu predenaturasi (94 0C, 5 menit), denaturasi (94 0C, 1 menit), annealing (55 0C, 1 menit), elongation (72 0C, 1 menit), dan post elongation (72 0C, 7 menit) sebanyak 25 siklus. Pemisahan DNA produk PCR dilakukan pada mesin Elektroforesis mini-gel menggunakan agarosa 1% pada tegangan listrik 80 Volt selama 45 menit. Visualisasi DNA dilakukan di atas UV transluminator menggunakan pewarna Etidium Bromida (EtBr). DNA hasil amplifikasi disekuen untuk mengetahui urutan basa nukleotidanya. Urutan basa nukleotida hasil sekuen kemudian disejajarkan dengan data GeneBank menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information). Analisis filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6 dengan metode Neighbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.Uji Kompetisi Bakteriosin dan Bacillus sp.. terhadap V. harveyiBakteriosin hasil pengendapan ammonium sulfat diinokulasi bersama dengan bakteri uji V. harveyi (106 CFU/ml) pada media SWC cair 50 ml dengan perbandingan bakteriosin : V. harveyi 1:1 (50 l : 50 l) dan 1:2 (100 l : 50 l) dan satu erlemeyer digunakan sebagai kontrol (tanpa penambahan bakteriosin). Inkubasi dilakukan selama 24 jam untuk menentukan jumlah sel penghambatan V. harveyi dengan metode cawan sebar pada media SWC padat dan setiap 2 jam selama 12 jam dilakukan pengamatan OD pada 600 nm. Sedangkan uji kompetisi Bacillus sp.. dengan bakteri V. harveyi dilakukan dengan menginokulasikan Bacillus sp. : V. harveyi 1:1 (50 l : 50 l) dan 1:2 (100 l : 50 l) dan dilakukan inkubasi selama 24 jam untuk menentukan jumlah sel penghambatan V. harveyi dengan metode cawan sebar. Penentuan persentase penghambatan dihitung dengan persamaan.Persen Penghambatan = Kontrol Perlakuan X 100% Kontrol

HASIL DAN PEMBAHASANIsolasi Bacillus sp. Penghasil Bakteriosin Sebanyak 22 isolat Bacillus sp. diperoleh dari sampel sendimen lumpur dan air tambak udang Pangandaran, Jawa Barat pada.Penapisan Bacillus sp. dilakukan dengan cara memanaskan sampel dalam larutan garam fisiologis pada suhu 800 C selama 15 menit. Metode ini sudah menjadi cara yang umum dilakukan untuk menyeleksi Bacillus dari sampel alam, karena bakteri ini merupakan bakteri penghasil endospora. Endosp.ora akan tahan suhu pemanasan ini dan lebih dari 90% bakteri yang tertapis ialah kelompok Bacillus (Jamila et al. 2011). Bakteri ini memiliki ciri-ciri koloni yang spesifik seperti permukaan yang berpati (starchy), umumnya berwarna krem keputihan atau kekuningan jika ditumbuhkan pada media padat. Bacillus dari tambak udang diperkirakan termasuk kepada kelompok bakteri mesofilik. Suhu perairan tambak udang berkisar antara 26-320 C. Pada penelitian ini, sendimen merupakan sumber Bacillus yang paling dominan dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini dapat disebabkan banyaknya nutrisi dari sisa pakan yang ikut terakumulasi pada sendimen.Dari 22 isolat kemudian dilakukan seleksi penghambatan terhadap Vibrio harvey sehingga diperoleh 12 isolat yang mempunyai aktivitas antimikroba, dari 12 isolat yang mempunyai kemampuan antimikroba kemudian di pilih 5 isolat terbaik yang memiliki indeks penghambatan terbesar untuk diuji aktivitas antimikroba bakteriosin yaitu: LTP 1, LTP 4, LTP 6, LTP 14, ATP 2.Tabel 1. Karakteristik morfologi isolat Bacillus sp. terpilihNoMorfologiIsolat Bacillus sp. Terpilih

LTP 1LTP 4LTP 6LTP 14ATP 2

1GramPositifPositifPositifPositifPositif

2BentukBatangBatangBatangBatangBatang

3TepiUtuhBerombakBerombakBerombakUtuh

4ElevasiTimbulRataMelengkungMelengkungTimbul

5WarnaPutih susuPutih susuPutih susuPutih susuPutih susu

6Endosp.oraAdaAdaAdaAdaAda

Aktivitas Penghambatan Bacillus sp..Lima isolat Bacillus sp. Penghasil antimikrob dari tambak udang di uji aktivitas penghambatannya selnya terhadap V.harveyi (sel 106 cfu/ml) dengan menggunakan metode double layer, dimana Indeks penghambatan yang didapat antara 1,07-1,88 dan aktivitas penghambatan supernatan bebas sel untuk kelima isolat tersebut didapat antara 1,53 1,93. Menurut Rachmaniar (1997) factor yang mempengaruhi besar kecilnya aktivitas penghambatan zat antimikrob diantaranya adalah aktivitas zat antimikrob gugus fungsi dari substansi sendiri, resistensi dari bakteri terhadap substansi zat antimikrob, kadar substansi aktif serta jumlah inokulum atau kepadatan bakteri uji.Aktivitas unit yang didapat dari kelima isolat Bacillus sp. berkisar antara 1063-1492 mm2/ml, dan berdasarkan pengujian sensifitas proteolitik dengan menggunakan enzim protease K kelima supernatan bebas sel ternyata sensitif terhadap enzim protease.Hal ini ditunjukkan dengan kelima isolat tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap V.harveyi ketika diuji dengan metode sumur dan disk diffusion. Tidak adanya aktivitas penghambatan supernatan bebas sel yang terjadi akibat perlakuan enzim protease K menunjukan bahwa enzim protease K mampu mendegradasi senyawa polipeptida, dimana bakteriosin sendiri merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang tersusun dari 20 sampai 60 asam amino (Nes dan Holo 2000).Tabel 2. Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. terpilih.NoAsal IsolatKode IsolatIndeks PenghambatanAU (mm2/ml)Kadar protein (mg/ml)Sensifitas protease

Sel Supernatan

1Sendimen tambakLTP 11,770,931,930,1214920,0834 +

2Sendimen tambak LTP 41,260,161,670,3111990,0697 +

3Sendimen tambak LTP 61,220,381,530,3110630,0661 +

4Sendimen tambak LTP 141,070,811,80,2013420,0796 +

5Air tambak ATP 21,530,351,730,3112700,0763 +

Kurva Tumbuh dan Sintesis BakteriosinIsolat LTP 1 yang merupakan isolat dengan kemampuan penghambatan terbesar dipilih untuk dilakukan pengamatan laju fase pertumbuhan, laju sintesis bakteriosinnya, dan dihitung kadar proteinnya, pertumbuhan dilakukan pada medium SWC cair dan dilakukan pengamatan setiap 3 jam selama 24 jam. Pada fase pertumbuhan sintesis bakteriosin sudah mulai terjadi, dimana aktivitas penghambatan mulai terjadi pada waktu pengamatan jam ke 9 dengan zona hambat yang terjadi 8 mm. Bakteriosin sendiri merupkan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom, proses sintesis ini berlangsung selama masa pertumbuhannya (Drider et al. 2006). Perhitungan kadar protein yang didapat selama fase pertumbuhan berkisar antara 16,7 10-2 mg/ml sampai 69,4 x 10-2 mg/ml.

Gambar 1 Kurva tumbuh isolat LTP 1 pada media pertumbuhan SWC cair, aktivitas penghambatan dan kadar protein Pengendapan Amonium Sulfat Dan Perhitungan Bobot Molekul BakteriosinPengendapan dengan menggunakan amonium sulfat bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi protein sehingga diperoleh zat antimikrob dalam jumlah yang banyak. Pengendapan dilakukan secara bertingkat dengan penambahan amonium sulfat 10% mulai pengendapan 30%-80%. Hasil pengendapan menunjukan bahwa pengendapan 60-70% dan 70-80% menunjukan aktivitas penghambatan tertinggi dengan nilai penghambatan sebesar 18,5 mm dan 16,5 mm. (Gambar 2). Peningkatan zona hambat sebesar 142 % terjadi pada pengendapan 60-70% dengan nilai AU sebesar 2490 (mm2/ml) dan peningkatan zona hambat sebesar 126 % untuk pengendapan 70-80% dengan nilai AU 1941(mm2/ml) jika dibandingkan dengan ekstrak kasar supernatant sebelum pengendapan (Tabel 3). Penelitian ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al. (2011) bahwa aktivitas penghambatan bakteriosin hasil pengendapan tertinggi didapat pada konsentrasi 70% terhadap L. plantaraum dan L.monocytogens. dimana aktivitas penghambatan menunjukan penghambatan yang luas.

Gambar 2 Hasil pengendapan amonium sulfat terhadap penghambatan V. harveyi dan kadar protein hasil pengendapanTabel 3. Perbandingan aktivitas penghambatan sebelum dan sesudah pengendapanNoPerbandinganZona hambat (mm)Indeks PenghambatanAU (mm2/ml)Kadar protein(mg/ml)Peningkatan zona hambat

1Supernatan131,611300,0811

2Pengandapan 60-70 %18,52,724900,0905142%

3Pengendapan 70-80 %16,52,319410,0773126%

Hasil pemisahan protein hasil pengendapan bakteriosin dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa berat molekul dari bakteriosin ekstrak kasar dan bakteriosin hasil pengendapan bervariasi antara 10,03 kDa hingga sekitar 22,46 kDa (Gambar 3). Ekstrak bakteriosin hasil pengendapan memiliki pita yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pita ekstrak kasar, hal ini dikarenakan tujuan pengendapan dengan menggunakan ammonium sulfat untuk meningkatkan konsentrasi protein. Bakteriosin dengan pengendapan 70% dan 80% amonium sulfat memperlihatkan adanya 4 pita dengan bobot molekul yang bervariasi masing-masing sebesar 10,03 kDa, 15,12 kDa, 18,75 kDa, dan 22,46 kDa. Pita hasil pengendapan ammonium sulfat memiliki pita yang lebih tebal dibandingkan dengan pita hasil ekstrak kasar bakteriosin. Semakin tebal pita hasil elektroforesis menunjukkan bahwa konsentrasi protein semakin tinggi.

1 2 310 kDa15 kDa20 kDa25 kDa200 kDa10,03 kDa15,12 kDa18,75 kDa kDakDa22,46 kDa

Gambar 3 Hasil SDS Page ekstrak kasar dan hasil pengendapan bakteriosin oleh amonium sulfat (1. Ekstrak kasar, 2. Pengendapan 70%, 3. Pengendapan 80% )Identifikasi MolekulerHasil amplifikasi dari gen penyandi 16SrRNAdengan menggunakan primer 67F(5'-CAG GCCTAACACATGCAAGTC-3') dan 1387R(5'-GGG CGGWGTGTACAAGGC-3') (Marchesi etal. 1998) didapatkan produk pita yang berukuran1300 pb yang menunjukkan gen 16S rRNA

Gambar 4 Hasil Amplifkasi 16 sRNA dan Kontruksi Filogenetik Isolat LTP 1.Hasil analisis filogenetik isolat LTP 1 menunjukan bahwa isolat LTP 1 mempunyai kekerabatan dekat dengan Bacillus subtilis strain DSM 10 dengan tingkat kemiripan 96%. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang diketahui dapat menghasilkan bakteriosin jenis subtilisin A (Sharma et al.2011)Uji Kompetisi Bakteriosin dan Bacillus sp. terhadap V. harveyiHasil uji kompetisi penghambatan bakteriosin dan Bacillus LTP 1 terhadap V.harveyi pada kultur cair selama 24 jam inkubasi menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan V.harveyi. Persentase penghambatan bacteriosin tertinggi terhadap V.harveyi terjadi pada bakteriosin hasil pengendapan 70 % dengan perbandingan 2:1 sebesar 59,36 % dan penghambatan untuk isolate Bacillus LTP 1 penghambatan terbesar terjadi pada perlakuan konsentrasi 2:1 dengan persentase penghambatan 43,07 %. Kemampuan Bacillus subtilis yang banyak terdapat pada lingkungan tambak udang diketahui memiliki kemampuan untuk menghambat V.harveyi sehinga dapat menurunkan tingkat kematian pada budidaya udang Litipenaeus vannamei dan dapat dijadikan sebagai kandidat probiotik akuakultur ( Balcazar dan Rojas-Luna, 2007).

Gambar 4. Uji kompetisi penghambatan bakteriosin dan Isolat Bacillus sp. LTP 1 terhadap V.harveyi pada media SWC cairSIMPULANDari sampel sendimen dan air tambak udang Pangandaran, Jawa Barat diperoleh 5 isolat potensial penghasil bakteriosin. Isolat Bacillus LTP 1 merupakan isolat dengan aktivitas penghambatan terbesar terhadap V.harvey, memiliki kemiripan 96% dengan Bacillus subtilis strain DSM 10. Persentase penghambatan bakteriosin Bacillus LTP 1 sebesar 59,36 % dan penghambatan isolat Bacillus LTP 1 33,55%. Sintesis bakteriosin terjadi pada fase pertumbuhan dengan Indeks penghambatan terbesar pada pengendapan 70 % sebesar 2,7 dan aktivitas unit 2490 mm2/ml. DAFTAR PUSTAKAAsril M, Mubarik NR, Wahyudi AT. 2014. Partial purification of bacterial chitinase as biocontrol of leaf blight disease on oil palm. J Microbiol. 9: 265-277.Balcazar J L, dan T Rojas-Luna. 2007.Inhibitory Activity of probiotic Bacillus subtilisUTM 126 againstVibrioSpecies confers protection against vibriosis in juvenile shrimp (Litopenaeus vannamei). Current Microbiology 55: 409-412.Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing principels of protein-dye binding. Anal Biochem. 72(2): 248-254.Dan Nguyen V, T Pham, T H Thanh Nguyen, T T Xuan Nguyen. 2014. screning of marine bacteria with bacteriocin like activities and probiotik potential for ornate spiny lobster (Panuliris ornatus) juveniles. J Fish Shelfish Immunolo 40 (2014) 49-60.Drider D, Fimland G, Hechard Y, McMullen M, Prevost H. 2006. The continuing story of class IIa bacteriocins. Microbiol Mol Biol Rev. 70(2):564-582. Irina VP, Philippe B, Bernard V, Bernard F. 2001. In vitro anti helicobacter pylori activity of the probiotic strain B. subtilis 3 is due to secretion of antibiotic. J Antimicrob Agent Chemother.(45):3156-3161.Jamilah IT, Meryandini A, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2011. Activity of proteolytic and amylolytic enzymes from Bacillus sp. isolated from shrimp ponds. Microbiol Indonies. ISSN 1978-3477Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006. Characterization of a bacteriocin-like substance produced by Bacillus amyloli quefaciens isolated from the Brazilian Atlantic forest. Int Microbiol (9):111-118.

Marchesi JR, Sato T, Weightman AJ, Martin TA, Fry JC, Hiom SJ, Wade WG. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-sp.ecific PCR primer that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol. 64 (2) :796-799.Muliani, Nurbaya, Tompo A, Atmomarsono M. 2004. Eksp.lorasi bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. J Penel Perikan Indones. (10):47-56.Nes IF, Holo H. 2000. Class II antimicrobial peptides from lactic acid bacteria. Biopolymer. (55):5061.Oscariz. J.C, I. Lasa, A.G. Pisabarro. 1999. Detection and characterization of cerein 7, a new bacteriocin produced by Bacillus cereus with a board sp.ectrum of activity. FEMS Microbiol letter. 178:337-341.Rachmaniar R. 1997. Potensi spon asal kepulauan spermonde sebagai antimikroba. Seminar perikanan Indonesa II. Ujung Pandang 2-3 Desember 1997.Sharma N, R Kapoor, N Gautam, R Kumari. 2011. Purification and characterization of bacteriocin produced by Bacillus subtilis R75 isolated from fermented chunks of mung bean (Phaseolus radiatus). Food Technol Biotechnol 49 (2) ISSN 1330-9862.Usmiati S, dan T. Marwati.2007 Seleksi dan optimasi proses produksi bakteriosin dari Lactobacollus sp.. J. Pascapanen 4 (1) 27-37.Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. J Mol Biol Biotechnol. (l64): 655-671.