Posisi Tawar Laut Indonesia -...

4
Alan F Koropitan | Posisi Tawar Laut Indonesia Copyright Alan Koropitan [email protected] http://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/posisi-tawar-laut-indonesia/ Posisi Tawar Laut Indonesia Posisi Tawar Laut Indonesia Harian Kompas , 30 November 2009 | 08:31 WIB Alan F Koropitan Peranan laut sebagai penyerap dan penyebar bahang (heat) yang mampu mengontrol perubahan iklim telah mendapat perhatian sejak awal era 1980-an oleh beberapa lembaga riset internasional. Dalam kurun waktu tersebut, para ahli kelautan mencoba memikirkan aspek lainnya, yaitu transportasi material laut yang berkaitan erat dengan neraca (budget) CO di lapisan permukaan laut-atmosfer. Dengan demikian, sangat memungkinkan untuk memprediksi perubahan iklim sebagai respons dari naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Awal riset siklus karbon laut global tahun 1984 dilakukan dengan program Global Ocean Flux Study (GOFS) di Amerika Serikat. Pada tahun 1987 kegiatan ini diperluas pada level internasional menjadi Joint Global Ocean Flux Study (JGOFS) yang pada umumnya mempelajari proses-proses yang mengontrol variasi temporal fluks karbon di laut dalam skala global dan kaitannya dengan pertukaran di atmosfer, dasar laut, dan daerah batas dengan daratan (pesisir), serta respons laut terhadap perubahan iklim. Belakangan ini riset sejenis mulai mendapat perhatian di kalangan peneliti kelautan Indonesia, khususnya menjelang berakhirnya periode Protokol Kyoto pada 2012. Kesimpulan awal seolah-olah memberikan harapan bahwa laut kita berpotensi menyerap karbon di atmosfer sekitar 250 juta ton per tahun. Ide ini semakin bergulir maju menjelang pertemuan Kopenhagen, Desember 2009, yang intinya ingin mengusulkan perdagangan karbon laut. Benarkah laut mampu menyerap CO di atmosfer? Pelepas karbon page 1 / 4

Transcript of Posisi Tawar Laut Indonesia -...

Alan F Koropitan | Posisi Tawar Laut IndonesiaCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/posisi-tawar-laut-indonesia/

Posisi Tawar Laut IndonesiaPosisi Tawar Laut Indonesia

Harian Kompas, 30 November 2009 | 08:31 WIB

Alan F Koropitan

Peranan laut sebagai penyerap dan penyebar bahang (heat) yang mampumengontrol perubahan iklim telah mendapat perhatian sejak awal era 1980-an olehbeberapa lembaga riset internasional. Dalam kurun waktu tersebut, para ahlikelautan mencoba memikirkan aspek lainnya, yaitu transportasi material laut yangberkaitan erat dengan neraca (budget) CO di lapisan permukaan laut-atmosfer.Dengan demikian, sangat memungkinkan untuk memprediksi perubahan iklimsebagai respons dari naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Awal riset siklus karbon laut global tahun 1984 dilakukan dengan program GlobalOcean Flux Study (GOFS) di Amerika Serikat. Pada tahun 1987 kegiatan inidiperluas pada level internasional menjadi Joint Global Ocean Flux Study (JGOFS)yang pada umumnya mempelajari proses-proses yang mengontrol variasi temporalfluks karbon di laut dalam skala global dan kaitannya dengan pertukaran diatmosfer, dasar laut, dan daerah batas dengan daratan (pesisir), serta respons lautterhadap perubahan iklim.

Belakangan ini riset sejenis mulai mendapat perhatian di kalangan peneliti kelautanIndonesia, khususnya menjelang berakhirnya periode Protokol Kyoto pada 2012.Kesimpulan awal seolah-olah memberikan harapan bahwa laut kita berpotensimenyerap karbon di atmosfer sekitar 250 juta ton per tahun. Ide ini semakinbergulir maju menjelang pertemuan Kopenhagen, Desember 2009, yang intinyaingin mengusulkan perdagangan karbon laut. Benarkah laut mampu menyerap COdi atmosfer?

Pelepas karbon

page 1 / 4

Alan F Koropitan | Posisi Tawar Laut IndonesiaCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/posisi-tawar-laut-indonesia/

Hasil studi setelah JGOFS, lautan global secara alami adalah pelepas karbon keatmosfer. Ini terjadi sebelum era industri. Perkembangan industri menghasilkanemisi CO ke atmosfer (karbon antropogenik) akibat penggunaan minyak bumidiikuti perubahan lahan serta pembukaan hutan. Data Global Carbon Project (GCP)tahun 2007 menyebutkan, dari total emisi karbon global ke atmosfer sejumlah 9Peta gram C per tahun (1 Pg > 10 pangkat 15 gram), 26 persen bagian diseraplautan global, 29 persen oleh daratan (hutan), sisanya (46 persen) terakumulasi diatmosfer.

Direktur GCP Canadel dan kawan-kawan (2007) menyebutkan, akumulasi CO diatmosfer tahun 1960 berkisar 40 persen dan pada 2007 menjadi 46 persen. Potensipenyerapan oleh hutan cenderung konstan, artinya telah terjadi penurunan tingkatefisiensi laut dalam menyerap karbon antropogenik di atmosfer.

Publikasi Le Quéré dan kawan-kawan (2007) di jurnal Science menyebutkan,penurunan tingkat efisiensi laut menyerap karbon berkaitan erat denganmenurunnya kemampuan lautan di lintang tinggi selatan (southern ocean) sebesar30 persen dalam 20 tahun terakhir.

Sebetulnya, peta fluks CO global atmosfer-laut yang dihasilkan oleh Takahashi dankawan-kawan (2002) menunjukkan, tidak semua lautan berfungsi sebagai penyerapkarbon antropogenik. Lautan tropis pada umumnya berfungsi sebagai pelepas,sementara perairan subtropis dan lintang tinggi berfungsi sebagai penyerap.Karena itulah, Pertemuan Para Pihak (COP-15) di Kopenhagen, Denmark, sangatkrusial dalam menentukan nasib umat manusia. Sekali lautan global berubahmenjadi pelepas karbon ke atmosfer, efeknya mampu menaikkan temperatur Bumidengan cepat sehingga bisa mengakibatkan perubahan iklim secara mendadak(abruptly climate change).

Potensi laut Indonesia

Posisi laut Indonesia yang berada di tropis memiliki indikasi kuat sebagai pelepaskarbon. Tingginya temperatur permukaan laut dalam hal ini lebih dominan sehinggamengakibatkan tekanan parsial CO di permukaan laut lebih tinggi dari atmosfer. Halini mengakibatkan perairan tropis berfungsi sebagai pelepas karbon dibandingkandengan laut di lintang menengah dan tinggi.

page 2 / 4

Alan F Koropitan | Posisi Tawar Laut IndonesiaCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/posisi-tawar-laut-indonesia/

Tinjauan peranan lautan global, pada prinsipnya, memandang proses penyerapankarbon antropogenik secara keseluruhan dan bukan dalam tingkat regional. Inilahyang membedakan dengan kemampuan hutan sehingga laut tidak tepat untukmasuk dalam mekanisme perdagangan karbon.

Beberapa catatan seandainya laut (Indonesia) tetap ingin dipaksakan dalammekanisme perdagangan karbon adalah sejauh mana keakuratan data yangdimiliki. Dunia internasional melalui JGOFS telah melakukan riset sekitar 25 tahun,sementara kita baru memulainya. Peranan perairan di sekitar hutan mangrove danterumbu karang yang didengungkan di dalam negeri sebagai penyerap karbon padakenyataannya tidak demikian.

Hasil riset perairan hutan mangrove di Papua Niugini, India, Bahama, dan Floridamenunjukkan sebagai pelepas karbon (Borges dan kawan-kawan, 2003). Demikianjuga terumbu karang, di mana proses kalsifikasi (pembentukan karang) lebihdominan dibandingkan dengan fotosintesis sehingga lagi-lagi laut berfungsi sebagaipelepas karbon. Ini dikemukakan oleh Gattuso dan kawan-kawan (1999) sebagaimakalah pamungkas—mengakhiri perdebatan selama 10 tahun sebelumnya.

Sementara itu, fitoplankton memang mampu menyerap karbon melalui prosesfotosintesis. Namun, mekanisme sistem karbonat laut dalam hal ini lebih dominan.Sintesis proyek 10 tahun JGOFS Amerika Serikat melaporkan, dari 1.000 unit karbonyang diserap fitoplankton, hanya 1 unit dapat diekspor ke dasar laut dalam(kedalaman lebih dari 1.000 meter). Sekitar 90 persen mengalami proses daurulang menjadi anorganik karbon di permukaan laut (sampai kedalaman 100 meter)dan akhirnya dilepaskan kembali ke atmosfer.

Demikian juga beberapa lokasi high nutrient low chlorophyll (HNLC) yangdirekayasa dengan menambahkan unsur besi untuk meningkatkan prosesfotosintesis (teori John Martin), pada akhirnya pun tidak efektif. Pertumbuhanfitoplankton, lagi-lagi, mengalami daur ulang dan kemudian melepaskan karbon keatmosfer. Demikian, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagidelegasi RI dalam proses negosiasi di Kopenhagen, khususnya mengenai perananlaut.

Alan KoropitanPeneliti Siklus Biogeokimia Laut serta Lektor pada Departemen Ilmu

page 3 / 4

Alan F Koropitan | Posisi Tawar Laut IndonesiaCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/posisi-tawar-laut-indonesia/

dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor

page 4 / 4