Portofolio appendisitis
-
Upload
mrizkidm2301 -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of Portofolio appendisitis
1
Kasus Topik: Apendicitis Akut
Tanggal (kasus): Persenter: dr. Hendy Buana Vijaya
Tanggal (presentasi): Pembimbing: dr. Asep Agus S Sp. B
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki dewasa, 62 th dengan nyeri perut kanan bawah
Tujuan:
- Mampu mendiagnosis Apendisitis akut
- Mampu melakukan penatalaksanaan pada pasien Apendisitis akut
- Mampu melakukan edukasi kepada pasien Apendisitis akut
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama: Tn. Marikin Nomor Registrasi: 152656
Nama klinik: RSUD Datu beru Telp: - Terdaftar sejak: 30 Agustus 2014
Data utama untuk bahan diskusi:
2
1. Diagnosis / gambaran klinis : Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri dirasakan
pasien terus-menerus, menjalar ke seluruh bagian perut hingga sampai ke belakang, nyeri tidak berkurang dengan perubahan
posisi, pasien tidak ada meminum obat apapun sebelumnya untuk mengurangi rasa nyerinya. Pasien mengeluh juga badan
merasa meriang (demam) selama 1 hari, pasien merasa nafsu makan berkurang. Pasien menyangkal adanya mual, muntah. Pasien
mengaku tidak BAB selama 1 hari dan terakhir BAB tidak ada masalah, pasien juga mengaku BAK tidak ada masalah berupa BAK
terasa panas, riwayat BAK keluar pasir-pasir dan nyeri saat BAK.
2. Riwayat pengobatan : -
3. Riwayat kesehatan/penyakit : Mengeluh sakit yang sama (-), HT (-), BSK (-)
4. Riwayat keluarga : -
5. Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 13,4 gr/dl, leukosit 15.500/ul, trombosit 170.000/ul, hematokrit 37,5%, diff count : segmen 83 %, limfosit 14 %, monosit 3 %,
SGOT 21 u/l, PT 9 u/l, ureum 38 mg/dl, creatinin 1,3, GDS 99 mg/dl, HBs Ag negatif.
8. Obat yang didapat :
9. Lain-lain : -
Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-64.
2. Humes D, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ 2006; 333; 530-534
3. Anonymous. Anatomy. Netter surgical anatomy review.
4. Ishikawa H. Diagnosis and treatment of acute appendicitis. Journal of Japan Medical Assosiation. 2003 ; 46 : 217-221
5. Ohle R, Reilly F, O’Brien K, Fahey T, Dimitrov D. The Alvarado score for predicting acute appendicitis : systemic review.BMC
3
Medicine, 2011 ; 9 : 139 :1-13
6. Abdullah M, Firmansyah M. Diagnostic Approach and Management of Acute Abdominal Pain. Department of Internal Medicine,
Faculty of Medicine, University of Indonesia. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Indonesia.
7. Omari A, Khammash M, Qasaimeh G, Shammari A, Yaseen M, et al. Acute appendicitis in the elderly : risk factore for perforation.
World Journal of Emergency Surgery. 2014 ; 9 : 1-6
Hasil pembelajaran:
1. Definisi Apendisitis akut
2. Mendiagnosis Apendisitis akut
3. Penatalaksanaan terapi dan edukasi pada pasien Apendisitis akut
RANGKUMAN PEMBELAJARAN KASUS DEMAM TIFOID
1. Subjektif : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari, nyeri menjalar ke seluruh bagian perut hingga sampai ke
belakang, demam, nafsu makan berkurang, tidak BAB selama 1, BAK tidak ada masalah berupa BAK.
2. Objektif : Keadaan umum : tampak sakit sedang; KESADARAN Compos Mentis; Vital sign : TD : 110/70 mmHg; Hr : 88x/m, Suhu : 38 C.
Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernafasan simetris (+), Rh (-/-), Wh (-/-), S1 > S2 reguler, bising usus (+),
nyeri tekan (+) Mc Burney (+), distensi (+), Psoas sign (+), Deffense muscular (+), akral hangat (+).
3. Assesment :
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan
panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di sekum. Tipikal lokasi dari Apendiks yaitu : retrocaecal-retrocolic, pelvic (descending),
4
subcecal, ileocecal (anterior to cecum), ileocecal (posterior to cecum). Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus
vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan
periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral.1,2,3
Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi
adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil
kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.1,2,4,5
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang
dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal
ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan
nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada
sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan
menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya
tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.1,2,4,5
Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks.
Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain :1,2
1. Hiperplasia jaringan limfa
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
5
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat sehingga menimbulkan konstipasi.
5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba hystolitica.
Manifestasi Klinis 1,2,4,5,6
Gejala
Nyeri Perut
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan
tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi
terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik
McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih
tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari
viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.
Mual dan Muntah
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya
apendisitis.
Gejala Gastrointestinal
Keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan
adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks
pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu
dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain.
Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.
6
Tanda
Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-
sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam
tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi.
Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau
perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah,
terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai
respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah
apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan
pelepasan pada titik McBurney.
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan
Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot
psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan
rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan
endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk
mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan
beraktivitas berat.
7
Diagnosis
Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk
menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala
penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia
dan demam sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari
auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut
terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan
(deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji
psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari
penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara
umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan
suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7 yang, maka
apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.1,5
8
Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang
disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut :
9
Tatalaksana
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai
diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.1,3,4,5,6,7
Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi
cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu
diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan
adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi
post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu
pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja.
Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.
Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan
karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang
dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan
biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya
perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi
pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat
dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum
kemudian dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis
10
apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini
memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis
masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang
dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu
berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat
dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum.
Komplikasi
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan
akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk, demam
tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang
menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang
dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan
teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.3,4,7
4. Planning
Pada apendisitis akut penatalaksanaan medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat.
Pada apendisitis seringkali dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan, pada pasien diberikan
injeksi ketorolac 30mg sebanyak dua dosis perhari. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis
biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole, hal ini secara ilmiah telah
dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. Pasien
11
mendapatkan injeksi Cefotaxim 2 gr dibagi dua dosis dan Metronidazole 1,5 gr dibagi dalam tiga dosis.
Apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat darurat. Beberapa
penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan)
tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi. Pasien dilakukan Laparotomi eksplorasi dan
apendiktomi karena dicurigai adanya perforasi apendiks.
12
Pangkalanbun, 15 Januari 2015
Peserta Pembimbing Pendamping
dr. Hendy Buana Vijaya dr. Asep Agus S, SP.B dr. Juliana