Porfesionalisme Guru & Dosen

35
1 MERETAS PROFESIONALISME GURU DAN DOSEN Kajian Kritis Terhadap Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) Oleh: Muhammad Fathurrohman BAB I PENDAHULUAN A. Historisitas Lahirnya UUGD (Undang-Undang Guru dan Dosen) Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting, karena pendidikan tersebut jika dilihat secara lebih detail tidak hanya membina aspek kognitifnya saja, akan tetapi juga membina aspek afektif seseorang. Maka dari itu pendidikan harus diselenggarakan secara sistematis agar pendidikan tersebut dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Terlebih lagi pendidikan Islam, pendidikan Islam membina anak didik tidak hanya segi jasmaniahnya saja akan tetapi juga membina segi rohaniah. Pendidikan Islamiah memberikan penekanan yang lebih kepada keimanan, kerohanian dan akhlak. Namun begitu, dalam masa yang sama aspek-aspek kehidupan manusia dan lain-lain seperti pendidikan jasmani, akal dan kemahiran tidak diabaikan. Pendidikan dari segi individu ialah pengembangan potensi-potensi pendidikan diri manusia yang terpendam dan tersembunyi. Ini karena manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang mana jika kita bijak menggunakannya, maka hal itu akan memberi peluang yang menguntungkan. Namun begitu, pendidikan dari kaca mata Islam, tujuan pendidkan dalam Islam sebagaimana jelas dalam al-Quran dan Sunnah, ialah untuk membawa seseorang Muslim atau masyarakat Islam agar mampu merealisasikan akidah, ibadah dan sistem akhlak untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan berbagai elemen yang harus koheren dan profesional, terutama pendidik. Keprofesionalisasian merupakan hal yang mendasar yang harus ada dalam diri seseorang yang menjalankan suatu kegiatan agar kegiatan tersebut dapat berhasil dengan baik. Demikian juga mengenai pendidikan Islam, agar tujuan pendidikan Islam dapat dicapai dan juga kegiatan pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka pendidik dalam pendidikan Islam haruslah profesional. Tanpa adanya pendidik yang profesional, maka pendidikan Islam tidak akan dapat berjalan dengan baik. Di samping itu, untuk menjadi pendidik yang ideal dan berkualitas, maka seorang pendidik harus memperhatikan kinerjanya dan selalu meningkatkan kinerjanya. Biasanya bagi pendidik atau guru baru, mereka tidak mengetahui kinerja dan kewajibannya.

description

Meretas Kembali Porfesionalisme Guru & DosenPersoalannya sekarang, jika pemerintah sudah punya "sekian senjata" untukmeningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Akankah peningkatan mutupendidikan kita bisa terselesaikan? Mungkinkah kinerja guru dan dosen bisa lebih baikdan profesional?

Transcript of Porfesionalisme Guru & Dosen

  • 1MERETAS PROFESIONALISME GURU DAN DOSENKajian Kritis Terhadap Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005

    tentang Guru dan Dosen (UUGD)

    Oleh:Muhammad Fathurrohman

    BAB IPENDAHULUAN

    A. Historisitas Lahirnya UUGD (Undang-Undang Guru dan Dosen)Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting, karena pendidikan

    tersebut jika dilihat secara lebih detail tidak hanya membina aspek kognitifnya saja, akantetapi juga membina aspek afektif seseorang. Maka dari itu pendidikan harusdiselenggarakan secara sistematis agar pendidikan tersebut dapat mencapai tujuan yangdicita-citakan. Terlebih lagi pendidikan Islam, pendidikan Islam membina anak didiktidak hanya segi jasmaniahnya saja akan tetapi juga membina segi rohaniah. PendidikanIslamiah memberikan penekanan yang lebih kepada keimanan, kerohanian dan akhlak.Namun begitu, dalam masa yang sama aspek-aspek kehidupan manusia dan lain-lainseperti pendidikan jasmani, akal dan kemahiran tidak diabaikan.

    Pendidikan dari segi individu ialah pengembangan potensi-potensi pendidikan dirimanusia yang terpendam dan tersembunyi. Ini karena manusia mempunyai berbagaibakat dan kemampuan yang mana jika kita bijak menggunakannya, maka hal itu akanmemberi peluang yang menguntungkan. Namun begitu, pendidikan dari kaca mata Islam,tujuan pendidkan dalam Islam sebagaimana jelas dalam al-Quran dan Sunnah, ialahuntuk membawa seseorang Muslim atau masyarakat Islam agar mampu merealisasikanakidah, ibadah dan sistem akhlak untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan berbagai elemen yang harus koherendan profesional, terutama pendidik. Keprofesionalisasian merupakan hal yang mendasaryang harus ada dalam diri seseorang yang menjalankan suatu kegiatan agar kegiatantersebut dapat berhasil dengan baik. Demikian juga mengenai pendidikan Islam, agartujuan pendidikan Islam dapat dicapai dan juga kegiatan pendidikan dapat berjalandengan baik, maka pendidik dalam pendidikan Islam haruslah profesional. Tanpa adanyapendidik yang profesional, maka pendidikan Islam tidak akan dapat berjalan dengan baik.

    Di samping itu, untuk menjadi pendidik yang ideal dan berkualitas, maka seorangpendidik harus memperhatikan kinerjanya dan selalu meningkatkan kinerjanya. Biasanyabagi pendidik atau guru baru, mereka tidak mengetahui kinerja dan kewajibannya.

  • 2Apabila seorang pendidik tidak mengetahui kinerjanya, maka yang terjadi adalah tidakadanya peningkatan kinerja atau bahkan kemerosotan kinerja. Tanpa peningkatan kinerja,maka pendidik akan mengalami stagnasi dan kurang profesional. Terlebih dalam eramodern sekarang ini, pendidik harus mempunyai kompetensi tertentu untukmelaksanakan tugasnya.

    Pendidik harus mampu bekerja seprofesional mungkin agar pendidik memperolehtunjangan yang berupa tunjangan keprofesioanlisasian. Apabila pendidik tidak mampumeningkatkan kinerjanya, maka yang terjadi adalah pendidik tersebut akan sulit untukmenaikkan pangkatnya, terlebih lagi menuju sertifikasi dan kualifikasi pendidik. Akantetapi kenyataan yang terjadi adalah pendidik, baik itu guru maupun dosen jauh dari haltersebut.

    Sebenarnya, harapan akan adanya pencerahan dan 'perubahan nasib' bagi guru dandosen telah lama disuarakan sejak masa Orde Baru. Tetapi akibat tekanan politik padamasa Orde Baru begitu kuat mencengkram para pegawai negeri, lebih-lebih para gurudan dosen, akhimya yang terjadi hanyalah "trauma politis'' yang secara evolutif sangatmempengaruhi pola pikir dan sikap guru dan dosen yang cenderung menurut, nrimo apaadanya meskipun digaji sedikit, tidak kritis (karena takut dimotasi dan dipecat) danbahkan kehilangan independensi dan profesionalisme-nya. Sebagai konsekuensinya,pendidikan kita saat ini dirundung banyak masalah. Tidak bermutu atau kualitas rendah,disparitas tinggi dan banyak sekolah yang belum memenuhi standar yang layak.

    Situasi di atas, mirip sekali dengan sebuah puisi menarik yang berjudul Nasibmu

    Pegawai Negeri (Guru), yang isinya sebagai berikut: nasibmu wahai pegawai negeri(guru) / berhasil dalam tugas sudah tradisi / kerja berat sudah pasti / loyalitasterhadap pimpinan harga mati / komitmen tidak bisa ditawar lagi / gagal dalam tugasdimutasi / salah sedikit dicaci maki / pulang terlambat dimarahi istri / hidup kayadicurigai / kalau miskin salah sendiri / mau beli beras harus hutang sana-sini / maumendapat jabatan tinggi harus pandai melakukan loby / kenaikan pangkat belum pasti/ kalau idealis cepat diganti / kalau kritis dimusuhi / banyak bicara menjadi dibenci /banyak menentang pasti dibui / potongan bank dan koperasi tiap bulan menanti /kenaikan gaji tidak memadai / pasti tidak mampu untuk naik haji / sementara, masuksurga belum pasti / nasibmu .... wahai pegawai negeri.

    Puisi di atas nampaknya menggambarkan kondisi guru pada masa orde baru danawal-awal orde reformasi. Pada masa itu, memang seorang guru bukan merupakanjabatan yang diidam-idamkan, karena kondisi kehidupan, yang sangat tidak mapan.Bahkan banyak mahasiswa yang meletakkan guru sebagai alternative terakhir, sehingga

  • 3jabatan guru menjadi jabatan yang terdiskriminasikan.Untuk itu, sejak orde reformasi, Pemerintah Republik Indonesia di era Megawati

    Soekarnoputri, melalui Depdiknas (kini Kemendikbud) berupaya membongkar traumapolitis tersebut dengan berusaha memperbaiki sistem, pendidikan nasinonal kita, denganmelahirkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(SISDIKNAS) untuk mendongkrak mutu pendidikan nasional, yang kemudiandilanjutkan oleh era pemerintahan SBY-Kalla (2004-2009) dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) untuk meningkatkankualitas dan profesionalisme guru. Dikatakan melanjutkan, karena dalam UU SisdiknasNo. 20 Tahun 2003 Bab XI pasal 40 ayat 1 dan 2 cukup rinci menjelaskan hak dankewajiban pendidik dan tenaga kependidikan1.

    Lahirnya kedua Undang-Undang di atas, tentu saja merupakan sebuah bentukkebijakan pemerintah untuk membangkitkan kembali dunia Pendidikan Indonesia danmengembalikan eksistensi guru agar lebih professional dan lebih sejahtara. Denganditetapkannya UUGD pada tanggal 6 Desember 2005 (diundangkan pada tanggal 30Desember 2005), telah menjadi momentum untuk memberikan "titik terang" agar profesiguru dan dosen tidak lagi dipandang sebelah mata dan terpinggirkan. Undang-undanginilah yang menjadi babak baru perkembangan dinamika keguruan di RepublikIndonesia.

    Sebab, setelah muncul kebijakan tentang UUGD di atas, pemerintah kemudianmelahirkan banyak sekali peraturan perundang-undangan yang khusus tentang guru,mulai dari Permendiknas No. 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi danKompetensi Pendidik, Permendiknas No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalamJabatan (diperbarui dengan Permendiknas No. 10 tahun 2009) hingga PeraturanPemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang semuanya telah mengatur segala hal

    tentang masa depan guru yang cukup menjanjikan.Persoalannya sekarang, jika pemerintah sudah punya "sekian senjata" untuk

    meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Akankah peningkatan mutupendidikan kita bisa terselesaikan? Mungkinkah kinerja guru dan dosen bisa lebih baikdan profesional? Masih perlu cukup bukti untuk mengatakan "ya". Sebab, pengalamanterhadap kebijakan menaikkan gaji guru dan tunjangan fungsional guru pernah terjadipula pada pemerintahan sebelumnya, yaitu di masa pemerintahan Presiden B.J. Habibieyang telah melahirkan kebijakan memberikan uang penyesuaian sebanyak Rp 150.000

    1 Ayat 1 menjelaskan tentang hak pendidik dan tenaga kependidikan, sedangkan ayat 2 menjelaskan tentangkewajiban pendidik dan tenaga kependidikan.

  • 4per bulan untuk semua guru. Dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (alm.), yangmenaikkan tunjangan fungsional guru hingga rata-rata di atas Rp 200.000, dan tunjangankepada guru swasta sebesar Rp 75.000 untuk tingkat SD-SMA dan Rp 50.000, untukguru TK2.

    Tetapi apa yang terjadi? Kebijakan-kebijakan tersebut tetap saja tidakmeningkatkan etos kerja dan profesionaIisme guru. Kinerja mereka tetap sepertisebelumnya, malasmalasan, low curiosity, minimalis, mental belajar yang lemah,kreativitas rendah dan tidak produktif. Akankau UU Guru dan Dosen ini akan mengalaminasib yang sama?

    B. Situasi Problematik Seputar UUGDNasib dan kesejahteraan guru dan dosen yang sangat memperihatinkan

    mendorong pemerintah Republik Indonesia melahirkan UUGD yang menjanjikanjaminan masa depan guru. Meskipun dengan lahirnya UUGD tersebut mengindikasikanadanya "sikap manja" dan "sikap tidak mandiri" para guru dan dosen, tetapi paling tidakundang-undang tersebut menjadi titik awal untuk melahirkan para pendidik yang lebihprofesional, kompeten, marketable, dan bertanggungjawab.

    Sebab dalam UUGD Bab IV Pasal 14 ayat 1 dan pasal 20 telah dirumuskan secarajelar tentang Hak dan Kewajiban Guru3. Di samping itu, dalam UUGD tcrsebutpemerintah menjanjikan kesejahteraan yang cukup menggiurkan para guru, yaitu dalambentuk pemberian "tunjangan profesional" 1 (satu) kali lipat jumlahnya dari gaji pokokyang selama ini diterima oleh guru. Dengan harapan tidak ada lagi guru atau dosen yangbekerja mencari objekan (pekerjaan sampingan) di luar dinas (yang telah mengganggupembelajaran di sekolah/kampus), karena kesejahteraannya sudah terpenuhi. Tetapi,syaratnya tentu saja harus lulus ujian Sertifikasi4 Guru atau Sertifikasi Dosen. lnilah

    2 Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, (Yogyakarta: LKis, 2008), 131., Lihat juga harian Kompas (Edisi19 Desember 2001)3 Pasal 14, ayat 1 telah dijelaskan bahwa Dalarn melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: a)memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b) mendapatkanpromosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c) memperoleh perlindungan dalammelaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkankompetensi; e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjangkelancaran tugas keprofesionalan; j) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukankelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,dan peraturan perundang-undangan; g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakantugas; h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i) memiliki kesempatan untuk berperandalam penentuan kebijakan pendidikan; j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkankualifikasi akademik dan kompetensi; k) dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalambidangnya. Di samping kewajibannya yang dijelaskan pada pasal 20.4 UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 11 ayat 1-3, yang berbunyi: Sertifikatpendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga

  • 5substansi yang sebenarnya dari kebijakan lahirnya UUGD, yaitu sebuah undang-undangyang memiliki "makna ganda", yaitu peningkatan mutu pendidikan (termsauk kualitastenaga kependidikan) di satu sisi, tetapi juga mengandung unsur peningkatankesejahteraan guru di sisi yang lain.

    Ketika sebuah kebijakan mengandung makna ganda, maka dalam pandangandunia politik, kebijakan tersebut sudah pasti sarat dengan nuansa politis. lni pula yangsedang terjadi dalam profesi keguruan kita. Dibalik kebijakan UUGD itu pada dasarnyahanyalah sebuah instrumentasi politik pemerintah untuk menaikkan gaji guru dan dosendalam rangka meredam gejolak politik dari pegawai negeri yang lain (non-guru), jika gajiguru/dosen dinaikan spontanitas dan berlipat ganda tanpa adanya kualifikasi dan standardkompetensi tertentu.

    Dengan kata lain, pemerintah sebenarnya sangat perhatian terhadap nasib dankesejahteraan para guru dan dosen. Tetapi, jika gaji mereka dinaikkan tanpa ada syaratapapun, maka akan melahirkan reaksi besar-besaran dari pegawai negeri yang lain. Untukitu, istilah "kenaikan gaji" diperhalus dcngan istilah "tunjangan profesi". Seandainyakeinginan pemerintah hanya fokus pada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikandan tenaga pendidik (guru dun dosen) dan tenaga kependidikan, tentu saja pemerintahakan lebih serius membuat kriteria penilaian terhadap profesionalitas seorang guru.

    Konon kabarnya, para guru yang telah dipastikan jadi peserta sertifikasi guru yangharus melengkapi portofolio ataupun yang harus mengikuti diklat profesi guru (PLPG)sudah dipastikan bahwa anggaran untuk tunjangan profesinya sudah disiapkan danditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga disampaikan dengan jelas oleh SekretarisJenderal (Sekjen) Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan, bahwapemerintah sengaja melaksanakan sertifikasi guru secara bertahap, karena belum siapmenyejahterakan 2,7 juta guru plus tambahan penghasilan satu kali gaji setiap guru perbulannya yang mengharuskan pemerintah menyediakan kurang lebih Rp 48,6 triliun pertahun di luar kewajiban APBN sektor pendidikan sebesar 20%. Suatu hal yang tidakperIu diperdebatkan lagi karena pemerintah telah memutuskannya. Berapa tahap punyang diputuskan pemerintah, kita tetap harus melaksanakannya5.

    Jelas bahwa UUGD yang di dalamnya termaktub tentang sertifikasi guru/dosen ini

    kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secaraobjektif, transparan, dan akuntabel. UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 11 12, yang berbunyi: Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikatpendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenagaprofessional.5 Tetty Juliaty, Sertifikasi Guru, Perlukah Dihindari?, dalam www.medanbisnis.online.com, Sabtu, 1 Desember2007.

  • 6lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan guru dan dosen dibandingkan denganpeningkatan mutu pendidikan. Untuk, profesi guru yang demikian mulia tersebut, masihmenyisakan kontroversi untuk dikatakan sebagai "profesi" atau "pekerja profesional".Lebih-lebih untuk mendapatkan tunjangan profesi. Hal ini dikarenakan profesionalisasijabatan guru dan dosen dalam jabatan harus memiliki ciri-ciri dan wajib memenuhi ataukriteria yang sangat susah untuk dipenuhi. Tidak hanya dengan portofolio ataupun diklatyang sangat singkat seperti yang sudah berjalan selama ini. Sebab, bagaimana mungkinprofesionalisme guru hanya diukur dengan perangkat portofolio yang sangat besarkemungkinan data-datanya dimanipulasi? Ataupun dengan diklat yang sangat singkat danpelaksanaanya kadang kurang begitu serius?

    Bahkan, selama ini kebijakan sertifikasi guru telah menambah blunder situasiproblematik dalam dunia pendidikan nasional. Sebab, telah banyak melahirkanpenyimpangan-penyirnpangan dari aturan main (game roles) proses sertifikasi yangsebenarnya. Selama ini, pemerintah tclah banyak memberikan sertifikat profesionalkepada guru/dosen yang kurang pantas menerimanya. Penilaian atas 'dokumen portofolio'yang telah diberlakukan sebelumnya (sebelum ada kebijakan wajib diklat) telah banyakmelahirkan para guru/dosen yang profesional dengan dokumen fiktif. Jika dengandokumen fiktif itu seorang guru/dosen tersertifikasi dan diakui Negara (pemerintah)sebagai pendidik profesional, maka jelas hakikatnya ia adalah "pendidik profesionalfiktif" atau pendidik yang "seolah-olah profesional" sesuai dengan dokumenportofolionya yang juga banyak yang fiktif6.

    Sebab, tidak jarang guru/dosen yang telah lulus sertifikasi, justru kembali padakeadaan semula, "layamutu wa la yahya fiha ", tetap tidak bermutu dan banyak makanuang negara. Inilah yang juga pernah dikwatirkan oleh pengamat dan tokoh pendidikannasional, Prof. Dr. Winarno Surakhmad. Beliau menghargai keinginan untukmeningkatkan mutu guru. Sertifikasi setidaknya merupakan proses agar daya tawar gurulebih kuat. Tetapi birokrasi pemerintah jangan hanya memikirkan agar guru dapatdisertifikasi dan dipaksa menjadi profesional, jika fasilitas, sarana, dan lingkungan kerjaguru tidak mendukung penggunaan maksimal profesionalitas dan kompetensinya7. Jikademikian, akan sulit diharapkan adanya perubahan mutu pendidikan nasional.

    Namun kondisi yang terjadi adalah seperti ungkapan puisi berikut ini: Guru ohguru/ engkaulah pembimbing kalbu / penyejuk jiwa dalam sedu / engkau digugu dan

    6 Ach. Maimun Syamsuddin, Tantangan Profesionalisme Standar Kertas, dalam Jurnal Pendidikan danKebudayaan EDUKASI (Diknas Kabupaten Sumenep), Nomor 14 Tahun 2010, 14-197 Lihat editorial Harian Sore Sinar Harapan edisi 21 Desember tahun 2005 tentang Sertifikasi Perlu atauTidak?, dapat diakses juga melalui website: (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0511/21/nas11.html)

  • 7ditiru / namun engkau tak tau malu / biasa tuli dan membisu / bahkan selingkuh dancurang jadi perilaku / walau dengan teman sebangku / tanpa ada rasa risih dan ragu /kenaikan gaji malah menjadi palu / menjadikan dirinya terpukul dengan batu / karenamenuruti hawa nafsu / yang setiap saat menggebu-gebu / mestinya engkau sadar denganitu / supaya menuju ke arah yang lebih maju / dan akhirnya masuk dalam surga yangsyahdu.

    Puisi di atas menggambarkan bahwa sertifikasi malah dijadikan salah satukesempatan bagi guru dan dosen untuk berhura-hura. Bahkan data yang mencuat adalahprosentase selingkuh pada tahun 2011 didominasi oleh guru sekitar 70% dan 80%nyadari guru sertifikasi.

    Di sisi lain, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang salah satuwewenangnya adalah memberikan pelatihan profesi guru (PLPG), tentu juga bukanjaminan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Bagaimana mungkin pendidikan,pelatihan dan ujian sertifikasi guru yang hanya "beberapa hari" bisa lebih akuratdibandingkan proses pendidikan dan ujian di Perguruan Tinggi yang dilalui oleh gurusemasa kuliah S 1 selama bertahun-tahun?.

    Bahkan, menurut Prof. Dr. H. Muhaimin, MA, kebijakan ini berlaku surut (kebelakang) karena menuntut semua guru yang masih muda (baru diangkat) dan guru yangsudah tua (yang sarjana lengkapnya (doktorandusnya) telah ditempuh 6 tahun) untukdiuji kompetensinya guna memperoleh sertifikat pendidik. Ironisnya, yang berhakmenguji adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), bukan lembagaindependen sebagaimana berlaku pada profesi-profesi lainnya. Anehnya lagi, LPTKtampak kurang percaya terhadap hasil didikannya sendiri8. Sehingga tenaga pendidik(guru dan dosen) yang telah dihasilkan oleh lernbaga pendidikannya sendiri, dan telahdididik kurang lebih 4 tahun, kompetensinya dianggap kalah akurat dari pelaksanaandiklat yang hanya 10 hari? Meskipun tampak aneh, tetapi hal ini telah menjadikebijakan yang tetap harus dijalankan. LPTK tetap harus menguji kompetensi gurumelalui kegiatan sertifikasi guru.

    Pada decade akhir ini, seorang yang akan mengikuti PLPG harus mengikuti UjiKompetensi (UK). Kebijakan pemerintah yang mengharuskan seorang guru bila inginmenjadi seorang pendidik professional dan memperoleh tunjangan sertifikasi harus lulusuji kompetensi menuai kritik dari Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia(PB PGRI). Menurut Ketua PB PGRI Sulistiyo, uji kompetensi para guru merupakan

    8 Muhaimin,Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, TPRajaGrafindo, 2011), 151

  • 8kebijakan melanggar peraturan perundang-undangan. Ia mengatakan, para guru menolakuji kompetensi yang diterapkan sebagai langkah awal memperoleh sertifikasi karenadianggap tidak diwajibkan dalam PP No 74/2008 pasal 12. Dalam PP itu, disebutkanbahwa guru dalam jabatan dapat langsung mengikuti pelatihan untuk memperolehsertifikat jika telah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-4.

    Sementara, kata dia, untuk ikut pelatihan di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru(PLPG), para guru dapat mengikutinya dengan portofolio yang merupakan pengakuanatas pengalaman profesional guru. Uji kompetensi yang disahkan melalui Peraturan

    Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 11/2011 seharusnya tidak berlakudengan peraturan diatasnya yakni UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, kata

    Sulistiyo di Jakarta, Rabu (11/1/2011) seperti di laman Kompas.com. UU itu menyebut,lanjut dia, pada 2015 guru yang sudah 10 tahun mengajar harus mendapatkan sertifikasipendidik pada 2015. Hendaknya, kuota sertifikasi setiap tahun diatur dengan orientasibahwa pada 2015 semua guru dalam jabatan telah selesai disertifikasi. Sulistiyomenyatakan, uji kompetensi selain melanggar aturan tapi juga membuat guru-guru yangingin mengikuti sertifikasi stres karena dipersulit dengan uji kompetensi untukmelakukan pendaftaran. Di sisi lain, guru yang sudah senior pun merasa malu karenatidak lulus uji kompetensi. Pemerintah dinilai sama sekali tidak mengindahkan waktulama mengajar para guru senior. "Uji kompetensi mengakibatkan guru banyak yang streskarena tidak lulus. Aturan menggunakan standar di Jakarta, padahal kualifikasi dengandaerah berbeda. Jika guru stres, jangan memimpikan pendidikan karakter jalan,"ucapnya. Sulistiyo menjelaskan, pihaknya saat ini tengah membuat penelitian mengenaiguru yang stres karena uji kompetensi dan juga pelanggaran undang-undang ini. Dengandasar penelitian itu, nantinya PGRI akan membawa uji kompetensi ke ranah hukum.Apakah UK yang hanya sekejap tersebut mampu digunakan untuk mengukur kinerja gurudan dosen? Atau UK tersebut hanya merupakan pra PLPG yang merupakan saranamenambah penghasilan Dinas Pendidikan Daerah? Padahal UK sebagaimanadikemukakan di atas, masih berada di tengah kontroversi kebijakan, antara yangmenyetujui UK dan kontra dengan UK. Hal tersebut dikarenakan ada sebuah isu yangisinya bahwa UK adalah sarana atau media untuk menonsertifikan guru yang telahsertifikasi. Dengan kata lain, dalam perspektif makro, UK adalah sarana untukmengurangi pengeluaran dan belanja Negara. Sedangkan dalam perspektif mikro, UKadalah sarana pelampiasan kecemburuan sosial kepada para guru dan dosen yang telahtersertifikasi. Hal tersebut dikarenakan banyak yang cemburu dengan kondisi guru ataudosen yang perekonomiannya meningkat secara drastis dalam waktu yang singkat,

  • 9sementara pihak struktural dalam dinas atau kementerian selain kalangan pendidik belummendapatkan remonerasi.9

    Di samping itu, dengan kebijakan sertifikasi guru dan dosen ini telah menambahderetan varian guru dan dosen dengan fasilitas dan kesejahteraan yang berbeda-beda.Lihat saja macam-macarn guru di lembaga pendidikun kita, ada guru PNS, guru bantu,guru honorer, Tenaga Harian Lepas (THL), GT, GTT, ditambah sekarang GuruBersertifikasi dan Guru Non-sertifikasi. Deretan varian status ini sangat berpotensimenimbulkan kecembururan sosial dan kesenjangan baru yang tidak menutupkemungkinan akan berdampak psikologis pada proses pembelajaran guru yang statusnyadiketahui siswa atau mahasiswa scbagai guru atau dosen yang tidak professional.

    C. Fokus dan Tujuan KajianBerdasarkan pada situasi problematik yang telah dipaparkan di atas, maka fokus

    kajian dalam makalah ini lebih ditekankan pada dua isu besar terkait dengan UUGD,yaitu kebijakan peningkatan profesionalisme guru/dosen dan sertifikasi guru/dosen yangtelah menjadi isu pendidikan nasional semenjak dilahirkannya Undang-Undang No. 14tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, tujuan kajian ini adalah sebagaiberikut:1. Memperjelas konsep dan orientasi peningkatan profesionalisme guru dan dosen yang

    selama ini telah menjadi problematika pendidikan nasional yang tidak kunjungselesai.

    2. Memperjelas arah kebijakan sertifikasi guru/dosen dan hakikat ditetapkannyakebijakan tersebut untuk mewujudkan profesionalisme guru.

    3. Memberikan solusi dan format ideal kebijakan peningkatan profesionalismeguru/dosen dan sertifikasi guru/dosen agar kebijakan tersebut lebih sesuai dengansubstansi yang dikehendaki oleh UU Guru dan Dosen dan situasi pendidikannasional.

    D. Metode KajianUntuk memperjelas arah kajian kritis ini, maka metode kajian yang digunakan

    penulis adalah menelaah secara kritis Undang-Undang No. 14 tahun 2005 Guru danDosen, baik dari aspek isi (content), substansi kebijakan dan dampak dari kebijakantersebut. Oleh karena itu, pendekatan kajian makalah ini menggunakan content analysis

    9 Remonerasi bisa turun dengan catatan kementerian yang bersangkutan melaksanakan manajemen secaratransparan dan akuntabel atau dalam bahasa lain disebut WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

  • 10

    yang didekati dengan metode berfikir logis, kritis dan analisis untuk kemudian ditariksintesanya agar kesimpulan kajian ini lebih benar. Di samping itu, penulis jugamenggunakan metode LCA atau analisis akar masalah.

    Melalui pendekatan dan metode kajian ini, penulis tidak akan mengkritisi bab perbab ataupun pasal demi pasal dari UUGD, tetapi lebih pada subsrinsi dan dampakkebijakan dari UUGD ini, lebih-lebih tentang hakikat profesionalisme guru/dosen dan isuseputar sertifikasi guru/dosen yang dikehendaki oleh UUGD dan kelemahan-kelernahanyang ada dalam kebijakan UUGD, sehingga penulis akan lebih mudah mencari solusipemecahan terhadap kebijakan-kebijakan tersebut.

  • 11

    BAB II

    KEBIJAKAN DAN KAJIAN KRITISSEPUTAR PROFESIONALISME GURU/DOSEN DALAM UUGD

    A. Kebijakan Seputar Profesionalisme Guru dan DosenIstilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia,

    .profession berarti pekerjaan.10 Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikanmengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupationatau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihankhusus.11 Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru ProfesionalImplementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwaprofesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang inginatau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan ataupekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yangdiperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Profesionalisme adalah faham yangmengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orangyang profesional ialah orang yang memiliki profesi.12 Profesi adalah bidang pekerjaanyang dilandasi pendidikan keahlian tertentu

    Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahliantertentu.13 Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang

    menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedurberlandaskan intelektualitas.14 Profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalammelakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi sertacara menyikapi lapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli.

    Ada yang mengatakan bahwa "guru adalah dosen yang sangat balk ", sedangkan"dosen adalah guru yang kurang baik". Pasalnya, dalam konteks interaksi belajarmengajar, guru memiliki peran, tugas dan fungsi yang lebih sulit dibandingkan dengandosen, yaitu mengajar, mendidik, membimbing dan melatih peserta didik. Sedangkandosen hanya memiliki peran dan tugas yang lebih sederhana yaitu mengajar ataumembantu orang dewasa (mahasiswa) belajar dalam bentuk memberikan tugas.

    Perbedaan peran, tugas dan fungsi antara guru dan dosen tersebut dikarenakan

    10 John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), 44911 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 10512 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), 107.13 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan PersiapanMenghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 4514 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 3.

  • 12

    keduanya menghadapi konteks kegiatan pendidikan yang berbeda. Dalam kegiatanpendidikan berkembang tiga konsep yaitu, kegiatan pendidikan pedagogy, andragogy,dan education15. Guru, dalam konteks ketiga kegiatan pendidikan di atas, melangsungkanproses pendidikan dalam kegiatan pedagogi, sedangkan dosen menghadapi kegiatanpendidikan andragogi, dan pengajar/pendidik pada umumnya melangsungkan pendidikandalam bentuk kegiatan education.

    Oleh karena itulah, amanat dalam UUGD pasal 8 mewajibkan para guru untukmemiliki kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru selain kompetensi kepribadian,kompetensi sosial dan kompetensi profesional16. Kompetensi pedagogik sebagaimanadimaksud pada pasal 8 UUGD di atas, diperjelas dalam PP. No. 74 tahun 2008 tentangGuru, bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaanpembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasanatau landasan kependidikan; pemahaman terhadap peserta didik; pengembangankurikulum atau silabus; perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yangmendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi pembelajaran; evaluasi hasil belajar; danpengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yangdimilikinya.

    Kriteria kompetensi guru tersebut, tentu saja berimplikasi lebih jauh padaperbedaan kriteria kornpetensi dan kriteria profesionalisme antara guru dengan dosen.Sebab, kompetensi dosen bukanlah kompetensi pedagogik sebagaimana disyaratkan padaguru dalam UUGD tersebut. Bahkan dalam UUGD tidak jelas kompetensi seperti apayang harus dimiliki oleh dosen untuk dikatakan sebagai pendidik professional.

    Sebagaimana dirumuskan dalam UUGD Bab IV bahwa guru wajib mernilikikualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, sertamemiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendiuikan nasional.

    Kualifikasi akademik dimaksud tentu saja ditentukan dengan beberapapersyaratan kompetensi, baik yang sifatnya akademis maupun administratif. Kualifikasi

    15 Knowles, Malcolm, The Adult Learner A Neglected Species, (London: Gulf Publishing Company BookDivision, 3rd Edition, 1984), 4916 Lihat Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) BAB IV Pasal 10 ayat (1),Lihat juga Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) BAB VIPasal 28 ayat (3). Lihat juga PP. RI No. 74 Tahun 2008 tentang Guru Bab II Pasal 3 ayat (2). UU RI No. 20 Th.2003 Tentang SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang berbunyi: Pendidik harus memiliki kualifikasiminimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memilikikemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8, yang berbunyi: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuanpendidikan nasional. Pasal tersebut diperkuat lagi dengan keterangan yang terdapat dalam Permendiknas No.16 Th.2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang berbunyi Setiap guru wajibmemenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.

  • 13

    akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggiprogram sarjana atau program diploma empat, yang dalam Peraturan Pemerintah No. 19Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 29 ayat 2 dijelaskanbahwa kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah "tingkat pendidikan minimalyang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atausertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku",yaitu minimum diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S 1).

    Ketentuan ini kemudian diperjelas pada pasal-pasal berikutnya dalam UU SNPbahwa untuk guru PAUD harus berlatar belakang psikologi pendidikan dan pendidikanlainnya, guru SD/MI harus berijazah pendidikan SD/MI, kependidikan lain, ataupsikologi; pendidik pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yangsederajat memiliki latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yangsesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan pendidik padaSDLB/SMPLB/SMALB, atau hentuk lain yang sederajat memiliki latar belakangpendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai denganmata pelajar.m yang diajarkan17.

    Sedangkan pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikanminimum: 1) lulusan diploma empat (B-IV) atau sarjana (SI) untuk program diploma; 2)lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (SI); dan 3) lulusan program doktor(S3) untuk program magister (S2) dan program doktor (S3)18.

    Sedangkan kompetensi yang dimaksud dalam pasal 8 UUGD meliputi kompetensipedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yangdiperoleh melalui pendidikan profesi. Setelah itu baru dilakukan penilaian dalam bentukportofolio (kini diharuskan diklat) yang berujung pada pemberian sertifikat pendidik dantunjangan kesejahteraan sebagai bukti sekaligus pengakuan bahwa guru tersebut telahdinyatakan profesional.

    Sudah barang tentu tidak semua guru dan dosen dapat dengan mudahmendapatkan sertifikat pendidik tersebut, karena pemerintah juga menentukan beberapakriteria guru yang berhak ikut sertifikasi guru. Penentuan guru calon peserta sertifikasiguru dalam jabatan menggunakan sistem ranking bukan berdasarkan seleksi melalui tes.Kriteria penyusunan ranking (setelah memenuhi syarat kualifikasi akademik S1/D-4)adalah: masa kerja/pengalaman mengajar, usia, pangkat, golongan (bagi PNS), beban

    17 Lihat selengkapnya pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan(SNP) Bab VI tentang Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, pasal 29-3018 Ibid., pasal 31

  • 14

    mengajar,

    B. Mengungkap Kembali Bahasa Profesionalisme Guru dan DosenProfesi guru dan dosen mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam

    dunia pendidikan. Bahkan, profesi guru bersifat pelayanan pada kemanusiaan secaraintelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung penguasaan pengetahuan,kcahlian, serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik yang diperoleh melaluipendidikan dan latihan khusus. Dengan demikian, profesi keguruan merupakanper.ingkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layananyang akan diberikan kepada masyarakat menuju pelayanan profesional'".

    Akan tetapi, profesi guru yang demikian mulia tersebut, masih menyisakankontroversi untuk dikatakan sebagai "profesi . aiau "pekerja profesional". Lebih-lebihdalam dunia pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan profesionalisasi jabatan gurumerniliki cirieiri atau kriteria yang sangat susah untuk dipenuhi. labatan guru merupakan:1) jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual; 2) jabatan yang menggeluti suatu batangtubuh ilmu yang khusus; 3) jabatan yang memerlukan. persiapan latihan yang lama; 4)jabatan yang mcmerlukan latihan dalarn jabatan yang berkesinambungan; 5) jubatan yangmenjanjikau karier hidup dan keanggotaan yang permanep; 6) jabatan yang memilikikode etik profesi dan menentukan baku (standarnya) sendiri; 7) labatan yangmementingkan layanan di atas keuntungan pribadi; 8) jabatan yang mempunyaiorganisasi profesional yang kuat dan terjalin erat; 9) proses pendidikan untuk jabatan iturnerupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri; 10) guru merupakanjabatan yang mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan memperoleh.mbalan yang tinggi pula; dan 11) dalam prakteknya melayani masyarakat, gurumempunyai hak profesi yang otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.

    Profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnyamemerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapilapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian profesi initersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik sertaprosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yangahli. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalahsuatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap danketerampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis.

    Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dankewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni

  • 15

    untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi(keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapatmelaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna. 19

    Adapun mengenai kata .Profesional., Uzer Usman memberikan suatu kesimpulanbahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmuyang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentinganumum. Kata profesional. itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dansebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter,hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalahpekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itudan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperolehpekerjaan lain.

    Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesionaladalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruansehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuanyang maksimal.20 H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang profesionalmenjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lainmemiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesionalmenjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.21

    Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatupandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yangmana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.22

    Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahliandan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan denganpekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yangprofesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untukmelakukan tugas pendidikan dan pengajaran.

    Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesionaladalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan

    19 Kunandar, Guru Profesional..., 4620 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 14-1521 H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 8622 Arifin, Kapita Selekta...,105

  • 16

    sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuanmaksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik,serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.23 Sedangkan Oemar Hamalikmengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuhprogram pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazahnegara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.24

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan,profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu,sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Hal tersebutdapat dimisalkan, misalnya profesionalisme pendidik atau guru dalam adalahprofesionalisme guru dalam bidang studi Aqidah Akhlak, yaitu seorang guru yangmemiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Aqidah Akhlak serta telahberpengalaman dalam mengajar Aqidah Akhlak sehingga ia mampu melakukan tugas danfungsinya sebagai guru Aqidah Akhlak dengan kemampuan yang maksimal sertamemiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telahmenjadi sumber mata pencaharian. Begitu juga pendidik yang mengajar mata pelajaranlainnya, khususnya mata pelajaran pendidikan agama Islam atau yang serumpun, harusmenjadikan pekerjaan tersebut sebagai profesi. Dengan demikian, maka seorang pendidikatau guru dapat dikatakan professional.

    Melihat kriteria profesi guru untuk dapat dikatakan sebagai "pekerja profesional"sebagaimana diuraikan di atas, maka tentu saja "terlalu dini" jika dalam UUGD Bab Ipasal 1 adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utamamentransformasikan,' mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat" .

    Oleh karena itu, Amitai Etzioni (1969) menyatakan bahwa jabatan guru adalahjabatan semi-profesional karena: " ... their training (of teachers) is shorter, their statusless legitimated (low or moderate), their right to privileged communication lessestablished; there is less of a specialized knowledge, and they have less autonomy fromsupervision or societal control than 'the professions ",

    lntinya, jabatan guru belum layak disebut sebagai pendidik profesional karenamasih jauh dari jabatan profesional yang sesungguhnya antara lain karena pendidikan danpelatihannya sangat singkat, statusnya yang sangat lemah, hak-haknya banyak yang

    23 Kunandar, Guru Profesional....,46-4724 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006),27.

  • 17

    kurang terpenuhi, spesialisasi pengetahuannya yang rendah, dan kurang memilikikewenangan yang otonom. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jabatan guru -tidaksepenuhnya- adalah jabatan profesional.

    Akan tetapi telah ada upaya-upaya strategis yang mulai ditunjukkan pemerintahRepublik Indonesia ke arah profesionalisme guru tersebut. Misalnya dengan melahirkanberbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengarah pada pemberdayaanguru, mulai dari proses rekrutmen guru yang transparan dan akuntabel denganditerbitkannya Kepmendiknas 23/U/2001, UUOD No.14 Tahun 2005, PP No. 19 Tahun2005 tentang SNP, Permendiknas No. 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi danKompetensi Pendidik, Permendiknas No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru,(diperbarui dengan Perrnendiknas No. 10 tahun 2009), Pcraturan Pernerintah No. 74Tehun 2008, Pemilihan Guru Teladan, Lomba Guru Berprestasi, hingga berbagai macampemberian tunjangan dan penghargaan bagi guru.25

    lronisnya, upaya-upaya strategis tersebut temyata belum dibarengi dcngankomitmen dan konsistensi para guru untuk terus mcningkatkan kualifikasi dankompetensinya yang memudahkan pemerintah mengantarkan mereka menjadi pendidikprofesional sebagaimana amanat Undang-Undang dan Peraturan di atas. Sehingga untukmenyesuaikan tingkat kualifikasi pendidikan guru saja, pemerintah harus mengeluarkanbiaya milyaran, bahkan trilyunan rupiah, itupun kadang hasilrya tidak sesuai dengankeinginan. Karena yang terjadi meskipun pemerintah telah banyak mengeluarkan biayatetap kompetensinya rendah.

    C. Menyibak Kompetensi sebagai Imbas SertifikasiGuru/dosen dan peserta didik adalah dua sosok manusia yang tidak bisa

    dipisahkan dalam dunia pendidikan. Mereka adalah satu dalam jiwa, meskipun ragamereka berpisah. Jiwa mereka bagaikan "dwi-tunggal" yang kokoh bersatu. Oleh karenaitu, sosok guru yang mulia adalah guru yang selalu dekat di hati peserta didiknya, yangmengabdikan dirinya berdasarkan penggilan jiwanya, bukan karena pekerjaan sampingandemi material oriented semata". Wajarlah, jika bangsa Indonesia, lebih-lebih pesertadidik selalu merindukan sosok guru yang dengan rela hati mcnyisihkan waktunya dcmikcpentingan anak didik, mernikirkan kelus kesahnya, membimbing dan mengarahkan

    25 Berdasarkan UU Guru dan Dosen ditentukan peningkatan kesejahteraan guru besarnya dapat mencapai lebihdari dua kali lipat penghasilan guru saat ini. Pasal 15 ayat (1) UU Guru dan Dosen menentukan, bahwa guruakan mendapatkan kesejahteraan profesi yang berasal dari beberapa sumber finansial, antara lain: gaji pokok,tunjangan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkaitdengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Trianto dan TitikTriwulan Tutik, (ed.), Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan,(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 135

  • 18

    kesulitan belajarnya, mau menasehatinya, dan merasakan kedukaan dan kebahagiaannya,serta bersenda gurau dan mengajaknya berbicara di luar kegiatan interaksi edukatif dikelas.

    Akankah guru-guru kita demikian adanya? Sulit untuk menjawabnya, mengingatguru-guru kita saat ini mayoritas mengajar di sekolah bukan cisebabkan faktor idealismedan rasa pengabdian-isme yang tinggi terhadap bangsa. Sebab, menjadi guru dianggappekerjaan alternatif. Jarang sekali orang yang sejak awal menjadikan profesi guru sebagaiciza-cita mulia untuk sebuah pengabdian derni memperkuat martabat negara dan dernimenghasilkan generasi-generasi yang cerdas, bermoral, dengan SDM yang berkualitas=.Motivasi menjadi guru yang seperti itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap sikap dandedikasinya sebagai katalisator pencerahan bangsa dalam dunia pendidikan. Apalagiditambah kondisi bangsa yang sedang "sakit parah" dan tidak jelas obatnya, sehinggaguru pun kehilangan tanggung jawab untuk memperbaiki nasib generasi bangsa.

    Bahkan belakangan, seringkali muncul pernberitaan yang rnengejutkan tentangsikap para guru yang mulai kehilangan tanggung jawab untuk melahirkan generasi cerdaspenerus estafet perjuangan bang sa. Terbukti, sudah mulai banyak guru-guru yang mulaikehilangan produktifitas, profesionalitas, SDM yang lemah, kurang kompeten, tidakkritis, sering bolos, dan se-amblek sikap lain yang sudah tidak layak lagi disebut 'guru'yang bisa digugu dan ditiru. DitambahIagi sejumlah kasus yang menimpa guru danpeserta didik dalam dunia pendidikan, yang juga sering mcnghiasi pemberitaan di mediamassa.

    Anehnya lagi, semenjak UUGD digulirkan, para guru sebenarnya telah diberikankebebasan untuk mernperbaiki tingkat kualifikasi dan .kompetensi demi mcndapatkanpredikat sebagai "guru profesional". Sayangnya kesempatan ini justru tidak dimanfaatkandengan baik oleh para guru untuk lebih produktif , kreatif dan memiliki sikap yangkompetitif demi memperbaiki mutu diri dan mutu pembelajarannya, sehingga identitasguru profesional cepat melekat dalam dirinya tanpa banyak dipersoalkan lagi, sehinggasemua stakeholder tetap memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap dunia pendidikansekolah:

    Bahkan otonomi pendidikan yang dibarengi dengan otonomi guru yang seringdituntut guru sejak Orde Baru karena sering dimarginalkan secara politik dan ekonornis,hingga mencapai Orde Reformasi, tidak membuat guru terbuka pikirannya untuk lebihkreatif dan profesional mengajar. Mereka tetap tidak peduli dan acuh-tak acuh menguruspendidikan secara profesional dan bertanggungjawab.

    Padahal performa guru dalam proses pembelajaran cukup signifikan dan sangat

  • 19

    strategis untuk mendinamisir dan mengorganisir situasi belajar peserta didik yang lebihkreatif dan produktif demi tumbuhnya 'generasi cerdas' penerus bangsa sebagaimanaamanat UUGD. Tentu saja hal ini akan terwujud jika para guru mampu menunjukkansikap profcsionalisrnc yang tinggi di dularn muupun di luar lingkungan pcndidikansckolah, agar dengan sendirinya tercipta benih-benih produktifitas da., profesionalitasguru.

    Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetensi pedagodik; kompetensi kepribadian,kompetensi sosial dan kompetcnsi profesional guru sangat rendah. Inilah problemfundamental yang perlu diselesaikan terlebih dahuIu, sebelum kita bermimpimewujudkan guru profesional di tengah-tengah dunia pendidikan nasional kita.

    Kompetensi dapat meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan itu dapatdipelajari dan dikembangkan. Dan manfaatnya secara kognitif, afektif, dan psikomotorisharus dapat dirasakan pemiliknya dalam beraktifitas untuk semua aspek hidup dankehidupan.26 Kompleksitas pengertian kompetensi itu menunjukkan bahwa kompetensitidak sekedar dimiliki secara kognitif, tetapi juga pemiliknya harus pula dapatmengaplikasikannya secara fungsional.

    Menurut Lefrancois yang dikutip oleh Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas BidangMutu Pendidikan, menyebutkan bahwa:

    Kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkandari proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isimemori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukansesuatu. Apabila individu sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaanyang kompleks dari sebelumnya, maka pada diri individu tersebut pasti sudahterjadi perubahan kompetensi. Perubahan kompetensi tidak akan tampak apabilaselanjutnya tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk melakukannya.Dengan demikian bisa diartikan bahwa kompetensi adalah berlangsung lamayang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu.27

    Selanjutnya menurut Asyrof Syafii dan Agus P., Kompetensi adalah gambaran

    tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatupekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atauditunjukkan.28 Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar

    26 Welya Roza, Pembinaan dan Pengembangan Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi Guru SMANegeri Sumbar Sangat Memprihatinkan, (Jakarta: Makalah yang Disajikan dalam Simposium NasionalPendidikan, Tidak Diterbitkan, 2008), 827 Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan, Kajian Kompetensi Guru dalam MeningkatkanMutu Pendidikan, dalam http://yusufhadi.net/wp-content/uploads/2009/02/ sinopsis-kompetensi-guru.pdf,diakses 11 Pebruari 2009.28 Asyrof Syafi'i dan Agus Purwowidodo, Kompetensi Dasar Guru Profesional Dalam Mengembangkan PotensiAkademik, (Tulungagung: STAIN Press, 2008), 28.

  • 20

    yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir danbertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang menjadikompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untukmelakukan sesuatu.29

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensimerupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan,keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaandengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuktindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.

    Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,menyebutkan bahwa:

    Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,teknologi, sosial dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standarprofesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap pesertadidik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi danprofesionalisme.30

    Jadi kompetensi pendidik adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan danperilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh pendidik dalam rangkamenjalankan tugasnya sesuai dengan profesinya, yakni sebagai pendidik atau guru untukmembina peserta didik dengan cara mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diripeserta didik, yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

    Kompetensi pendidik/guru adalah segala kemampuan yang harus dimiliki olehpendidik/guru misalnya persyaratan, sifat, kepribadian, sehingga dia dapat melaksanakantugasnya dengan benar.31 Untuk menjadi pendidik profesional tidaklah mudah, karena iaharus memiliki kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar (based competency)ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dan kecenderungan yangdimilikinya.32 Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru.

    Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,teknologi, sosial dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesiguru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik,pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.33

    29 Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, CD KBK.30 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), 26.31 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 15132 Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), 2333 Mulyasa, Standar Kompetensi ....,26. Lihat Muhammad Fathurrohman, dan Sulistyorini, Meretas Pendidikyang Berkualitas dalam Pendidikan Islam: Menggagas Guru atau Pendidik yang Ideal dan Berkualitas dalamPendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012).

  • 21

    Mestinya seorang pendidik yang professional mempunyai 4 kompetensi sepertiyang disyaratkan dalam UUGD tersebut. 4 kompetensi tersebut antara lain sebagaiberikut:

    1. Kompetensi Paedagogika. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

    kultural, emosional, dan intelektual.b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

    pembelajaran.f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

    berbagai potensi yang dimiliki.g. Berkomunikasi secara efektif,empatik, dan santun dengan peserta didik.h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajari. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

    2. Kompetensi Kepribadiana. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

    Indonesia.b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

    peserta didik dan masyarakat.c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

    berwibawa.d. Menunjukkan etos kerja,tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan

    rasa percaya diri.e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.f. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-

    istiadat, daerah asal, dan gender.g. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku

    dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.h. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.i. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.j. Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di

    sekitarnya.

  • 22

    k. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.l. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.m. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.n. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.o. Bekerja mandiri secara profesional.p. Memahami kode etik profesi guru.q. Menerapkan kode etik profesi guru.r. Berperilaku sesuai dengan kode etikprofesi guru.

    3. Kompetensi Sosial

    a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbanganjenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosialekonomi.

    b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenagakependidikan, orang tua, dan masyarakat.

    c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yangmemiliki keragaman sosial

    d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dantulisan atau bentuk lain.

    e. Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungansekitar dalam melaksanakan pembelajaran.

    f. Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tuapeserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin,latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.

    g. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun,empatik dan efektif.

    h. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun,empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik.

    i. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalamprogrampembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

    j. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkanefektivitas sebagai pendidik.

    k. Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkandan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan.

    l. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnyamelalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

  • 23

    m. Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesisendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

    4. Kompetensi Profesional

    a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung matapelajaran yang diampu.

    b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan

    reflektif.

    e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.f. Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.g. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.h. Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.i. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan

    peserta didik.j. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat

    perkembangan peserta didik.k. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.l. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.m. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.n. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.o. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.p. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.

  • 24

    BAB III

    ALTERNATIF PEMECAHAN

    A. Menciptakan Guru yang professional dan produktifSemenjak reformasi bergelinding, semua bebas melakukan akualisasi diri,

    termasuk guru. Sayang kebebasan itu justru tidak mela~irkan guru/dosen yang kreatif,produktif ,dan profesional. Di banyak tempat, masih saja terdapat kasus guru yang seringbekerja semaunya sendiri, egois, dan bekerja apa adanya asal jabatannya tidak lepas.Ditambah lagi eksistensi mereka yang kadang-kadang hanya datang ke sekolah untuksekedar bisa dilihat aktif dan rajin oleh kepala sekolah dan atasannya.

    Otonomi guru/dosen yang sering didengung-dengungkan pasca reformasi, tidakmembuat guru terbelabak untuk lebih kreatif dan profesional mengajar. Disusullagidengan adanya kegelisahan dari para siswa karena rnereka memiliki guru yangkompetensinya lemah. Sehingga siswa-pun malas-malasan belajar. Padahal pemerintahsedunia yang berkumpu.l dalam. "The World Summit for Childern" di PBB yang dihadirioleh lebih 70 kepala negara pada akhir September 1990, telah sepakat untukmemperbaiki nasib anak-anak sebagai generasi penerus pada abad XXI.

    Sayang sekali kalau guru/dosen tidak tahu kepedulian mereka dan tetap tidak acuhmengurus pendidikan dengan profesional serta tanggungjawab yang tinggi. Padahal duniapendidikan merupakan tempat strategis untuk memproduksi generasi-generasi hebat yangdiharapkan oleh para pemerintah dunia di atas. Bagaimanapun performa guru dalamproses pembelajaran cukup signifikan untuk mendinamisir dan mengorganisir situasibelajar siswa yang lebih kreatif dan produktif demi turnbuhnya 'generasi cerdas' penerusbangsa sebagaimana amanat di atas.

    Tentu saja hal ini akan tcrwujud jika guru-gurunya juga mampu menunjukkansibp profesionalisme yang tinggi di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, sehinggasemua stakeholder tetap memiliki kepercayaan terhadap dunia pendidikan. Di sampingitu, isu-isu globalisasi, humanisasi, dan demokratisasi yang sudah mulai menguat kedalam lingkungan pendidikan, semestinya menjadi pemicu guru-gum untuk ierus belajarmengembangkan potensi diri agar dengan sendirinya tercipta benih-benih kreativitas danproduktivitas guru.

    Sebab, Profesionalisme guru hanya bisa ditentukan oleh tiga faktor penting: 1)memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atauspesialisasi; 2) kemauan dan komitmen untuk memperbaiki kemampuan (keterampilandan keahlian khusus) yang dimiliki; dan 3) penghasilan yang memadai sebagai irnbalan

  • 25

    terhadap keahlian yang dimiliki itu,Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan

    pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman,nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapatmencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa beratditerima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dariseorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulismenganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.

    Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yangbermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diridan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunanpendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangatluas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.34 Mengomentari mengenai adanyaketerpurukan dalam pendidikan saat ini, penulis sangat menganggap penting akanperlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatasmenjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakantugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik darisegi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalampelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yangbaik.

    Maka hendaknya guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanyasekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap gurudiharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapaikeberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasarankegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggungjawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebutmembawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integraldalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapikondisi tersebut,

    Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:a. Designer of intruction (perancang pengajaran)b. Manager of intruction (pengelola pengajaran)

    34 Asrorun Ni.am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas, 2006), 9

  • 26

    c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).35Guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang

    dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolahuntuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesional. Tidak dapat dinaifkan bahwamemang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guruprofesional. Guru adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagaisyarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiaporang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harusmelakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Denganberbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorangprofesional, yang menjadi semakin profesional.

    Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulisberpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akanmemberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasibelajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar,maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik. Dengandemikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi proses belajarmengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yangbaik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu,perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yangmemang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandangyang maju.

    Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yaminmenjelaskan, kriteria profesi mencakup: (1) upah, (2) memiliki pengetahuan danketerampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, (4) mengutamakan layanan,(5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yangdigelutinya.36

    Kemudian Robert W. Richey dalam bukunya .Preparing for a Carier inEducation., yang dikutip Yunus Namsa mengemukakan ciri-ciri sekaligus syarat-syaratdari suatu profesi sebagai berikut:

    35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007),25036 Yamin, Profesionalisasi Guru...,14

  • 27

    a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentinganpribadi.

    b. Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untukmempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yangmendukung keahliannya.

    c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi tersebut serta mampumengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

    d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikap serta cara kerja.e. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.f. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan disiplin diri dalam

    profesi, serta kesejahtraan anggotannya.g. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live carier) dan menjadi seorang

    anggota yang permanen.37

    Soetjipto dan Raflis Kosasi mengemukakan, Khusus untuk jabatan guru,sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriteria profesi keguruan. MisalnyaNational Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria sebagaiberikut:a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.b. Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus.c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.f. Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri.g. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.38

    Dalam buku yang dikutip Yunus Namsa, Sanusi mengutarakan ciri-ciri utamasuatu profesi sebagai berikut :a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan

    (crusial).b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah

    dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

    37 M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam,(Jakarta: Pustaka Mapan, 2006), 39.38 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), 18.

  • 28

    d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik,eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

    e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yangcukup lama.

    f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.

    g. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguhpada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

    h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadappermasalahan profesi yang dihadapinya.

    i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas daricampur tangan orang luar.

    j. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanyamemperoleh imbalan yang tinggi pula.

    Kemudian Syafruddin dan Irwan Nasution, sebagaimana yang dikutip Namsa,berpendapat bahwa ada beberapa alasan rasional dan empirik sehingga tugas mengajardisebut sebagai profesi adalah; (1) bidang tugas guru memerlukan perencanaan yangmatang, pelaksanaan yang mantap, pengendalian yang baik. Tugas mengajardilaksanakan atas dasar sistem; (2) bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukunganilmu teoritis pendidikan dan mengajar; (3) bidang pendidikan ini memerlukan waktulama dalam masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikantenaga keguruan.39

    Menurut Muhtar Lutfi, ada 8 kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah pekerjaanagar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:1. Panggilan hidup yang sepenuh waktu

    Profesi adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukansepenuhnya serta berlangsung dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup

    2. Pengetahuan dan kecakapan/keahlian.Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan /keahlian khusus yang dipelajari.

    3. Kebakuan yang universal.Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur dananggapan dasar yang sudah baku secara umum (universal) sehingga dapat dijadikan

    39 Namsa, Kiprah Baru..., 31-32

  • 29

    pegangan atau pedoman dalam pemberian pelayanan terhadap mereka yangmembutuhkan.

    4. PengabdianProfesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untukmencari keuntungan secara material/finansial bagi diri sendiri.

    5. Kecakapan diagnotis dan kompetensi aplikatif.Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostis dankompetensi aplikatif terhadap orang atau lembaga yang dilayani.

    6. OtonomiProfesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsipatau norma-norma yang ketetapannya hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan-rekanse Profesi.

    7. Kode etik.Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentusebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masyarakat.

    8. KlienProfesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkanpelayanan (klien).40

    Sedangkan Rochman Natawidjaya, sebagaimana dikutip Nurdin, mengemukakanbeberapa kriteria tentang ciri-ciri suatu profesi,1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan

    jenjang pendidikan serta memiliki standar akademik yang memadai dan bertanggungjawab terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.

    3. Ada organisasi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan danmemperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.

    4. Ada sistem imbalan terhadap jasa pelayanannya.5. Ada pengakuan masyarakat terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi. 41

    Kemudian secara panjang lebar menurut T. Raka Joni, sebagaimana dikutipNurdin juga, menyebutkan bahwa ada 5 ciri keprofesian yang lazim serta penerapannyadi dalam bidang pendidikan di tanah air:

    40 Tafsir, Ilmu Pendidikan..., 107-10841 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta:Ciputat Pers, 2002), 17

  • 30

    1. Profesi itu diakui oleh masyarakat dan pemerintah dengan adanya bidang layanantertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikansebagai suatu Profesi.

    2. Pemilikan sekumpulan ilmu yang menjadi landasan sejumlah tehnik serta prosedurkerja.

    3. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang melaksanakanpekerjaan Profesional. Dengan kata lain pekerjaan Profesional mempersejaratkanpendidikan yang sistematis yang berlangsung relatif lama.

    4. Adanya mekanisme untuk melakukan penyaringan secara efektif, sehingga hanyamereka yang dianggap kompeten yang dibolehkan bekerja memberikan layanan ahliyang dimaksud.

    5. Diperlukan organisasi Profesi disamping untuk melindungi kepentingan anggotanyadari saingan yang datang dari luar kelompok, juga berfungsi untuk meyakinkansupaya para anggotanya menyelenggarakan layanan ahli terbaik yang bisa diberikandemi kemaslahatan para pemakai layanan. 42

    Menjadi seorang pendidik atau guru bukanlah pekerjaan yang gampang, sepertiyang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi danmenyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategori sebagaiguru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harusmemiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjagakode etik guru, dan lain sebagainya.

    Oemar Hamalik, sebagaimana dikutip Yamin, mengatakan bahwa guruprofesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi;

    a. Memiliki bakat sebagai guru.b. Memiliki keahlian sebagai guru.c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.d. Memiliki mental yang sehat.e. Berbadan sehat.f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila.h. Guru adalah seorang warga negara yang baik.43

    Kunandar mengemukakan bahwa suatu pekerjaan profesional memerlukanpersyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan

    42 Ibid., 1943 Yamin, Profesionalisasi Guru...,5-7

  • 31

    teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalambidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkatpendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan daripekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengandinamika kehidupan.

    Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar, guru yang profesionalakan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengankeahlian baik dalam materi maupun dalam metode. Selain itu, juga ditunjukkan melaluitanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesionalhendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepadapeserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesionalmempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual.44

    B. Peningkatan KesejahteraanDalam upaya mencipta guru/dosen yang produktif itulah, maka pemerintah RI

    melahirkan UUGD sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan kualitas pendidikannasional, yang dimulai dari peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Tetapi,dalam urusan meningkatkan kesejahteraan guru ini, per ierintah masih terkesan setengahhati, sehingga terkesan bahwa pemerintah memegang prinsip "profesional dulu barusejahtera", Prinsip ini tentu saja sangat berseberangan dengan harapan f uru yang selalumengharapkan "sejahterakan dulu kami, baru kami akan profesional''. Tampaknyaprinsip kedua ini menjadi opsi penting jika kita bermimpi untuk melahirkan guru-guruberkualitas.

    Guru yang sejahtera, akan mempunyai banyak kesempatan untukmengembangkan diri dan sudah dapat dipastikan mereka akan terpanggil secara moraluntuk konsentrasi dan mendedikasikan dirinya meningkatkan mutu pendidikan nasional,yang pada gilirannya tujuan pendidikan nasional dcngan sendirinya akan terwujud.Sedangkan proses sertifikasi guruJdosen bisa diberlakukan sebagai salah satu syaratmendapatkan tunjangan profesi, tetapi dengan metode dan teknik yang cepat dan akurat.Tidak perlu guru/dosen diribetkan dengan urusan tete~ bengek administrasi sertifikasiataupun harus mengikuti diklat yang pelaksanaannya juga kurang begitu serius.

    Kalau pemerintah punya niat baik ingin menyejahterakan guru, sebaiknyadinaikkan saja dengan kebijakan khusus Presiden, misalnya dengan dinaikkan setiaptahun secara bertahap, tanpa harus melalui persyaratan yang rurnit. Bangsa ini hamsberani menin. Negara Jepang, China, Malaysia, dan negara lainnya yang berani

    44 Kunandar, Guru Profesional..., 47

  • 32

    menggaji tinggi para guru demi kemajuan pendidikan bangsanya. Sebab, penulis yakinguru yang sudah sejahtera akan mampu memberikan performance yang baik dan akanmenjalankan proses insruksional yang optimal ketika eksistensinya betul-betul 'dihargai'dalam instiuisi pendidikan. Penghargaan terhadap profesi guru inilah yang selama iniruenjadi pernicu utama kemorosotan dunia pendidikan kita. Guru-guru kita selama initidak lebih dari hanya sekedar "sopir taxi" yang ketika sudah selesai mengemudi(merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan proses pembelajaran) kemudiandiberi ongkos (gaji) yang sarna sekali jauh dari sebuah jabatan yang dikatakan profesiyang seharusnya mengedepankan imbalan yang adil dan memuaskan terhadap jasalayanan." Implikasinya banyak guru yang sibuk dengan mencari pekerjaan sampingan,dan kurang peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.

  • 33

    BAB IVPENUTUP

    Berdasarkan pada fokus kajian dan paparan kajian kritis di atas, maka dapat disimpulkan'bahwa:

    1. Konsep dan orientasi peningkatan profesionalisme guru/dosen yang telah menjadikebijakan pemerintah melalui UUGD masih mengundang sejuta persoalan yang hamssegera diselesaikan agar tidak menambah problematika pendidikan nasional yang tidakkunjung selesai. Oleh karena itu, peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi guruhams segera dipikirkan oleh pemerintah inelalui berbagai kebijakan strategis, termasukpenyediaan anggaran khusus demi meningkatkan SDM para guru yang memang menjadiproblem utama Jemahnya mutu pendidikan nasional.

    2. Sertifikasi guru/dosen merupakan kebijakan strategis yang dapat menjadi senjatapemerintah untuk. meningkatkan kesejahtaraan guru, akan tetapi kebijakan ini harusdibarengi dengan kriteria yang jelas, dan pelaksanaanya hams dilakukan secaramaksimal. Jangan sampai pelaksanaanya menyalahi aturan-aturan yang telah ada,sehingga akan menimbulkan prakrck Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) baru dalamdunia pendidikan. Yang terpenting diingat lagi, bahwa sertifikasi guru jangan dipandangsebagai satu-satunya jalan untuk meningkatkan kualitas guru. Tanpa upaya untukmerubah suasana lingkungan kerja guru yang birokratis dan cenderung mempersulit gurumengembangkan kompetensinya secara maksimal, perubahan kualitas guru sulitdiharapkan.

    3. Mengatasi berbagai situasi problematik yang ada dalam UUGD, terutama menyangkutproblem profesionalisme guru/dosen dan sertifikasi guru/dosen, maka beberapa tawaransolusi yang dikemukan di atas, perIu segera dipikirkan untuk dijadikan kebijak 111 olehpemerintah, mulai dari peningkatan kesejahteraan guru secara bertahap dengan kebijakankhusus, rekrutmen guru/dosen yang pelaksanaanya hams super ketal, eksistensi LPTKyang harus segera merubah wajah dan mencari formulasi baru tentang bentuk.pelaksanaan diklat, hingga memberikan kebebasan akademik atau otonomi guru/dosenyang seluas-scluasnya tanpa dihadapkan pada situasi birokratis di lingkungan sekolahatau dinas terkait. Dan yang terpenting lagi, pemerintah ataupun pemerintah daerah harussegera membuat kebijakan penyediaan anggaran khusus yang diambil dari APBNI APBDuntuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru, demi mengatasi kelemahan mutupendidikan, yang sumber utamanya adalah rendahnya kualitas guru

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, 1995.Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LKis, 2008.

    Echols, John M., Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1996.

    Fathurrohman, Muhammad, Sulistyorini, Meretas Pendidik yang Berkualitas dalamPendidikan Islam: Menggagas Guru atau Pendidik yang Ideal dan Berkualitas dalamPendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.

    Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. BumiAksara, 2006.

    Harian Kompas, Edisi 19 Desember 2001

    Harian Sore Sinar Harapan edisi 21 Desember tahun 2005 tentang Sertifikasi Perlu atauTidak?, dapat diakses juga melalui website:(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0511/21/nas11.html)

    Juliaty, Tetty, Sertifikasi Guru, Perlukah Dihindari?, dalam www.medanbisnis.online.com,Sabtu, 1 Desember 2007.

    Knowles, Malcolm, The Adult Learner A Neglected Species, London: Gulf PublishingCompany Book Division, 3rd Edition, 1984.

    Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) danPersiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

    Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.Muhaimin,Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali

    Press, TP RajaGrafindo, 2011.Mulyasa, E., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosda Karya,

    2007..

    Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Ilmu, 2004.Namsa, M. Yunus, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi Pengajaran

    Agama Islam, Jakarta: Pustaka Mapan, 2006.

    Nurdin, Syafrudin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers,2002.

    Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Bab VItentang Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

    Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, CD KBK.

    Roza, Welya, Pembinaan dan Pengembangan Komponen Kompetensi Pengembangan ProfesiGuru SMA Negeri Sumbar Sangat Memprihatinkan, Jakarta: Makalah yang Disajikandalam Simposium Nasional Pendidikan, Tidak Diterbitkan, 2008.

    Sholeh, Asrorun Ni.am, Membangun Profesionalitas Guru, Jakarta: Elsas, 2006.

  • 35

    Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004..Syafi'I, Asyrof, Agus Purwowidodo, Kompetensi Dasar Guru Profesional Dalam

    Mengembangkan Potensi Akademik, Tulungagung: STAIN Press, 2008.

    Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2007.

    Syamsuddin, Ach. Maimun, Tantangan Profesionalisme Standar Kertas, dalam JurnalPendidikan dan Kebudayaan EDUKASI (Diknas Kabupaten Sumenep), Nomor 14Tahun 2010.

    Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,2005.

    Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.

    Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan, Kajian Kompetensi Guru dalamMeningkatkan Mutu Pendidikan, dalam http://yusufhadi.net/wp-content/uploads/2009/02/ sinopsis-kompetensi-guru.pdf, diakses 11 Pebruari 2009.

    Trianto, Titik Triwulan Tutik, (ed.), Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi,Kompetensi dan Kesejahteraan, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007.

    Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada

    Press, 2007.